Diam-Diam Mawar Beracun WIRO SABLENG Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 Karya: Bastian Tito

WIRO SABLENG
Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya: Bastian Tito
EP : RAHASIA MAWAR BERACUN / PETUALANGAN WIRO DI LATANAHSILAM

"MAWAR KUNING…" DESIS PERI ANGSA PUTIH. "BUNGA INI HANYA TUMBUH DI TAMAN LARANGAN. MENGAPA BISA BERADA DI SINI? APAKAH PERI BUNDA TAHU KALAU DUA KUNTUM MAWAR KUNING INI TERSELIP DI ANTARA BUNGA-BUNGA LAIN DALAM JAMBANGAN?" TIBA-TIBA PERI ANGSA PUTIH INGAT. TANGANNYA BERGETAR. "MAWAR INILAH YANG TEMPO HARI HAMPIR MEMBUNUH WIRO DI TELAGA. WAHAI PARA DEWA! JANGAN-JANGAN… MUNGKINKAH DIA YANG MELEMPARKAN BUNGA ITU KE DALAM ANAK SUNGAI. UNTUK MERACUN PENDEKAR 212 WIRO SABLENG? APAKAH PERI BUNDA SEJAHAT ITU? BAGAIMANA AKU HARUS MENYELIDIK?"

Kapak Maut Naga Geni 2121

DUA SOSOK putih berkelebat. Begitu cepatnya gerakan mereka hingga kelihatan mirip bayang-bayang setan , menembus kelebatan rimba belantara. Di satu tempat sehabis keluar dari daerah hutan sosok di sebelah depan berhenti. Astaga! Ternyata ia yaitu insan biasa juga adanya tapi luar biasanya ia yaitu seorang dara berwajah cantik. Pakaiannya putih tipis keabu-abuan. Rambutnya yang tergerai lepas di punggung berwarna pirang membuatnya selain tambah bagus juga tampak anggun.
Sosok ke dua berhenti disamping dara bagus pertama. Ternyata ia juga seorang dara jelita. Raut tubuh dan potongan badannya sangat mirip gadis satunya. Siapa gerangan sepasang gadis berwajah sama yang barusan memasuki daerah rimba belantara sunyi dan berbahaya itu?
Di Negeri Latanahsilam keduanya dikenal dengan julukan Sepasang Gadis Bahagia. Di balik kecantikan mereka yang mempesona itu tersembunyi satu sifat yang menciptakan orang lain bisa merinding jikalau mengetahui , terutama kaum perempuan. Sejak lama diketahui sepasang gadis kembar ini mempunyai kelainan. Begitu banyak para perjaka yang tertarik pada mereka namun segera menjauhkan diri dengan perasaan ngeri begitu mengetahui bahwa dua gadis itu hanya berselera pada kaum sejenisnya.
"Luhkemboja , ada apa kau berhenti?" bertanya dara berjulukan Luhkenanga pada dara satunya yang yaitu kakaknya.
Sebelum menjawab , dari balik pakaiannya Luhkemboja keluarkan sebuah tongkat terbuat dari watu berwarna biru. Tongkat itu digosok-gosokkannya ke leher. Lalu diturunkan ke dada. Si gadis menggeliat sendiri kemudian tertawa panjang.
"Tingkahmu menciptakan saya ingat pada gadis berjulukan Luhjelita itu ," berkata Luhkenanga. Sepasang matanya membesar berbinar-binar.
Luhkemboja si abang telan ludahnya sendiri. "Aku juga selalu ingat padanya. Belum pernah kita menemui gadis secantik dia. Memiliki tubuh padat kencang. Waktu ia mendesah memohon supaya kita tidak menyentuh dadanya…. Wahai! Apa yang diucapkan dan bagaimana ia menggerakkan tubuh malah menciptakan saya tambah bergairah. Kapan-kapan saya ingin mencarinya kembali.”
"Gadis satu itu memang luar biasa. Terus terang saya juga belum puas wahai kakakku Luhkemboja. Tapi kita harus hati-hati. Kau tahu siapa adanya gadis itu. Dia pasti membekal dendam terhadap kita."
"Mengapa perlu merasa takut padanya. Jika ia berani muncul siapa tahu ia memang sengaja mencari kita lantaran ketagihan…." kata Luhkemboja kemudian tertawa.
(Untuk mengetahui apa yang terjadi antara sepasang dara kembar ini dengan Luhjelita harap baca Episode sebelumnya berjudul "Hantu Langit Terjungkir").
"Tongkat watu ini ," kata Luhkemboja sehabis puas tertawa.
"Sesuai yang dipesankan kakek , kita harus segera menyerahkan padanya. Tetapi saya punya planning lain!"
"Heh , apa yang ada di benakmu?" bertanya sang adik.
"Kalau kakek menginginkan tongkat ini berarti benda ini yaitu satu benda sangat penting. Pasti mengandung satu kekuatan atau satu kesaktian. Buktinya kau lihat sendiri. Tongkat ini mengeluarkan cahaya biru."
"Jangan-jangan tongkat itu menyembunyikan satu rahasia yang si kakek tidak pernah atau tidak mau menceritakannya pada kita."
"Boleh jadi ," kata Luhkemboja pula kemudian memperhatikan tongkat watu yang dipegangnya dengan seksama mulai dari ujung satu hingga ujung lainnya.
"Aku tidak melihat sesuatu yang absurd pada tongkat ini. Kecuali sangat enteng…."
"Coba kuperiksa ," kata Luhkenanga pula kemudian ganti memeriksa. Seperti kakaknya gadis satu inipun tidak melihat keganjilan atau kelainan pada tongkat watu itu. Benda ini ditirnang-timangnya kemudian diusap-usapnya beberapa kali. Ketika hendak dipulangkannya pada kakaknya , selintas pikiran muncul dalam benaknya. Tongkat ditariknya kembali. Lalu dengan ujung jari tengahnya tongkat itu disentil-sentilnya mulai dari ujung kiri hingga ujung kanan.
"Apa yang kau lakukan Luhkenanga?" tanya Luhkemboja.
"Coba kau perhatikan. Dengar…." Sambil terus menyentil Luhkenanga dekatkan tongkat watu biru itu ke indera pendengaran kiri kakaknya. "Kau mendengar sesuatu?"
"Tentu saja. Suara jarimu beradu dengan tongkat watu biru. Apa anehnya?"
Luhkenanga gelengkan kepala. "Ada bunyi atau bunyi berlainan. Pada dua ujung kiri kanan berlainan dengan cuilan tengah…."
"Bagiku sama saja Tidak ada bedanya ," kata Luhkemboja. Tongkat itu diambilnya kembali.
"Dengar Luhkemboja. Aku punya satu rencana. Bagaimana kalau…."
Luhkemboja tertawa ketika mendengar apa yang kemudian diucapkan adiknya. Dia membalikkan tubuh kemudian memberi isyarat untuk segera melanjutkan perjalanan. Belum jauh meninggalkan ujung rimba belantara , di satu tempat mendaki dimana udara terasa sejuk Luhkenanga tiba-tiba berkata. "Ada seorang wanita berpakaian serba putih mirip kita duduk di sebelah sana…."
Luhkemboja hentikan larinya dan memandang ke arah yang ditunjuk sang adik. Memang benar. Di kejauhan sana seorang wanita muda berparas bagus jelita duduk bertopang dagu di atas bukit berumput. Langsung saja dada sepasang gadis kembar ini jadi berdebar dan rasa gairah menjalari tubuh mereka.
"Wajahnya bagus sekali. Kulitnya bersih…." ucap Luhkemboja.
"Harum bacin tubuhnya tercium hingga ke sini. Aku rasa-rasa tahu siapa adanya orang itu. Kelihatannya ia sengaja duduk bersunyi diri. Seperti memikirkan sesuatu ," ujar Luhkenanga pula.
"Mari kita dekati. Siapa tahu rejeki besar menjadi cuilan kita ," kata Luhkemboja mengajak.
Dua gadis kembar segera berkelebat Sebentar saja mereka sudah berada di hadapan wanita muda yang duduk di atas rumput itu. Orang ini turunkan tangannya kemudian mengangkat kepala memandang pada sepasang dara yang gres datang. Kagetlah Luhkemboja dan Luhkenanga ketika mereka melihat dan menyadari siapa adanya orang itu. Sebaliknya orang yang duduk di atas rumput tetap hening saja walau ia sudah mengenali dua gadis yang berdiri di hadapannya.
"Peri Angsa Putih…." menyapa Luhkemboja sementara Luhkenanga pandangi peri bagus itu sambil berulang kali membasahi bibirnya dengan ujung lidah.
Dibanding dengan kakaknya Luhkenanga memang ia tidak bisa menyembunyikan gelora hatinya melihat kecantikan wajah dan kemulusan tubuh Peri Angsa Putih. Apa lagi tubuh peri ini menebar bacin harum mewangi yang menambah rangsangan dalam dirinya.
"Wahai , sungguh pertemuan tidak disangka. Bukankah kalian berdua kerabat yang dijuluki Sepasang Gadis Bahagia?" balas menegur Peri Angsa Putih.
Dua gadis kembar jatuhkan diri , berlutut di hadapan sang Peri. Luhkemboja malah ulurkan tangan memegang kemudian mengangkat tangan Peri Angsa Putih , kemudian menciumnya dengan perilaku hormat walau bekerjsama perbuatannya itu lebih didorong oleh hawa gairah. Luhkenanga tidak tinggal diam. Dia tirukan apa yang dilakukan kakaknya dan mencium belakang telapak tangan malah hingga ujung lengan Peri Angsa Putih. Sambil tersenyum Peri Angsa Putih tarik tangannya.
"Aku sudah lama mendengar perihal kalian berdua. Hanya tidak tahu mana yang berjulukan Luhkemboja dan mana yang berjulukan Luhkenanga."
Dua gadis kembar kemudian memperkenalkan diri masingmasing.
"Wahai Peri Angsa Putih , gerangan apakah yang menciptakan kau berada di bukit sunyi ini?" bertanya Luhkemboja.
"Sepertinya tengah menunggu seseorang ," menyambung Luhkenanga.
"Wahai , jikalau kau benar menunggu seseorang biar saya coba mengira ," kata Luhkemboja sambil tersenyum dan mengusap-usap keningnya seolah tengah berpikirpikir.
"Kalau salah dugaanku mohon maafmu wahai Peri bagus dari Negeri Atas Langit. Bukankah kau tengah menunggu lelaki gagah berjulukan Lakasipo , berjuluk Hantu Kaki Batu itu?"
"Wahai! Dugaan kakakku pasti betul. Sudah lama kami menyirap kabar kalau lelaki itu tertarik padamu dan kau. Hemm…." Luhkenanga tidak teruskan katakatanya.
Bersama kakaknya ia tertawa panjang.
Wajah Peri Angsa Putih sesaat kelihatan menjadi merah. Namun sambi! mengulum senyum Peri ini kemudian berkata. "Dugaan kalian memang betul. Aku berada di bukit berumput ini tengah menunggu orang. Tapi bukan lelaki berjulukan Lakasipo itu. Melainkan justru saya menunggu kedatangan kalian berdua."
"Kami?!" ujar Luhkenanga dan Luhkemboja terpekik girang hampir bersamaan. Sepasang gadis kembar ini saling melirik kemudian duduk bersimpuh di atas rumput. Satu di kiri , satu di kanan. Demikian dekatnya mereka mengapit hingga pinggul dan pundak mereka bersentuhan hangat dengan pinggul serta pundak Peri Angsa Putih. Bahkan hembusan nafas keduanya menyentuh permukaan wajah sang Peri.
"Sungguh kami merasa senang mengetahui kau berada di sini sengaja menunggu kami ," kata Luhkenanga seraya memegang iengan Peri Angsa Putih dan mengusap-usapnya. "Tentu ada sesuatu yang bisa kami lakukan untukmu."
Sementara itu Luhkemboja mulai pula meraba lengan Peri Angsa Putih satunya.
Peri Angsa Putih yang sudah tahu kelainan sifat dua gadis kembar ini perlahan-lahan lepaskan kedua tangannya dari genggaman Luhkemboja dan Luhkenanga.
Lalu berkata. "Aku ingin mengetahui dan meyakini satu hal. Mudah-mudahan kalian berdua bisa memberi penjelasan…."
"Wahai , hal apakah itu Peri Angsa Putih?" tanya Luhkenanga seraya rapatkan duduknya. Pahanya hingga menindih paha sang Peri.
"Beberapa waktu yang kemudian saya melihat kalian berdua keluar dari sebuah goa di daerah barat sana…."
Wajah dua gadis kembar mendadak sontak jadi berubah. Adik abang ini saling melirik. Dalam hati mereka menduga-duga apakah sang Peri tahu apa yang telah terjadi , apa yang telah mereka lakukan di goa itu?
"Wahai , tidak disangka kau mengetahui kehadiran kami di goa itu…" kata Luhkemboja. Dia tak berani berdusta lantaran khawatir sang Peri tahu banyak wacana mereka. "Kami kebetulan saja lewat di daerah itu…."
"Betul , kami memang kebetulan lewat di sana ," menyambungi Luhkenanga.
"Ketika melihat sebuah goa kami mencoba masuk…" Luhkemboja meneruskan.
Luhkenanga kembali menyambung. "Kami masuk sekedar untuk mencari tempat yang teduh dan kondusif untuk beristirahat"
"Kalian masuk dan jadi beristirahat dalam goa itu?" tanya Peri Angsa Putih.
Luhkemboja menggeleng. Luhkenanga memandang pada kakaknya kemudian ikut menggeleng.
"Jadi kalian tidak masuk…?" tanya Peri Angsa Putih.
"Kami memang masuk…" jawab Luhkenanga dengan bunyi perlahan.
"Tapi kami segera keluar lagi!" kata Luhkenanga.
"Kenapa?" tanya Peri Angsa Putih.
"Ada orang lain dalam goa itu!"
"Ada satu pemandangan menusuk mata yang menciptakan kami tak sanggup berada di situ dan cepatcepat keluar…."
Peri Angsa Putih menatap dua gadis kembar berganti-ganti kemudian bertanya. "Siapa orang lain yang kalian lihat dalam goa itu? Kaitan mengenalnya? Lalu….Memangnya apa yang ia lakukan di situ…."
"Ada dua orang dalam goa itu wahai Peri Angsa Putih. Satu gadis , satu pemuda…" kata Luhkemboja.
"Yang gadis berada dalam keadaan bugil. Tengah berpelukan dengan seorang perjaka berambut panjang. Kalau kami tidak salah ia yaitu perjaka asing yang belum lama berselang berada di Negeri Latanahsilam ini…."
"Kalau tidak salah ia perjaka yang berjulukan Wiro Sableng , berjuluk Pendekar 212."

****

Kapak Maut Naga Geni 2122

TENGGOROKAN Peri Angsa Putih kelihatan turun naik. Suaranya agak tersendat ketika bertanya.
"Apa kalian mengenali siapa adanya gadis di dalam goa yang bersama perjaka berjulukan Wiro Sableng itu?"
"Luhjelita. Gadis yang dikenal sebagai penunggang kura-kura terbang itu!"
"Kalian tidak salah lihat?"
"Kami berdua. Mana mungkin salah lihat!" jawab Luhkenanga.
"Kalau begitu…." Peri Angsa Putih tidak meneruskan ucapannya.
"Kalau begitu apa wahai Peri Angsa Putih?" tanya Luhkenanga sambil kembali tangannya merayap ke lengan sang Peri.
"Tidak…. Tidak apa-apa. Keterangan kalian sangat berguna. Paling tidak saya kini benar-benar yakin dan mengetahui apa yang terjadi dalam goa itu…." Lalu dalam hati sang Peri berkata. "Aku juga menyaksikan sendiri. Tadinya saya mirip ingin menyampaikan tidak yakin pada penglihatanku sendiri. Tapi kini ada dua orang yang menyaksikan hai yang sama. Berarti tidak perlu saya menyelidik lebih jauh. Wahai mengapa kejam sekali rasanya dunia ini memperlakukan diriku. Peri Bunda , kau benar. Aku harus menjauhkan diri dari perjaka berjulukan Wiro itu. Aku harus kembali ke Negeri Atas Langit…" Peri Angsa Putih memandang pada dua gadis kembar kemudian berdiri berdiri. "Terima kasih atas semua keterangan kalian. Aku harus pergi sekarang…."
"Wahai ," ujar Luhkenanga seraya berdiri pula.
"Tak jauh dari sini ada sebuah dangau. Dibangun orang di atas sebuah telaga jernih. Udara di sana sejuk sekali. Pemandangannya indah nian. Bagaimana kalau kita bertiga pergi ke sana. Beristirahat barang setengah hari sambil berbincang-bincang. Siapa tahu ada keterangan lain yang ingin kau dapatkan dan kebetulan kami ketahui…."
"Terima kasih. Kalian berdua baik sekali. Tapi keterangan yang saya cari sudah kudapat. Lain waktu undangan kalian tentu ada kupenuhi…."
"Sayang sekali. Kalau kau mau pergi kamipun hendak pergi pula…" kata Luhkenanga.
Saat itu sekonyong-konyong berkelebat satu bayangan putih disertai bentakan.
"Dua gadis kembar! Jangan kalian berani pergi! Kembalikan dulu tongkat yang kau curi dariku!"
Belum habis kejut Luhkemboja dan Luhkenanga tahutahu seorang perjaka berambut gondrong sambil menyeringai dan berkacak pinggang telah berdiri di hadapan mereka.
"Peri Angsa Putih! Ini perjaka berjulukan Wiro Sableng yang barusan kita bicarakan!" berkata Luhkenanga.
Sementara Luhkemboja cepat menjauh lantaran khawatir Wiro akan merampas tongkat watu biru yang dipegangnya.
Pemuda berambut gondrong yang memang Pendekar 212 Wiro Sableng adanya melirik ke kiri dimana berdiri Peri Angsa Putih. Murid Sinto Gendeng hendak layangkan senyum pada sang Peri namun batal ketika dilihatnya Peri Angsa Putih unjukkan wajah kaku malah kemudian palingkan muka ke jurusan lain.
"Kalian membicarakan saya mengenai apa?!" tanya Wiro.
Luhkemboja dan Luhkenanga tidak segera menjawab tapi tertawa cekikikan.
"Gadis-gadis aneh! Ada apa kalian tertawa. Luhkemboja! Lekas serahkan tongkat di tanganmu itu padaku!"
"Kau sungguhan mau tahu apa yang barusan kami bicarakan?!" Luhkemboja berkata seraya senyumsenyum.
Wiro mulai mencium ada yang tidak beres. Tapi ia segera menjawab. "Katakan saja. Aku ingin tahu!"
"Kau tidak malu Peri Angsa Putih ikut mendengar?" tanya Luhkenanga kemudian tertawa cekikikan.
"Kami melihat kau dan gadis berjulukan Luhjelita berbugil-bugil di dalam goa!" Berucap Luhkemboja.
"Gadis kurang ajar! Jangan kau berani memfitnah!" teriak Pendekar 212 marah.
"Kalian berzinah di dalam goa!" ujar Luhkenanga.
Amarah murid Sinto Gendeng tidak terkendalikan lagi. Mukanya mengelam. Kupingnya mirip dipanggang.
Sekali lompat saja Wiro layangkan satu tamparan ke muka Luhkenanga. Seperti diketahui dua abang beradik kembar yang dikenal dengan julukan Sepasang Gadis Bahagia ini bukanlah gadis-gadis sembarangan. Mereka mempunyai ilmu meringankan tubuh tinggi sekali hingga bisa bergerak cepat dan ringan. Selain itu mereka juga mempunyai jurus-jurus ilmu silat aneh. Sekali bergerak Luhkenanga berhasil selamatkan diri dari tamparan Wiro yang bisa meremukkan tulang pipinya.
Penasaran Wiro kembali mengejar Luhkenanga. Namun ketika itu satu bayangan putih berkelebat dari samping. Angin yang menyambar menciptakan Wiro terpaksa hentikan niatnya. Ketika ia memandang ke depan satria kita jadi tertegun. Yang menghadang di hadapannya yaitu Peri Angsa Putih.
"Peri Angsa Putih…. Apa maksudmu menghalangi gerakanku?!" tanya Wiro heran.
"Apa maksudmu menyerang gadis itu?!" balik bertanya Peri Angsa Putih. Tapi ia tidak memandang ke arah Wiro lantaran wajahnya mirip tadi lagi-lagi dipalingkan ke jurusan lain.
"Dia…. Gadis itu kau dengar sendiri! Dia berkata jahat! Memfitnahku!"
Peri Angsa Putih mendengus. Wajahnya tersenyum sinis. Membuat Wiro menjadi tambah murka walau bercampur heran. "Peri Angsa Putih. Ada apa ini?! Kau bicara tapi tidak mau melihat padaku! Kau tampaknya membela gadis-gadis tukang fitnah ini!"
"Mereka tidak memfitnah. Aku melihat sendiri kau dan Luhjelita di dalam goa itu. Jangan mengira saya tidak tahu apa yang kalian lakukan?!"
Wiro hendak menggaruk kepala habis-habisan kemudian dekati Peri Angsa Putih.
"Jangan kau berani bergerak lebih dekat!" membentak Peri Angsa Putih.
Wiro kaget bukan main. Dia ulurkan tangan hendak memegang lengan Peri Angsa Putih tapi kembali sang Peri membentak. Air mukanya membayangkan ancaman.
"Pendekar 212! Jangan sentuh diriku! Aku bukan Luhjelita gadis yang bisa menjadi pemuas nafsu bejatmu!"
Wiro ternganga besar. Dua kakinya mirip dipantek ke tanah. "Peri Angsa Putih , aku…."
"Aku tak sudi kau menyebut namaku! Berlalulah dari hadapanku!"
"Mati aku! Apa yang terjadi dengan Peri satu ini?!" membatin Wiro. Ketika ia berpaling ke samping , dua gadis kembar tertawa cekikikan kemudian berkelebat pergi.
Wiro tak mau mengejar lantaran khawatir Peri Angsa Putih akan kembali menghadang dan bisa-bisa antara mereka terjadi bentrokan yang tak diinginkan. Dengan menahan hawa amarahnya terhadap dua dara yang kabur itu Wiro bertanya. "Aku tidak mengeri. Ada apa ini?! Wajahmu melihat saya mirip melihat hantu…."
"Aku tidak melihat hantu! Tapi melihat makhluk sangat menjijikkan!" tukas Peri Angsa Putih.
Wiro garuk kepala. "Tampangku memang jelek!
Terserah kau mau bilang apa! Tapi harap kau jelaskan dulu mengapa kau membela dua gadis jahat tadi. Lalu mengapa kau marah-marah dan berkata tak karuan padaku. Aku merasa tidak punya salah padamu. Dua gadis kembar itu mencuri tongkat watu titipan orang. Mereka juga memfitnah diriku kemudian enak saja melarikan diri. Aku tidak…."
Saat itu mendadak ada bunyi menderu dahsyat disertai bunyi ringkikan kuda. Sesaat kemudian seekor kuda hitam besar berkaki enam muncul dan berhenti di tempat itu. Di atasnya duduk Lakasipo dengan perilaku gagah.
"Saudaraku Wiro Sableng! Kerabatku Peri Angsa Putih! Aku merasa gembira bisa menemui kalian berdua di tempat ini!" Lakasipo hendak tertawa lebar.
Tapi tidak jadi ketika ia melihat raut wajah Peri Angsa Putih serta Wiro yang tampak kebingungan. Pendekar 212 kedipkan mata. Maksudnya hendak memberi tahu tapi Lakasipo yang tidak mengerti malah berucap.
"Wahai , saya tidak ingin mengganggu. Rupanya kalian sedang asyik berdua-dua di tempat ini. Wiro , biaraku pergi dulu. Nanti saya akan mencarimu kembali. Banyak hal yang ingin kubicarakan denganmu!"
"Kuharap kau jangan pergi dulu Lakasipo. Aku juga banyak pembicaraan denganmu!" kata Wiro.
"Kerabat Lakasipo , jikalau kau memang mau pergi bolehkah saya ikut menumpang bersamamu hingga di kaki bukit sana?"
Ucapan Peri Angsa Putih itu menciptakan Lakasipo terheran-heran dan memandang Wiro yang ketika itu hanya bisa tegak sambil garuk-garuk kepala. Mengira Peri Angsa Putih menyindirnya Lakasipo cepat membungkuk dan berkata. "Maafkan , tidak maksudku mengganggu kalian. Aku mohon diri dulu…."
"Lakasipo , tunggu! Aku ikut bersamamu!" seru Peri Angsa Putih.
"Peri Angsa Putih , bukankah kau…? Wahai mana tungganganmu bebek putih itu?" tanya Lakasipo.
"Dia tak ada di sini. Itu sebabnya saya minta ikut bersamamu…."
Lakasipo memandang pada Wiro seolah mau bertanya. Tapi satria kita hanya tegak membisu dan kini tidak lagi menggaruk kepala , memandang pada Lakasipo dan Peri Angsa Putih dengan raut muka membayangkan heran dan bingung.
Dalam keadaan mirip itu tiba-tiba Peri Angsa Putih melompat ke atas punggung kuda hitam kaki enam dan duduk di belakang Lakasipo.
"Peri Angsa Putih , bagaimana ini. Mungkin saya perlu bertanya…."
"Pacu kudamu Lakasipo. Dalam perjalanan kau boleh mengajukan seribu pertanyaan. Semuanya akan kujawab! Apa lagi menyangkut saudara angkatmu yang kau anggap baik dan suci itu!" Habis berkata begitu Peri Angsa Putih menggebrak pinggul Laekakienam dengan tangan kirinya sementara tangan kanannya enak saja merangkul ke pinggang Lakasipo. Kuda hitam raksasa berkaki enam itu meringkik keras kemudian melompat ke depan.
"Peri geblek!" Wiro memaki sendirian dalam hati.
"Apa yang terjadi dengan dirinya! Katanya ia melihat sendiri saya dan Luhjelita di dalam goa. Melihat apa?"
Wiro garuk-garuk kepala. "Jangan-jangan…. Bayangan yang kulihat dalam goa memang yaitu bayangannya. Gila betul! Dia menyangka…. Aku tidak percaya! Dia bukan makhluk sembarangan. Masakan bisa percaya saja pada ucapan dua gadis kembar sialan itu. Tapi….Memangnya saya sedang apa di dalam goa ketika ia melihat!" Wiro geleng-geleng kepala dan tendangtendang rumput liar di depannya. "Caranya ia pergi dengan Lakasipo. Seperti sengaja hendak menciptakan saya sakit hati. Dia pakai merangkul pinggang lelaki itu segala. Mungkin supaya saya sakit hati dan cemburu! Gila , perlu apa saya sakit hati dan cemburu! Kupikirkanpun tidak! Sayang…. Kenapa ia jadi begitu. Padahal ia pernah menyelamatkan nyawaku , saya juga begitu…."
Akhirnya Wiro hanya bisa menghela nafas panjang sambil jambak-jambak rambut sendiri. Saat itulah tibatiba ada satu bunyi berucap.
"Kalau kasih sejati menjelma kebencian memang hebat akibatnya. Wahai Pendekar 212 , kau tengah menghadapi ujian berat! Ujian itu akan menjelma malapetaka jikalau kau memang berbuat apa yang dikatakan Peri tadi…."
"Siapa yang bicara?!" seru murid Sinto Gendeng.
Dalam kagetnya Wiro segera palingkan kepala.

Kapak Maut Naga Geni 2123

DI HADAPAN Wiro berdiri seorang gadis tinggi semampai berkulit putih. Pakaiannya yang biru gelap menciptakan kecantikannya tambah menonjol. Rambutnya yang panjang tergerai melambai-lambai ditiup angin. Di keningnya yang putih licin menempel sebuah bunga tanjung kuning.
"Luhcinta…" ujar Wiro perlahan setengah berbisik.
Apa yang barusan dialaminya menciptakan Wiro tidak kuasa tersenyum padahal kemunculan Luhcinta murid Nenek Hantu Lembah Laekatakhijau ini sangat menggembirakan dan bisa menghibur hatinya.
"Aku bersyukur kau berada di sini…" kata Pendekar 212. Lalu ia ingat pada ucapan Luhcinta tadi.
"Kata-katamu tadi , apakah kau sudah lama berada di sini dan mendengar…."
"Aku mendengar semua yang dikatakan dua gadis kembar itu. Aku juga mendengar apa yang diucapkan Peri Angsa Putih…" kata Luhcinta sambil tersenyum.
Senyuman yang benar-benar tulus dan menciptakan hati murid Sinto Gendeng merasa sejuk hingga kemarahan dan kejengkelannya berangsur lenyap.
"Kau… kau mempercayai apa yang mereka katakan?" Wiro bertanya.
"Kau dilarang bertanya mirip itu. Tapi kau justru harus membuktikan bahwa kau tidak melaksanakan apa yang dituduhkan mereka…."
"Mereka bertiga menuduhku. Aku sendirian! Fitnah mereka dalam waktu singkat tentu akan tersebar luas di Negeri Latahansilam ini. Sebelum saya bisa membuktikan diriku tidak berbuat keji , namaku sudah tak karuan tercemar."
"Itulah hidup. Ketulusan kasih tidak selalu muncul cerah dimana-mana. Sesekali redup bahkan pupus oleh hal-hal yang tidak terduga. Apa lagi jikalau kau tidak bisa membuktikan dirimu benar-benar bersih…."
"Aku bersumpah…!" Wiro gelengkan kepalanya.
"Percuma saja! Siapa yang mau percaya! Di tanah Jawa saja saya tidak pernah berbuat serendah itu. Apa lagi di sini di negeri orang…."
"Soal dirimu di tanah Jawa siapa yang tahu. Yang jadi kasus justru sepak terjangmu di negeri ini…."
"Agaknya kau mirip mempercayai apa yang diucapkan tiga orang itu…" kata Wiro dengan nada kecewa.
"Wahai , adakah saya menyampaikan mirip itu Wiro? Fitnah yaitu penodaan paling jahat atas kasih sayang. Tapi bagaimana kasih sayang akan memperlihatkan kebersihan jati dirinya kalau kau tidak bisa membuktikan bahwa dirimu sungguh bersih?"
"Jadi kau tidak mempercayai tuduhan ketiga orang itu?"
Luhcinta tersenyum. "Masalahnya bukan percaya atau tidak. Tapi kemampuan dirimu untuk menyatakan bahwa kau benar-benar bersih…."
"Aku tidak ingin membela diri. Tapi dua gadis kembar itulah yang telah berbuat keji terhadap Luhjelita. Kau mungkin belum tahu. Mereka dua gadis yang punya kelainan jiwa. Hanya suka…."
"Aku tak Ingin mendengar hal itu ," kata Luhcinta memotong dengan bunyi halus. "Seharusnya hal itu pantas kau ucapkan pada Peri Angsa Putih…."
"Percuma saja. Dia tidak akan percaya. Dia tidak memberi kesempatan padaku untuk menjelaskan…."
Pendekar 212 terdiam. Dia menarik nafas berulang kali kemudian berkata. "Aku berterima kasih padamu. Kau memberi petunjuk padaku bagaimana harus berbuat. Aku akan melaksanakan sesuatu. Melakukan apa saja untuk membersihkan diriku…."
"Aku gembira mendengar ucapanmu. Ingatlah selalu , hidup yang didasarkan pada kasih sejati tidak ada pernah menempuh jalan keliru…."
"Tapi saya tidak mengasihi Luhjelita atau Peri Angsa Putih. Jika itu maksudmu. Sekalipun demikian tidak mungkin saya akan berbuat keji terhadap salah satu dari mereka…."
"Wahai , saya tidak membicarakan cinta. Aku menyebut kasih. Karena kasih yaitu lebih kudus dan lebih agung dari pada cinta. Kasih sejati tidak sanggup digantikan oleh cinta , betapapun murninya…."
"Aku tidak mengerti maksud ucapanmu ," kata Wiro sambil garuk-garuk kepala.
"Suatu ketika kau pasti akan mengerti."
"Luhcinta , apakah kau pernah mengasihi seseorang?" tanya Pendekar 212 pula.
Luhcinta tertawa perlahan sambil palingkan wajahnya yang bersemu merah ke jurusan lain. Lalu gadis berhiasan bunga tanjung di keningnya ini berkata.
"Teka teki hidupku masih menjadi beban berat dalam hatiku. Bagaimana mungkin saya memikirkan hal yang kau tanyakan itu?"
"Kurasa jikalau kau pernah mengasihi seseorang , beban hidupmu mungkin bisa berkurang. Tapi entahlah…. Aku bukan orang yang mahir dalam soal kasih sayang ," kata Wiro pula kemudian tertawa tapi kecut.
"Luhcinta , apakah kau telah berhasil mengungkapkan rahasia kehidupan kedua orang tuamu?" Wiro alihkan pembicaraan.
"Masih jauh panggang dari api. Tapi siapa tahu , segala sesuatunya bisa berubah secara tidak terduga. Kekuatan kasih bisa meruntuhkan tembok baja yang mengelilingi kita. Mudah-mudahan semua teka teki hidup yang menyelubungi diriku bisa terungkap secepatnya…."
"Jika kau suka , saya bersedia membantu…."
"Terima kasih. Bahtera hidup ini biar kukayuh sendiri. Kita berpisah dulu hingga di sini…."
"Tunggu , kau mau menuju ke mana?"
"Terus terang saya sendiri tidak tahu harus meneruskan perjalanan ke mana…."
"Kasih ada membimbing perjalananmu ," kata Wiro.
Luhcinta tertawa lepas. "Ternyata kau lebih cepat mengetahui arti kasih dari pada yang kau duga sendiri…."
Wiro tertawa dan memperhatikan gadis itu membalikkan badannya siap untuk berlalu. Ketika Luhcinta berputar ke kiri Wiro melihat robek berlubang pada cuilan pundak kanan pakaian biru yang dikenakan si gadis. Saat itu Wiro tidak ingat apa-apa. Tetapi begitu Luhcinta sudah jauh di ujung sana tiba-tiba ia ingat akan secarik sobekan kain biru yang disimpannya di dalam saku pakaiannya. Wiro segera keluarkan robekan itu. Robekan kain itu ditemuinya ketika ia keluar dari goa , tersangkut di ujung ranting tak jauh dari goa di mana Luhjelita disekap.
"Cabikan pakaian ini…. Jelas cabikan baju biru Luhcinta ," kata Wiro dalam hati. "Berarti ia juga berada dekat goa itu. Jangan-jangan bekerjsama ia juga punya dugaan yang sama dengan Peri Angsa Putih. Celaka! Aku harus mencarinya. Aku harus menceritakan apa yang bekerjsama terjadi. Mungkin hanya ia satu-satunya gadis yang bisa mendapatkan penjelasanku." Wiro mengejar ke kaki bukit Tapi gadis bagus berpakaian biru itu tak kelihatan lagi.
Tertegun sendirian Wiro ingat pada ucapan Hantu Raja Obat alias Hantu Seribu Obat dan Luhrinjani yaitu bahwa di Negeri Latanahsilam ini ada seorang gadis yang mencintainya dengan sepenuh hati. "Luhjelita terang bukan , entah kalau ia bersandiwara ," pikir Pendekar 212. "Peri Angsa Putih juga pasti bukan. Dulu selendangnya saja dimintanya kembali. Tadi sikapnya begitu ketus dan garang. Selain itu Luhjelita atau Peri Angsa Putih masih kucurigai sebagai pelaku yang hendak meracuni diriku dengan mawar kuning di telaga tempo hari. Lalu bagaimana dengan Luhcinta?"
Wiro berpikir-pikir. "Dulu Hantu Seribu Obat pernah menyampaikan bahwa diantara sekian banyak gadis di Negeri Latahansilam ini hanya Luhcinta seorang yang mengasihi diriku. Mungkin benar. Walau ia agak meragukan saya telah berbuat malu tapi tadi ia memperlihatkan perilaku lembut Mungkin gadis satu ini pintar menyembunyikan perasaan hatinya? Kalau saya terlalu mempercayai ucapan Hantu Seribu Obat dan Luhrinjani , saya khawatir terlalu berharap yang bukan-bukan…."
Dalam bayangan Wiro ketika itu mendadak muncul bayangan wajah Bidadari Angin Timur , Ratu Duyung dan Bunga , tiga gadis yang pernah menempati hatinya. Wiro jadi garuk-garuk kepala. Sambil berjalan otaknya bekerja terus. Dia ingat pada kakek berjuluk Si Pelawak Sinting.
"Aku harus mencari Si Pelawak Sinting yang palsu. Kakek itu satu-satunya orang yang melihat insiden di telaga tempo hari. Aku harus sanggup mengorek keterangan dari dirinya."
DI SATU tempat sunyi , di balik semak belukar lebat di kaki sebuah bukit sebelah timur , Luhcinta duduk termenung sendirian. Dia mengingat-ingat kembali pertemuan serta semua ucapannya dengan Wiro tadi.
"Aku memang tidak melihat sendiri apa yang terjadi di dalam goa. Aku hanya melihat Luhjelita keluar dari dalam goa , disusul perjaka itu. Sepasang gadis kembar mungkin saja mengarang cerita. Aku tahu sifat perangai mereka. Tapi Peri Angsa Putih tidak mungkin memfitnah. Apa lagi kudengar ia berkata bahwa ia juga melihat dengan mata kepala sendiri apa yang dilakukan Wiro dan Luhjelita…"
Luhcinta menghela nafas panjang dan mengusap wajahnya berulang kali. "Wahai…” katanya dalam hati.
"Sudah seburuk inikah sifat dan perbuatan makhluk hidup di atas muka bumi Negeri Lahtanahsilam ini? Aku tak ingin mempercayai ia tega berbuat sekeji itu. Tapi kenyataan menyampaikan demikian , bagaimana mau membantahnya. Dia menyampaikan tidak mengasihi Luhjelita ataupun Peri Angsa Putih. Wahai…. Mungkin itu sengaja diucapkannya untuk menghilangkan jejak , untuk menutupi keaiban dirinya. Agaknya ia pintar bersandiwara. Tapi jikalau yang dikatakannya itu benar , kemudian siapakah gadis yang dicintainya di Negeri Latanahsilam ini?"
Lama Luhcinta duduk termenung di balik semak belukar lebat itu. Lalu ia menarik nafas dalam berulang kali dan berkata. "Mudah-mudahan ia bisa melaksanakan sesuatu untuk membersihkan dirinya…. Sementara itu , bagaimana saya harus mengambil sikap? Mungkin lebih baik saya mengurus duduk kasus diriku sendiri. Tapi….Wiro…. Ah , bagaimana ini…. Apa yang harus saya lakukan?"
Luhcinta memandang berkeliling. Dia ingat pada orang berpakaian hitam yang mukanya ditempeli tanah liat kering yang selama ini selalu menguntit dirinya. Sejak beberapa waktu belakangan ini orang absurd itu tak pernah lagi kelihatan membayang-bayangi dirinya. Pertemuan terakhir dengan orang absurd berkepandaian tinggi itu Luhcinta sempat memintanya untuk menanggalkan tanah liat hitam yang selalu menutupi wajahnya. Luhcinta melihat satu wajah yang tidak dikenalnya. Sebagai imbalan Luhcinta siap menerangkan apa hubungannya dengan Luhpiranti dan Latampi. Namun sebelum sempat bicara terjadi satu hal yang hebat.
Serombongan Peri turun dari atas langit hendak memboyong patung Luhmintari (ibu Hantu Jatilandak).
Maksud para Peri itu digagalkan oleh Peri Angsa Putih. Ketika patung berhasil diselamatkan , orang berpakaian serba hitam yang dikenal dengan panggilan Si Penolong Budiman tak ada lagi di tempat tersebut (Baca Episode berjudul "Rahasia Patung Menangis").

Kapak Maut Naga Geni 2124

UNTUK menghilangkan kerisauan hatinya sambil berjalan Pendekar 212 bersiul-siul membawakan lagu tak menentu. Di langit sang surya mulai condong ke barat Udara yang tadinya panas berangsur-angsur terasa teduh. Selagi asyik berjalan sambil bersiul-siul begitu tiba-tiba Wiro melihat seseorang di tengah jalan , duduk menjelepok di tanah membelakanginya. Orang ini mengenakan pakaian berwarna hijau tua. Kepalanya separuh botak separuh lagi ditumbuhi rambut panjang berwarna putih , kusut masai riap-riapan.
"Dari caranya duduk di tengah jalan , terang ia mirip sengaja menghadang jalanku ," kata murid Sinto Gendeng dalam hati. "Aku belum sanggup melihat wajahnya. Apa saya kenal padanya? Lelaki atau wanita ia adanya?"
Wiro hentikan langkahnya tapi terus saja bersiul-siul. Tanpa berpaling tiba-tiba orang yang duduk di tengah jalan hamburkan bunyi tertawa. Dari suaranya ternyata ia yaitu seorang perempuan.
"Umur tinggal sejengkal buruk! Masih bisa gembira diri bersiul-siul!" Orang di tengah jalan keluarkan ucapan. Suara siulan Pendekar 212 pribadi berhenti.
"Bicara tapi tak mau melihat! Menegur tapi membelakangi orang! Kalau kau masih muda pasti kurang mendapat pelajaran sopan santun dari orang tuamu! Kalau kau sudah renta bangka mungkin kau sudah pikun atau kurang waras?"
Baru saja Wiro berkata begitu sosok yang duduk di tengah jalan mendadak sontak melesat ke atas. Begitu turun ke tanah orang ini telah berdiri menghadang tepattepat ke arah Wiro. Sebelumnya Pendekar 212 telah banyak melihat insan berwajah seram. Tapi yang satu ini sungguh dahsyat hingga Wiro tersurut hingga dua langkah!
Yang tegak di hadapan Wiro ketika itu yaitu seorang nenek angker. Sebagian besar wajahnya tidak berdaging lagi , terkelupas begitu rupa hingga tulang kening , pipi , hidung , verbal dan dagu menyembul putih mengerikan. Mata kirinya hanya merupakan satu rongga besar sementara bola matanya tersembul bergelantungan keluar. Bagian depan pakaian hijau si nenek sengaja dibuka hingga dada dan sebagian perutnya kelihatan jelas. Dada dan perut inipun tidak lagi berdaging hingga tulang dada dan tulang-tulang iganya menyembul menyeramkan!
"Hik… hik!" Si nenek tertawa pendek. "Anak muda berambut panjang! Matamu melotot , keningmu mengerenyit tanda berpikir. Apakah kau ingat dan sudah mengenali siapa diriku?!"
Wiro garuk kepalanya kemudian menjawab. "Gadis bagus saja jarang kuingat-ingat apa lagi kau yang sudah nenek dan buruk pula!" Wiro kemudian tertawa gelak-gelak.
Lalu ia menyambung. "Pakaianmu boleh juga Nek! Cuma kurang kau buka hingga ke bawah. Kalau lebih ke bawah pasti saya bisa melihat pemandangan yang lebih apik! Ha. , , ha… ha!"
Si nenek keluarkan bunyi menggembor. Dia hunjamkan kaki kanannya ke tanah hingga tanah berlobang besar. Pasir dan debu beterbangan ke udara.
"Buset! Nenek ini punya ilmu juga rupanya. Aku harus hati-hati ," membatin Wiro dan bersikap waspada.
"Kekasihku Lajahilio!" si nenek tiba-tiba berseru memanggil seseorang. "Lekas unjukkan diri! Katakan pada perjaka keparat ini siapa saya adanya!"
Ada angin bersiur. Lalu dari atas sebatang pohon besar melayang turun sosok seorang kakek berambut putih awut-awutan. Mata kanan sipit , sebaliknya mata kiri besar mendelik. Kakek ini mengenakan jubah kuning pekat Melihat si kakek Pendekar 212 segera ingat. Kakek ini yaitu Lajahilio. Si nenek pastilah kekasihnya yang berjulukan Luhjahilio. Di dalam rimba persilatan Negeri Latanahsilam mereka dikenal dengan julukan Sepasang Hantu Bercinta walau mereka selama puluhan tahun memang hidup bersama tanpa kawin.
Seperti dituturkan dalam Episode berjudul "Rahasia Patung Menangis" sepasang kakek nenek ini pernah muncul untuk membalaskan dendam kesumat kematian dua murid mereka yakni Lagandring dan Lagandrung. Yang mereka serbu ketika itu antara lain Hantu Jatilandak yang membunuh Lagandring. Hantu Jatilandak hampir menemui ajalnya kalau tidak ditolong oleh orang sakti berjuluk Si Penolong Budiman dan Luhcinta yang muncul secara berbarengan. Malang bagi si nenek ketika itu , ia terkena hantaman pukulan sakti Pukulan Kasih Mendorong Bumi yang dilepaskan Luhcinta. Tak ampun lagi sosok si nenek amblas terpendam seolah tercetak ke dinding batu. Walau Luhjahilio tak sempat menemui kematian , tapi ketika Lajahilio menolong mengeluarkan sosoknya dari dalam watu , sebagian daging muka dan tubuhnya masih tertinggal di batu! Itu sebabnya kini ia menderita cacat yang sangat mengerikan.
Lajahilio tegak berkacak pinggang tapi agak terbungkuk. Sepasang matanya membeliak pandangi Pendekar 212 Wiro Sableng.
"Anak muda yang umurnya tinggal sejengkal buruk! Kau berhadapan dengan Sepasang Hantu Bercinta! Aku Lajahilio dan nenek itu kekasihku berjulukan Luhjahilio!"
"Hebat!" memuji Wiro sambil acungkan jari tapi bukan jari jempol melainkan jari kelingking tangan kirinya! "Julukan kalian sungguh luar biasa. Aku salah menduga. Tadinya kukira bangsa hantu itu tak bisa bercinta. Ternyata kalian bisa. Pasti kalian bercintanya di sekitar kuburan! Kalian berjulukan Lajahilio dan Luhjahilio. Pasti kalian orang-orang dari kala jahiliah! Tapi ada satu hal saya ingin tahu! Bagaimana kalian bisa menghitung kalau umurku cuma tinggal sejengkal buruk?!"
Si kakek menyeringai , si nenek mendengus. "Anak muda , nasibmu yang malang!" kata Lajahilio. "Sebenarnya kekasihku bukan mencari dirimu , tetapi mencari kekasihmu yang berjulukan Luhcinta itu! Dia yang mengakibatkan kekasihku cacat begini rupa! Luhcinta belum ditemui , kaupun tak ada salahnya dipesiangi lebih dulu! Ha… ha… ha!"
"Tua bangka pikun! Aku tidak ada korelasi apa-apa dengan Luhcinta. Dan ia bukan kekasihku! Jika kalian punya silang sengketa dengan dirinya , mengapa melampiaskan dendam padaku?!"
"Rupanya takut mati juga kau! Hik… hik… hik! Lajahilio! Lekas kau panggil sahabat kita si muka kuning itu! Kalian berdua harap awasi jangan hingga perjaka ini melarikan diri!"
Mendengar kata-kata si nenek kekasihnya Lajahilio lantas keluarkan satu suitan keras. Saat itu juga dari balik pohon kayu besar terdengar bunyi "Buuuttttt!"
Lalu kelihatan melangkah keluar seorang nenek. Mulai dari rambut hingga ke ujung kaki nenek ini berwarna kuning. Di lehernya bergelantungan banyak sekali macam kalung. Semuanya berwarna kuning. Salah satu kalung itu yaitu sendok emas sakti yakni Sendok Pemasung Nasib yang dirampasnya dari Lakasipo sewaktu Lakasipo hendak menyerahkan benda itu pada Hantu Langit Terjungkir. Di kepala si nenek menancap tiga buah sunting yang bergoyang-goyang kian kemari setiap ia bergerak. Dia juga mengenakan anting-anting bulat besar berwarna kuning.
Sambil berjalan sesekali si nenek songgengkan pantatnya. Lalu "buuuutttttt"…. Enak sajadia keluarkan kentut panjang dan keras.
Di punggungnya nenek muka kuning itu memanggul sebuah keranjang besar. Keranjang ini berisi belasan ekor ayam jantan. Sambil berjalan si nenek pegang seekor ayam jantan di tangan kirinya. Lalu dengan tangan kanannya enak saja nenek ini memuntir dan mencabut daging yang menonjol di ujung dubur ayam. Binatang ini keluarkan bunyi kesakitan. Si nenek lemparkan hewan itu ke tanah. Ayam yang kesakitan setengah mati ini mirip celeng menghambur sempoyongan. Seolah menenggak penganan enak , si nenek kemudian mengunyah dan menelan kibul ayam dalam mulutnya mentah-mentah! Selagi mulutnya mengunyah , di sebelah bawah kentutnya bertabur tiada henti!
Ketika melihat si nenek bermuka dan berpakaian serba kuning ini kaget Wiro bukan alang kepalang.
Ternyata si nenek yang dikenal dengan nama Luhkentut alias Nenek Selaksa Kentut atau Nenek Selaksa Angin ini yaitu kambratnya Sepasang Hantu Bercinta!
Menghadapi dua kakek nenek absurd itu bukan hal gampang , apalagi kalau mereka dibantu pula oleh Luhkentut!
Sungguh Wiro tidak mengira kalau Sepasang Hantu Bercinta punya korelasi tertentu dengan si nenek muka kuning.
"Celaka! Bagaimana urusan bisa kapiran begini!"
Wiro mengeluh dalam hati. "Jangan-jangan nenek tukang kentut itu tahu kalau saya menipunya! Tapi siapa tahu ada harapan. Kulihat ia masih asyik menenggak kibul ayam jantan! Seolah tidak hirau akan kehadiranku!"
Tapi ketika itu si nenek justru putar kepala , memandang melotot pada Wiro dengan verbal gembung lantaran tersumpal kibul ayam.
Ketika melihat Pendekar 212 Wiro Sableng , Nenek Selaksa Kentut tak kalah kejutnya. Mulutnya termonyong-monyong. Dia segera telan habis kibul ayam dalam mulutnya , kentutnya dulu "buuuutttttt"… kemudian berseru.
"Sepasang Hantu Bercinta , ini urusan salah kaprah! Wahai! Aku tidak tahu kalau yang ingin kalian pesiangi yaitu perjaka dari negeri seribu dua ratus tahun mendatang ini! Aku tak mungkin membantumu! Dia tak boleh kalian bunuh!"
"Buuuuttttttt..!"
Sepasang kakek nenek berjulukan Luhjahilio dan Lajahilio sama-sama delikkan mata. Luhjahilio berteriak marah.
"Luhkentut! Jangan kau berani menipu mengingkari perjanjian! Ingat! Aku dan kekasihku sudah mencarikan hampir tiga puluh ayam jantan untuk kau jadikan santapan kibulnya!"
"Tua bangka muka setan! Siapa menipu! Siapa ingkari perjanjian! Aku cuma bilang tidak mau membantumu. Dan kalian dilarang membunuh perjaka itu!"
"Buuuttt…" Luhkentut kembali pancarkan kentutnya.
Lajahilio maju dekati nenek muka kuning. Dia sengaja bicara lembut , berusaha membujuk.
"Mengapa begitu wahai kerabatku Luhkentut? Mengapa kau mendadak berubah pikiran?"
"Buuuuttttt!" Si nenek kentut dulu sebelum menjawab.
"Aku punya urusan besar dengan perjaka itu! Aku tak ingin ia mampus sebelum urusanku selesai!"
"Kurang ajar! Kalau kau tak mau membantu harap lekas angkat kaki dari sini! Lain hari urusan dustamu ini akan kita selesaikan!" Kembali Luhjahilio berteriak marah.
"Aku tidak akan pergi dari sini! Kalian berdua saja yang lekas menyingkir!" Nenek muka kuning ulurkan tangannya ke belakang , mencekal seekor ayam jantan.
Seperti tadi kibul ayam ini dipuntirnya hingga putus kemudian dikunyah dan ditelannya. Ayam yang terkuik-kuik kesakitan enak saja dilemparkannya ke muka Luhjahilio sambil tertawa-tawa. Luhjahilio murka besar. Sekali hantam saja ayam jantan itu cerai berai berkepingkeping.
Bulunya beterbangan di udara. Kemarahan Luhjahilio tidak hingga di sana. Dia segera menerjang ke arah nenek muka kuning dan lepaskan satu pukulan sakti mengandung tenaga dalam hebat. Angin deras menyapu ke depan. Nenek muka kuning sesaat terhuyung dan terkentut-kentut "Buutt… buuttt". Tapi ia tidak tinggal membisu dan cepat bertindak.
"Kurang ajar! Berani kau menyerangku! Rasakan!" teriak Luhkentut Entah kapan nenek ini bergerak tahu-tahu tangan kanannya telah mencengkeram ajun Luhjahilio yang hendak menghantam dadanya.
Lajahilio , kakek kekasih , Luhjahilio tahu benar kehebatan si nenek muka kuning berjuluk Nenek Selaksa Kentut atau Nenek Selaksa Angin itu. Kalau ia tidak segera turun tangan pasti ajun kekasihnya akan mengalami cidera berat. Tidak menunggu lebih lama kakek ini segera menyerang dari samping.
Melihat orang bertindak curang , walau ia kurang suka terhadap nenek muka kuning namun Wiro tak mau berpangku tangan saja. Sebenarnya ketika itu ia bisa saja cari selamat menyelinap tinggalkan tempat itu. Namun yang dilakukannya yaitu berkelebat menghadang gerakan Lajahilio.
"Bukkkk!"
*
* *

Kapak Maut Naga Geni 2125

LENGAN kanan Wiro saling bentrokan dengan lengan kanan Lajahilio. Pendekar 212 mengerenyit dan terhuyung dua langkah. Di depannya si kakek keluarkan jeritan tertahan. Dia hampir terjengkang. Ketika diperhatikannya ternyata lengannya telah jerawat merah , sakitnya bukan kepalang. Mukanya kelam merah menahan sakit dan juga ada rasa tidak percaya. Selama ini kekuatan tangannya bisa menghancurkan batu. Tapi kini si perjaka bukan saja sanggup menahan malah menciptakan ia kesakitan setengah mati. Masih untung tulang lengannya tidak cidera.
"Pemuda asing jahanam! Aku mau lihat hingga di mana kehebatanmu! Makan seranganku ini!"
Lajahilio dorongkan dua tangannya ke arah Pendekar 212. Dua rangkum angin menggebubu , menyapu dahsyat Murid Sinto Gendeng terpental hingga dua tombak. Wiro cepat tekuk lututnya supaya ia tidak jatuh duduk. Ketika Lajahilio susul serangannya tadi dengan tendangan ke arah kepala , Wiro serta merta pukulkan tangan kanannya. Serangkum angin laksana topan melabrak ke depan. Sosok Lajahilio sesaat mengapung di udara kemudian terangkat dan mental jungkir balik di udara. Ketika jatuh di tanah punggungnya terbanting lebih dulu. Lajahilio mengeluh tinggi. Di sebelah belakang sekujur tulangtulangnya serasa remuk. Sedang di cuilan depan yang barusan dihantam angin pukulan Benteng Topan Melanda Samudra yang tadi dilepaskan Wiro dadanya serasa amblas.
"Buuuttttt…" Kembali terdengar kentut panjang nenek muka kuning , disusul ucapannya.
"Luar biasa! Anak muda rambut panjang! Ilmu apa yang kau pergunakan menghantam kakek buruk itu! Hik… hiik… hik…?" Di samping kiri si nenek muka kuning tertawa cekikikan. Untuk kesekian kalinya tangannya siap memuntir kibul seekor ayam jantan.
Terhuyung-huyung , dengan dada sesak dan darah mengucur di sela bibir , Lajahilio berdiri berdiri. Memandang ke samping kiri ia keluarkan usul tertahan. Tadi ketika melihat kekasihnya saling mencengkeram dengan nenek muka kuning ia berusaha untuk membantu lantaran tahu betul ancaman besar yang mengancam Luhjahilio. Tapi gerakannya dihadang oleh Wiro. Kini ketika ia memperhatikan kagetnya bukan alang kepalang melihat apa yang terjadi. Saat itu Luhjahilio dilihatnya tegak sambil pegangi jidatnya. Di jidat itu kini menempel potongan ajun miliknya sendiri! Sebatas lengan hingga ke ujung jari. Dengan muka pucat si nenek berusaha menanggalkan tangan yang menempel di keningnya itu tapi sia-sia saja. Luhjahilio berteriak dan hentak-hentakkan kakinya kalang kabut!
"Ilmu Menahan Darah Memindah Jazad!" desis Lajahilio dalam hati. "Jadi benar rupanya nenek muka kuning ini mempunyai ilmu dahsyat itu. Dia sanggup memindah bagian-bagian tubuh insan tanpa mengeluarkan darah tanpa membunuh! Tapi akhirnya lebih mengenaskan dari kematian!"
"Luhjahilio! Mari kita tinggalkan tempat ini!" Lajahilio berseru.
"Buuuutttt…!"
"Tidak sebelum tanganku ini bisa ditanggalkan!" jawab Luhjahilio. Kembali ia menarik-narik potongan tangannya. Tetap tidak berhasil. Nenek muka kuning tertawa gelak-gelak.
"Luhjahilio , bagusnya kau ikuti ucapan kekasihmu. Sebelum saya memindahkan cuilan tubuhmu yang lain ke jidat atau pipimu!" berkata Luhkentut kemudian "buuuttttt…!"
Luhjahilio meradang marah. Tapi Lajahilio cepat menarik tangan kekasihnya dan setengah menyeret membawa nenek itu kabur dari tempat tersebut Pendekar 212 Wiro Sableng merasa tengkuknya cuek ketika nenek muka kuning tiba-tiba berpaling ke arahnya. Sepasang mata si nenek memandang lekat-lekat , mulutnya komat kamit mengunyah kibul ayam. Dia menyeringai , kemudian tertawa mengekeh hingga sebagian kibul ayam yang ada di mulutnya tersembur keluar. Melihat si nenek tertawa Wiro merasa lega sedikit. Namun ia tetap berjaga-jaga dengan mengerahkan tenaga dalam ke tangan kanan.
Si nenek songgengkan pantatnya kemudian "buuuttt..!"
"Anak muda berjulukan Wiro Sableng! Mana dua kawanmu yang dulu turut memperdayaiku di gua yang ada patungnya?"
"Anu Nek…. Mereka berada di Latanahsilam…"
"Pasti mencari perempuan! Hik… hik… hik!" Si nenek tertawa kemudian sambung tawanya dengan kentut dua kali buuuttt.. buutttt! Puas tertawa dan terkentutkentut si nenek perhatikan ajun Wiro Sableng.
terbangan ke udara. Si nenek muka kuning berseru keras. Tubuhnya tergontai-gontai sementara dua kakinya laksana ditanam ke tanah. Dia kerahkan seluruh tenaganya tapi tak urung lututnya mulai goyah. Pakaiannya berkibar-kibar. Keranjang ayam di punggungnya berderak-derak. Belasan ayam yang ada dalam keranjang itu berkotek-kotek ketakutan kemudian semuanya amblas terpental dihantam sambaran angin deras , beterbangan cerai berai di udara. Sesaat kemudian keranjang ayam ikut terbang hancur berantakan. Tiga buah sunting di kepala si nenek bergoyang keras kemudian mencelat mental. Begitu juga sepasang anting ditelinganya , copot mental. Masih untung rangkaian kalung yang tergantung di lehernya tak ikut diterbangkan angin pukulan , tertahan di bawah dagu!
Bagaimanapun Luhkentut bertahan namun tak urung dua kakinya yang terpendam di tanah perlahanlahan terangkat ke atas. Di lain ketika sosok tubuhnya tampak limbung naik ke udara. Mengapung sejajar tanah dengan sepasang kaki menghadap ke arah Wiro.
"Buuuttt… buuuutttt.. buuttttt!" Si nenek kentut berulang kali.
Tiba-tiba wut.. wuuutt… wuutttt! Pakaian kuning yang menempel di tubuh si nenek terlepas tanggal dari tubuhnya , terbang ke udara kemudian menyangkut jauh di atas sebatang pohon!
"Kurang ajar! Hai! Kau apakan diriku?!" Teriak Luhkentut sambil kalang kabut menutupi tubuhnya yang kini bugil polos sementara kentutnya keluar bertalu-talu.
Wiro tersentak kaget Serta merta ia hentikan serangan Benteng Topan Melanda Samudera. Walau si nenek ternyata mempunyai kehebatan untuk bertahan tapi ia tidak menyangka akhirnya akan mirip itu. Ketika Luhkentut berhasil turunkan dua kakinya ke tanah , Wiro tak berani berada lebih lama di tempat itu. Takut dilabrak si nenek murid Sinto Gendeng segera tancap ambil langkah seribu. Sambil kabur ia memaki dalam hati.
"Nenek sinting! Salah sendiri mengapa tidak pakai celana dalam!"

Kapak Maut Naga Geni 2126

PERI Bunda pegang lengan Peri bermata biru yang duduk di hadapannya. Untuk beberapa lamanya tak satupun diantara mereka yang membuka verbal bicara. Akhirnya Peri Bunda memecah kesunyian di dalam kamar besar dan bagus itu.
"Aku tahu hatimu masih terguncang hebat wahai kerabatku Peri Angsa Putih. Tidak gampang memang menghadapi insiden mirip ini lantaran menyangkut jauh hingga ke cuilan terdalam dari hati nuranimu. Tapi ketahuilah kerabatku , apa yang telah kau lakukan yaitu tindakan yang benar. Pemuda itu harus kau jauhi. Bahkan harus kau tinggalkan sebelum malapetaka menimpa dirimu mirip yang terjadi dengan diri Luhmintari , Peri yang jadi ibu Hantu Jatilandak ketika ia bersuamikan Lahambalang. Aku akan melindungimu terhadap para Peri lainnya. Jika Peri Sesepuh bertanya biar saya yang menghadap. Aku akan membantumu jikalau terjadi apa-apa."
"Peri Bunda kau sangat baitetoati. Tapi bagaimana kalau perjaka itu berdendam terhadapku dan melaksanakan sesuatu yang tidak baik?" tanya Peri Angsa Putih pula.
"Kau tak usah kawatir wahai kerabatku. Aku sendiri yang akan turun tangan menghadapinya jikalau ia berani berbuat begitu. Kalau perlu kita bisa perguna kan para tokoh Hantu di Negeri Latanasilam untuk membantu. Jangan harap ia bisa kembali ke tanah asalnya jikalau ia berani mencideraimu…" Peri Bunda membisu sejenak. Lalu ia bertanya. "Peri Angsa Putih , apakah kau pernah menyampaikan isi hatimu pada perjaka berjulukan Wiro Sableng itu? Apakah ia tahu kau mencintainya?"
Sepasang mata biru Peri Angsa Putih memandang lekat-lekat pada Peri Bunda , seolah membesar dan berbinar. Di lubuk hatinya ia berkata. "Aku memang tidak pernah berterus terang pada Wiro. Tidak mungkin seorang wanita , apa lagi seorang Peri mendahului membuka isi hatinya. Namun… mungkin ketidaktahuan ini menciptakan ia bersikap mirip itu padaku. Tapi apa gunanya. Sekalipun kini ia tahu tak ada artinya lagi. Aib yang telah dilakukannya terlalu besar. Aku tidak mungkin mendapatkan seorang kekasih mirip itu…." Peri Angsa Putih usap pinggiran ke dua matanya kemudian berkata. "Kau betul Peri Bunda. Aku memang tak pernah menyampaikan isi hatiku pada Wiro. Sekarang semuanya sudah kasip. Biar tetap kupendam seumur hidupku…."
"Aku gembira melihat ketabahanmu wahai Peri Angsa Putih. Kau tak usah kawatir perjaka itu akan melaksanakan sesuatu. Jika perlu saya akan turun ke Negeri Latanahsilam menemuinya…."
"Apa yang akan kau lakukan Peri Bunda? Apa yang hendak kau katakan padanya?"
"Kau tak usah kawatir , kau tak usah takut. Serahkan semua padaku. Pasti akan sanggup kuselesaikan demi untuk kebaikan dirimu dan kesucian kita sebagai kaum Peri yang tidak bisa disamakan dengan bangsa insan biasa…" Peri Bunda belai pipi Peri Angsa Putih kemudian berdiri berdiri. "Aku akan pergi ke Negeri Latanahsilam kini juga. Kau tetap di sini. Jangan kemana-mana. Kau boleh berada di kamarku ini hingga saya kembali…."
"Terima kasih Peri Bunda. Aku memang merasa lebih tenteram berada di kamarmu ini ," kata Peri Angsa Putih pula.
"Sebelum saya pergi ada satu hal lagi yang perlu kukatakan padamu. Jika saya tidak mengeluarkan hal ini rasanya akan menjadi ganjalan yang tidak enak."
"Katakanlah Peri Bunda. Wahai gerangan apa yang hendak kau sampaikan?" ujar Peri Angsa Putih pula.
"Menurut ceritamu kau meninggalkan Wiro pergi bersama Lakasipo , menunggangi kuda hitam berkaki enam berdua-dua."
"Betul Peri Bunda ," membenarkan Peri Angsa Putih sambil anggukkan kepala.
"Dengan caramu itu kau bermaksud hendak sekedar membalaskan sakit hatimu pada Wiro. Mungkin juga hendak menyampaikan bahwa bukan ia seorang lelaki di atas dunia ini. Tapi kau lupa satu hal. Entah kau sadari atau tidak kau seolah memberi impian pada Lakasipo…"
Peri Angsa Putih terdiam. Peri Bunda melanjutkan kata-katanya. "Mungkin saya salah menduga. Tapi setahuku , sebelum Wiro muncul di Negeri Latanahsilam kau pernah memperlihatkan perilaku dan rasa tertarik pada Lakasipo. Sikapmu berubah begitu Wiro datang…."
Wajah Peri Angsa Putih bersemu merah. Peri ini coba tertawa. "Peri Bunda , kau meminta saya melupakan perjaka itu. Aku telah melakukannya…. Mengenai Lakasipo , bukankah ia juga telah masuk dalam pikatan Luhjelita?"
"Itu dulu. Bagaimana kini kalau ia tahu apa yang telah dilakukan Wiro dengan Luhjelita? Dia pasti akan kecewa besar , mungkin murka sakit hati dan mengarahkan pilihannya padamu. Apalagi semenjak lama tersiar kabar bahwa Luhjelita konon yaitu kekasih Hantu Muka Dua…."
"Wahai , terus terang saya tidak memikir hingga ke sana , Peri Bunda…."
Peri Bunda cium kening kerabatnya itu kemudian tinggalkan tempat tersebut Tak lama sehabis Peri Bunda pergi , walau berada dalam kamar yang luas dan bagus lamalama Peri Angsa Putih merasa gelisah sendiri. Dia duduk di tepi pembaringan yang empuk. Lalu melangkah mundar-mandir. Sesekali ia berdiri di belakang satu jendela , memandang keluar ke arah sebuah taman yang dipenuhi banyak sekali bunga yang tengah berkembang. Di tengah taman tiba-tiba seolah muncul bayangan sosok Pendekar 212 Wiro Sableng , melambaikan tangan kearahnya.
Peri Angsa Putih hingga tersurut "Wahai…. Pertanda apa ini?. Mengapa bayangannya mendadak muncul mirip itu. Apakah satu menunjukan bahwa saya bekerjsama tidak bisa melupakan dirinya? Bahwa semua apa yang saya katakan pada Peri Bunda bekerjsama tidak keluar dari lubuk hatiku? Wahai…. Antara saya dan ia mungkin tidak bisa pernah terjalin tali perkawinan. Tapi apa yang telah dilakukannya memperjauh jarak antara saya dengan dia. Wiro , mengapa kau melaksanakan perbuatan malu itu…?"
Peri Angsa Putih jauhi jendela. Lalu kembali ia melangkah mundar mandir di dalam kamar yang luas dan bagus itu. Di sudut kamartergantung serangkaian jambangan bunga dari rotan bersusun enam. Yang sebelah bawah paling besar , sebelah atasnya lebih kecil demikian seterusnya. Peri Angsa Putih telah beberapa kali memperhatikan jambangan yang berisi bunga hidup itu. Namun entah mengapa kali ini tergerak hatinya untuk mendekati jambangan tersebut dan melihat bunga-bunga yang ada di situ lebih dekat. Semua bunga yang ada dalam jambangan selain bagus dan mempunyai warna indah juga menebar bacin harum semerbak.
Peri Angsa Putih hendak melangkah pergi ketika tiba-tiba pandangannya membentur sesuatu pada jambangan paling besar di sebelah bawah. Sang Peri membungkuk supaya bisa melihat lebih jelas. Tidak percaya pada apa yang dilihatnya ia ulurkan tangan mengambil benda itu. Yang diambil Peri Angsa Putih , terselip di antara kembang-kembang bagus dan harum ternyata yaitu dua buah bunga mawar kuning.
"Mawar kuning…" desis Peri Angsa Putih. "Bunga ini hanya tumbuh di Taman Larangan. Mengapa bisa berada di sini? Apakah Peri Bunda tahu kalau dua kuntum mawar kuning ini terselip di antara bungabunga lainnya dalam jambangan?" Tiba-tiba Peri Angsa Putih ingat. Tangannya bergetar. "Mawar kuning ini mawar beracun! Mawar inilah yang tempo hari hampir membunuh Wiro di telaga. Wahai para Dewa! Janganjangan…."
Takut keracunan Peri Angsa Putih selipkan kembali dua kuntum mawar kuning itu di antara bunga-bunga dijambangan rotan paling bawah. Namun selintas pikiran muncul di benaknya. "Kalau benar apa yang kuduga , saya harus mempunyai bukti. Dua bunga mawar kuning beracun itu harus kuambil dan kusembunyikan. Lalu saya harus menyelidik. Atau mungkin saya akan tanyakan terus terang padanya? Berarti saya harus menyusulnya ketika ini juga! Tidak kusangka! Wahai , sungguh tidak kusangka!"
Cepat-cepat Peri Angsa Putih hendak mengambil dua kuntum bunga mawar yang barusan diletakkannya. Namun gerakannya tertahan. Dia merasa ada seseorang tegak di belakangnya , memperhatikannya. Pasti Peri Bunda , pikir Peri bermata biru itu. Dia segera membalikkan badan. Dugaannya ternyata salah!

Kapak Maut Naga Geni 2127

YANG tegak di depan pintu kamar itu yaitu seorang wanita bagus berpakaian putih sangat tipis hingga beberapa cuilan auratnya terlihat jelas. Bagaimana orang ini bisa masuk tanpa membuka pintu bagi Peri Angsa Putih tidak mengherankan. Karena wanita itu yaitu roh dari seseorang yang bekerjsama telah mati , namun bisa muncul dalam wujud mirip insan biasa berkat pertolongan para Peri dibantu para Dewa. Sebagai mahluk setengah mistik sosok ini secara absurd sanggup masuk ke dalam sebuah ruangan melalui celah atau lobang kecil.
"Luhrinjani…." Peri Angsa Putih menyebut nama wanita itu dengan bunyi bergetar. Lalu tangan kirinya diletakkan di atas bibir seolah tak berani lagi bersuara membuka mulut.
Perempuan yang dipanggil dengan nama Luhrinjani tersenyum. "Wahai , kau masih ingat namaku. Apakah kau juga masih ingat siapa diriku ini adanya Peri Angsa Putih?"
"Aku ingat , kau yaitu roh yang bisa mewujudkan diri lantaran pertolongan para Peri dan para Dewa…." jawab Peri Angsa Putih.
"Jawabanmu tidak salah , tapi bukan itu yang saya maksudkan wahai Peri Angsa Putih ," kata Luhrinjani sambil layangkan senyum.
"Senyumnya sinis…. Apa yang dimaksudkan mahluk ini?" membatin Peri Angsa Putih. "Wahai , saya kurang paham maksudmu Luhrinjani."
"Begitu? Dengar baik-baik wahai Peri bermata biru. Aku yaitu Luhrinjani. Sampai ketika ini saya masih istri seorang lelaki berjulukan Lakasipo , berjuluk Hantu Kaki Batu yang dulunya yaitu Kepala Negeri Latanahsilam. Jelas…?"
Peri Angsa Putih anggukkan kepala namun tetap bertanya-tanya apa maksud Luhrinjani dengan semua tanya dan ucapannya itu.
"Aku tidak melupakan budi baik dan jasa para Peri termasuk dirimu yang telah bisa menciptakan diriku bisa berkeadaan mirip ini. Tapi itu bukan berarti saya harus begitu saja mendapatkan perlakuan menyakitkan dari para Peri!"
"Wahai , sepanjang saya tahu kami para Peri tidak pernah menyakiti hatimu. Mungkin kau…."
"Peri Angsa Putih , ayam putih terbang siang kata orang. Apa yang kau telah lakukan terlihat terang lantaran saya tidak buta!"
"Wahai , memangnya apa yang telah saya lakukan?" Peri Angsa Putih bertanya heran.
"Kau lupa pada ucapanku tadi. Sampai ketika ini Lakasipo masih suamiku dan saya masih istrinya. Jangan ada wanita lain yang berani bermain api cinta dengan suamiku , termasuk kau!"
Waktu menyebut "kau" itu Luhrinjani beliakkan sepasang matanya dan jari telunjuk tangan kirinya ditudingkan tepat-tepat ke wajah Peri Angsa Putih , menciptakan Peri ini terkejut dan tersurut satu langkah! Wajahnya yang jelita berubah pucat.
"Luhrinjani , bagaimana kau bisa menuduhku bermain cinta dengan suamimu? Memangnya saya ini…."
"Kau Peri pertama yang kuketahui berani berkata dusta!" Membentak Luhrinjani.
Kalau tadi wajah Peri Angsa Putih putih pucat , maka kini paras itu berubah merah. "Luhrinjani , apa maksudmu! Kedustaan apa yang telah saya lakukan?!" Peri Angsa Putih bertanya dengan bunyi keras lantang.
Matanya yang biru membersitkan sinar menunjukan ia tengah dilanda kemarahan besar. "Jangan berani bicara yang bukan-bukan! Tempat ini bukan duniamu! Jika kau masih bermulut lancang lekas angkat kaki dari sini sebelum kuperintahkan barisan para Peri untuk menyeretmu dan melemparkan rohmu ke bumi sana!"
Luhrinjani kembali layangkan senyum sinis.
"Aku tidak bicara yang bukan-bukan. Justru saya tiba untuk bicara yang benar-benar!" menyahuti Luhrinjani si mahluk mistik setengah roh setengah insan itu. "Aku tidak pula bermulut lancang! Dan terus terang saya merasa senang jikalau ada Peri lain di tempat ini mendengar apa yang akan kusampaikan padamu!"
"Rupanya kemunculanmu sengaja hendak mempermainkan dan mempermalukan diriku!" kata Peri Angsa Putih dengan bunyi bergetar.
"Peri Angsa Putih , dengar baik-baik apa yang akan kukatakan. Aku tidak , suka kau memikat suamiku! Aku tidak suka melihat kau bercinta dengan Lakasipo!"
"Mahluk kurang ajar! Siapa memikat suamimu! Siapa bercinta dengan Lakasipo!" Teriakan Peri Angsa Putih menggelegar di dalam kamar besar itu.
"Jangan kira saya buta wahai Peri Angsa Putih. Aku punya kemampuan melihat apa yang kau lakukan. Aku punya kemampuan mengawasi tindak tanduk suamiku!"
"Kalau kau mempunyai kemampuan mengapa kau tidak bertindak ketika Lakasipo bercinta di sebuah goa watu pualam dengan Luhjelita?! Jika kau punya kemampuan mengapa kau tidak bertindak terhadap Luhsantini istri Hantu Bara Kaliatus yang semenjak beberapa lama ini selalu kemana-mana bersama Lakasipo?!"
Luhrinjani tertawa panjang mendengar kata-kata Peri Angsa Putih itu. "Kau hendak mengalihkan pembicaraan. Saat ini bukan perihal gadis berjulukan Luhjelita itu yang ingin saya bicarakan. Soal Luhsantini tidak usah kau korek-korek lantaran saya sudah ada planning tersendiri terhadapnya. Aku tiba ke sini untuk membicarakan dirimu! Hanya lantaran perselisihanmu dengan perjaka gagah berjulukan Wiro Sableng itu lantas kau berbuat tak karuan! Wahai! Apa kau kira saya tidak tahu bagaimana kau meninggalkan perjaka itu kemudian memikat suamiku?! Menunggangi Laekakienam bantu-membantu sambil tanganmu merangkul ke pinggang Lakasipo? Kau sungguh cerdik Peri Angsa Putih! Kau sakiti hati Wiro Sableng , sekaligus kau rayu suamiku!"
"Luhrinjani! Tuduhanmu busuk sekali! Aku tidak punya niat memikat suamimu! Juga tidak punya keinginan bercinta dengannya!"
"Yang kau ucapkan justru berlainan dengan apa yang saya rasa dan saya lihat sendiri!" jawab Luhrinjani.
"Sebagai Peri kau tentu tahu apa yang kau ucapkan benar-benar putih bersih! Terus terang saya meragukan kebersihan diri dan hatimu Peri Angsa Putih! Sebagai Peri kau lebih banyak berkeliaran di Negeri Latanahsilam. Kau lebih banyak terpikat pada urusan dunia. Jangan kira saya tidak tahu kalau kau telah jatuh hati pada perjaka berjulukan Wiro Sableng itu! Jangan kira saya tidak tahu lantaran Wiro tidak membalas cintamu kau lantas berbalik hati berusaha mendekatkan diri pada suamiku! Aku ingin tahu apa kau berani menyangkal ucapanku! Berarti kau menambah dalam kedustaanmu sendiri!" Luhrinjani tertawa panjang.
Belum puas sehabis tertawa kembali ia menyemprotkan kata-kata. "Peri Angsa Putih , kau memang cantik. Banyak lelaki bisa tertarik padamu. Tapi selain bagus kau ternyata picik! Apa kau kira begitu gampang mendapatkan seorang suami berasal dari Negeri Latanahsilam? Atau kau memang sudah siap mendapatkan kutuk para Peri dan para Dewa. Seperti yang dialami Luhmintari dan Lahambalang yang melahirkan bayi pembawa malapetaka si Hantu Jatilandak itu? Hik…hik… hik! Rupanya memang bakal ada satu Peri lagi yang akan mendapatkan kutuk laknat! Dan kaulah mahluknya!"
Kembali Luhrinjani keluarkan tawa panjang.
"Mahluk roh busuk jahanam!" teriak Peri Angsa Putih. Amarahnya tak terkendalikan lagi. Dari dua bola matanya menyambar sinar biru ke arah Luhrinjani.
Tapi orang yang diserang telah lebih dulu berkelebat lenyap seolah sirna ditelan dinding kamar. Yang tertinggal hanya bunyi tertawanya. Dua larik sinar biru yang tidak mengenali sasarannya melabrak sebagian pintu dan dinding kamar hingga hancur berantakan dan kepulkan asap biru.
Peri Angsa Putih sadar kemudian galau sendiri melihat apa yang telah dilakukannya. "Celaka…. Kamar Peri Bunda kubuat rusak. Sebentar lagi para Peri akan tiba ke tempat ini. Aku harus segera pergi sebelum mereka muncul!"
Peri Angsa Putih segera berkelebat ke arah pintu yang jebol. Tapi ia ingat sesuatu. Cepat ia mendekati jambangan rotan kemudian mengambil dua kuntum mawar beracun. Bunga-bunga ini digulungnya dibalik pakaian putihnya kemudian dengan cepat ia tinggalkan tempat itu. Ketika enam orang Peri berpakaian serba merah di bawah pimpinan Peri Sesepuh yang luar biasa gemuknya itu hingga di kamar tersebut , Peri Angsa Putih tak ada lagi disitu.
Peri Sesepuh usap mukanya yang putih gembrot dan selalu keringatan. Dia memandang berkeliling.
"Wahai , gerangan apa yang terjadi di tempat ini? Mana Peri Bunda? Aku mencium bacin harum. Pertanda ada seseorang memasuki kamar ini sebelumnya…." Peri gemuk berpakaian merah dan mempunyai bulu ketiak panjang berserabutan itu memandang pada anak buahnya. Lalu memberi perintah. "Lekas selidiki apa yang terjadi! Cari Peri Bunda hingga dapat!"

Kapak Maut Naga Geni 2128

KAKEK berpenampilan dahsyat di puncak bukit watu yang menghadap ke bahari itu hentikan samadinya. Telinganya menangkap bunyi kaki-kaki berlari di kejauhan. Matanya yang tadi terpejam dibuka sedikit.
"Ada dua orang yang berlari. Mudah-mudahan mereka…" membatin si kakek. Orang renta ini mengenakan sehelai jubah putih. Rambutnya panjang di sebelah belakang , melambai-lambai ditiup angin bahari Yang dahsyat dari insan ini yaitu kepalanya. Dia mempunyai otak yang terletak di luar kepala , antara kening dan ubun-ubun. Otak ini diselubungi oleh sejenis benda atos berbentuk kening sehingga otak yang bergerak berdenyut-denyut itu bisa dilihat dengan jelas!
"Kakek Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab! Kami datang!"
Kesunyian yang hanya dibayangi bunyi halus tiupan angin bahari di tempat itu dipecah oleh dua usul wanita berseru berbarengan.
Kakek yang tengah bersamadi gerakkan kepalanya. Begitu ia membuka sepasang matanya lebih besar , dua gadis berparas bagus , sama-sama mengenakan pakaian putih dan sama-sama berambut pirang tahu-tahu telah berlutut di hadapannya.
"Cucuku Luhkemboja dan Luhkenanga. Lama saya menunggu akhirnya kalian tiba juga. Apakah kalian berhasil melaksanakan tugas. Mendapatkan benda yang saya inginkan?"
Dua gadis bagus yang bukan lain yaitu Sepasang Gadis Bahagia tundukkan kepala kemudian sama-sama menjawab.
"Berkat petunjukmu kami berhasil mendapatkannya."
Ternyata dua gadis kembar ini yaitu cucucucu dari tokoh paling terkemuka di Negeri Latanahsilam yakni yang dikenal dengan julukan Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab.
Tidak menunggu lebih lama gadis berjulukan Luhkemboja segera keluarkan tongkat watu biru dari balik pakaiannya kemudian diserahkan pada si kakek.
Hantu Sejuta Tanya menyambut benda itu dengan wajah berseri-seri dan mata berkilat-kilat. Tongkat watu diusapnya berulangkali. "Tongkat Bahagia Biru…" kata si kakek perlahan menyebut nama tongkat itu. "Akhirnya kau kembali juga ke tanganku."
Luhkemboja dan Luhkenaga saling melontar pandang. Kini mereka gres tahu kalau tongkat watu biru itu berjulukan Tongkat Bahagia Biru. Keduanya menduga-duga apakah tongkat tersebut ada korelasi atau sangkut pautnya dengan Istana Kebahagiaan , pelambang Kerajaan Hantu Muka Dua.
Sebelumnya telah dituturkan bahwa tongkat sakti ini pernah berada di tangan tokoh berjuluk si Tongkat Biru Pengukur Bumi yang mayatnya ditemukan oleh Luhjelita. Ketika Luhjelita menemukan mayit Si Tongkat Biru Pengukur Bumi , tongkat tersebut ada di dekat mayit , kemudian di ambil oleh Luhjelita. Si gadis kemudian menyerahkan tongkat tersebut kepada Pendekar 212. Lalu belum lama berselang Sepasang Gadis Bahagia yang memang mendapat perintah dari Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab berhasil mengambil tongkat itu dari tangan Wiro sehabis lebih dulu melaksanakan perbuatan keji terhadap Luhjelita.
"Luhkemboja dan Luhkenanga , tidak sia-sia saya mempunyai cucu mirip kalian. Aku sangat berterima kasih kalian sudah dapatkan tongkat ini…."
Waktu Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab berkata Luhkenanga melirik pada kakaknya. Luhkemboja memberi isyarat dengan kedipan mata. Maka Luhkenanga lantas berucap. "Kek , mataku yang awam melihat tongkat watu itu biasa-biasa saja. Buruk mirip tiada berguna. Tetapi agaknya bagimu sangat penting. Apakah ada sesuatu rahasia atau satu kekuatan sakti yang terkandung dalam tongkat itu? Yang kami tidak tahu?"
Hantu Sejuta Tanya Jawab tersenyum. "Tongkat buruk ini bagi orang lain tak ada artinya. Tapi bagiku sangat berharga dan penuh kenangan. Tongkat ini diberikan oleh seorang sahabat berjulukan Lasedayu. Beberapa lama berada di tanganku tongkat dicuri oleh seorang tak dikenal. Setelah menguasai tongkat ini ia kemudian menjuluki dirinya sebagai si Tongkat Biru Pengukur Bumi. Dengan tongkat ini ia gentayangan di Negeri Latanahsilam , menebar angkara muka hingga ia menjadi momok ditakuti. Kemudian kusirap kabar ia pernah menjadi kaki tangan Hantu Muka Dua. Namun kemudian konon ia menemui kematian di bunuh seseorang. Aku sangat berbahagia lantaran tongkat santunan sahabatku ini kini telah berada di tanganku kembali. Jasamu sangat besar. Aku tidak akan melupakan seumur hidup…."
"Kau kakek kami , kami cucumu. Pantas sekali kalau kami berbakti padamu!" kata Luhkemboja.
Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab tersenyum.
Tongkat Bahagia Biru diletakannya di atas pangkuan. Lalu tangannya kiri kanan mengusap kepala dua gadis kembar itu.
"Luhkenanga dan Luhkemboja. Sewaktu kalian kutugaskan mencari tongkat ini , saya juga telah meminta kalian supaya menyirap kabar wacana seorang perjaka asing berjulukan Wiro Sableng. Apa kalian berhasil mengetahui dimana ia berada?"
"Kakek Sejuta Tanya Sejuta Jawab ," kata Luhkenanga.
"Jangan kau terkejut kalau mengetahui justru tongkat itu kami rampas dari perjaka asing berjulukan Wiro Sableng itu!"
Kakek yang otaknya berada di luar kepala itu tampak terkejut. Dia usap-usap janggut putihnya berulang kali. "Sungguh tidak kuduga…. Bagaimana tongkat ini bisa berada di tangannya. Harap kau mau menceritakan lebih banyak dan lebih jelas…."
Luhkemboja kemudian menuturkan riwayat pertemuannya dengan Pendekar 212 Wiro Sableng. Tak lupa ia juga menerangkan kemunculan Peri Angsa Putih.
"Wahai , banyak keganjilan rupanya terjadi di Negeri Latanahsilam. Menurut kabar yang saya dengar bekerjsama Peri Angsa Putih sudah semenjak lama menaruh hati pada perjaka dari negeri seribu dua ratus tahun mendatang itu. Mengapa kini ia bersekutu membantu kalian?"
"Bisa saja terjadi kalau perjaka itu bekerjsama yaitu seorang hidung belang!" kata Luhkenanga.
"Apa maksudmu cucuku Luhkenanga?" tanya Hantu Sejuta Tanya Jawab.
Luhkemboja dan Luhkenanga kemudian mengarang dongeng bahwa mereka telah memergoki Pendekar 212 dan Luhjelita tengah melaksanakan perbuatan mesum di sebuah goa di daerah terpencil.
Berubahlah wajah renta Hantu Sejuta Tanya Jawab. Otaknya tampak menggembung lebih besar dan berdenyut keras. Berkali-kali kakek ini gelengkan kepalanya.
"Tak bisa kupercaya! Wahai , sungguh tak bisa kupercaya…. Dua cucuku , kalian menyaksikan sendiri insiden itu?" tanya Hantu Sejuta Tanya jawab.
"Bukan cuma kami Kek ," jawab Luhkenanga. "Peri Angsa Putih juga ikut melihat lantaran kebetulan ia berada di sana!"
Si kakek hembuskan udara dari dalam mulutnya seolah menghembuskan hawa panas mengandung bara api yang mengkremasi perut dan dadanya.
"Wahai para Dewa. Sungguh tak bisa kupercaya! Kacau sudah semua rencanaku. Bagaimana saya akan meneruskan. Pertanda Negeri Latanahsilam tak bisa diselamatkan! Malapetaka akan melanda negeri ini! Istana kebahagiaan akan menjadi sentra bahala. Nyawa akan bertabur dimana-mana. Darah akan menganak sungai membasahi negeri! Apa yang saya takutkan kelak akan terjadi! Wahai para Dewa apa yang harus saya lakukan? Pemuda berjulukan Wiro Sableng! Wahai , mengapa yang saya lihat dulu wacana dirimu tidak sama dengan kenyataan?!" Kembali kakek yang otaknya berada di luar kepala itu menggeleng berulang kali.
Wajahnya yang keriput tampak memucat penuh kecewa. Luhkemboja dan Luhkenanga saling bertukar pandang mendengar ucapan Hantu Sejuta Tanya Jawab yang tidak mereka mengerti itu.
"Kek , kalau kami boleh bertanya apa maksud semua ucapanmu tadi?" bertanya Luhkemboja.
Sang adik menyambung. "Kau punya rencana. Tapi kacau katamu. Rencana apa Kek? Malapetaka apa yang akan menimpa Negeri Latanashilam? Ada apa dengan Hantu Muka Dua di Istana Kebahagiaan? Apa ia yang akan jadi biang racun planning di negeri ini?"
Luhkemboja kembali membuka mulut. "Kek , tadi kau berucap tampaknya dulu pernah menyirap diri Wiro Sableng dan apa yang akan terjadi di masa mendatang. Lalu kau melihat kenyataan lain…. Kek , agaknya kau punya satu planning besar yang tidak pernah kami ketahui. Kau merahasiakan sesuatu!"
"Cucu-cucuku , maafkan diriku. Perasaan hati dan tubuhku mendadak tidak enak. Aku berterima kasih kalian telah mendapatkan tongkat ini. Namun harap dimaafkan. Harap kalian suka meninggalkan saya seorang diri. Aku ingin bersamadi kembali. Mungkin satu hari suntuk. Mungkin berhari-hari hingga satu minggu. Tergantung petunjuk yang saya sanggup dari para Dewa…"
"Kek , jikalau kami sanggup membantu…." kata Luhkemboja pula.
Hantu Sejuta Tanya Jawab gelengkan kepala. "Terima kasih , kurasa ketika ini tak ada seorangpun yang bisa menolongku. Karenanya saya perlu mendekatkan diri pada Yang Kuasa…."
Luhkemboja dan Luhkenanga saling pandang seketika. Lalu ke dua gadis kembar ini sama-sama membungkuk memberi hormat Setelah itu keduanya segera tinggalkan tempat itu.
Tak lama sehabis dua gadis itu berlalu Hantu Sejuta Tanya Jawab ambil Tongkat Bahagia Biru dari atas pangkuannya. Tongkat dipegangnya dengan ke dua tangannya. Dia membaca satu mantera pendek. Dari telapak tangan kiri kanannya mengepul asap biru pekat dan menebar bacin harum. Si kakek gerakkan tangannya , menciptakan gerakan berputar. Yang kiri didorong ke arah depan , yang kanan ditarik ke belakang. Seharusnya tongkat watu itu akan berputar. Tetapi hal itu tidak terjadi. Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab baca kembali manteranya. Sampai tiga kali. Lalu dua tangannya diputar kuat-kuat
"Kraaakkkk!"
Tongkat watu biru patah dua! Sepasang mata si kakek membeliak besar perhatikan tongkat yang patah. Masih kurang percaya ia dekatkan tongkat itu ke matanya , menilik ujungujung yang patah.
"Palsu!" teriak si kakek tiba-tiba. "Kurang ajar! Dua gadis celaka itu pasti telah menipuku!"
Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab tancapkan dua patahan tongkat watu ke watu hitam di atas mana ia duduk. Dua patahan tongkat amblas ke dalam watu hingga dua pertiganya!
"Luhkemboja! Luhkenanga! Kalian berada di mana?! Lekas kembali ke sini!" teriak si kakek.
Jawaban yang diterimanya hanyalah gema suaranya yang kemudian pupus ditelan hembusan angin bahari Tapi perlu apa saya mencari kebenaran? Hanya untuk membela perjaka berhati keji itu? Bukankah lebih baik saya memencilkan diri bersunyi diri di satu tempat? Biarlah terjadi apa yang akan terjadi! Kelak semuanya akan selesai dengan sendirinya."
"Peri Angsa Putih! Kami sahabatmu datang!"
Peri Angsa Putih terkejut Ada orang berseru memanggilnya. Dia cepat berpaling dan dapatkan Naga Kuning serta Si Setan Ngompol sudah berada di sampingnya.
"Hemm… Kalian…." Hanya itu ucapan yang keluar dari verbal sang Peri. Dalam keadaan mirip itu , apalagi Naga Kuning dan Si Setan Ngompol yaitu sahabatsahabat Wiro yang kini dibencinya , Peri Angsa Putih bersikap mirip tidak acuh. Dalam hati ia berkata.
"Kalau Wiro bersifat sekeji itu , dua sahabatnya ini walau satu masih bocah dan lainnya sudah kakekkakek , keduanya pasti bangsa bajingan juga! Aku tidak lagi bisa mempercayai orang-orang dari negeri seribu dua ratus tahun mendatang itu! Ternyata mereka jahat busuk semua!"
"Peri Angsa Putih , apakah kau baik-baik saja selama ini?" bertanya Si Setan Ngompol.
Peri Angsa Putih pandangi wajah kakek itu. Dia tidak mau menjawab. Sebenarnya ia merasa heran dan ingin bertanya sewaktu melihat si kakek tidak lagi mempunyai daun indera pendengaran sebelah kanan. Tapi lantaran sedang kalut ditambah mendadak saja timbul rasa benci terhadap dua sahabat Wiro ini maka Peri Angsa Putih tidak ejekan pertanyaan.
"Wahai , kau membisu saja!" berkata Naga Kuning.
"Melihat wajahmu yang murung agaknya ada sesuatu yang menjadi ganjalan hatimu."
"Apapun yang sedang kurasa dan kualami , semua bukan menjadi urusan kalian…."
Mendengar kata-kata sang Peri Naga Kuning dan si kakek jadi sama-sama saling pandang. Si bocah berbisik. "Tidak biasanya ia mirip ini. Mengapa berubah jadi ketus dan tak hirau pada kita?"
Si Setan Ngompol sesaat membisu saja. Lalu dengan bunyi perlahan ia berkata. "Naga Kuning , memang kita dilarang mengganggu orang yang sedang kalut. Urusan orang jangan dijadikan urusan kita." Lalu pada Peri Angsa Putih si kakek berkata. "Peri , kami tidak berniat mengganggumu. Kami tidak berkeinginan mencampuri apapun yang jadi urusanmu. Kami kebetulan lewat di sini dan melihatmu sendirian. Karena kita akrab itu sebabnya kami mendatangi dan bertegur sapa. Kami tadinya ingin menanyakan apakah kau mengetahui dimana beradanya sahabat kami Pendekar 212 Wiro Sableng."
"Pemuda itu , saya tak tahu ia berada di mana. Kalaupun tahu rasanya bukan menjadi urusanku…."
Naga Kuning dan Setan Ngompol kembali saling berpandangan. "Kenapa ia jadi ketus judes begini…?" Bisik si bocah.
"Jangan-jangan si sableng itu telah menyakitinya. Pasti terjadi sesuatu antara mereka!" jawab Si Setan Ngompol.
"Kalaupun itu betul , itu urusan ia dengan Wiro. Tidak selayaknya ia bersikap mirip ini terhadap kita!" tukas Naga Kuning.
"Kalian mencari Wiro?" Tiba-tiba Peri Angsa Putih bertanya. Di wajahnya kelihatan seulas senyum. Naga Kuning dan Setan Ngompol jadi lega. Tapi hanya sesaat. Karena di lain kejap senyum itu lenyap dan sang Peri berucap. "Jika ingin tahu dimana sahabat kalian itu berada , tanyakan pada kekasihnya , Luhjelita!"
"Eh , semenjak kapan Luhjelita jadi kekasih sahabat kami?" tanya Naga Kuning. Sementara Setan Ngompol terdiam tak mengerti.
"Jangan akal-akalan tidak tahu. Kalian bertiga pasti sama saja! Muncul di Negeri Latanashilam untuk mencari gadis-gadis menghibur diri secara keji! Kami di sini bukan gadis-gadis barang mainan!"
"Astaga." Si Setan Ngompol hingga tersentak mendengar kata-kata Peri Angsa Putih itu. Kencingnya yang semenjak tadi ditahan-tahannya pribadi muncrat.
"Jangan-jangan Wiro telah melaksanakan sesuatu pada Peri ini. Mungkin sudah dipeluk atau diciumnya!"
"Mungkin juga sudah digerayanginya!" sambung Si Setan Ngompol.
"Gila! Dia enak-enakan sanggup anak orang , kita berdua yang sanggup dampratan! Kek , mari kita tinggalkan tempat ini. Tapi biaraku menyampaikan sesuatu dulu pada Peri ini supaya ia tahu rasa!" Habis berkata begitu si bocah memandang pada Peri Angsa Putih dan berkata. "Peri bagus bermata biru! Apapun urusanmu dengan Wiro bukan urusan kami! Apapun urusan Wiro dengan Luhjelita , juga urusanmu dengan Luhjelita , bukan pula urusan kami! Tapi satu hal saya beritahu padamu! Waktu di tanah Jawa ada lusinan gadis tergila-gila pada Wiro. Mereka semua mengasihi sahabatku itu! Kecantikan mereka tidak kalah dengan kau! Jangan kau merasa paling bagus lantaran punya sepasang mata biru. Di tanah Jawa juga ada seorang gadis berjulukan Ratu Duyung , mempunyai mata lebih biru dan lebih bening dari kau! Memiliki kecantikan yang tidak kalah dengan kau! Lalu masih ada segudang gadis bagus lainnya. Biar saya sebutkan nama mereka satu persatu. Pandansuri! Anggini! Bidadari Angin Timur. Yang satu ini mempunyai rambut bagus pirang , tubuhnya tak kalah harum semerbak dengan dirimu! Banyak lagi gadis-gadis lain yang tergila-gila pada Wiro. Tapi Wiro memperlakukan mereka sebagai sahabat dengan hati tulus! Tidak pernah ia berhati culas memanfaatkan kasih orang untuk dijadikan barang permainan mirip katamu tadi! Kalau ia ingin berlaku serong mengapa dilakukannya di tanah brengsek ini? Di tanah Jawa banyak gadis yang bersedia menyerahkan dirinya secara pasrah! Tapi ia tidak mau melakukannya! Aku tidak tahu apakah kau masih perawan atau tidak! Tapi sahabatku itu saya tahu betul! Sampai ketika ini ia masih bujang!"
Peri Angsa Putih terbelalak ternganga mendengar kata-kata Naga Kuning itu. Wajahnya merah hingga ke telinga. Tubuhnya tidak bergerak barang sedikitpun.
"Kau dengar baik-baik Peri Angsa Putih!" Naga Kuning menyambung ucapannya. "Sebenarnya kami tidak ingin menginjakkan kaki di Negeri Latanahsilam ini! Kalau bukan kami tersesat siapa sudi! Negeri kami di tanah Jawa jauh lebih indah! Orangnya ramahramah. Kalian di sini apa! Pakaian saja tidak karuan! Sebagian dari kalian bertubuh bau! Malah banyak yang tidak pernah mandi-mandi! Kita pernah bersahabat! Tapi perilaku dan ucapanmu barusan sangat merendah kan diri kami dan sahabatku Wiro Sableng!"
Habis berkata begitu Naga Kuning tarik tangan Si Setan Ngompol mengajaknya pergi dari tempat itu.
Sambil melangkah mengikuti si bocah dengan celana kuyup oleh kencingnya sendiri si kakek berkata. "Anak geblek! Perlu apa kau memberi tahu nama gadis-gadis yang tergila-gila pada Wiro itu. Peri Angsa Putih tidak kenal mereka semua!"
"Kenal atau tidak biar ia tahu rasa! Mungkin ia merasa bagus sendiri di atas langit dan di kolong bumi ini! Kalau saja ia bisa tiba ke tanah Jawa ia akan lihat bahwa gadis-gadis di sana banyak yang lebih bagus dan lebih mulus kulitnya dari dia…. Mentangmentang kita orang kesasar enak saja ia mau melecehkan kita! Aku bekerjsama sudah gerah. Ingin buru-buru angkat kaki dari negeri celaka ini…."
"Aku juga ," menyahuti Setan Ngompol. "Tapi sebelum daun telingaku sebelah kanan kudapat kembali bagaimana mungkin saya bisa pergi. Selain itu saya juga belum bertemu dengan Luhlampiri si nenek yang menciptakan hatiku empot-empotan itu!"
"Jangan jadi kakek tolol! Di tanah Jawa ada ratusan nenek lebih semok segar dibanding si nenek peot itu. Namanya saja Luhlampiri! Pasti ia turunan nenek lampir!"
"Jangan kau menghina kekasihku itu!" Setan Ngompol marah.
Naga Kuning tertawa kemudian mencibir. "Tua bangka itu kenal kau saja belum , bagaimana kau bisa bilang ia kekasihmu!"
"Kenal memang belum tapi kami berdua sudah pernah saling berlirik mata dan berbalas senyum!"
Naga Kuning tertawa cekikikan. "Lama-lama di negeri absurd ini kau bisa berubah jadi mahluk aneh. Sekarang saja tampangmu sudah tidak karuan! Mata lebar jereng! Kuping cuma satu! Celana kuyup bacin pesing! Kek , apa hari ini kau sudah mandi?!"
"Anak sialan! Jangan hingga kuremas kantong menyanmu!" teriak Setan Ngompol marah. Tangan kanannya tiba-tiba menyelonong ke bawah perut Naga Kuning. Si bocah cepat melompat selamatkan diri seraya berteriak.
"Kek! Baru satu hari kau kenal perjaka waria berjulukan Si Binal Bercula itu , kini kau sudah ketularan senang memegang cuilan terlarang!"
"Bocah setan! Kurobek mulutmu!" teriak Setan Ngompol marah. Dia mengejartapi Naga Kuning sudah menghambur lari sambil tertawa cekikikan. (Mengenai tokoh waria berjuluk Si Binal Bercula harap baca Episode berjudul "Hantu Muka Dua")
*
* *
HANYA sesaat sehabis Naga Kuning dan Setan Ngompol tinggalkan pedataran tinggi itu , Peri Angsa Putih merasa sekujur tubuhnya lemas. Dia terduduk di tanah. Wajahnya mengelam dan air mata tak kuasa dibendungnya. Dia mulai menangis sesengukan. Ucapan Naga Kuning sangat memukul sanubarinya. Hatinya mirip disayat-sayat.
"Ucapan anak itu mungkin betul. Tapi…." Peri Angsa Putih tutupkan dua tangannya ke wajah dan menangis keras. Tiba-tiba hidungnya membaui sesuatu. Dia turunkan dua tangan , memandang berkeliling. Ketika ia mendongak ke atas , di langit dilihatnya ada satu bayangan biru berkelebat rendah menuju ke arah barat dimana ketika itu sang surya yang hendak karam menyaput langit dengan cahayanya yang merah keemasan.
"Peri Bunda…." desis Peri Angsa Putih. "Dia turun lebih dulu dari aku. Mengapa gres hingga di sekitar sini. Wahai , kulihat ia berputar-putar di sebelah sana. Itu arah Gunung Latinggimeru. Agaknya ada sesuatu yang tengah diperhatikannya di sekitar situ. Bukankah ia menyampaikan padaku hendak mencari dan menemui Wiro? Jangan-jangan ia sudah membayangi perjaka itu. Apa yang harus saya lakukan…?"
Peri Angsa Putih memandang ke arah barat. Saat itu dilihatnya sosok biru Peri Bunda tengah menukik ke bawah , ke arah selatan gunung kemudian lenyap dari pemandangan.
"Aku harus mengintai ke sana…" kata Peri Angsa Putih kemudian berdiri berdiri. "Kawasan selatan itu yaitu daerah berbatu-batu berbentuk aneh. Jarang orang tiba ke sana. Mungkin ada seseorang yang menunggunya di sana?"
Peri Angsa Putih cepat melangkah ke tempat ia meninggalkan Laeputih , bebek putih raksasa tunggangannya. Sesaat kemudian kelihatan Peri itu telah melayang di udara menunggangi bebek putihnya. Dia sengaja menempuh arah berputar supaya tidak terlihat oleh Peri Bunda.
Di atas punggung bebek tunggangannya Peri Angsa Putih keluarkan dua mawar kuning beracun dari balik lipatan pakaiannya. "Peri Bunda…." desis nya. "Jadi kau rupanya…. Sungguh saya tidak percaya…. Mengapa Peri Bunda? Mengapa kau lakukan itu? Apa dosa perjaka itu terhadapmu?"
*
* *

Kapak Maut Naga Geni 21210

PENDEKAR 212 Wiro Sableng berdiri di atas kepingan watu besar berbentuk bahtera tertelungkup itu. Jauh di sebelah utara menjulang Gunung Latinggimeru.
"Kawasan aneh…" membatin murid Sinto Gendeng.
"Batu-batu yang ada di sini semuanya berbentuk ganjil. Mengapa Luhjelita meminta saya tiba ke bukit watu ini?" Agak jauh di sebelah sana ada tiga buah watu berbentuk tiang. Ujungnya lancip runcing seolah hendak menusuk langit Sang satria ingat. "Itu tiga watu yang dikatakan Luhjelita. Di situ ia akan menemuiku."
(Mengenai perjanjian bertemu antara Wiro dengan Luhjelita harap baca Episode sebelumnya berjudul "Hantu Langit Terjungkir")
Memandang ke arah barat Wiro melihat matahari sedang menggelincir ke titik tenggelamnya. "Malam masih agak lama. Rembulan belum tentu cepat muncul. Apakah benar dugaanku bahwa malam ini malam bulan purnama penuh mirip yang dikatakan Luhjelita?" Saat itu Wiro mendadak ingat pada pertemuannya terakhir sekali dengan Luhcinta beberapa waktu lalu. "Aku sempat berkata padanya bahwa saya tidak mengasihi Luhjelita ataupun Peri Angsa Putih. Mungkin saya terlalu tolol! Mengapa saya hingga berucap begitu? Bisa-bisa ia salah mengira dan salah mengharap. Tapi kalau kubanding-banding sifat budi pekertinya , cara ia bicara , semuanya sangat berbeda dengan sang Peri maupun Luhjelita. Aku punya kesan ia mencurigaiku berbuat mesum dengan Luhjelita. Tapi sikapnya tetap tidak berubah , bicaranya tetap lembut. Dia mirip tidak membenciku sama sekali. Mungkinkah ia gadis yang dimaksudkan si Hantu Raja Obat dan Luhrinjani? Gila! Tak berani saya menduga! Aku masih dijerat urusan gila! Dipermalukan sepasang gadis kembar sialan itu! Semua orang di Negeri Latanahsilam pasti sudah tahu dongeng gila itu!"
Selagi Wiro tegak di atas watu dan berpikir-pikir mirip itu tiba-tiba ia melihat satu cahaya biru melesat di udara. Tak lama kemudian cahaya ini menukik ke bawah. Hawa harum menebar di Seantero bukit batu. Seorang wanita berkulit putih bagus , berwajah bagus anggun tahu-tahu telah tegak di hadapan Pendekar 212.
Murid Sinto Gendeng tentu saja terkejut ketika ia mengenali siapa yang berdiri di depannya. Dalam hati ia membatin.
"Lain yang dinanti lain yang datang. Lain yang dicari lain yang unjukkan diri!"
Namun sambil tersenyum dan garuk-garuk kepala murid Sinto Gendeng menyapa.
"Peri Bunda…."
"Aku gembira kau masih mengenaliku walau jarang kita bersua…." kata si baju biru yang cuilan bawahnya panjang menjela-jela yang memang Peri Bunda adanya.
"Siapa yang bisa melupakan seorang Peri bagus sepertimu. Yang konon yaitu Peri Junjungan Dari Segala Junjungan. Simpul Agung Dari Segala Peri…."
Peri Bunda tertawa senang. "Hatiku gembira mendengar kau menyebut semua itu wahai perjaka berjulukan Wiro Sableng. Datang dari negeri seribu dua ratus tahun mendatang menyandang gelar Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212. Lebih gembira lagi lantaran saya bisa menemui lebih cepat dari yang saya duga…."
"Ini memang pertemuan yang tidak terduga , Peri Bunda. Hanya sayang sebentar lagi malam akan turun. Tempat ini pasti akan diselimuti kegelapan. Kecuali…."
"Kecuali bulan purnama penuh muncul menerangi jagat ," sambung Peri Bunda sambil melayangkan senyum.
"Lagi pula , terus terang ketika pertemuan ini saya lebih suka jikalau udara malam yang gelap mau membantu. Hingga kita disini tidak terlihat siapa-siapa…."
Saat itu pantulan cahaya sang surya yang hendak karam jatuh di wajah Peri Bunda hingga parasnya kelihatan bagus sekali , menciptakan murid Sinto Gendeng dari Gunung Gede ini jadi terpesona.
Dalam hati Wiro bertanya-tanya apa maksud sang Puteri bahwa ia lebih suka udara malam yang gelap hingga tidak ada yang melihat mereka berdua di daerah bukit watu absurd itu.
"Peri Bunda , apakah kau memang sengaja mencari diriku?"
Sang Peri anggukkan kepala. "Ada yang ingin kubicarakan denganmu. Pembicaraan ini cukup panjang. Mari kita menentukan tempat duduk yang enak…."
Wiro jadi merasa tidak enak. "Bagaimana kalau sebelum pembicaraan selesai tahu-tahu Luhcinta muncul?"
"Hai , parasmu sesaat terlihat gelisah. Apakah kehadiranmu di tempat ini tengah menunggu seseorang?" bertanya Peri Bunda.
Wiro garuk-garuk kepala. "Aku menunggu dua orang sahabatku. Naga Kuning dan Si Setan Ngompol. Kami berjanji bertemu di bukit watu ini ," kata Wiro berdusta. Lalu ia memandang berkeliling dan berkata.
"Batu panjang tempat saya berdiri ini cukup baik untuk tempat kita duduk berbicara. Kau duduk di sebelah sana , saya di ujung sini."
Sang Peri mengangguk tanda setuju. Keduanya kemudian duduk di atas watu panjang berbentuk bahtera tertelungkup itu. Peri Bunda menggeser duduknya , sengaja agak lebih dekat dengan Wiro. Hal ini menciptakan sang satria kembali bertanya-tanya dalam hati.
"Peri Bunda , kau bisa mulai. Hal apakah yang hendak kau bicarakan?"
"Wahai , bagaimana saya harus memulai. Ujung yang mana yang hendak saya sibakkan lebih dulu ,"
ujar Peri Bunda dan kembali mengulum senyum. "Aku khawatir jikalau salah saya mengucap , jikalau keliru saya mengambil langkah permulaan kau akan salah mengira terhadap diriku…."
"Aku percaya , maksudmu sengaja mencari diriku yaitu maksud baik semata. Mengapa ragu untuk memulai?" ujar Wiro pula. Dalam hati ia berkata.
"Jangan-jangan Peri ini mencariku ada sangkut pautnya dengan urusan gila di goa itu. Bukan tidak mungkin Sepasang Gadis Bahagia telah menemuinya kemudian mengadukan apa yang terjadi. Edan betul!"
"Aku gembira kau bisa berkesimpulan baik mirip itu. Biar saya menggeser dudukku lebih dekat." Sang Peri kemudian bergerak ke kiri hingga jaraknya dengan Wiro hanya terpisah dua jengkal. Berada sedekat itu murid Sinto Gendeng seolah sanggup mencium keharuman bacin tubuh Peri Bunda hingga ke lekuk-lekuknya yang tersembunyi sekalipun! "Aneh , mengapa Peri satu ini berperangai lain sekali?" tanya Wiro dalam hati.
"Aku sengaja bicara berdekat-dekat begini , bukan maksud apa-apa ," kata Peri Bunda seolah tahu apa yang ada dalam benak atau hati sang Pendekar. "Kegelapan malam bisa saja mempunyai indera pendengaran yang sanggup mendengar. Saputan angin mungkin saja merupakan bunyi yang menebar jauh ke tempat takterduga. Duduk berdekatan begini saya bisa bicara lebih perlahan , untuk menjaga segala kemungkinan."
Wiro tambah tidak mengerti. Mengapa pembicaraan itu seolah satu rahasia besar yang jangankan orang lain tapi udara malampun tak boleh mendengarkanya? Dia menunggu hingga sang Peri akhirnya melanjutkan bicaranya.
"Wahai , semenjak beberapa waktu kemudian telah tersebar kabar bahwa kau telah melaksanakan satu malu besar terhadap Luhjelita , di satu goa…. Kau tahu , perbuatan ini bukan saja mencemari Negeri Latanahsilam , tetapi juga menimbulkan satu pemandangan menusuk mata bagi kami para Peri di Negeri Atas Langit."
"Dugaanku tidak meleset!" kata Wiro dalam hati.
"Hal sialan itu yang hendak dibicarakannya! Sepasang Gadis Bahagia , pasti kalian sudah menyebar kabar. Awas kalian!"
"Kau hendak menyampaikan sesuatu Wiro? Kulihat bibir dan pelipismu bergerak-gerak." Bertanya Peri Bunda. Wajahnya ditundukkan sedikit dan ia memperhatikan Wiro dari bawah dengan kepala dimiringkan.
"Peri Bunda , kalau saya boleh bertanya dari mana atau dari siapa kau mendapat keterangan bahwa saya telah melaksanakan malu besar terhadap Luhjelita?" Wiro menjawab dengan balas bertanya.
"Wahai…. Aku ingin menjaga semua yang terbaik. Karenanya tak perlu kujelaskan dari mana sumber kabar yang saya terima. Kuharap kau tidak kecewa…" jawab Peri Bunda.
"Kalau kau tak mau memberitahu tak jadi apa. Tapi saya sudah bisa mengira , siapa biang racun penyebar fitnah itu ," kata Wiro pula. "Sekarang ingin saya mengetahui , apakah kau mempercayai hal itu?"
"Setiap hal yang disertai kenyataan dan saksi hidup tidak sanggup dikatakan sebagai fitnah…."
Pendekar 212 Wiro Sableng menyeringai. "Kenyataan bisa dibentuk diciptakan oleh orang yang tidak senang terhadap seseorang. Apapun alasannya. Saksi hidup bisa saja memperlihatkan kesaksian salah atau kesaksian palsu apapun alasannya. Saat ini kita berdua-dua di sini. Jika kemudian hari tersebar kabar bahwa kita telah berbuatu sesuatu yang memalukan di tempat ini , bagaimana perasaan dan tanggapanmu Peri Bunda…."
Saat itu sang surya telah tenggelam. Udara mulai gelap. Namun Wiro sanggup melihat bagaimana wajah sang Peri bersemu merah mendengar kata-katanya barusan.
"Jadi kau menyangkal telah melaksanakan perbuatan itu?"
"Saya menyangkal lantaran di dalam goa memang saya tidak melaksanakan perbuatan mirip dituduhkan itu. Saya tidak berbuat apa-apa , kecuali menolong gadis berjulukan Luhjelita itu. Kalau kau suka mendengar akan saya ceritakan apa yang bekerjsama terjadi…."
"Wahai…. Bagaimana kalau kukatakan bahwa Peri Angsa Putih ikut melihat apa yang kau lakukan bersama Luhjelita."
"Bisa saja ia memang melihat kami berdua. Tapi apa yang dilihatnya? Ketika saya masuk ke dalam goa , gadis berjulukan Luhjelita itu memang sudah tidak dalam keadaan berpakaian. Dia telah menjadi korban kebejatan…."
"Tunggu dulu wahai perjaka berjulukan Wiro. Peri Angsa Putih tidak mungkin berdusta…" memotong Peri Bunda.
"Saya tidak menyampaikan ia berdusta. Mungkin sekali ia hanya melihat ekor dari satu kejadian. Dia tidak melihat permulaan , ketika saya masuk dan menemukan Luhjelita. Ketika saya menolongnya…. Saya tidak mengerti , mengapa Peri Angsa Putih mempunyai dugaan serta tuduhan mirip itu. Padahal ia mungkin hanya melihat sebagian dari kejadian…."
"Anggaplah Peri Angsa Putih melihat cuilan terakhir dari apa yang terjadi. Tapi bagaimana dengan dua gadis kembar berjuluk Sepasang Gadis Bahagia itu? Mereka melihat cuilan pertama dari apa yang terjadi!"
"Peri Bunda , tadi kau menolak memberitahu siapa sumber yang menebar berita. Kini akhirnya kau mengungkap sendiri. Peri Angsa Putih dan Sepasang Gadis Bahagia! Saya tidak tahu apa yang terjadi dengan Peri satu itu. Dulu ia sangat baik terhadap saya. Banyak budi pertolongannya yang sangat besar dan tidak sanggup saya balas. Tapi mengenai Sepasang Gadis Bahagia , saya tahu kalau mereka yaitu gadis-gadis berkelakuan absurd tidak karuan…."
"Aku tahu siapa mereka. Tapi itu tidak bisa dijadikan alasan bahwa mereka menebar fitnah. Api , yang dilihat orang jahat dan orang baik dari satu kenyataan pasti tidak akan berbeda dan tidak berubah!"
Pendekar 212 jadi panas hati mendengar ucapan sang Peri. Maka diapun berkata. "Peri Bunda , hari sudah gelap. Saya tak ingin lagi meneruskan pembicaraan ini. Jangan hingga saya mendapat fitnah untuk kedua kalinya di Negeri Latanah silam ini. Negeri yang saya tahu tidak semua penghuninya merupakan mahluk-mahluk suci! Saya juga tahu bahwa tidak semua Peri di atas langit sana agung dan kudus! Banyak diantara mereka yang telah menempuh hidup keliru berdasarkan ukuran para Peri. Padahal mereka hanya sekedar ingin melepaskan diri dari kepalsuan hidup dan menginginkan harkat mereka sebagai mahluk hidup. Saya kasihan melihat nasib seorang sahabat saya berjulukan Hantu Jatilandak. Dia yaitu korban kutukan salah kaprah dari para Peri! Dia hidup dalam keadaan sebagai mahluk mengerikan! Padahal apa dosanya! Ibunya menjadi patung mengenasksn! Apakah perlakuan hidup mirip itu yang hendak dibanggakan dan dianggap paling sesuai oleh para Peri di atas langit sana? Terus terang saja Peri Bunda. Maukah kau berterus terang bahwa jauh di lubuk hatimu kau juga mendambakan satu kehidupan masuk akal yang dijalin cinta kasih sesama mahluk bernyawa?"
Lama Peri Bunda terpana mendengar ucapan murid Sinto Gendeng itu. Untuk beberapa ketika sepasang matanya hingga tidak berkedip-kedip memandangi si pemuda. Perlahan-lahan Wiro berdiri berdiri. Tapi tiba-tiba Peri Bunda memegang lengan ’sang Pendekar dan berkata. "Jangan pergi dulu. Pembicaraan kita belum selesai…."
Wiro merasa adanya kehangatan dalam pegangan Peri Bunda. "Aku ingin melaksanakan sesuatu untuk menolongmu ," bisik sang Peri.
"Apa yang hendak kau lakukan Peri Bunda?"
"Kau tahu , dengan tersebarnya info malu itu keadaan dirimu bekerjsama terancam bahaya. Bukan tidak mungkin ada pihak tertentu ingin mencelakai dirimu…."
"Saya memang sudah dicelakai!" kata Wiro pula sambil menyeringai.
"Mungkin juga ada yang berniat jahat hendak membunuhmu ," ujar Peri Bunda.
"Itupun sudah dilakukan orang. Secara kasar dan secara diam-diam. Terakhir sekali saya pernah hendak dibunuh dengan mawar kuning beracun yang kabarnya hanya tumbuh di Negeri Atas Langit. Dan saya juga sudah tahu siapa pelakunya…."
"Siapa?" tanya Peri Bunda.
"Satu diantara dua orang ini. Luhjelita atau Peri Angsa Putih!" jawab Wiro.
"Wiro…."
"Dan saya punya saksi hidupnya!" kata Wiro lagi-lagi sambil menyeringai.
"Siapa?!" Peri Bunda sangat ingin tahu.
"Seorang kakek berjuluk Si Pelawak Sinting. Dia yaitu Si Pelawak Sinting yang palsu!"
"Kau percaya pada kakek sinting itu?" tanya Peri Bunda pula.
"Lagaknya memang sinting. Tapi saya tahu otak orang renta satu itu lebih cerdik dari ular kepala dua!" jawab Wiro.
Peri Bunda menghela nafas dalam. "Wiro ," katanya perlahan. "Apapun yang barusan saya dengar terucap dari mulutmu , ketika ini ada satu hal yang ingin kutanyakan. Aku ingin kejelasan. Apakah kau mengasihi gadis berjulukan Luhjelita itu?"
"Aku tak ingin menjawab pertanyaan absurd itu!" kata Wiro. Padahal pada Luhcinta sebelumnya ia pernah menyampaikan bahwa ia tidak mengasihi Luhjelita.
"Kau tak mau menjawab tak jadi apa. Bagiku jawabnya bisa ya bisa tidak." Berkata Peri Bunda sambil tersenyum dan hingga ketika itu tangannya masih saja memegangi lengan Pendekar 212. "Pertanyaanku selanjutnya. Jika seandainya kau benar tidak mengasihi Luhjelita , kemudian apakah kau mengasihi kerabatku si mata biru Peri Angsa Putih?"
Di balik sebuah watu besar , di udara malam yang gelap lantaran bulan purnama empat belas hari masih belum muncul , seorang yang semenjak tadi mendekam mendengar semua pembicaraan itu letakkan dua tangannya di atas leher , menahan usul tertahan yang hampir tersembur. Dua matanya membeliak , mulutnya ternganga dan sepasang telinganya berusaha dan ingin sekali mendengar tanggapan yang keluar dari verbal Pendekar 212. Orang ini bukan lain yaitu si mata biru Peri Angsa Putih.
Peri Bunda yang tadi mengajukan pertanyaan belakang layar bekerjsama juga ingin sekali mendengar tanggapan Pendekar 212.
Tanpa diketahui orang ini , satu sosok lain di kegelapan malam menahan debaran yang menggoncang dadanya. Dia juga ingin tahu apa yang akan keluar sebagai tanggapan dari verbal Wiro. Apakah masih sama mirip yang dulu pernah didengarnya? Dan orang ini yaitu gadis bagus berjulukan Luhcinta. Di samping kiri orang ini , dua orang yang ikut bersamanya juga merasa tegang. Salah seorang diantara mereka bukan lain Naga Kuning adanya , berbisik pada mitra di sebelahnya yaitu kakek Si Setan Ngompol.
"Kalau salah si sableng itu berucap , sahabat kita ini bisa mirip disambar petir!"
Sang mitra menjawab. "Aku tidak mengira kita akan kedahuluan Peri Bunda. Lebih celaka lagi kalau Peri Angsa Putih juga sudah ada di sekitar sini!"
Yang diajak bicara memandang berkeliling. Lalu berkata. "Orang yang berdasarkan sahabat kita ini katanya akan muncul di bukit watu ini juga belum kelihatan. Kalau ia tidak tiba urusan bisa tambah ruwet. Rahasia mawar beracun itu mungkin tidak akan bisa terungkap."
"Aku punya firasat gadis itu pasti datang. Luhjelita memang punya sifat absurd , pintar merayu menciptakan lelaki gampang terpikat dan menganggap dirinya dicintai gadis itu. Tapi untuk urusan mirip ini ia pasti muncul. Apa lagi namanya sudah babak belur dibentuk sebusuk comberan." kata Setan Ngompol.
"Kek ," Kata Naga kuning pada Setan Ngompol.
"Menurutmu apa benar Wiro main burung-burungan dengan Luhjelita?"
"Bocah geblek! Apa maksudmu main burungburungan?!" tukas Si Setan Ngompol.
Naga Kuning menutup verbal menahan tawa. "Kau jangan berpura-pura tidak tahu! Kau lebih banyak pengalaman dariku! Hik…hik…hik!"
* *

Kapak Maut Naga Geni 21211

KITA tinggalkan dulu ketegangan yang mulai menggantung di bukit berbatu-batu sementara bulan purnama masih juga belum memunculkan diri. Langit diatas sana masih masih gelap disaput awan. Angin bertiup sayup dan dingin.
Di ketika sore menjelang senja di hari yang sama , dua bayangan putih berkelebat ke arah timur meninggalkan daerah pantai. Sambil lari dua orang itu tidak hentinya tertawa cekikikan. Dari tawa mereka terang bahwa keduanya yaitu perempuan. Ketika akhirnya mereka hentikan lari di satu tempat kelihatan mereka yaitu dua gadis bagus berwajah sama. Ternyata mereka bukan lain Sepasang Gadis senang , cucu-cucu Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab yang belum lama berselang telah menipu kakek itu.
"Aku tak habis pikir!" berkata gadis di sebelah kanan yaitu Luhkenanga. "Bagaimana mungkin gampang sekali kita membohongi orang renta itu! Padahal ia pintar dan cerdik luar biasa! Hik… hik!"
"Kau benar! Kurasa hari ini hari apesnya!" jawab Luhkemboja sang kakak.
Mungkin juga! Tapi jangan-jangan orang renta itu sudah lamur matanya! Hingga tidak bisa membedakan lagi tongkat yang orisinil dan tongkat yang palsu!"
"Malah , jangan-jangan ia juga tidak kenal lagi pada tongkatnya yang ada di bawah perut!"
Dua gadis itu tertawa cekikikan. Lalu Luhkemboja bertanya."Menurutmu apa ketika ini ia sudah tahu kalau kita membohonginya?"
"Pertanyaanmu itu menciptakan saya kecut!" berkata Luhkenanga."Ayo kita lari biar jauh dulu. Nanti kita berhenti di bukit Tanah Bertengger. Di sana pasti aman. Kita periksa lagi tongkat ini. Bukankah tadi kita sempat melihat bagaimana kakek memuntir-muntir tongkat yang kita berikan? Tapi lantaran tongkat itu palsu , akhirnya patah! Aku yakin ada yang tengah diselidikinya. Berarti tongkat orisinil yang ada pada kita menyembunyikan sesuatu!"
Dua gadis kembar itu kemudian lari ke arah timur di mana terdapat sebuah daerah berbukit-bukit. Bukit di tempat itu bersusun-susun demikian rupa hingga diberi nama Tanah Bertengger. Di satu tempat yang mereka rasakan kondusif , keduanya hentikan lari. Di langit bulan purnama mulai menyembulkan diri.
Dari balik pakaiannya Luhkemboja keluarkan Tongkat Bahagia Biru. Setelah ditimang-timang kemudian ia mulai memeriksa.
Aku yakin tongkat ini menyembunyikan sesuatu. Kau ingat bagaimana kakek kita menilik tongkat palsu waktu benda itu patah dua? Sayang kita keburu kabur lantaran takut. Kalau tidak pasti kita bisa mendapatkan lebih banyak kejelasan." Luhkemboja memuntir-muntir tongkat yang dipegangnya.
"Apa yang hendak kau lakukan?" bertanya Luhkenanga.
"Meniru gerakan kakek. Bukan tidak mungkin tongkat ini bekerjsama terdiri dari dua cuilan yang bisa bertaut dan bisa dipisahkan…."
Luhkemboja terus memuntir-muntir tongkat watu berwarna biru redup itu. Namun hingga beberapa lama ia tidak terjadi apa-apa.
"Biar saya yang lakukan!" kata Luhkenanga kemudian mengambil tongkat watu dari tangan kakaknya.
Namun gres sesaat tongkat watu berada dalam pegangannya sekonyong-konyong ada sambaran angin tiba dari samping. Luhkenanga berseru kaget. Luhkemboja yang sempat melihat ada bayangan orang berkelebat cepat bergerak melaksanakan sesuatu. Namun satu kekuatan tenaga yang tidak kelihatan mendorong tubuhnya , menciptakan gadis ini terjajar hingga lima langkah. Sebelum ia bisa mengimbangi diri dan sebelum Luhkenanga sempat bertindak , bayangan tadi telah lenyap seolah ditelan keremangan malam yang walau ada bulan purnama tapi sinarnya terhalang oleh sekelompok awan gelap.
"Celaka! Tongkat watu kena dirampas orang!" Berteriak Luhkenanga.
Tiba-tiba satu bayangan hitam besar kelihatan di tanah. Lalu ada bunyi tawa berat bergelak. Dua dara kembar cepat berbalik.
Empat langkah di hadapan mereka tegak satu sosok tubuh tinggi besar mempunyai sepasang mata angker. Bola matanya tidak berbentuk bulat melainkan berupa segitiga memancarkan warna hijau. Yang luar biasanya orang ini mempunyai kepala dengan dua wajah. Wajah di sebelah depan berupa wajah seorang lelaki separuh baya berwarna putih. Sedang di wajah sebelah belakang berwarna hitam keling.
"Hantu Muka Dua!" seru Luhkemboja.
"Dia yang mencuri tongkat biru kita!" teriak Luhkenanga.
Orang bermuka dua yang memang yaitu Hantu Muka Dua tertawa bergelak. "Gadis-gadis cantik! Aku sudah lama mengincar kalian! Malam ini bakal merupakan malam senang bagi kita bertiga!"
"Makhluk muka dua! Apa maksudmu?!" sentak Luhkemboja.
"Kembalikan tongkat itu pada kami!" teriak Luhkenanga.
Hantu Muka Dua kembali tertawa. "Aku tidak mungkin mengembalikan tongkat watu ini. Benda ini sudah ditakdirkan menjadi milikku! Tapi jikalau kalian memang menginginkan tongkat , saya akan memperlihatkan tongkat lain!" Habis berkata begitu Hantu Muka Dua menunjuk ke bawah kemudian tertawa gelak-gelak.
“Mahluk jahanam kurang ajar!" maki Luhkemboja.
"Walau kau punya nama besar dan ilmu setinggi langit! Jangan kira kami takut padamu! Malam ini akan jadi malam kematian bagimu! Riwayat Raja Di Raja Segala Hantu di Negeri Latanahsilam akan berakhir! Istana Kebahagiaan akan menjadi milik kami Sepasang Gadis Bahagia!"
"Hebat sekali ucapan kalian! Tidak ada salahnya saya menjajagi dulu hingga dimana kehebatan ilmu kalian. Setelah itu gres saya menjajagi hingga dimana kenikmatan yang tubuh kalian bisa berikan padaku! Ha… ha… ha!"
Dua gadis kembar berteriak marah. Tubuh mereka lenyap menjadi bayang-bayang dan berkelebat seraya menghantam ke arah Hantu Muka Dua.
"Bukkk!"
"Bukkk!"
Dua gadis kembar menjerit dan cepat melompat mundur seraya pegangi lengan mereka yang menggembung merah dan sakit akhir bentrokan lengan dengan lawan. Hantu Muka Dua sendiri tertawa mengekeh walau belakang layar ia merasa kagum lantaran kekuatan dua pukulan sepasang gadis kembar menciptakan tulang lengannya menjadi nyeri. "Aku harus cepat-cepat melumpuhkan mereka. Kalau tidak bisa-bisa saya kena dicelakai!"
Sambil tertawa Hantu Muka Dua maju mendekati dua lawan. "Dua gadis kembar! Aku tahu selama ini kalian hanya suka pada makhluk sejenis. Hari ini saya akan memberi pengalaman gres pada kalian. Bagaimana nikmatnya bersenang-senang dengan seorang lelaki! H… ha… ha! Kalau kalian sudah mencicipi , kalian pasti akan mengekoriku kemana saya pergi!"
"Hantu keparat!" maki Luhkemboja kemudian ia berteriak menyebut jurus serangan yang hendak dilancarkannya.
"Bahagia Naik Ke Pelaminan!"
Luhkenanga tidak tinggal diam. Didahuiui teriakan "Bahagia Menukik Menjebol Pusar Bumi!" gadis ini melesat ke arah Hantu Muka Dua. Gerakan mereka hebat sekali. Hampir tak kelihatan. Tahu-tahu kaki kanan Luhkemboja sudah menghujam ke arah kepala sedang tinju kanan Luhkenanga menyodok ke perut Hantu Muka Dua.
"Hebat… hebat! Kalian memang dua gadis hebat! Aku senang! Kalian berdua juga pasti hebat di atas ranjang! Kalian memang pantas kujadikan penghuni kamar dari Istana Kebahagiaan!"
"Habis berkata begitu Hantu Muka Dua gerakkan tangannya kiri kanan.
"Wuuuttt!"
"Wuuuttt!"
Dua larik angin menderu.
Luhkemboja terpekik sambil pegangi lehernya. Luhkenanga juga menjerit. Seperti kakaknya gadis ini juga pegangi lehernya. Tubuh mereka menggeliat beberapa kali kemudian terhampar terguling di tanah. Sepasang kaki bagus kedua gadis ini menyentaknyentak hingga pakaian mereka tersingkap hingga ke pinggul. Sesaat kemudian sosok keduanya membisu tak berkutik lagi. Tak bisa bergerak dan tak bisa keluarkan suara. Itulah kehebatan ilmu Menjirat Urat yang dilancarkan Hantu Muka Dua. Mampu menciptakan lawan tak berdaya , semacam ilmu melumpuhkan tanpa menyentuh. Ilmu ini termasuk salah satu ilmu yang dirampasnya beberapa waktu kemudian dari Lasedayu alias Hantu Langit Terjungkir.
"Putih mulus! Ha… ha… ha! Kalian benar-benar lumayan aku!" kata Hantu Muka Dua. Lalu ia bertepuk tiga kali. Dari kegelapan muncul enam orang lelaki mengusung sebuah tandu.
"Naikkan dua gadis ini ke atas tandu. Segera bawa ke Istana Kebahagiaan! Aku menunggu di sana!"
Enam anak buah Hantu Muka Dua menjura hormat.
Dengan cepat mereka menaikkan sosok dua gadis kembar ke atas tandu kemudian mengusung ke arah berkelebatnya makhluk berjuluk Hantu Segala Keji , Segala Tipu , Segala Nafsu itu!
*
* *

Kapak Maut Naga Geni 21212

SEPASANG daun indera pendengaran Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab bergerak-gerak. Dia mendengar bunyi kaki-kaki berlari , banyak sekali dan masih berada di kejauhan.
"Itu bukan bunyi lari Luhkemboja dan Luhkenanga…"
membatin si orang renta yang otaknya berada di luar batok kepala. "Mereka berjumlah lebih dari empat orang. Aneh , mengapa mereka tidak segera menuju ke sini. Tapi berlari berputar-putar di tebing bahari sebelah timur. Aku akan menunggu. Jika mereka muncul membawa niat jahat akan kuhabisi!"
Sejak insiden dua cucunya menipu dirinya dengan Tongkat Bahagia Biru orang renta ini selalu diselubungi hawa amarah. Dia mirip mau murka melihat siapa saja. Tidak heran kalau ia berucap dalam hati mirip itu. Suara kaki-kaki yang berlari terdengar makin keras.
"Mereka mulai mendekat ," kata Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab. Tak selang berapa lama kakek ini melihat satu pemandangan absurd dihadapannya. Enam orang lelaki bertubuh besar bertelanjang dada mengusung sebuah tandu yang ditutupi sehelai tikar tipis terbuat dari jerami kering berwarna hitam.
Mereka berlari berputar-putar mengelilingi Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab yang tengah duduk di satu pedataran tinggi menghadap ke bahari Setelah memperhatikan sesaat dan enam pengusung tandu mirip tidak mau hentikan larinya , hilanglah kesabaran si kakek. Dia pukulkan telapak tangan kanannya ke tanah. Bukit pasir di tepi bahari itu bergoncang mirip di landa gempa. Debu dan pasir membubung hingga setinggi tiga tombak. Enam pengusung tandu terhuyung-huyung. Jika mereka tidak segera jatuhkan diri berlutut pasti ke enamnya akan jatuh berserabutan di tanah.
"Enam lelaki sinting kesasar! Pertunjukkan arakarakan gila apa yang tengah kalian lakukan?!" membentak Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab.
Enam orang bertubuh besar penuh otot itu segera turunkan tandu yang mereka usung dari pundak masingmasing , diletakkan di tanah. Salah seorang dari mereka yang bertindak sebagai wakil teman-temannya palingkan kepala ke arah si kakek kemudian membuka mulut.
"Kami mendapat perintah , membawa tandu ini kepadamu!"
Anehnya lima orang mitra lelaki yang barusan bicara secara bersamaan mengulang ucapan kawannya tadi. "Kami mendapat perintah , membawa tandu ini kepadamu!"
Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab kerenyitkan kening. Otaknya yang tembus pandang berdenyut keras. Matanya pandangi enam orang yang berlutut di tanah di hadapannya.
"Siapa yang memberi perintah?!" Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab ejekan pertanyaan.
"Pendekar 212 Wiro Sableng!’ jawab lelaki tadi. Lima kawannya mengikuti.
"Pendekar 212 Wiro Sableng!"
"Hah! Siapa?!"
"Pendekar 212 Wiro Sableng! Pemuda asing dari negeri seribu dua ratus tahun mendatang!"
Seperti tadi lima pengusung tandu lainnya mengulangi ucapan temannya. "Pendekar212 Wiro Sableng! Pemuda asing dari negeri seribu dua rarus tahun mendatang!"
"Kalian jahanam semua!" Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab membentak. "Apa kalian kira saya tuli hingga bicara diulang-ulang mirip itu?!"
"kami hanya menjalankan perintah dari Wiro Sableng!"
"kami hanya menjalankan perintah dari Wiro Sableng!"
"Aku tak ingin kalian bicara diulang-ulang! Jika kalian berani berlaku mirip itu satu peratu akan kupatahkan leher kalian!"
Enam orang lelaki tidak menjawab , hanya memandang pada si kakek. Si kakek sendiri menatap ke arah usungan. Dari apa yang dilihatnya ia maklum ada sesuatu di atas tandu dibawah hamparan tikar tipis hitam yang menutupinya.
"Apa yang ada di bawah tikar di atas tandu itu?!" Hantu Sejuta Tanya bertanya.
"Silahkan membuka tikar dan melihat sendiri!"
"Silahkan membuka tikar dan melihat sendiri!"
Lima lelaki bertelanjang dada mirip tadi mengikuti ucapan temannya.
Kesabaran Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab sirna. Tubuhnya dimiringkan condong ke depan. Entah kapan tangannya bergerak tahu-tahu kraaakkk! Salah seorang dari enam lelaki pengusung tandu terkapar di tanah dengan leher patah! Lima temannya membeliak murka tapi tidak berani melaksanakan sesuatu.
"Siapa yang mau jadi korban ke dua? Silahkan bicara diulang-ulang!" kata Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab pula. Lalu keluarkan bunyi menggereng dari tenggorokkannya.
Lima lelaki pengusung tandu tidak menjawab.
"Aku perintahkan salah satu dari kalian segera menyibakkan tikar hitam!" membentak si kakek.
Salah seorang dari lima lelaki ulurkan tangan kanan.
"Bettttt!"
Tikar hitam jerami kering tersingkap kemudian dilemparkan ke udara , melayang jatuh ke arah pantai. Dua mata Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab membeliak. Dari mulutnya menggembor teriakan dahsyat. Sekali bergerak tubuhnya melesat ke udara setinggi dua tombak. Ketika turun ke tanah , dua kakinya amblas masuk ke dalam tanah hingga pergelangan kaki. Di atas tandu menggeletak dua sosok tubuh gadis yang nyaris tidak tertutup apa-apa. Sepasang mata mereka mendelik. Sebatang tongkat watu berwarna biru melintang di dada salah seorang gadis ini
"Cucuku!" teriak si kakek. "Luhkemboja! Luhkenanga!"
Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab mendekati tandu. Dia membungkuk menilik dan dapatkan dua gadis di atas tandu masih bernafas dan berada dibawah satu kekuatan absurd yang melumpuhkan. Keadaan mereka mengenaskan sekali. Dari gejala yang ada di aurat mereka si orang renta maklum kalau dua cucunya ini telah dirusak kehormatannya secara keji.
"Biadab! Siapa yang melaksanakan perbuatan keji ini?!" teriak Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab. Tangan kirinya menyambar. Laki-laki di samping kiri dijambak kemudian diangkat ke atas. Tangan kanannya menghantam.
"Praakkkk!"
Tulang muka lelaki itu melesak hancur. Darah muncrat. Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab bantingkan sosok yang sudah jadi mayit itu. Lalu ia menjambak lelaki berikutnya. Takut setengah mati dan tak mau jadi korban keganasan si kakek orang ini segera membuka mulut.
"Yang melaksanakan yaitu satria 212 Wiro Sableng!"
Tidak mirip tadi , kini lelaki-lelaki lainnya tidak mengulangi ucapan kawannya itu.
Bergetar sekujur tubuh Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab. "Dia memperkosa dua cucuku! Lalu menyuruh kalian membawa gadis-gadis ini ke sini?! Begitukah hah?!"
Empat lelaki pengusung tandu anggukan kepala.
"Manusia jahanam! Kenalpun saya tidak! Bertemu muka belum pernah! Mengapa ia berbuat sekeji ini pada dua cucuku!"
Lelaki di samping tandu sebelah kiri menjawab.
"Menurut Wiro ,dua cucumu telah mencuri tongkat watu berwarna biru. Wiro berusaha mendapatkannya kembali dan menghadang dua gadis itu di satu tempat. Dia mendapatkan tongkat sakti kembali tapi ternyata palsu. Wiro kemudian menghajar dan memperkosa dua gadis ini. Menurut Wiro dua gadis ini punya kelainan menebar malu dan kekejian dimana-mana. Makara pantas mendapatkan eksekusi berat dan diperlakukan secara keji pula! Lalu kami disuruhnya mengantarkan sosok-sosok mereka padamu!"
"Dimana perjaka asing itu sekarang?!" tanya si kakek dengan sekujur tubuh bergeletar.
"Kami tidak tahu! Dia membunuh dua sahabat kami. Lalu sehabis memberi perintah yang disertai ancaman ia kabur entah kemana."
"Kalian lekas angkat kaki dari sini sebelum kubunuh semua!" Menghardik Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab.
Empat lelaki bertubuh besar serta merta berdiri kemudian tinggalkan tempat itu dengan cepat. Si kakek segera menyambar tongkat watu biru yang tergeletak di atas dada Luhkenanga. Dia cepat memeriksa. Dengan dua tangannya tongkat dipatahkan. Lalu ia kembali memeriksa.
"Tongkat ini memang palsu! Tapi mengapa ini dijadikan alasan oleh perjaka asing itu untuk berbuat keji pada dua cucuku! Aku tahu dua cucuku memang mengidap penyakit tidak wajar. Yang tidak bisa disembuhkan seumur-umur. Tapi itupun tidak bisa dijadikan alasan untuk mencelakai mereka. Kabar yang saya dengar wacana kehebatan dan kebaikan perjaka itu ternyata jauh berbeda dengan kenyataan! Aku akan mencarinya! Akan kulumat dengan dua tanganku! Berarti benar kabar yang kusirap selama ini. Bahwa perjaka itu telah berbuat cabul dengan gadis berjulukan Luhjelita! Kalau tidak diambil tindakan lama-lama bisa habis semua anak gadis orang di negeri ini!"
Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab kembali perhatikan sosok dua cucunya. Sepasang mata renta ini tiba-tiba mengerenyit.
"Ada keanehan…. Luhkemboja dan Luhkenanga mirip berada dalam kelumpuhan. Tak bisa bergerak dan tak bisa bicara. Ilmu kekuatan apa yang menguasai mereka. Aku seperti…." Orang renta itu mengingatngingat.
"Dua cucuku.’Wahai! Dia berada dibawah imbas Ilmu Menjerat Urat! Ilmu ini hanya Hantu Muka dua dan beberapa orang anak buahnya yang memiliki! Jangan-jangan Pendekar 212 Wiro Sableng telah menjadi kaki tangan Hantu Muka Dua? Aku harus mencari perjaka keparat itu. Mengorek lidahnya supaya mau mengaku kemudian melumat sekujur tubuhnya mulai dari kepala hingga ke kaki!"

Kapak Maut Naga Geni 21213

KEMBALI ke bukit yang dipenuhi batu-batu berbentuk absurd di selatan Gunung Latinggimeru. Bulan purnama empat belas hari , bulat penuh telah muncul semenjak beberapa waktu lalu. Keadaan di tempat itu kini tidak lagi diselimuti kegelapan.
Peri Bunda gerak-gerakkan jari-jari tangannya yang halus di atas lengan Wiro. "Kau belum menjawab pertanyaanku tadi Wiro. Malu menjawab atau memang tidak mau menjawab?! Apakah kau mengasihi Peri Angsa Putih?"
Wiro coba sunggingkan senyum kemudian garuk-garuk kepalanya. Diusapnya tangan Peri Bunda kemudian perlahan-lahan dilepaskannya pegangan Peri itu dari lengannya.
"Saya tidak tahu apa maksudmu dengan semua pertanyaan itu. Mungkin sekali kau tengah mempelajari seluk beluk ilmu bercinta?" Wiro tertawa lebar.
Peri Bunda juga tertawa tapi kembali mendesak.
"Wahai , kau pintar mengalihkan pembicaraan. Tapi benar dugaanku kau tak mau menjawab pertanyaanku."
Kembali murid Sinto Gendeng ini dibentuk garuk-garuk kepala.
"Aku menunggu jawabanmu , Wiro ," kata Peri Bunda.
"Peri Bunda , kerabatmu Peri Angsa Putih itu bukan saja Peri berhati baik , tapi juga mempunyai wajah sangat cantik. Sepasang matanya yang biru menciptakan orang memandangnya tak jemu. Tak ada orang yang bisa melupakannya jikalau sudah sekali bertemu. Jangankan lelaki , kaum wanita pasti akan mengaguminya…."
Peri Bunda tersenyum. "Kata-katamu sungguh Sejuk didengar dan polos. Kau mirip seorang penyair. Kalau Peri Angsa Putih ada di sini pasti ia akan senang mendengarnya…."
"Mungkin juga terharu!" kata Wiro sambil tersenyum-senyum dan garuk-garuk kepala. Di hadapannya Wiro melihat Peri Bunda kerenyitkan kening , mungkin tidak paham mengapa Wiro berkata begitu. Di tempat persembunyiannya Peri Angsa Putih sendiri mencicipi tubuhnya bergetar. Seolah ada hawa cuek menyelubunginya mulai dari kepala hingga ke kaki.
Sementara itu Luhcinta yang berada bersama Naga Kuning dan si kakek Ngompol tegak mematung walau di dalam dadanya bergoncang menahan rasa tegang. Sejak tadi ia ingin beranjak pergi , takut tak kuasa mendengar pembicaraan Peri Bunda dan Wiro yang semakin mempengaruhi hati dan perasaannya itu. Tapi dua kakinya seolah diganduli watu besar hingga ia tak bisa bergerak. Gadis ini akhirnya setengah terpaksa menentukan tetap berdiri di tempat itu.
"Wahai , tabahkan diriku jikalau seandainya tanggapan yang diberikan Wiro seolah petir menyambar di depan wajahku?" begitu Luhcinta Membatin.
Lain halnya dengan Peri Angsa Putih sendiri. "Aku tidak mengerti , mengapa Peri Bunda mendesak bahkan mirip memaksa ingin mengetahui apakah Wiro mengasihi saya atau tidak. Walau hati ini juga sangat mengharap mendapatkan tanggapan , tetapi bagaimana kalau tanggapan nanti berlainan dari yang diharapkan? Jangan-jangan Peri Bunda tahu saya sembunyi di sini. Lalu sengaja mengorek keterangan dari perjaka itu. Bagiku kalaupun dia…." Peri Angsa Putih tidak berani meneruskan kata hatinya itu.
"Wiro , tanggapan tak kunjung keluar dari mulutmu. Sangat susahkah bagimu untuk menyampaikan bahwa kau mengasihi kerabatku Peri Angsa Putih. Ya atau tidak?" Kembali Peri Bunda mendesak.
"Peri Bunda ," Wiro berucap. "Cinta kasih itu yaitu sesuatu yang suci dan sangat pribadi. Penuh rahasia. Dan ada kebahagiaan dalam kerahasiaan itu. Jika seorang lelaki mengasihi seorang gadis atau sebaliknya atau seorang gadis mengasihi seorang perjaka , apakah ia akan begitu saja menyampaikan , menceritakan kepada setiap orang , pada siapa saja yang menanyakannya lantaran rasa ingin tahu yang sulit diduga alasannya? Peri Bunda , jikalau saya mengasihi seseorang , saya tidak akan menyampaikan pada orang lain tapi akan menyampaikan sendiri pada orang yang saya cintai itu. Akan kubisikkan ketelinganya. Makara yang tahu hanya kami berdua. Buat apa orang lain yang tak ada urusannya perlu mengetahui isi hati kami berdua?"
Suasana di bukit watu itu untuk beberapa lamanya dicekam kesunyian. Ada ketidak enakan seolah menggantung di udara , menyusup ke lubuk hati orang-orang yang ada di tempat itu. Peri Bunda terdiam kemudian menghela nafas berulang kali. Agaknya ia kehabisan nalar dan cara untuk mengorek keterangan dari verbal Pendekar 212. Di tempat gelap Peri Angsa Putih tundukkan kepala. Hati kecilnya sangat ingin mendengar satu tanggapan lain. Satu pengakuan.
Namun tanggapan yang didengarnya justru tambah membungkus hati sanubarinya dalam ketidakpastian yang mengiris-iris. Dalam hati Peri Angsa Putih berkata. "Peri Bunda , kau tahu bagaimana perasaanku terhadap perjaka itu. Memang salahku saya tak pernah berkata terus terang padanya. Tapi apakah masuk akal saya menyampaikan hal itu padanya? Bukankah saya terikat larangan dan pantangan Negeri Atas Langit? Peri Bunda , jikalau saya hubungkan dua kuntum bunga mawar kuning yang ada di kamarmu itu , apakah bekerjsama yang tengah kau lakukan?"
Di cuilan lain Naga Kuning berbisik pada si kakek Setan Ngompol. "Untung pintar juga si sableng itu memperlihatkan jawaban. Tidak ada yang tersinggung dan kecewa. Rahasia hatinya tetap tersembunyi…."
"Soal bicara mitra kita itu memang pandai. Dia bisa berubah jadi penyair , terkadang mirip juru dakwah. Tapi jikalau kau perhatikan dalam setiap perilaku dan ucapannya selalu saja terselip sifat konyol dan sinting! Dasar sableng!"
Dalam diamnya Peri Bunda akhirnya menyadari bahwa tak mungkin baginya mendapatkan tanggapan yang diinginkan dari Wiro. "Pemuda ini benar-benar cerdik. Membuat saya bertambah kagum padanya. Mungkin memang lebih baik bagiku kalau ia tidak menjawab. Siapa tahu ia memang tidak mengasihi Luhjelita , Peri Angsa Putih ataupun Luhcinta. Mudahmudahan ada setitik harapan…."
"Wiro , kau tak mau menjawab berterus terang tak jadi apa. Tapi saya tetap mengkhawatirkan keselamatanmu. Aku tak ingin kau mendapat celaka. Aku tak ingin kau menemui malapetaka dan merasa berdosa kalau itu terjadi sementara saya tidak berbuat sesuatu apa demi keselamatan dirimu…."
"Peri Bunda , saya sangat berterima kasih kau memperhatikan keselamatan saya. Mudah-mudahan saya bisa menjaga diri…."
"Dalam hal keselamatan diri apa lagi menyangkut keselamatan jiwa jangan berpegang dan mengandalkan apa yang disebut mudah-mudahan. Kematian tidak bisa dicegah dengan yang namanya mudahmudahan. Kematian bisa ditimbulkan oleh orangorang yang tidak kita duga. Kau telah mengalami sendiri. Bahkan tadi kau telah menyebutkannya. Kau hampir menemui kematian akhir sekuntum mawar kuning beracun. Dan kau sudah yakin pelakunya salah satu dari dua orang yakni Peri Angsa Putih atau Luhjelita. Wahai , apakah kau hendak mensia-siakan jiwamu untuk kedua kalinya? Kau harus menjauhkan dirimu dari ke dua orang itu Wiro. Jika sekali mereka telah mencoba dan tidak berhasil , bukan tidak mungkin mereka akan melakukannya kembali. Jika itu hingga terjadi mungkin nyawamu sulit untuk diselamatkan…."
Kalau Luhcinta hanya kerenyitkan kening mendengar ucapan Peri Bunda itu , lain halnya dengan Peri Angsa Putih. Dia sangat terkejut lantaran tidak menyangka Peri Bunda akan berkata mirip itu. "Peri Bunda tampaknya ikut mempercayai bahwa memang saya atau Luhjelita yang hendak membunuh Wiro dengan mawar beracun. Padahal saya menemukan bukti positif , bunga-bunga itu berada dalam kamarnya Untuk apa ia menyimpan bunga mawar itu kalau bukan ada maksud jahat? Wahai Peri Bunda , semenjak saya menemukan dua kuntum mawar beracun dalam kamarmu saya sudah menaruh curiga. Kau berada di belakang semua peristiwa itu! Kau yang jadi biang racunnya. Sekarang kau hendak lempar watu sembunyi tangan. Peri Bunda , walau kau junjunganku tapi untuk urusan satu ini saya melawanmu habis-habisan!" Selesai berkata begitu Peri Angsa Putih segera bergerak keluar dari balik persembunyiannya. Tapi langkahnya tertahan ketika telinganya kembali mendengar Peri Bunda berucap.
"Wiro , ada satu tempat yang kondusif bagimu. Jika kau suka saya akan mengantarkanmu ke sana…."
"Tempat kondusif apa maksudmu Peri Bunda?" tanya Wiro.
"Tempat itu , terletak antara Negeri Atas Langit dan Negeri Latanahsilam. Di situ ada sebuah puri berjulukan Puri Kebahagiaan. Aku akan membawamu ke sana. Sampai keadaan kondusif kita bisa menetap di sana."
Pendekar 212 menatap lekat-lekat ke wajah sang Peri. Dia melihat satu wajah bagus mempesona. Ketika Peri Bunda merangkum senyum dibibirnya yang merah , murid Sinto Gendeng ini merasa ada getaran absurd dalam dadanya. Dia hendak menggaruk kepala. Tak jadi , Wiro malah balas tersenyum!
"Ikut saya Wiro ,"’ bisik Peri Bunda sambil memegang jari-jari tangan Pendekar 212.
Luhcinta mencicipi degupan jantungnya mengeras.
"Peran apa bekerjsama yang tengah dilakukan Peri Bunda ," ia membatin. "Puri Kebahagiaan…. Baru sekali ini saya mendengar nama itu. Jangan-jangan ada sangkut pautnya dengan Istana Kebahagiaan milik Hantu Muka Dua?"
Ditempat lain Peri Angsa Putih mencicipi tubuhnya mirip terbakar. "Peri Bunda! Sekarang saya tahu apa yang ada dihatimu! Kau Peri penghianat culas! Kau memainkan pisau bermata dua! Wahai!"
"Puri Kebahagiaan yang kau sebutkan itu Peri Bunda , tempat apakah itu?" Wiro terdengar bertanya.
"Puri Kebahagiaan!" kata Peri Angsa Putih dalam hati. "Para Peri di Negeri Atas Langit telah lama mendengar dan meragukan keberadaan puri tersebut. Namun sulit untuk mengetahui dimana beradanya. Karena setiap hendak diselidiki ada satu hawa absurd mengambang di udara , membendung penglihatan! Kini saya mendengar sendiri. Ternyata Peri Bunda berada di belakang keberadaaan Puri Kebahagiaan itu!" Peri Angsa Putih gigit bibirnya menahan gejolak darah dan gejolak hati. "Peri itu tadi mengucapkan hingga keadaan kondusif kita bisa menetap di sana. Kita! Kita siapa maksudnya? Dia dan Wiro? Sungguh culas! Kalau saya ingat semua pembicaraan sebelumnya. Dia melarang diriku berafiliasi dengan perjaka itu. Aku dimintanya supaya menjauhkan diri dan melupakan Wiro. Kini ia malah ingin berdua-dua bersama perjaka itu! Berarti selama ini ia telah menipu diriku!"
Di tempatnya bersembunyi bersama Naga Kuning dan Si Setan Ngompol , Luhcinta tegak tertegun. Dia tatap wajah Peri Bunda. Dengan ilmu kesaktian langka yang dimilikinya gadis ini dalam pandangannya bisa mendekatkan wajah Peri itu hingga ia sanggup melihat terang air muka dan tatapan Peri Bunda yang ditujukan pada Wiro.
"Peri Bunda…" membatin Luhcinta. "Dari tatapan wajahmu , dari pandangan sepasang matamu , saya sanggup meraba ke dalam relung hatimu paling dalam.
Kau mengasihi perjaka itu…. Apa kau lupa pantangan dan larangan di Negeri Atas Langit? Kau seorang Peri sanjungan , junjungan dari segala Peri , hendak berselingkuh melanggar larangan. Peri Bunda , saya sungguh tidak mengerti bagaimana ini bisa terjadi. Tetapi saya sadar sedalam-dalamnya. Kasih yang selama ini dimiliki kami insan biasa ternyata juga masih menjadi cuilan kalian. Selama ini kalian berusaha menutupi.
Tetapi keadaan menciptakan semakin ditutupi semakin berpengaruh dorongan hati kalian untuk menyingkap dan membuangnya. Kita sama-sama wanita wahai Peri Bunda. Kasih yang ada dalam hatimu dan ada yang dalam hati semua wanita tiada beda. Selama hayat dikandung tubuh kaum wanita ditakdirkan untuk membuatkan kasih pada seorang lelaki. Kasih mempunyai kekuatan sangat kokoh. Sanggup menghancurkan tembok berjulukan larangan sekalipun tembok itu terbuat dari baja. Peri Bunda , mungkin kau tidak mengetahui. Kau bukan saja berperang rasa dengan Peri Angsa Putih , tetapi juga dengan diriku…."
Kalau Luhcinta masih bisa membendung gejolak yang menggoncang hati dan pikirannya , lain halnya dengan Peri Angsa Putih yang merasa dikhianati oleh Peri Bunda.
Tidak sanggup menahan hatinya lagi Peri Angsa Putih segera melompat keluar dari tempat persembunyiannya. Tapi lagi-lagi gerakannya tertahan lantaran ketika itu di langit sebelah timur kelihatan sebuah benda bulat besar bersayap , terbang berputar-putar. Sesaat kemudian benda ini yang ternyata yaitu seekor kura-kura raksasa mendarat di bukit batu. Dua orang melompat turun.
Orang sebelah depan yaitu seorang gadis berpakaian ungu yang rambutnya digulung ke atas. Dia bukan lain Luhjelita. Di belakangnya mengikuti seorang kakek berpipi kempot. Mulutnya yang tonggos kelihatan cengengesan sedang matanya belok lebar.
Kakek berhidung pesek ini mengenakan celana yang cuilan belakangnya sengaja didodorkan ke bawah demikian rupa hingga pantatnya yang hitam kasap budukan kelihatan ogel-ogelan kemana-mana. Di tangan kanannya kakek ini memegang sebuah rebana yang pinggirannya diberi kerincingan. Sambil menyanyi na… na… na… ni… ni… ni kakek ini pukulpukulkan rebana itu ke pantatnya. Gerakan kakinya berjalan mirip orang menari.
" Pendekar 212 Wiro Sableng! Aku Luhjelita tiba sesuai perjanjian! Lihat siapa ikut bersamaku!"
Habis berseru begitu Luhjelita melangkah mendekati tiga buah watu berbentuk tiang yang ujungnya lancip mencuat ke arah langit berhias bulan purnama penuh.

Kapak Maut Naga Geni 21214

SEMUA orang yang ada di bukit watu sama terkejut. Wiro segera berdiri berdiri. Peri Bunda serta merta melompat bangun. "Wahai , jadi ini sebabnya kau tiba ke bukit watu absurd ini , Wiro. Rupanya kau telah menciptakan perjanjian dengan Luhjelita…! Aku tidak cemburu. Tapi akan lebih baik kalau kita berdua segera tinggalkan bukit ini , pergi ke Puri Bahagia! Tak ada yang bisa mengikuti kita hingga di sana…."
"Tidak mungkin saya ikut bersamamu Peri Bunda. Ada urusan yang harus diperjelas dengan gadis itu."
"Membuat urusan dengan Luhjelita tidak akan memperjelas masalah. Malah akan memperburuk dan memperuncing suasana! Ikuti saya Wiro. Lekas tinggalkan tempat ini!" Peri Bunda ulurkan tangan menarik lengan Wiro. Tapi murid Sinto Gendeng ini segera mengelak.
Tiba-tiba ada cahaya merah melewati bulan purnama. Lalu satu sosok gemuk luar biasa , berpakaian serba merah , menjela panjang hingga ke tanah tahutahu kelihatan tegak di tiang watu runcing sebelah tengah. Demikian gemuknya makhluk ini tinggi lehernya dan dagu jadi satu. Selain gemuk gembrot tak karuan , ia juga mempunyai wajah buruk. Bulat selalu keringatan , dihias hidung pesek serta tahi lalat sebesar telur burung dara di pipi kiri. Karena cuilan samping kiri kanan pakaian sang Peri ini dibelah tinggi , tiupan angin menciptakan pakaian itu tersingkap lebar menyembulkan auratnya hingga ke pinggul.
"Aku bekerjsama sudah jemu dengan suasana di tempat ini! Sekarang untung ada hiburan! Ada pemandangan sedap menyegarkan! Waw! Montoknya pinggul peri gendut itu. Putih lagi!" bisik Setan Ngompol sambil cengengesan dan matanya melotot memandang ke arah Peri Sesepuh.
"Ini belum seberapa ," balas berbisik Naga Kuning.
"Ingat waktu ia duduk mengongkong pada ketika menolong kita dulu? Aku tidak sanggup memastikan apa kali ini ia pakai celana dalam atau tidak! Hik… hik…hik!" (Baca Episode sebelumnya berjudul "Peri Angsa Putih")
"Aku yakin , mirip dulu kini ini ia juga tidak pakai celana dalam. Makara buka matamu lebar-lebar. Jangan berkedip. Telat memandang hilang rejeki!"
kata Setan Ngompol pula kemudian tertawa cekikikan dan terkencing-kencing.
Luhcinta yang merasa terganggu oleh bisik-bisik serta tawa dua orang itu berpaling dan bertanya. "Apa yang kalian tertawakan? Kalian mentertawaiku?"
"Bukan! Tidak…. anu…. Peri gemuk itu. Biasanya ia tidak pakai celana dalam!" jawab Naga Kuning seenaknya walau Setan Ngompol telah menginjak kakinya supaya ia tidak bicara teledor.
Walau mukanya jadi berkerut mendengar katakata Naga Kuning itu namun Luhcinta kembali bertanya.
"Kau bisa berkata begitu , memangnya apa pernah melihat?"
"Hik… hik…. Tanyakan saja pada kakek ini! Dia yang paling lama dan paling asyik melihatnya!" jawab Naga Kuning. Luhcinta tersenyum dan geleng-geleng kan kepala kemudian berpaling ke arah formasi tiga watu berbentuk tiang.
"Peri Sesepuh!"
Peri Angsa Putih berseru kaget Siapa mengira kalau Peri yang menjadi pimpinan tertinggi di Negeri Atas Langit itu akan muncul di tempat itu.
"Peri Bunda , sedang apa kau di sini?!" Peri Sesepuh yang mukanya gembrot keringatan menegur.
Matanya memandang ke arah Peri Bunda. Sesaat kemudian ia alihkan pandangan , menyapu ke Seantero bukit watu yang diterangi cahaya bulan purnama.
"Hemm…. Ternyata ada banyak orang di tempat ini. Beberapa diantaranya sengaja sembunyi di balik bebatuan…." Peri Sesepuh yang sakti ini ternyata sudah mengetahui bahwa selain Peri Bunda , Wiro Sableng , Luhjelita dan kakek absurd yang dikenalnya dengan nama Si Pelawak Sinting , masih ada beberapa orang lain di bawah sana.
Peri Bunda tekukkan lututnya memberi hormat kemudian mendongak ke arah Peri Sesepuh yang tegak di atas tiang watu runcing.
"Peri Sesepuh , Peri Pimpinan di Negeri Atas Langit , mohon maafmu. Aku tidak sempat memberi tahu sebelum turun ke bumi. Ada satu keperluan yang harus saya urus di tempat ini."
"Aku tidak ingin tahu apa urusanmu. Tapi saya melihat ada yang tidak beres bakal terjadi di bukit watu ini. Karenanya lekas kau ikut saya kembali ke Negeri Atas Langit. Sesuatu telah terjadi di sana. Kamar ketiduranmu dijebol orang!"
Terkejutlah Peri Bunda mendengar kata-kata Peri Sesepuh itu. Hatinya sesaat bimbang sebelum berkata.
"Terima kasih wahai Peri Sesepuh. Kau telah sudi tiba memberi tahu. Aku akan segera kembali. Tapi saya mohon biarkan saya menuntaskan urusan lebih dulu. Izinkan saya membawa perjaka ini ke satu tempat. Dia harus diselamatkan dari ancaman maut…."
"Wahai Peri Bunda , tidak pernah kutahu kalau kau akrab dengan perjaka asing yang tiba dari negeri seribu dua ratus tahun mendatang itu. Setahuku ia yaitu sahabatnya Peri Angsa Putih…."
"Peri Sesepuh , izinkan kami pergi…."
Peri Sesepuh tersenyum. "Jika kau memikirkan keselamatan perjaka itu , biar saya yang membawanya. Katakan ke tempat mana saya harus pergi. Sementara kau boleh menuntaskan urusan di tempat ini!"
Peri Bunda jadi galau mendengar kata-kata Peri pimpinannya itu. "Peri Sesepuh , saya mohon…. Aku tak ingin merepotkanmu. Biar saya yang membawa perjaka ini…."
"Para Peri dari atas langit!" tiba-tiba Luhjelita berseru. Dari tadi ia sudah tidak sabaran melihat dan mendengar percakapan dua Peri itu. "Jika kalian hendak berbincang-bincang menuntaskan urusan , cari saja tempat lain. Jauh-jauh hari tempat ini sudah kutetapkan sebagai tempat pertemuan dengan Pendekar 212 Wiro Sableng. Harap kalian suka pergi dari sini!"
Peri Sesepuh yang merasa tersinggung mendengar kata-kata Luhjelita itu sunggingkan senyum mengejek kemudian menjawab. "Luhjelita , gadis perayu lelaki! Kau rupanya! Apakah pertemuanmu dengan perjaka itu menyangkut urusan rayu merayu , urusan cinta murah? Atau kau hendak melanjutkan perbuatan malu yang kau lakukan bersamanya di dalam goa dulu?"
"Peri lancang mulut! Tidak kukira mulutmu sekotor itu! Kau berserikat dalam tuduhan! Aku ke bukit watu ini justru untuk membuktikan bahwa kalian bangsa Peri bukanlah makhluk suci dan baik!"
"Wahai , apa maksudmu gadis perayu?" tanya Peri Sesepuh.
"Aku akan membuktikan bahwa salah seorang Perimu yakni yang berjulukan Peri Angsa Putih yaitu peri jahat yang bermaksud hendak membunuh perjaka asing itu dengan sekuntum mawar beracun! Tapi kenyataan diputar balik. Tuduhan diacungkan ke arahku! Sungguh keji dan busuk!"
Muka bulat gemuk dan keringatan Peri Sesepuh kelihatan berkerut. "Kau menuduh Peri Angsa Putih selagi ia tidak berada di sini untuk membela diri. Aku tidak bisa mendapatkan tuduhan mirip itu! Karenanya kuharap kau dan kawanmu kakek sinting itulah yang segera angkat kaki dari bukit watu ini!"
"Peri Sesepuh! Aku ada di sini!" Tiba-tiba ada bunyi berseru dari balik sebuah watu besar. Di lain kejap muncullah Peri Angsa Putih. Wajahnya agak pucat dan sepasang matanya mirip sembab.
"Wahai! Sungguh tidak disangka kau rupanya telah ada di sini Peri Angsa Putih. Mengapa sengaja bersembunyi semenjak tadi?"
Wajah Peri Angsa Putih menjadi bersemu merah.
"Maafkan saya Peri Sesepuh. Saya tidak ingin merusak suasana pertemuan antara Peri Bunda dengan perjaka berjulukan Wiro Sableng itu ," jawab Peri Angsa Putih pula. Kini wajah Peri Bundalah yang berubah merah.
"Peri Angsa Putih!" Peri Bunda menegur. "Ucapanmu seolah memberi kesan saya punya korelasi rahasia dan tidak baik dengan perjaka ini!"
"Aku tidak menyampaikan begitu Peri Bunda ," jawab Peri Angsa Putih. "Tapi saya memang ingin memberikan sesuatu yang bukan saja memberi kesan , tapi mungkin bisa membuktikan bahwa memang ada sesuatu yang hendak kau sembunyikan di balik pertemuanmu dengan perjaka itu!"
Peri Bunda maju dua langkah mendekati Peri Angsa Putih. Suaranya keras tapi bergetar ketika ia bertanya. "Apa maksudmu dengan ucapanmu itu Peri Angsa Putih?"
Peri Angsa Putih meraba ke balik pakaian putihnya.
"Tunggu dulu!" Peri Sesepuh berseru kemudian berpaling pada Luhjelita. "Gadis perayu , lantaran Peri Angsa Putih sudah ada di sini , saya memberi kesempatan padamu untuk membuktikan bahwa memang ia yang telah berniat jahat hendak membunuh perjaka asing itu dengan mawar kuning beracun!"
Luhjelita yang jadi kesal lantaran terus-terusan dipanggil dengan sebutan "gadis perayu" menjawab tak kalah ketus bahkan kurang ajar. "Peri gendut hidung pesek! Aku tiba kemari membawa seorang saksi kakek berjuluk Si Pelawak Sinting ini! Dia bersedia memberi kesaksian bahwa bukan saya yang melepas bunga mawar beracun di anak sungai. Bunga yang kemudian diambil oleh Wiro , diciumnya kemudian membuatnya jatuh pingsan hampir sekarat"
Peri Sesepuh mendengus marah. Mukanya mengelam.
"Kakek sinting yang otaknya miring bagaimana mungkin bisa dijadikan saksi? Bicaranya saja pasti ngacok! Dari tadi kulihat kerjanya hanya menyanyi dan menari. Pakai celanapun ia tidak karuan!"
Di bawah watu berbentuk tonggak tinggi kakek berjuluk Si Pelawak Sinting (yang palsu) berjulukan orisinil Labodong tertawa mengekeh. Dia goyangkan rebananya hingga mengeluarkan bunyi berkerincing keras.
Setelah menyanyi na… na… na… ni… ni… ni diapun berkata.
"Peri Sesepuh , waw… waw! Terima kasih kau telah memuji otakku yang miring , bicaraku yang ngacok serta celanaku yang kedodoran! Terima kasih , berarti kau semenjak tadi belakang layar memperhatikan diriku! Ha…ha… ha! Wahai , sudah semenjak lama tidak ada wanita yang memperhatikan aku. Apa lagi seorang Peri sepertimu.
Terima kasih… terima kasih! Ha… ha… ha! Kau tahu wahai Peri Sesepuh , seorang saksi berotak waras terkadang bisa jadi sinting lantaran tekanan. Aku yang kau bilang sinting hari ini tengah berpikiran cerah! Aku ingat betul apa yang terjadi di tepi sungai kecil dulu itu lantaran saya melihat dengan mata kepalaku sendiri. Sobatku berjulukan Luhjelita ini memang bukan ia yang meracun perjaka itu dengan mawar kuning. Aku kebetulan berada di anak sungai ketika itu. Makara tahu betul hanya ada dua orang di situ yakni Peri kerabatmu berjulukan Peri Angsa Putih itu serta Luhjelita…. Ketika Luhjelita muncul di tepi anak sungai , perjaka itu sudah lebih dulu keracunan , pingsan sekarat sehabis mencium bunga mawar beracun yang konon hanya tumbuh di Negeri Atas Langit , negeri kalian kaum Peri…."
"Tidak semudah itu mendapatkan kesaksianmu Pelawak Sinting!" tukas Peri Sesepuh , "Bisa saja Luhjelita telah lebih dulu meluncurkan bunga beracun itu ke dalam aliran sungai kecil. Lalu ketika perjaka itu pingsan ia muncul akal-akalan hendak menolong…."
"Tidak , Luhjelita tidak muncul untuk menolong ,"
memotong Si Pelawak Sinting. Lalu sambil melirik pada Luhjelita yang ada di sampingnya ia berbisik.
"Apa saya katakan pada Peri gendut itu kau kulihat dalam keadaan bugil , tengah menggerayangi cuilan bawah perut di balik celana Wiro Sableng?"
"Jangan melantur! Kurobek mulutmu jikalau kau membuka rahasia yang satu itu! Yang terang kau tahu saya tidak meracuni Wiro dengan bunga mawar kuning!" kata Luhjelita cepat
"Pelawak sinting , jikalau tidak bermaksud menolong perjaka itu , kemudian apa yang dilakukan Luhjelita?" bertanya Peri Sesepuh.
"Aku tidak tahu. Yang terang ketika saya mendatangi ia lantas kabur. Aku kemudian menolong perjaka yang keracunan itu. Aku mengetuk pusarnya dengan gagang gayung hingga racun yang ada dalam tubuhnya larut ke cuilan tubuh sebelah bawah , tidak memasuki jantung…."
"Pelawak Sinting berapa kau dibayar Luhjelita
untuk memberi kesaksian palsu itu?" tanya Peri Sesepuh sambil sunggingkan senyum mengejek di mukanya yang gembrot keringatan.
"Aku tidak dibayar dan kesaksianku tidak palsu!"
jawab Si Pelawak Sinting kemudian goyang rebananya beberapa kali. Kakinya bergerak-gerak menari dan dari mulutnya keluar bunyi nyanyi na… na… na… ni… ni…ni!
"Kalau kau tidak dibayar pasti kau sudah larut dalam peluk rayunya!" Yang berkata yaitu Peri Bunda.
Luhjelita delikkan mata dan mendamprat. "Peri baju biru! Mukamu bagus tapi mulutmu kotor. Tubuh dan pakaianmu harum tapi hatimu busuk! Kalau kau tidak bisa membela Peri Angsa Putih jangan bicara serendah itu! Apakah begitu tata cara bicara kaum Peri di Negeri Atas Langit?"
"Aku tak perlu dibela lantaran memang bukan saya yang membuang mawar kuning beracun ke dalam aliran sungai!" Peri Angsa Putih tiba-tiba berkata seraya maju beberapa langkah hingga ia kini berdiri sempurna di hadapan Peri Bunda.
Dari balik pakaiannya Peri Angsa Putih keluarkan dua kuntum mawar kuning yang telah layu. "Peri Bunda , saya tidak tahu kau akan berdalih bagaimana. Tapi dua kuntum mawar beracun ini saya temui dalam jambangan rotan di kamarmu!"
Di atas tiang watu Peri Sesepuh terkejut Peri Bunda sendiri pucat wajahnya. Luhjelita tak kalah kagetnya sedang Pendekar 212 melongo garuk-garuk kepala.
"Peri Bunda , jadi kau rupanya!" ujar Peri Sesepuh sambil geleng-geleng kan kepala.
Setan Ngompol ikut-ikutan gelengkan kepalanya.
"Peri secantik itu tidak sangka berhati begitu jahat!"
"Tapi apa alasannya ia hendak membunuh sahabat kita Wiro?" tanya Naga Kuning.
"Sahabat-sahabatku , kuharap kalian mau bersabar dan tidak berisik. Segala perbuatan yang tidak berdasarkan kasih antara sesama makhluk akan segera tersingkap…" kata Luhcinta. Ketiga orang itu hingga ketika itu masih mendekam di tempat persembunyian mereka.
"Peri Bunda!" Dari atas tiang watu berujung lancip kembali Peri Sesepuh menegur. "Kau telah melaksanakan satu perbuatan sangat keji! Apa alasanmu berbuat begitu?!"
"Peri Sesepuh…." Peri Bunda gigit bibirnya sendiri.
Wajahnya masih pucat Dia pegangi dadanya dengan dua tangan kemudian kepalanya digelengkan berulang kali.
"Kau tak mau menjawab. Tapi saya sudah sanggup mengira apa yang tersembunyi di balik perbuatanmu itu! Kau bekerjsama mengasihi perjaka asing itu. Kau tidak ingin kehilangannya. Kau sudah bertekad menghadapi malapetaka apapun asal kau bisa mendapatkan dia. Karena itu kau lebih dulu ingin mencelakai dan mengadu domba Peri Angsa Putih dan Luhjelita. Jika perjaka itu menaruh syak wasangka pada mereka bukankah berarti kau mendapat jalan untuk merebut hatinya?!"
Mendengar kata-kata Peri Sesepuh itu , Peri Angsa Putih mau tak mau membatin. "Itu sebabnya Peri Bunda ingin membawa Wiro ke Puri Bahagia. Dia ingin berdua-dua dengan perjaka yang dikasihinya itu. Sungguh tidak kuduga…."
Peri Bunda mendongak memandang ke arah Peri Sesepuh. "Peri Sesepuh…" desisnya. Lalu satu teriakan dahsyat keluar dari verbal Peri Bunda. "Tidak…! Tidaaakkkk!"
"Apa yang tidak Peri Bunda.." hardik Peri Sesepuh.

Kapak Maut Naga Geni 21215

WAJAH Peri Bunda yang tadinya pucat kini berubah merah mirip saga. Air mukanya tak kalah bengis dengan paras Peri Sesepuh.
"Tidaaaakkkk!" Peri Bunda kembali berteriak.
Teriakannya menggelegar di seantero malam , menggetarkan Seantero bukit batu.
"Peri Bunda! Jangan hingga menciptakan saya menjatuhkan tangan aturan dan kutuk ketika ini juga! Lekas berlutut dan akui perbuatanmu!" Peri Sesepuh keluarkan bunyi keras lantang.
"Kau!"
Tiba-tiba Peri Bunda tudingkan jari telunjuk tangan kanannya tepat-tepat ke arah Peri Sesepuh. "Aku tidak berbuat! Bukan saya yang meracuni perjaka itu. Tapi kau! Kau Peri Sesepuh! Kau! Dua bunga mawar kuning beracun itu saya temukan dalam kamarmu! Sengaja saya ambil kemudian saya simpan dalam kamarku! Ketika insiden bunga itu hanyut di aliran anak sungai , bukankah kau juga berada di sekitar situ? Bahkan sempat bicara denganku? Waktu itu bekerjsama saya juga melihat dua kuntum bunga mawar ada di balik lipatan pakaian merahmu!"
Semua orang yang ada di tempat itu jadi terkejut besar. Luhcinta saking kagetnya sampai-sampai melompat keluar dari persembunyiannya. Diikuti oleh Naga Kuning dan Setan Ngompol.
Di atas watu wajah Peri Sesepuh pucat pasi mirip melihat setan. Mulutnya bergetar.
"Peri Bunda! Kau menuduhku? Kau sengaja hendak memutar balik kenyataan? Benar-benar busuk budi pekertimu! Kau layak kuhabisi ketika ini juga!"
Selesai berkata begitu Peri Sesepuh kibaskan tangan kanannya ke bawah. Segulung cahaya merah menggelegar , menyambar ke arah Peri Bunda.
"Tunggu!" teriak Luhjelita.
"Tahan!" Pendekar 212 ikut berteriak.
"Peri Sesepuh! Jangan!" Peri Angsa Putih juga berteriak keras.
Namun Peri Sesepuh tetap terus menghantam. Larikan sinar merah menggelombang membuntal tambah cepat dan tambah dekat ke arah Peri Bunda.
Sementara Peri Bunda sendiri tidak melaksanakan sesuatu seolah pasrah dirinya hendak dibantai orang!
Terpaksa tiga orang itu bertindak cepat. Wiro , Luhjelita dan Peri Angsa Putih sama-sama gerakkan ajun , menghantam ke atas.
Selarik sinar Jingga menderu dahsyat keluar dari telapak tangan Luhjelita. Selain menebar hawa panas pukulan ini sanggup menciptakan lawan menjadi lemas tak berdaya.
Dari ajun Peri Angsa Putih melesat satu sinar putih. Inilah pukulan sakti yang disebut Membalik Langit Menggulung Bumi. Pukulan ini sanggup menciptakan setiap serangan lawan berbalik menghantam pemiliknya sendiri!
Sinar ke tiga yang mencuat laksana perak menyala menyilaukan mata dan menebar panas luar biasa yaitu pukulan Sinar Matahari yang dilepaskan Pendekar 212.
"Bummm!"
"Bummm!"
"Blaarrr!"
Tiga dentuman dahsyat menggelegar di malam bulan purnama itu. Bukit watu laksana dilanda geluduk dihantam gempa. Batu-batu besar bergelundung bergemuruh. Beberapa orang keluarkan usul tegang. Tiga watu hitam berbentuk tiang berujung lancip , termasuk dimana Peri Sesepuh semenjak tadi berdiri tegak , keluarkan bunyi berderak. Lalu patah dan roboh berkeping-keping. Sosok Peri Sesepuh sendiri kelihatan mencelat tinggi ke udara. Pakaian merahnya terbakar hangus di beberapa tempat Walau kemudian ia bisa berjungkir balik dan melayang turun injakkan kaki di tanah namun tubuhnya tampak menghuyung. Rambutnya yang digulung berbusai riap-riapan. Wajahnya sepucat kain kafan. Pakaian merahnya hangus dan robek hingga dada , perut dan pahanya tersingkap bugil. Sang Peri sadar akan keadaan auratnya. Dia berusaha gerakkan tangan untuk menutupi tubuh. Tapi sepasang tangannya seolah kaku , sulit digerakkan!
Dari mulutnya perlahan-lahan keluar lelehan darah. Bentrokan kekuatan sakti dahsyat tadi menciptakan satria 212 Wiro Sableng terjengkang dan sesak nafas untuk beberapa ketika Tangan kanannya kaku. Di cuilan lain Peri Angsa Putih terpental dan jatuh tak jauh dari Luhcinta. Luhcinta segera memberi pertolongan. Luhjelita sendiri ketika itu tampak merangkak , berusaha berdiri. Dia batuk-batuk beberapa kali kemudian semburkan darah kental. Peri Bunda yang berada di dekatnya segera mendatangi.
Si Pelawak Sinting tampak kelabakan , melangkah kian kemari mencari-cari rebananya yang tadi mental akhir letusan-letusan dahsyat Celananya yang selalu kedodoran ketika itu bukan cuma kedodoran tapi sudah merosot hingga ke bawah paha. Dia tidak sadar kalau auratnya tersembul ke mana-mana.
Naga Kuning tersandar di sebuah watu , pucat pasi dan sulit bernafas. Tapi tawanya kemudian tersembur ketika melihat keadaan Si Pelawak Sinting yang pakaiannya tidak karuan disebelah bawah. Akan halnya Si Setan Ngompol , kakek satu ini terbadai di tanah dalam keadaan menungging. Mulutnya komat kamit entah mengucap apa. Di sebelah bawah air kencingnya mengucur tiada henti!
Sambil pegangi dadanya yang berdenyut sakit Pendekar 212 Wiro Sableng melangkah mendekati Peri Sesepuh. Sang Peri memandang dengan mata besar dan wajah membayangkan rasa takut
"Wiro , saya mengaku salah…. Kalaupun kau bunuh saya ketika ini saya mendapatkan pasrah…" kata sang Peri dengan bunyi sangat perlahan dan bergetar.
"Peri Sesepuh , apa benar kau yang hendak membunuh saya dengan mawar beracun itu?" bertanya Pendekar 212.
Peri Sesepuh semburkan ratap tangis kemudian anggukkan kepalanya berulang kali. Suara tangisnya semakin menjadi-jadi ketika Wiro pegang bahunya dan bertanya dengan bunyi lembut , tampaknya tanpa ada rasa murka , tanpa ada rasa dendam. Hal ini menciptakan hati Peri Sesepuh serasa disayat-sayat.
"Memang… memang saya yang melakukannya…"
ucap Peri Sesepuh mengakui dan kembali menganggukkan kepala berulang kali sambil tekap wajahnya dengan dua tangan. Murid Sinto Gendeng terdiam kemudian garuk-garuk kepalanya.
"Kenapa Peri Sesepuh…. Kenapa kau melaksanakan itu? Apakah saya pernah menciptakan dosa padamu? Apakah saya pernah menyakiti hatimu?"
"Tidak… Kau tidak pernah berbuat salah apaapa…. Kau lelaki paling baik yang pernah saya kenal…."
"Atau mungkin lantaran kau juga ikut mengira saya telah berbuat malu dengan Luhjelita mirip yang kini tersebar luas di seluruh negeri? Tapi bukankah kabar jahat itu tersiar kemudian , sehabis insiden mawar beracun itu?"
"Wiro , saya tahu kau orang baik. Aku juga yakin kau tidak berbuat sekeji itu terhadap siapapun , juga terhadap Luhjelita…."
"Lalu Peri Sesepuh , kenapa kau hendak meracuni saya? Apa alasanmu? Kau belum menjawab…."
Tangis Peri Sesepuh semakin keras. Bahunya berguncang-guncang.
"Peri Sesepuh , apakah kau mau menjelaskan alasanmu hendak meracuni saya?" Wiro kembali bertanya.
Setelah tangisnya reda perlahan-lahan Peri Sesepuh turunkan ke dua tangannya. Dia menatap pada Wiro , kemudian pada Peri Angsa Putih dan Peri Bunda. Dia juga melayangkan pandangan pada Luhjelita dan Luhcinta. Dalam sesenggukan ia berucap.
"Aku Peri tertinggi di Negeri Atas Langit. Tapi nasibku sangat malang. Aku yaitu Peri dengan wajah dan tubuh paling buruk. Aku tak mungkin bersaing dengan Peri lainnya , terutama Peri Bunda dan Peri Angsa Putih…."
"Kau Peri pimpinan mereka , kau peri panutan. Mereka bisa disebut sebagai Peri-Peri asuhmu. Lalu mengapa kau menyampaikan tidak mungkin bersaing dengan mereka? Apa maksudmu Peri Sesepuh?" tanya Wiro.
"Mereka mempunyai paras wajah sangat cantik. Sedang aku… kau lihat sendiri. Mana mungkin saya bersaing memperebutkan dirimu…."
"Memperebutkan diriku?" ujar Wiro heran.
Peri Sesepuh usap wajahnya yang lembap oleh air mata dan keringat kemudian mengangguk. "Walau kami saling merahasiakan , tetapi kami sama tahu bahwa kami bertiga sama-sama sangat mencintaimu! Cuma sayang , dalam keterbatasan diriku saya menempuh jalan salah. Aku ingin menyingkirkanmu. Aku berpikir , jikalau saya tidak bisa mendapatkan dirimu maka dua peri itu juga dilarang mendapatkan dirimu!" Peri Sesepuh kembali menutup wajahnya dengan dua tangan kemudian terisak-isak menahan tangis. Dia kemudian memandang pada Peri Angsa Putih dan Peri Bunda. Kemudian menatap kembali pada perjaka di hadapannya.
"Dosaku besar nian. Bukan saja terhadapmu Wiro. Tapi juga pada dua kerabatku Peri Angsa Putih dan Peri Bunda. Juga pada gadis berjulukan Luhjelita itu. Perbuatanku sempat menyengsarakan dirinya hinga ia terkena tuduhan jahat. Wiro , juga kalian semua. Aku siap mendapatkan hukuman. Kalian bunuhpun ketika ini saya nrimo menerima…."
Murid Eyang Sinto Gendeng dari Gunung Gede pandangi wajah Peri Sesepuh beberapa lamanya. Ada rasa hiba menyeruak di lubuk hatinya. Sambil memegang pundak sang Peri ia membungkuk dan berbisik.
"Peri Sesepuh , jangan katakan parasmu tidak cantik. Bagiku kecantikanmu tidak kalah dengan Peri Bunda dan Peri Angsa Putih. Cuma memang kau agak nakal…."
Sepasang mata Peri Sesepuh membesar. Lalu mulutnya menyeruakkan senyum. Tawanya keluar tidak tertahankan lagi.
"Eh , ada apa dengan Peri gendut itu!" kata Naga Kuning heran sambil menggamit Setan Ngompol."
Barusan ia menangis meratap habis-habisan. Sekarang malah tertawa…."
"Peri Sesepuh ," Wiro berucap. "Kau tak perlu bersedih. Tak perlu memikirkan kasus ini berpanjangpanjang. Tidak ada dosa dan kesalahan yang harus kau tanggung. Saya memaafkan semua perbuatanmu…."
"Wiro…." ujar Peri Sesepuh , "apa saya tidak salah mendengar dan kau tidak keliru berucap?"
"Saya memaafkanmu ," ulang Wiro.
Peri Sesepuh berseru keras kemudian jatuhkan diri hendak memeluk dua kaki Wiro. Sang Pendekar cepat pegang pundak Peri Sesepuh. Susah payah ia mengangkat tubuh yang beratnya ratusan kati itu , membantu sang Peri berdiri. Peri Sesepuh kucurkan air mata dan lingkarkan tangannya ke punggung Wiro. Pendekar 212 tersenyum. Tangan kiri menepuk-nepuk pundak Peri Sesepuh sedang ajun menggaruk kepala.
"Assssyyiiikkkk…" kata Naga Kuning sambil tertawa lebar. "Ini memang kesempatan bagus untuk memeluk si sableng itu. Lain ketika bisa banyak yang cemburu!" Lalu bocah konyol ini berpaling pada Setan Ngompol. "Kalau kau ingin dipeluk Peri gembrot itu lekas dekati dia…."
"Bocah setan!" maki si kakek.
"Kami berdua juga memaafkanmu Peri Sesepuh!"
Peri Sesepuh lepaskan pelukannya di punggung Wiro dan memandang ke arah Peri Angsa Putih dan Peri Bunda yang barusan sama-sama berucap. Dengan berurai air mata ia melangkah menghampiri dua kerabatnya itu. Ketiga peri itu kemudian saling rangkul bertangis-tangisan. Sambil menyelidiki air matanya Peri Sesepuh berkata.
"Kerabat-kerabatku , untuk sementara saya tidak akan kembali ke Negeri Atas Langit. Pimpinan negeri kuserahkan padamu wahai Peri Bunda…."
"Memangnya kau mau pergi kemana Peri Sesepuh?" tanya Peri Bunda.
"Aku tidak tahu. Mungkin saya perlu memencilkan diri bersunyi-sunyi di satu tempat. Entah hingga berapa lama." Peri Sesepuh kemudian ciumi satu persatu kening dua kerabatnya itu. Sang Peri kemudian menghampiri Luhjelita dan cubit pipi gadis bagus ini dan berkata. "Aku tahu , waktu di tepi telaga kau menggerayangi perjaka itu bukan hendak mencelakainya.
Tapi kau tengah berusaha mendapatkan satu ilmu dahsyat. Kau tak usah kawatir , tiga tahi lalat yang ada di bawah pusar perjaka itu bisa kau dapatkan. Asal kau pintar dan tahu caranya!" Sementara Luhjelita terbelalak kaget mendengar ucapan yang tidak diduganya itu Peri Sesepuh tertawa cekikikan sambil melangkah menghampiri Luhcinta. Dia pegang dua tangan si gadis dan berbisik sangat perlahan hingga tak ada yang mendengar. "Kau yang paling beruntung diantara semua kami. Jika kelak kau mendapatkannya jangan lupakan diri kami. Kami ikut menitipkan kasih sayang kami untuknya dilubuk hatimu yang paling suci…."
"Aku… saya mendapatkan siapa maksudmu Peri Sesepuh?" tanya Luhcinta.
Sang Peri tersenyum kemudian membisikkan satu nama ke indera pendengaran Luhcinta yang menciptakan gadis ini melirik ke arah Pendekar 212 Wiro Sableng.
Sebelum pergi Peri Sesepuh layangkan senyum dan pandangannya pada Si Setan Ngompol , Si Pelawak Sinting dan Naga Kuning. Lalu ia berpaling sekali lagi pada Wiro. Sang Pendekar balas tersenyum. Lalu susun dua jari tangan kanannya di atas bibir kemudian layangkan cium jauh pada Peri Sesepuh. Peri gemuk itu tekap mulutnya menahan tawa tapi masih bisa membalas genit dengan kedipkan mata sebelum berkelebat lenyap.
"Si sableng itu!" kata Setan Ngompol. "Dia yang bekerjsama ganjen duluan! Jangan disalahkan kalau Peri Gendut itu hingga kecantol habis-habisan padanya!"
"Peri Sesepuh , kalau saja kakek sobatku ini yang kau pilih pasti urusan bisa beres dan kita bisa berhelat besar di negeri ini!" kata Naga Kuning pula sambil tepuk-tepuk perut Si Setan Ngompol.
Sambil terkencing-kencing lantaran perutnya ditepuk Setan Ngompol berkata. "Mana mungkin saya dapatkan peri gendut itu. Saat ini saya punya tentangan berat! Lihat kakek berjuluk Pelawak Sinting itu! Dia hingga memperagakan diri menyembulkan anunya supaya terlihat kejantanannya o!eh Peri Sesepuh. Padahal menurutku ia cuma punya sebuah terong rebus yang sudah penyok!" Saat itu Si Pelawak Sinting memang masih sibuk melangkah mundar mandir mencari rebananya. Sejak saudaranya Si Pelawak Sinting yang orisinil tidak memperbolehkannya membawa tambur kulit dan payung daun , ia terpaksa mempergunakan rebana berkerincing.
Semua orang yang ada di situ tertawa bergelak. Termasuk Peri Angsa Putih , Peri Bunda , Luhjelita dan Luhcinta malah wajah keempat mereka ini tampak bersemu merah dan palingkan muka ke jurusan lain , tak berani melihat ke arah Si Pelawak Sinting yang masih terus berjalan kian kemari tanpa sadar kalau cuilan bawah tubuhnya terbuka melompong!

TAMATSegera terbit:
HANTU SANTET LAKNAT

No comments for "Diam-Diam Mawar Beracun WIRO SABLENG Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 Karya: Bastian Tito"