Peri Belibis Putih WIRO SABLENG Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 Karya: Bastian Tito

WIRO SABLENG
Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya: Bastian Tito
EP : PERI ANGSA PUTIH / PETUALANGAN WIRO DI LATANAHSILAM


Sinopsis :
HANTU TANGAN EMPAT PANDANGI WAJAH PERI ANGSA PUTIH SESAAT LALU BERKATA. "ADALAH ANEH! WAHAI! BIASANYA PARA PERI YANG DATANG MEMBAWA BERKAH. KINI JUSTRU ENGKAU SEBAGAI PERI YANG MEMOHON BERKAH PADA KAKEK JELEK DAN TOLOL SEPERTI DIRIKU INI!" "KEK , JANGAN KAU MERENDAH SEPERTI ITU. KALAU AKU TIDAK YAKIN KAU BISA MENOLONG TIDAK NANTI AKU DATANG KEMARI…." "BAIKLAH WAHAI CUCUKU. KATAKAN BERKAH PERTOLONGAN APA YANG HENDAK KAU MINTAKAN PADAKU?" PERI ANGSA PUTIH BUKA GULUNGAN PAKAIAN PUTIHNYA DI SEBELAH PINGGANG DI MANA WIRO DAN KAWAN-KAWANNYA BERADA. KETIGA ORANG INI KEMUDIAN DILETAKKANNYA DI ATAS RUMPUT BIRU , DI DEPAN BATU DATAR DI HADAPAN SI KAKEK. HANTU TANGAN EMPAT SAMPAI MELESAT SATU TOMBAK KE UDARA SAKING KAGETNYA MELIHAT KETIGA MAKHLUK KECIL DI ATAS RUMPUT ITU. DARI ATAS SAMBIL MEMANDANG KE BAWAH DIA BERKATA DENGAN SUARA GEMETAR. "WAHAI CUCUKU PERI ANGSA PUTIH. KATAMU KAU DATANG MEMINTA BERKAH PERTOLONGAN PADAKU. TAPI TAHUKAH ENGKAU BAHWA KAU SEBENARNYA MEMBAWA BENCANA PADAKU?"

2121

INDAHNYA bulan purnama dengan sinarnya yang lembut terang tidak terlihat di daerah Telaga Lasituhitam. Air telaga tetap menghitam , suasana dicekam kesunyian dan udara terasa hirau taacuh pengap. Angin seolah tidak mau bertiup menyapu permukaan telaga dan daerah sekitarnya.
Jauh di bawah dasar telaga , dalam sebuah ruangan diterangi dua belas obor , yang disebut Ruang Dua Belas Obor , di atas sebuah tempat ketiduran terbuat dari kerikil , duduk satu sosok tubuh abnormal yang kepalanya mempunyai dua muka. Satu di depan satunya lagi di belakang. Muka sebelah depan dan muka sebelah belakang mempunyai raut serta bentuk yang sama , yaitu wajah ganteng seorang lelaki berusia sekitar empat puluhan. Bedanya yang di depan berkulit kuning sedang di muka sebelah belakang hitam keling.
Selain kecacatan angker pada kepalanya yang bermuka dua itu , makhluk ini mempunyai sepasang mata yang masing-masing bola matanya tidak berbentuk bundar melainkan berupa segi tiga berwarna hijau menggidikkan. Konon bentuk segi tiga bola matanya ini menjadi pelambang tiga sifat yang dimilikinya hingga ia dijuluki Hantu Segala Keji , Segala Tipu , Segala Nafsu.
Di samping kiri dan kanan ranjang kerikil tempat orang bermuka dua duduk , empat orang gadis anggun bersimpuh di lantai. Mereka mengenakan pakaian dari kulit kayu namun tak ada artinya sebagai epilog aurat. Selain tipis , pakaian itu hanya terdiri dari beberapa potongan kecil yang menciptakan tubuh keempat gadis itu nyaris terlihat bugil.
Mahluk bermuka dua , yang punya dua pasang abnormal dan angker ini , tidak sepasangpun dari mata itu memperhatikankan wajah-wajah anggun dan tubuh-tubuh elok mulus para gadis yang ada di sekitarnya. Ada dua pasang mata di sebelah belakang berputar-putar memandang ke langit-langit ruangan. Sementara dua mata disebelah depan memandang tak berkesip ke arah pekarangan. Di dua muka orang di atas ranjang kerikil itu terang terlihat bayangan ketidaksabaran.
Dua mata pada muka sebelah depan sesaat membuka tambah lebar. Dari mulutnya keluar bunyi mengeluh “Apa yang dilakukan wanita celaka itu! Wahai , kuliner pekerjaan begitu gampang saja beliau pergi berapa usang .Belum muncul hingga dikala ini Apa saya harus murka lagi? Minta darah lagi?!" Dua mata sebelah depan Ini terus membelalak tak berkedip Memandang ke arah pintu masuk.
Beda lagi dengan muka ke dua yakni muka berkulit hitam legam di sebelah belakang. Mulutnya berkomat kamit. Sesaat kemudian mulutnya berucap. "Janganjangan wanita satu itu pergunakan kesempatan kabur melarikan diri!" "Wahai! Kalau itu hingga dilakukannya!" menyahuti lisan sebelah depan. "Alamat dirinya akan menjadi penghuni Ruangan Obor Tungga!"
"Tunggu…!" lisan muka berwajah hitam keling di sebelah belakang berkata. "Tidakkah kau dengar langkahlangkah kaki halus melintas di Ruang Empat Obor. Bergerak menuju ke sini!"
Sesaat kemudian di pintu Ruang Dua Belas Obor melangkah masuk seorang gadis berwajah sangat cantik. Rambutnya yang hitam digulung di atas kepala hingga kuduknya yang putih dan ditumbuhi bulu-bulu halus tersembul memikat. Gadis ini mengenakan pakaian kulit kayu dicelup jelaga berwarna Jingga , dihias dedaunan aneka warna di pecahan belakang dan dada.
"Lain yang dinantikan lain yang datang! Wahai!" Mulut sebelah belakang orang di atas ranjang kerikil berseru.
Wajah di pecahan depan tersenyum lebar. "Luhjelita kekasihku! Wahai! Kutunggu-tunggu kau tak pernah muncul. Tidak diharap-harap kau tahu-tahu datang! Wahai! Kau menciptakan diriku jadi kikuk depan belakang!"
Gadis yang barusan masuk berhenti tiga langkah di samping kanan ranjang batu. Matanya yang bening bagus menyapu pada empat sosok gadis di depannya. Sepasang alis matanya perlahan-lahan naik ke atas. Mulutnya terkatup rapat-rapat.
"Ha… ha! Kau mulai cemburu!! Wahai!" Mulut sebelah depan orang bermuka dua berseru. Lalu beliau tepukkan tangannya tiga kali. Melihat isyarat ini empat gadis anggun yang duduk di lantai serta merta bangun berdiri dan tinggalkan Ruangan Dua Belas Obor.
"Kekasihku Luhjelita! Wahai! Berucaplah. Katakan padaku apa hatimu sedang bahagia atau tengah diselimuti kegundahan! Melihat air mukamu , apa yang selama ini kau cari dan kau rahasiakan padaku masih belum kau dapatkan! Wahai! Betulkah dugaanku?!"
Gadis berpakaian Jingga dudukkan dirinya di atas ranjang kerikil di samping orang bermuka dua. Lalu dengan bunyi perlahan lirih yang menciptakan darah bergejolak panas beliau berkata. "Aku tiba karena saya rindu sokali padamu , wahai Hantu Muka Dua…."
Orang bermuka dua yang duduk di atas tempat ketiduran kerikil dan dipanggil dengan nama Hantu Muka Dua tertawa bergelak.
"Wahai! Rindu yaitu penyakit maha nikmat orang-orang bercinta! Akupun tak kalah rindu Luhjelita!" Mulut sebelah depan berkata kemudian kepala dua muka itu bergerak hendak mencium si gadis. Tapi Luhjelita dengan perilaku manja mendorong dada Hantu Muka Dua dan jauhkan kepalanya seraya berkata. "Jangan kau memperabukan diriku , wahai Hantu Muka Dua. Kulihat kau telah mempunyai teman-teman baru. Siapa empat gadis tadi?"
Hantu Muka Dua pegang lengan Luhjelita. Mulut berwa|ah hitam di sebelah belakang berkata. "Kita sudah kenal semenjak lama. Bagaimana sifatku kau sudah tahu Mengapa masih bertanya? Bukankah sudah kukatakan Wahail Boleh ada seribu gadis anggun di taklimku tapi yang terpendam dalam hatiku! Wahai! Hanyalah Luhjelita!"
"Kau pintar merayu!"
Dua lisan Hantu Muka Dua sama-sama tertawa keras Ialu yang sebelah depan berkata. "Kau yang mengajarkan segala rayuan dan kegenitan padaku! Kau yang telah menghangatkan hati dan memperabukan aliran darahku Sekarang wahai! Coba kau ceritakan kabar apa sa|a yang kau bawa dari luar."
"Aku mau bertanya dulu ," ujar Luhjelita. "Waktu menuju ko sini saya melihat ada satu wanita mendekam di balik semak belukar. Tak jauh dari lisan goa! Kulitnya hitam manis , kulit yang paling kau gandrungi. Wajahnya anggun dan sosok tubuhnya kencang mengambarkan usianya masih sangat muda. Sikapnya mirip tengah menyidik sesuatu dan sebentar-sebentar mendongak ke langit. Siapa dia?"
"Wahai! Kau tak perlu curiga dan tak usah cemburu ," jawab lisan sebelah belakang Hantu Muka Dua. "Dia yaitu Luhtinti , wanita yang kujadikan matamata!"
"Heh…. Selain kau jadikan kepetangan , kemudian kau jadikan apa lagi? Kau letakkan di bawah mata kakimu heh…?"
Hantu Muka Dua tertawa lebar. "Wahai Luhjelita. Kau tahu diriku…."
"Lebih dari tahu!" jawab Luhjelita dengan wajah merengut sambil menggeser duduk menjauh. "Percuma saja kau dijuluki sebagai si Segala Keji , Segala Tipu , Segala Nafsu. Memang saya yang bodohi Sudah tahu masih bertanya!"
"Luhjelita! Wahai! Jangan merajuk. Bukankah sudah kubilang cuma kau seorang yang ada di hatiku ," kata Hantu Muka Dua. "Sekarang ceritakan apa saja yang terjadi di luaran sana."
"Aku hanya akan menceritakan yang ada sangkut pautnya dengan kiprah yang tengah kujalani…."
Hantu Muka Dua kembali hendak tertawa bergelak.
Tapi tak jadi. Dia berkata. "Baiklah. Wahai! Apakah kau berhasil menemui insan berjulukan Latandai yang tengah mengejar ilmu di kawah Gunung Latinggimeru itu?" Luhjelita anggukkan kepala. "Latandai kini menggunakan nama Hantu Bara Kaliatus. Di kepala , sekujur dada dan perutnya penuh dengan bara menyala. Berjumlah dua ratus! Tapi sayangnya sesudah kuperiksa ternyata beliau hanya punya satu tahi lalat di bawah pusarnya!"
Hantu Muka Dua tak sanggup menahan tawanya!
“Latandai! Manusia miskin tahi lalat! Ha… ha… ha! Tapi wahai kekasihku! Kuharap kau jangan putus asa! Cari lagi , cari lagi , dan saya akan terus membantu. Sampai kesannya kau mendapatkan tujuh lelaki yang punya tiga tahi lalat di bawah pusarnya!"
Mulut sebelah belakang menyambut! ucapan lisan sebelah depan tadi. "Wahai Luhjelita , berdasarkan pengintaianku dalam masa seratus tahun mendatang kau masih akan tetap muda dan cantik. Mengapa kau begitu garang mengejar ilmu. Bukankah kau mencari tujuh lelaki dengan tiga tahi lalat di bawah pusarnya itu bergotong-royong ingin mendapatkan ilmu abadi muda sepanjang jaman?"
Sepasang mata Luhjelita membesar. "Dari mana kau tahu saya tengah mencari ilmu abadi muda?!" tanya si gadis.
"Hantu Muka Dua pintar menduga. Wahai! Dan setiap dugaanku biasanya tak pernah meleset!"
Luhjelita tersenyum kemudian mencibir dan berkata. "Aku tidak akan mengiyakan atau menidakkan kebenaran dugaanmu Itu wahai Hantu Muka Dua. Aku butuh bantuanmu. Siapa saja lagi yang harus kuselidiki…."
Wajah Hantu Muka Dua depan belakang tersenyum. "Sedorct nama dan orang bisa kau selidiki. Mengapa kau tidak berusaha mencari lelaki berjulukan Lakasipo yang kini punya dua julukan. Bola Bola Iblis dan Hantu Kaki Batu. Tapi saya punya satu pesan. Jika kau menemui lelaki itu dan berhasil menyidik , apapun hasil penyelidikanmu saya minta kau membunuhnya! Paling tidak mengetahui kelemahan segala ilmu yang dimilikinya!"
Luhjelita menatap wajah sebelah depan Hantu Muka Dua kemudian tersenyum , menciptakan Hantu Muka Dua tidak sanggup menahan diri dan angsurkan kepalanya hendak mengecup bibir si gadis. Wajah mereka hampir bersentuhan tapi jari asisten Luhjelita telah lebih dulu ditempelkan di atas bibir lelaki Ku hingga tak kesampaian menyentuh bibirnya.
"Wahai Hantu Muka Dua. Turut apa yang saya dengar Hantu Santet Laknat telah turun tangan melaksanakan hal yang sama. Kabarnya beliau telah menguasai otak dan jalan pikiran Latandai. Lalu pergunakan tangan Latandai alias Hantu Bara Kaliatus untuk membunuh Lakasipo. Mengapa kau harus bersusah payah dan menyuruh saya melaksanakan hal itu?"
"Terus terang. Wahai! Aku tidak begitu percaya pada Hantu Santet Laknat. Nenek satu itu punya rencana terselubung. Kelihatannya beliau ingin…."
"Wahai Hantu Muka Dua , saya tahu maksudmu! Kau takut Hantu Santet Laknat jatuh hati pada Lakasipo. Padahal bukankah nenek itu semenjak usang jatuh hati padamu tapi kau mirip tidak pernah mengacuhkan?"
Mendengar kata-kata Luhjelita itu terjadi satu kecacatan pada kepala Hantu Muka Dua. Kepalanya yang bermuka dua dan berupa wajah dua lelaki usia empat puluh tahun tiba-tiba menjelma dua wajah orang bau tanah yang air mukanya pucat putih karena terkejut. Dalam hati Hantu Muka Dua berkata. "Dari mana wanita satu ini tahu ihwal hubunganku dengan Hantu Santet Laknat…."
Keadaan dua muka Hantu Muka Dua mirip dua orang bau tanah bermuka pucat hanya sesaat. Di lain kejap dua mukanya kembali mirip tadi yaitu wajah dua lelaki berusia sekitar empat puluh tahun , satu hitam satu putih. "Luhjelita"kekasihku! Wahai! Kalau kau sudah tahu perihal perilaku Hantu Santet Laknat terhadapku , kuharap kau jangan menebar luas apa yang kau ketahui Itu. Aku menyuruhmu membunuh Lakasipo karena saya punya firasat , di masa mendatang beliau akan menjadi seorang tokoh sangat berbahaya di daerah Latanahsilam…. Maukah kau menolongku wahai kekasihku?"
Luhjelita tersenyum menciptakan hati Hantu Muka Dua menjadi sejuk namun sesaat kemudian darahnya kembali menggelora. Mulutnya sebelah depan berbisik.
"Berbilang waktu telah berlalu. Berbilang lagi yang akan datang. Wahai! Kapan kita bisa bersenang-senang wahai Luhjelita?"
"Saatnya akan tiba , kau harus sabar menunggu…" kata Luhjelita setengah membujuk sambil memegang lengan Hantu Muka Dua. "Selain menyelidik Lakasipo , apa tidak ada orang lain yang menurutmu pantas saya selidiki keadaan dirinya?"
"Pernah kau mendengar seorang berjulukan Hantu Jatilandak?" tanya Hantu Muka Dua.
"Maksudmu makhluk menghebohkan yang tinggal di daerah Hutan Lahitamkelam? Beberapa waktu yang kemudian beliau telah membantai serombongan orang yang kabarnya yaitu kaki tangan Hantu Lumpur Hijau yang menguasai sebagian daerah hutan."
"Betul. Kau selidiki dia. Siapa tahu beliau mempunyai tiga tahi lalat di bawah pusarnya. Tapi hati-hati wahai kekasihku. Hantu Jatilandak benar-benar makhluk biadab yang sanggup membantai siapa saja dengan Ilmunya yang aneh-aneh…."
Aku akan perhatikan ucapanmu wahai Hantu Muka Dua Sekarang lzinknn saya pergi…."
Tidak sebelum saya boleh membelai dadamu dan mengecup bibirmu!" kata Hantu Muka Dua pula. Lalu dua tangannya cepat hendak merangkul. Tapi lagi-lagi Luhjelita mendahului mendorong dada lelaki itu seraya berbisik. "Kalau kau mau bersabar sedikit lagi , kelak saya akan memperlihatkan apa saja yang kau minta…."
"Sayang saya sudah tidak sabar menunggu lebih lama!" jawab Hantu Muka Dua pula. Sementara dua mulutnya tertawa bergelak dua wajah di kepalanya mendadak menjelma dua wajah anak muda yang sangat tampan. Perubahan ini menjadi mengambarkan bagi Luhjelita bahwa Hantu Muka Dua tengah mengalami puncak hasrat yang menggelora dan berusahamemikat dengan merubah dirinya sebagai perjaka gagah.
Bersamaan dengan terjadinya perubahan itu tiba-tiba cepat dua kaki Hantu Muka Dua bergerak ke depan dan tahu-tahu dua kaki itu telah menggelung pinggul dan pinggang Luhjelita kemudian menariknya hingga hampir saja gadis itu jatuh menindih tubuh Hantu Muka Dua.
"Kau harus mencar ilmu punya kesabaran Hantu Muka Dua. Ini hadiah untuk kesabaranmu itu!" Luhjelita pergunakan tangan kanannya mencubit perut Hantu Muka Dua hingga orang ini menjerit antara kesakitan dan kegelian. Bersamaan dengan itu Luhjelita gerakkan tubuhnya ke belakang hingga rangkulan dua kaki Hantu Muka Dua terlepas.
"Luhjelita tunggu!" berseru Hantu Muka Dua. "Wahai…!" Tapi Luhjelita telah berkelebat meninggalkan Ruang Dua Belas Obor.
Hantu Muka Dua terduduk di atas ranjang batu. Dua mulutnya beberapa usang keluarkan bunyi menggerendeng. Lalu lisan sebelah depan berucap perlahan. "Luhjelita. Wahai! Jangan kau kira saya tak tahu apa bergotong-royong yang tengah kau lakukan dan kau cari. Aku hanya akal-akalan percaya bahwa kau tengah mencari ilmu abadi muda. Tapi saya tahu bergotong-royong kau tengah mencari satu ilmu kesaktian yang langka dan sangat hebat. Aku akan membantumu mendapatkan ilmu itu. Aku akan mengikuti saja apa maumu Luhjelita! Wahai kekasihku! Tapi begitu kau mendapatkannya saya akan merampasnya dari tanganmu! Ha… ha… ha…! Percuma saya dijuluki Hantu Segala Keji , Segala Tipu , Segala Nafsu!"
Hantu Muka Dua usap perutnya yang merah akhir cubitan Luhjelita tadi. Lalu beliau singkapkan pakaiannya di pecahan bawah perut. Dia menyeringai memperhatikan tiga buah tahi lalat yang menebar berdekatan sempurna di bawah pusarnya.
Hantu Muka Dua bertepuk tiga kali. Empat gadis anggun yang tadi meninggalkan ruangan itu kini muncul kembali. Melihat dua muka Hantu Muka Dua yang telah menjelma wajah pemuda-pemuda ganteng , mereka segera maklum. Hantu yang berjuluk Si Segala Nafsu ini ingin bersenang-senang.
"Empat gadis cantik! Wahai! Apa kalian siap melayaniku?"
Empat yang ditanya anggukkan kepala kemudian tanpa menunggu lebih usang sama-sama menghambur ke atas tempat tidur batu.

* *

2122

BERSEBELAHAN dengan Ruang Dua Belas Obor terdapat sebuah ruangan kerikil redup suram serta bau. Hantu Muka Dua menyebut ruangan ini Ruang Obor Tunggal karena hanya diterangi sebuah obor kecil. Siapa saja yang memasuki atau melewati ruangan itu , pertama kali pasti akan merasa heran. Perasaan heran ini kemudian akan segera menjelma ngeri menggidikkan.
Di lantai ruangan yang lembab dan di sana-sini diselubungi lumut , terbaring enam sosok tubuh perempuan. Empat di antaranya sudah sangat bau tanah , hanya tinggal kulit pembalut tulang. Yang dua lagi masih muda , walau tubuh mereka kelihatan cukup segar namun wajah masing-masing pucat pasi seolah tak berdarah. Enam sosok wanita itu terbaring menelentang. Tiga dengan mata terpejam , tiga lagi menatap ke langit-langit ruangan dengan mata nyalang mombclalak dan sangat jarang berkedip. Kalau tidak diperhatikan benar sulit mengetahui apakah enam sonok wanita itu masih bernafas atau tidak. Selain tidak bergerak , keenamnya terbaring dengan lisan menganga.
Dari langit-langit ruangan pada waktu-waktu tertentu menetes setitik air yang pribadi jatuh dan masuk ke dalam lisan keenam wanita itu. Empat erempuan bau tanah telah puluhan tahun berada di ruangan itu. Dua yang masih muda gres sekitar dua belas kali bulan purnama. Keadaan mereka seolah mati tidak hidup pun tidak. Tetesan-tetesan air telah memanjangkan umur mereka dalam kesengsaraan itu.
Empat wanita bau tanah yang ada dalam Ruang Obor Tunggal itu dulunya pernah menjadi musuh besar Hantu Muka Dua sedang dua wanita muda yaitu gadis-gadis di sebuah pemukiman di selatan Latanahsilam yang diculik untuk dijadikan budak pemuas nafsu. Berkali-kali dua gadis itu berusaha melarikan diri dan berkali-kali pula mereka bermaksud membunuh Hantu Muka Dua namun selalu gagal. Hantu Muka Dua kesannya kehilangan kesabaran kemudian menjebloskan keduanya ke Ruang Obor Tunggal. Kalau saja Hantu Muka Dua tidak mempunyai pantangan membunuh wanita , sudah semenjak usang keenam wanita itu dihabisinya!
Di ats ranjang kerikil di Ruang Dua Belas Obor , Hantu Muka Dua terbujur mandi keringat. Saat itu dua wajah di kepalanya yang sebelumnya berupa wajah perjaka telah berubah kembali menjadi wajah lelaki separuh baya. Wajah sebelah depan putih sedang sebelah belakang hitam keling.
"Malam semakin laruti Wahail Mengapa orang suruhan kita masih belum kembali!" Mulut sebelah depan Hantu Muka Dua berucap.
"Mungkin saja wanita celaka itu benar-benar telah kabur melarikan diri semenjak tadi-tadi!" Menyahuti lisan bermuka hitam.
"Wahai! Jika beliau berani berkhianat mengambarkan akan bertambah satu lagi penghuni Ruang Obor Tunggal!"
"Aku sudah berkata sebaiknya berpuas-puas dulu dengan dirinya. Tapi kau malah memberinya kiprah di luar goa."
Pada dikala mirip itu Hantu Muka Dua seperti menjelma dua orang yang berlainan tetapi mempunyai satu tubuh.
"Kau betul ," kata lisan sebelah depan. "Kalau beliau tiba akan kurendam beliau hingga pagi. Ha… ha….ha…!"
"Diam! Jangan tertawa! Aku mendengar langkahlangkah kaki melintas di Ruangan Obor Tunggal!" kata lisan sebelah belakang.
Tak usang kemudian muncullah seorang gadis berkulit hitam legam berwajah ayu. Rambutnya yang hitam panjang tergerai lepas hingga ke pinggul , berkilat-kilat dan menebar wangi harum karena diberi semacam minyak wangi. Tubuhnya yang padat melenggok bagus ketika melangkah memasuki Ruang Dua Belas Obor.
"Luhtinti! Wahai!" Mulut sebelah belakang Hantu Muka Dua berseru. "Apa yang kau lakukan hingga berlama-lama di luar sana!"
Belum sempat wanita muda berdada busung itu menjawab , lisan di sebelah depan menyusul membentak. "Kau tengah mencari logika hendak melarikan diri Wahail Apa benar begitu?! Wahai! Jawab!"
Perempuan yang dibentak tampak ketakutan. Lebih lebih ketika melihat dua muka di kepala Hantu Muka Dua mendadak menjelma muka-muka mengerikan. Berupa dua wajah berkulit merah , dilebati kumis , janggut dan cambang bawuk. Hidung dan mulutnya membesar jerawat sedang dua matanya menggembung membeliak. Dari sela bibirnya mencuat sepasang taring. Keadaan dua wajah Hantu Muka Dua dikala Itu tidak bedanya mirip wajah-wajah raksasa yang menakutkan. Perubahan muka ini satu mengambarkan bahwa Hantu Muka Dua berada dalam keadaan marah.
"Wahai Hantu Muka Dua ," gadis berjulukan Luhtinti sempurna berkata. Suaranya gemetar. "Saya , saya tidak bermaksud melarikan diri. Saya melaksanakan apa yang diperintahkan. Wahai!"
Muka di sebelah belakang menyeringai kemudian mendengus. "Kau sudah melaksanakan perintah! Wahai! Bagus! Sekarang katakan apa yang telah kau lihat di luar sana!"
"Wahai Hantu Muka Dua , sesuai perintah saya menatap ke langit. Saya melihat memang bulan purnama telah muncul menerangi daerah Telaga Lasituhitam…."
Mulut sebelah muka Hantu Muka Dua menggeram panjang. Taring-taringnya menyembul mengerikan. Sepasang matanya yang mempunyai bola mata berbentuk segi tiga hijau membersitkan cahaya menggidikkan. Mulut sebelah belakang berucap.
"Apa kataku! Wahai! Malam ini sempurna tiga puluh hari Hantu Tangan Empat kau perintahkan pergi ke dunia luar. Malam ini yaitu simpulan dari waktu menjalankan perintah! Dan jahanam itu tidak muncul! Wahai tidak kembali! Aku tidak tahu bagaimana hasil urusannya ke negeri seribu dua ratus tahun mendatang" Muka di sebelah belakang kelihatan bertambah merah.
"Jangan-jangan ada sesuatu terjadi dengannya! Wahai , bukankah saya biasa memberi peluang hingga tujuh hari sebagai tambahan?!" ujar lisan sebelah depan.
Dua mata di sebelah belakang memandang ke langit-langit ruangan , berputar tiada henti. "Aku punya firasat Hantu Tangan Empat telah gaga! menjalankan tugas! Dia tidak bisa menemukan Batu Sakti Pembalik Waktu itu! Wahai! Aku yakin beliau sudah berada di Negeri Latanahsilam! Tapi sembunyi karena wahai! Dia takut akan menerima hajaran darimu!
"Wahai! saya menaruh percaya besar padanya! Jika beliau berbuat macam-macam malah sembunyikan diri , laknat sengsara akan kujatuhkan atas dirinya!" kata lisan Hantu Muka Dua yang sebelah depan.
"Wahai Hantu Muka Dua ," wanita muda bor tubuh bagus berkulit hitam manis berkata. "Jika kau terlalu usang menunggu saya , mohon kiranya maafmul Namun ada sesuatu yang saya lihat di langit malam di luar sana dan harus saya beritahukan padamu…."
"Heh…." Mulut sebelah belakang Hantu Muka Dua bergumam. Sementara itu perlahan-lahan dua mukanya yang menyeramkan dan berwarna merah berubah kembali ke bentukdua wajah lelaki usia empat puluhan.
"Katakan apa yang kau lihat! Tapi wahai! Luhtinti! Awas! Kalau kau berani mengarang dongeng hanya sekedar menciptakan diriku senang! Kau tahu , kau lihat apa yang terjadi dengan enam orang wanita di Ruang Obor Tunggal!"
Ruangan Obor Tunggal terletak di sebelah depan. setiap orang yang menuju atau keluar Ruang Dua Belas Obor harus melewati Ruang Obor Tunggal hingga beliau pasti akan melihat kengerian yang ada di Ruang Obor Tunggal Ku.
Perempuan muda di depan tempat tidur kerikil menjadi pucat parasnya. Betapakan tidak. Dia tahu betul yang dimaksud Hantu Muka Dua dengan enam orang wanita di Ruang Obor Tunggal ialah enam orang yang tengah menjalani siksaan mengerikan , dijadikan mayit hidup. Ke enamnya tergeletak menelentang di ruangan itu. Tubuh kaku tak bisa bergerak tak blsa bersuara. Mulut menganga. Dari atas langitlangit ruangan pada saat-saat tertentu jatuh menetes setitik air , masuk ke dalam lisan keenam wanita itu. Tetesan-tetesan air itulah yang memberi kehidupan , menyelamatkan nyawa mereka. Beberapa di antara mereka ada yang telah belasan tahun berada dalam keadaan mirip itu. Mereka yaitu orang-orang yang sangat dlbenci oleh Hantu Muka Dua. Empat dari mereka yaitu bekas musuh besarnya. Luhtinti bergotong-royong tahu Hantu Muka Dua ingin membunuh mereka semua. Namun karena mempunyai pantangan membunuh wanita maka terpaksa beliau memperlakukan keenam wanita tersebut mirip itu. Mati tidak hidup pun tak ada artinya , tersiksa sepanjang usia!
"Luhtinti! Lekas bilang apa yang katamu kau lihat di luar sana!" Tiba-tiba lisan sebelah belakang membentak hingga semua orang yang ada di situ , termasuk empat gadis yang duduk bersimpuh di samping ranjang kerikil tersentak kaget dan ketakutan.
"Wahai Hantu Muka Dua ," ujar Luhtinti. "Saya melihat sebuah benda putih berleher tinggi , bersayap lebar melayang berputar berulang kali di atas telaga…."
"Benda putih di atas telaga. Berleher tinggi. Wahai!" ujar lisan sebelah belakang Hantu Muka Dua.
Mulut sebelah depan menimpali. "Bersayap lebar. Wahai! Terbang berputar berulang kali di atas telaga! Itu yaitu seekor belibis putih raksasa! Luhtinti! Apa kau lihat ada seseorang menunggang benda putih bersayap lebar yang terbang berputar-putar di atas telaga itu?!"
"Memang ada saya lihat wahai Hantu Muka Dua. Seorang berpakaian serba putih. Pakaiannya begitu panjang hingga sesaat menjela ke bumi sesaat lagi melayang tinggi seolah menembus langit. Rambutnya yang hitam panjang berkibar-kibar ditiup angin. Saya juga mirip membaui sesuatu yang harum "
Sepasang mata sebelah belakang Hantu Muka Dua menatap berputar-putar ke atas. Di sebelah depan sepasang mata lainnya mendongak tak berkedip. Lensa mata yang berbentuk segi tiga hijau kembali membersitkan sinar aneh. Lalu lisan depan dan lisan belakang sama-sama berucap.
"Peri Angsa Putih…!"
"Aku tidak takut!" Mulut belakang berteriak.
"Aku juga tidak takut!" berteriak lisan di sebelah depan. Sesaat dua muka Hantu Muka Dua kembali menjelma merah dan membentuk tampangtampang raksasa. Empat taring mencuat. Namun sekali ini perubahan itu hanya sebentar. Begitu amarahnya turun , dua wajah Hantu Muka Dua berubah lagi menjadi wajah-wajah lelaki separuh baya.
Hantu Muka Dua kepal dua tangannya. "Peri satu Itu memang pernah mengancamku! Lihat saja apa yang bisa dilakukannya! Kalau beliau hingga masuk ke dalam pelukanku! Hik… hik… hik! Wahai! Habis kukelupas sekujur tubuhnya dengan lidahku!"
"Taringku akan kutancapkan di bagian-bagian tubuhnya yang menonjol dan empuk!" kata lisan belakang pula kemudian tertawa gelak-gelak.
"Luhtinti , saya tadinya berburuk sangka. Ternyata kau menjalankan perintah dengan baik. Wahai! Patut saya memberi hadiah kesenangan padamu!" kata Hantu Muka Dua. Yang bicara yaitu mulutnya sebelah depan Lalu makhluk abnormal ini usap mukanya dengan tangan kanan. Saat itu juga muka Hantu Muka Dua sebelah depan menjelma muka seorang perjaka tampan.
Pemuda itu tersenyum dan lambaikan tangannya memberi isyarat semoga mendekat. Namun Luhtinti tidak segera bergerak. Sekalipun terang beliau melihat wajah sebelah depan Hantu Muka Dua telah menjelma wajah seorang perjaka yang cakap. Walau matanya terpesona dan hatinya tertarik akan ketampanan dua wajah lelaki muda itu namun Luhtinti merasa bimbang. Hal ini rupanya diketahui oleh Hantu Muka Dua. Maka lisan depan segera berkata.
"Wahai Luhtinti , kini mendekatlah. Jangan biarkan darahku menggelora hingga muncrat dari ubun-ubun!" dua tangan Hantu Muka Dua terkembang mirip siap hendak merangkul.
Perlahan-lahan Luhtinti langkahkan kakinya ke depan. Begitu sosoknya hingga di muka tempat tidur kerikil , Hantu Muka Dua serta merta memeluk gadis berkulit hitam manis ini penuh nafsu. Ketika beliau hendak merebahkan tubuh Luhtinti di atas tempat tidur kerikil tiba-tiba Ruang Dua Belas Obor terasa bergetar. Di kejauhan terdengar bunyi menderu mirip ada air mencurah berkepanjangan.
Hantu Muka Dua lepaskan pelukannya. Luhtinti dibaringkannya di atas tempat tidur kerikil kemudian beliau turun ke lantai. "Wahai! Gerangan apa yang terjadi?!" bertanya lisan depan.
Getaran di ruangan itu semakin keras. Suara deru air mencurah terdengar semakin kencang. Lalu ada hawa panas yang perlahan-lahan seolah memanggang ruangan itu. Dinding dan langit-langit Ruang Dua Belas Obor berderik. Nyala api dua belas obor bergoyanggoyang padahal tak ada angin bertiup.
Empat wanita anggun yang semenjak tadi duduk bersimpuh di lantai tak sanggup menahan rasa takut. Mereka bangun berdiri , memandang pada Hantu Muka Dua kemudian berpaling ke arah jalan keluar. Luhtinti sendiri dikala itu telah turun pula dari atas tempat tidur kerikil , bergabung jadi satu kelompok dengan empat wanita lainnya.
"Kalian semua tetap di sini! Jangan ada yang berani keluar! Aku akan menyelidik!" Mulut Hantu Muka Dua sebelah belakang berkata. Lalu Hantu Muka Dua cepat berkelebat meninggalkan tempat itu. Lima orang wanita yang berada dalam ketakutan mana mau tetap berada dalam ruangan yang semakin digoncang getaran dan semakin panas itu. Kelimanya berhamburan lari menuju jalan ke luar. Luhtinti di depan sekali.

2123

HANTU MUKA DUA melompat ke atas sebuah gundukan kerikil di satu tempat ketinggian di sebelah timur Telaga Lasituhitam. Begitu beliau melayangkan mata , memandang ke bawah tersentaklah makhluk bermuka dua ini. Dua mata di depan dan dua mata di belakang membeliak. Di samping rasa terkejut yang amat sangat , pada dua wajah Hantu Muka Dua terang terlihat bayangan amarah. Dua wajahnya menjelma dua wajah orang bau tanah bermuka pucat pasi. Sesaat kemudian wajah-wajah ini berubah pula menjadi dua muka raksasa berwarna merah menyeramkan. Bola-bola matanya yang berbentuk segitiga menyorotkan sinar hijau angker.
Saat itu terjadi sesuatu yang luar biasa di Telaga Lasituhitam. Di bawah penerangan rembulan , Hantu Muka Dua melihat pinggiran utara telaga yang sebelumnya dipagari batu-batu serta pohon-pohon besar kini seolah jebol. Batu-batu besar lenyap entah kemana sedang pohon-pohon bertumbangan malang melintang. Sebuah celah selebar dua puluh tombak membentuk parit besar , menurun ke bawah. Melalui parit Ini air telaga hitam mengalir deras. Suara aliran air yang menderu keras inilah yang tadi terdengar dan menciptakan daerah itu bergetar hebat hingga ke Ruang Dua Belas Obor di tempat kediaman Hantu Muka Dua yang terletak sempurna di bawah telaga.
"Wahai!" Hantu Muka Dua keluarkan bunyi tertahan. "Apa yang terjadi?! Tidak ada gempa , tidak ada angin kencang dan hujan! Mengapa batas telaga di arah utara jebol begitu rupa!"
"Sebentar lagi telaga ini pasti akan menjadi kering Wahai!" Mulut sebelah belakang Hantu Muka Dua ikut bicara.
Baru saja Hantu Muka Dua berucap mirip itu mendadak dari arah pinggiran telaga sebelah selatan terdengar bunyi menggemuruh. Hantu Muka Dua palingkan kepala. Serta merta dua lisan makhluk ini berteriak keras. Dua pasang matanya membuka lebar mirip mau memberojol keluar.
"Wahai! Apa Negeri ini mau kiamat!" seru lisan Hantu Muka Dua sebelah depan.
"Aku tidak bisa bertahan usang di sini! Sebentar lagi tempat celaka ini akan jadi neraka! Jahanam betul!"
Saat itu kalau di arah utara air hitam dari telaga mengalir deras hingga dalam waktu singkat Telaga Lasituhitam nyaris kering airnya , maka dari jurusan selatan menggemuruh cairan berbentuk lahar panas! Sesekali ada pengecap api mencuat ke udara disertai batubatu besar berwarna merah menggelinding dan bantu-membantu cairan lahar masuk ke dalam telaga. Telaga yang barusan terkuras airnya dan hampir kering kini digenangi dan dipenuhi cairan panas berwarna merah itu. Udara serta merta menjadi panas luar biasa.
"Lahar panasi Wahai! Dari mana datangnya? !" teriak lisan Hantu Muka Dua sebelah depan.
"Lahar mirip itu hanya ada di kawah Gunung Latinggimeru!" menyahuti lisan sebelah belakang. "Pasti lahar ini tiba dari sana! Tapi bagaimana hal ini bisa terjadi?! Wahai! Padahal Gunung Latinggimeru tidak meletus!"
"Lihat!" lisan Hantu Muka Dua sebelah depan berteriak seraya tangan kanannya menunjuk ke utara. "Batu-batu besar dan pohon-pohon raksasa di pinggiran telaga sebelah utara kembali muncul! Menutup lompat yang tadi jebol. Menahan cairan lahar!! Uhhh…! Panasnya tempat ini! Sebentar lagi Telaga Lasituhitam akan digenangi lahar merah mendidih! Di sini saja panasnya mirip di neraka! Apa lagi di tempat kediamanku yang terletak di bawah telaga!" Saat itu sekujur tubuh Hantu Muka Dua berair oleh keringat akhir hawa panas luar biasa yang keluar dari dalam telaga. Makin tinggi cairan lahar mendidih , makin bertambah panasnya udara.
Bisingnya deru lahar panas yang mencurah masuk ke dalam telaga tiba-tiba ditingkahi oleh bunyi menggemuruh dahsyat. Kawasan sekitar telaga bergetar hebat. Lahar panas di pecahan tengah telaga menderu ke bawah , seolah memasuki sebuah lobang raksasa.
"Wahai!" teriak lisan Hantu Muka Dua depan belakang. Dua muka raksasanya pribadi menjelma dua muka kakek-kakek pucat pasi. "Dasar telaga amblas! Tempat kediamanku tertimbun lahar! Empat gadis itu! Wahai! Luhtinti! Wahai! Mati mereka semua!"
"Apa perduliku!" teriak lisan sebelah belakang. "Apa di negeri begini luas hanya ada Luhtinti dan empat gadis itu? Aku masih bisa mencari gadis-gadis anggun lainnya untuk mengumbar nafsu!"
"Kau betul!" menjawab lisan yang di depan. Lalu dua lisan itu tertawa gelak-gelak. Sungguh luar biasa. Dalam kengerian mencekam begitu rupa Hantu Muka Dua masih bisa tertawa bergelak.
Sudut mata Hantu Muka Dua melihat lima sosok tubuh bergerak mendekati tempat ketinggian itu. Melihat siapa yang tiba Hantu Muka Dua pencongkan mulutnya. Mereka ternyata yaitu Luhtinti dan empat gadis cantik. "Mereka lolos! Tak jadi mampus mereka rupanya! Ha… ha… ha!" Mulut sebelah belakang ber ucap dan kembali tertawa.
Saat itu dalam keadaan pakaian tidak karuan dan tubuh berair oleh keringat dan dikotori tanah , Luhtinti dan empat gadis yang berhasil keluar selamatkan diri dari Ruang Oua Belas Obor , tersungkur jatuh di kaki batu. Dada mereka yang nyaris tidak tertutup bergerak turun naik sedang wajah masing-masing pucat keringatan.
Seolah tidak perduli akan kehadiran lima gadis itu lisan Hantu Muka Dua sebelah depan berkata.
"Ini pasti ada yang punya pekerjaan! Hendak mencelakai diriku! Hendak membunuhku! Siapa bedebah haram jadahnya!"
Mulut sebelah belakang menjawab. "Aku tidak perlu bertanya , tak perlu menduga. Lihat ke langit , ke arah rembulan!"
Hantu Muka Dua dongakkan kepalanya sebelah depan , memandang ke langit. Benar saja , di arah bulan purnama tampak sebuah benda putih mengapung di udara.
Benda ini yaitu seekor belibis raksasa berwarna putih. Sayapnya bergerak-gerak perlahan tapi sosok tubuhnya tetap tidak bergerak , sengaja mengapung di udara. Di atas punggung belibis raksasa bermata biru ini duduk seorang gadis berwajah anggun seolah bidadari. Pakaiannya berupa gulungan kain putih halus yang melambai-lambai di udara malam. Rambutnya panjang hitam , tergerai dalam tiupan angin. Bila diperhatikan dekat-dekat ternyata gadis ini mempunyai sepasang bola mata berwarna biru.
"Peri Angsa Putih! Wahai! Kaprikornus beliau yang punya pekerjaan…" desis lisan Hantu Muka Dua sebelah depan. Sepuluh jari tangannya digerakkan hingga mengeluarkan bunyi berkeretatan. Lalu teriakan keras menggeledek dari mulutnya.
"Peri Angsa Putih! Wajahmu cantik! Tapi hatimu jahat! Wahai! Mengapa kau rubah Telaga Lasrtuhitam menjadi kawah panas mendidih! Padahal kau tahu Kediamanku berada di bawah telaga itu! Kau telah memusnahkan tempat kediamanku!"
Di atas punggung belibis putih , gadis anggun yang dipanggil dengan nama Peri Angsa Putih mengulum senyum. "Hantu Muka Dua! Berbilang hari berbilang minggu. Berbilang bulan berbilang tahun! Sudah berapa kali saya memberi peringatan padamu semoga merubah diri dan jalan hidup! Agar merubah pekerti dan perbuatan! Tapi semua himbauan itu tidak kau dengarkan! Kau punya empat telinga! Tapi seolah tuli! KAU punya empat mata tapi mirip buta! Di usiamu yang sudah ratusan tahun ini kau masih saja berbuat Jahat. Menimbulkan tragedi dan aniaya bagi orang-orang tak berdosa. Dengan.kehebatan ilmumu kau memperalat orang lain untuk menjadikan mala petaka! Setiap tarikan nafasmu kau selalu mengagulkan nama besarmu sebagai Hantu Segala Keji , Segala Tipu Segala Nafsu! Para Dewa dan para Peri telah cukup sabar. Apa yang saya lakukan malam ini merupakan satu peringatan kecil bagimu! Aku telah melaksanakan atas perintah Peri Bunda , Simpul Agung Segala Peri , Peri Junjungan Dari Segala Junjungan! Mereka tidak mau melihatmu berdiam di bawah Telaga Lasrtuhitam! Karena itu mereka memerintahkan Dewa Air untuk menguras air Telaga Lasrtuhitam. Lalu Dewa Gunung diperintahkan menimbun telaga dengan lahar mendidih! Para Dewa dan Peri tidak ingin melihatmu bercokol lebih usang di tempat ini. Pergi dari sini dan jangan berani kembali ke Negeri Latanahsilam. Jika di kemudian hari kau masih belum berubah diri , maka eksekusi lebih berat akan dijatuhkan para Dewa dan para Peri atas dirimu!"
"Peri Angsa Putih!" teriak Hantu Muka Dua. Yang berteriak yaitu mulutnya sebelah belakang. "Di malam bulan purnama seindah ini , tidak sangka kau tegateganya menjatuhkan malapetaka atas diriku! Kau tidak sadar! Wahai! Perbuatanmu bukan saja merusak alam , tapi juga kau telah membunuh enam orang wanita yang ada di bawah telaga! Kau bertanggung jawab atas kematian mereka!"
"Mereka berada di situ sebagai korban kebiadaban- , mu! Kalau mereka mati maka nyawa mereka yaitu tanggung jawabmu! Enam nyawa akan jadi roh yang kelak akan gentayangan mencarimu!"
"Peri busuk! Pandainya kau memutar balik pengecap dan ucapan!" teriak Hantu Muka Dua marah. Taring-taring di mulutnya mencuat menggidikkan. Kulit mukanya merah mirip saga dan matanya membelalang memancarkan sinar hijau. Tapi wajah yang murka beringas itu mendadak sontak menjelma hening , malah kini dihiasi senyum. Dan dua wajah Hantu Muka Dua menjelma dua wajah perjaka gagah.
"Heh…" gumam Peri Angsa Putih dalam hati. "Tipu daya apa yang hendak dilancarkan makhluk terkutuk satu ini."
"Peri Angsa Putih , walau kau seorang Peri tapi saya percaya kau punya hati dan perasaan. Lebih dari itu kau punya kemauan dan hasrat…."
"Apa maksud ucapanmu Hantu Muka Dua?" tanya Peri Angsa Putih.
"Lihat dua wajahku! Pernahkah kau melihat perjaka segagah diriku dikala ini?"
"Aku menilai seseorang tidak dari kegagahannya wahai Hantu Muka Dua…."
Hantu Muka Dua tersenyum. "Sebagai makhluk yang punya perasaan dan hasrat , maukah kau bercumbu denganku?"
Paras Peri Angsa Putih menjadi merah padam. Jika menurutkan amarahnya dikala itu juga mau beliau melabrak Hantu Muka Dua. Tapi beliau sadar daiam menjalankan kiprah dari Peri Bunda beliau mempunyai keterbatasan dalam berucap apalagi bertindak.
Bukan saja memperlihatkan kemarahan , tapi di atas sana Peri Angsa Putih hanya tersenyum mendengar ucapan Hantu Muka Dua itu. "Nafsu telah menciptakan dirimu lebih bejat dari kutuk neraka. Nafsu terkutukmu telah menjadikan malapetaka atas diri banyak perempuan. Yang terakhir perbuatan kejimu terhadap Luhsantlni , istri Latandai. Tapi ketahuilah wahai Hantu Muka Dua. Kelak nafsu itu sendiri yang akan memperabukan dan menghancur leburkan dirimu! Aku akan pergi! Jika saya menyelidik ke sini lagi dan melihat kau kembali membangun tempat kediaman di daerah ini , eksekusi lebih hebat akan menjadi bagianmu Hantu Muka Dua!"
"Wahai! Kau tak akan pernah kembali ke sini Peri Angsa Putih!" teriak Hantu Muka Dua.
"Oh ya? Wahai! Mengapa bisa begitu?" tanya Peri Angsa Putih sambil menaikkan sepasang alisnya hingga wajahnya tampak tambah cantik.
"Karena saya mengambil keputusan membunuhmu liat Ini juga!" jawab Hantu Muka Dua.
DI atas kerikil yang dipijaknya Hantu Muka Dua lantakkan kepalanya. Bersamaan dengan itu dua larik sinar hijau berbentuk segi tiga berkelebat ke udara. Belum lagi dua kilatan cahaya itu menemui sasarannya , Hantu Muka Dua putar lehernya. Mukanya sebelah balakang didongakkan ke udara. Lalu "set… set!" Dua kilatan sinar hijau berbentuk segi tiga panjang keluar dari dua mata Hantu Muka Dua , menderu ganas kjearah Peri Angsa Putih yang ada di ketinggian belasan tombak di udara!
"Dasar makhluk keji! Diberi pengampunan dan peringatan malah nekat menyerang! Sampai di mana ketinggian ilmumu wahai Hantu Muka Dua?!" berseru Peri Angsa Putih. Lalu dengan tangan kirinya ditepuk pinggul belibis putih yang ditungganginya seraya berkata. "Laeputih! Beri pelajaran pada makhluk tak tahu diri itu!"
Mendengar ucapan sang Peri , belibis putih berjulukan Laeputih keluarkan bunyi aneh. Lehernya memanjang lurus ke depan. Bersamaan dengar! itu dua sayapnya dikepakkan. Dua gelombang angin sedahsyat angin kencang menggemuruh ke bawah , menyongsong empat larik sinar hijau yang menyambar dari empat bola mata Hantu Muka Dua!
Hantu Muka Dua berteriak kaget. Lima gadis yang ada di dekatnya berpekikan. Pohon-pohon sekitar tempat itu keluarkan bunyi berderik kemudian rubuh bertumbangan. Batu besar tempat tadi Hantu Muka Dua tegak berpijak hancur bertaburan. Lima gadis terpental dan terguling-guling di tanah.
Di udara terdengar empat letusan dahsyat. Empal larik sinar hijau menjelma serpihan menyala dan bertaburan kian kemari. Beberapa serpihan melesat menyambar sayap belibis putih. Binatang raksasa itu keluarkan bunyi menguik panjang. Di beberapa pecahan sayap bulu-bulu putihnya kelihatan rontok berjatuhan. Beberapa diantaranya tampak hangus kehitaman. Binatang yang mengapung di udara ini teroleng-oleng kian kemari.
Peri Angsa Putih menjerit marah. Dia menunjuk ke bawah! Angsa putih panjangkan lehernya. Dua sayap dikepakkan. Saat itu juga hewan raksasa itu menukik cepat ke arah tepian telaga sebelah timur. 01 bawah sana sosok Hantu Muka Dua telah lenyap dalam kegelapan.
Mata biasa termasuk mata Peri Angsa Putih sekalipun tak sanggup menerobos kegelapan malam. Apalagi sekitar tepian telaga sebelah timur penuh ditumbuhi semak belukar dan pohon-pohon besar. Namun mata Laeputih tak bisa ditipu. Binatang tunggangan Peri Angsa Putih ini walaupun dalam kelam masih sanggup melihat dari ketinggian puluhan tombak. Begitu melihat sosok Hantu Muka Dua yang berkelebat ka arah tenggara , Laeputih cepat mengejar. Namun sosoknya yang besar serta sayapnya yang panjang tidak memungkinkan belibis raksasa ini terbang rendah , melayang menerobos kerapatan pepohonan.
Tahu dirinya dikejar , Hantu Muka Dua percepat talinya dan sengaja menentukan jalan yang gelap serta penuh pepohonan. Di satu tempat beliau lari memutar maksudnya hendak menipu belibis pengejar. Tapi tak berhasil. Begitu sempat melihat bayangan sosok tubuh yang yang dikejarnya di bawah sana , Laeputih menukik kemudian kuncupkan dua sayapnya. Lima tombak dari sosok Hantu Muka Dua , Laeputih gerakkan kepala dan paruhnya Sekali bergerak pinggang Hantu Muka Dua masuk ke dalam japitan paruhnya yang panjang. Begitu lisan dikatupkan tak ampun lagi tubuh Hantu Muka Dua pasti akan terkutung dua. Tapi justru dikala itu Peri Angsa Putih keluarkan seruan tertahan.
"Laeputlhl Benda apayang kau jepit di mulutmu?!"
Angsa putih keluarkan bunyi menguik panjang.
Dalam penglihatan Peri Angsa Putih , benda yang digigit laeputih dalam mulutnya yaitu batangan potongan kayu , bukan sosok Hantu Muka Dua.
"Iekas kau lepaskan batang kayu tak berkhasiat itu Laeputih Kita harus mengejar Hantu Muka Dua. Jika terlambat bertindak pasti beliau berhasil melarikan diri!"
Mendengar kata-kata Peri Angsa Putih kembali Laeputih keluarkan bunyi menguik mengambarkan beliau bergotong-royong tidak suka melaksanakan apa yang diperintahkan sang Peri namun tak berani membantah. Dari ketinggian tiga tombak Laeputih lepaskan benda yang digigit di paruhnya. Benda ini jatuh bergedebukan ditanah. Laeputih meneruskan terbang rendah dan berputar-putar. Namun sosok Hantu Muka Dua tidak kelihatan lagi.
"Wahai Laeputih! Kita kena dibodohi! Hantu Muka Dua berhasil melarikan diri!"
Laeputih menguik keras.
"Tak usah kecewa Laeputih ," kata Peri anggun itu sambil usap leher tunggangannya. "Masih banyak waktu untuk menjatuhkan eksekusi pada makhluk jahat itu. Putar terbangmu. Kita kembali saja , tapi terbang sekali lagi di atas telaga Lasituhitam…."
Laeputih tegakkan ekornya ke samping kiri. Angsa raksasa ini berputar di udara , kembali terbang ke arah telaga.
Di bawah sana , dalam rimba belantara yang gelap , batang kayu yang tadi dilepaskan Laeputih dari gigitannya kelihatan bergerak. Jika lebih diperhatikan ternyata benda itu bukanlah batang kayu melainkan sosok Hantu Muka Dua. Sambil bergerak bangun Hantu Muka Dua tertawa mengekeh.
"Peri Angsa Putih , ternyata saya si Hantu Segala Tipu masih bisa memperdayaimul Ha… ha… ha! Lain dikala kau akan mendapatkan Segala Keji dan Segala Nafsu dariku!"

2124

MATAHARI belum usang tersembul di permukaan bumi. Lakasipo tegak terheran-heran di tepi timur Telaga Lasituhitam. "Aneh… aneh… aneh!" katanya berulangulang.
"Apa yang abnormal , Lakasipo?" tanya Pendekar 212 Wiro Sableng. Saat itu bersama Naga Kuning dan Si Setan Ngompol beliau berada dalam sebuah jaring akar kayu yang dilekatkan ke pundak kanan Lakasipo. Bukan saja mereka bisa menghirup udara segar serta luas pemandangan tapi yang lebih penting kini mereka bisa bicara dan didengar karena erat indera pendengaran Lakasipo.
"Wahai tiga saudaraku! Apakah kalian tidak melihat keadaan air telaga itu? Ini telaga Lasituhitam. Dulu airnya berwarna hitam. Tapi hari ini kulihat telaga ini isinya yaitu lahar mendidih!"
"Mungkin saja di bawah telaga ada kawah gunung api…" kata Setan Ngompol.
"Yang terang pagi ini kita tak bisa mandi…" kata Lakasipo yang dijuluki Bola Bola Iblis alias Hantu Kaki Batu.
"Duk… duk… duk… dukkk!" Setiap langkah yang dibentuk Lakasipo mengeluarkan bunyi keras dan menggetarkan tanah. Sekali lagi Lakasipo perhatikan keadaan di sekitarnya. Dia melihat batu-batu di tepi telaga banyak yang hancur dan seolah terbungkus lapisan hijau aneh. Lalu pohon-pohon banyak yang bertumbangan. Selagi beliau menduga-duga apa yang telah
tarjadi tiba-tiba di sebelah sana kuda tunggangannya Laekakienam meringkik keras.
"Dukkk… duk… dukkk." Lakasipo melangkah mendekati kuda hitam berkaki enam Ku. Ternyata hewan ini tengah menjilati sosok seorang gadis berkulit hitam manis berwajah ayu yang tergeletak pingsan di tanah.
Di erat sKu masih ada empat gadis lainnya. Berada dalam keadaan sama mirip yang tengah dijilati Laekakienam.
"Wahai! Tambah lagi satu kecacatan di tempat ini!"
kata Lakasipo. "Lihat! Kudaku menemukan lima orang gadis anggun bergeletakan di tanah!"
"Sebenarnya saya sudah melihat dari tadi…" kata Naga Kuning pula.
"Lalu mengapa tidak kau beri tahu padaku?!" ujar Lakasipo.
"Soalnya siapa mau melewatkan pemandangan luar biasa mirip ini. Lima gadis anggun tergeletak di tanah. Dalam keadaan tubuh hampir tidak tertutup…."
Berkata Setan Ngompol hingga tertawa cekikikan dan menahan kencing.
"Kau bau tanah bangka gatal mata! Bagaimana kalau lima gadis itu hingga tidak keburu dKolong dan menemui ajal?!"
"Kami tahu lima gadis Ku cuma pingsan ," kata murid Sinto Gendeng.
"Wahai! Jelas kalian bertiga sudah bersekongkol rupanya!" Lakasipo tak mau lagi bicara. Dia dekati gadis yang berkulit hitam manis dan tengah dijilati Laelakienam. Setelah mengusut keadaan gadis ini Lakasipo berpindah pada empat gadis lainnya. Seperti yang dikatakan Wiro kelima gadis tak dikenal itu memang berada dalam keadaan pingsan.
"Turunkan kami , biar kami bisa ikut menolong!" kata Naga Kuning.
"Bocah tengill Aku tahu yang ada di benakmu! Kau ingin melihat tubuh mereka lebih dekat. Kalau bisa mau meraba!" tukas Lakasipo.
Naga Kuning cuma bisa cemberut. Setan Ngompol tertawa lebar sedang Pendekar212Wiro Sableng garukgaruk kepala. Lalu Wiro berkata. "Lakasipo , kalau kau mengerahkan tenaga dalam kemudian memijat bagian-bagian tertentu tubuh mereka , lima gadis itu pasti akan lebih cepat siuman…."
Lakasipo tidak perdulikan ucapan Wiro. Dia sibuk mencari pohon berdaun lebar. Dengan daun-daun yang kemudian dirangkai-rangkainya satu sama lain beliau menutupi bagian-bagian penting tubuh kelima gadis itu. Selesai melaksanakan "itu gres Lakasipo berkata. "Nah Wiro. Sekarang katakan pecahan tubuh mana yang kupljat semoga lima gadis anggun ini segera siuman…."
"Baiknya jangan kau beri tahu ," bisik Naga Kuning."Kalau beliau berhasil menolong lima gadis itu , paling-paling beliau yang bakal sanggup puji sanjungan. Kita tetap begini saja!"
"Betul ," ikut berbisik Setan Ngompol. "Biar kita saja yang melakukan."
"Kalian bocah dan kakek sama saja konyolnya!" ujar Wiro. Lalu pada Lakasipo beliau memberi tahu semoga lelaki Itu memijat urat besar di sebelah kiri atau kanan leher kelima gadis. Setelah mengalirkan tenaga dalamnya ka tubuh lima gadis itu , mirip yang dikatakan Wiro , Lakasipo kemudian memijat urat besar di leher mereka. Situ persatu mereka sadarkan diri. Setelah memandang berkeliling , dengan terheran-heran mereka menatap Lakasipo.
"Orang gagah berkaki kerikil ," kata gadis berkulit Hitam manis. "Bagaimana kami bisa berada di tempat ini , Kau siapa…?"
"Bagaimana kalian berada di tempat ini mana saya tau. Kailan berlima kutemukan tergeletak pingsan. Coba kalian ingat-ingat. Apa yang terjadi sebelumnya dengan kalian…. Dan kau gadis hitam manis , siapa namamu."
"Aku Luhtinti. Malam tadi saya dan empat kerabat ini berada di Ruang Dua Belas Obor di bawah Telaga Lasituhitam…." Lalu Luhtinti menceritakan apa yang masih sempat diingatnya.
"Tidak bisa tidak , semua yang terjadi ini yaitu kehendak Para Dewa dan Peri ," kata Lakasipo begitu selesai mendengar penuturan Luhtinti.
"Orang berkaki kerikil , karena kau telah menolongku , saya menghatur banyak terima kasih "
"Kami juga!" kata empat gadis berbarengan. Lalu salah satu dari mereka berkata. "Sebelumnya kami berada di bawah kekuasaan Hantu Muka Dua. Karena kini kami telah bebas dan kau sebagai tuan penolong , maka kami berempat menyerahkan diri padamu…. Terserah kami mau dibawa kemana. Selain itu mohon sudi memberi tahu siapa adanya kau tuan penolong kami."
"Apa kubilang!" kata Naga Kuning sambil menepuk tangan Wiro. "Kita yang memberi tahu cara menolong , Lakasipo yang sanggup untung! Empat gadis anggun menyerahkan diri sekaligus padanya! Kita satupun tidak kebagian! Kita dilupakan begitu saja!"
"Menolong dengan mengharap pamrih tidak ada gunanya. Lagi pula kalau mereka menyerahkan diri padamu , apa yang bisa kau lakukan? Masuk ke dalam lobang hidungnya? Nongkrong di tiang telinganya?!" sahut Pendekar 212. Membuat Naga Kuning dan juga Setan Ngompol terdiam.
"Namaku Lakasipo ," kata Lakasipo menjawab pertanyaan Luhtinti tadi. "Luhtinti , kalau benar kau dan empat gadis itu sebelumnya berada di tempat kediaman Hantu Muka Dua , kau tahu di mana orang itu kini berada se karang?"
Luhtinti menggeleng. Gadis yang empat ikut-ikutan menggeleng. "Mungkin ada satu hal yang perlu kuberitahu ," kata dara ayu berkulit hitam manis ini. "Sebelum terjadinya insiden hebat di telaga , saya diperintahkan Hantu Muka Dua untuk menyidik keadaan di luar kediamannya. Apakah bulan purnama muncul malam tadi atau tidak. Ternyata purnama penuh memang kelihatan di langit tadi malam…."
"Apa perlunya Hantu Muka Dua menyidik hal itu? Atau ada sesuatu bersangkut paut dengan bulan purnama?"
"Aku mendengar Hantu Muka Dua menyebut-nyebut Hantu Tangan Empat. Agaknya ada satu kiprah yang diberikan pada Hantu Tangan Empat. Tapi Hantu Tangan Empat tidak pernah muncul menemui Hantu Muka Dua memberi tahu hasil tugasnya…."
"Mungkin Hantu Tangan Empat gagal menjalankan lugas ," kata Lakasipo.
"Kelihatannya begitu…."
Wiro dan kawan-kawannya yang ada di dalam jaring dan semenjak tadi sudah gatal untuk bicara segera berseru. "Lakasipo , tanyakan padanya apa beliau tahu di mana Hantu Tangan Empat berada?"
Lakasipo tidak acuhkan undangan Wiro. Baginya ada pertanyaan lain yang lebih penting. "Wahai Luhtinti , kau mungkin mendengar dan tahu , kiprah apa yang harus dilakukan Hantu Tangan Empat?"
"Aku mendengar Hantu Muka Dua menyebut-nyebut sebuah benda berjulukan Batu Sakti Pembalik Waktu…."
Air muka Lakasipo berubah. Tapi yang paling terkejut yaitu Wiro , Naga Kuning dan Setan Ngompol.
"Lakasipo!" seru Wiro. "Kini tersingkap Hantu Muka Dua menugaskan Hantu Tangan Empat mencari Batu Sakti Pembalik Waktu. Itu sebabnya beliau masuk ke alam kami , alam seribu dua ratus tahun di muka alammu yang sekarang. Kau sudah tahu dari kami Hantu Tangan Empat tidak berhasil mendapatkan kerikil sakti itu. Batu itu sebelumnya ada pada Setan Ngompol. Jatuh di satu tempat , pertama sekali kami bertiga muncul di Negeri Latanahsilam ini…."
"Itu sebabnya kami minta bantuanmu mencari kerikil itu. Kalau hingga jatuh ke tangan Hantu Tangan Empat apalagi Hantu Muka Dua , jangan harap kami bisa kembali ke dunia kami!"
"Lakasipo , untuk sementara lupakan dulu kerikil itu ," kata Wiro. "Tanyakan pada gadis itu apa beliau tahu di mana Hantu Tangan Empat berada."
Sementara itu semenjak tadi Luhtinti dan empat gadis anggun terheran-heran melihat kelakuan Lakasipo. Mereka memperhatikan sambil sesekali memandang ke arah pundak kanannya , di mana Wiro , Naga Kuning dan Setan Ngompol berada dalam sebuah jaring.
"Lakasipo , dari tadi kami lihat kau bicara seorang diri…. Kau bicara dengan siapa sebenarnya?"
"Ya , terang bukan dengan kami!" kata satu dari empat gadis anggun di samping Luhtinti.
"Aku mendengar suara-suara abnormal halus. Benda apa yang ada di atas bahumu , wahai Lakasipo?"
"Kalau kuterangkan kalian pasti sulit percaya. Luhtinti , apakah kau atau salah satu dari kalian tahu di mana beradanya Hantu Tangan Empat?"
Baru saja Lakasipo bertanya tiba-tiba di tanah bergerak satu bayang-bayang besar.
"Siapa yang bertanyakan perihal Hantu Tangan Empat?!"

2125

SEMUA orang yang ada di tepi telaga termasuk Wiro dan kawan-kawannya memandang ke langit. Di atas sana kelihatan seekor belibis putih besar terbang berputarputar. Makin usang makin turun ke bawah kemudian di satu tempat mengapung membisu di udara. Diatas punggung belibis putih ini duduk seorang gadis anggun luar biasa berpakaian gulungan kain putih. Tubuhnya menebar wangi harum.
Sementara Naga Kuning dan Setan Ngompol ternganga heran , Pendekar 212 Wiro Sableng tegak tertegun di atas pundak Lakasipo. Matanya menatap sosok gadis anggun di atas punggung belibis putih.
"Harum wangi tubuh dan pakaiannya mengingatkan pada Bidadari Angin Timur…" kata Wiro dalam hati. "Kecantikan dan sepasang matanya yang biru mengingatkan saya pada Ratu Duyung…. Ah , bagaimana bergotong-royong perjalanan hidupku ini! Melihat semua kecacatan gadis anggun di atas belibis terbang itu apa Mungkin antara dirinya ada sangkut paut dengan Ratu Duyung? Mungkin , mustahil…. Aku terbenam terlalu jauh dalam alam pikiranku. Mereka terpisah dalam jarak waktu seribu dua ratus tahun…."
"Apakah tak ada seorangpun yang mau menjawab pertanyaanku?" Gadis di atas belibis putih yang mengapung di udara kembali bertanya. Matanya yang biru Memandang tajam ke bawah. Dia menatap wajah dan sosok Lakasipo. Lalu beliau juga melihat sesuatu yang tak bisa dipastikan benda apa adanya yang terletak di atas pundak Lakasipo.
Seperti tersadar dari sesuatu yang tidak diduga , Lakasipo cepat menjura kemudian letakkan dua tangan yang dirapatkan di atas kepala.
"Wahai Peri Angsa Putih , Peri Junjungan dan tercantik di tujuh lapisan langit. Mohon kau sudi mendapatkan sembah hormat saya. Kehadiranmu sungguh tidak disangka-sangka. Itu sebabnya saya hingga lupa menjawab pertanyaan. Mohon maafmu wahai Peri Angsa Putih. Saya yang rendah ini berjulukan Lakasipo dari Negeri Latanahsilam. Adapun hal ihwal yang menyangkut Hantu Tangan Empat dipertanyakan karena ada tiga orang saudara saya membutuhkan pertolongannya."
Sepasang mata biru Peri Angsa Putih kembali menatap wajah dan sosok Lakasipo , kemudian mirip tadi pandangannya beralih pada benda yang melekat di pundak kanan lelaki itu.
Dalam hati sang Peri berkata. "Lakasipo , sudah usang saya mendengar nama dan riwayat hidupnya. Baru sekali ini saya melihat terang keadaannya. Ternyata beliau seorang lelaki berperawakan kekar , berwajah jantan dan gagah. Tidak heran ada kecemburuan terselubung di hati Hantu Muka Dua. Kalau hingga lelaki ini jatuh ke tangan si nenek Hantu Santet Laknat , heh…. Aku melihat dua kaki itu. Walau mungkin menyengsarakan dirinya namun beliau mempunyai sesuatu yang luar biasa…. Sangat disayangkan kalau lelaki segagah ini jatuh ke tangan Hantu Santet Laknat atau mungkin…. Aku menyirap kabar seorang gadis sakti berjulukan Luhjelita menginginkan dirinya. Entah untuk maksud jahat atau maksud baik. Bisa saja Luhjelita berhasil memikat hatinya dibanding dengan Hantu Santet Laknat Mungkin saya perlu menemui Peri Bunda dan berterus terang padanya…."
DI dalam jaring di atas pundak Lakasipo , kakek Setan Ngompol berbisik pada Wiro dan Naga Kuning. "Hai , apakah kalian tidak melihat semenjak tadi gadis anggun di atas belibis putih itu memperhatikan diriku?"
Naga Kuning tertawa cekikikan. Wiro tekapkan tangannya ke lisan menahan tawa.
"Tua bangka edani Kalau hingga Peri itu jatuh olnta padamu , saya berani digantung kaki ke atas kepala ke bawah!"
"Aku berani disunat sekali lagi hingga habis!" kata Wiro pula.
Setan Ngompol tertawa cekikikan. "Kalaupun beliau tidak suka padaku , apa kalian mengira Peri itu suka pada salah satu dari kalian? Huh!"
Di atas belibis putih Peri Angsa Putih hendak berkata. Tapi mendadak urungkan niatnya karena tiba-tiba matanya melihat ada sesosok tubuh berpakaian Jingga mendekam sembunyi di bawah sebatang pohon yang dikelilingi semak belukar lebat. "Heh…. Baru disebut sudah muncul. Ternyata beliau memang benar-benar mencari Lakasipo. Luhjelita , gerangan apa maksudmu sebenarnya? Jika kau bermakaud baik mungkin kau akan mengecewakan diriku. Jika kau berniat jahat jelas-jelas itu tidak berkenan di hatiku…."
Di balik pohon besaryang dikelilingi semak belukar lebat dan terletak tak jauh dari Lakasipo berada memang mendekam sosok seorang gadis berkulit halus , berwajah anggun yang bukan lain yaitu Luhjelita. Di sebelahnya mendekam pula sosok seekor kura-kura raksasa coklat bersayap yang selama ini menjadi tunggangannya. Seperti dituturkan sebelumnya Hantu Muka Dua yang menganggap gadis itu sebagai kekasihnya telah memerintahkan Luhjelita mencari dan membunuh Lakasipo. Seperti Peri Angsa Putih , selama ini Luhjelita tidak pernah bertemu muka dan melihat terang sosok dan wajah Lakasipo. Ternyata lelaki itu mempunyai wajah gagah walau sepasang kakinya berbentuk abnormal , terbungkus oleh bola-bola batu.
"Kalau beliau segagah ini , apakah hingga hatiku membunuhnya…?" membatin Luhjelita. "Ah! Bagaimana ini!" Luhjelita garuk-garuk rambutnya berulang kali. Lalu beliau memandang ke atas. "Heh…. Peri Angsa Putih…. Sepertinya beliau telah tahu kehadiranku di tempat ini. Apakah saya harus terus bersembunyi atau pribadi saja menghadang Lakasipo. Tapi membunuh lelaki itu sepertinya…."
"Lakasipo…." Tiba-tiba terdengar bunyi Peri Angsa Putih dari atas sana. "Setahuku kau dilahirkan sebagai anak tunggal. Bagaimana kini kau bisa berkata punya tiga orang saudara?"
"Panjang ceritanya wahai Peri Angsa Putih. Tapi kalau kau sudi mendengarkan penuturan saya…."
Peri Angsa Putih gelengkan kepala. "Tidak kini wahai Lakasipo. Pertolongan apa yang dibutuhkan tiga saudaramu itu?"
"Mereka ingin kembali ke dunia mereka. Dunia seribu dua ratus tahun mendatang bagi kita. Jika itu tidak mungkin , mereka ingin semoga diri mereka bisa dirubah menjadi sebesar insan di negeri Latanahsilam ini…."
"Aneh kedengarannya. Saudaramu berasal dari dunia seribu dua ratus tahun sesudah dunia kita. Lalu saudaramu ingin dirubah menjadi sebesar kita. Memangnya bagaimana keadaan diri mereka…?"
"Sulit bagi saya memberi tahu wahai Peri Angsa Putih kalau tidak menerangkan dari pangkal ceritanya…."
"Beberapa waktu kemudian Peri Bunda pernah menceritakan perihal makhluk abnormal sebesar jari kelingking yang entah bagaimana tahu-tahu berada di dunia kita…. Merekakah yang dimaksudkan oleh Peri Bunda?"
"Saya yakin memang mereka wahai Peri Angsa Putih…." Lakasipo kemudian ambil jaring akar kayu yang melekat di pundak kanannya. Wiro , Naga Kuning dan setan Ngompol diletakkannya di telapak tangan kiri kemudian diperlihatkannya pada Peri Angsa Putih.
Naga Kuning pribadi menjura. Setan Ngompol terbungkuk-bungkuk tekap pecahan bawah perutnya. Hanya Pendekar 212 Wiro Sableng yang tetap tegak sambil rangkapkan dua tangan di depan dada.
Pari Angsa Putih tundukkan kepalanya , memantang ke bawah. "Heh…. Tiga saudaramu memang aneh-aneh wahai Lakasipo. Ada yang sikapnya tengil , ada yang wangi dan ada yang bersikap mau gagah sendirl…."
"Harap maafkan mereka wahai Peri Angsa Putih. Mareka berasal dari alam dunia yang berbeda dengan kita..”
"Jika keadaan dan perilaku mereka mirip ini , saya khawatir Hantu Tangan Empat tak akan mau menolong mereka ," kata Peri Angsa Putih pula.
Mendengar kata-kata sang Peri hampir terlompat ucapan dari lisan Wiro bahwa Hantu Tangan Empat Mati mau menolong. Karena waktu di alam dunia mereka , beliau pernah menolong kakek itu. Tapi karena tadi dirinya sudah disindir sebagai seorang yang bersikap mau gagah sendiri , murid Sinto Gendeng kesannya tetapkan membisu saja.
"Perl Angsa Putih , berdasarkan tiga saudaraku , dan setahuku sendiri , Hantu Tangan Empat selalu bersikap baik pada semua orang. Aku yakin kakek itu mau menolong tiga saudaraku. Kalau saja Peri mau memperlihatkan di mana beliau berada…."
"Aku tak mungkin memberitahu tanpa ijinnya…" kata Peri Angsa Putih pula.
"Lakasipo!" teriak Wiro. "Dari ucapan Peri Angsa Putih saya yakin beliau tahu di mana Hantu Tangan Empat Itu berada. Kau harus memaksanya. Ini kesempatan satu-satunya bagi kami untuk bisa kembali ke dunia kami!"
"Peri Angsa Putih , saya harap kau mau bermurah hati menolong tiga saudaraku ini…."
"Maafkan saya wahai Lakasipo. Saat Ini saya belum bisa menjanjikan apa-apa. Entah di kemudian hari…."
Wiro hentakkan kaki kanannya di atas telapak tangan Lakasipo. "Lakasipol Katakan pada Peri itu , setahuku yang namanya Peri bersifat murah hati , penuh hasrat menolong. Peri yang satu ini Peri sungguhan atau apa…?"
"Aku tak berani memaksanya wahai saudaraku…."
"Kalau begitu biar saya yang bicara dengannya! Angkat diriku lebih ke atas…."
"Jaraknya terlalu jauh Wiro…."
"Kalau begitu minta beliau turun lebih erat ke sini ," kata Wiro pula.
Tapi Lakasipo mana berani memerintah Peri Angsa Putih.
Di atas punggung tunggangannya Peri Angsa Putih mendengar ucapan-ucapan Lakasipo. Dia menimbangnimbang seketika kemudian ketika beliau siap hendak berucap tiba-tiba dari balik semak belukar melompat sosok tubuh seorang gadis berpakaian Jingga.
"Lakasipo! Kita belum pernah bertemu muka! Apakah diriku cukup layak menemuimu untuk membicarakan satu urusan sangat penting?"
"Dukk… dukkk!"
Lakasipo hingga tersurut dua langkah saking kagetnya. Sambaran angin orang yang barusan berkelebat bukan olah-olah kerasnya mengambarkan beliau mempunyai ilmu kepandaian tinggi. Memandang ke depan Lakasipo tercekat melihat seorang gadis berpakaian Jingga , berwajah anggun dan mempunyai kulit putih mulus serta rambut digulung ke atas. Potongan tubuhnya yang padat elok menciptakan nafas Lakasipo seolah tertahan beberapa lamanya.
"Wahai gadis berpakaian Jingga. Siapakah engkau dan urusan sangat penting apa yang kau maksudkan?" bertanya Lakasipo.
Di atas sana paras Peri Angsa Putih pribadi berubah ketika melihat siapa yang muncul. "Gadis genit tukang rayu itu! Akhirnya berani juga ia memunculkan diri mendahuluiku! Kalau Lakasipo hingga terpikat beliau bisa celaka… Bagaimana saya memotong pembicaraan mereka dan memberi ingat lelaki itu."
"Lakasipo!" Peri Angsa Putih berseru. "Pembicaraan kita belum selesai. Harap kau tidak menciptakan urusan gres dulu!"
Di atas telapak tangan Lakasipo Pendekar 212 Wiro Sableng cepat membaca keadaan. "Heh… Peri Angsa Putih seolah merasa tersisih dengan kemunculan si anggun berpakaian Jingga ini. Mungkin juga ada rasa cemburu. Mungkin saya bisa pergunakan kesempatan semoga beliau tidak kehilangan muka!" Habis berpikir begitu Wiro hentakkan kakinya ke telapak tangan Lakasipo kemudian berteriak.
"Lakasipo! Jika kau tidak perdulikan Peri di atas sana , jangan harap ada yang bisa menolong diriku dan kawan-kawan. Kalau hingga kami tidak tertolong karena ulahmu , jangan kira kami masih mau menganggap dirimu sebagai saudara!"
Diancam mirip itu Lakasipo jadi bingung. Sementara itu didepannya Luhjelita mulai merayu dengan melontarkan senyum-senyum memikat. Malah dengan beraninya sambil memegang lengan Lakasipo gadis ini berkata. "Lakasipo , namaku Luhjelita. Aku tiba untuk memberitahu kabar yang kusirap. Ada seseorang inginkan jiwamu…."
"Siapa?!" tanya Lakasipo.
"Tak bisa kukatakan di sini…."
"Jika kau bermaksud baik mengapa berahasia segala?!" sergah Lakasipo.
"Lakasipo!" Di atas sana Peri Angsa Putih berseru keras. "Jika kau tidak merasa perlu meneruskan pembicaraan denganku , saya siap pergi…."
Wiro kembali hentakkan kaki kanannya ke telapak tangan Lakasipo dan berteriak mengancam. "Lakasipo! Cukup kita bersaudara hingga di sini! Turunkan saya dan kawan-kawan ke tanah! Biar kami menentukan jalan sendiri!"
"Wiro , tunggu…." Lakasipo memandang ke depan. "Luhjelita , dikala ini aku…."
Gadis anggun di depan Lakasipo tersenyum manis kemudian berkata. "Aku tidak akan mengganggumu. Aku tidak mau mengecewakan tiga makhluk abnormal yang kau sebut saudaramu Ku. Aku akan tinggalkan tempat ini. Tapi satu hari di muka , pada dikala matahari terbit kutunggu dirimu di Goa Pualam Lamerah. Kau akan menyesal seumur-umur kalau tidak menemuiku…"
Tanpa menunggu jawaban Lakasipo , Luhjelita segera putar tubuh dan berkelebat tinggalkan tempat itu. Sebelum berlalu dari tepi telaga beliau melirik ke atas sana dan mengulum senyum penuh arti pada Peri Angsa Putih. Dalam hati gadis ini berkata. "Peri Angsa Putih , dengan segala kecantikan dan kelebihan derajatmu jangan mengira kau bakal mendapatkan Lakasipo. Hatiku terlanjur jatuh padanya pada pandangan pertama…." Luhjelita kembali ke balik semak belukar lebat di bawah pohon besar , pribadi naik ke punggung kura-kura kemudian melayang terbang dan lenyap di udara.
* *

2126

DI ATAS punggung belibis putih , Peri Angsa Putih luruskan jari telunjuk tangan kanannya. Jari ini diarahkan pada telapak tangan Lakasipo di atas mana Wiro dan dua kawannya berada. Ketika jari tangan itu tergetar terjadilah satu hal yang luar biasa. Seperti tersedot tubuh Wiro melesat ke atas. Belum sempat sang pahlawan sadar apa yang terjadi tahu-tahu dirinya sudah berada di atas telapak tangan kiri Peri Angsa Putih.
Untuk beberapa lamanya sepasang mata biru sang Peri menatap memperhatikan sosok Wiro yang hanya sebesar jari kelingking Ku. Melihat keadaan Wiro sedekat dan sejelas Ku , perilaku Peri Angsa Putih yang semula tidak hirau kini jadi berubah.
"Wahai , rupanya orang ini masih muda belia. Rambutnya gondrong. Wajahnya cakap. Ternyata beliau lebih gagah dari Lakasipo. Murah senyum. Kulitnya kuning bersih. Pandangan matanya lucu. Suka garuk-garuk kepala. Tubuhnya penuh otot Heh… ada guratan tiga angka di pertengahan dadanya. Lalu ada sebuah benda terselip di pinggang celananya. Pakaiannya walau dekil tapi bukan terbuat dari kulit kayu atau dedaunan mirip yang dimiliki orang-orang di Latanahsilam. Sikapnya seenaknya saja , malah agak kurang ajar. Terhadap diriku beliau seolah menganggap sama rata saja. Tapi mengapa saya mulai tertarik padanya…?"
"Terima kasih , kau tadi telah menyelamatkan mukaku dari aib besar…" kata Peri Angsa Putih.
Hembusan nafasnya waktu bicara tadi menciptakan Wiro terpental hingga hampir jatuh terjungkal ke tanah. Sang Peri maklum kalau beliau harus bicara perlahan di jarak sedekat itu.
"Sosok cebol , makhluk apa kau sebenarnya? Siapa dirimu? Apakah kau punya nama?"
Murid Eyang Sinto Gendeng menyeringai. "Kau boleh memanggil saya Si Cebol , Si Kontet atau Si Katai! Suka-sukamulah wahai Peri Angsa Putih…."
Peri anggun itu tertawa lebar mendengar kata-kata Pendekar 212. "Mendengar tutur bicaramu terang kau bukan penduduk Latanahsilam , walau kau bicara coba menggandakan logat orang sini. Pakai wahai segala! Aneh terdengarnya. Apa benar kau berasal dari dunia seribu dua ratus tahun lebih bau tanah dari dunia kami?"
"Saya dan kawan-kawan memang berasal dari dunia lain. Kami kesasar tiba ke sini…."
"Bagaimana bisa kesasar?"
"Itu yang masih kami selidiki. Tapi dikala ini yang kami inginkan yaitu kembali ke dunia kami. Jika tidak mungkin , kalau nasib kami harus tetap mendekam di negeri ini maka kami ingin semoga sosok kami bisa dibentuk sebesar sosok orang-orang yang ada di sini. Kalau tidak ancaman akan selalu mengikuti kemana kami pergi."
"Katamu kau tiba kesasar ke negeri ini. Berarti sulit mencari jalan pulang. Untuk memenuhi keinginanmu menjadi sebesar kami , siapa pula yang bisa melakukannya?"
"Hanya ada satu orang. Hantu Tangan Empat!" jawab Wiro.
"Mengapa kau begitu yakin kakek satu itu bisa menolongmu?" tanya Peri Angsa Putih.
"Kami pernah bertemu dengannya di Tanah Jawa…."
"Tanah Jawa? Di mana itu?" tanya Peri Angsa Putih.
Wiro garuk-garuk kepalanya. "Negeri asai kami. Sulit bagaimana menerangkannya padamu. Waktu berada di Tanah Jawa , sosok Hantu Tangan Empat sama besarnya dengan sosok tubuh kami. Kalau beliau berada di sini tentu sosoknya sama besar dengan orang-orang di sini. Berarti beliau punya ilmu membesar dan mengecilkan tubuh…."
"Kau cerdik!" kata Peri Angsa Putih mirip memuji.
"Tidak , itu jalan pikiran wajar-wajar saja ," jawab Wiro polos. "Peri Angsa Putih , melihat kepada wajahmu yang anggun dan tutur bicaramu yang sopan , saya tahu kau seorang Peri baik hati. Tetapi mengapa kau tidak mau menolong diriku mempertemukan dengan Hantu Tangan Empat?"
"Soalnya saya tidak tahu di mana beliau berada."
Wiro tersenyum. "Tadi saya dengar kau berkata tidak mau membawa saya pada kakek itu tanpa ijinnya. Bagi saya berarti kau tahu di mana Hantu Tangan Empat berada. Malah saya menduga kau punya kekerabatan erat dengan orang bau tanah itu…. Seingat saya Hantu Tangan Empat hidungnya mancung bagus. Hidungmu juga mancung bagus. Mungkin itu Embanmu atau…."
"Apa itu Emban?" tanya Peri Angsa Putih.
Wiro jadi garuk-garuk kepala lagi. "Maksud saya mungkin beliau kakekmu…."
Peri Angsa Putih kembali tertawa. "Kalau saya tidak mau menolongmu , apa yang akan kau lakukan?"
"Ya , bagaimana ya? Tapi saya tidak percaya bunyi mulutmu sama dengan bunyi hatimu "
Peri Angsa Putih tersenyum. Makin banyak bicara dengan makhluk di atas telapak tangannya itu makin bahagia hatinya.
"Makhluk cebol yang tak mau memberitahu nama…."
"Nama saya Wiro. Wiro Sableng!" ujar Wiro.
Peri Angsa Putih tertawa cekikikan.
"Ada yang lucu wahai Peri Angsa Putih?"
"Kau tahu apa arti sableng di negeri Latanahsilam ini?" tanya Peri Angsa Putih.
Wiro menggeleng.
"Di Latanahsilam sableng artinya kencing kuda! Hik… hik… hik!" Sang Peri tertawa cekikikan.
"Sialan!" maki Wiro sambil garuk-garuk kepala. "Masih bagus artinya cuma kencing kuda. Kalau anunya kuda…!"
Kembali Peri Angsa Putih tertawa cekikikan walau kali ini wajahnya kelihatan kemerahan.
"Lakasipo tak pernah memberi tahu ," ujar Wiro pula. "Dia cuma memberi tahu kata totok yang artinya dada perempuan. Tapi tidak dijelaskan apa dada gadis yang masih molek bagus atau punyanya nenek-nenek yang sudah peot!"
Walau paras Peri Angsa Putih menjadi merah namun beliau tak sanggup menyembunyikan tawanya.
"Baiklah makhluk abnormal berjulukan Wiro Sableng. Aku berjanji akan mempertemukanmu dengan Hantu Tangan Empat. Mudah-mudahan beliau bisa menolongmu. Kita berangkat sekarang…."
"Tunggu!" seru Wiro. "Yang perlu ditolong bukan cuma saya seorang. Tapi juga dua orang kawanku yang masih ada di atas telapak tangan Lakasipo itu…."
Peri Angsa Putih gelengkan kepala. "Wahai! Aku hanya bersedia menolong kau seorang. Perihal dua kawanmu itu biar mereka mencari pertolongan sendiri."
"Maafkan saya wahai Peri Angsa Putih. Kalau dua kawanku tidak ikut , lebih baik saya tidak pergi bersamamu. Lebih baik kami bertiga seumur-umur berada dalam keadaan mirip ini. Jika nasib baik mungkin satu ketika ada yang bisa menolong kami…."
Peri Angsa Putih tatap wajah Pendekar 212 sambil hatinya berkata. "Pemuda cebol ini ternyata berhati luhur. Setia kawan. Padahal tadi saya cuma ingin me nyelami budi pekertinya yang sebenarnya. Ternyata beliau benar-benar baik."
"Wiro , kau tak usah khawatir. Kalau kau ingin dua kawanmu turut serta tidak jadi masalah. Mereka biar saja ikut bersama Lakasipo. Kau ikut naik belibis bersamaku…."
"Terima kasih Peri Angsa Putih. Tapi mohon maafmu. Jika kau sudi , bawa saya dan dua kawanku sekalian. Kalau tidak biar Lakasipo yang membawa kami bertiga…."
Peri Angsa Putih kembali tatap wajah Wiro. Lalu senyum nampak menyeruak di wajahnya yang cantik. Jari tangannya diluruskan dan diarahkan ke bawah. Sosok Naga Kuning dan Setan Ngompol serta merta tersedot ke udara.
"Wahai Lakasipo , saya akan membawa tiga saudaramu ini ke satu tempat. Kau menyusul dengan kuda kaki enammu. Turuti arah matahari terbenam hingga kesannya kau menemukan sebuah sungai bercabang dua. Berhenti di cabang sungai hingga kau menerima petunjuk lebih lanjut. Tapi ada satu hal harus kau ingat wahai Lakasipo. Hindari pertemuan dengan Luhjelita di Goa Pualam Lamerah!"
Rupanya Peri Angsa Putih telah sempat mendengar ucapan Luhjelita perihal rencana pertemuan di satu goa berjulukan Pualam Lamerah.
"Saya… saya akan perhatikan apa yang kau katakan wahai Peri Angsa Putih ," ujar Lakasipo pula.
Sesaat belibis putih dan penunggangnya lenyap di udara. Lakasipo segera melangkah ke tempat beliau meninggalkan Laekakienam. Namun gres menindak dua langkah tiba-tiba lima gadis anggun menghadang langkahnya. Mereka ternyata yaitu Luhtinti dan empat gadis yang berasal dari tempat kediaman Hantu Muka Dua. Lakasipo hampir lupa kalau mereka masih ada di situ.
"Lakasipo , saya ingin kau membawa saya serta…" kata Luhtinti.
"Kami berempat juga ," kata salah satu dari empat gadis. "Kau telah menolong kami. Kini diri kami yaitu milikmu. Bawa kami bersamamu!"
"Wahai! Walau kudaku besar tapi enam orang menungganginya sekaligus mana mungkin!" kata Lakasipo. Lalu beliau pandangi empat gadis di depannya. "Kalian , bukankah penduduk sekitar sini? Sekarang kalian bebas. Sebaiknya pulang kembali ke tempat asal masing-masing…."
Empat gadis itu sama-sama terdiam. Akhirnya yang satu berkata. "Jika itu kehendakmu , kami berdasarkan saja. Sekali lagi kami mengucapkan terima kasih atas pertolonganmu." Bersama tiga kawannya gadis ini letakkan dua tangan di atas kepala kemudian bersurut mundur dan tinggalkan tempat itu.
"Aku tak punya tempat kediaman , tak punya orang bau tanah ataupun sanak saudara. Apakah kau akan menyuruhku pergi juga mirip mereka wahai Lakasipo?" bertanya Luhtinti , si gadis hitam manis.
"Luhtinti , mengadakan perjalanan bersamaku berarti menjatuhkan sebagian ancaman dan malapetaka atas dirimu. Aku tak mau…."
"Kalau tidak kau tolong , saya sudah usang mati di tempat ini wahai Lakasipo. Sekarang apa artinya ancaman atau malapetaka bagiku? Kematian pun kalau menghadang akan kuhadapi…."
Lakasipo menarik nafas panjang. Akhirnya dipegangnya pinggul ramping Luhtinti kemudian gadis hitam manis ini dinaikkannya ke atas kuda berkaki enam yang jadi tunggangannya.

2127

KARENA Goa Pualam Lamerah terletak di satu arah perjalanan yang menuju ke tempat pertemuan yang dikatakan Peri Angsa Putih maka Lakasipo alias Hantu Kaki Batu merasa tidak ada salahnya beliau mampir ke goa itu guna menemui gadis anggun berjulukan Luhjelita.
Ada beberapa hal abnormal yang ingin disingkapkan Lakasipo. Pertama mengapa Peri Angsa Putih melarangnya bertemu dengan Luhjelita. Ke dua , siapa Luhjelita bergotong-royong dan apakah benar keterangan gadis itu bahwa ada seseorang ingin membunuhnya? Semakin keras terasa panggilan larangan Peri Angsa Putih sebaliknya bertambah besar lengan berkuasa pula hasrat Lakasipo untuk menemui Luhjelita.
Saat itu bergotong-royong Lakasipo ingin berada sendirian. Namun Luhtinti masih terus saja ikut bersamanya walau sudah didesak berulang kali semoga gadis itu kembali ke tempat asal kediamannya atau diantar ke satu tempat. Kalau tidak karena kasihan rasanya mau Lakasipo meninggalkan gadis itu begitu saja di tengah jalan. Kini kehadirannya seolah menjadi beban bagi dirinya.
Beberapa dikala sesudah matahari terbit pagi itu , udara mendung menyungkup sepanjang perjalanan. Sebelum mencapaitujuannya hujan lebat turun. Karena ingin cepat-cepat hingga di Goa Pualam Lamerah , Lakasipo terus saja memacu kuda kaki enamnya.
Di bawah hujan lebat yang mendera , dalam keadaan berair kuyup Lakasipo kesannya memasuki satu daerah bebukitan penuh dengan batu-batu berwarna putih kelabu. Inilah daerah bukit kerikil pualam di mana Goa Pualam Lamerah terletak.
Tidak sulit bagi Lakasipo mencari goa itu karena berada di puncak salah satu bebukitan dan dari kejauhan telah kelihatan batu-batunya yang berwarna merah. Lakasipo tinggalkan kuda kaki hitam enamnya di lisan goa kemudian melompat turun. Sebelum masuk ke dalam goa kerikil merah itu beliau mengelus leher kudanya seraya berbisik. "Laekakienam , harap kau berjaga-jaga di tempat ini. Aku punya firasat kurang enak. Beri tahu saya kalau terjadi sesuatu…."
Lakasipo berpaling pada Luhtinti yang masih berada di atas punggung Laekakienam. "Ayo turun. Ikut saya masuk ke dalam goa…."
"Wahai. Aku menunggu di sini saja…."
"Di bawah hujan lebat begini rupa?"
"Tak jadi apa ," kata Luhtinti sambil menyibakkan rambutnya yang basah.
Lakasipo pandangi wajah gadis itu. Seolah gres Sadar beliau melihat ternyata Luhtinti mempunyai wajah anggun dan tubuh bagus. Memandang dari arah samping wajah Luhtinti mengingatkan Lakasipo pada wajah Luhsantini , istri Latandai alias Hantu Bara Kaliatus yang malang Ku. Sebelumnya wanita Ku bersikeras akan ikut kemana Lakasipo pergi. Setelah diberi peringatan , apa lagi keadaannya yang cidera di asisten , dan sesudah dijanjikan akan segera ditemui gres Luhsantini mau ditinggalkan di Latanahsilam. (Baca Hantu Bara Kaliatus)
Kuda hitam besar usap pundak Lakasipo dengan ujung lidahnya tanda mengerti apa yang barusan dikatakan Lakasipo.
"Luhtinti , kau dan Laekakienam tunggu di sini. Aku tak akan lama…."
Luhtinti anggukkan kepala. Namun dalam hati beliau berkata. "Jika yang kau temui yaitu seorang gadis berjulukan Luhjelita , kau tak akan bisa cepat-cepat meninggalkannya." Ingin Luhtinti memperingatkan lelaki itu semoga berhati-hati. Namun entah mengapa ucapan itu tidak keluar dari mulutnya.
Lakasipo balikkan tubuh kemudian melangkah masuk ke dalam goa. "Dukk… duukkk… dukkkk". Kaki-kaki kerikil yang melangkah menjadikan bunyi dan getaran keras di lantai goa. Setelah menempuh sebuah lorong sepanjang dua belas tombak beliau hingga ke sebuah ruangan kerikil berwarna merah muda. Ruangan ini kosong melompong. Tak ada pintu tak ada perabotan. Ini yaitu ujung buntu dari Goa Pualam Lamerah.
"Kosong , tak ada orang tak ada apapun. Janganjangan gadis itu menipuku. Atau mungkin ini satu jebakan? Atau bisa jadi beliau belum hingga di tempat ini…." Pikir Lakasipo. Dia dudukkan diri di lantai batu. Menunggu sesaat sambil mengeringkan rambut dan badannya yang basah. Setelah duduk cukup usang Lakasipo jadi kesal. Di luar goa tidak terdengar lagi bunyi menderu mengambarkan hujan telah reda. Lakasipo bangun berdiri. Ketika beliau hendak melangkah meninggalkan ruangan itu tiba-tiba di atasnya ada bunyi berdesir. Memandang ke atas Lakasipo terkejut. Sebagian langit-langit kerikil dilihatnya bergerak turun. Langit-langit yang turun ini berbentuk sebuah tonggak empat persegi panjang setinggi dua tombak. Di atas tonggak kerikil ini tegak berdiri sosok gadis anggun berpakaian jingga. Sebelumnya Lakasipo melihat rambutnya tergulung. Kini rambut gadis itu tergerai lepas menutupi pecahan dadanya. Kalau saja rambut itu tidak menjulai di depan dada pasti Lakasipo bisa melihat kelembutan dada yang membukit karena hanyaditutupi dedaunan aneka warna.
"Luhjelita…" desis Lakasipo.
"Wahai gembiranya hati ini. Ternyata kau masih ingat namaku dan sudi menyebutnya…" kata Luhjelita sambil lemparkan senyum dikulum. Dia menciptakan gerakan dengan tangan kirinya. Tonggak kerikil tempat beliau berdiri secara abnormal secara perlahan-lahan bergerak miring ke kiri. Kini tonggak kerikil besar itu berubah seolah menjadi tempat ketiduran. Luhjelita duduk di salah satu ujungnya.
"Harap maafkan diriku wahai Lakasipo. Aku telah membuatdirimu bersusah payah , kehujanan dan berair kuyup untuk tiba ke sini…."
Lakasipo balas tersenyum.
"Apakah kau tiba seorang diri ke Goa Pualam Lamerah ini wahai Lakasipo?"
"Ada seorang gadis menunggu di luar goa bersama kuda hitamku…" jawab Lakasipo.
"Heh…. Apakah beliau itu seorang Peri atau seorang gadis berkulit hitam manis berjulukan Luhtinti?"
"Dia Luhtinti…."
"Mengapa kau membiarkannya saja sendirian di luar sana?"
"Aku sudah mengajaknya masuk tapi beliau tidak mau."
"Wahai! Mungkin beliau tidak suka melihat diriku!" kata Luhjelita pula kemudian tertawa berderai. Dalam hati Luhjelita berkata. "Luhtinti gadis cerdik. Wajahnya cantik. Sebelum beliau menjadi sainganku lebih baik siapa dirinya kuberitahu pada Lakasipo."
"Luhjelita , waktu di tepi telaga kemarin kau menyampaikan ada seseorang yang ingin membunuhku…."
"Hal itu memang akan kita bicarakan wahai Lakasipo. Duduklah di atas kerikil ini , di sampingku. Banyak yang akan kita bicarakan. Aku tak mau kau menjadi lelah karena berdiri terus-terusan…."
Lakasipo duduk di atas kerikil di sebelah Luhjelita. Tapi beliau sengaja menjaga jarak , tidak terlalu dekat.
"Sebelum kujelaskan siapa yang ingin membunuhmu , terlebih dahulu perlu kuberitahu siapa adanya Luhtinti , gadis anggun yang berada di luar goa sana…. Dia yaitu gadis culikan Hantu Muka Dua yang kemudian dipelihara dan diberikan kiprah sebagai mata-mata…."
"Mata-mata….? Mata-mata apa maksudmu wahai Luhjelita?"
"Apa kau tidak pernah menyirap kabar bahwa semenjak usang Hantu Muka Dua memaklumkan diri sebagai Raja Di Raja segala Hantu di Negeri Latanahsilam ini?"
"Memang pernah kudengar hal itu. Tapi kukira beliau akan menerima banyak tantangan…. Tidak semua para Hantu suka dan mau tunduk padanya ," kata Lakasipo.
"Benar. Namun kalau ilmu kepandaiannya jauh lebih tinggi dari kepandaian semua Hantu digabung jadi satu , apa daya mereka? Menantang berarti hancuri Luhtinti dijadikan kepetangan untuk menyirap kabar , menyelidik segala sesuatunya. Karena kabarnya Hantu Muka Dua telah membangun satu Istana Batu di mana beliau akan bertahta sebagai Raja Di Raja Para Hantu Negeri Latanahsilam…. Aku khawatir Luhtinti sengaja ikut denganmu dalam rangka tugasnya sebagai matamata Hantu Muka Dua."
Lakasipo terdiam. Dengan bunyi perlahan beliau kemudian berkata. "Gadis itu memperlihatkan perilaku sebagai sangat berhutang budi padaku. Aku menyelamatkannya di Telaga Lasituhitam. Dia seolah ingin memperhambakan diri padaku walau terus terang saya tidak suka…."
"Suka atau tidak suka jangan hingga kau tertipu. Kau tahu salah satu sifat Hantu Muka Dua yaitu Segala Tipu. Hal itu pasti sudah diajarkannya pada gadis kepetangan itu."
Saat itu tiba-tiba di luar goa terdengar ringkikan Laekakienam. Lakasipo memandang ke arah lorong keluar. Ketika beliau hendak berdiri Luhjelita memegang lengannya.
"Kudamu hanya meringkik karena kedinginan. Mengapa perlu kau risaukan wahai Lakasipo. Pembicaraan kita masih panjang. Apa mau diputus begitu saja? Bahkan saya masih belum memberi tahu siapa yang berniat jahat hendak membunuhmu…."
Mendengar kata-kata Luhjelita itu ditambah sentuhan jari-jari tangan halus dan hangat di lengannya menciptakan Lakasipo yang hendak berdiri kembali duduk di kerikil panjang.
Luhjelita menggeser duduknya lebih dekat. Tangannya masih memegangi lengan Lakasipo.
"Tidakkah kau merasa hirau taacuh Lakasipo?" tanya Luhjelita. Hembusan nafasnya menghangati wajah lelaki itu.
"Aku habis kehujanan. Memang terasa dingin. Tapi sedikit. Tak jadi apa…."
"Jika kau kedinginan dan perutmu terasa lapar , kebetulan saya membawa dua bungkus kecil wajik ketan. Gurih dan manis…." Luhjelita kemudian keluarkan dua bungkusan kecil daun pisang dan diperlihatkannya pada Lakasipo. "Ambillah. Kau satu saya satu…."
"Terima kasih wahai Luhjelita. Aku tidak lapar…."
Luhjelita tersenyum. Dua bungkus wajik itu disimpannya kembali.
"Kapan kau akan menceritakan siapa yang ingin membunuhku?" tanya Lakasipo.
"Ohh… soal Ku! Pasti akan kuceritakan. Sekarang juga!" Jawab Luhjelita seraya tertawa lebar dan dengan manja letakkan kepalanya di pundak Lakasipo. "Kau kenal nama Hantu Santet Laknat bukan?"
Lakasipo mengangguk.
"Kau juga kenal seorang berjulukan Latandai yang kemudian dijuluki Hantu Bara Kaliatus?"
"Ya , saya kenal. Lebih dari kenal…" jawab Lakasipo.
"Hantu Bara Kaliatus yaitu murid Hantu Santet Laknat. Dia telah mendapatkan satu ilmu kesaktian dahsyat berjulukan Bara Setan Penghancur Jagat. Itu saja sudah jadi malapetaka bagi Negeri Latahasilaml Tapi yang sangat berbahaya ialah bahwa Hantu Santet Laknat telah mencuci otak lelaki itu. Menjadikannya budak kekuasaannya dan akan melaksanakan apa saja yang diperintahkannya. Salah satu perintah si nenek Hantu Santet Laknat yaitu membunuhmu!"
Berubahlah air muka Lakasipo mendengar keterangan Luhjelita itu. "Aku pernah bertempur melawan Hantu Bara Kaliatus ketika beliau hendak membunuh Luhsantini istrinya sendiri. Peri Bunda turun tangan hingga lelaki itu mendapatkan eksekusi mengerikan. Dia lenyap entah kemana…. Tapi saya tidak pernah mengira kalau Hantu Santet Laknat juga memberi perintah padanya untuk membunuhku!"
"Antara kau dan Hantu Santet Laknat pasti ada satu silang sengketa besar. Coba kau ingat-ingat…."
Lakasipo pandangi wajah anggun jelita di sampingnya. Yang dipandangi membalas dengan senyum mesra dan kembali letakkan kepalanya di pundak Lakasipo. Sesaat Lakasipo elus-elus kepala gadis itu. Lalu berkata. "Kemungkinan Hantu Santet Laknat merasa khawatir aku" akan membalas dendam. Karena keadaan dua kakiku hingga ditimbun bola-bola kerikil begini rupa yaitu akhir pekerjaan santetnya. Seorang perjaka keji berjulukan Lahopeng telah membayarnya semoga saya disantet begini rupa. Yang lebih terkutuk Hantu Santet Laknat memperalat roh istriku untuk mencelakai diriku!" (Baca serial Wiro Sableng berjudul "Bola Bola Iblis")
Waktu berkata-kata itu dada Lakasipo tampak turun naik mengambarkan darahnya dibakar oleh dendam kesumat. Lama Luhjelita terdiam. Tidak disangkanya Lakasipo mempunyai riwayat hidup yang begitu hebat tetapi juga menyedihkan. Sebelumnya Luhjelita hanya mendengar sedikit saja dari riwayat Lakasipo. Rasa hiba muncul di hati gadis ini. Semakin jauh beliau dari maksud semula yang diperintahkan Hantu Muka Dua yaitu membunuh Lakasipo!
"Aku yakin dugaanmu tidak meleset. Pasti Hantu Santet Laknat memperalat Latandai alias Hantu Bara Kaliatus untuk membunuhmu sebelum kau melaksanakan pembalasan…" kata Luhjelita pula.
"Wahai Luhjelita , hanya itu semuakah yang hendak kau sampaikan padaku?" bertanya Lakasipo sesudah ke duanya sama berdiam diri beberapa lamanya.
"Masih ada satu hal lagi. Ini yang paling penting. Hantu Muka Dua juga ingin membunuhmu…."
Lakasipo hingga bangun tertegak mendengar katakata Luhjelita itu. Sepasang mata mereka saling bertatapan. Kalau Lakasipo memandang dengan perasaan kaget penuh tanda tanya sebaliknya Luhjelita menatapnya dengan senyum dan segala kemesraan.
"Wahai Luhjelita , bagaimana… dari mana kau tahu Hantu Muka Dua inginkan jiwaku?!"
Pertanyaan Lakasipo yang tiba-tiba ini menciptakan Luhjelita tak segera bisa menjawab. Tentu saja tak mungkin baginya menyampaikan bagaimana hubungannya selama ini dengan Hantu Muka Dua. Walau Hantu Muka Dua menganggapnya sebagai kekasih padahal bergotong-royong beliau tidak menyukai orang itu , mungkin saja perasaan curiga dan tidak yummy akan muncul di hati Lakasipo terhadapnya. Karenanya Luhjelita mencari logika dalam memperlihatkan jawaban.
"Gadis yang tiba bersamamu itu , mirip kataku beliau yaitu kepetangan Hantu Muka Dua. Dia pasti tahu lebih banyak dariku…. Mengapa tidak kau tanyakan padanya?"
"Heh…. Begitu? Akan kutanyakan kini Juga!" kata Lakasipo.
Luhjelita cepat lingkarkan dua tangannya di ping-gang Lakasipo. "Jangan kesusu wahai Lakasipo. Tenangkan sedikit hatimu. Jika kau bertanya mirip memaksa mungkin kau tidak akan menerima jawaban yang kau inginkan. Sekarang , apakah kau masih tidak lapar?"
Luhjelita kemudian keluarkan kembali dua buah wajik yang dibungkusdaun pisang. "Aku wanita , perutku kecil. Kau ambil wajik yang besar."
Lakasipo tersenyum. "Kau gadis baik. Kau telah memberitahu sesuatu yang sangat berharga , yang bisa menciptakan saya bedaku hati-hati. Aku tak tahu bagaimana membalas semua budimu…."
Luhjelita tertawa merdu. Dia rangkul pinggang Lakasipo erat-erat kemudian tempelkan kepalanya ke perut lelaki itu.
Di luar sana kembali terdengar bunyi ringkikan Laekakienam. Membuat Lakasipo lagi-lagi palingkan kepala. Lalu terdengar bunyi benda hancur.
"Hatiku tidak enak. Jangan-jangan terjadi sesuatu dengan kudaku…."
"Lakasipo , ambillah wajik yang besar ini. Kau ingin saya membuka bungkus daun pisangnya?" kata Luhjelita seolah tidak mendengar ucapan Lakasipo tadi.
"Biar kubuka sendiri ," kata Lakasipo kesannya sambil mengambil wajik yang diberikan si gadis. Keduanya duduk berdampingan di atas kerikil besar. Hanya sesaat sesudah menelan habis wajik itu Lakasipo berkata. "Wajikmu enak. Tapi mengapa tubuhku mendadak merasa letih dan kepalaku jadi berat. Mataku mirip mengantuk…."
Luhjelita merangkul tubuh Lakasipo. "Kau kecapaian wahai Lakasipo. Banyak pekerjaan berat yang telah kau lakukan. Kau perlu istirahat. Kalau kau suka kau boleh tidur di atas kerikil ini…. Mari kutolong kau berbaring."
Perlahan-lahan Luhjelita baringkan tubuh Lakasipo di atas kerikil besar. Gadis ini ikut membaringkan dirinya di samping lelaki itu. Luhjelita gerakkan tangan kirinya. Batu besar keluarkan bunyi berdesir kemudian bergerak naik ke atas langit-langit ruangan.

2128

PENDEKAR 212 Wiro Sableng dan Naga Kuning gamang ketakutan setengah mati dibawa terbang belibis putih. Si Setan Ngompol tergeletak pucat mirip mau pingsan. Dari bawah perutnya terus-menerus mengucur air kencing. Saat itu ketiganya berada dalam gulungan kain putih tipis di pinggang Peri Angsa Putih. Ketiganya tak berani memandang kebawah padahal pemandangan dari ketinggian mirip itu indah sekali.
"Mau dibawa kemana kita ini…." Setan Ngompol tiba-tiba bersuara.
"Diam sajalah…" menyahuti Naga Kuning. "Bukankah kau ingin buru-buru kembali ke Tanah Jawa? Peri yang membawa kita berniat hendak menolong kau masih saja banyak tanya!"
Terbang membumbung tinggi di udara beberapa lamanya Laeputih kesannya turun merendah. Mereka melewati beberapa deretan bukit-bukit yang tertutup hutan lebat , melayang di atas sebuah sungai besar kemudian turun di lamping satu bukit kerikil terjal di atas mana terdapat lima buah air terjun.
Dari lamping kerikil itu ada satu tangga menuju ke bawah. Peri Angsa Putih periksa gulungan pakaian di pinggangnya. Wiro dan kawan-kawannya tampak terbujur tak bergerak entah pingsan entah tertidur. Peri Angsa Putih melompat turun dari tunggangannya kemudian dengan cepat menuruni tangga batu. Di satu tempat di bawah riam di ujung kiri beliau berhenti dan memandang berkeliling.
"Bertahun-tahun saya tak pernah ke sini. Memang tak ada perubahan. Tapi apakah saya berada pada riam yang benar?" Peri Angsa Putih berkata dalam hati sambil memandang berkeliling. Deru riam menciptakan terbangun Wiro dan dua kawannya.
"Astaga! Berada di mana kita ini!" seru Naga Kuning sementara Setan Ngompol termangu cemas menahan kencing. Wiro memperhatikan sekelilingnya kemudian memandang ke atas.
"Air terjun! Kita berada di bawah riam raksasa! Di sebelah sana kulihat ada beberapa riam lagi. Apakah ini daerah tempat kediaman Hantu Tangan Empat?"
Pandangan Peri Angsa Putih membentur sebuah tonjolan di lamping batu. "Tonjolan kerikil itu…. Kuharap saya tidak salah." Gadis bermata biru melangkah mendekati dinding batu. Dengan tangan kanannya yang disertai pengerahan tenaga dalam gadis ini tekan kuatkuat tonjolan kerikil itu. Sesaat menunggu terdengar bunyi benda berat bergeser. Lalu terlihat salah satu pecahan dari dinding kerikil di bawah riam kelima di ujung kiri bergeser membentuk sebuah lobang empat persegi seukuran tinggi dan besar sosok manusia. Selagi Wiro dan kawan-kawannya keheranan melihat apa yang terjadi , Peri Angsa Putih dengan cepat menyelinap masuk ke dalam lobang di dinding batu. Begitu beliau berada di sebelah dalam , dinding kerikil yang tadi bergeser bergerak kembali menutup lobang. Keadaan di tempat itu serta merta menjadi gelap gulita. Tangan di depan mata pun tidak kelihatan.
Setan Ngompol tak berani membuka mulut. Tapi kencingnya muncrat terus-terusan.
"Wiro…" terdengar Naga Kuning berbisik. "Bukankah kau mempunyai ilmu yang disebut Menembus Pan dang. Coba kau pergunakan untuk melihat di mana kita berada. Siapa tahu kau bisa melihat sosok Hantu Tangan Empat yang kita cari…."
"Tak ada gunanya. Sebelumnya waktu mencari Batu Sakti Pembalik Waktu saya pernah pergunakan ilmu itu. Tapi Negeri Latanahsilam ini seolah mempunyai daya tolak abnormal hingga saya tak bisa mempergunakan ilmu tembus pandang itu…. Atau mungkin keadaan tubuhku yang begini kecil tidak memungkinkan saya mempergunakan kesaktian itu…. Kita berharap yang terbaik sajalah sobatku. Aku tidak yakin Peri Angsa Putih mendustai kita…."
"Aku tak berani menduga. Semakin anggun gadis di Negeri Latanahsilam ini semakin banyak urusan yang kita hadapi…" kata Naga Kuning pula.
Dalam gelap Peri Angsa Putih berjalan setengah berlari. Makin jauh jarak yang ditempuhnya makin terang keadaan di sekitarnya. Sementara itu di atas terdengar bunyi mirip ada air yang mengalir terus menerus.
"Kau dengar bunyi itu?" bisik Naga Kuning.
"Ya , mirip bunyi aliran air. Kukira ada sungai besar di atas kita…" jawab Wiro.
Ketika keadaan menjadi terang benderang Wiro dan kawan-kawannya dapatkan mereka berada di sebuah bukit ditumbuhi rumput berwarna aneh. Rumput yang biasanya hijau , di sini berwarna biru! Peri Angsa Putih berlari cepat menuju puncak bukit di mana terdapat satu bangunan berbentuk gapura besar. Pada kiri kanan gapura ada patung lelaki bermuka raksasa yang pada bahunya mendukung seorang wanita berwajah cantik. Bagi Wiro dan kawan-kawannya patung yang sangat tinggi itu mirip hendak menyapu langit.
Di kejauhan terdengar bunyi tiupan seruling. Demikian kerasnya bagi Wiro dan kawan-kawannya , hingga indera pendengaran mereka menjadi sakit dan terpaksa harus cepat-cepat menekap indera pendengaran masing-masing.
Ternyata Peri Angsa Putih berlari ke arah orang yang meniup seruling. Orang ini kelihatannya mirip duduk bersila di atas sebuah kerikil rata , tetapi kalau diperhatikan kenyataannya sosoknya mengapung setinggi setengah jengkal dari atas kerikil tersebut. Dia meniup suling sambil pejamkan mata seolah benarbenar menikmati permainannya.
Melihat wajah dan sosok orang yang meniup suling , Wiro , Naga Kuning dan Setan Ngompol menjadi kaget tapi sama berseru kaget.
"Hantu Tangan Empat!"
Yang duduk mengapung di atas kerikil itu yaitu seorang bau tanah berambut , berkumis dan berjenggot putih riap-riapan. Kening , hidung , pipi dan lisan serta dagunya sama rata. Pakaiannya kulit kayu yang dikeringkan. Orang bau tanah berwajah abnormal inilah yang dulu pernah ditemui Wiro di Tanah Jawa.
Setan Ngompol dekati Wiro sambil menahan kencing. "Wiro , ketika berada di Jawa dulu saya ingat betul. Kehadirannya dari alam seribu dua ratus tahun kemudian yaitu untuk membunuh kita! Tapi hal itu urung dilakukannya. Sekarang beliau berada di negerinya sendiri. Bukankah gampang saja baginya kini menghabiskan kita?!"
Wiro termangu sesaat mendengar ucapan si kakek. "Bahaya bisa mengancam dari segala penjuru , secara tidak terduga ," kata murid Sinto Gendeng pula. "Tapi saya percaya pada Peri Angsa Putih. Kalau beliau tidak bermaksud menolong kita apa perlunya beliau membawa kita jauh-jauh ke sini…."
"Jangan kau lekas percaya , Pendekar 212. Kalau Peri Angsa Putih membawa kita ke sini justru hendak menyerahkan kita pada Hantu Tangan Empat , bukankah berarti celaka bagi kita semua?"
Hati Pendekar 212 jadi tidak yummy mendengar kata-kata Setan Ngompol itu. Memang kalau dipikirnya bukan tidak mungkin hal mirip itu bisa saja terjadi. Namun ketika pandangan matanya membentur gambar ular naga kuning yang ada di dada Naga Kuning maka beliau menjawab tenang. "Sewaktu di Tanah Jawa dulu kakek itu takut setengah mati dan tunduk pada Naga Kuning karena naga siluman yang keluar dari badannya. Kita bisa andalkan ilmu kepandaian anak ini untuk menghadapi Hantu Tangan Empat kalau beliau memang nanti berniat jahat hendak membunuh kita."
Peri Angsa Putih berdiri tak bergerak di hadapan orang bau tanah yang asyik meniup suling itu. Dia tidak berani mengganggu keasyikan orang maka beliau berdiri saja menunggu hingga si kakek selesai meniup sulingnya. Hal itu diketahui oleh Wiro dan kawan-kawannya. Mungkin mereka terpaksa menunggu agak lama. Tapi cepat atau lambat kesannya kakek itu pasti akan menyudahi permainannya.
Ternyata Hantu Tangan Empat gres menghentikan tiupan sulingnya hampir tengah hari. Padahal Peri Angsa Putih menunggu semenjak pagil Dalam keadaan mata masih terpejam orang bau tanah ini selipkan sulingnya di pinggang pakaiannya yang terbuat dari kulit kayu.
Peri Angsa Putih jatuhkan diri berlutut. Melihat perilaku gadis ini Wiro merasa heran. Kedudukan seorang peri bagaimanapun juga yaitu jauh lebih tinggi dari seorang insan mirip si kakek sekalipun punya nama besar dan disebut Hantu Tangan Empat. Lalu mengapa si gadis jatuhkan diri seolah sangat menghormat orang bau tanah itu?
"Wahai kakek yang kusebut dengan nama Hantu Tangan Empat , kalau kau telah selesai meniup suling , berkenan kiranya mendapatkan kedatanganku. Aku Peri Angsa Putih."
Sepasang mata si kakek yang duduk mengapung di atas kerikil perlahan-lahan terbuka. Begitu beliau melihat siapa yang berlutut di hadapannya , senyum menyeruak di wajahnya yang rata. Lalu beliau berbatuk-batuk beberapa kali.
"Cucuku Peri Angsa Putih! Wahai! Belasan tahun kau tak pernah muncul. Ternyata kau semakin anggun saja. Dan syukur kau tidak tersesat hingga di tempat ini!" Si kakek tertawa mengekeh. "Wahai , angin apa yang melayangkan dirimu hingga muncul hari ini di hadapanku?"
"Angin baik disertai permohonan undangan berkah darimu wahai kakekku!"
Di dalam gulungan kain putih tipis Naga Kuning berkata. "Peri ini menyebut Hantu Tangan Empat kakek. Si orang bau tanah menyebutnya cucu…. Bagaimana ini bisa begitu?"
"Ini satu kecacatan yang sudah kuduga sebelumnya ," jawab Wiro. "Antara Peri Angsa Putih dan Hantu Tangan Empat ada semacam kekerabatan atau pertalian darah…."
Hantu Tangan Empat pandangi wajah Peri Angsa Putih sesaat kemudian berkata. "Adalah aneh! Wahai! Biasanya para Peri yang tiba membawa berkah. Kini justru engkau sebagai Peri yang memohon berkah pada kakek buruk dan tolol mirip diriku ini!"
"Kek , jangan kau merendah mirip itu. Kalau saya tidak yakin kau bisa menolong tidak nanti saya tiba kemari…."
"Baiklah wahai cucuku. Katakanlah berkah pertolongan apa yang hendak kau mintakan padaku?" bertanya Hantu Tangan Empat.
Peri Angsa Putih tidak segera menjawab. Dia mem buka gulungan pakaian putihnya di sebelah pinggang di mana Wiro dan kawan-kawannya berada. Ke tiga orang ini kemudian diletakkannya di atas rumput biru , di depan kerikil datar di hadapan si kakek.
Hantu Tangan Empat hingga melesat satu tombak ke udara saking kagetnya melihat ke tiga makhluk kecil di atas rumput itu. Dari atas sambil memandang ke bawah beliau berkata dengan bunyi gemetar.
"Wahai cucuku Peri Angsa Putih. Katamu kau tiba meminta berkah pertolongan padaku. Tapi tahukah engkau bahwa kau bergotong-royong membawa tragedi padaku!"
* *

2129

PERI Angsa Putih heran bercampur terkejut melihat perilaku dan mendengar kata-kata Hantu Tangan Empat. "Wahai kakekku , gerangan apa yang membuatmu berucap mirip itu? Bencana apa yang bisa ditimbulkan oleh tiga makhluk sebesar jari kelingking ini? Jika mereka berniat jahat terhadapmu , saya yang pertama kali akan turun tangan. Sekali remas saja mereka hancur dalam genggamanku!"
Perlahan-lahan sosok Hantu Tangan Empat yang tadi naik satu tombak ke udara turun ke bawah dan kembali mengapung setengah jengkal dari atas kerikil rata. Sepasang matanya masih memandang lekat-lekat pada sosok Wiro , Naga Kuning dan Setan Ngompol yang ada di rumput biru.
"Cucuku…. Wahai. Aku sengaja memencilkan diri di tempat ini untuk menjauhi kemurkaan Hantu Muka Dua atas diriku. Dan kemurkaan Hantu Muka Dua pada diriku berasal muasal pada diri ke tiga makhluk ini , yang dulu pertama sekali kutemui di Tanah Jawa , tanah yang seribu dua ratus tahun lebih maju dari dunia kita…. Aku tak ingin melihat mereka. Singkirkan mereka dari pandangan mataku! Mereka hanya akan menjadikan celaka bagi dirikul Bagi dirimu juga! Bahkan bagi Negeri dan semua orang yang ada di Latanahsilam ini!"
Mendengar kata-kata Hantu Tangan Empat "itu Peri Angsa Putih jadi terdiam. Tapi dua matanya yang biru beralih , kini ditujukan pada Wiro dan kawan-kawannya sementara Wiro , Naga Kuning dan Setan Ngompol yang mendengar ucapan si kakek jadi saling pandang dan belakang layar merasa geram. Tiba-tiba Peri Angsa Putih ambil ke tiga orang itu dan letakkan di atas telapak tangannya.
"Tiga makhluk cebol! Kau sudah dengar ucapan Hantu Tangan Empat Dia tak mau menolong diri kalian. Wahai , saya terpaksa membawa kalian pergi dari sini…."
Naga Kuning membuka lisan hendak berteriak. Tapi Pendekar 212 Wiro Sableng cepat mendahului. Dia sengaja kerahkan tenaga dalam semoga suaranya terdengar oleh Hantu Tangan Empat.
"Peri Angsa Putih , kami sangat berterima kasih padamu. Kau telah bersusah payah membawa kami jauh-jauh ke tempat ini. Jika kakekmu tidak mau menolong kami -padahal kau belum memberi tahu pertolongan apa yang kami minta bagi kami tidak jadi apa. Dunia kami dengan duniamu memang beda. Sifat penduduk di sini dan penduduk di negeri kami juga berbeda. Di negeri kami menolong orang lain yaitu satu kehormatan. Tapi di negerimu yang udik seribu dua ratus tahun dari negeri kami menolong orang merupakan satu malapetaka…."
"Kalau perlu orang yang minta tolong harus disingkir dihabisi!" Menimpali Naga Kuning.
Wiro teruskan ucapannya yang terpotong. "Ketahuilah , kalau ada yang harus disingkir dihabisi orangnya yaitu Hantu Muka Dua. Makhluk itu telah menjadikan kakekmu sebagai budak suruhannya! Hantu Muka Dua menugaskan kakekmu pergi ke dunia kami untuk mencari sebuah kerikil sakti berjulukan Batu Sakti Pembalik Waktu. Sekaligus beliau juga ditugaskan membunuh kami bertiga. Karena katanya semua rencana itu telah dilihatnya semenjak lima ratus tahun lalu! Kebetulan kerikil sakti itu memang ada pada salah satu dari kami. Tapi kakekmu gagal mendapatkannya. Dia kembali bukan saja dengan berharnpa tangan tapi hampir tewas di tangan kawanku Naga Kuning ini. Kalau saja beliau tidak berbaik hati berbudi luhur mungkin kakekmu sudah dibunuhnya!"
"Kami meminta tolong kakekmu kini bukan sebagai imbalan pengampunan itu!" Naga Kuning kembali bicara. Saat itu kelihatan muka Hantu Tangan Empat menjadi sangat merah.
"Peri Angsa Putih ," Wiro lanjutkan lagi kata-katanya. "Aku kasihan pada kakekmu. Saking takutnya pada Hantu Muka Dua beliau hingga sembunyikan diri di tempat ini. Apakah beliau tidak punya ilmu dan kemampuan melawan makhluk jahat mirip Hantu Muka Dua itu? Apakah semua para Hantu di sini mau menjadi budak Hantu Muka Dua? Apa gunanya kakekmu menyandang nama Hantu Tangan Empat kalau otaknya mungkin cuma dipergunakan seperempat saja!"
Paras Peri Angsa Putih bersemu merah mendengar sindiran yang ditujukan pada kakeknya itu. Hantu Tangan Empat sendiri merah mengelam tampangnya. Rahangnya menggembung tanda beliau berusaha menahan gejolak amarah.
"Peri Angsa Putih , kami mohon kau membawa kami keluar dari tempat ini. Antarkan kami ke tempat di mana sungai bercabang dua. Tempat perjanjianmu dengan Lakasipo!"
Saat itu saking geramnya Naga Kuning usap-usap dadanya yang tersingkap dan terasa panas. Pada dada anak ini terpampang gambar seekor naga. Sejak tadi Hantu Tangan Empat tak berani menatap ke arah anak ini. Karena mirip diketahui , dalam serial Wiro Sableng berjudul "Bola Bola Iblis" ketika kakek ini hendak membunuh Naga Kuning , anak itu singkapkan dadanya. Gambar atau jarahan naga kuning yang ada di dadanya tiba-tiba laksana hidup bergerak keluar , makin usang makin besar dan siap menerkam Hantu Tangan Empat. Melihat insiden itu Hantu Tangan Empat ketakutan setengah mati kemudian jatuhkan diri mengambil perilaku mirip menyembah. Berulang kali kakek ini minta maaf dan mohon ampun. Dia menyebut naga yang keluar dari tubuh Naga Kuning sebagai Naga Hantu Dari Langit Ke Tujuh. Tapi ular naga itu telah keburu menyerangnya dan membelitnya ke sebatang pohon. Ketika hewan jejadian ini hampir menghancur remuk sosok Hantu Tangan Empat , Wiro berteriak keras meminta semoga Naga Kuning jangan membunuh kakek itu. Walau kalap namun Naga Kuning mau juga mendengar teriakan Wiro. Selamatlah nyawa Hantu Tangan Empat!
Wiro sempat memperhatikan gerakan tangan Naga Kuning mengusap dadanya berulang kali. Cepat beliau berbisik. "Jangan penolakan Hantu Tangan Empat kau jadikan alasan untuk mengeluarkan ilmumu dan menyerang dirinya. Jika beliau tak mau menolong berarti nasib kita yang sial…."
"Sebaliknya kita segera tinggalkan tempat ini Wiro…."
"Ya , sebelum kukencingi habis-habisan tangan Peri yang anggun ini!" kata Setan Ngompol pula.
"Wiro , biar saya membujuk kakekku. Siapa tahu hatinya bisa dilembutkan…" kata Peri Angsa Putih sangat pelan seraya mendekatkan telapak tangannya ke wajahnya hingga beliau bisa melihat Pendekar 212 lebih jelas.
Wiro menyeringai. "Terima kasih. Kau baik sekali. Tapi ada satu ujar-ujar di negeri kami. Jangan memaksa orang yang tidak mau. Kalaupun beliau kesannya mau , di dalam hatinya akan ada umpat dan penyesalan di kemudian hari."
Peri Angsa Putih tersenyum. "Aku bahagia sekali mendengar kata-katamu yang bagus itu wahai Wiro. Tapi apa salahnya kalau saya coba membujuk dirinya. Kurasa kakekku dikala ini sedang dalam pikiran kacau…." Peri Angsa Putih kedipkan matanya.
Wiro garuk-garuk kepala. "Apa pendapatmu Naga Kuning?" tanya Wiro.
"Terserah kau saja. Aku muak melihat tampang kakek itu. Ingin kukentuti lobang hidungnya!" jawab Naga Kuning perlahan hingga tidak terdengar oleh Peri Angsa Putih dan Hantu Tangan Empat.
"Kalau saya lebih baik segera saja pergi dari sini!" kata Setan Ngompol.
Peri Angsa Putih dekatkan dirinya pada si kakek kemudian berkata. "Kek , saya mohon kau…."
"Sudahlah!" Hantu Tangan Empat memotong ucapan cucunya. "Tanyakan pertolongan apa yang diinginkannya?"
Paras Peri Angsa Putih jadi berseri-seri. Dia angkat tangan kirinya. "Wiro , kakekku bertanya. Pertolongan apa yang kalian inginkan?"
"Kami minta semoga bisa dikembalikan ke negeri kami…." Wiro tidak teruskan ucapannya karena tiba-tiba beliau melihat wajah sang Peri berubah mirip murung.
"Peri Angsa Putih , apakah saya salah berucap hingga hatimu tidak senang?" tanya Wiro.
Si gadis tak menjawab. Wajahnya bersemu merah dan beliau coba menyembunyikan perubahan itu dengan tersenyum. Ketika mendengar undangan yang diucapkan Wiro tadi , entah mengapa hatinya mendadak menjadi mirip sedih. "Aku suka pada orang-orang ini. Terutama dengan yang berjulukan Wiro. Wahai bagaimana saya mencegah semoga mereka tidak kembali ke dunia mereka…?" Suara Ku menyeruak muncul di lubuk hati sang Peri. Diam-diam sang Peri merasa aib sendiri. "Peri Angsa Putih , mengapa kau membisu saja?" Wiro bertanya. Sang Peri tersenyum. Dia berpaling pada Hantu Tangan Empat. "Kek , mereka minta dikembalikan ke negeri asal mereka. Bisakah kau melakukannya?" Katakata itu diucapkan Peri Angsa Putih perlahan sekali hampir tak bersemangat.
Hantu Tangan Empat menatap paras cucunya sesaat kemudian memandang pada ke tiga orang yang ada di atas telapak tangan kiri Peri Angsa Putih itu. Si kakek gelengkan kepalanya. "Tidak mungkin…. Hal itu tidak mungkin dilakukan. Kecuali kalau Batu Sakti Pembalik Waktu ditemukan….".
"Tapi kakekmu bisa masuk ke dalam duniaku. Jika itu dilakukannya sekali lagi sambil membawa kami…."
Hantu Tangan Empat yang mendengar ucapan Wiro itu berkata. "Ilmu kepandaianku hanya bisa membawa diriku sendiri. Itu pun hanya bisa kulakukan seratus tahun sekali…."
Peri Angsa Putih pejamkan matanya. Dalam hati ia merasa gembira mendengar kata-kata Hantu Tangan Empat itu.
"Kalau begitu…. Apakah kau bisa menolong membesarkan tubuh kami. Kaprikornus sebesar sosok orang-orang yang ada di negeri ini?" tanya Wiro.
Sesaat Hantu Tangan Empat terdiam. Membuat Wiro dan dua kawannya jadi berdebar dan tak sabar menunggu jawaban.
"Hal itu hanya bisa kulakukan kalau diizinkan oleh Peri Sesepuh dan beliau sendiri menyaksikan upacara permohonan itu…" jawab Hantu Tangan Empat.
"Siapakah Peri Sesepuh itu?" tanya Wiro. "Apa sama dengan Peri Bunda?"
"Peri Sesepuh yaitu pemimpin dari semua Peri dan yaitu atasan Peri Bunda…."
"Kakekmu tampaknya bersedia menolong. Tapi bagaimana memberi tahu dan menghadirkan Peri Sesepuh? Apakah kau bisa membantu?" tanya Wiro pada Peri Angsa Putih.
Peri Angsa Putih memandang ke langit. Saat itu matahari tengah menggelincir menuju titik tertingginya. "Waktu kita hanya sedikit. Peri Sesepuh mempunyai kebiasaan melaksanakan sesuatu sebelum jatuh tengah hari tepat. Akan saya usahakan bicara dengan Peri Sesepuh. Kuharap beliau mau menolong. Aku juga akan menghubungi Peri Bunda minta bantuannya membujuk Peri Sesepuh. Peri Sesepuh suka rewel dan sulit diajak bicara…."
Peri Angsa Putih letakkan Wiro , Naga Kuning dan Setan Ngompol di atas rumput biru. Lalu beliau bangun berdiri dan melangkah ke satu tempat sunyi di sebelah kanan puncak bukit. Di tempat ini beliau berlutut sambil letakkan dua tangan di atas kening. Mulutnya tampak bergerak-gerak namun tidak sedikit bunyi pun yang terdengar.
Sampai usang dinantikan Peri Angsa Putih masih saja terus berlutut di puncak bukit sebelah sana.
"Lama sekali. Apa yang dilakukan Peri itu…? Jangan-jangan beliau tidak bisa menghubungi Peri Sesepuh…."
"Mungkin sang Peri Sesepuh sedang pergi kencing di sungai…!" kata murid Sinto Gendeng antara bergurau dan jengkel tidak sabaran.
Sosok Peri Angsa Putih nampak bergerak bangkit.
Ketika beliau kembali ke tempat Hantu Tangan Empat tubuhnya penuh keringat. Sepertinya beliau barusan telah melaksanakan satu pekerjaan berat dan memakan tenaga.
"Nasib kalian baik. Peri Sesepuh memberi ijin dan bersedia turun ke bukit ini untuk menyaksikan pelaksanaan permohonan kalian. Peri Bunda juga tidak keberatan walau tidak bisa menghadiri." Peri Angsa Putih memberi tahu pada Wiro dan kawan-kawannya sambil membungkuk. Lalu pada Hantu Tangan Empat beliau berkata. "Kek , Peri Sesepuh meminta kita menyiapkan segala sesuatunya. Dia menentukan kerikil datar ini sebagai tempat pelaksanaan permohonan."
Hantu Tangan Empatanggukkan kepala. Perlahan lahan tubuhnya yang masih dalam perilaku bersila dan mengapung di udara bergerak melayang kemudian duduk di belakang kerikil datar , menghadap ke arah barat. Peri Angsa Putih angkat Wiro , Naga Kuning dan Setan Ngompol ke atas kerikil datar. Lalu beliau sendiri duduk di rumput , di samping kanan si kakek. Hampir sang surya mencapai titik tertingginya tiba-tiba di langit sebelah timur kelihatan ada satu titik terang berwarna merah. Titik ini makin usang makin besar dan terang melayang turun ke arah puncak bukit di mana orang-orang itu berada. "Peri Sesepuh datang…" kata Peri Angsa Putih. Lalu Peri anggun ini angkat tangannya , telapak dirapatkan satu sama lain dan diletakkan di atas kening.
Hantu Tangan Empat lakukan hal yang sama. Melihat Wiro dan dua kawannya tenang-tenang saja di atas kerikil , Peri Angsa Putih segera berkata. "Wahai! Lekas tirukan perbuatan kami. Letakkan tangan kalian di atas kening sebagai penghormatan pada Peri Sesepuh yang telah berkenan datang…."
Naga Kuning dan Setan Ngompol saling berpandangan. Wiro berkata. "Ikuti saja apa maunya. Apa susahnya meletakkan kepala di atas kening dengan dua telapak dirapatkan…."
"Betul ," sahut Naga Kuning. "Yang susah kalau diletakkan di belakang pantat!" Bocah konyol ini tertawa cekikikan.
"Anak sialan! Jangan kau berani bergurau dalam keadaan mirip ini!" hardik Setan Ngompol dengan mata mendelik marah. Tapi kemudian tertawa cekikikan dan terkencing-kencing.

21210

TONGGAK kerikil berbentuk tempat tidur itu bergerak naik di dalam sebuah rongga kerikil di pecahan atas Goa Pualam Lamerah. Ketika kerikil itu berhenti bergerak di sebuah ruangan yang bagus , dihias banyak sekali bunga hidup menebar wangi harum semerbak , Lakasipo masih tergeletak tak bergerak seolah tertidur pulas.
Luhjelita pandangi wajah lelaki itu beberapa lamanya. Begitu beliau alihkan pandangan pada dua kaki Lakasipo gadis ini geleng-geleng kepala sambil beberapa kali menarik nafas dalam. Ada rasa sedih dan kasihan di hatinya.
"Hantu Santet Laknat…" kata si gadis perlahan. "Kejam nian perbuatanmu! Orang yang membayarmu sudah menemui ajal. Tapi bekas kejahatanmu tidak akan hilang. Sampai kapan? Sepuluh tahun? Lima puluh tahun…. Seratus tahun? Lelaki malang. Kasihan kau Lakasipo. Aku akan mencari jalan semoga kau terlepas dari dua kerikil yang membuatmu sengsara. Jika saja saya bisa meminta pertolongan Hantu Muka Dua…. Tapi , mungkin beliau akan menjatuhkan eksekusi berat atas diriku kalau tahu saya menyukaimu. Apa lagi menolongmu. Padahal beliau sudah memerintahkan diriku untuk membunuhmu…."
Pandangan Luhjelita naik ke atas. Lalu kembali terdengar suaranya. "Maafkan diriku wahai Lakasipo. Aku tidak ingin melaksanakan hal ini atas dirimu. Namun ada satu kiprah berat yang harus kulakukan. Aku…."
Sayup-sayup Luhjelita mendengar bunyi kuda meringkik disusul bunyi mirip batu-batu menggelinding dan hancur. "Sesuatu terjadi di luar goa. Aku harus bertindak cepat…."
Dengan tangan gemetar Luhjelita menyibakkan kulit kayu pakaian Lakasipo di pecahan pinggang. Dengan hati-hati sambil matanya mengawasi wajah orang karena khawatir lelaki itu tiba-tiba sadar Luhjelita terus menyingkapkan pakaian Lakasipo hingga ke bawah. Ketika matanya kemudian memandang ke pecahan bawah pusar Lakasipo berubahlah paras gadis ini.
Di situ , sempurna di bawah pusar Lakasipo , beliau melihat tiga buah tahi lalat menebar. Dua di samping kiri , satu di sebelah kanan.
"Tiga tahi lalat…" desis Luhjelita. Tubuhnya mendadak bergetar hebat. Lima jari tangan kanannya dikembangkan. Telapak tangan dibuka lebar-lebar. Tangan itu bergoncang keras. Luhjelita kuatkan hati. Perlahan-lahan beliau kerahkan tenaga dalamnya ke telapak tangan kanan. Lalu perlahan-lahan pula masih dalam keadaan bergetar keras beliau ulurkan tangan itu ke bawah pusar Lakasipo. Demikian rupa hingga telapaknya menutupi tiga buah tahi lalat yang ada di bawah pusar. Dari lisan Luhjelita kemudian keluar bunyi berkepanjangan yang tidak jelas. Entah beliau tengah meracau entah sedang merapal mantera.
Keringat membasahi wajah dan sekujur tubuh Luhjelita. Telapak tangannya yang melekat di tubuh Lakasipo terasa panas. Dia seperti memegang bara api. Dari sela-sela jarinya keluar tiga larik asap hitam , meliuk-liuk ke atas kemudian lenyap di salah satu sudut ruangan. Gadis ini tersentak kaget ketika mendadak sosok Lakasipo menggeliat Dari mulutnya keluar bunyi mirip hewan menggereng. Dua kakinya bergerak ke atas.
"Duukkk… duukkkk! Byaaaarr!"
Ujung tonggak kerikil hancur awut-awutan ketika dua kaki Lakasipo yang berbentuk kerikil jatuh menghantam. Luhjelita tiba-tiba menjerit. Bukan karena hancurnya tonggak kerikil yang jadi ketiduran , tapi karena melihat ada darah mengucur keluar dari hidung , lisan dan indera pendengaran , bahkan pinggiran mata Lakasipo!
"Wahai! Apa yang terjadi! Matikah dia?! Aku tak bermaksud membunuhnya! Lakasipo! Aku tidak bermaksud membunuhmu!" teriak Luhjelita. Diguncangnya tubuh lelaki itu. Dia mirip hendak menangis. Lalu kepalanya diletakkan di dada Lakasipo. Telinganya ditempelkan di arah jantung.
"Masih ada bunyi detakan. Dia masih hidup " Luhjelita sesaat menjadi lega. Dia tanggalkan serangkaian bunga-bunga yang melingkar di pinggangnya. Lalu beliau pergunakan bunga-bunga itu untuk membersihkan darah di muka Lakasipo. Ketika beliau mencampakkan bunga-bunga itu ke lantai ruangan dan mengarahkan pandangannya ke bawah pusar Lakasipo terkejutlah gadis itu.
"Tiga tahi lalat di bawah pusarnya. Lenyap! Hilang kemana?! Wahai!" Setengah tak percaya Luhjelita dekatkan matanya ke tubuh Lakasipo. "Lenyap! Benarbenar tak ada lagi!"
Perlahan-lahan Luhjelita angkat tangan kanannya. Telapak tangan dikembangkan. Gadis ini keluarkan seruan tertahan. Telapak tangannya yang sebelumnya putih higienis dan mulus kini di situ tahu-tahu terdapat tiga buah tahi lalat hitam!
"Tiga tahi lalat itu…. Berpindah ke telapak tanganku!" ujar Luhjelita dengan bunyi bergetar. "Apakah ini satu mengambarkan baik bahwa para Dewa dan Peri telah memberi jalan padaku untuk mendapatkan ilmu yang kucari itu?" Sepasang mata Luhjelita berkilat-kilat. Senyum menyeruak di bibirnya yang bagus. Berulang kali tangan kirinya mengusapi telapak tangan yang kini ada tiga tahi lalat Ku. "Tiga tahi lalat…" desis si gadis. "Aku masih harus mencari delapan belas lagi. Wahai! Berarti saya harus mendapatkan enam lelaki lagi…."
Luhjelita alihkan pandangannya pada Lakasipo.
"Luhjelita! Di mana kau?! Luhjelita!"
Tiba-tiba terdengar bunyi teriakan orang di bawah sana. Luhjelita tercekat kaget.
"Wahai…. Itu bunyi Hantu Muka Dua! Bagaimana beliau bisa hingga kemari secepat Ku!" Wajah Luhjelita berubah. "Dia pasti murka besar kalau beliau tahu…."
Terdengar bunyi benda hancur.
Luhjelita pegang dada Lakasipo dengan tangan kiri sementara asisten mengusap kening dan rambut lelaki ini. "Wahai Lakasipo , bergotong-royong saya tidak ingin meninggalkanmu dalam keadaan mirip ini. "Tapi saya harus pergi. Di lain hari saya akan mencarimu lagi. Orang gagah , biar kutinggalkan separoh hatiku di dalam hatimu…." Luhjelita usap dadanya dengan tangan kanan. Lalu tangan Ku diusapkannya ke dada Lakasipo. "Aku pergi Lakasipo. Kau akan kondusif di tempat ini. Tak ada satu kekuatan pun sanggup menerobos masuk ke tempat ini. Hantu Muka Dua sekalipun tidak punya kemampuan…." Sesaat si gadis pegangi wajah Lakasipo dengan kedua tangannya. Lalu beliau bangun berdiri dan berkelebat ke sudut ruangan sebelah kiri. Sebuah celah membuka di dinding batu. Luhjelita cepat menyelina p masuk ke da lam celah. Begitu beliau menghilang celah Ku menutup kembali.
Tak usang sesudah Luhjelita pergi , sosok Lakasipo di atas kerikil tampak bergerak. Matanya terbuka. "Wahai , di mana aku. Apa yang terjadi dengan diriku…?" Lakasipo memandang berkeliling. Lalu matanya perhatikan dirinya sendiri. Memandang ke bawah hatinya bertanya-tanya. Dia melihat sesuatu kelainan namun sulit menduga apa yang telah terjadi. "Wahai…. Mengapa pakaianku di sebelah bawah berkeadaan mirip ini. Apa yang telah terjadi…?" Lakasipo usap perutnya. "Ada satu kelainan. Tapi saya tidak tahu pasti kelainan apa…." Saat itu Lakasipo tidak menyadari bahwa tiga buah tahi lalat yang sebelumnya ada di bawah pusarnya kini telah lenyap. Yang diingatnya kemudian justru yaitu gadis itu.
"Luhjelita…" ucapnya perlahan. "Luhjelita! Di mana kau?!" Lakasipo bangun dan duduk di atas batu. Kaki kanannya jatuh ke lantai.
"Dukkkk!" Lantai ruangan bergetar dan remuk tertimpa kaki kerikil Lakasipo. Tidak sengaja kaki kerikil itu menggeser pecahan tengah sebelah bawah tonggak kerikil di mana justru terletak alat rahasia untuk menurunkan kerikil itu. Terdengar bunyi berdesir. Batu di atas mana Lakasipo terduduk perlahan-lahan turun ke ruangan bawah. Di ruangan bawah ini telah menunggu Hantu Muka Dua!
*
* *
Kita kembali dulu pada beberapa dikala sebelum Luhjelita dan Lakasipo masuk ke dalam goa dan naik ke ruangan yang penuh dengan bunga-bunga….
Hujan telah usang reda. Luhtinti masih duduk di punggung kuda kaki enam menahan dingin. Setelah sekian usang menunggu dan Lakasipo tidak juga muncul , timbul rasa was-was dalam hati gadis anggun berkulit hitam manis ini.
"Jangan-jangan terjadi apa-apa dengan lelaki itu. Sifat Luhjelita tidak bisa diduga. Waktu di tepi telaga terang kulihat pada wajah dan sikapnya bayangan rasa cemburu terhadap Peri Angsa Putih. Pertanda beliau menyukai lelaki itu. Kalau hingga terjadi sesuatu , bagaimana dengan diriku…?"
Luhtinti usap-usap kuduk berair Laekakienam kemudian berkata. "Kuda hitam berkaki enam , kau tunggulah di sini. Aku akan melihat ke dalam goa…."
Laekakienam putar lehernya dan julurkan lidahnya seraya mengedipkan mata seolah mengerti ucapan si gadis. Luhtinti segera bergerak turun. Namun gres saja kakinya menyentuh tanah tiba-tiba ada sambaran angin dan tahu-tahu sesosok tubuh yang mempunyai kepala bermuka dua telah tegak menyeringai di hadapannya.
"Hantu Muka Dua! Wahai…." Paras Luhtinti berubah pucat mengambarkan takut.
"Luhtinti…. Luhtinti…" kata Hantu Muka Dua berulang kali seraya geleng-gelengkan kepala. Saat itu dua wajahnya yaitu wajah lelaki separuh baya , putih di sebelah depan dan hitam pekat di sebelah belakang. "Jauh sekali perjalananmu hingga ke sini. Dan agaknya barusan kau menunggangi kuda hitam berkaki enam. Wahai! Tidak saya sangka kau punya kekerabatan dengan pemilik kuda ini. Wahai mata-mataku. Kau mengkhianati diriku! Kau tahu Lakasipo yaitu salah seorang yang masuk dalam daftar kematian yang telah kutentukan!"
Tangan kanan Hantu Muka Dua menjambak rambut berair Luhtinti. Demikian kerasnya jambakan itu hingga banyak rambut yang tercabut. Luhtinti terpekik kesakitan.
"Wahai Hantu Muka Dua…. Tidak ada niat mengkhianatimu. Sewaktu terjadi tragedi di Telaga Lasituhitam saya sempat jatuh pingsan. Ketika siuman ternyata saya dan empat gadismu telah diselamatkan oleh Lakasipo. Kalau lelaki itu tidak menolong pasti kami semua bakal menemui kematian. Kami tidak tahu di mana kau berada. Karena Lakasipo menjadi tuan penolong maka kami hanya bisa "menyerahkan diri padanya…."
"Bagus betul perbuatanmu Luhtinti!" kata Hantu Muka Dua dengan bunyi keras menghardik. "Kemana perginya empat gadis itu! Wahai." Aku tidak melihat mereka seorangpun di tempat ini!"
"Mereka kembali ke kampung masing-masing sesudah Lakasipo menolak membawa mereka…" menerangkan Luhtinti.
Hantu Muka Dua menyeringai. "Nasibmu rupanya beruntung! Lakasipo mau membawamu! Ha… ha… ha…! Pasti kau sudah ditidurinya! Mengaku!"
Masih dijambak , Luhtinti gelengkan kepalanya. "Wahai Hantu Muka Dua , kami tidak berbuat apa-apa. Lakasipo tidak…."
"Perempuan laknat! Siapa percaya pada ucapanmu! Aku tahu lelaki macam apa adanya Lakasipo! Kau pantas mendapatkan eksekusi dariku wahai Luhtinti!"
Saat bicara penuh amarah itu muka Hantu Muka Dua depan belakang menjelma muka raksasa angker menggidikkan. Tangannya yang menjambak Luhtinti bergerak.
"Kreeeekkkk!"
Luhtinti menjerit. Keras dan panjang.
Rambut hitam bagus di kepala gadis itu hampir tercabut keseluruhannya dari kulit kepalanya. Kepala Luhtinti nyaris botak dan darah mengucur dari kulit kepala yang luka. Gadis malang ini terhantar di tanah , mengerang berkepanjangan.
Masih beringas Hantu Muka Dua jongkok di samping Luhtinti seraya cekal lengan gadis itu. "Dengar Luhtinti! Aku tidak akan membunuhmu! Tapi saya tidak segan-segan menanggalkan tanganmu ini…."
"Ampun! Jangan! Jangan lakukan itu wahai Hantu Muka Dua!" jerit Luhtinti ketakutan setengah mati.
Hantu Muka Dua tertawa mengekeh. "Kalau begitu lekas berrtahu. Apakah Lakasipo tiba ke goa ini mencari Luhjelita?!"
"Betul sekali wahai Hantu Muka Dua…" jawab Luhtinti kemudian suaranya putus berganti erangan. Sesaat kemudian gres beliau menyambung. "Menurut Lakasipo , Luhjelita yang memintanya tiba ke goa ini…."
Muka menyeramkan depan belakang Hantu Muka Dua mengerenyit. Taring-taringnya mencuat. Empat bola matanya yang berbentuk segi tiga memancarkan sinar hijau. "Kekasihku! Wahai! Apa kau juga telah jadi pengkhianat?! Luhjelita! Di mana kau! Luhjelita!" Hantu Muka Dua mendongak ke langit kemudian berteriak keras. Gaung suaranya menggetarkan daerah bukit batu. Rambut hitam panjang Luhtinti yang semenjak tadi digenggamnya dicampakkannya ke tanah. Dengan kaki kanannya ditendangnya pinggul gadis ini hingga terpental bergulingan.
"Wahai! Kalau saja saya tidak punya pantangan membunuh , sudah kuhabisi nyawamu!" Masih belum puas , kembali beliau hendak menendang gadis yang sudah tidak berdaya dan cidera berat itu. Namun tiba-tiba terdengar ringkik keras Laekakienam. Kuda raksasa milik Lakasipo ini menerjang. Dua kaki depannya menderu ke kepala dan perut Hantu Muka Dua!
"Binatang keparat! Kau minta kugebuk mampus!" hardik Hantu Muka Dua marah. Sambil melompat setinggi dua tombak beliau hantamkan tangan kanannya ke kepala Laekakienam. Sesaat lagi pukulan itu akan menghancurkan kepala sebelah kiri kuda berkaki enam Ku mendadak dua mata sebelah depan Hantu Muka Dua sempat melihat pecahan bawah di antara dua kaki belakang hewan tersebut.
"Wahai!" Hantu Muka Dua berseru kaget. Dia cepat tarik pulang pukulan mautnya. "Binatang celaka ini ternyata seekor kuda betina! Walau cuma hewan beliau tetap yaitu perempuan! Aku tak berani kesalahan melanggar pantangan!"
Tendangan dua kaki enam Laekakienam menghantam dinding kerikil erat lisan goa hingga hancur bergemuruh. Dengan cepat hewan ini berbalik , siap mencari dan menyerang Hantu Muka Dua kembali. Namun dikala itu dari samping Hantu Muka Dua bertindak lebih cepat. Dua tangannya dengan telapak terkembang didorongkan ke arah Laekakienam. Binatang Ini meringkik keras ketika tubuhnya yang besar laksana dilanda angin kencang prahara terlempar keras kemudian terbanting ke lisan goa. Sebagian lisan goa dan dinding kerikil hancur berantakan. Laekakienam meringkik keras sekali lagi kemudian jatuh melosoh. Untuk beberapa lamanya hewan ini tak bisa bergerak tak bisa keluarkan suara.
Mulut Hantu Muka Dua depan belakang meludah berulang kali. Lalu beliau berkelebat memasuki Goa Pualam Lamerah.
"Luhjelita! Di mana kau! Luhjelita!" Hantu Muka Dua berteriak memanggil. Suaranya menggema dahsyat di seantero lorong batu. Di satu ruangan Hantu Muka Dua hentikan langkahnya. Telinganya menangkap bunyi berdesir di atas kepalanya. Ketika beliau mendongak , wajahnya yang dikala itu masih berujud muka dua raksasa berkerenyit. Empat buah matanya membersitkan sinar hijau. Di atasnya , langit-langit ruangan membuka kemudian muncul sebuah tonggak kerikil yang perlahan-lahan bergerak turun. Lalu beliau melihat bola-bola kerikil itu. Tampang Hantu-Muka Dua depan belakang mendadak sontak jadi beringas. Dia melangkah mundur. Tepat pada dikala punggungnya menyentuh dinding , kerikil empat persegi panjang mencapai lantai ruangan dan berhenti. Lakasipo yang berada di atas kerikil itu terkejut ketika mengetahui beliau tidak seorang diri ditempat itu. Luhjelita yang dicarinya tetapi makhluk bermuka dua itu yang ditemuinya.
"Manusia mempunyai dua muka. Satu di depan satu di belakang. Dia pasti Hantu Muka Dua yang punya niat hendak membunuhku!" ujar Lakasipo dalam hati.
"Sebelum saya membunuhmu wahai insan berjulukan Lakasipo bergelar Hantu Kaki Batu! Beri tahu di mana beradanya kekasihku Luhjelita!" Sambil bicara dua mata Hantu Muka Dua sebelah depan memandang ke arah pusar Lakasipo yang terbuka.
"Sebelum saya menjawab ingin saya tahu! Sebab karena apa kau yang dinamai Hantu Muka Dua inginkan nyawaku!" menukas Lakasipo.
* *

21211

DUA lisan Hantu Muka Dua tertawa bergelak. Lalu dengan garang beliau membentak. "Hantu Kaki Batu Jika tubuh kasarmu tidak mau memberitahu biar nanti rohmu yang akan kutanyai di mana beradanya Luhjelital Sekarang bersiaplah mendapatkan kematian!"
Habis berkata begitu Hantu Muka Dua keluarkan bunyi meringkik mirip kuda melihat setani Bersamaan dengan Ku tangan kanannya dipukulkan ke depan.
Tak ada kiblatan sinar. Tak ada sambaran sinar atau cahaya. Namun tahu-tahu Lakasipo merasa ada satu kekuatan dahsyat melabrak dirinya.
"Tangan Hantu Tanpa Suara!" teriak Lakasipo yang pernah mendengar ilmu kesaktian yang dimiliki lawan tapi gres sekali ini melihat dan merasakannya. Cepatcepat lelaki ini singkirkan diri hingga dua tombak ke samping.
"Braaakkk! Byaaarr!"
Sebagian kerikil empat persegi panjang dan dinding di belakang Lakasipo hancur berantakan. Asap abnormal bercampur dengan kepingan serta hancuran kerikil berbentuk bubuk memenuhi ruangan dalam Goa Pualam Lamerah itu , menutupi pemandangan. Lakasipo cepat tutup jalan pernafasannya. Sesaat beliau menunggu. Begitu melihat bayangan Hantu Muka Dua di depan sana beliau segera menghantam dengan pukulan sakti berjulukan Lima Kutuk Dari Langit\
Lima larik sinar hitam menyambar ke arah Hantu Muka Dua. Ini yaitu satu pukulan sakti yang bukan saja menciptakan lawan menjadi gosong sekujur tubuhnya tapi tubuh yang terkena hantaman pukulan ini akan menjadi ciut atau mengkerut! Siapa di Negeri Latanahsilam yang tidak mengenal kehebatan dan keganasan ilmu ini. Namun Hantu Muka Dua ganda tertawa ketika melihat lima larik sinar maut yang tiba ke arahnya itu.
Setengah tombak lagi lima sinar itu akan menghantam tubuhnya tiba-tiba Hantu Muka Dua menciptakan gerakan aneh. Tubuhnya berputar laksana gasing. Bersamaan dengan itu mulutnya depan belakang meniup keras.
"Wusssss!"
Suara letupan keras dan berkepanjangan menggetarkan ruangan batu. Bersamaan dengan itu muncul asap merah bergulung-gulung berbentuk kerucut , kecil di bawah melebar di sebelah atas. Gulungan asap merah ini bukan saja membentengi dirinya dari Pukulan Lima Kutuk Dari Langit tetapi sekaligus secara abnormal menyedot lima larik sinar hitam pukulan sakti yang dilepaskan Lakasipo!
Lakasipo berseru kaget ketika mencicipi tubuhnya tertarik dan hampir tersedot masuk ke dalam gulungan sinar merah berbentuk kerucut. Dengan cepat beliau kerahkan seluruh tenaga dalam kemudian kaki kanannya yang terbungkus kerikil berbentuk bola ditendangkan ke depan , melepas tendangan yang disebut Kaki Roh Pengantar Mautl
"Wusssss!"
Sinar hitam menderu.
"Reeekkkk!"
"Bummmmm!"
Ruang kerikil dalam Goa Pualam Lamerah itu bergetar hebat. Beberapa pecahan langit-langit kerikil runtuh dan dinding ada yang retak pecah! Lantai mencuat ambrol! Untuk kedua kalinya tempat itu tertutup oleh asap dan hancuran batu-batu. Ketika keadaan kembali terang kelihatan Lakasipo terduduk di salah satu sudut ruangan. Kaki kanannya yang tadi digunakan menendang kini berada dalam keadaan kaku dan berat tak bisa digerakkan. Dadanya sesak menciptakan beliau sulit bernafas sementara kepalanya berdenyut sakit dan pemandangannya berkunang-kunang. Dati sela bibirnya mengucur darah kental! Tubuhnya sebelah kanan mulai dari pipi hingga ke paha kelihatan kemerah-merahan. Salah satu pecahan dari bola kerikil yang membungkus kakinya hancur!
Beberapa langkah di depan Lakasipo , Hantu Muka Dua kelihatan tegak dengan tubuh bergeletar bergoyanggoyang. Makhluk bermuka dua ini keluarkan bunyi menggereng dan cepat kuasai dirinya. Dua mulutnya menyeringai kemudian beliau mengerenyit mirip menahan sakit. Ketika beliau memandang ke dada kirinya kagetlah Hantu Muka Dua. Serta merta dua muka raksasa di kepalanya menjelma wajah dua kakek yang pucat pasi! Di dada kirinya menancap pecahan runcing kerikil yang berasal dari bola kerikil di kaki kanan Lakasipo.
"Lakasipo jahanam!" teriak Hantu Muka Dua murka sekali. Dua wajahnya kembali berubah membentuk tampang raksasa. Sinar hijau membersit dari empat bola matanya yang berbentuk segi tiga. Dengan tangan kirinya beliau cabut pecahan kerikil yang menancap di dada kirinya kemudian dilemparkan ke arah Lakasipo.
Dalam keadaan tak bisa menggerakkan kaki kanan , Lakasipo pergunakan kaki kiri untuk menangkis serangan kerikil runcing yang mengarah ke kepalanya.
"Traaakkkk!"
Batu runcing hancur awut-awutan begitu beradu dengan bola kerikil yang membungkus kaki kiri Lakasipo.
Walau selamat namun mirip yang terjadi dengan kaki kanannya , kembali Lakasipo mencicipi kaki itu menjadi berat dan kaku hingga tak bisa digerakkan. Kini Lakasipo benar-benar jadi tidak berdaya. Ketika Hantu Muka Dua melangkah mendekatinya , beliau tidak bisa berdiri! Dengan cepat beliau kerahkan tenaga dalam ke tangan kiri kanan , menjaga segala kemungkinan , mempersiapkan pukulan Lima Kutuk Dari Langit. Akan tetapi , Hantu Muka Dua bertindak lebih cepat. Dari dua matanya di sebelah depan melesat dua larik sinar hijau berbentuk segitiga panjang! Inilah serangan maut yang disebut Hantu Hijau Penjungkir Rohl Konon ilmu kesaktian ini dulunya dimiliki oleh seorang dedengkot hantu di Negeri Latanahsilam yang disebut Hantu Lumpur Hijau. Dengan segala kekejian dan kecerdikan busuk busuk Hantu Muka Dua berhasil merampas ilmu itu dari Hantu Lumpur Hijau. Hantu Lumpur Hijau sendiri kemudian terpaksa menyelamatkan diri ke dalam rimba belantara yang penuh dengan lumpur dan disebut Kubangan Lalumpur. Jangankan sosok insan , pohon besar atau kerikil sekalipun kalau terkena hantaman sinar hijau ini akan hancur mengerikan mirip lumpur dan berwarna hijau!
Lakasipo masih berusaha menangkis dan menghantam dengan pukulan Lima Kutuk Dari Langit seraya miringkan tubuh ke samping. Namun tak ada gunanya. Hantu Muka Dua tertawa mengekeh. Hanya sesaat lagi dua larik sinar hijau yang keluar dari mata Hantu Muka Dua akan menamatkan riwayat Lakasipo tiba-tiba berkelebat satu bayangan putih. Hantu Muka Dua mencicipi tubuhnya bergetar oleh sambaran angin. Dua kakinya tersurut satu langkah. Meski demikian dua larik sinar hijau yang dilepaskannya menghantam tidak bisa ditahan.
"Braaakkk!"
"Braaaaakk!"
Dinding kerikil dalam Goa Pualam Lamerah untuk kesekian kalinya hancur berantakan. Namun kali ini lebih dahsyat dan lebih mengerikan. Pada dinding terlihat dua buah lobang besar berwarna kehijauan. Pinggiran lobang laksana leleh. Di lantaigoa bertaburan pecahan-pecahan kerikil yang telah menjelma hijau dan lunak mirip lumpurl
Hantu Muka Dua berseru kaget dan juga marah. Karena ketika beliau memandang ke depan dan memastikan sosok Lakasipo alias Hantu Kaki Batu telah lumat menjadi lumpur hijau ternyata Lakasipo tidak ada lagi di tempat itu!
"Jahanam!" teriak Hantu Muka Dua marah. Muka raksasanya menjadi semerah bara. Taring-taring mencuat keluar dari dua mulutnya dan dua pasang matanya mirip mau melompat dari rongganya. "Siapa minta mampus berani mencampuri urusan Hantu Muka Dua!" Hantu Muka Dua bantingkan kaki kanannya hingga lantai goa yang sudah hancur di sana sini itu kini melesak sedalam satu jengkal!
Kemarahan Hantu Muka Dua mendadak sontak menjelma rasa kaget ketika beliau palingkan mata sebelah belakangnya beliau melihat satu sosok tegak sejarak enam langkah di seberang sana. Sosok abnormal ini berupa seorang wanita muda berparas anggun , mengenakan pakaian terbuat dari materi ibarat sutera tipis putih. Sekujur sosoknya bergoyang-goyang seolah dirinya terbuat dari asap atau hanya berupa bayang-bayang samar. Namun dikala demi dikala sosok dan wajah wanita ini semakin nyata. Dia berdiri sambil mendukung Lakasipo yang berada dalam keadaan setengah sadar setengah lupa diri. Sepasang matanya menatap hirau taacuh tak berkesip ke arah Hantu Muka Dua.
"Sulit saya percaya!" kata Hantu Muka Dua. "Wahai! Apa betul saya melihat Luhrinjani , pengantin muda , istri yang dikabarkan telah tewas bunuh diri di jurang Bukit Batu Kawin puluhan tahun silam!"
Mulut wanita anggun yang mendukung Lakasipo terbuka. Dia memang yaitu penjelmaan Luhrinjani istri Lakasipo yang telah meninggal bunuh diri puluhan tahun silam dan bisa muncul mirip itu berkat kekuatan sakti yang diberikan para Dewa dan para Peri.
"Kau melihat diriku! Kau tidak buta! Wahai! Apa yang kau lihat itulah kenyataan yang ada! Kau mendengar suarakul Wahai! Apa yang kau dengar itulah kenyataan yang ada!"
"Luhrinjani…. Kau muncul secara tidak wajar. Aku…."
"Di negeri ini sudah usang terjadi ketidakwajaran!" menukas sosok Luhrinjani. "Dan kau yaitu biang racun segala ketidak wajaran itu! Kau menebar kekejian , tipu dan mengumbar nafsu. Kau merasa berbangga diri dengan julukan Hantu Segala Keji , Segala Tipu dan Segala Nafsu!"
"Ha… ha…! Kau tahu terang siapa diriku! Perempuan dari alam roh! Kalau kemunculanmu hanya sekedar menolong suamimu , saya mungkin bisa memaafkan. Tapi kalau kau sengaja mencari masalah lebih lanjut , saya akan menciptakan kau tidak bisa kembali ke alammu! Kau akan kugantung antara bumi dan langit!"
"Wahai! Mulutmu berucap keji dan sombong! Apakah ilmu kepandaianmu melebihi kesaktian para Dewa dan para Peri di langit ke tujuh?!"
"Untuk memberi pelajaran padamu , ilmu kepandaian yang sudah kumiliki rasa-rasanya bisa membuatmu kapok seumur jaman!" Hantu Muka Dua sentakkan kepalanya hingga rambutnya yang gondrong acakacakan tersibak dan kini dua wajahnya yang menyeramkan kelihatan jelas.
"Kutuk dan aturan para Dewa dan para Peri akan jatuh atas dirimu! Sekarang menyingkir dari hadapanku!" Luhrinjani melangkah ke pintu lorong yang menuju lisan goa. Tapi Hantu Muka Dua segera menghadang.
"Kau boleh pergi. Tapi tinggalkan pria itu disini!"
"Heh…. Begitu?" Luhrinjani tersenyum kemudian tertawa perlahan. "Baik , kupenuhi permintaanmu wahai Hantu Muka Dua. Lakasipo akan kutinggalkan di dalam goa ini. Aku akan pergi. Tapi sebelum pergi saya minta nyawamu lebih dulu!"
"Makhluk jejadian jahanam!" teriak Hantu Muka Dua. Dua larik sinar hijau berbentuk segi tiga yang ujungnya runcing menyambar ke arah sosok Luhrinjani.
Luhrinjani berseru kerasi Tubuh Lakasipo yang berada dalam dukungannya dilemparkan ke atas ruangan kemudian beliau sendiri cepat berkelebat
"Braaakkk…. Byaaaar!"
Dinding ruangan di belakang Luhrinjani hancur dan menjelma lelehan lumpurl
"Bukkk!"
Hantu Muka Dua mengeluh tinggi. Satu pukulan keras melanda dadanya hingga beliau terjengkang di lantai goa. Sambil menahan sakit beliau cepat melompat berdiri kemudian menerjang ke arah Luhrinjani. Namun yang diserang seolah ditelan bumi lenyap dari hadapannya. Di lain dikala kembali terdengar bunyi "bukkk!" Kali ini punggung Hantu Muka Dua yang jadi sasaran hingga beliau terbanting ke dinding goa. Di dikala yang sama tubuh Lakasipo yang tadi dilemparkan ke atas , begitu jatuh dengan cepat disambut oleh Luhrinjani.
"Apa yang terjadi?!" Lakasipo bersuara. Rupanya lelaki ini sudah sadarkan diri. Dia terkejut sekali ketika dapatkan dirinya berada dalam dukungan seseorang. Dan ketika beliau memandang ke atas memperhatikan wajah si pendukung tambah kagetlah Lakasipo. "Luhrinjanil Wahail Apa yang terjadi?!"
Lakasipo cepat melompat turun dari dukungan Luhrinjani. Goa Pualam Lamerah bergelegar keras begitu dua kaki batunya menginjak lantai goa. Pada dikala pandangannya membentur sosok Hantu Muka Dua lelaki ini segera sadar apa yang telah terjadi sebelumnya.
"Hantu Muka Dua makhluk keparat! Saatnya riwayatmu ditamatkan!" Lakasipo menggereng keras. Tubuhnya melesat ke depan. Kaki kanannya menderu ke arah kepala Hantu Muka Dua. Walau dengan gampang Hantu Muka Dua bisa mengelakkan serangan itu namun hatinya mulai dilanda rasa kecut. Lakasipo tidak gampang mengalahkannya. Sebaliknya beliau merasa bisa membunuh lelaki itu. Namun kehadiran Luhrinjani menciptakan keadaan bisa berubah. Bagaimanapun amarah kebenciannya terhadap Luhrinjani namun pantangan yang harus dijalaninya tidak memungkinkannya membunuh wanita itu! Menyadari keadaan ini Hantu Muka Dua gunakan siasat licik. Serangannya bertubi-tubi diarahkan pada Lakasipo. Pada saat-saat tertentu beliau keluarkan ilmu Hantu Hijau Penjungkir Roh. Bagaimanapun cepatnya gerakan Lakasipo untuk mengelakkan serangan lawan serta dahsyatnya dua kaki kerikil yang dimilikinya sesudah beberapa jurus berlalu Lakasipo mulai terdesak.
Melihat insiden ini Luhrinjani tidak menunggu lebih lama. Dia melompat ke dalam kalangan perkelahian kemudian lancarkan serangan berantai dari samping dan belakang. Repotnya bagi Hantu Muka Dua , walau beliau bisa melayani semua serangan Luhrinjani namun beliau selalu merasa ragu membalas serangan itu secara keras. Khawatir Luhrinjani cidera berat dan menemui ajal. Sebaliknya begitu melihat lawan mulai galau Luhrinjani pergunakan kesempatan. Dia memberi isyarat pada Lakasipo. Pada dikala yang sempurna kedua orang ini melompat ke arah lorong yang menuju lisan goa.
"Kalian mau lap ke mana!" teriak Hantu Muka Dua mengejar. Namun sebelum beliau sempat masuk ke dalam lorong kerikil , Lakasipo dan Luhrinjani telah lebih dulu membobol langit-langit dan dinding terowongan hingga runtuh menggemuruh dan menutup jalan menuju lisan goa!
"Jahanam! Apa kalian mengira saya tidak bisa menembus runtuhan batu-batu ini!" teriak Hantu Muka Dua marah. Dua tangannya didorongkan ke depan. Mulutnya meniup. Buntalan gelombang angin dahsyat menderu. Batu-batu yang menutupi lorong goa mencelat bermentalan. Hantu Muka Dua cepat melesat di sepanjang reruntuhan lorong. Namun ketika beliau hingga di luar Goa Pualam La merah , Lakasipo dan Luhrinjani tidak kelihatan. Kuda hitam berkaki enam dan Luhtinti juga tidak ada lagi di tempat itu.
Hantu Muka Dua menggeram marah. "Luhjelita! Luhtinti! Perempuan-perempuan pengkhianatl Aku memang tidak bisa "membunuh kalian! Tapi awas! Pembalasanku lebih sakit dari pada kematian! Kalian berdua akan kusiksa sepanjang jaman! Tempat penyiksaaan mirip Ruang Obor Tunggal kelak akan menjadi pecahan kalian!"
* *

21212

KEMBALI ke puncak bukit berumput biru. Pendekar 212 Wiro Sableng , Naga Kuning dan Setan Ngompol menunggu dengan hati berdebar. Mereka memandang ke langit tinggi di mana mereka melihat ada satu titik merah bergerak turun dari langit di arah timur.
"Aku ingin sekali cepat-cepat melihat bagaimana rupanya Peri Sesepuh yang mau menolong kita itu…" bisik Naga Kuning.
"Pasti sangat anggun dan paling anggun di antara semua Peri yang pernah kita lihat. Kita sudah menyaksikan cantiknya Peri Angsa Putih , sudah melihat wajah Peri Bunda. Peri Sesepuh yang jadi pimpinan segala Peri pasti cantiknya selangit tembus!" kata Setan Ngompol pula.
Titik merah yang turun dari langit makin usang semakin besar. Hantu Tangan Empat menatap dengan mata dibesarkan dan tak pernah berkesip. Ketika titik Ku membentuk besarnya telur ayam , Hantu Tangan Empat pergunakan dua tangannya mengusap mukanya. Saat Ku juga mukanya yang tadi rata menjelma satu wajah amat mengerikan. Rambutnya yang sebelumnya putih kini menjadi merah darah , tegak kaku. Dari sela-sela rambut kelihatan asap merah mengepul. Lalu dua matanya yang besar mencuat dan kini seolah tergantung di luar rongga. Hidungnya yang semula rata kini tinggi panjang dan bengkok. Bibirnya berwarna biru pekat Gigi-giginya berubah panjang dan lancip Perubahan lain yang menciptakan keadaan tambah angker ialah jumlah tangannya yang kini menjadi empati
"Kalian lihat , Hantu Tangan Empat telah merubah tampangnya…" memberi tahu Wiro pada Naga Kuning dan Setan Ngompol. Kalau Naga Kuning hanya melirik dengan rasa ngeri , sebaliknya Setan Ngompol lang-sung terkencing karena kaget
Di langit , benda merah berkilauan tadi semakin membesar. Hantu Tangan Empat kembangkan dua tangan di depan dada dengan telapak tangan terbuka menghadap ke langit. Dua tangan lainnya diluruskan ke samping indera pendengaran kiri kanan. Lalu dari mulutnya keluar bunyi mirip orang membaca jampai-jampai terus menerus tidak henti-hentinya. Mukanya yang mengerikan kelihatan bertambah angker. Seperti tadi dua matanya memandang ke langit , tidak pernah berkedip.
Kira-kira lima puluh tombak benda merah tadi berada di atas bukti rumput biru bentuknya mulai jelas. Ternyata benda itu yaitu sosok seorang wanita berpakaian merah yang duduk di atas sebuah kerikil pualam berwarna merah. Ujung pakaiannya melambailambai panjang dan perlahan-lahan turun ke tanah. Bau harum semerbak memenuhi puncak bukit
"Heh…. Baunya saja sewangi ini , pasti Peri Sesepuh ini anggun sekali…" bisik Setan Ngompol sambil menyikut Naga Kuning. Tubuhnya pasti tinggi semampai , langsing dan dadanya heh…." Setan Ngompol senyumsenyum sendiri.
Semakin erat sosok merah yang turun di langit itu semakin terang bentuknya. Ketika sosok ini kesannya hingga di puncak bukit dan menggantung di udara setinggi dua tombak , Setan Ngompol terperangah dan cepat-cepat tekap pecahan bawah perutnya. Apa yang diduga dan diucapkannya ternyata meleset sangat jauh. Yang berjulukan Peri Sesepuh itu ternyata seorang wanita bertubuh luar biasa gemuknya. Wajahnya bundar dan selalu keringatan. Hidungnya lebar pesek. Selain dandanannya sangat mencolok , pada pipi kirinya ada sebuah tahi lalat selebar telur burung merpati. Dagu dan lehernya tidak kelihatan lagi karena gemuk berlemak jadi satu. Rambut di kepalanya disanggul abnormal diikat dengan sebuah pita merah. Lalu pada indera pendengaran kirinya melingkar sebuah giwang besar berbentuk bundar berwarna merah.
Tubuhnya yang berbobot lebih dari dua ratus lima puluh kati itu duduk di atas sebuah dingklik kerikil pualam merah. Dia mengenakan lilitan kain sutera merah. Di pecahan atas kain merah ini tidak menutupi seluruh dadanya yang gembrot hingga ketiaknya tersingkap lebar. Di sebelah bawah kain sutera itu hanya melingkar hingga pertengahan paha sedang ujungnya bergulung di pecahan belakang dan terus menjela ke bawah ke rumput di atas bukit. Ketika sang Peri tersenyum kelihatanlah giginya yang besar-besar.
"Kukira yang tiba ini bukan Peri Sesepuh. Tapi Peri Raksesi…!" kata Setan Ngompol yang kecewa besar karena apa yang beliau harapkan berbeda dengan kenyataan.
Naga Kuning tertawa cekikikan sedang murid Eyang Sinto Gendeng garuk-garuk kepala pulang balik. Lalu beliau cepat berbisik. "Hussssl Bagaimanapun keadaannya kita harus bersyukur dan berterima kasih beliau mau menolong kita. Jangan bicara yang bukanbukan dan jangan bicara keras-keras. Kalau hingga terdengar Peri gembrot itu bisa urung kita jadi orang !"
"Kalau saja kawanmu si Dewa Ketawa atau si Bujang Gila Tapak Sakti yang gendut-gendut itu ada di sini , pasti mereka bahagia sekali melihat Peri gemuk itu…" menyahuti Naga Kuning.
Setelah mengapung membisu di udara beberapa ke tika , Peri Sesepuh dan kursinya bergerak merendah. Pada ketinggian hanya tinggal satu tombak dari atas bukit sang Peri melayang berputar-putar mengelilingi orang-orang yang ada di atas bukit itu. Pada putaran ke tujuh gres beliau berhenti. Tepat di hadapan Peri Angsa Putih dan Hantu Tangan Empat kemudian perlahan-lahan dingklik yang didudukinya turun ke bawah menjejak permukaan bukit yang ditumbuhi rumput biru.
"Astaga!" seru Naga Kuning dengan mata melotot seraya menggamit Wiro dan Setan Ngompol. "Wiro , Setan Ngompol , apa yang saya lihat sudah kalian lihat juga?!"
Wiro mengulum senyum. Walau merasa jengah tapi matanya tidak dialihkan dari apa yang dilihatnya mirip barusan dikatakan Naga Kuning. Setan Ngompol sendiri tertegun dengan mata mendelik , menatap ke arah Peri Sesepuh , tak bisa keluarkan bunyi , hanya tenggorokannya saja yang naik turun mirip orang ketulangan.
"Peri edan…!" terdengar kembali bunyi Naga Kuning. "Duduknya ngongkongl Aku bisa melihat terang sekali dari sini…."
"Aku juga! Benar-benar gilai Dia tidak pakai celanal Mungkin beliau tidak punya celana dalam!" kata Setan Ngompol sambil matanya terus mengawasi dan dua tangannya digunakan menekap pecahan bawah perut.
"Mungkin di negeri ini memang tidak ada wanita pakai celanal Celana dalam tidak dikenal di sini! Ha… ha… ha…!" Wiro tertawa bergelak.
"Dari mana kau tahu?!" ujar Setan Ngompol. "Memangnya kau pernah mengintip wanita di sini mandi…?!"
Naga Kuning terus menimpali. "Wiro , tadi waktu kita menunggu usang kau bilang mungkin Peri itu sedang kencing di sungai. Mungkin benar. Selesai kencing celananya ketinggalan di sungai! Hik… hik… hik!"
Wiro usap matanya yang berair karena tertawa terus-terusan kemudian melirik pada Peri Angsa Putih. Lalu berbisik pada teman-temannya. "Lihat Peri Angsa Putih…. beliau tidak berani memandang ke depan. Mukanya bersemu merah. Berarti beliau sudah melihat dan tahu kalau Peri gembrot itu tidak pakai celana!"
"Sssstttt…. Coba kalian lihat Hantu Tangan Empat ," bisik Naga Kuning pula. Wiro dan Setan Ngompol berpaling.
Saat itu Hantu Tangan Empat sudah tak kedengaran lagi bunyi racauannya. Tenggorokannya mirip tercekik. Beberapa kali beliau batuk-batuk. Sedang dua matanya yang memberojol keluar tampak bertambah besar dan mirip mau melompat. Memandang luruslurus ke arah Peri Sesepuh yang duduk di dingklik kerikil hanya empat langkah di hadapannya!
"Dia pasti sudah melihat…" bisik Setan Ngompol.
"Pasti!" bisik Wiro. "Matanya tidak berkedip , tenggorokan dan dadanya turun naik. Di pinggiran mulutnya ada air liur mengalir!"
"Peri Angsa Putih!" Tiba-tiba Peri Sesepuh membuka mulut.
"Orangnya mirip raksesi gendut. Suaranya mirip tikus nyingnying!" celetuk Naga Kuning yang tak bisa diam.
"Apakah persiapan pelaksanaan permohonan sudah rampung?"
Peri Angsa Putih yang hingga dikala itu masih meletakkan dua tangannya di atas kepala membungkuk sedikit kemudian menjawab. "Wahai Peri Sesepuh , pimpinan dan junjungan dari segala Peri. Pertama sekali kami mengucapkan terima kasih atas kesudian Peri turun ke bukit ini untuk menyaksikan permohonan dan tentunya tidak akan terealisasi tanpa berkah dari Peri. Persiapan memang sudah dirampungkan. Kami segera akan melaksanakan…."
Peri Sesepuh melirik ke arah Hantu Tangan Empat. "Wahai Hantu Tangan Empat , kau sudah siap?"
Hantu Tangan Empat manggut-manggut. "Siap Wahai Peri Sesepuh ," katanya kemudian dengan bunyi tercekik kemudian batuk-batuk.
"Kalau begitu segera laksanakan!" kata Peri Sesepuh pula sambil angkat tangan kanannya kemudian menunjuk ke depan.
"Ssttt…." Naga Kuning kembali berbisik. "Waktu Peri itu mengangkat tangannya saya melihat ada ijuk berjubalan di bawah ketiaknya…. Hik… hik… hik!"
"Kau ini! Ada saja yang kau lihat…" kata Setan Ngompol tapi segera mementang mata melihat ke arah ketiak Peri Sesepuh.
"Tunggu dulu!" Tiba-tiba Peri Sesepuh berseru. Tangan kirinya diangkat. Tapi tidak menunjuk mirip tadi melainkan dimasukkan ke salah satu lobang hidungnya kemudian yummy saja beliau mengupil hingga matanya m masa m mefek!
"Celaka! Jangan-jangan Peri itu mendengar apa yang barusan kau katakan Naga Kuning! Dia pasti marah!" ujar Wiro.
Setan Ngompol pribadi terkencing.
"Sebelum permohonan dilakukan , saya ingin melihat dulu mana tiga makhluk cebol yang ingin minta dibesarkan itu?!"
Peri Angsa Putih berpaling pada Wiro dan dua temannya yang berada di atas batu. Lalu berkata. "Berteriaklah: Kami ada di sini wahai Peri Sesepuh!"
Wiro , Naga Kuning dan Setan Ngompol segera melaksanakan apa yang dikatakan Peri Angsa Putih.
"Kami ada di sini wahai Peri Sesepuh…."
Peri gembrot itu keluarkan tangan kirinya dari lobang hidung dan berpaling ke arah batu. Sesaat memandangi beliau kemudian menyeringai. "Aku mau melihat salah satu dari kalian lebih dekat. Bagaimana bentuk kalian sebenarnya…." Sang Peri gembrot ulurkan tangan kirinya.
Peri Angsa Putih gerakkan tangannya. Wiro cepat menyelinap ke belakang seraya berkata. "Kau saja Naga Kuning!"
"Tidak! Aku melihat sendiri Peri itu tadi mengupil dengan tangan kiri. Kini dengan tangan itu beliau hendak memegangku!"
"Kalau begitu kau saja Kek!" kata Wiro seraya mendorong tubuh Setan Ngompol. Dorongan itu menciptakan Setan Ngompol terjatuh di depan jari-jari tangan Peri Angsa Putih. Peri itu segera saja mengambil si kakek kemudian meletakkannya di telapak tangan Peri Sesepuh. Peri gemuk ini dekatkan tangan kirinya ke depan wajahnya. Sesaat kemudian beliau bergumam. "Heh…. Makhluk buruk begini saja maunya macam-macam. Matanya saja juling. Badannya wangi pesing… Kalau tidak memandang pada dirimu dan kakekmu wahai Peri Angsa Putih , tidak sudi saya turun dari langit menyaksikan permohonan ini!" Lalu yummy saja beliau lemparkan Setan Ngompol pada Peri Angsa Putih. Kalau tidak lekas disambuti Peri Angsa Putih , pasti si kakek terbanting jatuh di atas kerikil datar! Sampai di atas kerikil Setan Ngompol memaki panjang pendek.
"Enak saja saya dibilangnya bau. Padahal upilnya yang
sebesar tetampah dan masih melekat di jarinya menciptakan saya mau muntah!"
"Peri Sesepuh , bolehkah kami memulai upacara permohonan ini?" tanya Peri Angsa Putih sesudah meletakkan kembali Setan Ngompol di atas batu.
Peri Sesepuh anggukkan kepalanya kemudian membersihkan tangannya yang tadi bekas memegang Setan Ngompol dengan ujung pakaian merahnya.
"Kakek Hantu Tangan Empat , silahkan kau membaca rapalan…" kata Peri Angsa Putih pula.
Ditunggu-tunggu tak ada bunyi Hantu Tangan Empat terdengar.
"Kek…?!" ujar Peri Angsa Putih.
Karena masih belum ada jawaban Peri Angsa Putih berpaling. Ternyata Hantu Tangan Empat tengah menatap tak berkedip ke arah Peri Sesepuh. Dengan wajah bersemu merah Peri Angsa Putih julurkan kakinya menendang paha si kakek. Hantu Tangan Empat gres tersadar kemudian cepat-cepat bertanya. "Ya , apa…?"
Wiro , Naga Kuning dan Setan Ngompol tertawa cekikikan. "Hantu itu rupanya terpesona melihat pemandangan abnormal yang dibentuk Peri Sesepuh!" kata Wiro.
"Hantu Tangan Empat!" Peri Sesepuh tiba-tiba berkata karena menunggu tidak sabaran. "Sebentar lagi matahari akan hingga di titik tertingginya. Aku tidak punya waktu banyak menunggu. Kau akan mulai dengan upacara permohonan ini atau bagaimana?!"
Mendapat teguran itu Hantu Tangan Empat memohon maaf berulang kali. "Maafkan saya wahai Peri Sesepuh. Saya sudah siap…."
"Kalau begitu segera mulai!" ujar Peri Sesepuh seraya menggeser duduknya. Celakanya gerakan ini menciptakan keadaannya tambah tersingkap. Dua mata Hantu Tangan Empat jadi tambah mendelik.
"Kek! Mulailah! Kau tunggu apa lagi?!" Peri Angsa Putih mulai jengkel dan tidak sabaran. Dia khawatir Peri Sesepuh jadi murka dan meninggalkan tempat itu kembali ke langit.
Hantu Tangan Empat berkomat kamit. Suaranya terdengar mirip tercekik dan sebentar-sebentar beliau batuk-batuk sementara dua matanya saja melotot ke arah Peri Sesepuh.
"Hantu Tangan Empat!" kembali Peri gemuk Ku menegur. "Suaramu terdengar aneh. Tak terang mantera yang kau ucapkan. Sebentar-sebentar kau batuk. Ada apa dengan dirimu?!"
"Maafkan saya wahai Peri Sesepuh…. Saya memang sedang kurang sehat. Masuk angin…."
"Kalau kau masuk angin harusnya keluar angin. Bukan melantur membaca mantera!" tukas Peri Sesepuh yang menciptakan Wiro , Naga Kuning dan Setan Ngompol sama-sama menyengir.
"Kurasa Hantu Tangan Empat terpengaruh melihat Peri Sesepuh yang duduknya tak karuan mirip itu…" kata Wiro.
"Dia mirip lupa mau berbuat apa. Lupa membaca mantera. Kalau salah kita bisa celaka…. Bukannya tubuh kita jadi besar , malah tambah kecil!" ujar Naga Kuning.
"Maafkan saya wahai Peri Sesepuh. Saya segera mulai…" kata Hantu Tangan Empat. Dia menunduk sesaat dan mulai melafalkan kata-kata dalam bahasa abnormal yang tidak dimengerti Wiro dan dua kawannya. Namun kakek ini hanya sesaat saja tundukkan kepala. Di lain dikala beliau kembali mengangkat kepala dan memandang ke arah Peri Sesepuh. Akibatnya mantera apa yang harus dibacanya di luar kepala jadi kacau.
Sementara itu sesudah beberapa dikala dibacai mantera , tubuh Wiro , Naga Kuning dan Setan Ngompol sedikit demi sedikK menjadi besar. Ketiga orang Ku hendak berteriak gembira saking girangnya. Tapi Peri Angsa Putih cepat memberi tanda semoga mereka berdiam diri.
Hantu Tangan Empat kembali meneruskan membaca mantera. Sosok Wiro dan dua kawannya semakin besar. Saat Ku telah mencapai setinggi lutut orang orang di negeri Latanahsilam.
"Selamat kita I Sebentar lagi kita akan jadi sebesar mereka!" kata Wiro pada dua temannya. Ketiga orang itu saling berangkulan saking girangnya.
"Kalau tubuhku sudah besar , akan kucari anak wanita berjulukan Luhkimkim itu…" kata Naga Kuning.
"Aku akan mencari nenek berdandan medok yang katanya sudah kawin beberapa kali itu tapi lakinya mati semual Ingin tahu saya apa kehebatan wanita satu itu! Hik… hik… hik!" kata Setan Ngompol menimpali.
Di atas dingklik kerikil pualam merah Peri Sesepuh menguap lebar. Dua kakinya dijulurkan di atas rumput sedang tubuhnya yummy saja digeser ke depan. Dua mata Hantu Tangan Empat berkedap-kedip kemudian nyalang besar. Tenggorokannya turun naik. Suaranya merapal kini hilang-hilang timbul. Lalu berhenti sama sekali.
Wiro dan kawan-kawan melepas rangkulan ma-sing-masing. "Apa Hantu Tangan Empat sudah selesai merapal manteranya? Tapi tubuh kita masih setinggi lutut begini!" ujar Wiro.
Peri Angsa Putih berpaling.
"Kek…?!"
"Hantu Tangan Empat?!" Di atas dingklik merah Peri Sesepuh bertanya. "Sudah selesai kau membaca mantera membesarkan tiga makhluk cebol Ku?!"
"Be… belum wahai Peri Sesepuh…" jawab Hantu Tangan Empat tersendat
"Kalau begitu lekas kau lanjutkan!" Peri Sesepuh memandang ke langit
"Cepat Kek!" bisik Peri Angsa Putih. Kembali gadis ini tendang paha kakeknya dengan ujung kaki.
Hantu Tangan Empat kembali merapal. Tapi matanya masih terus nyalang besar.
"Tutup kedua matamu!" kata Peri Angsa Putih yang dengan muka merah maklum apa yang terus-terusan dilihat kakeknya semenjak tadi.
"Percuma…. Aku tak bisa meneruskan merapal mantera itu di luar kepala…."
"Heh , kenapa tak bisa…?" tanya Peri Angsa Putih.
"Maafkan saya. Saya lupa terusan manteranya. Walau dicoba dan dipaksa tetap saja tidak bisa!" jawab Hantu Tangan Empat.
"Celaka! Hantu Tangan Empat tak bisa meneruskan membaca mantera. Sementara kita masih sebesar ini!" Setan Ngompol berkata setengah menjerit kemudian terkencing-kencing.
"Pasti ini gara-gara beliau melihat Peri Sesepuh duduk mengongkong!" teriak Naga Kuning banting-banting kaki. "Wiro! Katakan sesuatu! Lakukan apa saja!"
Wiro garuk-garuk kepala. "Nasib kita buruk kawankawan. Hantu Tangan Empat terpengaruh oleh apa yang dilihatnya. Dia tak bisa meneruskan membaca mantera! Berarti keadaan kita hanya sebesar ini! Setinggi lutut!"
"Celaka!" seru Naga Kuning.
"Sial nasib kita!" ujar Setan Ngompol.
"Bukan kita yang sial! Tapi Hantu keparat itu yang sialan!" maki Naga Kuning pula.
"Kalau kupikir-pikir bukan si Hantu Tangan Empat yang sial! Penyebab kesialan ini justru yaitu Peri Sesepuh! Coba kalau beliau tidak duduk seenaknya mirip itu pasti bacaan mantera Hantu Tangan Empat lancar dan kita akan jadi sebesar mereka!" kata Wiro pula.
"Waktuku habis!" Tiba-tiba Peri Sesepuh berkata. Dia menggeliat kemudian mengangkat dua tangan. Perlahanlahan dingklik kerikil pualam merah yang didudukinya bergerak naik ke atas.
"Maafkan saya wahai Peri Sesepuh…" kata Hantu Tangan Empat sambil membungkuk. Ketika Peri Sesepuh mencapai ketinggian sepuluh tombak di udara Hantu Tangan Empat segera berdiri.
"Keki Apa yang terjadi dengan dirimu?! Sekarang kau mau kemana?!" tanya Peri Angsa Putih kemudian cepat berdiri.
"Tak ada yang bisa saya lakukan lagi , wahai cucuku. Aku akan pergi ke air terjun. Bersepi diri di sana barang beberapa lama…."
"Saat ini mungkin kau sudah ingat lanjutan mantera itu. Bagaimana kalau kau mengulangi semoga tiga orang itu bisa mencapai besar mirip kita?"
Hantu Tangan Empat menggeleng. "Tidak mung-kin untuk dikala ini wahai Peri Angsa Putih. Selama Peri Sesepuh tidak hadir menyaksikan hal itu tidak mungkin dilakukan…."
"Kalau begitu panggil Peri itu kembali. Ulangi lagi besok sebelum tengah hari!" teriak Wiro.
"Aku khawatir!" berkata Naga Kuning. "Kalau Hantu Tangan Empat membaca mantera yang salah atau terbalik-balik , kita bukannya tambah besar tapi bisabisa tubuh dan muka kita jadi morat marit!"
"Benar!" kata Setan Ngompol pula. "Malah mungkin hanya pecahan tubuh tertentu saja yang besar. Kalau anuku atau anumu saja yang membesar apa tidak lebih celaka?!"
Wiro termangu sesaat kemudian tertawa gelak-gelak. Naga Kuning dan Setan Ngompol ikut tertawa hingga tempat itu menjadi riuh.
Hantu Tangan Empat berpaling menatap pada ketiga orang yang kini telah menjelma sebesar dan setinggi lutut itu. Perlahan-lahan beliau usapkan dua tangannya di depan wajahnya. Serta merta mukanya kembali mirip semula , wajah seorang kakek bau tanah bermuka rata. Tangannya yang empat kini menjadi dua kembali. Lalu tanpa berkata apa-apa lagi beliau tinggalkan puncak bukit berumput biru itu.
"Kakek Hantu Tangan Empat!" Wiro berteriak memanggil.
Hantu Tangan Empat hentikan langkahnya dan berpaling. "Ada apa…?" tanyanya datar.
"Terima kasih! Bagaimanapun juga kami harus mengucapkan terima kasih padamu. Kau sudah menciptakan kaki kami , tangan , muka , badan…. Apa lagi?" Wiro berpaling pada Naga Kuning.
"Anu kita!" Jawab si bocah yummy saja mungkin karena masih kecewa dengan keadaan tubuh yang tidak mirip diharapkan.
"Ya , kau telah menciptakan tangan , muka , kaki , tubuh dan anu kami menjadi lebih besar! Kami benar-benar berterima kasih…!"
Hantu Tangan Empat mengangguk. Lalu untuk pertama kalinya menyeruak senyum di wajahnya yang rata itu. "Terima kasih kembali. Mudah-mudahan kalian bisa mempergunakan anu kalian sebagaimana mestinya…" katanya.
Wiro , Naga Kuning dan Setan Ngompol jadi saling pandang kemudian tertawa gelak-gelak.
"Tidak disangka hantu bau tanah itu bisa bercanda juga!" kata Wiro.
"Hai , apa yang kalian tertawakan?r tiba-tiba Peri Angsa Putih bertanya sambil duduk di rumput di depan
"Kami barusan bicara soal anu…" jawab Wiro sambil senyum-senyum
"Soal anu? Anu apa?" tanya Peri Angsa Putih.
Ditanya mirip itu kembali ketiga orang itu tertawa gelak-gelak.
"Hai! Kalian Ini bicara apa? Apanya yang anu?" tanya Peri Angsa Putih kembali.
"Ya , anunya si anu yang kini sudah jadi sebesar anu!" sahut Setan Ngompol kemudian tertawa gelak-gelak dan tentu saja disertai dengan terkencing-kencing!
TAMAT
Segera terbit:
HANTU JATILANDAK

No comments for "Peri Belibis Putih WIRO SABLENG Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 Karya: Bastian Tito"