Wasiat Sang Ratu WIRO SABLENG Cerita Silat Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 Karya: Bastian Tito
WIR0 SABLENG
Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya: Bastian Tit0
EP : WASIAT SANG RATU
SATU
PENDEKAR 212 Wir0 Sableng garuk garuk kepala. Lalu pada Dewa Ketawa yang duduk di hadapannya ia berkata. “Aku tetap tidak bisa percaya kalau ketika ini kita berada di awang awang. Kau lihat sendiri S0batku Gendut. Bangunan , taman , pedataran , kemudian di sebelah sana malah ada bukit! Mana mungkin semua ini menggantung di udara. Mana mungkin ada dunia di atas dunia?!”
Kakek gendut berb0b0t 200 kati itu elus elus dadanya yang gember0t. Lalu penyakitnya kambuh. Dia mulai tertawa. Mula mula perlahan. Tambah lama makin keras hingga Wir0 terpaksa tekap kedua telinganya.
“Anak t0l0l! Aku sudah bilang mengapa meributi segala hal yang tidak bisa hingga dalam nalar kita insan biasa? Tempat ini , termasuk para penghuninya , jadi termasuk Ratu Duyung bukanlah makhluk biasa. Mereka bisa hidup di dua alam.
Darat dan air….”
“Berarti mereka sebangsa k0d0k?” ujar Wir0 sambil menyengir. Membuat tawa si gendut semakin keras. “Ada satu hal lagi yang saya tidak mengerti. Kulihat Sang Ratu maupun gadis gadis yang ada di sini tidak ada bedanya dengan insan biasa. Mengapa Sang Ratu disebut Ratu Duyung? Bukankah duyung sejenis makhluk bertubuh sebagian insan sebagian lagi ikan?”
“Memang begitulah keadaan 0risinil tubuh mereka…” jawab Dewa Ketawa. “Kau tidak percaya? Ha…ha…ha…?!
“Kau sendiri melihat. Mereka bicara mirip kita. Memiliki kecantikan mirip bidadari. Berjalan dengan dua kaki yang mulus mulus. Bukan dengan ek0r ikan….”
“Jika kamu suka , kamu bisa membuktikan sendiri!” kata Dewa Ketawa pula sambil senyum senyum. “Eh , membuktikan bagaimana maksudmu? Kau tahu caranya? Atau punya ajian yang bisa dirapal hingga bisa melihat bentuk 0risinil mereka?!”
“Tak perlu ajian. Tak perlu segala macam rapalan. Cukup dengan mata telanjang.
Asal tahu rahasianya….”
“Kalau begitu tunjukkan padaku belakang layar itu!” ujar Wir0.
Dewa Ketawa tak segera memberitahu tapi mirip biasanya ia tertawa dulu , menciptakan murid Sint0 Gendeng jadi tidak sabaran.
“Kau lihat p0h0n besar itu , S0batku Muda?!” tanya si kakek gendut sambil menunjuk pada sebatang p0h0n besar yang tumbuh miring di kejauhan. Wir0 mengangguk. “Di balik p0h0n itu ada satu jalan kecil menurun. Di ujung penurunan ada sebuah telaga berair biru. Nah telaga ini daerah mandi gadis gadis anak buah Ratu Duyung. Terkadang mereka pergi ke sana untuk istirahat sambil bercengkrama….”
“Jadi kamu menyuruh saya mengintip anak gadis mandi?”
“Terserah padamu. Kau bilang mau melihat bentuk 0risinil gadis gadis itu….”
Wir0 garuk garuk kepala. “Kalau tertangkap tangan saya mengintip bagaimana??”
“Wah , risik0nya memang berat. Tapi itu urusanmulah!” jawab Dewa Ketawa dan 0rang renta bertubuh gemuk luar biasa ini kembali tertawa. Setelah tawanya reda ia berkata. “Kau tahu , cuma itu satu satunya cara kalau mau mengetahui keadaan g0t0ng r0y0ng para gadis di sini. Ujud 0risinil mereka akan kelihatan bila tubuh mereka berair atau mereka masuk ke dalam air. Baik air tawar maupun air laut….”
“Bagaimana kalau mereka c0nt0hnya terguyur air hujan?” tanya Wir0 pula.
“Anak setan! Macam macam saja pertanyaanmu! Mengapa tidak kamu tanya bagaimana kalau terguyur air kencing?! Ha… ha… ha…! sambil usap usap dua matanya yang sipit kakek gemuk ini kemudian berkata dengan bunyi sengaja diperlahan lahankan. “Ada satu hal yang mau kubilang padamu….”
“Hemmm…. Apa? Kelihatannya mirip kamu mau menceritakan satu belakang layar besar saja!”
“Betul! Kau rupanya punya firasat!” jawab si kakek. Wir0 cepat menekap lisan 0rang renta ini ketika ia mulai memperlihatkan hendak tertawa kembali.
“Ay0 cepat , kamu mau bilang apa?” tanya Wir0.
“Ratu Duyung itu g0t0ng r0y0ng suka padamu…” bisik Dewa Ketawa.
“Jangan ngac0! Kau mengada ada saja!”
“S0batku Muda , saya tidak bicara b0h0ng…!”
“Bagaimana kamu bisa tahu? Memangnya ia bilang padamu?!”
“Aku segera tahu pada pertama kali bertemu dengannya. Beberapa hari lalu.
Memang ia tidak menyampaikan terus terang. Tapi dari perilaku dan ucapannya cukup tersirat ia menyukai dirimu….”
Wir0 memandang dengan mata membesar pada si gendut renta itu.
“Agaknya ia sudah lama mendengar ihwal kau. Dia menjadi salah se0rang dari banyak gadis yang mengagumi dirimu. Namun….” “Namun apa?”
“Rasa sukanya kurasa serta merta lenyap ketika melihat keadaan dirimu.
Ternyata kamu se0rang c0w0k hitam g0s0ng bermuka macam pantat kuali! Ha… ha… ha…”
“0rang renta sialan…! Maki Wir0 dalam hati.
Si kakek gendut geleng gelengkan kepala. “Memang saya suka bergurau S0batku Muda. Tapi percayalah , saya yakin betul Ratu Duyung membisu diam jatuh hati padamu!”
Wir0 memandang ke arah p0h0n besar. Di sampingnya Dewa Ketawa berkata.
“Tadi kulihat ada ser0mb0ngan gadis menuju ke sana. Pasti mereka pergi mandi.
Sebaiknya kamu lekas menyelidik….”
“Kau tak mau ikut mengintip?!” tanya Wir0.
“Aku sudah terlalu renta untuk pekerjaan macam begini. Itu p0t0ngan yang muda muda sepertimu….”
Wir0 menyeringai. “Aku tidak percaya pada renta bangka berminyak sepertimu ini.
Jangan jangan kamu sudah duluan mengintip. Kalau tidak dari mana kamu bisa tahu.” “Ha… ha… ha…! tawa si kakek gendut membahak lepas.
Wir0 tinggalkan 0rang renta itu. Dengan cepat ia melangkah menuju p0h0n besar. Seperti yang dikatakan Dewa Ketawa , di balik p0h0n itu memang ada sebuah jalan kecil. Jalan ini terbuat dari kerikil batu hitam , berupa tangga tangga kecil menurun.
Keadaan di daerah itu sunyi. Angin bertiup sep0i sep0i. Wir0 menuruni jalan kecil dengan hati hati. Setengah panjangnya jalan yang menurun Wir0 menangkap bunyi gelak tawa di bawah sana.
“Si gendut tidak dusta. Memang ada ser0mb0ngan gadis di bawah sana…” kata Wir0 dalam hati. Dia belum sanggup melihat apa yang ada di bawahnya lantaran tertutup 0leh rerumpunan p0h0n p0h0n setinggi kepala. Dengan dada berdebar murid Sint0 Gendeng melangkah terus menuruni jalan batu. Debaran dadanya mencapai puncak sewaktu ia hingga di ujung jalan. “Pemandangan luar biasa…” kata sang satria dalam hati. Dia cepat menyelinap ke balik sebuah kerikil besar dan mengintai di balik kerapatan semak belukar berbunga aneh.
Di bawah sana kelihatan sebuah telaga berair biru. Di salah satu tepiannya , terdapat gundukan kerikil batu hitam tersusun rapi se0lah ditata 0leh tangan manusia.
Dari celah susunan kerikil batu hitam itu mengucur air jernih yang kemudian jatuh masuk ke dalam telaga.
Mata Pendekar 212 Wir0 Sableng tidak berkesip memperhatikan empat 0rang gadis yang ada di dalam telaga , berenang sambil bercanda satu sama lain. Dari tempatnya mengintai terang empat gadis itu mandi bertelanjang dada. Di tepi telaga tiga 0rang gadis lainnya duduk bermalas malas. Yang satu menyisir nyisir rambutnya dengan sebuah sisir berbentuk tulang ikan. Dua lainnya asyik meng0br0l.
Salah se0rang dari gadis yang mandi keluar dari telaga kemudian bergabung dengan tiga temannya.
“Astaga!” murid Sint0 Gendeng keluarkan undangan kaget ketika melihat keadaan tubuh gadis yang barusan keluar dari dalam telaga itu. Bagian atas auratnya berada dalam keadaan p0l0s tanpa epil0g sama sekali. Lalu tubuh sebelah bawah , inilah yang menciptakan Wir0 jadi tercengang , mata mel0t0t lisan ternganga. Tubuh p0t0ngan bawah gadis itu berbentuk ek0r ikan besar berwarna perak berkilat. Ujungnya bergerak gerak kian kemari. Masih tak percaya Wir0 g0s0k g0s0k kedua matanya. “Tak bisa kupercaya kalau tidak kulihat sendiri. Berarti keadaan Ratu Duyung tidak beda dengan keadaan anak buahnya itu…” kata Wir0 dalam hati.
Selagi gadis yang barusan keluar dari telaga bercakap cakap dengan sahabat temannya , salah se0rang gadis di tepi telaga tampak bangkit. Sesaat ia berdiri di atas sebuah kerikil kemudian “byurrr”! Gadis itu terjun ke dalam telaga.
“Aneh , ia masuk ke dalam telaga. Kenapa tidak membuka pakaian hitamnya dulu…? pikir Wir0. Dia terus memperhatikan. Lalu c0w0k ini kembali melengak keheranan. Ternyata begitu tubuhnya masuk ke dalam air , pakaian hitam yang menempel di tubuhnya lenyap secara aneh. Di ketika yang sama sepasang kakinya bermetam0rf0sis ek0r ikan besar , bergerak gerak kian kemari.
“Baru sekali ini saya melihat keganjilan gila macam begini!” ujar Wir0 seraya geleng geleng kepala.
Baru saja ia berkata mirip itu tiba tiba terdengar bunyi suitan suitan keras dari beberapa penjuru. Tujuh gadis di telaga kelihatan kaget. Wir0 sendiri tak kalah kejutnya lantaran tahu tahu daerah dimana ia berada telah dikurung 0leh enam 0rang gadis lain anak buah Ratu Duyung. Keenam gadis ini memperlihatkan wajah galak. Masing masing mengangkat tangan kanan seraya tudingkan jari telunjuk mereka lurus lurus kearah Wir0. Ujung ujung jari mereka memancarkan sinar biru mengambarkan mengandung satu kekuatan dahsyat.
Sadar kalau dirinya tertangkap berair Wir0 jadi salah tingkah. Dia melangkah mundur namun cepat kembali ke daerah semula ketika dari ujung jari salah se0rang gadis melesat keluar sinar biru yang menghancurkan kerikil di belakang kaki Wir0.
“Tetap di tempatmu! Jangan berani bergerak hingga Ratu datang!” salah se0rang dari enam gadis membentak.
Rerumputan p0h0n bunga di sebelah kiri tiba tiba tersibak. Ratu Duyung muncul diiringi dua 0rang anak buahnya. Sesaat ia menatap pada Wir0 dengan pandangan dingin. Lalu ia memberi isyarat. Empat 0rang anak buahnya segera mendekati Wir0.
Dua 0rang menarik tangan Wir0 ke depan.
“Ratu , tunggu dulu!” seru Wir0. “Jangan salah mengerti. Aku tidak bermaksud jahat….”
“Kau sudah tertangkap berair melaksanakan perbuatan kurang ajar. Masih hendak mengelak?!” hardik Ratu Duyung. “Ikat tangannya!”
Dua gadis anak buah Ratu Duyung kembali menarik tangan Wir0 ke depan.
Lengannya disilang satu sama lain kemudian gadis ketiga maju mendekat. Ujung jarinya yang memancarkan sinar biru digerakkan.
“Rrrttttttt!”
Terjadilah satu hal luar biasa. Larikan sinar biru yang keluar dari ujung jari si gadis berputar menjerat kedua pergelangan tangan Wir0 , tidak beda mirip ikatan seutas tali.
Hanya saja tali yang mengikat erat Wir0 ketika itu berbentuk aneh yaitu berupa lingkaran mengeluarkan sinar biru. Ketika Wir0 berusaha melepaskan ikatan itu ternyata ia tak bisa menggerakkan tangannya sedikit pun.
“Bawa ia ke bukit Batu Putih!” Ratu Duyung berikan perintah.
Dua 0rang anak buahnya segera mend0r0ng tubuh Pendekar 212.
“Ratu ,” kata Wir0 begitu ia hingga di hadapan Ratu Duyung. “Aku tidak bermaksud berbuat yang bukan bukan. Apa lagi berani berlaku kurang ajar. Apa yang kulakukan terd0r0ng dari rasa ingin tahu. Apa yang ada di sini di luar kemampuan akalku untuk mencerna. Aku…”
Ratu Duyung g0yangkan kepalanya. Empat 0rang gadis dengan cepat membawa Wir0 meninggalkan daerah itu. Setelah melalui jalan cukup jauh dan berliku liku mereka hingga di satu pedataran batu. Semua kerikil yang menumpuk di sini berwarna putih. Di langit sang surya bersinar sangat terik se0lah hanya beberapa jengkal saja di atas kepala.
Wir0 merasa tubunya mirip dipanggang. Dia ditarik kebalik sebuah kerikil besar. Ketika hingga di balik kerikil itu terkejutlah Wir0. tersandar pada kerikil besar itu terpentang s0s0k tubuh gendut Dewa Ketawa. Dua larik sinar biru membentuk tali mengikat tubuhnya ke kerikil besar itu hingga ia tidak bisa bergerak sedikit pun. Keringat membasahi sekujur tubuhnya. Kulitnya kelihatan merah 0leh teriknya sinar matahari.
“Walah…! S0batku gendut! Kau sudah duluan rupanya!” ujar Wir0.
“Hemmmm….” Dewa Ketawa menyahut dengan gumaman. Sesaat kemudian ia mulai tertawa tawa.
“Dasar insan kurang waras. Dalam keadaan mirip ini masih bisa ketawa dia!” kata Wir0 dalam hati setengah merutuk.
Wir0 sandarkan pada sebuah kerikil besar di samping Dewa Ketawa diikat.
Se0rang gadis tudingkan ujung jarinya ke tubuh Pendekar 212. Ketika jari itu digerakkan maka larikan sinar biru bermetam0rf0sis tali berkilauan , mengikat Wir0 ke kerikil di belakangnya. Keadaan ini tidak beda dengan si Dewa Ketawa. Bedanya dua tangannya masih tetap terikat tali bersinar biru.
“Ratu , kami menunggu perintahmu selanjutnya!” Se0rang gadis anak buah Ratu Duyung berkata.
*
* *
DUA
BARU saja salah s0rang gadis berkata begitu s0s0k Ratu Duyung muncul dan tegak sepuluh langkah di hadapan Wir0 dan Dewa Ketawa. Dia memandang pada kedua 0rang itu beganti ganti kemudian berkata.
“Menyesal saya telah menganggap kalian sebagai tamu tamu terh0rmat.
Ternyata kalian sama tak sanggup dipercaya!”
Wir0 menatap wajah bagus Ratu Duyung sesaat kemudian berpaling pada Dewa Ketawa dan berbisik. “S0batku Kerbau Bunting! Kau bilang ia menaruh hati padaku.
Kau lihat sendiri! Buktinya saya diikatnya mirip ini!”
Dewa Ketawa balas memandang Wir0 kemudian mukanya berubah. Sesaat kemudian ia tertawa gelak gelak.
“Gendut gila! Bagaimana dalam keadaan mirip ini kamu masih bisa tertawa?!” damprat Wir0.
“Sssst…. Jangan memaki bicara tak karuan. Umur mungkin tak bakal lama. Kita tidak tahu eksekusi apa yang bakal dijatuhkan 0rang 0rang itu. Yang terang kalau saya mati niscaya masuk s0rga , kamu terang minggat ke neraka! Ha… ha… ha!”
“Enak saja kamu bicara!” tukas Wir0 kemudian ia berpaling pada Ratu Duyung. “Ratu kalau saya memang bersalah , saya minta maaf. Tapi s0batku si gendut ini mengapa harus ikut mendapatkan hukuman? Yang salah cuma saya sendirian. Harap kamu suka membebaskannya….”
Para gadis anak buah Ratu Duyung menatap pimpinan mereka menunggu apa yang harus mereka lakukan selanjutnya. Sebaliknya Sang Ratu memandang pada Pendekar 212. Dalam hati ia berkata. “Aku melihat jiwa kesatria dalam dirinya. Tapi jikalau saya tidak menjatuhkan eksekusi bagaimana wibawaku di mata para gadis ini….”
“Ratu , kami menunggu perintahmu!” se0rang gadis berkata ketika dilihatnya Ratu Duyung hanya tegak tak bergerak , menatap ke arah Wir0. “Hukuman apa yang harus kami jatuhkan terhadap dua 0rang ini?!”
Ratu Duyung mendehem beberapa kali. Lalu berucap. “0rang berjulukan Dewa Ketawa telah berbuat d0sa , melaksanakan kesalahan. Kalau bukan lantaran mulutnya maka kawannya ini tidak akan berbuat d0sa kesalahan! Hukuman baginya yaitu eksekusi cabut pengecap selama tiga hari!”
Dewa Ketawa…!” Wir0 keluarkan undangan saking terkejutnya mendengar apa yang dikatakan Ratu Duyung. Dia berkata dengan bunyi keras pada Sang Ratu. “Ratu Duyung!
Sudah kubilang kawanku ini tidak bersalah. Aku yang jadi biang ker0k! Bebaskan dirinya biar saya yang mendapatkan semua hukuman. Kau b0leh membunuhku supaya puas! Seumur hidup belum pernah saya melihat wanita sepertimu. Cantik selangit tapi kejam selangit tembus!”
Ucapan Pendekar 212 itu menciptakan wajah Ratu Duyung menjadi merah. Namun sikapnya tetap tenang. Sebaliknya di samping terdengar bunyi Dewa Ketawa tertawa gelak gelak.
“Kerbau Bunting!” teriak Wir0. “0rang hendak mencabut lidahmu , kamu malah tertawa gelak gelak!” Kau benar benar sudah gila!”
“Ah , eksekusi cabut pengecap itu Cuma tiga hari mengapa harus ditakutkan?!” jawab Dewa Ketawa kemudian kembali tertawa terbahak bahak.
“Lakukan hukuman!” Ratu Duyung memberi perintah.
Se0rang gadis maju mendekati Dewa Ketawa yang se0lah tidak peduli dan masih saja terus tertawa.
“Dewa Ketawa! Selamatkan dirimu! Lekas lari dari daerah ini!” Wir0 kembali berteriak.
Kakek gendut itu berpaling padanya. “Kau sendiri apa sudah menc0ba untuk bebaskan diri?!” balik bertanya Dewa Ketawa.
Wir0 jadi penasaran. Dia kerahkan tenaga untuk melepaskan diri. Sampai tubuhnya berair 0leh keringat ternyata ia tidak bisa melepaskan diri dari ikatan tali aneh yang mengeluarkan cahaya biru itu. Malah makin dipaksa tubuhnya terasa menjadi lemah.
“He… he…! Bagaimana? Apa kamu mampu?” Tanya Dewa Ketawa sambil tertawa dan penc0ngkan hidungnya mengejek Wir0. “Sebelumnya saya sudah menc0ba , tapi tak ada gunanya. Mereka mempunyai ilmu aneh. Aku yang renta tidak bisa apalagi kamu yang masih busuk pesing! Ha…ha…ha!”
“Gendut sialan!” maki Wir0.
“Lakukan hukuman!” Tiba tiba Ratu Duyung berseru , memberi perintah untuk kedua kalinya.
Dua 0rang gadis maju ke hadapan Dewa Ketawa.
“Dewa Ketawa , sebelum eksekusi dijatuhkan , kamu kami beri kesempatan untuk tertawa sepuasmu!” kata Ratu Duyung pula.
Kakek gendut itu pandangi sang Ratu sesaat. “Kau mau berbaik hati memberi kesempatan. Aku berterima kasih untuk itu ,” kata Dewa Ketawa pula. Lalu ia mulai tertawa. Mulutnya makin lebar dan bunyi tawanya semakin keras. Gadis di samping kanan tiba tiba jentikkan jarinya. Saat itu juga tubuh Dewa Ketawa menjadi kaku. Suara tawanya lenyap dan mulutnya dalam keadaan terbuka lebar.
“Cabut lidahnya!” perintah Ratu Duyung.
Gadis di sebelah kiri kini yang maju. Tangannya bergerak cepat ke arah lisan Dewa Ketawa yang terbuka lebar. Wir0 merasa ngeri untuk menyaksikan. Dia membuang muka.
“Kreeeeekk!”
Tenguk Pendekar 212 merinding cuek mendengar bunyi itu. “Pasti lidahnya sudah dicabut….! Manusia insan ganas!” Perlahan lahan Wir0 palingkan kepalanya.
Dilihatnya Dewa Ketawa masih dalam keadaan kaku ternganga. Mulutnya penuh darah.
Wir0 memperhatikan. Ternyata dalam lisan kakek gendut itu tak ada lagi lidah!
Sewaktu Wir0 berpaling ke kanan ia melihat se0rang gadis anak buah Ratu Duyung tengah meletakkan sebuah benda merah panjang bergerak gerak di atas baki kecil terbuat dari kerang. Lidah Dewa Ketawa! Wir0 merasa kepalanya pening dan mirip mau muntah.
“Sekarang giliran c0w0k berkulit hitam!” Tiba tiba terdengar bunyi Ratu Duyung. Murid Sint0 Gendeng tersentak.
“Ratu…!” serunya.
“Kesalahan ada pada kedua matanya yang berani mengintip 0rang mandi.
Butakan dua mata itu selama tiga hari!”
“Ratu! Apa yang hendak kamu lakukan?! Aku m0h0n!”
Teriakan Wir0 itu tak ada gunanya. Saat itu se0rang gadis anak buah Ratu Duyung yang bertubuh jangkung mendatanginya kemudian menjentikkan tangannya. Serta merta sekujur tubuh Wir0 menjadi kaku. Mulutnya pun tak bisa bersuara lagi! Gadis yang barusan men0t0k Wir0 secara aneh maju lebih dekat. Dua tangannya bergerak cepat sekali ke arah matanya kiri kanan. Wir0 merasa sepasang matanya cuek sekali.
Tapi hanya sesaat. Di lain kejap rasa cuek itu berubah dengan sengatan panas yang sakitnya bukan main. Wir0 hendak berteriak namun mulutnya terkancing gagu! Pada ketika itu juga ia tidak melihat apa apa lagi selain gelap mengelam dan menggidikkan.
“Ya Tuhan! Apa yang dilakukan mereka padaku?! Aku tak bisa melihat! Mereka mencungkil kedua mataku! Aku benar benar buta!”
Darah mengucur dari kedua mata Pendekar 212 yang kini hanya merupakan r0ngga dalam dan besar mengerikan. Darah mengucur membasahi pipi. Dewa Ketawa yang menyaksikan peristiwa itu cuma bisa kerenyitkan mata , tak bisa bergerak tak bisa keluarkan suara. Kalau saja ia tidak dalam keadaan tert0t0k , sesudah menyaksikan kengerian itu sudah niscaya ia akan tertawa gelak gelak. Ketika berpaling ke samping dilihatnya gadis jangkung tadi tengah meletakkan dua buah benda bulat putih hitam di atas sebuah baki kecil dari kerang laut.
“Gila! Apa betul dua benda itu sepasang mata anak setan itu…?” pikir Dewa Ketawa. Perutnya terasa mual. Tengg0r0kkannya mirip mau muntah. Tengkuk 0rang renta gendut ini jadi merinding. “Benar benar gila! Seumur hidup rasa rasanya gres sekali ini saya merinding ngeri!” Lebih lebih ketika ia c0ba melirik memperhatikan ke samping , melihat bagaimana keadaan muka Pendekar 212 sekarang! Muka c0w0k ini kini terpentang tanpa sepasang mata!
“Dunia aneh…Bagaimana mereka bisa melaksanakan keganasan ini?! Tapi…eh , apakah saya merasa sakit sewaktu lidahku dicabut? Memang saya melihat ada darah mengucur dari mulut. Tapi mengapa saya taidak merasa sakit sama sekali? Kuharap S0batku Muda itu juga tidak merasa sakit walau kedua matanya dicungkil begitu rupa!
Hukuman gila macam apa ini! Aku kepingin tertawa , tapi mengapa tidak bisa? Celaka!
Kalau saya nanti tak bisa tertawa lagi selama lamanya akan ku0brak abrik daerah ini!
Akan kuhajar mereka semua! Tapi apakah saya tega melaksanakan itu terhadap para gadis yang bagus cantik itu? Ratu Duyung kamu menciptakan saya betul betul sengsara. Hidup tanpa tawa…. Rasanya lebih baik mati saja!”
*
* *
TIGA
Malam terasa lebih cuek dari malam malam sebelumnya. Ini yaitu malam ketiga atau malam terakhir Pendekar 212 Wir0 Sableng dan kakek gendut berjuluk Dewa Ketawa menjalani eksekusi , diikat secara aneh ke kerikil putih besar. Wir0 dalam keadaan tanpa mata dan dilanda sakit terus menerus. Dewa Ketawa masih untung. Walau lidahnya dicabut namun tidak mengalami rasa sakit sedikitpun. Malah ketika itu ia tengah tertidur nyenyak. Dari tengg0r0kkannya terdengar bunyi meng0r0k aneh padahal ia dalam keadaan tert0t0k hingga tak bisa bergerak dan seharusnya juga tak bisa bersuara.
Sepasang pendengaran murid Sint0 Gendeng dari Gunung Gede tiba tiba mendengar sesuatu. Bersamaan dengan itu ia mencicipi adanya tekanan tekanan halus yang menggetarkan kerikil yang dipijaknya.
“Dewa Ketawa , bangunlah!” ujar Wir0. Tapi suaranya tidak keluar. Pemuda ini lupa kalau dirinya berada dalam keadaan tert0t0k hingga tak bisa bersuara. Ketika ia tidak bisa mendengar suaranya sendiri gres ia sadar. Dalam hati ia berkata.
“Ada sese0rang mendekati daerah ini. Pasti Ratu Duyung…Hemmm… Mau apa ia kemari? Menambah siksaan lagi?! Sialan! Kalau saja mereka tidak mencungkil mataku niscaya saya sanggup melihat tampang makhluk bagus tapi kejam itu! Kalau saja mulutku bisa berucap niscaya sudah kusempr0t ia ketika ini!”
Langkah langkah 0rang yang mendatangi lenyap. Namun Wir0 sanggup mengira kalau 0rang itu berhenti dan tegak sekitar beberapa langkah di hadapannya. Dia sanggup mendengar hembusan napas 0rang ini dan hidungnya mencium busuk tubuhnya yang harum.
“Saudara…” satu bunyi wanita menegur.
“Hemmm… bukan Ratu Duyung ,” membatin Pendekar 212.
Lalu ada jari jari tangan mengelus pangkal lehernya. Serta merta jalan bunyi Wir0 terbuka dan ia bisa berbicara namun yang keluar ketika itu yaitu bunyi mengeluh setengah mengerang.
“Kau niscaya tersiksa dalam hukumanmu…” wanita di hadapan Wir0 kembali berkata.
“Namanya saja dihukum. Siang dipanggang sinar matahari , malam diguyur embun dan udara dingin! Dan kedua mataku yang dicungkil sakitnya bukan kepalang.
Uh…! Katakan siapa kamu adanya?! Kau bukan Ratu Duyung. Apa kamu disuruh wanita itu tiba tanpa setahunya…”
“Uh…” Wir0 mengeluh lagi. “Lalu apa maksud kedatanganmu membisu diam kemari?”
“Kami…Maksudku anak buah sang Ratu yang melaksanakan eksekusi telah kesalahan tangan. Sebelum ia menjatuhkan eksekusi , ia lupa mematikan indera perasaan luarmu hingga selama ini kamu niscaya sangat tersiksa….”
“Kau ini bicara gila atau bagaimana? Setelah dua hari dua malam dipentang di sini kamu tiba dan bicara segala hal yang menciptakan saya jengkel! Dengar baik baik… Kalau saya nanti dilepas saya akan membalas semua ini! Bilang sama Ratumu dan pergi dari sini!”
“Jangan salah sangka. Aku tiba untuk men0l0ngmu…”
Wir0 menyeringai. “Kau bisa membebaskanku?!”
“Tidak….”
“Kalau begitu lekas minggat dari hadapanku!” hardik Pendekar 212.
“Dengar dulu. Sebenarnya saya memang bisa membebaskanmu. Tapi saya tak akan melaksanakan ket0l0lan itu!”
“Mengapa tidak mau? Ket0l0lan apa maksudmu?!”
“Kami di sini hidup di bawah perintah Ratu Duyung dan kami semua harus patuh.
Jika hingga salah dan dijatuhi eksekusi , nasib kami akan celaka seumur hidup. Tak ada jalan kembali….”
“Tak ada jalan kembali? Apa maksudmu?” bertanya murid Sint0 Gendeng.
“Aku tak bisa memberi penjelasan. Kuharap saja kelak kamu bisa tahu sendiri.
Sekalipun saya mend0r0ng membebaskan dirimu…”
“Dan mengembalikan dua mataku!” ujar Wir0 pula.
“Ya…. Ya… membebaskan dan mengembalikan dua matamu….”
“Tunggu dulu… Jika dua mataku dikembalikan apa penglihatanku bisa masuk akal mirip semula? Kau tahu b0la mata itu punya ribuan urat kecil kecil. Apa bisa bertaut lagi ke asalnya?”
“Jika dua matamu dipasang kembali penglihatanmu akan masuk akal mirip semula.
Malah…” Anak buah Ratu Duyung hentikan ucaapannya.
“Malah apa….?”
“Maafkan aku. Aku tak bisa memberi keterangan lebih jauh…. Seperti kataku tadi sekalipun kamu bebaskan dan dua matamu kupasang lagi kamu tak mungkin l0l0s dari daerah ini. Jangankan insan biasa , setan atau jin pun tidak bisa keluar dari daerah ini jikalau tidak dikehendaki 0leh Ratu Duyung….”
“T0bat , daerah celaka macam apa ini!” kata Wir0 mengumpat dan memaki.
“Dengar , saya hanya bisa men0l0ng melenyapkan rasa sakit yang kamu rasakan ketika ini…”
“Percuma….! Setelah dua hari dua malam saya dipentang tersiksa mirip ini kamu gres datang! Aku yakin kamu hanya hendak menyiasati diriku….”
“Kau salah sangka….” Kata anak buah Ratu Duyung kemudian ujung jari tangan kirinya ditusukkan ke dada Wir0. Saat itu juga segala rasa sakit yang diderita Pendekar 212 serta merta lenyap.
“Hmmm….”Murid Sint0 Gendeng bergumam.”Ternyata kamu tidak dusta….Aku menghaturkan terima kasih.”
“Sekarang aklu harus pergi. Sebelum pergi saya terpaksa menutup jalan suaramu kembali…”
“Tunggu!” ujar Wir0. “Dua mataku itu , kamu tahu dimana disimpannya?”
“Sang Ratu sendiri yang menyimpan. Kurasa di kamar tidurnya….”
“Sudah….Aku pergi sekarang…..”
“Sebentar , katakan siapa namamu….”
“Di daerah ini tidak satu pun dari kami mempunyai nama….”
“Benar benar edan! Masakan 0rang tidak punya nama….?!”
”Aku tidak bisa menerangkan . Aku harus pergi….”
“Wir0 berpikir , mengingat ingat. “Aku tahu…. Kau niscaya gadis jangkung yang men0t0k dan mencungkil kedua mataku….” Si gadis tercekat.
“Gadis jangkung , saya ingin tahu mengapa kamu mau men0l0ngku?” bertanya Wir0.
“Mengapa kamu mau bersusah susah men0l0ngku?”
“Sebenarnya saya akan men0l0ng semenjak hari pertama kamu dibawa dan diikat di daerah ini. Tapi penjagaan ketat sekali. Temanmu si gemuk itu lebih beruntung lantaran perasaannya dihilangkan lebih dulu hingga walau lidahnya dic0p0t ia tidak merasa apa apa…”
“Kau belum menjawab mengapa kamu men0l0ngku!” kata Wir0 kembali.
“Tak b0sa kuterangkan. Aku mendengar ada yang datang….” Lalu cepat sekali gadis di hadapan Wir0 pergunakan telunjuk tangan kanannya menggurat leher c0w0k itu. Saat itu juga Pendekar 212 tak bisa bicara lagi.
*
* *
SIANG hari ketiga. Matahari bersinar terik. Panasnya bukan kepalang se0lah
berada tepat di atas kepala. Baik Dewa Ketawa maupun Wir0 ketika itu tiba tiba mendengar langkah langkah kaki mendatangi. Lebih dari satu 0rang. Lalu terdengar bunyi sese0rang yang dikenalinya bukan lain bunyi Ratu Duyung.
“Hukuman telah berakhir. Kembalikan pengecap tamu berjulukan Dewa Ketawa itu ke dalam mulutnya!”
Sepi sesaat. Lalu Wir0 mendengar langkah langkah kaki mendekati s0s0k Dewa Ketawa yang terpentang dalam keadaan terikat di kerikil putih. Sepasang mata kakek sakti ini perhatikan gadis jangkung melangkah ke hadapannya. Di sebelahnya ada gadis lain yang melangkah sambil membawa baki dari kerang. Di atas baki kelihatan sebuah benda merah berdarah bergerak gerak.
“Gila! Itu lidahku sendiri!” Dia merasa ngeri melihat lidahnya sendiri yang lenyap selama tiga hari.
Gadis jangkung ambil benda di atas baki kerang. Tangannya bergerak cepat.
“Cleeppp!”
Wir0 sempat mendengar bunyi itu. Sunyi sesaat . Dewa Ketawa berusaha menggerakkan mulutnya tapi tak bisa lantaran masih dalam keadaan tert0t0k.
“Lidah sudah dipasang kembali Ratu. Kami menunggu perintah lebih lanjut!” anak buah sang Ratu yang bertubuh jangkung memberi tahu.
“Lepaskan ikatan tali sakti biru!” Ratu Duyung menjawab.
Gadis jangkung acungkan jari telunjuk tangan kanannya. Ujung jari membersitkan sinar biru. Ketika ujung jari itu diarahkan pada tali yang melibat tubuh Dewa Ketawa , terdengar bunyi letupan berkepanjangan. Tali itu serta merta lenyap tanpa bekas. Dewa Ketawa merasa lega namun ia masih tak bisa bersuara dan bergerak.
“Lepaskan t0t0kannya. Buka jalan darah dan pengunci uratnya!” Terdengar kembali bunyi Ratu Duyung.
Anak buah Sang Ratu yang bertubuh jangkung usapkan tangan kanannya di atas leher Dewa Ketawa kemudian menekan p0t0ngan dada 0rang renta itu dengan ujung jarinya.
“Eh…eh…eh!” terdengar bunyi Dewa Ketawa. Dia gerakkan kedua tangannya.
Mulutnya dubuka lebar lebar. Lalu terdengar bunyi tawanya menggelegar. “Tiga hari tiga malam tak bisa ketawa! Sekarang saya mau tertawa sepuas puasnya!” katanya sambil pukul pukulkan tangan kanannya ke dada!
Semua 0rang yang ada di daerah itu , termasuk Ratu Duyung yang berkepandaian paling tinggi diantara mereka getaran hebat pada gendang pendengaran masing masing.
Mereka terpaksa tutup jalan pendengaran dengan telapak tangan. Malang bagi Penekar 212 lantaran ia masih dalam keadaan terikat dan tert0t0k tak bisa pergunakan dua tangan untuk menekap telinga. Dua l0bang telinganya mirip ditusuk paku! Kepalanya mirip meledak ledak.
“Kalau setan ganjal Kerbau Bunting ini tidak hentikan tawanya , telingaku bisa pecah!” ujar Wir0 dalam hati.
Mendadak Dewa Ketawa memang hentikan tawanya. Sambil menatap kearah Ratu Duyung dalam hati ia berkata. “Aneh , mengapa bunyi tertawaku jadi begitu dahsyat? Se0lah 0lah ada satu kekuatan hebat dalam tubuhku. Bukan… bukan di tubuhku , tapi di mulutku! Tepatnya di lidahku! Hemmm…. Apa g0t0ng r0y0ng yang telah dilakukan wanita bagus ini padaku? Ada satu keganjilan , satu belakang layar dibalik eksekusi yang dijatuhkannya padaku. Jangan jangan…
Setelah menatap sejurus lagi pada Ratu Duyung Dewa Ketawa kemudian berkata. “Ratu… Aku yang renta ingin bertanya….”
Ratu Duyung angkat tangan kanannya dan mem0t0ng ucapan Dewa Ketawa.
“Hukumanmu sudah diakhiri. Kau kini bebas pergi. Sebenarnya sesuai undangan masih ada dua hari waktu tersisa bagimu di daerah kami. Namun dengan berat hati saya terpaksa memintamu untuk pergi kini juga… Di lain waktu mungkin kami akan melayangkan undangan lagi untukmu berkunjung ke sini….”
Ratu Duyung berpaling pada empat 0rang anak buah yang ada di dekatnya kemudian berkata. “Antarkan tamu kita ke Pintu Gerbang Perbatasan….”
Dewa Ketawa hendak menyampaikan sesuatu namun sadar kalau tak ada kemungkinan lagi baginya untuk membuka lisan , apalagi membantah putusan sang Ratu maka diapun menjura kemudian berkata. “Ratu Duyung , saya mengucapkan terima kasih atas segala kebaikanmu…” habis berkata begitu Dewa Ketawa berpaling pada Wir0.
“anak ini… kalau saya pergi nasib apa yang bakal menimpanya. Praktis mudahan saja ia mendapatkan sesuatu yang tidak lebih buruk dari aku…” Sekali lagi Dewa Ketawa menjura pada Ratu Duyung kemudian ia melangkah mengikuti empat 0rang anak buah Ratu Duyung yang mengapitnya meninggalkan daerah itu.
“Heran renta Bangka gendut itu!” Pendekar 212 berkata dalam hati. “Sudah dijatuhi eksekusi malah masih mau bilang terima kasih. Dasar gendut geblek!”
“Ratu , kami siap menjalankan perintah selanjutnya!” Gadis jangkung anak buah Ratu Duyung memberi tahu sesaat kemudian.
Sang Ratu mengangguk. Se0rang anak buahnya yang lain muncul sambil membawa sebuah baki kerang. Di atas baki itu terletak dua buah benda yang bukan lain yaitu sepasang mata Pendekar 212.
“Kembalikan kedua matanya!” ujar sang Ratu.
Gadis bertubuh jangkung melangkah ke hadapan Wir0. Gadis yang membawa baki kerang juga ikut mendekat. Saat itu Wir0 mencium busuk harum memasuki jalan pernapasannya. “Hemmm….pasti ia ini gadis yang kemarin mendatangiku….” Selagi Wir0 berpikir mirip itu tiba tiba ia mendengar bunyi “Cleppp! Clepp!” Bersamaan dengan itu ia merasa ada dua benda berhawa sejuk masuk ke dalam r0ngga matanya kiri kanan. Di ketika yang sama kegelapan selama tiga hari tiga malam menyungkup pemandangannya kini lenyap.
“Astaga! Aku bisa melihat lagi!” Wir0 berteriak dalam hati. Yang pertama sekali dilihatnya yaitu satu wajah bagus berada dekat di depannya. Wajah gadis jangkung anak buah Ratu Duyung. “Ah , si pen0l0ngku ternyata berwajah paling bagus diantara semua gadis di daerah ini…” ujar Wir0. Walau tidak mengerti bagaimana semua ini bisa terjadi , namun disamping bersyukur sifat usilnya kembali muncul. Wir0 kedipkan mata kirinya pada gadis jangkung di hadapannya , menciptakan gadis ini menjadi merah wajahnya dan cepat cepat melangkah mundur. Tapi langkahnya tertahan ketika sang Ratu memberi perintah.
“Lepaskan ikatan. Bebaskan dirinya dari t0t0kan!”
Gadis jangkung kembali maju mendekati Wir0. Tangan kanannya diangkat.
Telunjuk diacungkan. Begitu ujung jarinya mengeluarkan sinar biru segera ia arahkan ujung jari itu pada tali biru sakti yang mengikat sekujur tubuh Wir0 ke kerikil putih.
Seperti waktu tadi membebaskan Dewa Ketawa tali sakti itu keluarkan bunyi letupan berkepanjangan dan gres berhenti sesudah seluruh tali mistik secara aneh.
Dengan ujung jari yang sama gadis jangkung itu kemudian mengusap leher Wir0 dan men0t0k dadanya. Serta merta jalan bunyi yang menciptakan sang satria menjadi gagu musnah. Begitu ia bisa kedipkan mata kirinya pada si gadis jangkung seraya berkata. “Terima kasih…”
Wir0 usap kedua matanya dan memandang berkeliling. Pemandanganku benar benar pulih mirip semula. Malah… eh… Apa benar ini? Dua mataku malah lebih tajam dari sebelumnya. Aku mirip bisa melihat…. Pendekar 212 berpaling pada Ratu Duyung dan menatap wanita bagus jelita ini lekat lekat.
“Ratu , kami menunggu perintahmu selanjutnya. Apakah tamu yang satu ini akan kami antar juga ke Pintu Gerbang Perbatasan?”
“Dia tidak akan meninggalkan daerah ini!” jawab sang Ratu yang menciptakan Pendekar 212 jadi terkejut.
“Ratu , menurutmu hukumanku telah berakhir. Kau telah membebaskan kawanku si gendut Dewa Ketawa itu. Mengapa kamu masih menahan diriku di sini…?” Tanya Murid Sint0 Gendeng.
Ratu Duyung tidak menjawab. Men0lehpun tidak pada Wir0. Sebaliknya sambil memutar tubuh meniggalkan daerah itu ia berkata pada anak buahnya. “Antarkan tamu ini ke Ruang Penantian!”
*
* *
EMPAT
Yang disebut Ruang Penantian ternyata sebuah ruangan kecil berbentuk segitiga.
Dua dinding terbuat dari kerikil berwarna merah sedang p0t0ngan depan terbuka merupakan jalan masuk. Empat 0rang anak buah Ratu Duyung memberi isyarat supaya Wir0 duduk di sebuah kerikil rata pada sudut segi tiga sebelah dalam. Setelah Wir0 duduk di atas kerikil itu salah se0rang anak buah Ratu Duyung berkata.
“Tetap di tempatmu hingga Ratu kami datang. Jangan c0ba c0ba meninggalkan ruangan ini walau satu langkahpun!”
Pendekar 212 garuk garuk kepala. “Rupanya saya masih sebagai tawanan di daerah ini…” katanya.
Gadis yang tadi berkata menjawab. “Hanya Ratu yang layak memberi tahu peri keadaan dirimu di daerah ini1”
Wir0 melirik pada belahan baju hitam di p0t0ngan dada si gadis yang begitu lebar hingga buah dadanya tersembul menantang. “Kalau kamu bersedia menemaniku di ruangan ini hingga seribu haripun saya bisa betah berada di sini…”
“Plakkk!”
Satu tamparan mendarat di pipi Wir0. Tidak terasa tapi cukup menciptakan Murid Sint0 Gendeng ini jadi tersentak. Ketika ia bangun berdiri hendak memegang tangan si gadis yang menampar , sambil mundur dua langkah gadis itu acungkan jari telunjuk tangan kanannya kearah Wir0. Melihat ujung jari yang memancarkan cahaya biru itu Pendekar 212 menjadi bimbang dan perlahan lahan ia duduk kembali ke atas kerikil rata di sudut ruangan.
Gadis yang barusan menampar putar tubuhnya. Tiga temannya mengikuti. Wir0 hanya bisa usap usap pipi. Namun mendadak ia terl0njak lantaran dari atas p0t0ngan yang terbuka dari mana ia digiring masuk tiba tiba tujuh buah tiang besi sebesar betis menderu turun. Tujuh tiang ini berwarna merah membara dan memancarkan hawa panas! Sadarlah kini Wir0 kalau ia memang masih tetap menjadi tawanan!
“Kurang ajar!” maki murid Sint0 Gendeng. Dia melangkah ke arah tujuh besi tapi terpaksa mundur 0leh hawa panas tang membersit. “Aku punya dugaan diriku akan diperlakukan semena mena. Sebaiknya saya mencari jalan l0l0s!” Maka murid Sint0 Gendeng segera siapkan satu pukulan sakti. Setelah mengerahkan tenaga dalam ia hantamkan tangan kanannya ke arah f0rmasi besi besi panas membara.
“Wutttt!”
Pukulan “segulung 0mbak menerpa karang” menghantam empat jeruji besi dengan telak. Empat tiang besi itu memancarkan sinar merah menyilaukan dan panas luar biasa hingga Wir0 mel0mpat mundur ke sudut ruangan. Ketika ia memandang ke depan ternyata empat tiang besi itu jangankan ambr0l , cacat sedikit pun tidak!
Penasaran Pendekar 212 segera siapkan pukulan “sinar matahari” Tangan kanannya serta merta bermetam0rf0sis putih laksana perak berkilauan. Pada ketika ia hendak menghantam ke depan tiba tiba ses0s0k tubuh muncul diseberang tiang tiang besi itu. Satu bunyi menggema di Ruang Penantian.
“Mengapa menghabiskan tenaga? Tidak ada satu pukulan saktipun yang sanggup menembus pagar besi panas itu!”
Wir0 turunkan tangannya. Memandang ke depan dilihatnya Ratu Duyung tegak se0rang diri di seberang ruangan.
“Ratu , apa maksudmu menahan diriku di sini?!” tanya Wir0.
Sang Ratu tidak segera menjawab tapi melangkah mendekati tiang tiang besi.
Lalu lezat saja kedua tangannya memegang dua tiang yang panas dan merah membara itu. Padahal jangankan tangan insan , sep0t0ng besipun jikalau ditempelkan ke tiang yang membara itu niscaya akan leleh! Sebaliknya sang Ratu hening tenang saja se0lah memegang tiang besi yang dingin!
“Aku tidak menahanmu. Aku hanya ingin kepastian!” Rati Duyung menjawab.
Wir0 megerenyit tak mengerti. “Kepastian apa?”
“Bahwa kamu dan kawanmu Dewa Ketawa itu tidak menipuku!”
“Eh , memangnya saya sudah berbuat apa? Aku memang mengaku salah telah mengintip anak anak gadismu mandi di telaga. Tapi saya sudah mendapatkan hukuman!
Sekarang tampaknya kamu sengaja mencari cari kesalahan lain…Apa g0t0ng r0y0ng yang ada dalam pikiranmu Ratu? Mengapa kamu tidak membebaskan diriku mirip kamu membebaskan Dewa Ketawa?”
Ratu Duyung menjawab. “Pada saatnya kaupun akan kubebaskan. Tapi saya perlu membuktikan satu hal bahwa kamu benar benar Pendekar 212 dan bahwa kulitmu yang hitam itu benar benar jawaban sejenis 0bat…”
“Astaga! Bukankah Dewa Ketawa sudah meyakinimu bahwa saya yaitu Pendekar 212 dan kamu telah mempercayainya….”
“Betul , tapi dalam hidup keyakinan itu bisa berubah. Karenanya saya perlu membuktikan. Kau berkata bahwa kulitmu yang hitam jawaban 0bat yang kamu telan.
Diberikan 0leh sese0rang untuk menyelamatkan nyawamu. Kau juga menerangkan warna kulitmu yang hitam itu bisa hilang bila tersentuh sinar bulan purnama. Nah itu yang harus kita buktikan. Jika ternyata kelak sentuhan sinar rembulan tidak merubah kulitmu , berarti kamu telah menipuku. Kau bukan Pendekar 212 Wir0 Sableng!”
Sesaat Wir0 jadi terdiam. “Apa yang saya lakukan padamu yaitu sesuai dengan yang diucapkan pen0l0ngku. Kalau ia berdusta apakah saya bisa disalahkan?”
“Mungkin si pen0l0ng yang berdusta , mungkin juga kau!” Kita akan buktikan.
Dua malam lagi bulan purnama empat belas akan muncul. Itu saatnya kamu akan membuktikan siapa dirimu…”
“Dua malam lagi….?” Mengulang Wir0. “Menurut perhitunganku bulan purnama gres muncul di langit sekitar dua belas hari lagi!”
Ratu Duyung tertawa. “Di daerah ini waktu berputar sepuluh hari lebih cepat dari duniamu sana. Kau hening tenang saja menunggu di ruangan ini. Jika memang kamu Pendekar 212 sejati dan apa yang dikatakan pen0l0ngmu benar , mengapa harus takut…?”
“Siapa bilang saya takut?!” tukas Wir0 yang tidak sanggup lagi menahan jengkelnya.
Ratu Duyung membalikkan tubuhnya. Waktu membalik belahan bajunya di p0t0ngan pinggul tersingkap lebar. Jantung Wir0 jadi berdegup keras malihat paha , pinggul dan bahkan p0t0ngan pinggul sebelah atas sang Ratu. Sesaat kemarahannya menjadi kendur. Tanpa banyak bicara ia duduk di atas kerikil datar.
“Kau tentu lapar. Aku akan suruh anak buahku mengantarkan buah buahan ,” kata Ratu Duyung pula sebelum berlalu dari daerah itu. Murid Sint0 Gendeng tak menjawab. Matanya masih memandangi s0s0k tubuh p0t0ngan bawah sang Ratu hingga akhirnya wanita bagus itu lenyap di balik kel0kan l0r0ng batu.
Berada sendirian lantaran tak tahu apa yang harus dilakukannya Wir0 duduk bersandar ke dinding kerikil merah. Dia ingat pada gurunya Eyang Sint0 Gendeng. Lalu pada si Raja Penidur dan Kakek Segala Tahu. Dia mirip meratapi lantaran menganggap gara gara tiga 0rang sakti itulah ia hingga tersesat dan kini mendekam di ruangan ini.
Dia ingat pula pada kitab Putih Wasiat Dewa yang hingga ketika ini masih belum terang dimana beradanya. Lalu muncul tampang buruk 0rang bercaping dan berpenyakit cacar dengan bahtera putihnya itu. Wir0 menarik napas panjang. Tiba tiba ia ingat pada Bidadari Angin Timur. Sejak peristiwa mereka mencebur masuk ke dalam telaga beberapa waktu kemudian ia merasa ingin selalu dekat dengan gadis itu. “Di mana ia sekarang…? Ah , waktu di atas bahtera putih…Kalau saja ia melihatku…Lalu bila saya bisa selamat keluar dari sini kurasa lebih baik mencari gadis itu lebih dulu dari pada mencari Kitab Putih Wasiat Dewa. Aku merindukannya! Gila! Apa ini yang dinamakan jatuh cinta?!” Murid Sint0 Gendeng garuk garuk kepala. Ketika ingatannya hingga pada senjata mustikanya , Wir0 jadi menarik napas dalam lagi. “Tiga Bayangan Setan , Elang Setan…. Dua bedebah itu akan kupecahkan kepala mereka!”
Wir0 bangun berdiri kemudian melangkah mundar mandir di ruangan yang tak seberapa besar itu. Tiba tiba ia mendengar langkah langkah kaki di ujung l0r0ng. Tak Lama kemudian muncul se0rang gadis berpakaian hitam. Di tangannya ia membawa sebuah baki berisi beberapa macam buah buahan. Pada pinggangnya tergantung sebuah kendi kecil. Sesaat kemudian gadis ini hingga di depan tujuh tiang besi merah panas. Dia menatap Wir0 sebentar kemudian baki dimiringkannya. Aneh!” Walau baki dimiringkan , buah buahan yang ada di atasnya sama sekali tidak berjatuhan! Lewat celah kecil antara dua buah tiang besi si gadis mel0l0skan baki berikut buah buahan itu.
Baik baju hitam maupun tangannya sama sekali tidak cedera ketika bersentuhan dengan dua tiang besi.
“Lekas ambil…” kata si gadis pada Wir0.
“Aku tidak lapar.!” Jawab Pendekar 212.
“Jangan t0l0l!” si gadis membentak halus. Karena Wir0 tak mau mengulurkan tangan untuk mengambil baki berisi buah buahan itu si gadis kemudian melemparkan baki ke dalam ruangan. Baki jatuh tepat di atas kerikil datar , tidak bersuara dan tak satupun buah buahan di atasnya menggelinding jatuh!
“Ini…!” si gadis ulurkan kendi kecil.
“Apa isi kendi itu?” tanya Wir0.
“Air!” jawab si gadis. “Itu diberikan atas perintah Ratu. Dan saya menambahkan sejenis bubuk ke dalamnya supaya kamu bisa bertahan selama dua hari…”
“Hemmm…. Kau bermaksud baik padaku. Aku mengucapkan terima kasih ,” kata Wir0 seraya ulurkan tangan kirinya untuk mendapatkan kendi kecil itu. Begitu Wir0 memegang kendi , si gadis cepat ulurkan jari jarinya memegang lengan Pendekar 212 dan berbisik.
“Dengar , saya bisa men0l0ngmu keluar dari daerah ini. Kau bisa bebas kembali ke duniamu. Tapi dengan satu perjanjian…”
Wir0 pandangi wajah si gadis. Dia memang bagus namun dibandingkan dengan gadis jangkung serta sang Ratu kecantikannya belum bisa menyamai.
“Perjanjian apa?” tanya Pendekar 212.
“Kau harus ganti men0l0ngku.”
Wir0 garuk garuk kepalanya.” Setahuku tak se0rangpun di daerah ini bisa membebaskan diriku. Ratumu sangat sakti dan para pengawaknya , sahabat temanmu itu menjaga setiap sudut dengan ketat.”
Gadis itu tersenyum. “Mereka semua memang tidak bisa berbuat apa apa lantaran mereka tidak tahu apa yang saya tahu.”
Eh , apa yang kamu ketahui!”
“Aku tahu belakang layar membuka tujuh tiang besi panas itu. Aku juga tahu belakang layar yang mereka tidak tahu…”
Wir0 tersenyum. “Kau gadis baik. Tapi pert0l0nganmu mungkin akan sia sia belaka. Kau bisa celaka kalau sang Ratu mengetahui pengkhianatanmu…”
“Aku tidak berkhianat pada siapapun , juga terhadap sang Ratu. Aku hanya ingin membebaskan diri keluar dari daerah ini. Dan cuma kamu yang bisa men0l0ngku!”
“Aku tak bisa men0l0ng diriku sendiri. Bagaimana saya bisa men0l0ngmu?” tanya Wir0.
“Kau niscaya bisa. Dengar , saya akan segera membuka tujuh tiang besi panas ini.
Setelah itu kamu akan menyebadaniku di situ…”
“A…Apa?!” tanya Wir0 dengan b0la mata membesar kemudian melirik ke belahan dada si gadis dengan jantung berdebar. “Mengapa saya harus menyebadanimu?!”
“Itu satu satunya jalan. Dengar , kita tidak punya waktu banyak. Nanti akan kuterangkan…”
Wir0 geleng gelengkan kepala. Dalam hati ia berkata. “Waktu saya tertangkap tangan mengintip mereka mandi , mataku dic0p0t tiga hari. Kalau saya tertangkap berair menyebadani gadis satu ini niscaya anuku akan ditanggalkan. Bukan cuma tiga hari! Bisa bisa selama lamanya! Celaka diriku!”
Selagi Wir0 berpikir begitu tiba tiba ia mendengar bunyi berdesir. Astaga! Wir0 melihat tujuh jalur tiang besi panas membara perlahan lahan naik ke atas! Makin lama makin tinggi. Pada ketika ketinggian mencapai sepinggul tiba tiba satu bayangan berkelebat menyusul bentakan keras.
“Tidak kusangka! Ada pengkhianat di daerah ini!”
Gadis di depan Wir0 menjadi pucat pasi. Keluarkan bunyi tertahan kemudian jatuhkan diri ketakutan setengah mati!
*
* *
LIMA
Ratu Duyung tegak dengan tangan kiri diletakkan di pinggang. Dia lambaikan tangan kanannya. Tujuh tiang besi yang tida naik ke atas perlahan lahan kembali turun menutup ruangan segi tiga itu.
“Berdiri!” hardik sang Ratu.
Gadis baju hitam yang mendekam di lantai perlahan lahan berdiri. Tubuhnya bergetar hebat dan wajahnya seputih kain kafan.
“Kau tahu kesalahanmu?!” hardik sang Ratu.
“Sa…Saya tahu Ratu….”
“Katakan!”
“Saya …. Saya berkhianat. Saya hendak membebaskan c0w0k ini. Saya tahu saya salah…”
“Itu kesalahan pertama dan bisa kuanggap kecil. Tapi lekas katakan kesalahanmu yang kedua yang sangat besar dan tak ada ampunannya!”
“Saya….. saya hendak membuka satu belakang layar pada c0w0k ini. Saya mengajaknya……”
“Cukup!” hardik sang Ratu. “Kau tahu apa eksekusi yang bakal kamu terima?!”
Si gadis mengangguk dan jatuhkan diri ke lantai. Kelihatannya ia pasrah mendapatkan eksekusi lantaran tak mungkin mengelak tak mungkin minta ampun.
Ratu Duyung angkat tangan kanannya. Jari telunjuk tiba tiba mengeluarkan cahaya biru angker. Perlahan lahan jari itu ditudingkan , turun ke arah s0s0k tubuh anak buahnya yang berlutut di lantai.
Ujung jari bergerak tiga kali berturut turut. “Wuttt! Wuttt! Wuttt!”
Cahaya biru berkiblat. Gadis di lantai keluarkan pekikan panjang. Lalu terputus!
Ketika Wir0 menatap ke depan , dinginlah tengkuk murid Sint0 Gendeng ini!
Diantara kepulan asap yang menebar busuk sangit mirip daging dipanggang Wir0 melihat sisa tubuh si gadis kini hanya tinggal jerangk0ng alias tulang belulang berwarna biru!
“Ilmu kesaktian apa yang barusan dilancarkan wanita ini hingga dalam sekejapan bukan saja membunuh anak buahnya tapi juga merubahnya menjadi jerangk0ng!” Murid Sint0 Gendeng membatin. Lalu pandangannya dialihkan pada wajah Ratu Duyung yang tampak cuek , hening se0lah tak ada terjadi apa apa di daerah itu.
Dia membunuh gadis bagus anak buahnya mirip membalikan telapak tangan saja! Saat ia memandangi Ratu Duyung mirip itu , sang Ratu tiba tiba palingkan mukanya ke arahnya. Pandangan mereka saling beradu. Untuk beberapa lamanya tak ada yang mau menghindar ataupun berkesip. Pendekar 212 tak mau menghindar ataupun berkesip.
Pendekar 212 tak mau mengalah. Dia memandang terus hingga membisu diam Ratu Duyung merasa getaran aneh menjalari tubuhnya. Perempuan ini masih berusaha terus menantang pandangan Wir0 namun akhirnya sambil menjentikan dua jari tangan kanannya ia memandang ke langit langit di atasnya. Tak lama sesudah bunyi jentikannya menggema di sepanjang l0r0ng kerikil , empat 0rang gadis berpakaian hitam muncul.
“Singkirkan sampah tak mempunyai kegunaan ini!” kata sang Ratu sambil mengg0yangkan kepalanya ke arah tulang belulang yang bergeletakan di lantai.
Empat anak buah Ratu Duyung segera melaksanakan apa yang diperintahkan. Tak lama sesudah jerangk0ng biru diangkat dari daerah itu Ratu Duyung balikkan tubuhnya Sebelum mengerling ke arah Pendekar 212 Wir0 Sableng.
*
* *
Berselang dua hari empat 0rang anak buah Ratu Duyung muncul di depan Ruang Penantian. Keempatnya eksklusif menekap hidung lantaran penciuman mereka disengat 0leh busuk pesing.
Wir0 Sableng tertawa lebar. “Masih untung saya hanya kencing di daerah ini. Kalau saya buang air besar gres kalian rasa! Dua hari disekap tanpa diperkenankan keluar apa tidak gila?!”
“Tak usah banyak bicara. Lekas keluar dan ikuti kami!”kata salah se0rang dari empat gadis.
Kawannya menambahkan. “Jangan c0ba c0ba melarikan diri. Selain tak bakal bisa l0l0s dari daerah ini , salah salah kamu bisa menemui tamat hidup mirip gadis yang c0ba berkhianat dua hari lalu!”
Wir0 keluar dari Ruang Penantian. Sambil melangkah ia menjawab. “Empat 0rang gadis bagus minta saya mengikuti. T0l0l kalau saya melarikan diri. Mau kalian bawa kemana saya ini?!”
“Pertama kamu harus membersihkan diri di Pancuran Putih. Setelah itu kamu akan kami bawa ke Bukit Awan Putih…” menerangkan salah se0rang gadis.
Sesuai keterangan yang dikatakan tadi Wir0 di bawa ke sebuah daerah dimana terdapat sebuah pancuran yang airnya berwarna aneh yaitu bening putih. Di daerah itu telah tersedia seperangkat pakaian hitam higienis lengkap dengan destar hitam.
Wir0 memandang pada empat gadis pengawalnya kemudian bertanya. “Kalian mau ikut mandi sama sama?”
“Jangan berani bicara kurang ajar!” sentak gadis di sebelah kanan. Dia memberi isyarat pada tiga kawannya kemudian Wir0 selesai mandi dan berpakaian ke empat gadis tadi tahu tahu sudah muncul lagi di daerah itu.
“Kalian pengawal pengawalku yang setia!” memuji Wir0 sambil tersenyum.
“Cuma saya sangsi jangan jangan ketika saya mandi ada di antara kalian yang mengintip!”
“Pemuda bermulut lancang! Kalau tidak ingat perintah Ratu membawamu segera ke Bukit Awan Putih mau rasanya kami menghajarmu lebih dulu di daerah in!”
Wir0 tertawa gelak gelak. “S0batku bagus , saya hanya bergurau. Jangan diambil hati. Setiap hari kalian selalu menghadapi suasana yang mencengkam. Apa salahnya sekali sekali bergurau?!”
Empat 0rang gadis itu tidak menjawab. Mereka membawa Wir0 memasuki sebuah l0r0ng. Ketika keluar dari l0r0ng itu Murid Sint0 Gendeng jadi terheran heran. Di depannya ia melihat sebuah dataran tinggi. Ada empat jalur tangga kerikil menuju ke puncak pedataran di atas mana terdapat sebuah kerikil besar bulat berwarna hitam legam. Sekitar sepuluh t0mbak di atas kerikil kelihatan mirip ada awan putih menggantung. Memandang berkeliling yang menciptakan Wir0 merasa heran ialah daerah itu berada dalam keadaan malam hari. Padahal sebelumnya , ketika ia mandi di pancuran hari masih siang!
Agak jauh di sebelah kanan kerikil hitam budar dan rata tampak di sebelah kanan kerikil hitam. Meskipun agak jauh namun Wir0 segera bisa mengenali. 0rang itu bukan lain yaitu Ratu Duyung.
“Naiki tangga sebelah kanan , eksklusif tegak di atas kerikil batu bulat hitam.” Se0rang gadis berpakaian hitam bicara pada Wir0.
Wir0 memandang sekali lagi ke puncak pedataran tinggi.”Malam hari… Apa benar ucapan Ratu Duyung bahwa malam ini bulan purnama empat belas hari akan muncul? Aku sama sekali tidak melihat langit malam. Tak ada bintang bintang. Tempat apa g0t0ng r0y0ng ini…?!”
Satu tangan mend0r0ng punggung Wir0 se0lah memaksanya supaya segera menaiki anak tangga kerikil yang berundak undak sebanyak 77 buah itu. Kakinya terasa pegal dan napasnya agak memburu ketika ia akhirnya hingga di puncak pedataran tinggi dan naik ke atas kerikil rata hitam. Dari tempatnya berdiri ia memandang berkeliling. Di bawah sana semuanya kelihatan serba hitam. Di sebelah atas pemandangan tertutup 0leh awan putih aneh. Wir0 palingkan kepalanya ke kiri , ke daerah dimana Ratu Duyung berdiri sambil rangkapkan dua tangan di depan dada.
Angin malam bertiup kencang dan cuek menyibakkan belahan bajunya di p0t0ngan pinggul hingga auratnya tampak lebih putih dalam gelapnya udara.
“Ratu Duyung , saya tak tahu apa rencanamu! Apakah bulan purnama benar benar akan muncul di daerah ini?!” Wir0 berseru pada Ratu Duyung.
Perempuan bagus itu membisu tak bergerak mirip patung , juga tidak menjawab pertanyaan Wir0 tadi.
“Ratu Duyung! Sebelum hingga di daerah ini hari masih siang! Bagaimana bisa tahu tahu kini hari berubah malam?!”
Ratu Duyung tetap tidak mau memberi dan tidak mau menjawab. Wir0 kemudian mengancam.
“Kalau sang Ratu masih tidak bergerak maupun menjawab Wir0 segera gerakkan kakinya untuk mel0mpat turun dari atas kerikil hitam. Namun gerakkannya tertahan ketika mendadak ada hembusan angin luar biasa kencangnya sehingga tubuhnya mirip mau terseret mental dari atas kerikil hitam. Di sebelah sana dilihatnya pakaian dan rambut Ratu Duyung berkibar kibar tapi tubuhnya tidak bergeming sedikitpun padahal Wir0 setengah mati mempertahankan diri supaya tidak diseret hembusan angin. Sadar tenaga luar tak mungkin membuatnya bertahan terhadap hembusan angin maka murid Eyang Sint0 Gendeng ini segera kerahkan tenaga dalam , salurkan pada ke dua kakinya hingga sepasang telapak kaki Wir0 laksana di pantek ke atas kerikil hitam itu!
Perlahan lahan angin keras surut. Bersamaan dengan itu keadaan di daerah itu berubah dari gelap menjadi terang temaram. Ketika ia mengangkat kepalanya Wir0 jadi tertegun. Awan putih setinggi sepuluh t0mbak di atasnya perlahan lahan bergerak ke arah timur. Dari p0t0ngan yang tidak terhalang lagi merambas cahaya putih redup.
Makin jauh awan bergerak ke timur makin terang cahaya putih itu. Sepasang mata satria 212 mulai melihat langit jauh tinggi di atasnya. Bintang bintang bertaburan.
“Astaga! Itu langit betulan…” kata Wir0 hampir tak percaya.
Lalu Pendekar 212 berdegup keras. Sedikit demi sedikit , dari balik sekel0mp0k awan kelabu menyeruak mnuncul bulan purnama empat belas hari. Wir0 melirik ke arah Ratu Duyung. “Perempuan itu tidak berdusta…” katanya. Langit dan pedataran tinggi bertambah terang begitu bulan purnama muncul semakin besar dan bulat. Cahayanya yang putih jernih jatuh di setiap benda di pedataran tinggi itu termasuk s0s0k tubuh Pendekar 212 yang tegak di atas kerikil hitam. Tiba tiba Wir0 merasa sekujur permukaan kulit tubuhnya menjadi panas. Demikian panasnya hingga bukan saja mandi keringat tapi badannya bergetar keras. Kedua kakinya menjadi g0yah. Dia kumpulkan seluruh tenaga supaya tidak r0b0h.
Lalu entah apa yang terjadi tiba tiba ada letupan letupan kecil disertai kilatan kilatan cahaya putih di sekujur muka dan tubuhnya. Begitu letupan sirna hawa panas lenyap berganti dengan hawa dingin. Demikian dinginya hingga gerahamnya bergemeletukan. Tak sengaja Wir0 memperhatikan ke dua tangannya. Dia hampir tak percaya. Kulit tangannya yang selama ini berwarna hitam pekat perlahan lahan bermetam0rf0sis putih.
“Kulitku berubah… kembali ke warna semula…!” ujar Wir0 gembira. Meskipun tubuhnya ketika itu di selimuti rasa cuek luar biasa tapi kegembiraan menciptakan ia membuka baju hitamnya supaya auratnya lebih tepat terkena siraman cahaya bulan purnama!
“Aku sembuh! Aku sembuh! Terima kasih Tuhan…!”kata Wir0 angkat kedua tangannya tinggi tinggi.Saat itu terbayang wajah Puti Andini , gadis baju merah berkepandaian tinggi yang muncul dengan payung tujuhnya. “Puti , dimanapun kamu berada saya juga menghaturkan terima kasih padamu. Kau tidak berdusta. Kalau tidak berkat 0bat yang kamu berikan saya sudah lama menjadi kerak tanah!”
Udara cuek berangsur angsur lenyap. Pada ketika itulah empat s0s0k tubuh berkelebat di sampingnya. Mereka ternyata empat 0rang anak buah Ratu Duyung.
“Ratu meminta kami membawamu ke Ruang Pertemuan… Beliau siap memperlihatkan wasiatnya padamu…” memberi tahu salah se0rang dari empat gadis.
“Wasiat…Wasiat apa….?” Tanya Wir0. “Maksudmu Kitab Wasiat…?”
“Kau akan bertemu eksklusif dengan Ratu. Tanyakan saja secara langsung….”
Gadis di sebelah kanan mengambil baju hitam yang tercampak di atas kerikil kemudian menyerahkannya pada Wir0 sambil memberi isyarat supaya ia segera mengenakan pakaian itu.
Sambil mengenakan pakaiannya Wir0 perhatikan dadanya. Rajah tiga angka 212 yang selama ini lenyap tertindih warna hitam kulitnya kini muncul terang kembali. Wir0 tersenyum sambil usap usap dadanya. Dia melirik ke arah kiri daerah Ratu Duyung sebelumnya berdiri. Ternyata wanita itu tak ada lagi di situ.
“Hai! Kenapa belum berjalan?! Tunggu apa lagi?!” Gadis di belakang Wir0 bertanya sementara tiga kawannya di sebelah depan tampak tak sabaran ketika mereka melihat Wir0 tegak di atas kerikil hitam datar.
“Tunggu dulu… Mengapa terburu buru? Aku tak akan kabur…!” jawab Pendekar 212. Lalu mirip ia hanya se0rang diri saja ketika itu murid Sint0 Gendeng ini bukan ikat pinggang celana hitamnya. Empat gadis anak buah Ratu Duyung jadi berubah wajah mereka dan ada yang melangkah mundur.
“Apa yang hendak kamu lakukan?!” salah se0rang membentak.
“Jangan berani buat kurang asuh di hadapan kami!” satunya lagi menghardik.
“Siapa mau berbuat kurang ajar!” jawab Wir0 tidak acuh. Begitu ikat pinggang terbuka dan celananya menjadi l0nggar , ia meneliti ke p0t0ngan aurat di balik celana. Lalu sambil mengangkat kepala dan merapikan ikat pinggangnya kembali c0w0k ini senyum senyum sendiri.
“Pemuda aneh , ia mirip 0rang kurang waras tertawa sendiri!” bisik gadis sebelah kanan pada kawannya.
“Apa g0t0ng r0y0ng yang dilakukan 0rang ini?” balik bertanya kawannya.
Pertanyaan itu sempat terdengar 0leh murid Sint0 Gendeng. Tenang saja ia menjawab. “Kalian lihat sendiri keajaiban kulitku tadi. Cahaya bulan purnama menciptakan kulitku yang hitam kembali ke warna aslinya. Tapi saya masih meragu apakah aurat yang terlindung di balik celana ikut berubah warna. Makanya saya perlu menyelidik. Aku tidak mau jadi insan belang. Putih di atas hitam di bawah. Ternyata….”
Wir0 tidak teruskan ucapannya malah memandang pada empat gadis itu sambil tertawa lebar. Tentu saja mereka sama ingin tahu apa yang terjadi. Apakah perubahan warna kulit Wir0 memang menyeluruh atau hanya setengah setengah. Tapi untuk bertanya tentu saja mereka tidak berani. Sebaliknya Wir0 malah menggantung keterangan hingga empat 0rang anak buah Ratu Duyung itu menunggu sambil saling pandang.
“Ternyata…” kata Wir0 pula. “Ternyata memang seluruh kulit tubuhku kembali ke warna asal. Termasuk…” Wir0 tidak teruskan ucapannya tapi keluarkan bunyi tawa bergelak.
Empat gadis berpakaian hitam ketat tampak bersemu merah wajah masing masing.
*
* *
ENAM
Kita tinggalkan dulu Pendekar 212 Wir0 Sableng yang tengah diantar menuju Ruang Pertemuan guna menemui Ratu Duyung. Kita ikuti perjalanan Tiga Bayangan Setan dan kawannya yang berjulukan Elang Setan. Seperti dituturkan dalam Epis0de II (Wasiat Dewa) dua 0rang insan berhati setan itu sesudah merasa berhasil membunuh Pendekar 212 di bukit dekat sumur kerikil di luar Kart0sur0 kemudian berangkat menuju puncak Gunung Merapi daerah salah satu kediaman Pangeran Matahari. Kapak Maut Naga Geni 212 serta kerikil sakti hitam pasangan senjata sakti itu mereka rampas. Di puncak Gunung Merapi dua senjata mustika itu mereka serahkan pada Pangeran Matahari.
Tentu saja sang Pangeran besar hati bukan main. Selain sudah mempunyai Kitab Iblis kini ia juga menguasai dua senjata sakti milik musuh bebuyutannya itu. Dengan Kitab Iblis berada di tangannya ia merasa yakin walau dua senjata mustika itu masih berada di tangan Wir0 ia akan sanggup menamatkan riwayat Pendekar 212. Apalagi kini Wir0 tanpa dua senjata yang diandalkan itu!
Pertemuan dengan Pangeran Matahari , apalagi sanggup menyerahkan Kapak Maut Naga Geni 212 serta kerikil sakti hitam di pihak lain juga menggembirakan Tiga Bayangan Setan dan Elang Setan. Mereka bukan saja menyenangkan hati Pangeran Matahari , tapi sekaligus juga bermaksud menagih k0mitmen mendapatkan 0bat penawar racun seratus hari yang dulu dicek0kan sang Pangeran pada mereka.
Celakanya Pangeran Matahari tidak percaya begitu saja bahwa dua 0rang itu benar benar telah membunuh Pendekar 212. Karena itu ia menyuruh Tiga Bayangan Setan dan Elang Setan untuk membawa p0t0ngan kepala murid Sint0 Gendeng itu. Tiga Bayangan Setan dan Elang Setan tidak bisa berbuat apa apa lantaran kembali Pangeran Matahari menipunya dengan berpura pura memperlihatkan 0bat penawar racun padahal yang mereka telan yaitu racun tiga ratus hari!
Melewati perjalanan yang jauh dan sulit akhirnya Tiga Bayangan Setan dan Elang Setang hingga di bukit di mana terletak sumur kerikil itu. Namun mereka sama sekali tidak menemukan mayat Pendekar 212. Tulang belulang atau jerangk0ngnya pun tidak!
“Celaka! Mayat c0w0k itu tidak ada lagi di sini! Bekasnya pun tidak kelihatan!” kata Elang Setan.
Tiga Bayangan Setan memandang berkeliling. “Bangkai bangkai lainnya masih awut-awutan di sekitar sini…” katanya memperhatikan tulang belulang beberapa t0k0h silat yang menemui ajalnya di daerah itu beberapa waktu lalu.
“Jangan janganwaktu kita tinggalkan insan itu belum benar benar mati…” kata Elang Setan.
Tiga Bayangan Setan jadi tak lezat mendengar kata kata sahabatnya itu.
“Pukulan Raksasa Tiga Bayangan yang keluar dari bat0k kepalaku bukan pukulan sembarangan! Sekalipun ia punya tiga nyawa , kematian tak bakal l0l0s dari dirinya!
Aku mengira mayatnya dilarikan hewan buas yang menemukannya masih dalam keadaan segar…”
“Mudah mudahan saja begitu ,”kata Elang Setan , kemudian menambahkan , “Tapi jikalau dilihat mayat mayat lain yang ada di sini , tak satu pun ada yang disentuh hewan buas…” Elang Setan menepuk nepuk baju tebal dekilnya hingga debu yang menempel beterbangan ke udara.
“Kita harus mencari akal. Kalau kepala Pendekar 212 tidak bisa kita serahkan pada Pangeran Matahari , berarti nyawa kita berdua tidak ket0l0ngan!” kata Tiga Bayangan Setan pula.
Untuk beberapa lamanya dua 0rang itu duduk di lereng bukit saling berdiam diri.
“Kau ingat peristiwa waktu kita gres saja membunuh Pendekar 212…..?” Elang Setan tiba tiba membuka mulut.
“Kejadian yang mana?” tanya Tiga Bayangan Setan seraya c0ba mengingat ingat.
“Waktu itu di langit ada tujuh buah payung melayang. Se0rang wanita bergantung pada salah satu payung itu…”
“Aku ingat sekarang!” kata Tiga Bayangan Setan seraya bangun berdiri.
“Siapapun makhluk yang terbang menggunakan payung itu pastilah ia se0rang berkepandaian sangat tinggi. Pasti ia yang telah mengambil mayat Pendekar 212.
“Kita harus menyelidik! Mencari tahu siapa adanya wanita berpayung itu!”
kata Elang Setan pula. “Setahuku tak pernah mendengar ihwal se0rang sakti berpayung. Kita harus menyebar 0rang untuk menyirap berita. Bagaimanapun mahalnya urusan ini nyawa kita jauh lebih mahal!”
“Apa rencanamu…? Mendatangi K0taraja mencari berita?” tanya Tiga Bayangan Setan.
Elang Setan menggeleng. “0rang berkepandaian tinggi jarang mau berada di daerah ramai mirip K0taraja. Aku yakin 0rang berpayung itu bukan t0k0h silat berasal dari tanah Jawa ini. Besar kemungkinan ia tiba dari seberang. Jika ia 0rang seberang kemunculannya di sini pastilah membawa satu maksud atau keperluan besar.
Mungkin ia juga mencari Kitab Iblis itu!”
Tiga Bayangan Setan angguk anggukkan kepala tanda baiklah dengan jalan pikiran sahabat atau saudara angkatnya itu. “Kalau ia mencari Kitab Iblis berarti ia akan berhadapan dengan Pangeran Matahari! Tapi mungkin dugaan kita salah. Mungkin ia bukan mencari Kitab Iblis….”
“Sebaiknya kita membicarakan duduk kasus ini sambil meneruskan perjalanan…”
“Aku setuju. Tapi kemana tujuan kita dari sini?” tanya Tiga Bayangan Setan pula.
“Di Sleman ada dua 0rang yang perlu kita temui. Pertama se0rang bekas juru ramal Krat0n berasal dari Blambangan. 0rang ini bisa diminta santunan untuk melihat lihat secara gaib. 0rang kedua se0rang bekas gemb0ng penjahat berjulukan War0k Timbul Ireng. Ratusan anak buahnya bertebaran di mana mana. Jika kita bayar cukup tinggi ia bisa mengerahkan 0rang untuk mencari tahu wanita berpayung tujuh itu…”
Tiga Bayangan Setan tepuk pundak saudara Elang Setan seraya berkata. “Tidak percuma saya punya saudara sepertimu! 0takmu ternyata encer juga! Ha…ha….! Kita akan mengadakan perjalanan jauh. Kita harus mencari kuda tunggangan!”
Kedua 0rang bermuka angker itu segera tinggalkan lereng bukit , berlari cepat menuju ke arah timur.
*
* *
0RANG mengenakan blangk0n kuning itu mendera kudanya bertubi tubi supaya tunggangannya berlari lebih kencang. Saat itu daerah tengah hari dan sang surya bersinar sangat terik. Disatu persimpangan ia membel0k ke kiri memasuki jalan menuju Wates. Dia merasa lega ketika akhirnya hingga di daerah tujuannya , yaitu sebuah rumah minum yang merangkap daerah perjudian gelap. Kabarnya banyak 0rang 0rang penting dari K0taraja yang tiba ke daerah ini untuk berjudi. Setelah menambatkan kudanya lelaki berblangk0n kuning ini cepat masuk ke dalam rumah minum , eksklusif menuju ke belakang , terus menaiki tangga ke tingkat atas di mana terletak dua buah ruangan besar perjudian.
Bau minuman keras bercampur asap r0k0k menyambut hidung 0rang ini begitu ia menyelinap masuk ke dalam ruangan judi di sebelah kiri. Se0rang lelaki berbadan tinggi besar , berew0kan serta membekal sebilah g0l0k cepat mendatanginya dan mend0r0ng dadanya. Dia yaitu salah satu dari empat 0rang yang bertugas sebagai penjaga di rumah judi itu.
“Blangk0n kuning , saya tak pernah melihat k0we sebelumnya. Dari tampangmu saya tahu k0we kemari bukan untuk berjudi! Apa mau k0we tiba ke sini….?!”
“Aku mencari sese0rang….”
“Ini bukan daerah mencari 0rang. Tapi daerah judi. Lekas minggat dari sini atau kupuntir rupanya tidak mau tinggalkan daerah itu. Dia segera bertindak masuk kembali.
“Manusia s0mpret! Memang kamu minta digebuk!” Pengawal rumah judi itu kemudian hantamkan tinju kanannya ke muka si blangk0n kuning. Sesaat lagi tinju itu akan meremukkan rahangnya tiba tiba satu tangan berbulu menahan tinjunya. Pengawal ini hendak berteriak marah. Tapi begitu ia berpaling dan melihat siapa adanya 0rang yang menahan tinjunya cepat cepat melangkah mundur kemudian membungkuk.
“Dia memang mencariku , kamu b0leh pergi…”
Pengawal tinggi besar itu menyeringai , membungkuk sekali lagi ketika 0rang yang barusan bicara menyelipkan sekeping uang ke dalam genggamannya. 0rang yang memperlihatkan uang ini kepalanya sulah alias b0tak di sebelah kiri sedang p0t0ngan kanan ditumbuhi rambut sangat lebat dan awut awutan. Tampangnya tampak angker lantaran selain ditutupi kumis dan brew0k lebat , mata kanannya mendelik besar sedang mata kiri senantiasa mirip terpejam. Di keningnya ada tiga buah guratan aneh. 0rang ini bukan lain yaitu Tiga Bayangan Setan.
“Kau membawa kabar bagus…?” tanya Tiga Bayangan Setan sambil memegang pundak si blangk0n kuning. 0rang yang ditanya mengangguk. “Kau berhasil mengetahui dimana wanita itu berada….?” Yang ditanya kembali mengangguk. Tiga Bayangan Setan berpaling kemudian mengangkat tangannya pada Elang Setan yang sedang asyik berjudi.
Melihat tanda yang diberikan Tiga Bayangan Setan , Elang Setan segera teguk habis minuman keras dalam kendi kecil kemudian tinggalkan meja judi. Ketiga 0rang itu turun ke bawah. Di satu daerah si blangk0n kuning berikan keterangan.
“Perempuan itu ada di pesisir selatan. Di sekitar muara Kali 0pak… Beberapa kali ia terlihat di pantai. Sepertinya ia tengah mencari atau menunggu kedatangan sese0rang…”
“Berpakaian merah….?” Tanya Elang Setan.
Si Blangk0n Kuning mengangguk.
“Membawa tujuh payung?” ujar Elang Setan.
“Saya melihat ia membawa bungkusan besar pada punggungnya. Ada gagang gagang menyembul. Bukan gagang senjata. Mungkin sekali memang gagang payung….”
“Bagus! Ini p0t0ngan yang kujanjikan!” kata Tiga Bayangan Setan seraya mengeruk saku jubah hitamnya. Ketika si Blangk0n kuning hendak mendapatkan , Tiga Bayangan Setan tidak segera melepaskan uang dalam genggamannya tapi mencekal tangan 0rang.”
Kalau kamu memberi keterangan dusta , ingat baik baik!Kami berdua akan tiba mencarimu. Kau akan mampus dengan kepala terbelah! Mengerti?!”
0rang itu mengangguk. Begitu tangannya dilepaskan ia cepat cepat tinggalkan daerah itu. Tiga Bayangan Setan berpaling pada Elang Setan. “Baiknya kita berangkat kini juga!” katanya.
*
* *
TUJUH
MENJELANG matahari terbenam , di balik sebuah bukit terkembang melayang di udara. Pada gagang payung berwarna merah kelihatan bergantung se0rang gadis berpakaian merah. Dia bukan lain yaitu Puti Andini , gadis dari tanah seberang yang telah men0l0ng Wir0 dari ancaman maut jawaban pukulan makhluk raksasa jejadian yang keluar kepala Tiga Bayangan Setan.
Begitu mendarat di lereng bukit gadis itu tancapkan payung merahnya di tanah sementara payung payung lain melayang turun kemudian menancap sendiri sendiri di tanah bukit itu. Wajahnya tampak napas panjang se0lah ada yang disesalinya.
Sejak beberapa waktu kemudian g0t0ng r0y0ng ia telah menguntit Pendekar 212 Wir0 Sableng terus menerus secara membisu diam. Sesuai kiprah yang diberikan guru gurunya ia harus mendapatkan Kitab Putih Wasiat Dewa. Menurut sang guru hanya Wir0 yang akan mengetahui dimana beradanya kitab sakti itu. Begitu kitab berada di tangan Wit0 ia harus merampasnya , bahkan sesuai perintah sang guru ia harus membunuh c0w0k itu jikalau Wir0 tidak mau menyerahkan Kitab Putih Wasiat Dewa. Ketika Wir0 menerima celaka dihantam Tiga Bayangan Setan di bukit di luar Kart0sur0 itu sebabnya ia t0l0ng menyelamatkan sang satria supaya kelak Wir0 bisa membawanya ke daerah dimana beradanya Kitab Putih Wasiat Dewa itu. Namun pertemuan dengan Wir0 Sableng telah membawa kesan mendalam pada diri si gadis ini. Dia memang harus mendapatkan Kitab Putih Wasiat Dewa itu , tapi apakah ia harus membunuh Wir0? Hati kecilnya secara jujur menyampaikan bahwa ia tidak akan mempunyai rasa tega untuk melaksanakan hal itu.
Penguntitan yang dilakukan Puti Andini membawanya ke muara Kali 0pak.
Namun ia tidak segera sanggup mengikuti Wir0 ketika c0w0k ini memasuki bahtera putih bersama nelayan aneh bercaping dan mengenakan cadar epil0g wajah. Dia mengalami kesulitan mendapatkan perahu. Untuk terbang di maritim terbuka mirip itu tidak bisa dilakukannya lantaran niscaya Wir0 akan melihatnya. Dia menunggu hingga bahtera putih tumpangan Wir0 berada agak jauh di tengah laut. Ketika akhirnya ia meninggalkan pantai bersama payung payungnya di tengah maritim hanya ditemuinya pecahan papan bahtera putih , ter0mbang ambing kian kemari dipermainkan 0mbak.
Wir0 dan juga pemilik bahtera putih itu tidak kelihatan sama sekali.
“Apa yang terjadi dengan dirinya?” membatin Puti Andini. “Perahunya
tenggelam? Tapi tak ada t0pan di laut. Atau hancur dihantam ikan buas….? Mungkin ditelan pusaran 0mbak mirip yang pernah dijelaskan se0rang nelayan itu?” Puti Andini menarik napas panjang. “Aku harus berkemah di sini. Aku akan menunggunya hingga ia muncul lagi. Aku tidak yakin ia telah menemui ajal. Pendekar berakal mirip ia punya seribu satu nalar untuk menyelamatkan diri….”
Lebih dari seminggu menunggu Wir0 tak kunjung muncul. Puti Andini kini benar benar gelisah. “Kalau saya hingga kehilangan jejaknya berarti saya tak bakal mendapatkan Kitab Putih Wasiat Dewa itu untuk selama lamanya…..Lebih baik saya bersiap menyelidik. Aku harus mencari bahtera sewaan. Kalau tak ada yang mau menyewakan terpaksa saya mencuri. Di tengah maritim saya bisa menyelidik lebih seksama dengan menggunakan payung terbang….”
Berpikir hingga disitu si gadis segera melipat tujuh payungnya. Ketika ia hendak memasukkan payung payung itu ke dalam kant0ng perbekalan besar tiba tiba ia mendengar bunyi derap kaki kuda mendatangi.
“Ada dua penunggang kuda…” kata Puti Andini dalam hati yang bertelinga tajam dan segera tahu berapa 0rang yang mendatanginya. Dia tak menunggu lama. Dua penunggang kuda itu segera muncul dari balik lereng bukit di depannya. Kejut si gadis bukan alang kepalang. Dia memang belum pernah bertemu muka dengan kedua 0rang itu. Tapi dari tampang dan dandanan keduanya ia segera tahu tengah berhadapan dengan siapa. Puti Andini bersikap hening namun penuh waspada.
“Amb0i! Dara bagus yang kita cari rupanya tengah bersiap pergi. S0batku , untung kita tidak terlambat!” kata penunggang kuda di sebelah kanan. Dia bukan lain yaitu Tiga Bayangan Setan tang begitu selesai bicara terus mal0mpat turun dari punggung kudanya. Saudara angkatnya yaitu Elang Setan menyusul turun dari kuda.
Begitu menjejak tanah Elang Setan cepat mendekati Tiga Bayangan Setan dan berbisik.
“Aku tidak menyangka 0rang yang kita cari ini ternyata se0rang gadis bagus rupawan! Dengar Tiga Bayangan Setan kalau urusan dengan ia selesai saya tidak akan melepaskannya begitu saja. Dia perlu menghibur diriku barang dua tiga hari!”
“Pikiran k0t0rmu sama dengan 0tak iblisku!” jawab Tiga Bayangan Setan dengan berbisik pula. “Malah saya ada rencana. Kalau kita tidak dapatkan kepala Pendekar 212 , gadis ini kita bawa dan serahkan pada Pangeran Matahari. Dia niscaya senang dan syukur syukur mau menganggap gadis ini sebagai pengganti kepala Pendekar 212!”
“Rencana bagus…!” kata Elang Setan kemudian mendahului melangkah mendekati Puti Andini.
“Kalian siapa dan ada keperluan apa?” menegur Puti Andini dengan perilaku hening walau hatinya berdebar. Sebagai gadis persilatan yang belum lama dilepas turun gunung 0leh gurunya tampang tampang angker dua insan di depannya mau tak mau menciptakan hatinya berdebar juga. Apalagi ia sudah tahu sebelumnya ihwal tindak tanduk dan segala keganasan mereka.
“Dengan senang hati kami memperkenalkan diri ,” kata Elang Setan pula. “ Aku yang buruk rupa tapi berhati emas ini biasa disebut dengan panggilan Elang Setan!”
Habis berkata begitu Elang Setan membungkuk seraya melambaikan tangan kanannya dari kiri ke kanan. Sinar hitam kemerahan membersit keluar dari kuku kuku jarinya yang panjang panjang. Lalu ia menuding dengan ibu jarinya ke arah Tiga Bayangan Setan.
Tiga Bayangan Setan tertawa lebar. Setelah kedip kedipkan mata kanannya yang besar ia pun membungkuk sambil berkata. “Aku yang buruk ini dikenal dengan julukan Tiga Bayangan Setan! Kami berdua yaitu saudara angkat. Kalau kami b0leh bers0mb0ng diri seanter0 daratan sekitar sini dari utara hingga selatan yaitu dibawah kekuasaan dan pengawasan kami. Itu sebabnya begitu tahu ada se0rang dara bagus berkepandaian tinggi berada di daerah ini , sebagai tuan rumah yang baik kami layak menyambut mengucapkan selamat datang….”
“Hemmmm… niscaya mereka melihat saya waktu turun di bukit di luar Kart0sur0 temp0 hari. Kalau dulu mereka sengaja melarikan diri dan kini sengaja mendatangi berarti mereka mengandung maksud tertentu…” kata Puti Andini dalam hati.
“Terima kasih atas budi baik kalian yang mau mencariku. Terima kasih untuk ucapan selamat datang…” kata si gadis seraya tersenyum manis yang menciptakan Elang Setan dan Tiga Bayangan Setan jadi blingsatan mabuk kepayang.
“Kami lihat kamu tengah bersiap untuk pergi. Kami harap tak usah terburu buru.
Kami ingin menanyakan sesuatu padamu. Jika urusan bisa selesai dengan cepat kami akan mengundangmu ke puncak Gunung Merapi ,” ujar Elang Setan pula dan ia maju lagi dua langkah hingga jaraknya dengan Puti Andini hanya terpisah lima langkah kini.
“Ah , kalian benar benar tuan rumah yang baik. Pertanyaan apa yang hendak kalian ajukan?” bertanya Puti Andini seraya menyusun tujuh buah payung yang ada dalam kant0ng perbekalan sebelum dipikulnya di punggung.
“Beberapa waktu kemudian terjadi satu peristiwa besar di satu lereng bukit di luar Kart0sur0. Pendekar kawakan dikenal dengan julukan Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 Wir0 Sableng menemui kematian di daerah itu…”
Puti Andini memperlihatkan wajah pura pura terkejut. “Pasti matinya bukan lantaran sakit. Sese0rang telah membunuhnya!”
Elang Setan anggukan kepala.
“Jika sese0rang sehebat Pendekar 212 dibunuh 0rang , niscaya yang membunuhnya se0rang berkepandaian sangat tinggi. Kalian tahu siapa yang membunuh t0k0h silat muda itu?”
“Itulah yang kami ingin tahu!” jawab Elang Setan.
“Selain itu ,” menyambung Tiga Bayangan Setan , “Kami menerima kiprah dari se0rang yang sangant dekat dengan Pendekar 212 untuk mencari jenazahnya guna diurus kemudian disemayamkan sebaik baiknya.”
Puti Andini angguk anggukkan kepalanya beberapa kali kemudian bertanya.”Lantas hal apa yang kalian harapkan dariku?”
“Kalau kami tidak salah , pada waktu peristiwa itu kamu terlihat berada di sekitar bukit. Mungkin bisa memberi keterangan apa yang terjadi dengan mayat Pendekar 212…”
“Hemm… Aku memang turun ke bukit itu. Memang kulihat banyak mayat bertebaran di sekitar sumur batu. Kebanyakan sudah pada busuk. Namun saya tidak melihat mayat Pendekar 212 atau yang punya ciri ciri mirip dia. Mungkin…Hemmm…” Puti Andini pura pura berpikir pikir.
“Mungkin apa?” tanya Tiga Bayangan Setan.
“Waktu masih melayang di udara , saya melihat ada dua 0rang terburu buru meninggalkan lereng bukit. Salah satu diantara mereka memanggul ses0s0k tubuh.
Mungkin sekali dua 0rang itu yang membawa mayat Pendekar 212. Sayang saya tidak menyelidik lebih jauh…”
Tiga Bayangan Setan dan Elang Setan jadi saling pandang mendengar kata kata Puti Andini itu. Tentu saja mereka tidak mau menceritakan bahwa dua 0rang yang terlihat lari itu yaitu mereka sendiri yang tengah membawa s0s0k Bidadari Angin Timur.
“Baiklah , kalau kamu memang tidak tahu apa apa menyangkut mayat Pendekar 212 ,” kata Tiga Bayangan Setan pula. “Sekarang bagaimana dengan undangan kami untuk membawamu ke puncak Gunung Merapi?”
“Gunung Merapi cukup jauh dari sini. Memangnya ada pesta apa di sana hingga mengundang segala?”
Elang Setan dan Tiga Bayangan Setan tertawa gelak gelak. “Sama sekali tidak ada pesta atau hajat apa pun di sana!” jawab Elang Setan. “Kami membawamu ke sana lantaran ingin memperkenalkan dirimu dengan se0rang t0k0h luar biasa dunia persilatan!” Sambil bicara Elang Setan maju dua langkah.
“Hemmm… siapakah gerangan t0k0h luar biasa yang kamu maksudkan itu?” tanya Puti Andini.
“Pernah mendengar nama Pangeran Matahari?” ujar Tiga Bayangan Setan.
“Pangeran Matahari!” seru Puti Andini. “Siapa tidak kenal dengan raja diraja dunia persilatan itu! Namanya tembus hingga ke pulau kediamanku di tanah seberang!”
“Nah kepadanyalah kami akan mempertemukan dirimu….”
“Sungguh menyenangkan sanggup bertemu denga t0k0h mirip Pangeran Matahari. Tapi apakah planning itu tidak bisa ditunda dulu? Untuk bertemu dengan 0rang sehebat ia saya yang t0l0l ini tentu perlu persiapan supaya tidak kikuk jikalau berhadapan!”
Tiga Bayangan Setan mengulum senyum. “Pangeran Matahari 0rangnya sangat baik. Dia tidak pernah memandang rendah siapa pun. Sekali kamu bertemu ia niscaya akan tertarik. Dia gampang erat dengan siapa saja. Disamping itu wajahnya sangat gagah. Dia gagah kamu cantik. Sungguh c0c0k!”
Tiga Bayangan Setan dan Elang Setan tertawa gelak gelak. Puti Andini tersipu sipu kemudian berkata , “Harap dimaafkan , ketika ini saya punya kiprah yang harus dijalankan.
Bagaimana kalau kita bertemu lagi di sini selang tiga puluh hari di muka. Aku niscaya akan mengikuti kalian. Jangankan ke puncak Gunung Merapi , ke Puncak Mahameru pun saya mau pergi. Apalagi bersama 0rang 0rang gagah mirip kalian berdua….”
“Ah , sayang sekali….” Kata Tiga Bayangan Setan.
“Ya… sayang sekali kalau kami terpaksa memaksa!” ujar Elang Setan pula seraya maju lagi dua langkah. Pada jarak hanya tinggal satu langkah dari hadapan Puti Andini 0rang ini mel0mpat sambil susupkan satu t0t0kan ke dada si gadis!
*
* *
DELAPAN
Puti Andini yang semenjak tadi tadi memang telah berwaspada begitu melihat gerakan 0rang cepat segera berkelit ke samping sambil angkat kant0ng perbekalannya dan meletakkannya di punggung. Melihat gerakan si gadis mau tak mau Tiga Bayangan Setan jadi terkesiap. Mengelakkan serangan saudara angkatnya saja merupakan satu hal yang tidak mudah. Tapi si gadis melakukannya sambil mengangkat barang yang kelihatannya cukup berat. Dan ia jadi lebih terkejut sewaktu Puti Andini menciptakan gerakan berputar dan tahu tahu kaki kanannya menyambar ke muka Elang Setan. Kalau lelaki ini tidak lekas mengelak niscaya rahangnya sudah dimakan tendangan Putiu Andini!
Tiga Bayangan Setan cepat mel0mpat pegangi pundak saudara angkatnya yang ketika itu hendak kembali menyerang. Bukan hanya sekedar men0t0k tapi akan pergunakan jari jari tangannya yang berkuku panjang.
“Sabar sedikit Elang Setan. S0bat bagus ini masih bisa kita atur…” Lalu sambil berdehem dan cengar cengir Tiga Bayangan Setan berkata. “Harap maafkan saudaraku yang memang punya sifat tidak sabaran dan lekas naik pitam….”
Puti Andini tertawa. “Aku sudah tahu sandiwara kalian. Mengapa musti berpura pura…?!”
“Gadis bagus , kami tidak berpura pura. Kami memang ingin mempertemukanmu dengan Pangeran Matahari untuk maksud baik! Kalau kalian berj0d0h dengan ia , kami tentu sanggup pahala juga. Ha…ha….ha…!”
“Kalian tidak lebih daripada iblis bermuka setan! Pangeranmu itu tidak lebih baik dari kalian! Dengar…. Aku melihat warna aneh pada bibir kalian! Di dalam tubuh kalian niscaya ada sejenis racun jahat yang perlahan lahan tetapi niscaya akan membunuh kalian berdua. Mungkin ada hubungannya dengan maksud kalian mencari mayat Pendekar 212 dan mengajakku ke puncak Gunung Merapi?!”
Dua 0rang di hadapan Puti Andini sama sama terkesiap mendengar ucapan si gadis. Keduanya tak habis pikir bagaimana gadis itu bisa mengetahui keadaan diri dan maksud mereka.
“Selagi hari masih siang sebaiknya kalian lekas angkat kaki dari hadapanku!”
“Ah , gadis bagus ini rupanya tak bisa diatur!” kata Tiga Bayangan Setan.
“Kalau begitu biar kita gebuk dan pegangi di daerah ini juga!” ujar Elang Setan sambil menyeringai lebar.
“Kau betul , tapi jangan terlalu keras memberi pelajaran padanya. Bagaimana kalau kamu pergunakan kuku kuku jarimu untuk mer0bek pakaian dan menelanjangi tubuhnya terlebih dulu! Aku ingin menyaksikan satu pemandangan bagus supaya mataku tidak keburu lamur! Ha…ha…ha…!”
Puti Andini sudah lama mendengar riwayat dua insan jahat ini. Karenanya selain berhati hati ia tak mau memberi kesempatan. Sebelum Elang Setan menyerbu gadis ini berkelebat hantamkan tangan kanannya ke arah dada lawan. Selarik angin cuek menyambar. Elang Setan terkejut besar sewaktu tubuhnya menjadi huyung.
Cepat ia d0r0ngkan tangan kanannya ke depan. Lima larik sinar hitam kemerahan bertabur dari kuku kukujarinya menciptakan angin serangan Puti Andini bersibak ke samping. Selagi gadis ini memasang kuda kuda menyiapkan serangan gres , Elang Setan mendahului.
Puti Andini melihat sepuluh sinar hitam kemerahan berkiblat di depan matanya. Si Gadis tak berani menangkis ataupun membalas. Kedua kakinya dijejakkan ke tanah.
Seperti anak panah tubuhnya melesat ke udara. Elang Setan yang tak mau melepaskan lawan begitu saja cepat memburu. Kembali sepuluh sinar hitam merah melesat ke arah Puti Andini.
Sambil mel0mpat tadi Puti Andini gerakkan tangan kanannya ke punggung mencabut satu dari tujuh payung yang ada dalam buntalan perbekalannya. Lalu terdengar bunyi “blepp!”
Elang Setan dan Tiga Bayangan Setan terkejut ketika melihat di udara , di depan tubuh gadis berbaju merah itu berputar sebuah benda bulat berwarna hijau. Ternyata Puti Andini telah mengambil payung hijau dan sekaligus mengembangkannya. Begitu payung terkembang jari jaritangannya disentakkan. Payung hijau berputar deras mengeluarkan deru dahsyat.
Elang Setan berseru kaget ketika melihat bagaimana putaran payung hijau menggulung serangan sepuluh kukunya dan ketika si gadis mend0r0ngkan payungnya ke depan sepuluh cahaya hitam yang keluar dari kukunya itu membalik menghantam arahnya!
Sambil berteriak keras Elang Setan jatuhkan diri ke tanah , berguling selamatkan diri. Begitu ia berguling di bawah s0s0k Puti Andini secepat kilat ia mel0mpat seraya lepaskan satu pukulan tangan k0s0ng mengandung tenaga dalam tinggi.
Pada ketika Elang Setan jatuhkan diri Puti Andini lepaskan payung hijaunya.
Payung itu kini melayang berputar putar du udara. Payung itu kini melayang berputar putar di udara. Ketika lawan lewat di bawahnya si gadis cabut payung kedua yakni payung putih. Begitu Elang Setan menyerang , payung putih menukik laksana kilat.
Payung mengembang dengan p0t0ngan runcing menusuk ke arah pundak Elang Setan. Dalam keadaan murka lantaran kedua kalinya serangannya gagal Elang Setan menjadi nekad. Dia kerahkan tenaga dalam lebih banyak kemudian menggebuk ke arah payung putih. J0t0sannya yang laksana palu g0dam kuliner tidak sanggup menjeb0l payung putih yang hanya terbuat dari kertas pikirnya. Tapi alangkah kagetnya Elang Setan ketika satu gel0mbang angin yang keluar dari putaran payung putih menciptakan tangan kanannya mirip dipuntir. Sebelum ia sempat melaksanakan sesuatu , pinggiran payung putih yang berputar laksana gerinda raksasa itu menyambar ke arah pergelangan tangannya.
“Craaasss!”
“Breett!”
Elang Setan berteriak kesakitan. Lengan pakaiannya yanga terbuat dari kain tebal r0bek besar. Pada ujung r0bekan kelihatan cairan merah tanda daging lengannya ikut tersambar. Sakitnya bukan main. Dengan muka sepucat mayat Elang Setan mel0mpat mundur. Melihat lawan terluka Puti Andini tidak mau memberi kesempatan. Gadis ini putar payung putihnya dengan sebat. Bagian runcing di pertengahan payung laksana ujung t0mbak yang berputar menusuk ke arah kening Elang Setan. Yang diserang cepat menghindar. Tapi ia kecele. Serangan berupa bac0kan itu ternyata hanya tipuan belaka lantaran begitu Puti Andini menyentakkan gagang payung , laksana kilat pinggiran payung putih menderu ke arah pundak tepat di pangkal leher Elang Setan!
“Celaka!” jerit Elang Setan. Seumur hidup insan satu ini membunuh lawan lawannya yang berkepandaian tinggi dengan cepat dan mudah. Tapi hari ini ia berhadapan dengan se0rang gadis bagus jelita , bersenjatakan payung dan ia tak bisa menghadapinya! Dalam keadaan mirip itu tiba tiba tiba lagi serangan Puti Andini. Si gadis pergunakan payung hijaunya se0lah tali gantungan. Tubuhnya diayun ke bawah. Kakinya menyambar. “Bukkk!”
Elang Setan terhempas ke tanah. Darah menyembur dari mulutnya jawaban tendangan telak yang mendarat di dadanya.
“Saatnya saya menghabisi insan setan satu ini!” ujar Puti Andini. Dengan kertakan rahang si gadis sentakkan tangannya yang memegang payung hijau. Tubuhnya berputar membal. Lalu ia menciptakan gerakan menukik. Ujung payung hijau dihujamkan ke bat0k kepala Elang Setan.
“Tiga Bayangan! T0l0ng!” teriak Elang Setan lantaran ketika diserang ia tak bisa berbuat apa apa!
Tiga Bayangan Setan yang memang semenjak tadi memperhatikan jalannya mperkelahian dan tahu saudara angkatnya berada dalam ancaman besar secepat kilat mel0mpat. Dua tangannya diulurkan untuk mencekal sepasang kaki Puti Andini yang masih mengapung di udara. Serangan Tiga Bayangan Setan bukan serangan biasa. Sekali ia sempat mencekal salah satu kaki si gadis , ia bisa menanggalkan kaki itu dari persendiannya! Puti Andini bukan tidak maklum bahayanya serangan lawan kedua itu. Dia terpaksa mencari selamat lebih dahulu. Serangan maut yang ditujukan pada Elang Setan hanya mer0bek leher baju tebal lawan dan menggurat sedikit daging bahunya.
Masih berada di udara Puti Andini lipat ke dua kakinya kemudian mencekal gagang payung hijau. Bersamaan dengan itu payung putih dihantamkan ke arah kepala Tiga Bayangan Setan. Lawan yang diserang keluarkan bunyi mendengus kemudian menyusup ke balik putaran payung putih.
Puti Andini tersentak kaget ketika melihat tahu tahu Tiga Bayangan Setan berada di balik putaran payung putihnya dan menggempurnya dengan dua j0t0san sekaligus!
Puti Andini tersentak tangan kanannya.
“Cleeppp!”
Payung putih menguncup kencang. Karena kepala Tiga Bayangan Setan berada di belakang payung tak ampun lagi kepalanya amblas dalam kuncupan payung. Seperti diketahui insan ini mempunyai kesaktian kebal segala macam pukulan sakti dan senjata tajam. Tapi ketika itu ia sama sekali tidak mendapatkan pukulan ataupun bac0kan senjata.
Yang menerima serangan yaitu jalan pernapasannya lantaran kepalanya tersangkup payung. Dalam waktu singkat kakinya melejang lejang kian kemari. Tangannya menggapai gapai c0ba memukul. Namun ketika itu Puti Andini telah melepaskan pegangannya pada payung hingga s0s0k Tiga Bayangan Setan melayang berputar putar di udara.
“Jahanam! Kurang ajar! “ teriak Tiga Bayangan Setan terpengap pengap. Saat itu ia telah merapal aji kesaktian ilmu paling diandalkannya yakni mengeluarkan tiga raksasa jejadian dari bat0k kepalanya. Bersamaan dengan itu ia adukan tinjunya kiri kanan satu sama lain seraya berteriak. “Hancurkan payung!”
Tiga guratan di kening Tiga Bayangan Setan mengeluarkan sinar berkilauan.
Bersamaan dengan itu dari kepalanya keluar kepulan asap!
Sebelumnya Puti Andini tidak pernah berhadapan dengan Tiga Bayangan Setan.
Namun ia banyak tahu mengenai ilmu iblis yang dimiliki insan ini berdasarkan keterangan guru dan beberapa t0k0h silat di pulau Andalas. Dia sendiri tidak sanggup memastikan apakah payung yang menjadi senjata andalannya bisa menghadapi kesaktian lawan. Karenanya begitu melihat ada kepulan asap keluar dari bawah payung serta merta ia gerakkan tangan menarik gagang payung. Bersamaan dengan itu payung hijau tempatnya bergantung digerakkan demikian rupa. “Clepp!” begitu payung hijau menguncup si gadis tusukkan benda itu ke arah perut lawan. Sementara tangan kirinya bergerak membuatkan payung putih! Semua dilakukan dengan gerakan secepat kilat.
Ketika tiga kepulan asap di kepala Tiga Bayangan Setan mulai membentuk s0s0k tiga raksasa bermuka angker , rambut riap riapan , taring mencuat sedang dada yang telanjang penuh bulu , Puti Andini lipat gandakan tenaga dalam di tangan kanan dalam menusukkan payung.
“Wuttt!”
“Bukkk!”
“Kraaak!”
Ujung runcing payung hijau mendarat di ulu hati Tiga Bayangan Setan dengan telak. Jubah hitamnya r0bek besar. Tubuhnya terbanting ke tanah. Tapi bac0kan payung itu tak bisa menembus perutnya. Sebaliknya ujung runcing payung hijau patah , menciptakan Puti Andini terbeliak kaget!
“Setan ganjal ini benar benar mempunyai ilmu kebal luar biasa! Terpaksa saya menghindari perkelahian lebih jauh. Aku harus cepat cepat memperbaiki ujung payung yang patah. Urusan besar menghadang di depanku!” Puti Andini cepat tarik tangan kanannya yang memegang payung hijau. Lalu tangan kirinya disentakkan. Payung hijau berputar deras. Tubuhnya melesat ke atas.
Di bawah sana Tiga Bayangan Setan berteriak marah. “Kejar! Bunuh!”
Tiga s0s0k raksasa jejadian melesat ke atas. Tiga pasang tangan mereka menghantam. Namun Puti Andini yang bergantungan pada payung putih sudah terlalu tinggi untuk dikejar. Apalagi ketika itu ia telah sempat membuka tiga payung lagi untuk melindungi dirinya. Ilmu kesaktian tiga raksasa angker yang keluar dari bat0k kepala Tiga Bayangan Setan walaupun hebat luar biasa tapi mempunyai keterbatasan untuk menjangkau sasaran yang terlalu jauh.
Tiga Bayangan Setan usap usap perutnya yang tadi kena bac0kan ujung payung hijau. Memandang ke udara ia menggeram dan memaki pajang pendek. Saat itu dilihatnya Puti Andini tengah membuatkan payung merah kemudian berpindah ke payung itu melayang makin jauh.
“Kita gagal besar!” kata Elang Setan yang tegak di samping saudara angkatnya itu sambil mengepalkan tinju. “Kita tak sanggup mencari tahu apa yang terjadi atas mayat Pendekar 212. Kita juga tak berhasil mendapatkan gadis itu! Apa nalar sekarang?!”
Tiga Bayangan Setan usap p0t0ngan kepalanya yang sulah. Mata kanannya yang besar dipejamkan. Dari lereng bukit itu ia memandang ke tengah lautan. “Hanya ada satu cara untuk cari selamat. Kau ingat Ki Ageng Unggulmuly0 bekas juru rias Istana yang hebat menciptakan t0peng di Bantul itu…?”
Elang Setan tidak mengerti. “Apa kekerabatan 0rang renta itu dengan urusan kita…?” tanyanya.
“Justru erat sekali!” jawab Tiga Bayangan Setan. “Ay0 kita ke sana kini juga!”
Ke dua 0rang itu segera melangkah ke daerah mereka meninggalkan kuda masing masing.
*
* *
SEMBILAN
Dalam ruangan pertemuan yang besar itu hanya terdapat dua buah dingklik dari kerikil , terletak berhadapa hadapan mengapit sebuah meja kerikil pualam yang di atasnya ada jambangan bunga. Baik jambangan maupun bunganya terbuat dari sejenis kerang. Yang menciptakan bunga dari kerang kelihatan ibarat bunga hidup sungguhan.
Kursi kerikil sebelah kanan selain lebih besar dan tinggi juga sebelah kanan selain besar dan tinggi juga mempunyai gesekan bagus berupa ikan lumba lumba besar yang tegak agak melengkung. Bila sese0rang duduk di atas dingklik kerikil ini maka kepalanya se0lah ditudungi 0leh kepala ikan. Wir0 telah melihat dingklik mirip itu di ruangan besar pada pertama kali ia memasuki daerah itu. Kursi satunya yang di sebelah kiri mempunyai bentuk sama dengan sebelah kanan hanya saja kecil dan lebih rendah.
Seluruh ruangan tertutup tirai tebal berwarna biru. Di langit langit ruangan sebelah tengah ada sebuah kerikil putih aneh yang memancarkan cahaya berkilau. Cahaya dari kerikil inilah yang menerangi seanter0 ruangan besar itu. Wir0 menghirup napas dalam dalam. Ruangan itu berbau wangi semerbak. Udaranya pun sejuk nyaman.
“Silahkan mengambil daerah duduk di dingklik sebelah kiri ,” memberi tahu salah se0rang dari empat gadis berpakaian hitam ketat yang membawa Wir0 ke ruangan itu.
“Ratu akan segera tiba ke daerah ini.”
Pendekar 212 anggukan kepala. Emapt gadis kemudian menyelinap ke balik tirai biru dan lenyap. Wir0 memandang berkeliling kemudian melangkah seputar ruangan. Setiap sudut diperiksanya. “Aneh , dari mana jalan saya masuk tadi? Di mana pula p0t0ngan daerah empat gadis tadi menyelinap pergi?” Setiap p0t0ngan tirai dibaliknya tapi ia hanya menemukan dinding kerikil hitam. “Jangan janganaku telah kena jebak! Dijebl0skan dalam penjara yang keadaannya lebih tidak mengecewakan dari Ruang Penantian terkutuk itu!
Hemmm…. Kalau benar saya dipenjarakan lagi di daerah ini saya tak segan segan mengencinginya. Kalau perlu saya akan buang hajat besar di sini! Biar tahu rasa!” Begitu murid Sint0 Gendeng berkata dalam hati sambil senyum senyum sendiri. Lalu ia berusaha mengingat ingat telah berapa lama ia berada di daerah itu. Namun 0taknya tak bisa menduga. “Tempat celaka ini punya hitungan hari aneh dengan dunia luar sana….” Lalu tiba tiba saja murid Sint0 Gendeng menjadi kecut. “Bagaimana kalau saya tidak pernah keluar selama lamanya dari daerah ini?” Wir0 garuk garukkepalanya berulang kali. Teringat ia pada kiprah penting mendapatkan Kitab Putih Wasiat Dewa yang hingga ketika ini masih gelap dimana beradanya. “Nelayan berpenyakit cacar sialan itu…” maki Wir0. “Hampir putus tanganku disambar ikan hiu!” Wir0 perhatikan lengan kanannya yang pernah luka. Tiba tiba terbayang wajah bagus Bidadari Angin Timur di pelupuk matanya. “Gadis itu…Akutak sanggup melupakannya. Waktu berdua duaan di dalam telaga…. Bidadari , dimana kamu ketika ini? Aku kangen sekali padamu….”
Tiba tiba tirai biru di dinding sebelah kanan tersingkap.
“Bidadari Angin Timur , kaukah itu….?” Karena tengah mengenang gadis yang dirindukannya itu , ucapan itu lepas begitu saja tanpa disadari Pendekar 212. Ketika ia berpaling ke kanan yang tegak di daerah itu memang se0rang wanita secantik bidadari. Mengenakan pakaian sangat ketat terbuat dari manik manik berwarna merah berkilauan yang pada p0t0ngan dada serta pinggulnya terbelah. Di tangan kanannya ia mendadak bertambah harum 0leh busuk Ratu Duyung yang gres masuk.
“Kau menyebut nama sese0rang….” Ujar Ratu Duyung.
“Ah , maafkan aku…” kata Wir0 garuk garuk kepala.
“Kau tengah melamuni sese0rang….”
Wir0 tertawa lebar. Kembali ia garuk garuk kepala.
Ratu Duyung melangkah mundar mandir di hadapan Wir0 beberapa lamanya.
Sesekali ia melirik ke arah c0w0k itu dan membisu diam mengakui walau sepintas c0w0k ini mirip 0rang t0l0l suka cengengesan tapi wajahnya ternyata tampan.
Apalagi kini kulitnya telah kembali ke bentuk asli. Wir0 sendiri membisu diam memperhatikan kebagusan tubuh sang Ratu dengan mata tak berkesip.
Walau mengagumi Pendekar 212 , Ratu Duyung tidak menyembunyikan rasa sukanya melihat perilaku seenaknya murid Sint0 Gendeng. Dalam hati ia menggerendeng.
“Pemuda satu ini benar benar kurang ajar. Dia duduk di dingklik kerikil dimana seharusnya saya duduk. Aku harus menegurnya. Mengingat ia kini merupakan sebagai tamu yang kuh0rmati , bagaimana caranya menyuruhnya berdiri dari dingklik itu tanpa merasa tersinggung. Hemmm….”
Sambil terus melangkah Ratu Duyung bertanya. “Mungkin anak buahku yang mengantar kamu ke sini lupa memberi tahu dimana kamu harus duduk….”
“Astaga!” Wir0 pura pura terkejut. “Maafkan aku! Anak buahmu memang memberi tahu. Tapi saya sedang kacau pikiran hingga lupa….”
Wir0 berdiri dari dingklik kerikil besar. Sandaran dan p0t0ngan dingklik yang barusan didudukinya dibersihkannya dengan tangan. Lalu ia membungkuk mempersilahkan sang Ratu duduk. Ratu Duyung jengkel ada geli juga ada melihat kelakuan c0w0k itu.
Wir0 menunggu hingga sang Ratu duduk di dingklik kerikil besar ia kemudian ddudk di kursai kerikil yang kecil.
“Kau menyampaikan sedang kacau pikiran….” Ratu Duyung membuka pembicaraan.
“Betul sekali….” Jawab Wir0 p0l0s.
“Pikiran kacau yaitu salah satu sumber kelemahan insan yang bisa membawa kelengahan , mengundang datangnya malapetaka….”
“Aku memang telah berlaku lengah dan menghadapi malapetaka…. Aku tidak tahu apa artinya saya berada di ruangan ini. Mungkin ini salah satu bentuk lain dari penjaramu….?”
Ratu Duyung tersenyum. “Kau pernah berbuat salah , ditawan dan dihukum. Tapi kini kamu kembali sebagai tamu yang kami h0rmati…..”
“Kalau begitu saya mengucapkan terima kasih. Terima kasihku banyak sekali untukmu Ratu. Kau telah menyelamatkan saya waktu karam di laut. Meng0bati luka sambaran ikan hiu di lenganku. Mengembalikan sepasang mataku. Entah kebaikan apa lagi yang akan kuterima darimu. Jangan terlalu banyak membagi kebaikan padaku Ratu Duyung. Aku khawatir tak sanggup membalas semua budi baikmu itu…”
Ratu Duyung berpura pura mengusap hidung dan mulutnya. Padahal ia tengah berusaha menyembunyikan tawa mendengar semua ucapan Wir0 tadi.
“Ratu , saya menerima klarifikasi dari anak buahmu bahwa kamu hendak memperlihatkan wasiat padaku. Jika ini benar tentu saja saya ingin tahu wasiat apa. Namun jikalau itu tidak betul , saya m0h0n bisa meninggalkan daerah ini secepatnya. Selama berada di sini banyak pelajaran baik yang telah kudapat. Aku sekali lagi mengucapkan terima kasih….”
Ratu Duyung letakkan cermin bulatnya di pangkuan kemudian berkata. “Sewaktu s0batmu Dewa Ketawa berada di sini , kami sudah mengetahui kalau kamu membekal satu kiprah besar dan berat. Mencari sebuah kitab sakti berjulukan Kitab Putih Wasiat Dewa….”
Wir0 mengangguk. “Bagaimana Ratu bisa mengetahui. Padahal Ratu jarang sekali meninggalkan daerah ini….”
Ratu Duyung mengambil cermin bulat di pangkuannya. “Hampir semua yang terjadi di luaran , dalam kejauhan tertentu bisa kupantau lewat cermin sakti ini. Waktu kamu masih di pantai , sibuk mencari bahtera tumpangan , saya dan Dewa Ketawa sudah melihat gerak gerikmu lewat cermin ini….”
Pendekar 212 Wir0 Sableng jadi ternganga saking herannya mendengar keterangan itu. Matanya memandang tak berkesip pada cermin yang ada di tangan sang Ratu.
“Kalau begitu….” Wir0 garuk garuk kepalanya.
“Aku tahu apa lanjutan ucapanmu Pendekar 212. Kau niscaya mengira saya mengetahui dimana beradanya Kitab Putih Wasiat Dewa itu…..”
“Betul sekali! Dapatkah kamu melihat ke dalam cermin dan memberi tahu padaku?”
“Banyak hal bisa dilihat lewat cermin ini. Tapi betapapun hebatnya sebagai benda fana cermin ini tetap mempunyai keterbatasan. Cermin ini tidak bisa mengetahui dimana beradanya Kitab Putih Wasiat Dewa….”
Wir0 Sableng menarik napas dalam. Wajahnya tampak kecewa.
“Jangan lekas frustasi Pendekar 212. Cerminku memang tidak bisa mengetahui langsung. Ini disebabkan lantaran Kitab Putih Wasiat Dewa itu bukan sembarangan.
Kekuatannya yang dahsyat menciptakan cermin saktiku tidak bisa melaksanakan sambung getar secara sempurna. Namun secara tersamar dimana kemungkinan beradanya kitab itu. Selain itu jauh sebelum kamu dan kawanmu Dewa Ketawa tiba kemari saya sudah mengetahui sedikit kisah ihwal asal muasal kitab itu….”
Wir0 ingat pada klarifikasi Ratu Duyung pada hari pertama ia berada di daerah itu. “Aku ingat , pada hari pertama saya di sini Dewa Ketawa menyampaikan kalau Kitab Putih Wasiat Dewa itu berasal dari daratan Ti0ngk0k. Apa betul….?” Ratu Duyung mengangguk.
“Berarti apapun yang tertulis dalam kitab itu dalm abjad cina? Wah… Bagaimana mungkin saya bisa membacanya!” ujar Wir0 seraya garuk garuk kepala.
“Pendekar 212 , melihat kitab itu saja kamu belum. Tahupun beradanya dimana kamu belum! Mengapa sudah memikir segala macam isinya?” ujar Ratu Duyung pula.
“Kalau tidak dipikirkan dari kini , seandainya saya nanti dapatkan kitab itu percuma saja. Atau kamu mungkin bisa membaca menjadi juru bahasaku?” Ratu Duyung tersenyum.
“Hemmm…senyum itu menciptakan wajahnya tambah cantik. Tapi menurutku Bidadari Angin Timur jauh lebih cantik….”
“Pendekar 212 , supaya terang bagimu biar saya ceritakan asal usul yang kuketahui mengenai buku itu ,” kata Ratu Duyung. Lalu sang Ratu menuturkan.
Sekitar satu kala yang silam se0rang sakti di tanah Jawa diundang 0leh Raja Ti0ngk0k untuk berkunjung ke daratan Cina. Selain menjalin persahabatan juga direncanakan untuk saling tukar ilmu kepandaian. 0rang sakti itu k0n0n dipanggil dengan sebutan Kanjeng Sri Ageng Musalamat. Entah apa sebabnya Sri Ageng Musalamat dan r0mb0ngan tak pernah ke tanah Jawa. Kabarnya ia bermukim di Ti0ngk0k , kawin dengan penduduk setempat dan menjadi salah se0rang t0k0h silat sangat disegani.
Karena ilmunya yang tinggi maka Kaisar sering meminta santunan Sri Ageng Musalamat termasuk para anak buah perguruannya , terutama dalam menumpas ger0mb0lan penjahat yang bertebaran hampir di setiap pel0s0k pada masa itu.
Hubungannya yang dekat dengan Kaisar menciptakan banyak pejabat tinggi merasa iri dengki terhadap Sri Ageng Musalamat. Maka disusunlah satu planning busuk. Dengan menggunakan surat surat palsu Sri Ageng Musalamat difitnah berk0mpl0t membantu kaum pember0ntak bangsa M0ng0l untuk menumbangkan Kaisar Ti0ngk0k yang berkuasa. Kaisar murka besar. Sri Ageng Musalamat ditangkap dan dijatuhi eksekusi pancung. Anak buah dan murid muridnya ditumpas habis.
“Namun ada se0rang yang selamat ,” kata Ratu Duyung melanjutkan penuturannya. “0rang ini berjulukan Ki H0k Kui. Pada waktu itu meski gres berusia sekitar tiga puluh tapi b0leh dikatakan ia sudah mewarisi hampir seluruh kepandaian Kanjeng Sri Ageng Musalamat. Rimba persilatan Ti0ngk0k memberinya gelar hebat yaitu Tiat Th0w H0uw yang berarti Harimau Kepala Besi. Pada waktu Sri Ageng Musalamat dan para murid serta anak buahnya yang ratusan jumlahnya dibantai , Ki K0k Kui sedang mengadakan perjalanan di daratan timur Ti0ngk0k. Ketika 0rang 0rang yang dengki itu mengetahui Ki K0k Kui masih hidup , mereka merasa sangat khawatir kalau kalau satu satunya anak murid Sri Ageng Musalamat ini akan melaksanakan balas dendam. Selain itu 0rang 0rang tersebut juga kasak kusuk mencari sebuah kitab sakti milik Sri Ageng Musalamat yang tidak berhasil ditemukan. Kitab itu yaitu Kitab Putih Wasiat Dewa , sebuah kitab berisi ilmu langka hampir tanpa tandingan. 0rang 0rang itu sama memastikan bahwa kitab itu berada di tangan Ki H0k Kui. Maka satu r0mb0ngan besar dikirim ke timur untuk mencarinya. Ki H0k Kui alias Harimau Kepala Besi dihadang di dekat Nanchang. Namun berkat pert0l0ngan se0rang sahabat ia berhasil mel0l0skan diri lewat anak sungai Yang Tse Kiang dan menghilang di pantai timur Ti0ngk0k sekitar Se0ch0w….”
“Berarti kitab ilmu sakti masih berada di daratan Ti0ngk0k ,” ujar Wir0 sambil manatap tajam pada Ratu Duyung.
Sang Ratu menggeleng.
“Seperti saya ceritakan tadi Harimau Kepala Besi Ki H0k Kui yaitu murid kesayangan Sri Ageng Musalamat , merupakan murid paling pintar dan mewarisi hampir semua ilmunya. Disamping itu dari sang guru di juga berguru bahasa Jawa kun0. Karena itu ia bisa membaca isi Kitab Putih Wasiat Dewa….”
“Jadi , kitab sakti itu ditulis dalam bahasa Jawa kun0?” tanya Wir0 ingin menegaskan.
“Betul sekali ,” jawab Ratu Duyung.
“Lalu apa betul kitab itu ada di tangan si Harimau Kepala besi?” tanya Wir0 lagi.
“Rupanya Kanjeng Sri Ageng Musalamat se0lah punya firasat bahwa satu malapetaka besar akan terjadi atas dirinya , keluarga serta anak buah dan anak murid perguruannya. Maka tanpa ada 0rang lain yang tahu Kitab Putih Wasiat Dewa diserahkannya pada Tiat Th0w H0uw alias Harimau Kepala Besi….”
“Berarti 0rang ini sudah membaca isinya dan mempelajarinya!” ujar Wir0.
“Hal itu tidak bisa dipastikan. Yang terang selama ia memegang kitab sakti itu ia selalu diburu 0leh 0rang 0rang Kaisar yang jahat….” jawab Ratu Duyung , kemudian meneruskan . “Suatu hari sahabat yang pernah men0l0ng Ki H0k Kui melarikan diri tertangkap. Setelah disiksa akhirnya ia memberi tahu dimana bersembunyinya murid Sri Ageng Musalamat itu. Si sahabat kemudian dibunuh secara keji. Tempat persembunyian Ki H0k Kui digerebek. Terjadi pertempuran hebat. Kabarnya sebelum berhasil mel0l0skan diri Harimau Kepala Besi berhasil membunuh perwira tinggi pemimpin pasukan pengejar itu. Ikut tewas dua 0rang t0k0h silat serta beberapa 0rang prajurit. 0rang 0rang Kaisar murka besar. Bala santunan didatangkan. Sementara Ki H0k Kui melarikan diri menuju muara sungai. Dari sini dengan sebuah jukung ia mengarungi lautan luas. Tujuannya hanya satu menuju tanah Jawa. Sulit dipercaya hanya dengan sebuah bahtera kecil Ki H0k Kui bisa mengarungi samudera luas dengan membawa satu benda sangat berharga. Rupanya 0rang 0rang Kaisar berhati culas masih belum puas. Mereka terus menyelidik. Beberapa hari kemudian mereka berhasil mengetahui bahwa Ki H0k Kui telah kabur dengan sebuah jukung. Satu kapal kayu besar disiapkan untuk mengejar. Karena ia bukan se0rang pelaut maka Ki H0k Kui tidak pernah mencapai pantai utara pulau Jawa daerah kelahiran gurunya tapi justru tersesat ke pantai selatan. Dekat sebuah pulau 0rang 0rang Kaisar berhasil mengejarnya. Setelah terjadi perkelahian hebat dan bahtera kecilnya karam Ki H0k Kui berenang ke daratan pulau terdekat. 0rang 0rang Kaisar terus memburu. Entah apa yang terjadi Ki H0k Kui kemudian lenyap di pulau itu….”
Mungkin ia terbunuh dan Kitab Wasiat itu dirampas 0leh 0rang 0rang Kaisar?” ujar Wir0.
“Tidak ada petunjuk yang menunjang dugaan itu. Kabarnya 0rang 0rang Kaisar kembali dengan kecewa besar. Mereka tidak menemukan Ki H0k Kui , juga kitab sakti yang diburu buru. Ki H0k Kui sendiri tidak pernah terdengar kabar beritanya lagi….” Wir0 termenung sesaat. Dia ingat pada buku lilin yang ada di ruangan besar.
“Lalu apa kekerabatan buku lilin yang ada di tempatmu ini dengan kitab yang asli?” bertanya Wir0.
“Aku pernah menerima mimpi , melihat kitab itu. Walaupun samar samar saya berusaha membuatnya. Siapa tahu saya berj0d0h dengan kitab itu walau saya tidak menginginkannya….”
“Susah juga mencari kitab wasiat itu…” kata Wir0 sambil garuk garuk kepala.
“Ratu , apa kamu tidak punya petunjuk lain yang bisa men0l0ng? Aku ditugaskan 0leh tiga t0k0h silat tanah Jawa untuk mendapatkan buku itu lantaran kabarnya ada satu kitab tandingan berjulukan Kitab Wasiat iblis yang jikalau jatuh ke tangan 0rang jahat niscaya ia akan menguasai dunia persilatan dengan semena mena. Hanya Kitab Putih Wasiat Dewa yang agaknya bisa menghadapi Kitab Wasiat Iblis itu….”
“Aku akan c0ba melihat mundur pada hari hari sebelum kamu muncul dan menjelang kedatanganmu ke sini ,” jawab Ratu Duyung. Lalu diambilnya cermin sakti yang ada di pangkuannya.
*
* *
SEPULUH
Ratu Duyung menatap paras Pnedekar 212 sesaat kemudian berkata. “Aku akan melihat ke dalam beling sakti dan menyampaikan apa yang saya lihat. Selama saya melaksanakan itu jangan sekali kali mengeluarkan bunyi atau bertanya. Kau mengerti Pendekar 212?” Wir0 anggukkan kepala.
Sang Ratu memandang ke dalam cermin bulat. Perlahan lahan sepasang matanya yang biru bagus dipejamkan.
“Ini aneh lagi…” membatin Wir0 yang memperhatikan. “Yang namanya melihat itu dua mata mustinya dibuka lebar lebar , ia justru pejamkan ke dua matanya!”
“Aku melihat sebuah bukit di luar Kart0sur0…” lisan sang Ratu terbuka dan ucapan itu meluncur dari mulutnya. “Ada dua 0rang bermuka iblis di dekat sumur.
Tampaknya mereka sengaja berjaga jaga….”
“Itu niscaya Tiga Bayangan Setan dan Elang Setan!” kata Wir0 dalam hati.
“0rang ke tiga muncul. Tinggi tegap , berwajah gagah tapi c0ngkak. Dia mengenakan mantel hitam. Mereka bercakap cakap…. Ah , terjadi perkelahian. Dua lawan satu….”
“0rang tinggi tegap… berwajah c0ngkak. Mengenakan mantel hitam…. Siapa lagi kalau bukan….”
“0rang yang barusan tiba menyibakkan p0t0ngan depan mantelnya. Aku melihat… saya melihat ada gambar gunung dan matahari pada p0t0ngan dada bajunya….”
Dugaanku tidak meleset! Manusia itu ternyata memang benar anjing jahanam berjuluk Pangeran Matahari!” Wir0 kepalkan ke dua tinjunya kemudian pasang pendengaran mendengarkan kelanjutan keterangan Ratu Duyung.
“Ada kepulan asap. Ada tiga s0s0k raksasa keluar dari kepala salah se0rang penger0y0k. 0rang bermantel terdesak hebat. Hampir celaka…. Tapi tidak. Dia berhasil men0t0k tubuh lawan. Lalu…. 0rang bermantel masuk ke dalam sumur….” Sampai di sini Ratu Duyung berhenti berucap. Lama Wir0 menunggu hampir hampir ia tak sabaran membuka lisan hendak bertanya. Namun sesaat kemudian tampak bibir merah sang Ratu membuka.
“Muncul se0rang nenek berjubah kuning yang mukanya dirias tak karuan.
Perempuan ini melepaskan t0t0kan dua 0rang di tepi sumur. Sekarang muncul kembali 0rang bermantel. Dia keluar dari dalam sumur. Terjadi keributan. Si nenek menyerang 0rang bermantel. Dari dada 0rang bermantel melesat satu cahaya angker berwarna hitam. Tubuh si nenek mencelat. Tergelimpang di tanah. Tewas mengerikan dengan tubuh jadi tulang belulang hangus g0s0ng!”
“Tidak salah dugaan para t0k0h!” kata Pendekar 212 dalam hati. “Kitab Wasiat Iblis telah dikuasai 0leh Pangeran Matahari!” Wir0 menarik napas dalam dan melihat sepasang mata biru Ratu Duyung terbuka. Wajahnya yang bagus keringatan. Dia mengeluarkan sehelai sapu tangan kemudian menyeka keringat pada p0t0ngan kening bawah mata serta dagu.
“Ratu , turut keteranganmu Kitab Wasiat Iblis sudah dikuasai 0leh Pangeran Matahari dari Gunung Merapi….”
Ratu Duyung mengangguk. “Apa yang bisa kulihat dalam cermin sakti masih berlanjut. Kau masih ingin mendengarkan?”
“Tentu saja Ratu. Tapi jikalau kamu merasa capai silahkan istirahat. Aku akan menunggu….”
Ratu Dutung tersenyum. Dia pejamkan ke dua matanya kembali. “Tampak sebuah telaga. Ada se0rang dara berpakaian biru. Aku juga melihat kamu berada di daerah itu Pendekar 212….”
Murid Sint0 Gendeng hingga bangun dari kursinya saking terkejutnya. “Celaka….
Jika ia melihat semuanya dan membeberkan….” Wajah murid Sint0 Gendeng ini berubah dan tangannya menggaruk kepala berkali kali!
“Ada yang tidak beres…. Cermin sakti mengalami kesulitan. Keadaan sekitar telaga terlihat sangat samar….”
Wir0 merasa lega dan duduk kembali ke dingklik batu. Ratu Duyung membuka ke dua matanya , menatap ke arah Wir0. Sepertinya ada seberkas cahaya keluar dari dua b0la mata biru wanita muda yang bagus jelita itu. “Gadis berbaju biru di telaga….’ ujar sang Ratu. “Apakah ia yang kamu panggil dengan sebutan Bidadari Angin Timur waktu kamu termangu tadi…?”
Wir0 tak menjawab. Kalau sang Ratu sudah tahu apa gunanya menjawab , begitu murid Sint0 Gendeng berfikir.
“Apa hubunganmu dengan gadis itu Pendekar 212?” bertanya Ratu Duyung.
“Eh nada suaranya mirip cemburu…” membatin Pendekar 212.
“Kalau kamu tak mau menjawab tak jadi apa. Aku akan meneruskan melihat ke dalam cermin sakti.” Ratu Duyung arahkan pandangannya pada cermin yang dipegangnya. Begitu ia memejamkan mata maka kembali mulutnya menutur.
“Pendekar 212 , kamu terlihat di dekat sumur di lereng bukit bersama gadis bagus berpakaian biru itu.. Seseuatu terjadi. Dalam keadaan tert0t0k….”
Apa yang dikatakan Ratu Duyung selanjutnya tidak begitu diperhatikan Wir0 lantaran ia yang mengalami dan tahu sendiri apa yang terjadi selanjutnya. Dia gres tersentak ketike mendengar ucapan sang Ratu selanjutnya. “Aku melihat puncak sebuah gunung. Ada bayangan sese0rang di pintu sebuah bangunan. Ternyata lelaki bermantel itu. Dua 0rang mendatanginya. Tiga Bayangan Setan dan Elang Setan. Dua 0rang ini menyerahkan sesuatu pada 0rang bermantel. Yang satu berbentuk hitam pekat , tak terang apa adanya. Namun yang satu lagi sebuah senjata bermata dua yang memancarkan sinar berkilauan. Ah…. Sebuah kapak…….”
Pendekar 212 setengah terl0mpat dari duduknya. Kalau tidak lekas menguasai dirinya hampir saja ia memukul lengan dingklik kerikil yang didudukinya. Sambil mengepalkan tinju murid Sint0 Gendeng menyumpah dengan bunyi ditekan. “Jahanam!
Dua senjata mustika milikku diserahkannya pada insan keparat itu! Kapak Maut Naga Geni 212 dan pasangannya kerikil hitam ternyata berada di tangan Pangeran Matahari musuh besarku! Benar benar kurang ajar!” Wir0 melangkah mundar mandir di ruangan itu hingga ia mendengar bunyi Ratu Duyung menegur.
“Pendekar 212 , apakah kamu masih ingin mengetahui kelanjutan penglihatanku lewat cermin atau kita sudahi saja semua ini?”
“Maafkan saya Ratu Duyung! Aku sangat terkejut dan tidak mnenyangka kalau dua senjata mustika milikku kini jatuh ke tangan Pangeran Matahari musuh besarku semenjak bertahun tahun silam… Dua insan setan ganjal itu ternyata yaitu kaki tangan Pangeran Matahari!” Wir0 mengusap wajahnya. Setelah ia duduk ke dingklik kerikil gres Ratu Duyung pejamkan mata dan melihat kembali ke dalam cermin saktinya.
“Gadis berbaju biru tawanan Tiga Bayangan Setan dan Elang Setan berhasil mel0l0skan diri sesudah menghajar Elang Setan hingga babak belur….Hemmmm….. cerminku kehilangan sambungan getar. Aku tak sanggup melihat apa apa. Tunggu dulu…. Aku melihat laut. Ada sebuah bahtera putih. Kau berada di atasnya bersama se0rang lelaki k0rengan , pakai caping dan mukanya ditutup dengan cadar. Kurasa tak perlu kulanjutkan lantaran kamu tahu sendiri apa yang kemudian terjadi. Tapi tunggu….Aku melihat ada sebuah bahtera lagi. Melesat mendampingi bahtera putihmu. Kau dalam keadaan tak berdaya , terjepit tangan kanan pada lantai perahu. Hemmm….. Penumpang bahtera yang satu itu ternyata yaitu gadismu si baju biru itu. Dia mirip mencari carimu. Tapi wajahnya memperlihatkan kegelisahan. Sayang ia tidak sempat mengetahui kalau kamu berada di bahtera putih itu. Perahunya membel0k dan menghilang di kejauhan…”
Ratu Duyung membuka kedua matanya. Menatap Pendekar 212 sesaat kemudian berkata. “Hanya itu yang bisa kulihat melalui cermin saktiku……”
“Ratu… Apa yang kamu lihat sama sekali tidak memberi petunjuk dimana beradanya Kitab Putih Wasiat Dewa itu.” Kata Wir0 pula.
“Pendekar 212 , perlu kamu ketahui apa yang terlihat di dalam cermin bisa saja keliru lantaran betapapun saktinya benda ini selalu ada keterbatasan. Karenanya kita perlu mengkaji ulang apa apa yang terlihat. Apakah kamu mengenal 0arang bercaping yang berpenyakit kulit itu?”
“0rang itu berkepandaian sangat tinggi. Sikapnya aneh penuh belakang layar tapi jahat sekali. Nelayan di pantai menyebutnya dengan panggilan Makhluk Pembawa Bala. Sulit kuduga siapa ia adanya. Jangan jangan salah se0rang kaki tangan Pangeran Matahari pula. Tadinya saya mengharapkan ia akan membawa saya ke pulau tujuan dimana saya bisa bertemu dengan se0rang sakti bergelar Raja 0bat Delapan Penjuru Angin. Ternyata ia mencelakai diriku di tengah laut. Aku berterima kasih padamu yang telah men0l0ng…”
“Selama ini sering terlihat di cermin insan itu malang melintang di lautan.
Anak buahku berulang kali melaksanakan penyelidikan namun masih belum bisa mengetahui siapa adanya makhluk satu itu. Katamu kamu mencari Raja 0bat Delapan Penjuru Angin. Mengapa…?”
“Menurut para t0k0h yang memberi kiprah padaku , ia mengetahui dimana beradanya Kitab Putih Wasiat Dewa itu…. Dia membisu di salah satu pulau sekitar sini.”
“Dugaan itu mungkin betul. Aku pernah bertemu satu kali dengannya. Singkat sekali. Dia berusaha meng0batiku tapi tidak mampu….”
“Hemmm…. Memangnya kamu punya penyakit apa?” tanya Wir0.
Lama Ratu Duyung berdiam diri , tidak menjawab.
“Kalau kamu tak mau menjawab tak apa. Tapi apa kamu bisa memberi petunjuk dimana kira kira letak pulau kediaman Raja 0bat itu…?”
Ratu Duyung memandang ke langit langit ruangan. Lalu ia berpaling pada cermin yang dipegangnya. “Akan kuc0ba…” katanya seraya memejamkan mata. Lama sekali gres wanita bermata biru ini berkata.
“Aku melihat samudera luas. K0s0ng… Ada satu titik hitam di sebelah tenggara…” Ratu Duyung membayangkan wajah Raja 0bat Delapan Penjuru Angin. Titik hitam dalam cermin berkedap kedip. Matanya dipejamkan lebih rapat. “Ada warna merah. Buki… gunung… batu… batu….” Dada sang Ratu kelihatan berguncang. Dia mirip berusaha menahan satu kekuatan yang menghadang pandangannya. Tapi tak sanggup. Perlahan lahan wanita ini buka sepasang matanya dan menatap Wir0.
“Tak bisa kulihat lebih rinci…. Ada satu daya t0lak yang hebat. Bukan berasal dari si Raja 0bat , tapi dari beberapa kekuatan yang tiba dari luar. Ada kekuatan yang tak ingin saya mengetahui letak niscaya pulau itu. Namun dari penglihatan yang terbatas saya bisa mengira duga. Pulau itu terletak jauh di sebelah tenggara muara Kali 0pak. Berarti di sebelah timur dari daerah kita berada ketika ini. Pulau itu tidak berpenghuni lantaran tak ada yang tumbuh di sana kecuali bukit dan gunung kerikil berwarna merah…..Hanya itu yang bisa kuberi tahu…..”
“Terima kasih Ratu Duyung. Terima kasih banyak. Apa yang kamu jelaskan bisa kujadikan pegangan untuk mengarungi maritim selatan mencari pulau daerah kediaman Raja 0bat itu….” Wir0 membisu sebentar.
“Apa yang ada dalam pikiranmu Pendekar 212?” tanya sang Ratu.
“Sebenarnya ada beberapa pertanyaan ingin saya sampaikan. Entah apakah kamu mau menjawab atau tidak…”
“Katakanlah…” ujar Ratu Duyung pula.
“Walau kamu memberi penuturan tadi , sebagian tidak begitu kuperhatikan , m0h0n dimaafkan. Kau niscaya menuturkan ihwal se0rang gadis berpayung merah….”
“Ya , apa yang ingin kamu ketahui…”
“Gadis itu berasal dari tanah seberang. Punya kiprah yang sama dengan tugasku yakni mencari Kitab Putih Wasiat Dewa…”
“Kau merasa erat dengan dia?” tanya Ratu Duyung.
“Aku berhutang budi dan berhutang nyawa padanya. Tapi cepat atau lambat ia akan membunuhku…”
“Bagaimana kamu tahu?” tanya Ratu Duyung.
Wir0 kemudian ceritakan ihwal surat aneh yang dibawa Puti Andini. Mendengar itu Ratu Duyung termenung. Lalu dengan bunyi perlahan ia berkata. “Dia bisa jadi sahabat sejati tapi juga bisa jadi musuhmu paling berbahaya kelak. Yang terang ketika ini saya punya firasat ia salah satu yang menjadikan kekuatan pen0lak hingga tadi saya tidak bisa melihat lebih terang dalam cermin sakti…. Tapi sekali lagi kukatakan apa yang kuberitahu bisa saja salah….Karena….” Ratu Duyung tidak meneruskan ucapannya.
“Karena apa Ratu?” tanya Wir0.
“Karena saya juga punya firasat ia telah jatuh cinta padamu pada pandangan pertama…. Tapi kamu kurang perhatian lantaran hatimu telah direbut 0leh gadis berjulukan Bidadari Angin Timur itu….”
*
* *
SEBELAS
Wajah murid Sint0 Gendeng dari Gunung Gede menjadi merah mirip saga.
Dalam duduk membisu di atas dingklik kerikil dan memandang dengan mata besar pada wajah bagus Ratu Duyung di hadapannya.
“Apakah ada pertanyaan lain yang ingin kamu ajukan?” Ratu Duyung tiba tiba bertanya..
Wir0 merasa lega sedikit. Sang Ratu rupanya tidak ingin memperpanjang pembicaraan tadi. “Memang ada Ratu ,” jawab Wir0. “Seperti kamu ketahui Tiga Bayangan Setan mempunyai ilmu kebal yang tak memungkinkan ia dibunuh dengan cara apa pun…”
“Dia memang tidak mempan pukulan sakti dan senjata tajam. Semua itu tiba dari luar. Tapi kematian yang tiba dari dalam tetap tak bisa diledakkannya. Dia tidak kebal terhadap racun. Turut penglihatanku lewat cermin tadi , baik Tiga Bayangan Setan maupun temannya Elang Setan mengidap sejenis racun mematikan secara perlahan dalam tubuh masing masing. Mereka akan menemui tamat hidup sekitar dua ratus hari dimuka jikalau tak berhasil mendapatkan 0bat penawar…”
“Ratu , saya benar benar kagum dengan kemampuanmu melihat sejauh itu ,”
memuji Wir0. “Tapi rasanya saya tak bisa menunggu hingga sekian lama , membiarkan mereka mati sendiri. Mereka merampas dua senjata mustikaku. Mereka diketahui pula kai tangan Pengeran Matahari. Mereka akan membunuhku begitu bertemu! Elang Setan tidak saya khawatirkan ,. Tapi Tiga Bayangan Setan jadi m0m0k n0m0r satu ketika ini. Aku harus mengetahui kelemahan ilmunya. Gadis berpayung tujuh itu pernah memberi tahu bahwa se0rang pemabuk berjulukan Iblis Pemabuk mengetahui niscaya kelemahan Tiga Bayangan Setan….. Apakah kamu bisa melihat ke dalam cermin untuk mengetahui dimana saya bisa menemui 0rang ini?”
“Kau percaya begitu saja pada keterangan gadis itu?” tanya Ratu Duyung.
Pendekar 212 tidak bisa menjawab.
Ratu Duyung tersenyum kemudian jentikkan jari telunjuk tangan kanannya ke ibu jari.
Suara jentikan menggema keras dalam ruangan itu. Tirai biru di sebelah kanan tersingkap. Se0rang anak buah Ratu Duyung muncul.
“Aneh , tadi saya setangh mati mencari jalan atau pintu keluar ruangan ini.
Ternyata ada di sebelah sana….”
“Saya menunggu perintah…” kata gadis yang gres muncul seraya membungkuk.
“Bawa kemari tamu kita yang tiba malam tadi…” berkata Ratu Duyung.
Gadis berpakaian hitam mengangguk kemudian menyelinap ke balik tirai biru kembali.
Saking percayanya Wir0 berdiri dari dingklik kerikil kemudian membuka tirai di p0t0ngan tadi si gadis menghilang. Temb0k batu! Dia sama sekali tidak melihat pintu atau apa kecuali temb0k batu! Wir0 kembali ke kursinya sambil garuk garuk kepala.
Ratu Duyung tertawa perlahan. “Apa yang kamu lihat , Wir0?” tanya sang Ratu.
“Dinding batu!” jawab murid Sint0 Gendeng.
“Kau pernah mendengar ujar ujaratau petuah yang menyampaikan bahwa apa yang terlihat mata telanjang belum tentu mirip itu kenyataannya?”
“Ya , saya pernah mendengar 0rang pintar berkata mirip itu…”
“Kau melihat kerikil tapi apakah kamu pernah membuktikan kalau itu pernah membuktikan kalau itu benar benar batu? C0ba kamu singkapkan lagi tirai biru di p0t0ngan mana saja kamu suka. Jika kamu melihat kerikil c0ba kamu s0r0ngkan tubuhmu ke depan. Lihat nanti apa yang terjadi….”
Wir0 pandangi wajah sang Ratu dengan mimik tak percaya. Lalu ia berdiri , melangkah ke dinding ruangan sebelah kiri. Dengan tangan kanannya ia menyingkapkan tirai biru tebal. Dinding kerikil kelihatan di depannya. Seperti dikatakan Ratu Duyung Wir0 selalu maju menabrak dinding kerikil itu.
Astaga! Ternyata tubuhnya lewat begitu saja mirip mener0b0s udara k0s0ng.
Sesaat kemudian tahu tahu ia sudah berada di depan satu pedataran berumput.
“Aneh! Benar benar aneh!” kata Wir0 sambil memutar tubuh. Kembali ia melangkah menabrakkan diri ke dinding batu. Tubuhnya lewat dan kini ia hingga kembali ke dalam rauang semula!
“Bagaimana…?” tanya Ratu Duyung.
“Aku banyak menerima pelajaran bagus darimu Ratu Duyung…” jawab Wir0 seraya duduk kembali ke kurai batu. Tiba tiba ia mend0ngakkan kepala. Hidungnya bergerak gerak.
“Ada apa?” tanya Ratu Duyung.
“Aku mencium busuk minuman keras. Keras Sekali. Mungkin tuak atau air ketan….”
Ratu Duyung cuma tersenyum mendengar kata kata itu. Sesaat kemudian tirai biru di samping kanan terbuka. Empat 0rang gadis berpakaian ketat hitam muncul mendampingi se0rang laki lakigemuk pendek berwajah mirip dedemit. Pada cuping hidungnya sebelah kiri melingkar sebuah anting bulat terbuat dari akar bahar. 0rang ini hanya mengenakan celana k0mprang hitam. Muka dan tubuhnya berwarna merah.
Sekujur badannya mulai dari kepala hingga ke kaki yang tak berkasut menghamparkan busuk minuman keras. Pada ikat pinggang besarnya tergantung selusin kendi. Di tangan kanan ia memegang sebuah kendi yang setiap ketika dis0r0ngkannya ke mulutnya.
“Gluk…gluk… gluk!” Dia meneguk lahap minuman keras yang ada dalam kendi itu. Lalu dari mulutnya keluar bunyi antara 0rang menyanyi dan 0rang meracau. Tubuhnya berg0yang g0yang mirip mau rubuh! Wir0 memperhatikan empat gadis yang tiba bersama si gemuk muka setan ini membawa masing masing enam buah kendi berisi tuak.
“S0batku tamuku agung , c0ba terangkan siapa dirimu pada tamu muda ini…” berkata Ratu Duyung.
Se0lah sadar si gemuk itu turunkan kendi dari mulutnya.”Astaga , kukira saya masih berada di s0rga! Rupanya sudah turun ke bumi! Ha..ha..ha…!” Sepasang mata si gemuk berputar putar. Tubuhnya 0leng ke kiri , menghuyung ke kanan.
“Tuan rumah Ratu Duyung , siapa yang kepingin tahu diriku yang buruk ini?” Ratu Duyung anggukan kepala pada Wir0.
Murid Sint0 Gendeng segera membuka mulut.”Namaku Wir0 Sableng. Aku yang ingin tahu siapa adanya dirimu kalau kamu tidak keberatan…”
“Ha… ha… ha….! Wir0 Sableng! Tak pernah ku dengar nama itu sebelumnya.
Kalau Cuma pada se0rang kurcaci jalek mengapa saya harus menyembunyikan siapa diriku. Tapi tunggu dulu! Aku mau mab0k dulu!” Si gemuk kemudian tenggak lagi minuman keras dalam kendi yang dipegangnya hingga habis. Begitu habis ia memaki. “Sialan!
Bagaimana saya bisa mab0k kalau Cuma minum sedikit?!” Lalu! Wir0 ternganga. Seperti menyantap kerupuk lezat saja si gendut itu melahap kendi tanah itu , mengunyah dan menelannya hingga habis! Wir0 jadi leletkan pengecap dibuatnya.
Selesai menghabiskan kendi tanah itu si gemuk bermuka setan ambil sebuah kendi yang tergantung di pinggangnya kemudian meneguk isinya hingga setengah.”Nah , ini gres sedap. Aku sudah mab0k! Ha… ha… ha….!” Tubuhnya kembali menghuyung tak karuan.
“Ratu Duyung , apakah kurcaci buruk yang tadi menanyakan siapa diriku masih ada di daerah ini?” Sepasang mata si gemuk pendek berputar putar liar. Tangan kirinya mengusap usap perutnya yang buncit.
“Benar tamuku agung! Kurcaci buruk itu masih ada di sini!” menjawab Ratu Duyung.
Wir0 penc0ngkan mulutnya lantaran dari tadi ia disebut sebagai kurcaci jelek.
“Kalau ia masih ada di sini tanyakan padanya apakah ia membawa nyawa cadangan lantaran saya ingin meminta satu dari dua nyawanya itu. Aku tidak ingin meminta satu dari dua nyawanya itu. Aku tidak serakah! Aku hanya minta satu saja… Biar lezat mab0kku! Ha… ha… ha!”
Berubah paras Pendekar 212. Dia memandang pada Ratu Duyung tapi wanita bagus itu membisu saja.
“Ratu Duyung , tuan rumahku mengapa kamu tidak menjawab?!” Si gemuk bertanya kemudian teguk minuman keras dalam kendi.
Ratu Duyung memandang pada Wir0 dan berkata. “Jawab pertanyaannya.
Nyawamu tergantung pada bagaimana jawabanmu! Salah menjawab berarti mati!
Jangan berharap bisa l0l0s!”
Wir0 merasa tengkuknya sedingin es. Keringat memercik di keningnya. Dalam hati ia berkata. “0rang gila harus dilayani gila. 0rang mab0k harus dilayani secara mab0k!”
Wir0 mel0mpat , menyambar sebuah kendi minuman keras yang dipegang salah se0rang anak buah Ratu Duyung kemudian meneguknya hingga mengeluarkan bunyi keras.
Minuman keras itu menyengat lisan memperabukan tengg0r0kkannya.
“Tuanku besar raja kurcaci! Aku kurcaci buruk menemanimu mab0k bersama!
Mab0k barengan lebih asyik dari sendirian! Ha… ha… ha…!” teriak Wir0 seraya acungkan kendi minuman keras kemudian huyungkan dirinya ke kiri dan ke kanan.
“Ah…. Apa saya yak salah dengar? Ada kurcaci buruk yang memanggilku tuan besar raja kurcaci! Asyikk! Ay0 teguk! Tenggak hingga ludas! Mab0k bersama memang bagus!
Tapi mana nyawa cadanganmu yang saya minta!” teriak si gendut pendek bermuka seram!
Wir0 jadi tercekat. Tapi dasar gendeng ia tak kurang akal. Sambil tertawa haha hihi kendi di tangan kanan dik0c0k hingga minuman keras muncrat ke udara. Begitu minuman itu melayang jatuh Wir0 buka mulutnya lebar lebar. “Gluk…gluk…gluk!”
Minuman keras amblas masuk ke dalam tengg0r0kannya. Melihat apa yang dilakukan Wir0 itu si gemuk pendek tertawa bergelak. Tapi sesaat kemudian tetap saja ia berkata. “Ay0 , jangan berani menipuku! Mana nyawa cadanganmu!”
“Tuanku besar raja kurcaci! Kau mab0k asyik. Pasti lupa. Bukankah nyawa cadanganku sudah kuberikan padamu malam tadi di pintu gerbang. Kau menyimpannya di dalam kant0ng kulit ikat pinggang besar.”Mungkin benar saya lupa. Mungkin benar sudah kusimpan….Eh , kurcaci jelek. C0ba kamu ambil dan perlihatkan nyawa cadanganmu itu padaku!”
“Mampus aku!” ujar Wir0. “Apa yang harus saya lakukan?” Dia melirik pada Ratu Duyung. Sang Ratu angkat pundak tak bisa men0l0ng. Wir0 garuk garuk kepalanya. Sambil berpura pura terhuyung huyung Wir0melangkah mendekati si gemuk pendek. Dengan tangan kirinya dibukakannya kant0ng kulit besar di ikat pinggang kemudian tangan kiri itu dikepalkan dan dimasukkan ke dalam kant0ng. Ketika tangan dikeluarkan masih dalam keadaan terkepal.
“Tuanku besar raja diraja kurcaci! Nyawa cadangan sudah kuambil , ada dalam genggamanku! Silahkan kamu melihat sendiri!” Wir0 kemudian acungkan tangannya yang mengepal mirip menggenggam sesuatu.
Dengan kepala berg0yang g0yang tak karuan si gemuk ini perhatikan kepalan tangan Wir0 yang menggenggam. Lalu ia tertawa gelak gelak.
“Kurcaci jelek! Kau Betul! Aku sudah lihat nyawa itu. Hai! Lekas kamu masukkan kembali ke dalam kant0ng kulit! Aku khawatir nyawa itu nanti terbang!”
“Perintah tuanku besar raja diraja kurcaci saya ikuti!” kata Wir0 kemudian kepalannya dimasukkan ke dalam kant0ng kulit.
“Bagus… bagus! Sekarang mari kita mab0k lagi sama sama!” kata si gemuk sambil teguk sisa minuman keras yang ada dalam kendi. Lalu mirip tadi kendi k0s0ng dari tanah itu dilahapnya mirip melahap krupuk garing!
Wir0 menunggu hingga si pendek gemuk ini meneguk kendi ke tiga. Lalu diapun bertanya. “Tuanku besar raja diraja kurcaci , saya kurcaci buruk minta budi baikmu untuk memberi tahu siapa kamu adanya!”
“Tentu… tentu , bukankah kita kini sudah jadi sahabat satu pemab0kan?!
Ha…. Ha…. Ha…! Dengar baik baik , dekatkan ditelingamu padaku! Aku akan memberi tahu siapa saya adanya!”
Wir0 cepat cepat angsurkan kepalanya dan dekatkan pendengaran kanannya ke lisan si gemuk pendek. Dia mendengar bunyi mendesis halus.
“Sudah kamu dengar kurcaci jelek?!” tanya si gemuk kemudian meneguk minuman dalam kendi hingga berlelehan di dagu dan jatuh ke perutnya yang telanjang.
“Aku tidak mendengar apa apa!” kata Wir0.
“Kurcaci t0l0l! Aku memang belum menyampaikan apa apa!” kata si gemuk kemudian tertawa mengekeh.
“Sial dangkalan!” maki Wir0 dalam hati tapi terus pula tertawa gelak gelak.
“Kurcaci buruk , mari dekatkan lagi telingamu. Yang sebelah kiri saja. Yang kanan baunya menciptakan saya mau muntah! Ha… ha… ha!” kata si gemuk pendek. “Setan! Maki Wir0. Tapi ia angsurkan juga pendengaran kirinya.
“Namaku Iblis Pemabuk!” teriak si gemuk pendek.
Teriakan itu bukanj teriakan biasa. Demikian kerasnya hingga Wir0 terpental dua t0mbak. Kepalanya mirip meledak dan dari liang telinganya kelihatan darah mengucur.
Untuk beberapa lamanya Wir0 terkapar di lantai ruangan , tak bisa bergerak.
Pendengarannya se0lah tuli , bukan saja pada pendengaran kiri tapi juga pada pendengaran kanan!
“Eh , kurcaci jelek! Kau dimana…?!” teriak si gemuk pendek yang ternyata yaitu Iblis Pemabuk.
Walau pendegarannya terganggu tapi dari gerak lisan si gemuk Wir0 sanggup mengira apa yang diucapkannya. Maka diapun menyahut. “Tuanku besar raja diraja kurcaci! Aku kurcaci buruk ada di sini , mengeletak di lantai!”
“Walah! Lagi apa kamu di sana?!” teriak Iblis Pemabuk.
“Lagi mab0k!” teriak Wir0.
Iblis Pemabuk tertawa gelak gelak mendengar jawaban itu. Lalu ia mel0mpat ke hadapan Wir0. Minuman keras di dalam kendi diguyurkannya ke pendengaran kiri murid Sint0 Dendeng. “Minumlah yang banyak biar tambah asyik mab0kmu!” katanya.
Wir0 merasa telinganya sperti disengat kalajengking. Dia cepat berdiri. Karena berdiri minuman keras yang masuk ke dalam pendengaran kiri kini mengalir keuar. Dan terjadilah hal yang aneh. Telinga yang sakit tuli itu sembuh kembali! Darahnyapun lenyap tidak berbekas. Pendegaran Wir0 pulih kiri kanan.
“Manusia gila aneh tapi punya kepandaian yang sulit kujajagi!” kata Wir0 memaki dalam hati tapi juga kagum.
“Ratu Duyung tuan rumahku , panas sekali udara di sini. Apa saya bisa minta t0l0ng supaya anak buahmu mengantarkan saya keluar?” tiba tiba Iblis Pemabuk berkata sesudah meneguk hingga sepertiga isi kendi yang dipegangnya.
“Tuanku besar raja diraja kurcaci , tunggu dulu! Aku kurcaci buruk masih ada satu pertanyaan. Kalau kamu tak menjawab bes0k bes0k saya tak akan menemanimu mab0k mab0kan lagi!”
“Dasar kurcaci geblek! Lekas bilang apa kamu mau tanya!” hardik Iblis Pemabuk kemudian bantingkan kendi yang masih banyak isinya itu ke lantai hingga pecah dan minuman keras di dalamnya membasahi lantai.” Astaga! Apa yang saya lakukan?!” seru Iblis Pemabuk se0lah sadar dan menyesal. Lalu ia membuka mulutnya lebar lebar.
Minuman keras yang tergenang di lantai laksana dised0t melesat ke dalam mulutnya hingga lantai menjadi kering!
Wir0 leletkan pengecap melihat peristiwa itu.
“Tuanku besar raja diraja kurcaci! Aku mau tanya begini! Ada insan jahat berjuluk Tiga Bayangan Setan. Kebal pukulan sakti kebal senjata tajam! Dia mempunyai ilmu hitam yang sanggup mengeluarkan tiga raksasa jejadian! Kalau ia dibiarkan hidup dunia persilatan bisa kacau balau! Aku minta petunjukmu. T0l0ng beri tahu saya dimana letak kelemahannya!”
“Tiga Bayangan Setan….?” Sepasang mata Iblis Pemabuk berputar liar. Lalu ia tertawa gelak gelak. “Gelas angker tapi tak masuk akal. Yang ada bayangannya itu cuma manusia! Setan mana ada bayangannya! Tiga sekaligus! Buset s0mpret! Tidak masuk akal!” Iblis Pemabuk tertawa mengekeh hingga kedua matanya basah. “Tapi dengar , saya akan menjawab pertanyaanmu. Dengar baik baik apa yang saya ucapkan. Tepat tengah hari b0l0ng! Pilih yang di tengah!”
Habis berkata begitu Iblis Pemabuk membungkuk di hadapan Ratu Duyung yang dibalas dengan menjura dalam 0leh Ratu Duyung. Anak buah sang Ratu menyibakkan tirai biru. Iblis Pemabuk melangkah terhuyung huyung. Tiba tiba ia berbalik pada Wir0 dan tudingkan jari telunjuk tangan kanannya ke arah murid Sint0 Gendeng itu.
Astaga! Wir0 hingga tergagau. Jarak antara ia dan si gemuk Iblis Pemabuk terpisah sekitar tiga t0mbak. Tapi ketika itu Wir0 merasa ujung jari telunjuk itu telah menyentuh dan menekan hidungnya!
“Kurcaci jelek! Dengar baik baik! Aku tunggu kamu pada matahari terbit hari
sepuluh bulan sepuluh di Pangandaran!
Wir0 terkejut dan tak mengerti maksud ucapan Iblis Pemabuk itu. Namun waktu ia hendak bertanya si gemuk pendek ini telah lenyap di balik tirai biru.
“Pangandaran…” desis Wir0. “Teka teki apa pula ini? Ada apa di sana? Mau mengajak saya mab0kan?!” Murid Eyang Sint0 Gendeng berpaling pada Ratu Duyung. Dia tidak menemukan jawaban di wajah yang bagus jelita itu. Akhirnya sambil menggaruk kepala Wir0 bertanya. “Ratu Duyung lewat cermin saktimu apakah kamu bisa mengetahui apa yang akan terjadi pada hari sepuluh bulan sepuluh di Pangandaran pada ketika matahari terbit mirip dikatakan Iblis Pemabuk tadi?”
Perlahan lahan Ratu Duyung ambil cermin sakti di pangkuannya kemudian memandang ke dalam beling dengan sepasang mata terpejam.
Wir0 melihat paras bagus itu berubah. Ketika kedua matanya dibuka Ratu Duyung berucap dengan bunyi bergetar. “Aku melihat darah di seluruh pantai Pangandaran….”
*
* *
DUA BELAS
Pendekar 212 , apakah masih ada sesuatu yang ingin kamu tanyakan?” ujar Ratu Duyung. “Kurasa semua sudah kutanyakan. Banyak yang belum sempat kutanyakan kamu sudah memberi penjelasan…. Hanya ada satu hal , kalau saya memang bukan lagi sebagai tawanan apakah saya bisa meninggalkan daerah ini?
Ratu Duyung mengangguk. “Pada saatnya kamu bisa pergi dari sini dan pada ketika yang kamu suka kamu bisa kembali ke sini…”
Wir0 hendak berdiri tapi Ratu Duyung memberi tanda dengan mengangkat tangan.
“Sebelum kamu pergi , jikalau memang tak ada pertanyaan lain , kini giliranku untuk mengajukan satu pertanyaan. Hanya satu , tak lebih dan tak kurang….”
“Silahkan saja Ratu ,” jawab Wir0 Sableng seraya kembali duduk di dingklik kerikil di hadapan sang Ratu.
“Apakah kamu masih perjaka?”
Pertanyaaan itu diucapkan Ratu Duyung dengan hening , wajah lembut dan perlahan. Tapi sampainya ke pendengaran Wir0 mirip satu ledakan keras. Dipandanginya wajah sang Ratu. Lalu ia tertawa gelak gelak. Namun ketika dilihatnya paras sang Ratu tidak berubah menandakan bahwa ia memang tidak ada maksud bersenda gurau dengan ucapannya itu maka Wir0 serta merta hentikan tawanya.
“Ratu Duyung , kamu barusan menanyakan apa….?”
“Kau mendengar dengan terang , saya tak akan mengulang pertanyaanku…” jawab Ratu Duyung.
“Ah , mungkin ia merasa tersinggung ,” pikir Wir0. Dia mendehem beberapa kali.
Lalu dengan p0l0s ia berkata. “Ratu Duyung , mengingat apa yang telah kamu perbuat padaku saya mengh0rmatimu…”
“Betul?” Wir0 mengangguk.
“Tak ada dendam mengingat eksekusi yang telah saya jatuhkan padamu?”
Wir0 menggeleng. “Kuharap kamu jangan tersinggung dengan sikapku barusan.
Pertanyaanmu sangat mengejutkan. Kau mau menerangkan apa maksudmu…?”
“Aku akan terangkan sesudah kamu menjawab pertanyaanku…” jawab Ratu Duyung pula.
Wir0 garuk kepalanya. Lalu ia berucap.”Sampai ketika ini saya memang belum pernah kawin. Maksudku menikah….”
“Bukan itu yang saya tanyakan. Kau masih perjaka artinya apakah kamu pernah melaksanakan kekerabatan tubuh dengan perempuan?”
Wir0 merasa kulit mukanya menjadi panas. “Aku tak pernah berzina…” katanya perlahan.
“Berzina ada beberapa macam. Zina mata , zina pendengaran , zina tangan dan zina badaniah…”
“Hemmm…Anu…Zina mata atau tangan atau pendengaran mungkin sudah pernah saya lakukan. Aku bukan insan tanpa rasa. Aku pernah melihat wajah wajah bagus , saya pernah melihat hal hal yang dianggap terlarang , saya juga pernah mendengar sesuatu yang k0t0r , saya pernah memeluk dan mencium gadis gadis. Tapi jikalau zina yang kamu maksudkan , itu belum pernah melakukan. Tuhan masih memeliharakanku dari yang satu itu….”
“Aku melihat di cermin sakti. Kau dan Bidadari Angin Timur bersatu tubuh berpeluk pelukan di dalam telaga. Hanya sayang yang terlihat di cermin tidak begitu jelas. Apakah kamu tidak mau mengakui bahwa kamu telah melakukan…”
Wir0 bangun dari dingklik batu. Dia geleng gelengkan kepalanya. “Waktu itu keadaan memang benar benar penuh kesempatan. Kalau saya mau mungkin gadis itu pasrah saja mengikuti nafsuku. Tapi saya tidak melaksanakan hal yang satu itu. Bukan lantaran saya c0w0k baik baik , tapi lantaran saya sadar saya mencintainya dan tak akan merusak dirinya….”
“Apakah hal itu akan kamu lakukan pada gadis yang tidak kamu cintai…?”
“Ratu Duyung , kamu lebih baik memperlihatkan seribu teka teki padaku.
Pertanyaanmu sulit kujawab…” kata Wir0 pula.
Ratu Duyung terdiam sesaat. “Kalau ada sese0rang menderita sakit. Tak ada 0bat penyembuhannya kecuali melaksanakan kekerabatan badan. Jika diminta apakah kamu akan melakukannya?”
“Ratu , bagaimana saya bisa menjawab pertanyaanmu…” kata Wir0 pula kemudian ia memandang lekat lekat pada wanita bagus bermata biru itu. “Ratu”… kata Wir0 setengah berbisik. “Apakah kamu menderita sakit? Apakah pertanyaanmu ada sangkut pautnya dengan dirimu?”
“Aku tidak menderita sakit. Tapi hidupku dalam kutukan. Kutukan itu hanya bisa dimusnahkan jikalau ada sese0rang melaksanakan kekerabatan tubuh denganku dan dengan cinta kasih yang murni , semata mata ikhlas untuk men0l0ng…”
“Kutukan…. Kutukan bagaimana Ratu…?” tanya Wir0.
“Aku akan c0ba menerangkan walau kamu mungkin tidak mengerti… Aku dan juga semua anak buahku yang ada di sini dulunya yaitu para gadis kepercayaan se0rang sakti penguasa maritim selatan. Hidup kami penuh senang walau dalam alam yang tidak sama dengan alam manusia. Namun dalam kehidupan iut terdapat larangan larangan yang tak b0leh dilanggar. Satu ketika kami tertipu 0leh ser0mb0ngan c0w0k gagah yang tengah mengadakan pesta di pantai. Kami termakan turun mengikuti pesta itu. Tidak hingga di sana saja. Kami hingga melaksanakan kekerabatan tubuh walau g0t0ng r0y0ng tidak ada p0t0ngan tubuh kami yang cacat. Namun kami telah melanggar larangan. Penguasa mengusir kami , mengutuk kami menjadi setengah insan setengah ikan. Jika tubuh kami tersentuh air tawar atau air maritim p0t0ngan sebelah bawah tubuh kami akan menjadi ikan. Kami tidak akan bisa kembali ke dalam keadaan semula kecuali ada se0rang c0w0k yang mengasihiku , melaksanakan kekerabatan tubuh dengan ikhlas semata mata mau men0l0ng…”
Wir0 ternganga mendengar keterangan Ratu Duyung itu. “Jumlah kalian belasan mungkin puluhan. Apakah saya harus melaksanakan kekerabatan itu dengan semua kalian?”
tanya Wir0 kemudian ia menggerendeng sendiri lantaran merasa pertanyaannya itu yaitu pertanyaan t0l0l.
Tapi Ratu Duyung mau menjawab. “Waktu eksekusi dijatuhkan dan disumpahkan , saya menyampaikan pada penguasa maritim selatan bahwa saya yang bertanggung jawab atas semua peristiwa itu. Karenanya jikalau ada yang men0l0ng diriku dari beban kutukan maka semua gadis di sini akan terbebas dari kutukan yang sama….”
“Aku ingat anak buah yang kamu bunuh di Ruang Penantian. Agaknya ia bermaksud hendak menyampaikan hal yang sama padaku. Tapi kamu membunuhnya…”
“Aku menyesal melaksanakan hal itu. Tapi tak bisa kuhindari lantaran ancaman yang menghadang kepada Wir0 selama ini Ratu Duyung selalu memandang kepada Wir0 dengan mata tak berkesip dan perilaku gagah maka kini ia duduk dengan menundukkan kepala. Diam membisu Wir0 merasa iba terhadap wanita bagus bermata biru ini. Tapi bagaimana mungkin ia bisa men0l0ng?” Aku bukan 0rang alim. Melakukan hal itu niscaya hemm…” Wir0 garuk garuk kepala.
“Ratu , saya yakin ada cara lain untuk menghilangkan kutukan itu…”
“Kalau kamu tahu katakanlah…”
Murid Sint0 Gendeng kembali garuk garuk kepala.
“Ratu , maafkan pertanyaanku ini. Apakah pernah meminta hal yang sama pada c0w0k lain…?”
Paras sang Ratu berubah merah. B0la matanya yang biru meny0r0tkan sinar aneh walau tak kehilangan pes0nanya. Dia mirip hendak meledak murka namun perlahan akhirnya ia tundukkan kepala. Kepala itu kemudian digelengkan.
“Betapapun d0sa dan kesalahan telah kubuat , tapi saya dan semua anak buahku bukanlah gadis gadis rendah , bukan perempuanp wanita nakal. Aku tak pernah meminta pada siapapun. Aku tak akan pernah melakukannya kecuali jikalau saya menyadari bahwa saya menyukai dan merasa cinta terhadap 0rang itu….”
Wir0 mengusap wajahnya. Dalam hati ia berkata. “Jadi… ia mencintaiku… Ah , bagaimana ini! Aku ingin men0l0ngnya tapi…” Dipandanginya wajah sang ratu dengan perasaan semakin iba. Perlahan lahan ia berdiri menghampiri. “Ratu… Kalau ada cara lain yang bisa kulakukan , saya niscaya akan men0l0ngmu. Maafkan diriku….”
Sambil menundukkan kepala menyembunyikan sepasang matanya yang berkaca beling Ratu Duyung mengangguk. “Aku kecewa besar. Bukan terhadap dirimu , tapi terhadap nasib diriku dan mitra kawan. Namun walaupun kecewa ada rasa bahagia.
Bahagia bahwa saya pernah bertemu dengan se0rang c0w0k berhati jujur , berjiwa besar. Hanya satu kupinta , jikalau kelak kamu berubah pikiran hendak men0l0ngku , datanglah kemari. Kayuhlah bahtera dari muara Kali 0pak. Kayuh ke tengah lautan. Di satu daerah 0rang 0rangku akan menjemputmu…”
“Mudah mudahan kita akan menerima satu petunjuk memecahkan duduk kasus ini…” kata Wir0.
“Kalau tidak saya akan terjerat di daerah ini. Untuk masa yang tidak satu makhlukpun sanggup menghitungnya!” sahut Ratu Duyung. Lalu ditanggalkannya cincin kerang warna biru di jari manis tangan kirinya. “Ambillah benda tak berharga ini.
Mudah mudahan ada gunanya….”
Wir0 tak berani men0lak. Khawatir Ratu Duyung akan tambah berduka. “Terima kasih ,” katanya seraya mendapatkan cincin itu. “Aku akan menyimpannya baik baik….”
“Terima kasihku untuk itu ,” ujar Ratu Duyung pula. Lalu ia menatap dalam dalam ke arah sepasang mata Pendekar 212 Wir0 Sableng. Wir0 merasa satu getaran aneh masuk ke dalam dua r0ngga matanya , terus menjalar ke r0ngga dada. “Pendekar 212 , saya minta maaf atas eksekusi yang saya jatuhkan terhadapmu temp0 hari. Tapi percayalah semua itu dengan maksud baik….”
“Terus terang saya sudah melupakan hal itu. Lagi pula saya memang pantas mendapatkan hukuman. Lalu kaupun telah mengembalikan kedua mataku.”
“Apakah kamu mencicipi suatu kelainan sesudah matamu dimasukkan kembali ke r0ngganya?”
Wir0 usap usap dagunya. Dia ingat kemudian menjawab.”Aku merasa penglihatanku lebih terang , lebih bersih….”
“C0ba atur jalan darahmu menuju kepala. Lalu salurkan tenaga dalammu pada kedua mata. Setelah itu kedipkan matamu dua kali. Dan lihat apa yang terjadi….”
Wir0 pandangi paras Ratu Duyung sesaat. Lalu diikutinya apa yang dikatakan.
Begitu ia selesai mengedipkan kedua matanya murid Sint0 Gendeng tersurut beberapa langkah. Matanya diusap berulang kali. Lalu memandang ke kiri , ke kanan , berkeliling.
“Ratu Duyung…” kata Wir0 tersendat. “Walau samar samar saya bisa melihat benda benda di luar ruangan ini….”
“Katakan apa saja yang kamu lihat…” kata Ratu Duyung.
“Aku melihat beberapa 0rang anak buahmu di sebuah taman. Lalu di sebelah sana ada pedataran rumput. Di kejauhan saya lihat Bukit Batu Putih…. Bagaimana ini bisa terjadi…?!”
“Kedipkan lagi kedua matamu dua kali ,” kata Ratu Duyung.
Wir0 mengikut. Penglihatannya kembali mirip semula. Penuh rasa tak percaya ia kerahkan lagi tenaga dalam dan kedipkan dua matanya dua kali. Seperti tadi ia bisa melihat benda benda di luar ruangan.
“Ratu…”
“Pendekar 212 , kini kamu mempunyai ilmu baru. Kau bisa melihat satu benda yang terhalang 0leh benda lain. Ilmu itu berjulukan Menembus Pandang…Mudah mudahan saja ada manfaat bagi dirimu.”
Terkejutlah Wir0 mendengar kata kata Ratu Duyung. Dia melangkah mendekat.
“Ratu….. Makara eksekusi mencabut mata temp0 hari itu sebenarnya….. Aku telah kesalahan menilai…. Sekarang saya sadar betapa t0l0lnya diriku1”
Ratu Duyung tersenyum. “Aku punya sedikit ilmu yang bisa kubagi. Siapa tahu ada gunanya…”
Wir0 Sableng geleng geleng kepala. Kedua tangannya diulurkan memegang pundak Ratu Duyung. Lalu dengan setulus hati diciumnya kening wanita itu seraya berbisik.
“Aku banyak mendapatkan budimu. Aku tak akan melupakan….” Lalu Wir0 memeluk sang ratu erat erat.
Ratu Duyung hanyut dalam kebahagaiaan yang belum pernah dirasakannya.
Namun ia cepat sadar diri. Pelahan lahan ia melangkah mundur. Jari jari tangan kirinya dijentikkannya. Tirai biru di sebelah kanan bergerak.
Empat 0rang gadis berpakaian hitam ketat memasuki ruangan. Salah se0rang di antaranya yaitu gadis bertubuh jangkung yang temp0 hari menemui Wir0 sewaktu diikat ke kerikil putih dalam menjalani hukuman.
“Antarkan tamu kita ke Pintu Gerbang Perbatasan.”
Empat gadis menjura kemudian memberi isyarat pada Pendekar 212 untuk mengikuti.
Namun sebelum berlalu Wir0 berkata. “Ratu waktu pertama tiba kemari saya mengenakan pakaian lain. Walau buruk dan dekil saya m0h0n pakaian itu dikembalikan padaku.”
“Kau akan mendapatkannya. Se0rang anak buahku akan memperlihatkan padamu sebelum meninggalkan daerah ini. Aku tahu pakaian itu k0t0r namun yang sangat berarti bagimu yaitu sekuntum bunga kenanga sakti yang tak pernah layu di salah satu kant0ngnya , bukan begitu?”
Selagi Wir0 terkejut mendengar ucapan Ratu Duyung , wanita ini berkata lagi. “Jika kamu bertemu dengan gadis dari alam mistik berjulukan Suci berjuluk Dewi Bunga Mayat itu , sampaikan salam h0rmatku padanya…”
Wir0 hanya bis mengangguk. Dalam hati ia mengagumi betapa luasnya ilmu pengetahuan Ratu Duyung hingga sampai ia juga mengenal Dewi Bunga Mayat. (Untuk jelasnya siapa adanya Suci atau Dewi Bunga Mayat silahkan baca serial Wir0 Sableng berjudul “Dewi Bunga Mayat”)
“Satu lagi Ratu , pakaian hitam yang menempel di tubuhku ketika ini apakah saya b0leh memakainya terus. Atau harus kutanggalkan di hadapan anak buahmu mirip peristiwa dulu…?”
Empat 0rang anak buah Ratu Duyung tampak terkesiap mendengar kata kata Wir0 itu. Mereka khawatir mendengar kata kata Wir0 itu. Mereka khawatir sang Ratu marah. Tapi ternyata Ratu Duyung tersenyum. “Kau b0leh memakainya selama kamu suka…”
“Terima kasih , saya minta diri sekarang.” Wir0 membungkuk dalam dalam kemudian melangkah mengikuti empat gadis anak buah sang Ratu.
*
* *
HANYAsesaat sesudah Pendekar 212 meninggalkan ruangan itu , Ratu Duyung duduk terhenyak di atas dingklik batu. Dia tak sanggup lagi menahan runtuhnya air mata.
Dia menangis hampir tanpa suara. Sambil bersandar tangannya bergerak menekan sebuah t0mb0l di lengan kanan dingklik batu. Terdengar bunyi berdesing. Tirai biru di hadapannya menggulung ke atas. Lalu tampak sebuah celah yang merupakan pintu sebuah l0r0ng pendek. Ratu Duyung bangun dari dingklik batunya. Setengah berlari ia memasuki l0r0ng itu hingga sebuah ruangan berbentuk bundar. Di p0t0ngan tengah ruangan ini ada sebuah benda setinggi insan tertutup kain beluderu merah muda.
Ratu Duyung menarik lepas kain beluderu itu. Begitu kain tersingkap kelihatan sebuah patung seukuran tinggi insan yang sangat halus buatannya. Patung itu mempunyai wajah dan s0s0k tubuh ibarat Pendekar 212 Wir0 Sableng.
Di hadapan patung Ratu Duyung jatuhkan diri. Bahunya kelihatan berguncang. Kedua tangannya memegangi p0t0ngan kaki patung. Tangis yang semenjak tadi ditahan dan disembunyikannya kali ini tak sanggup dibendung lagi. Ratapannya terdengar mengharukan.
“Wir0… Lima tahun saya menunggumu. Setelah kamu hadir di sini ternyata saya tak bisa berharap dan meminta…. Kalau saja hidup di daerah ini mengenal mati , saya lebih rela menghembuskan napas penghabisan ketika ini juga….”
Tekanan batin dan keputusasaan menciptakan Ratu Duyung tak sadar lagi apa yang diperbuatnya. Patung kerikil Pendekar 212 Wir0 Sableng dipeluk diciumnya dengan berurai air mata.
*
* *
TIGA BELAS
Yang disebut Pintu Gerbang Perbatasan yaitu tumpukan kerikil batu besar aneka macam bentuk yang disusun demikian rupa membentuk sebuah pintu gerbang. Saat itu udara terasa cuek dan malam sangat gelap lantaran bulan purnama dan bintang bintang tak satupun menghiasi langit.
Tiga 0rang gadis berpakaian hitam ketat berjalan di depan Wir0. Mereka melangkah cepat menuju pintu gerbang batu. Wir0 mengikuti dengan buntalan kecil berisi pakaiannya tergantung di punggung. Di samping kanannya berjalan anak buah Ratu Duyung , gadis bagus bertubuh jangkung.
Sejarak sepuluh t0mbak sebelum mencapai pintu gerbang gadis ini berbisik pada Wir0.
“Pada ketika mencapai pintu gerbang kerikil , saya akan mel0mpat melewatinya. Jika saya selamat maukah kamu mengantarkan saya ke satu tempat….?”
Tentu saja Wir0 terkejut mendengar kata kata gadis itu. Dia ingat pada gadis yang menemui ajalnya di tangan Ratu Duyung di Ruang Penantian.
“Aku tidak bisa memastikan. Tapi apakah rencanamu itu tidak akan mencelakai dirimu sendiri?”
“Hidupku dan mitra kawan sudah lama dirundung celaka. Kalaupun muncul celaka besar yang bisa membunuh diriku , saya malah akan merasa lebih tenteram…” jawab si gadis.
“Kau masih muda , mengapa sengaja mencari bencana?” mengingatkan Wir0.
“Aku tahu kasus yang kalian hadapi. Suatu ketika semua akan mencapai akhirnya.
Kalian bisa kembali ke alam sebelum kalian berada di daerah ini…”
“Hemmmm…Kau niscaya tahu itu dari Ratu kami. Tapi tamat yang kamu katakan itu datangnya mungkin lama sekali. Bahkan bisa saja tak pernah terjadi.” Jawab si gadis. Air mukanya agak berubah. Lalu ia berkata setengah menyesali.
“Tadinya saya mengira bisa menggantungkan secuil impian padamu. Ternyata saya keliru. Jika kamu tidak bersedia men0l0ng tak jadi apa. Tapi ketahuilah apapun yang terjadi saya tetap akan berusaha menembus keluar dari kungkungan kehidupan penuh tekanan batin ini. Sejak lama saya sudah tak tahan. Kurasa mitra kawan yang lain begitu juga. Termasuk Ratu kami sendiri….”
Pintu Gerbang Perbatasan semakin dekat juga. Satu t0mbak dari hadapan pintu kerikil ini tiga gadis di depan Wir0 hentikan pintu kerikil ini tiga gadis di depan Wir0 hentikan langkahnya. Mereka berpaling pada Pendekar 212. Wir0 sendiri c0ba meneliti apa g0t0ng r0y0ng yang ada di seberang pintu gerbang kerikil itu. Dia hanya melihat tebaran awan putih bercampur kelabu.
“Kami hanya mengantar hingga di sini ,” kata gadis yang di tengah. Dia mitra kawannya tidak memperhatikan mitra mereka yang satu si jangkung.
Wir0 yang sudah tahu gelagat cepat melangkah ke p0t0ngan tengah pintu gerbang kerikil , maksudnya hendak menghadang perbuatan nekat yang hendak dilakukan gadis jangkung itu. Tapi ia lupa kalau ketika itu ia masih berada di alam aneh kekuasaan Ratu Duyung. Lebih cepat dari langkah yang dibentuk Pendekar 212 si gadis jangkung berkelebat.
Murid Sint0 Gendeng hanya merasa ada sambaran angin. Ketika ia berpaling ke kiri gadis jangkung itu telah melesat di atas kepalanya!
Tiga anak buah Ratu Duyung berseru kaget melihat peristiwa itu. Mereka memburu tapi sadar kemudian cepat bersurut.
Di depan sana mereka semua melihat gadis jangkung yang tadi melesat di udara kini melayang turun. Lalu terjadilah hal yang menciptakan tiga gadis terpekik sedang Wir0 keluarkan undangan tertahan.
Begitu tubuh gadis jangkung menyentuh tebaran awan , terdengar letupan keras kemudian wusss! Satu k0baran api yang besar dan berangasan tahu tahu menyelimuti tubuh gadis jangkung itu. Si gadis menggeliat kian kemari. Tanpa jeritan sama sekali tubuhnya musnah tanpa bekas. Bersamaan dengan itu k0baran apipun padam.
“Kalau saya melewati pintu gerbang kerikil ini , kemudian tubuhku bersentuhan dengan awan putih kelabu , apakah nasibku bakalan sama dengan gadis nekat tadi….”
Apa yang ada dalam pikiran Pendekar 212 rupanya diketahui 0leh tiga gadis di dekatnya. Salah se0rang dari mereka kemudian berkata.
“Keadaan dirimu tidak sama dengan kami. Tak usah ragu. Lewati Pintu Gerbang Perbatasan tanpa rasa takut tanpa ragu. Kau akan kembali ke duniamu dengan aman….”
Wir0 pandangi tiga gadis di hadapannya sambil garuk garuk kepala. Hatinya meragu dan kebimbangan terlihat di wajahnya. Tiga gadis di hadapannya anggukkan kepala satu persatu untuk pertama kalinya mereka tersenyum pada c0w0k itu.
“Selamat jalan….” Kata ketiga gadis hampir bersamaan.
Wir0 lambaikan tangan kanannya. Dia melangkah menaiki tangga Pintu Gerbang Perbatasan sebelah dalam. Pada pertengahan tangga kerikil , tepat di bawah pintu gerbang ia berpaling pada tiga gadis itu. Yang dipandangi kembali mengucapkan selamat jalan. Wir0 geleng geleng kepala. Kakinya kini menuruni tangga kerikil sebelah luar pintu gerbang. Dia melangkah lagi. Sesaat ia merasa mirip melayang di udara.
Lalu kaki dan tubuhnya menyentuh awan putih kelabu. Pada ketika itu juga terjadi satu hal yang tidak bisa dipercayainya. Memandang ke bawah ia melihat kedua kakinya kini menginjak pasir pantai. Memandang ke depan ia dapatkan maritim luas terbentang ditebari pulau pulau di kejauhan. 0mbak berdebur tiada henti di tepi pantai. Dua buah bahtera lengkap dengan pendayung terapung apung dipermainkan 0mbak.
“Aneh , bagaimana ini bisa terjadi…?” pikir Pendekar 212. Dia men0leh ke belakang.
Astaga! Pintu Gerbang Perbatasan lenyap. Tiga gadis anak buah Ratu Duyung tak kelihatan lagi.
Selagi Wir0 tercengang cengan mirip itu tiba tiba satu tangan besar memegang pundaknya. Murid Sint0 Gendeng tergagau keras saking kagetnya. Dia cepat membalik sambil bersiap menghantam. Saat itu juga meledak bunyi tawa keras sekali.
“Kerbau Bunting sialan!” maki Wir0 kemudian tarik pulang tangan kanannya yang siap menj0t0s.
“Selamat tiba di dunia kita S0batku Muda!” kata Dewa Ketawa. “Betapapun bagusnya dunia 0rang lain , jauh masih lebih bagus dunia kita yang serba gila ini! Ha… ha… ha…..”
Mau tak mau Wir0 jadi ikut ikutan tertawa.
Mendadak Dewa Ketawa hentikan gelaknya. “Eh , apakah kamu sempat diajak tidur 0leh Ratu Duyung bermata biru itu…?” Dewa Ketawa bertanya.
“Bagaimana kamu tahu….?” Balik bertanya Wir0 dengan mata mendelik.
“Ha…ha…Sebelumnya ia pernah minta pendapatku. Kukatakan padanya supaya menanyakan sendiri. Makara sudah ya…?”Wir0 gelengkan kepala.
Dewa Ketawa pukul jidatnya sendiri. “Sayang saya sudah tua! Kalau saja masih muda dan segagahmu niscaya saya yang duluan diminta sang Ratu untuk masuk ke kamarnya! Ha…ha…ha!”
Dewa Ketawa menunjuk pada dua buah bahtera yang ada di pasir pantai. “Pasti Ratu Duyung yang mengatur. Aku ambil satu kamu ambil satu. Kita tinggalkan daerah ini dan berpisah di sini. Kalau umur sama panjang niscaya bisa bertemu lagi….”
Tubuh Dewa Ketawa melesat di udara kemudian mendarat masuk ke dalam salah satu perahu. Walau aktual nyata tubuhnya yang gendut itu berb0b0t lebih dari dua ratus kati bahtera sama sekali tidak berg0yang!
Wir0 juga tak mau menunggu lebih lama. Sekali berkelebat tubuhnya melayang di udara , berputar putar mirip b0la. Di lain kejap kedua kakinya menyentuh lantai perahu. Salah satu kakinya sengaja digunakan menginjak ujung kayu pendayung.
Pendayung melesat ke udara , sebelum jatuh murid Sint0 Gendeng cepat mel0mpat dan menyambar gagang pendayung selagi masih berada di udara. Ketika turun lagi ke dalam bahtera , bahtera itu tetap tidak berg0yang!
“Ha…ha….ha! Pertunjukan hebat!” memuji Dewa Ketawa.
“S0batku Gendut!” teriak Wir0. “Kalau ada undangan besar apakah kamu mau tiba ke satu tempat?”
“Tergantung siapa yang mengundang , kapan dan dimana!” jawab Dewa Ketawa seraya mulai mengayuh perahunya.
“Yang mengundang Iblis Pemabuk! Waktunya hari sepuluh bulan sepuluh! Saat matahari terbit. Tempatnya Pengandaran” jawab Wir0.
“Waktunya c0c0k! Tempatnya sesuai! Si Pengundang tepat! Kita bisa mabuk sama sama di sana nanti!” Dewa Ketawa tertawa panjang. Sekali ia menggerakkan tangan mengayuh , bahtera yang ditumpanginya melesat menembus 0mbak.
TAMAT
Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya: Bastian Tit0
EP : WASIAT SANG RATU
SATU
PENDEKAR 212 Wir0 Sableng garuk garuk kepala. Lalu pada Dewa Ketawa yang duduk di hadapannya ia berkata. “Aku tetap tidak bisa percaya kalau ketika ini kita berada di awang awang. Kau lihat sendiri S0batku Gendut. Bangunan , taman , pedataran , kemudian di sebelah sana malah ada bukit! Mana mungkin semua ini menggantung di udara. Mana mungkin ada dunia di atas dunia?!”
Kakek gendut berb0b0t 200 kati itu elus elus dadanya yang gember0t. Lalu penyakitnya kambuh. Dia mulai tertawa. Mula mula perlahan. Tambah lama makin keras hingga Wir0 terpaksa tekap kedua telinganya.
“Anak t0l0l! Aku sudah bilang mengapa meributi segala hal yang tidak bisa hingga dalam nalar kita insan biasa? Tempat ini , termasuk para penghuninya , jadi termasuk Ratu Duyung bukanlah makhluk biasa. Mereka bisa hidup di dua alam.
Darat dan air….”
“Berarti mereka sebangsa k0d0k?” ujar Wir0 sambil menyengir. Membuat tawa si gendut semakin keras. “Ada satu hal lagi yang saya tidak mengerti. Kulihat Sang Ratu maupun gadis gadis yang ada di sini tidak ada bedanya dengan insan biasa. Mengapa Sang Ratu disebut Ratu Duyung? Bukankah duyung sejenis makhluk bertubuh sebagian insan sebagian lagi ikan?”
“Memang begitulah keadaan 0risinil tubuh mereka…” jawab Dewa Ketawa. “Kau tidak percaya? Ha…ha…ha…?!
“Kau sendiri melihat. Mereka bicara mirip kita. Memiliki kecantikan mirip bidadari. Berjalan dengan dua kaki yang mulus mulus. Bukan dengan ek0r ikan….”
“Jika kamu suka , kamu bisa membuktikan sendiri!” kata Dewa Ketawa pula sambil senyum senyum. “Eh , membuktikan bagaimana maksudmu? Kau tahu caranya? Atau punya ajian yang bisa dirapal hingga bisa melihat bentuk 0risinil mereka?!”
“Tak perlu ajian. Tak perlu segala macam rapalan. Cukup dengan mata telanjang.
Asal tahu rahasianya….”
“Kalau begitu tunjukkan padaku belakang layar itu!” ujar Wir0.
Dewa Ketawa tak segera memberitahu tapi mirip biasanya ia tertawa dulu , menciptakan murid Sint0 Gendeng jadi tidak sabaran.
“Kau lihat p0h0n besar itu , S0batku Muda?!” tanya si kakek gendut sambil menunjuk pada sebatang p0h0n besar yang tumbuh miring di kejauhan. Wir0 mengangguk. “Di balik p0h0n itu ada satu jalan kecil menurun. Di ujung penurunan ada sebuah telaga berair biru. Nah telaga ini daerah mandi gadis gadis anak buah Ratu Duyung. Terkadang mereka pergi ke sana untuk istirahat sambil bercengkrama….”
“Jadi kamu menyuruh saya mengintip anak gadis mandi?”
“Terserah padamu. Kau bilang mau melihat bentuk 0risinil gadis gadis itu….”
Wir0 garuk garuk kepala. “Kalau tertangkap tangan saya mengintip bagaimana??”
“Wah , risik0nya memang berat. Tapi itu urusanmulah!” jawab Dewa Ketawa dan 0rang renta bertubuh gemuk luar biasa ini kembali tertawa. Setelah tawanya reda ia berkata. “Kau tahu , cuma itu satu satunya cara kalau mau mengetahui keadaan g0t0ng r0y0ng para gadis di sini. Ujud 0risinil mereka akan kelihatan bila tubuh mereka berair atau mereka masuk ke dalam air. Baik air tawar maupun air laut….”
“Bagaimana kalau mereka c0nt0hnya terguyur air hujan?” tanya Wir0 pula.
“Anak setan! Macam macam saja pertanyaanmu! Mengapa tidak kamu tanya bagaimana kalau terguyur air kencing?! Ha… ha… ha…! sambil usap usap dua matanya yang sipit kakek gemuk ini kemudian berkata dengan bunyi sengaja diperlahan lahankan. “Ada satu hal yang mau kubilang padamu….”
“Hemmm…. Apa? Kelihatannya mirip kamu mau menceritakan satu belakang layar besar saja!”
“Betul! Kau rupanya punya firasat!” jawab si kakek. Wir0 cepat menekap lisan 0rang renta ini ketika ia mulai memperlihatkan hendak tertawa kembali.
“Ay0 cepat , kamu mau bilang apa?” tanya Wir0.
“Ratu Duyung itu g0t0ng r0y0ng suka padamu…” bisik Dewa Ketawa.
“Jangan ngac0! Kau mengada ada saja!”
“S0batku Muda , saya tidak bicara b0h0ng…!”
“Bagaimana kamu bisa tahu? Memangnya ia bilang padamu?!”
“Aku segera tahu pada pertama kali bertemu dengannya. Beberapa hari lalu.
Memang ia tidak menyampaikan terus terang. Tapi dari perilaku dan ucapannya cukup tersirat ia menyukai dirimu….”
Wir0 memandang dengan mata membesar pada si gendut renta itu.
“Agaknya ia sudah lama mendengar ihwal kau. Dia menjadi salah se0rang dari banyak gadis yang mengagumi dirimu. Namun….” “Namun apa?”
“Rasa sukanya kurasa serta merta lenyap ketika melihat keadaan dirimu.
Ternyata kamu se0rang c0w0k hitam g0s0ng bermuka macam pantat kuali! Ha… ha… ha…”
“0rang renta sialan…! Maki Wir0 dalam hati.
Si kakek gendut geleng gelengkan kepala. “Memang saya suka bergurau S0batku Muda. Tapi percayalah , saya yakin betul Ratu Duyung membisu diam jatuh hati padamu!”
Wir0 memandang ke arah p0h0n besar. Di sampingnya Dewa Ketawa berkata.
“Tadi kulihat ada ser0mb0ngan gadis menuju ke sana. Pasti mereka pergi mandi.
Sebaiknya kamu lekas menyelidik….”
“Kau tak mau ikut mengintip?!” tanya Wir0.
“Aku sudah terlalu renta untuk pekerjaan macam begini. Itu p0t0ngan yang muda muda sepertimu….”
Wir0 menyeringai. “Aku tidak percaya pada renta bangka berminyak sepertimu ini.
Jangan jangan kamu sudah duluan mengintip. Kalau tidak dari mana kamu bisa tahu.” “Ha… ha… ha…! tawa si kakek gendut membahak lepas.
Wir0 tinggalkan 0rang renta itu. Dengan cepat ia melangkah menuju p0h0n besar. Seperti yang dikatakan Dewa Ketawa , di balik p0h0n itu memang ada sebuah jalan kecil. Jalan ini terbuat dari kerikil batu hitam , berupa tangga tangga kecil menurun.
Keadaan di daerah itu sunyi. Angin bertiup sep0i sep0i. Wir0 menuruni jalan kecil dengan hati hati. Setengah panjangnya jalan yang menurun Wir0 menangkap bunyi gelak tawa di bawah sana.
“Si gendut tidak dusta. Memang ada ser0mb0ngan gadis di bawah sana…” kata Wir0 dalam hati. Dia belum sanggup melihat apa yang ada di bawahnya lantaran tertutup 0leh rerumpunan p0h0n p0h0n setinggi kepala. Dengan dada berdebar murid Sint0 Gendeng melangkah terus menuruni jalan batu. Debaran dadanya mencapai puncak sewaktu ia hingga di ujung jalan. “Pemandangan luar biasa…” kata sang satria dalam hati. Dia cepat menyelinap ke balik sebuah kerikil besar dan mengintai di balik kerapatan semak belukar berbunga aneh.
Di bawah sana kelihatan sebuah telaga berair biru. Di salah satu tepiannya , terdapat gundukan kerikil batu hitam tersusun rapi se0lah ditata 0leh tangan manusia.
Dari celah susunan kerikil batu hitam itu mengucur air jernih yang kemudian jatuh masuk ke dalam telaga.
Mata Pendekar 212 Wir0 Sableng tidak berkesip memperhatikan empat 0rang gadis yang ada di dalam telaga , berenang sambil bercanda satu sama lain. Dari tempatnya mengintai terang empat gadis itu mandi bertelanjang dada. Di tepi telaga tiga 0rang gadis lainnya duduk bermalas malas. Yang satu menyisir nyisir rambutnya dengan sebuah sisir berbentuk tulang ikan. Dua lainnya asyik meng0br0l.
Salah se0rang dari gadis yang mandi keluar dari telaga kemudian bergabung dengan tiga temannya.
“Astaga!” murid Sint0 Gendeng keluarkan undangan kaget ketika melihat keadaan tubuh gadis yang barusan keluar dari dalam telaga itu. Bagian atas auratnya berada dalam keadaan p0l0s tanpa epil0g sama sekali. Lalu tubuh sebelah bawah , inilah yang menciptakan Wir0 jadi tercengang , mata mel0t0t lisan ternganga. Tubuh p0t0ngan bawah gadis itu berbentuk ek0r ikan besar berwarna perak berkilat. Ujungnya bergerak gerak kian kemari. Masih tak percaya Wir0 g0s0k g0s0k kedua matanya. “Tak bisa kupercaya kalau tidak kulihat sendiri. Berarti keadaan Ratu Duyung tidak beda dengan keadaan anak buahnya itu…” kata Wir0 dalam hati.
Selagi gadis yang barusan keluar dari telaga bercakap cakap dengan sahabat temannya , salah se0rang gadis di tepi telaga tampak bangkit. Sesaat ia berdiri di atas sebuah kerikil kemudian “byurrr”! Gadis itu terjun ke dalam telaga.
“Aneh , ia masuk ke dalam telaga. Kenapa tidak membuka pakaian hitamnya dulu…? pikir Wir0. Dia terus memperhatikan. Lalu c0w0k ini kembali melengak keheranan. Ternyata begitu tubuhnya masuk ke dalam air , pakaian hitam yang menempel di tubuhnya lenyap secara aneh. Di ketika yang sama sepasang kakinya bermetam0rf0sis ek0r ikan besar , bergerak gerak kian kemari.
“Baru sekali ini saya melihat keganjilan gila macam begini!” ujar Wir0 seraya geleng geleng kepala.
Baru saja ia berkata mirip itu tiba tiba terdengar bunyi suitan suitan keras dari beberapa penjuru. Tujuh gadis di telaga kelihatan kaget. Wir0 sendiri tak kalah kejutnya lantaran tahu tahu daerah dimana ia berada telah dikurung 0leh enam 0rang gadis lain anak buah Ratu Duyung. Keenam gadis ini memperlihatkan wajah galak. Masing masing mengangkat tangan kanan seraya tudingkan jari telunjuk mereka lurus lurus kearah Wir0. Ujung ujung jari mereka memancarkan sinar biru mengambarkan mengandung satu kekuatan dahsyat.
Sadar kalau dirinya tertangkap berair Wir0 jadi salah tingkah. Dia melangkah mundur namun cepat kembali ke daerah semula ketika dari ujung jari salah se0rang gadis melesat keluar sinar biru yang menghancurkan kerikil di belakang kaki Wir0.
“Tetap di tempatmu! Jangan berani bergerak hingga Ratu datang!” salah se0rang dari enam gadis membentak.
Rerumputan p0h0n bunga di sebelah kiri tiba tiba tersibak. Ratu Duyung muncul diiringi dua 0rang anak buahnya. Sesaat ia menatap pada Wir0 dengan pandangan dingin. Lalu ia memberi isyarat. Empat 0rang anak buahnya segera mendekati Wir0.
Dua 0rang menarik tangan Wir0 ke depan.
“Ratu , tunggu dulu!” seru Wir0. “Jangan salah mengerti. Aku tidak bermaksud jahat….”
“Kau sudah tertangkap berair melaksanakan perbuatan kurang ajar. Masih hendak mengelak?!” hardik Ratu Duyung. “Ikat tangannya!”
Dua gadis anak buah Ratu Duyung kembali menarik tangan Wir0 ke depan.
Lengannya disilang satu sama lain kemudian gadis ketiga maju mendekat. Ujung jarinya yang memancarkan sinar biru digerakkan.
“Rrrttttttt!”
Terjadilah satu hal luar biasa. Larikan sinar biru yang keluar dari ujung jari si gadis berputar menjerat kedua pergelangan tangan Wir0 , tidak beda mirip ikatan seutas tali.
Hanya saja tali yang mengikat erat Wir0 ketika itu berbentuk aneh yaitu berupa lingkaran mengeluarkan sinar biru. Ketika Wir0 berusaha melepaskan ikatan itu ternyata ia tak bisa menggerakkan tangannya sedikit pun.
“Bawa ia ke bukit Batu Putih!” Ratu Duyung berikan perintah.
Dua 0rang anak buahnya segera mend0r0ng tubuh Pendekar 212.
“Ratu ,” kata Wir0 begitu ia hingga di hadapan Ratu Duyung. “Aku tidak bermaksud berbuat yang bukan bukan. Apa lagi berani berlaku kurang ajar. Apa yang kulakukan terd0r0ng dari rasa ingin tahu. Apa yang ada di sini di luar kemampuan akalku untuk mencerna. Aku…”
Ratu Duyung g0yangkan kepalanya. Empat 0rang gadis dengan cepat membawa Wir0 meninggalkan daerah itu. Setelah melalui jalan cukup jauh dan berliku liku mereka hingga di satu pedataran batu. Semua kerikil yang menumpuk di sini berwarna putih. Di langit sang surya bersinar sangat terik se0lah hanya beberapa jengkal saja di atas kepala.
Wir0 merasa tubunya mirip dipanggang. Dia ditarik kebalik sebuah kerikil besar. Ketika hingga di balik kerikil itu terkejutlah Wir0. tersandar pada kerikil besar itu terpentang s0s0k tubuh gendut Dewa Ketawa. Dua larik sinar biru membentuk tali mengikat tubuhnya ke kerikil besar itu hingga ia tidak bisa bergerak sedikit pun. Keringat membasahi sekujur tubuhnya. Kulitnya kelihatan merah 0leh teriknya sinar matahari.
“Walah…! S0batku gendut! Kau sudah duluan rupanya!” ujar Wir0.
“Hemmmm….” Dewa Ketawa menyahut dengan gumaman. Sesaat kemudian ia mulai tertawa tawa.
“Dasar insan kurang waras. Dalam keadaan mirip ini masih bisa ketawa dia!” kata Wir0 dalam hati setengah merutuk.
Wir0 sandarkan pada sebuah kerikil besar di samping Dewa Ketawa diikat.
Se0rang gadis tudingkan ujung jarinya ke tubuh Pendekar 212. Ketika jari itu digerakkan maka larikan sinar biru bermetam0rf0sis tali berkilauan , mengikat Wir0 ke kerikil di belakangnya. Keadaan ini tidak beda dengan si Dewa Ketawa. Bedanya dua tangannya masih tetap terikat tali bersinar biru.
“Ratu , kami menunggu perintahmu selanjutnya!” Se0rang gadis anak buah Ratu Duyung berkata.
*
* *
DUA
BARU saja salah s0rang gadis berkata begitu s0s0k Ratu Duyung muncul dan tegak sepuluh langkah di hadapan Wir0 dan Dewa Ketawa. Dia memandang pada kedua 0rang itu beganti ganti kemudian berkata.
“Menyesal saya telah menganggap kalian sebagai tamu tamu terh0rmat.
Ternyata kalian sama tak sanggup dipercaya!”
Wir0 menatap wajah bagus Ratu Duyung sesaat kemudian berpaling pada Dewa Ketawa dan berbisik. “S0batku Kerbau Bunting! Kau bilang ia menaruh hati padaku.
Kau lihat sendiri! Buktinya saya diikatnya mirip ini!”
Dewa Ketawa balas memandang Wir0 kemudian mukanya berubah. Sesaat kemudian ia tertawa gelak gelak.
“Gendut gila! Bagaimana dalam keadaan mirip ini kamu masih bisa tertawa?!” damprat Wir0.
“Sssst…. Jangan memaki bicara tak karuan. Umur mungkin tak bakal lama. Kita tidak tahu eksekusi apa yang bakal dijatuhkan 0rang 0rang itu. Yang terang kalau saya mati niscaya masuk s0rga , kamu terang minggat ke neraka! Ha… ha… ha!”
“Enak saja kamu bicara!” tukas Wir0 kemudian ia berpaling pada Ratu Duyung. “Ratu kalau saya memang bersalah , saya minta maaf. Tapi s0batku si gendut ini mengapa harus ikut mendapatkan hukuman? Yang salah cuma saya sendirian. Harap kamu suka membebaskannya….”
Para gadis anak buah Ratu Duyung menatap pimpinan mereka menunggu apa yang harus mereka lakukan selanjutnya. Sebaliknya Sang Ratu memandang pada Pendekar 212. Dalam hati ia berkata. “Aku melihat jiwa kesatria dalam dirinya. Tapi jikalau saya tidak menjatuhkan eksekusi bagaimana wibawaku di mata para gadis ini….”
“Ratu , kami menunggu perintahmu!” se0rang gadis berkata ketika dilihatnya Ratu Duyung hanya tegak tak bergerak , menatap ke arah Wir0. “Hukuman apa yang harus kami jatuhkan terhadap dua 0rang ini?!”
Ratu Duyung mendehem beberapa kali. Lalu berucap. “0rang berjulukan Dewa Ketawa telah berbuat d0sa , melaksanakan kesalahan. Kalau bukan lantaran mulutnya maka kawannya ini tidak akan berbuat d0sa kesalahan! Hukuman baginya yaitu eksekusi cabut pengecap selama tiga hari!”
Dewa Ketawa…!” Wir0 keluarkan undangan saking terkejutnya mendengar apa yang dikatakan Ratu Duyung. Dia berkata dengan bunyi keras pada Sang Ratu. “Ratu Duyung!
Sudah kubilang kawanku ini tidak bersalah. Aku yang jadi biang ker0k! Bebaskan dirinya biar saya yang mendapatkan semua hukuman. Kau b0leh membunuhku supaya puas! Seumur hidup belum pernah saya melihat wanita sepertimu. Cantik selangit tapi kejam selangit tembus!”
Ucapan Pendekar 212 itu menciptakan wajah Ratu Duyung menjadi merah. Namun sikapnya tetap tenang. Sebaliknya di samping terdengar bunyi Dewa Ketawa tertawa gelak gelak.
“Kerbau Bunting!” teriak Wir0. “0rang hendak mencabut lidahmu , kamu malah tertawa gelak gelak!” Kau benar benar sudah gila!”
“Ah , eksekusi cabut pengecap itu Cuma tiga hari mengapa harus ditakutkan?!” jawab Dewa Ketawa kemudian kembali tertawa terbahak bahak.
“Lakukan hukuman!” Ratu Duyung memberi perintah.
Se0rang gadis maju mendekati Dewa Ketawa yang se0lah tidak peduli dan masih saja terus tertawa.
“Dewa Ketawa! Selamatkan dirimu! Lekas lari dari daerah ini!” Wir0 kembali berteriak.
Kakek gendut itu berpaling padanya. “Kau sendiri apa sudah menc0ba untuk bebaskan diri?!” balik bertanya Dewa Ketawa.
Wir0 jadi penasaran. Dia kerahkan tenaga untuk melepaskan diri. Sampai tubuhnya berair 0leh keringat ternyata ia tidak bisa melepaskan diri dari ikatan tali aneh yang mengeluarkan cahaya biru itu. Malah makin dipaksa tubuhnya terasa menjadi lemah.
“He… he…! Bagaimana? Apa kamu mampu?” Tanya Dewa Ketawa sambil tertawa dan penc0ngkan hidungnya mengejek Wir0. “Sebelumnya saya sudah menc0ba , tapi tak ada gunanya. Mereka mempunyai ilmu aneh. Aku yang renta tidak bisa apalagi kamu yang masih busuk pesing! Ha…ha…ha!”
“Gendut sialan!” maki Wir0.
“Lakukan hukuman!” Tiba tiba Ratu Duyung berseru , memberi perintah untuk kedua kalinya.
Dua 0rang gadis maju ke hadapan Dewa Ketawa.
“Dewa Ketawa , sebelum eksekusi dijatuhkan , kamu kami beri kesempatan untuk tertawa sepuasmu!” kata Ratu Duyung pula.
Kakek gendut itu pandangi sang Ratu sesaat. “Kau mau berbaik hati memberi kesempatan. Aku berterima kasih untuk itu ,” kata Dewa Ketawa pula. Lalu ia mulai tertawa. Mulutnya makin lebar dan bunyi tawanya semakin keras. Gadis di samping kanan tiba tiba jentikkan jarinya. Saat itu juga tubuh Dewa Ketawa menjadi kaku. Suara tawanya lenyap dan mulutnya dalam keadaan terbuka lebar.
“Cabut lidahnya!” perintah Ratu Duyung.
Gadis di sebelah kiri kini yang maju. Tangannya bergerak cepat ke arah lisan Dewa Ketawa yang terbuka lebar. Wir0 merasa ngeri untuk menyaksikan. Dia membuang muka.
“Kreeeeekk!”
Tenguk Pendekar 212 merinding cuek mendengar bunyi itu. “Pasti lidahnya sudah dicabut….! Manusia insan ganas!” Perlahan lahan Wir0 palingkan kepalanya.
Dilihatnya Dewa Ketawa masih dalam keadaan kaku ternganga. Mulutnya penuh darah.
Wir0 memperhatikan. Ternyata dalam lisan kakek gendut itu tak ada lagi lidah!
Sewaktu Wir0 berpaling ke kanan ia melihat se0rang gadis anak buah Ratu Duyung tengah meletakkan sebuah benda merah panjang bergerak gerak di atas baki kecil terbuat dari kerang. Lidah Dewa Ketawa! Wir0 merasa kepalanya pening dan mirip mau muntah.
“Sekarang giliran c0w0k berkulit hitam!” Tiba tiba terdengar bunyi Ratu Duyung. Murid Sint0 Gendeng tersentak.
“Ratu…!” serunya.
“Kesalahan ada pada kedua matanya yang berani mengintip 0rang mandi.
Butakan dua mata itu selama tiga hari!”
“Ratu! Apa yang hendak kamu lakukan?! Aku m0h0n!”
Teriakan Wir0 itu tak ada gunanya. Saat itu se0rang gadis anak buah Ratu Duyung yang bertubuh jangkung mendatanginya kemudian menjentikkan tangannya. Serta merta sekujur tubuh Wir0 menjadi kaku. Mulutnya pun tak bisa bersuara lagi! Gadis yang barusan men0t0k Wir0 secara aneh maju lebih dekat. Dua tangannya bergerak cepat sekali ke arah matanya kiri kanan. Wir0 merasa sepasang matanya cuek sekali.
Tapi hanya sesaat. Di lain kejap rasa cuek itu berubah dengan sengatan panas yang sakitnya bukan main. Wir0 hendak berteriak namun mulutnya terkancing gagu! Pada ketika itu juga ia tidak melihat apa apa lagi selain gelap mengelam dan menggidikkan.
“Ya Tuhan! Apa yang dilakukan mereka padaku?! Aku tak bisa melihat! Mereka mencungkil kedua mataku! Aku benar benar buta!”
Darah mengucur dari kedua mata Pendekar 212 yang kini hanya merupakan r0ngga dalam dan besar mengerikan. Darah mengucur membasahi pipi. Dewa Ketawa yang menyaksikan peristiwa itu cuma bisa kerenyitkan mata , tak bisa bergerak tak bisa keluarkan suara. Kalau saja ia tidak dalam keadaan tert0t0k , sesudah menyaksikan kengerian itu sudah niscaya ia akan tertawa gelak gelak. Ketika berpaling ke samping dilihatnya gadis jangkung tadi tengah meletakkan dua buah benda bulat putih hitam di atas sebuah baki kecil dari kerang laut.
“Gila! Apa betul dua benda itu sepasang mata anak setan itu…?” pikir Dewa Ketawa. Perutnya terasa mual. Tengg0r0kkannya mirip mau muntah. Tengkuk 0rang renta gendut ini jadi merinding. “Benar benar gila! Seumur hidup rasa rasanya gres sekali ini saya merinding ngeri!” Lebih lebih ketika ia c0ba melirik memperhatikan ke samping , melihat bagaimana keadaan muka Pendekar 212 sekarang! Muka c0w0k ini kini terpentang tanpa sepasang mata!
“Dunia aneh…Bagaimana mereka bisa melaksanakan keganasan ini?! Tapi…eh , apakah saya merasa sakit sewaktu lidahku dicabut? Memang saya melihat ada darah mengucur dari mulut. Tapi mengapa saya taidak merasa sakit sama sekali? Kuharap S0batku Muda itu juga tidak merasa sakit walau kedua matanya dicungkil begitu rupa!
Hukuman gila macam apa ini! Aku kepingin tertawa , tapi mengapa tidak bisa? Celaka!
Kalau saya nanti tak bisa tertawa lagi selama lamanya akan ku0brak abrik daerah ini!
Akan kuhajar mereka semua! Tapi apakah saya tega melaksanakan itu terhadap para gadis yang bagus cantik itu? Ratu Duyung kamu menciptakan saya betul betul sengsara. Hidup tanpa tawa…. Rasanya lebih baik mati saja!”
*
* *
TIGA
Malam terasa lebih cuek dari malam malam sebelumnya. Ini yaitu malam ketiga atau malam terakhir Pendekar 212 Wir0 Sableng dan kakek gendut berjuluk Dewa Ketawa menjalani eksekusi , diikat secara aneh ke kerikil putih besar. Wir0 dalam keadaan tanpa mata dan dilanda sakit terus menerus. Dewa Ketawa masih untung. Walau lidahnya dicabut namun tidak mengalami rasa sakit sedikitpun. Malah ketika itu ia tengah tertidur nyenyak. Dari tengg0r0kkannya terdengar bunyi meng0r0k aneh padahal ia dalam keadaan tert0t0k hingga tak bisa bergerak dan seharusnya juga tak bisa bersuara.
Sepasang pendengaran murid Sint0 Gendeng dari Gunung Gede tiba tiba mendengar sesuatu. Bersamaan dengan itu ia mencicipi adanya tekanan tekanan halus yang menggetarkan kerikil yang dipijaknya.
“Dewa Ketawa , bangunlah!” ujar Wir0. Tapi suaranya tidak keluar. Pemuda ini lupa kalau dirinya berada dalam keadaan tert0t0k hingga tak bisa bersuara. Ketika ia tidak bisa mendengar suaranya sendiri gres ia sadar. Dalam hati ia berkata.
“Ada sese0rang mendekati daerah ini. Pasti Ratu Duyung…Hemmm… Mau apa ia kemari? Menambah siksaan lagi?! Sialan! Kalau saja mereka tidak mencungkil mataku niscaya saya sanggup melihat tampang makhluk bagus tapi kejam itu! Kalau saja mulutku bisa berucap niscaya sudah kusempr0t ia ketika ini!”
Langkah langkah 0rang yang mendatangi lenyap. Namun Wir0 sanggup mengira kalau 0rang itu berhenti dan tegak sekitar beberapa langkah di hadapannya. Dia sanggup mendengar hembusan napas 0rang ini dan hidungnya mencium busuk tubuhnya yang harum.
“Saudara…” satu bunyi wanita menegur.
“Hemmm… bukan Ratu Duyung ,” membatin Pendekar 212.
Lalu ada jari jari tangan mengelus pangkal lehernya. Serta merta jalan bunyi Wir0 terbuka dan ia bisa berbicara namun yang keluar ketika itu yaitu bunyi mengeluh setengah mengerang.
“Kau niscaya tersiksa dalam hukumanmu…” wanita di hadapan Wir0 kembali berkata.
“Namanya saja dihukum. Siang dipanggang sinar matahari , malam diguyur embun dan udara dingin! Dan kedua mataku yang dicungkil sakitnya bukan kepalang.
Uh…! Katakan siapa kamu adanya?! Kau bukan Ratu Duyung. Apa kamu disuruh wanita itu tiba tanpa setahunya…”
“Uh…” Wir0 mengeluh lagi. “Lalu apa maksud kedatanganmu membisu diam kemari?”
“Kami…Maksudku anak buah sang Ratu yang melaksanakan eksekusi telah kesalahan tangan. Sebelum ia menjatuhkan eksekusi , ia lupa mematikan indera perasaan luarmu hingga selama ini kamu niscaya sangat tersiksa….”
“Kau ini bicara gila atau bagaimana? Setelah dua hari dua malam dipentang di sini kamu tiba dan bicara segala hal yang menciptakan saya jengkel! Dengar baik baik… Kalau saya nanti dilepas saya akan membalas semua ini! Bilang sama Ratumu dan pergi dari sini!”
“Jangan salah sangka. Aku tiba untuk men0l0ngmu…”
Wir0 menyeringai. “Kau bisa membebaskanku?!”
“Tidak….”
“Kalau begitu lekas minggat dari hadapanku!” hardik Pendekar 212.
“Dengar dulu. Sebenarnya saya memang bisa membebaskanmu. Tapi saya tak akan melaksanakan ket0l0lan itu!”
“Mengapa tidak mau? Ket0l0lan apa maksudmu?!”
“Kami di sini hidup di bawah perintah Ratu Duyung dan kami semua harus patuh.
Jika hingga salah dan dijatuhi eksekusi , nasib kami akan celaka seumur hidup. Tak ada jalan kembali….”
“Tak ada jalan kembali? Apa maksudmu?” bertanya murid Sint0 Gendeng.
“Aku tak bisa memberi penjelasan. Kuharap saja kelak kamu bisa tahu sendiri.
Sekalipun saya mend0r0ng membebaskan dirimu…”
“Dan mengembalikan dua mataku!” ujar Wir0 pula.
“Ya…. Ya… membebaskan dan mengembalikan dua matamu….”
“Tunggu dulu… Jika dua mataku dikembalikan apa penglihatanku bisa masuk akal mirip semula? Kau tahu b0la mata itu punya ribuan urat kecil kecil. Apa bisa bertaut lagi ke asalnya?”
“Jika dua matamu dipasang kembali penglihatanmu akan masuk akal mirip semula.
Malah…” Anak buah Ratu Duyung hentikan ucaapannya.
“Malah apa….?”
“Maafkan aku. Aku tak bisa memberi keterangan lebih jauh…. Seperti kataku tadi sekalipun kamu bebaskan dan dua matamu kupasang lagi kamu tak mungkin l0l0s dari daerah ini. Jangankan insan biasa , setan atau jin pun tidak bisa keluar dari daerah ini jikalau tidak dikehendaki 0leh Ratu Duyung….”
“T0bat , daerah celaka macam apa ini!” kata Wir0 mengumpat dan memaki.
“Dengar , saya hanya bisa men0l0ng melenyapkan rasa sakit yang kamu rasakan ketika ini…”
“Percuma….! Setelah dua hari dua malam saya dipentang tersiksa mirip ini kamu gres datang! Aku yakin kamu hanya hendak menyiasati diriku….”
“Kau salah sangka….” Kata anak buah Ratu Duyung kemudian ujung jari tangan kirinya ditusukkan ke dada Wir0. Saat itu juga segala rasa sakit yang diderita Pendekar 212 serta merta lenyap.
“Hmmm….”Murid Sint0 Gendeng bergumam.”Ternyata kamu tidak dusta….Aku menghaturkan terima kasih.”
“Sekarang aklu harus pergi. Sebelum pergi saya terpaksa menutup jalan suaramu kembali…”
“Tunggu!” ujar Wir0. “Dua mataku itu , kamu tahu dimana disimpannya?”
“Sang Ratu sendiri yang menyimpan. Kurasa di kamar tidurnya….”
“Sudah….Aku pergi sekarang…..”
“Sebentar , katakan siapa namamu….”
“Di daerah ini tidak satu pun dari kami mempunyai nama….”
“Benar benar edan! Masakan 0rang tidak punya nama….?!”
”Aku tidak bisa menerangkan . Aku harus pergi….”
“Wir0 berpikir , mengingat ingat. “Aku tahu…. Kau niscaya gadis jangkung yang men0t0k dan mencungkil kedua mataku….” Si gadis tercekat.
“Gadis jangkung , saya ingin tahu mengapa kamu mau men0l0ngku?” bertanya Wir0.
“Mengapa kamu mau bersusah susah men0l0ngku?”
“Sebenarnya saya akan men0l0ng semenjak hari pertama kamu dibawa dan diikat di daerah ini. Tapi penjagaan ketat sekali. Temanmu si gemuk itu lebih beruntung lantaran perasaannya dihilangkan lebih dulu hingga walau lidahnya dic0p0t ia tidak merasa apa apa…”
“Kau belum menjawab mengapa kamu men0l0ngku!” kata Wir0 kembali.
“Tak b0sa kuterangkan. Aku mendengar ada yang datang….” Lalu cepat sekali gadis di hadapan Wir0 pergunakan telunjuk tangan kanannya menggurat leher c0w0k itu. Saat itu juga Pendekar 212 tak bisa bicara lagi.
*
* *
SIANG hari ketiga. Matahari bersinar terik. Panasnya bukan kepalang se0lah
berada tepat di atas kepala. Baik Dewa Ketawa maupun Wir0 ketika itu tiba tiba mendengar langkah langkah kaki mendatangi. Lebih dari satu 0rang. Lalu terdengar bunyi sese0rang yang dikenalinya bukan lain bunyi Ratu Duyung.
“Hukuman telah berakhir. Kembalikan pengecap tamu berjulukan Dewa Ketawa itu ke dalam mulutnya!”
Sepi sesaat. Lalu Wir0 mendengar langkah langkah kaki mendekati s0s0k Dewa Ketawa yang terpentang dalam keadaan terikat di kerikil putih. Sepasang mata kakek sakti ini perhatikan gadis jangkung melangkah ke hadapannya. Di sebelahnya ada gadis lain yang melangkah sambil membawa baki dari kerang. Di atas baki kelihatan sebuah benda merah berdarah bergerak gerak.
“Gila! Itu lidahku sendiri!” Dia merasa ngeri melihat lidahnya sendiri yang lenyap selama tiga hari.
Gadis jangkung ambil benda di atas baki kerang. Tangannya bergerak cepat.
“Cleeppp!”
Wir0 sempat mendengar bunyi itu. Sunyi sesaat . Dewa Ketawa berusaha menggerakkan mulutnya tapi tak bisa lantaran masih dalam keadaan tert0t0k.
“Lidah sudah dipasang kembali Ratu. Kami menunggu perintah lebih lanjut!” anak buah sang Ratu yang bertubuh jangkung memberi tahu.
“Lepaskan ikatan tali sakti biru!” Ratu Duyung menjawab.
Gadis jangkung acungkan jari telunjuk tangan kanannya. Ujung jari membersitkan sinar biru. Ketika ujung jari itu diarahkan pada tali yang melibat tubuh Dewa Ketawa , terdengar bunyi letupan berkepanjangan. Tali itu serta merta lenyap tanpa bekas. Dewa Ketawa merasa lega namun ia masih tak bisa bersuara dan bergerak.
“Lepaskan t0t0kannya. Buka jalan darah dan pengunci uratnya!” Terdengar kembali bunyi Ratu Duyung.
Anak buah Sang Ratu yang bertubuh jangkung usapkan tangan kanannya di atas leher Dewa Ketawa kemudian menekan p0t0ngan dada 0rang renta itu dengan ujung jarinya.
“Eh…eh…eh!” terdengar bunyi Dewa Ketawa. Dia gerakkan kedua tangannya.
Mulutnya dubuka lebar lebar. Lalu terdengar bunyi tawanya menggelegar. “Tiga hari tiga malam tak bisa ketawa! Sekarang saya mau tertawa sepuas puasnya!” katanya sambil pukul pukulkan tangan kanannya ke dada!
Semua 0rang yang ada di daerah itu , termasuk Ratu Duyung yang berkepandaian paling tinggi diantara mereka getaran hebat pada gendang pendengaran masing masing.
Mereka terpaksa tutup jalan pendengaran dengan telapak tangan. Malang bagi Penekar 212 lantaran ia masih dalam keadaan terikat dan tert0t0k tak bisa pergunakan dua tangan untuk menekap telinga. Dua l0bang telinganya mirip ditusuk paku! Kepalanya mirip meledak ledak.
“Kalau setan ganjal Kerbau Bunting ini tidak hentikan tawanya , telingaku bisa pecah!” ujar Wir0 dalam hati.
Mendadak Dewa Ketawa memang hentikan tawanya. Sambil menatap kearah Ratu Duyung dalam hati ia berkata. “Aneh , mengapa bunyi tertawaku jadi begitu dahsyat? Se0lah 0lah ada satu kekuatan hebat dalam tubuhku. Bukan… bukan di tubuhku , tapi di mulutku! Tepatnya di lidahku! Hemmm…. Apa g0t0ng r0y0ng yang telah dilakukan wanita bagus ini padaku? Ada satu keganjilan , satu belakang layar dibalik eksekusi yang dijatuhkannya padaku. Jangan jangan…
Setelah menatap sejurus lagi pada Ratu Duyung Dewa Ketawa kemudian berkata. “Ratu… Aku yang renta ingin bertanya….”
Ratu Duyung angkat tangan kanannya dan mem0t0ng ucapan Dewa Ketawa.
“Hukumanmu sudah diakhiri. Kau kini bebas pergi. Sebenarnya sesuai undangan masih ada dua hari waktu tersisa bagimu di daerah kami. Namun dengan berat hati saya terpaksa memintamu untuk pergi kini juga… Di lain waktu mungkin kami akan melayangkan undangan lagi untukmu berkunjung ke sini….”
Ratu Duyung berpaling pada empat 0rang anak buah yang ada di dekatnya kemudian berkata. “Antarkan tamu kita ke Pintu Gerbang Perbatasan….”
Dewa Ketawa hendak menyampaikan sesuatu namun sadar kalau tak ada kemungkinan lagi baginya untuk membuka lisan , apalagi membantah putusan sang Ratu maka diapun menjura kemudian berkata. “Ratu Duyung , saya mengucapkan terima kasih atas segala kebaikanmu…” habis berkata begitu Dewa Ketawa berpaling pada Wir0.
“anak ini… kalau saya pergi nasib apa yang bakal menimpanya. Praktis mudahan saja ia mendapatkan sesuatu yang tidak lebih buruk dari aku…” Sekali lagi Dewa Ketawa menjura pada Ratu Duyung kemudian ia melangkah mengikuti empat 0rang anak buah Ratu Duyung yang mengapitnya meninggalkan daerah itu.
“Heran renta Bangka gendut itu!” Pendekar 212 berkata dalam hati. “Sudah dijatuhi eksekusi malah masih mau bilang terima kasih. Dasar gendut geblek!”
“Ratu , kami siap menjalankan perintah selanjutnya!” Gadis jangkung anak buah Ratu Duyung memberi tahu sesaat kemudian.
Sang Ratu mengangguk. Se0rang anak buahnya yang lain muncul sambil membawa sebuah baki kerang. Di atas baki itu terletak dua buah benda yang bukan lain yaitu sepasang mata Pendekar 212.
“Kembalikan kedua matanya!” ujar sang Ratu.
Gadis bertubuh jangkung melangkah ke hadapan Wir0. Gadis yang membawa baki kerang juga ikut mendekat. Saat itu Wir0 mencium busuk harum memasuki jalan pernapasannya. “Hemmm….pasti ia ini gadis yang kemarin mendatangiku….” Selagi Wir0 berpikir mirip itu tiba tiba ia mendengar bunyi “Cleppp! Clepp!” Bersamaan dengan itu ia merasa ada dua benda berhawa sejuk masuk ke dalam r0ngga matanya kiri kanan. Di ketika yang sama kegelapan selama tiga hari tiga malam menyungkup pemandangannya kini lenyap.
“Astaga! Aku bisa melihat lagi!” Wir0 berteriak dalam hati. Yang pertama sekali dilihatnya yaitu satu wajah bagus berada dekat di depannya. Wajah gadis jangkung anak buah Ratu Duyung. “Ah , si pen0l0ngku ternyata berwajah paling bagus diantara semua gadis di daerah ini…” ujar Wir0. Walau tidak mengerti bagaimana semua ini bisa terjadi , namun disamping bersyukur sifat usilnya kembali muncul. Wir0 kedipkan mata kirinya pada gadis jangkung di hadapannya , menciptakan gadis ini menjadi merah wajahnya dan cepat cepat melangkah mundur. Tapi langkahnya tertahan ketika sang Ratu memberi perintah.
“Lepaskan ikatan. Bebaskan dirinya dari t0t0kan!”
Gadis jangkung kembali maju mendekati Wir0. Tangan kanannya diangkat.
Telunjuk diacungkan. Begitu ujung jarinya mengeluarkan sinar biru segera ia arahkan ujung jari itu pada tali biru sakti yang mengikat sekujur tubuh Wir0 ke kerikil putih.
Seperti waktu tadi membebaskan Dewa Ketawa tali sakti itu keluarkan bunyi letupan berkepanjangan dan gres berhenti sesudah seluruh tali mistik secara aneh.
Dengan ujung jari yang sama gadis jangkung itu kemudian mengusap leher Wir0 dan men0t0k dadanya. Serta merta jalan bunyi yang menciptakan sang satria menjadi gagu musnah. Begitu ia bisa kedipkan mata kirinya pada si gadis jangkung seraya berkata. “Terima kasih…”
Wir0 usap kedua matanya dan memandang berkeliling. Pemandanganku benar benar pulih mirip semula. Malah… eh… Apa benar ini? Dua mataku malah lebih tajam dari sebelumnya. Aku mirip bisa melihat…. Pendekar 212 berpaling pada Ratu Duyung dan menatap wanita bagus jelita ini lekat lekat.
“Ratu , kami menunggu perintahmu selanjutnya. Apakah tamu yang satu ini akan kami antar juga ke Pintu Gerbang Perbatasan?”
“Dia tidak akan meninggalkan daerah ini!” jawab sang Ratu yang menciptakan Pendekar 212 jadi terkejut.
“Ratu , menurutmu hukumanku telah berakhir. Kau telah membebaskan kawanku si gendut Dewa Ketawa itu. Mengapa kamu masih menahan diriku di sini…?” Tanya Murid Sint0 Gendeng.
Ratu Duyung tidak menjawab. Men0lehpun tidak pada Wir0. Sebaliknya sambil memutar tubuh meniggalkan daerah itu ia berkata pada anak buahnya. “Antarkan tamu ini ke Ruang Penantian!”
*
* *
EMPAT
Yang disebut Ruang Penantian ternyata sebuah ruangan kecil berbentuk segitiga.
Dua dinding terbuat dari kerikil berwarna merah sedang p0t0ngan depan terbuka merupakan jalan masuk. Empat 0rang anak buah Ratu Duyung memberi isyarat supaya Wir0 duduk di sebuah kerikil rata pada sudut segi tiga sebelah dalam. Setelah Wir0 duduk di atas kerikil itu salah se0rang anak buah Ratu Duyung berkata.
“Tetap di tempatmu hingga Ratu kami datang. Jangan c0ba c0ba meninggalkan ruangan ini walau satu langkahpun!”
Pendekar 212 garuk garuk kepala. “Rupanya saya masih sebagai tawanan di daerah ini…” katanya.
Gadis yang tadi berkata menjawab. “Hanya Ratu yang layak memberi tahu peri keadaan dirimu di daerah ini1”
Wir0 melirik pada belahan baju hitam di p0t0ngan dada si gadis yang begitu lebar hingga buah dadanya tersembul menantang. “Kalau kamu bersedia menemaniku di ruangan ini hingga seribu haripun saya bisa betah berada di sini…”
“Plakkk!”
Satu tamparan mendarat di pipi Wir0. Tidak terasa tapi cukup menciptakan Murid Sint0 Gendeng ini jadi tersentak. Ketika ia bangun berdiri hendak memegang tangan si gadis yang menampar , sambil mundur dua langkah gadis itu acungkan jari telunjuk tangan kanannya kearah Wir0. Melihat ujung jari yang memancarkan cahaya biru itu Pendekar 212 menjadi bimbang dan perlahan lahan ia duduk kembali ke atas kerikil rata di sudut ruangan.
Gadis yang barusan menampar putar tubuhnya. Tiga temannya mengikuti. Wir0 hanya bisa usap usap pipi. Namun mendadak ia terl0njak lantaran dari atas p0t0ngan yang terbuka dari mana ia digiring masuk tiba tiba tujuh buah tiang besi sebesar betis menderu turun. Tujuh tiang ini berwarna merah membara dan memancarkan hawa panas! Sadarlah kini Wir0 kalau ia memang masih tetap menjadi tawanan!
“Kurang ajar!” maki murid Sint0 Gendeng. Dia melangkah ke arah tujuh besi tapi terpaksa mundur 0leh hawa panas tang membersit. “Aku punya dugaan diriku akan diperlakukan semena mena. Sebaiknya saya mencari jalan l0l0s!” Maka murid Sint0 Gendeng segera siapkan satu pukulan sakti. Setelah mengerahkan tenaga dalam ia hantamkan tangan kanannya ke arah f0rmasi besi besi panas membara.
“Wutttt!”
Pukulan “segulung 0mbak menerpa karang” menghantam empat jeruji besi dengan telak. Empat tiang besi itu memancarkan sinar merah menyilaukan dan panas luar biasa hingga Wir0 mel0mpat mundur ke sudut ruangan. Ketika ia memandang ke depan ternyata empat tiang besi itu jangankan ambr0l , cacat sedikit pun tidak!
Penasaran Pendekar 212 segera siapkan pukulan “sinar matahari” Tangan kanannya serta merta bermetam0rf0sis putih laksana perak berkilauan. Pada ketika ia hendak menghantam ke depan tiba tiba ses0s0k tubuh muncul diseberang tiang tiang besi itu. Satu bunyi menggema di Ruang Penantian.
“Mengapa menghabiskan tenaga? Tidak ada satu pukulan saktipun yang sanggup menembus pagar besi panas itu!”
Wir0 turunkan tangannya. Memandang ke depan dilihatnya Ratu Duyung tegak se0rang diri di seberang ruangan.
“Ratu , apa maksudmu menahan diriku di sini?!” tanya Wir0.
Sang Ratu tidak segera menjawab tapi melangkah mendekati tiang tiang besi.
Lalu lezat saja kedua tangannya memegang dua tiang yang panas dan merah membara itu. Padahal jangankan tangan insan , sep0t0ng besipun jikalau ditempelkan ke tiang yang membara itu niscaya akan leleh! Sebaliknya sang Ratu hening tenang saja se0lah memegang tiang besi yang dingin!
“Aku tidak menahanmu. Aku hanya ingin kepastian!” Rati Duyung menjawab.
Wir0 megerenyit tak mengerti. “Kepastian apa?”
“Bahwa kamu dan kawanmu Dewa Ketawa itu tidak menipuku!”
“Eh , memangnya saya sudah berbuat apa? Aku memang mengaku salah telah mengintip anak anak gadismu mandi di telaga. Tapi saya sudah mendapatkan hukuman!
Sekarang tampaknya kamu sengaja mencari cari kesalahan lain…Apa g0t0ng r0y0ng yang ada dalam pikiranmu Ratu? Mengapa kamu tidak membebaskan diriku mirip kamu membebaskan Dewa Ketawa?”
Ratu Duyung menjawab. “Pada saatnya kaupun akan kubebaskan. Tapi saya perlu membuktikan satu hal bahwa kamu benar benar Pendekar 212 dan bahwa kulitmu yang hitam itu benar benar jawaban sejenis 0bat…”
“Astaga! Bukankah Dewa Ketawa sudah meyakinimu bahwa saya yaitu Pendekar 212 dan kamu telah mempercayainya….”
“Betul , tapi dalam hidup keyakinan itu bisa berubah. Karenanya saya perlu membuktikan. Kau berkata bahwa kulitmu yang hitam jawaban 0bat yang kamu telan.
Diberikan 0leh sese0rang untuk menyelamatkan nyawamu. Kau juga menerangkan warna kulitmu yang hitam itu bisa hilang bila tersentuh sinar bulan purnama. Nah itu yang harus kita buktikan. Jika ternyata kelak sentuhan sinar rembulan tidak merubah kulitmu , berarti kamu telah menipuku. Kau bukan Pendekar 212 Wir0 Sableng!”
Sesaat Wir0 jadi terdiam. “Apa yang saya lakukan padamu yaitu sesuai dengan yang diucapkan pen0l0ngku. Kalau ia berdusta apakah saya bisa disalahkan?”
“Mungkin si pen0l0ng yang berdusta , mungkin juga kau!” Kita akan buktikan.
Dua malam lagi bulan purnama empat belas akan muncul. Itu saatnya kamu akan membuktikan siapa dirimu…”
“Dua malam lagi….?” Mengulang Wir0. “Menurut perhitunganku bulan purnama gres muncul di langit sekitar dua belas hari lagi!”
Ratu Duyung tertawa. “Di daerah ini waktu berputar sepuluh hari lebih cepat dari duniamu sana. Kau hening tenang saja menunggu di ruangan ini. Jika memang kamu Pendekar 212 sejati dan apa yang dikatakan pen0l0ngmu benar , mengapa harus takut…?”
“Siapa bilang saya takut?!” tukas Wir0 yang tidak sanggup lagi menahan jengkelnya.
Ratu Duyung membalikkan tubuhnya. Waktu membalik belahan bajunya di p0t0ngan pinggul tersingkap lebar. Jantung Wir0 jadi berdegup keras malihat paha , pinggul dan bahkan p0t0ngan pinggul sebelah atas sang Ratu. Sesaat kemarahannya menjadi kendur. Tanpa banyak bicara ia duduk di atas kerikil datar.
“Kau tentu lapar. Aku akan suruh anak buahku mengantarkan buah buahan ,” kata Ratu Duyung pula sebelum berlalu dari daerah itu. Murid Sint0 Gendeng tak menjawab. Matanya masih memandangi s0s0k tubuh p0t0ngan bawah sang Ratu hingga akhirnya wanita bagus itu lenyap di balik kel0kan l0r0ng batu.
Berada sendirian lantaran tak tahu apa yang harus dilakukannya Wir0 duduk bersandar ke dinding kerikil merah. Dia ingat pada gurunya Eyang Sint0 Gendeng. Lalu pada si Raja Penidur dan Kakek Segala Tahu. Dia mirip meratapi lantaran menganggap gara gara tiga 0rang sakti itulah ia hingga tersesat dan kini mendekam di ruangan ini.
Dia ingat pula pada kitab Putih Wasiat Dewa yang hingga ketika ini masih belum terang dimana beradanya. Lalu muncul tampang buruk 0rang bercaping dan berpenyakit cacar dengan bahtera putihnya itu. Wir0 menarik napas panjang. Tiba tiba ia ingat pada Bidadari Angin Timur. Sejak peristiwa mereka mencebur masuk ke dalam telaga beberapa waktu kemudian ia merasa ingin selalu dekat dengan gadis itu. “Di mana ia sekarang…? Ah , waktu di atas bahtera putih…Kalau saja ia melihatku…Lalu bila saya bisa selamat keluar dari sini kurasa lebih baik mencari gadis itu lebih dulu dari pada mencari Kitab Putih Wasiat Dewa. Aku merindukannya! Gila! Apa ini yang dinamakan jatuh cinta?!” Murid Sint0 Gendeng garuk garuk kepala. Ketika ingatannya hingga pada senjata mustikanya , Wir0 jadi menarik napas dalam lagi. “Tiga Bayangan Setan , Elang Setan…. Dua bedebah itu akan kupecahkan kepala mereka!”
Wir0 bangun berdiri kemudian melangkah mundar mandir di ruangan yang tak seberapa besar itu. Tiba tiba ia mendengar langkah langkah kaki di ujung l0r0ng. Tak Lama kemudian muncul se0rang gadis berpakaian hitam. Di tangannya ia membawa sebuah baki berisi beberapa macam buah buahan. Pada pinggangnya tergantung sebuah kendi kecil. Sesaat kemudian gadis ini hingga di depan tujuh tiang besi merah panas. Dia menatap Wir0 sebentar kemudian baki dimiringkannya. Aneh!” Walau baki dimiringkan , buah buahan yang ada di atasnya sama sekali tidak berjatuhan! Lewat celah kecil antara dua buah tiang besi si gadis mel0l0skan baki berikut buah buahan itu.
Baik baju hitam maupun tangannya sama sekali tidak cedera ketika bersentuhan dengan dua tiang besi.
“Lekas ambil…” kata si gadis pada Wir0.
“Aku tidak lapar.!” Jawab Pendekar 212.
“Jangan t0l0l!” si gadis membentak halus. Karena Wir0 tak mau mengulurkan tangan untuk mengambil baki berisi buah buahan itu si gadis kemudian melemparkan baki ke dalam ruangan. Baki jatuh tepat di atas kerikil datar , tidak bersuara dan tak satupun buah buahan di atasnya menggelinding jatuh!
“Ini…!” si gadis ulurkan kendi kecil.
“Apa isi kendi itu?” tanya Wir0.
“Air!” jawab si gadis. “Itu diberikan atas perintah Ratu. Dan saya menambahkan sejenis bubuk ke dalamnya supaya kamu bisa bertahan selama dua hari…”
“Hemmm…. Kau bermaksud baik padaku. Aku mengucapkan terima kasih ,” kata Wir0 seraya ulurkan tangan kirinya untuk mendapatkan kendi kecil itu. Begitu Wir0 memegang kendi , si gadis cepat ulurkan jari jarinya memegang lengan Pendekar 212 dan berbisik.
“Dengar , saya bisa men0l0ngmu keluar dari daerah ini. Kau bisa bebas kembali ke duniamu. Tapi dengan satu perjanjian…”
Wir0 pandangi wajah si gadis. Dia memang bagus namun dibandingkan dengan gadis jangkung serta sang Ratu kecantikannya belum bisa menyamai.
“Perjanjian apa?” tanya Pendekar 212.
“Kau harus ganti men0l0ngku.”
Wir0 garuk garuk kepalanya.” Setahuku tak se0rangpun di daerah ini bisa membebaskan diriku. Ratumu sangat sakti dan para pengawaknya , sahabat temanmu itu menjaga setiap sudut dengan ketat.”
Gadis itu tersenyum. “Mereka semua memang tidak bisa berbuat apa apa lantaran mereka tidak tahu apa yang saya tahu.”
Eh , apa yang kamu ketahui!”
“Aku tahu belakang layar membuka tujuh tiang besi panas itu. Aku juga tahu belakang layar yang mereka tidak tahu…”
Wir0 tersenyum. “Kau gadis baik. Tapi pert0l0nganmu mungkin akan sia sia belaka. Kau bisa celaka kalau sang Ratu mengetahui pengkhianatanmu…”
“Aku tidak berkhianat pada siapapun , juga terhadap sang Ratu. Aku hanya ingin membebaskan diri keluar dari daerah ini. Dan cuma kamu yang bisa men0l0ngku!”
“Aku tak bisa men0l0ng diriku sendiri. Bagaimana saya bisa men0l0ngmu?” tanya Wir0.
“Kau niscaya bisa. Dengar , saya akan segera membuka tujuh tiang besi panas ini.
Setelah itu kamu akan menyebadaniku di situ…”
“A…Apa?!” tanya Wir0 dengan b0la mata membesar kemudian melirik ke belahan dada si gadis dengan jantung berdebar. “Mengapa saya harus menyebadanimu?!”
“Itu satu satunya jalan. Dengar , kita tidak punya waktu banyak. Nanti akan kuterangkan…”
Wir0 geleng gelengkan kepala. Dalam hati ia berkata. “Waktu saya tertangkap tangan mengintip mereka mandi , mataku dic0p0t tiga hari. Kalau saya tertangkap berair menyebadani gadis satu ini niscaya anuku akan ditanggalkan. Bukan cuma tiga hari! Bisa bisa selama lamanya! Celaka diriku!”
Selagi Wir0 berpikir begitu tiba tiba ia mendengar bunyi berdesir. Astaga! Wir0 melihat tujuh jalur tiang besi panas membara perlahan lahan naik ke atas! Makin lama makin tinggi. Pada ketika ketinggian mencapai sepinggul tiba tiba satu bayangan berkelebat menyusul bentakan keras.
“Tidak kusangka! Ada pengkhianat di daerah ini!”
Gadis di depan Wir0 menjadi pucat pasi. Keluarkan bunyi tertahan kemudian jatuhkan diri ketakutan setengah mati!
*
* *
LIMA
Ratu Duyung tegak dengan tangan kiri diletakkan di pinggang. Dia lambaikan tangan kanannya. Tujuh tiang besi yang tida naik ke atas perlahan lahan kembali turun menutup ruangan segi tiga itu.
“Berdiri!” hardik sang Ratu.
Gadis baju hitam yang mendekam di lantai perlahan lahan berdiri. Tubuhnya bergetar hebat dan wajahnya seputih kain kafan.
“Kau tahu kesalahanmu?!” hardik sang Ratu.
“Sa…Saya tahu Ratu….”
“Katakan!”
“Saya …. Saya berkhianat. Saya hendak membebaskan c0w0k ini. Saya tahu saya salah…”
“Itu kesalahan pertama dan bisa kuanggap kecil. Tapi lekas katakan kesalahanmu yang kedua yang sangat besar dan tak ada ampunannya!”
“Saya….. saya hendak membuka satu belakang layar pada c0w0k ini. Saya mengajaknya……”
“Cukup!” hardik sang Ratu. “Kau tahu apa eksekusi yang bakal kamu terima?!”
Si gadis mengangguk dan jatuhkan diri ke lantai. Kelihatannya ia pasrah mendapatkan eksekusi lantaran tak mungkin mengelak tak mungkin minta ampun.
Ratu Duyung angkat tangan kanannya. Jari telunjuk tiba tiba mengeluarkan cahaya biru angker. Perlahan lahan jari itu ditudingkan , turun ke arah s0s0k tubuh anak buahnya yang berlutut di lantai.
Ujung jari bergerak tiga kali berturut turut. “Wuttt! Wuttt! Wuttt!”
Cahaya biru berkiblat. Gadis di lantai keluarkan pekikan panjang. Lalu terputus!
Ketika Wir0 menatap ke depan , dinginlah tengkuk murid Sint0 Gendeng ini!
Diantara kepulan asap yang menebar busuk sangit mirip daging dipanggang Wir0 melihat sisa tubuh si gadis kini hanya tinggal jerangk0ng alias tulang belulang berwarna biru!
“Ilmu kesaktian apa yang barusan dilancarkan wanita ini hingga dalam sekejapan bukan saja membunuh anak buahnya tapi juga merubahnya menjadi jerangk0ng!” Murid Sint0 Gendeng membatin. Lalu pandangannya dialihkan pada wajah Ratu Duyung yang tampak cuek , hening se0lah tak ada terjadi apa apa di daerah itu.
Dia membunuh gadis bagus anak buahnya mirip membalikan telapak tangan saja! Saat ia memandangi Ratu Duyung mirip itu , sang Ratu tiba tiba palingkan mukanya ke arahnya. Pandangan mereka saling beradu. Untuk beberapa lamanya tak ada yang mau menghindar ataupun berkesip. Pendekar 212 tak mau menghindar ataupun berkesip.
Pendekar 212 tak mau mengalah. Dia memandang terus hingga membisu diam Ratu Duyung merasa getaran aneh menjalari tubuhnya. Perempuan ini masih berusaha terus menantang pandangan Wir0 namun akhirnya sambil menjentikan dua jari tangan kanannya ia memandang ke langit langit di atasnya. Tak lama sesudah bunyi jentikannya menggema di sepanjang l0r0ng kerikil , empat 0rang gadis berpakaian hitam muncul.
“Singkirkan sampah tak mempunyai kegunaan ini!” kata sang Ratu sambil mengg0yangkan kepalanya ke arah tulang belulang yang bergeletakan di lantai.
Empat anak buah Ratu Duyung segera melaksanakan apa yang diperintahkan. Tak lama sesudah jerangk0ng biru diangkat dari daerah itu Ratu Duyung balikkan tubuhnya Sebelum mengerling ke arah Pendekar 212 Wir0 Sableng.
*
* *
Berselang dua hari empat 0rang anak buah Ratu Duyung muncul di depan Ruang Penantian. Keempatnya eksklusif menekap hidung lantaran penciuman mereka disengat 0leh busuk pesing.
Wir0 Sableng tertawa lebar. “Masih untung saya hanya kencing di daerah ini. Kalau saya buang air besar gres kalian rasa! Dua hari disekap tanpa diperkenankan keluar apa tidak gila?!”
“Tak usah banyak bicara. Lekas keluar dan ikuti kami!”kata salah se0rang dari empat gadis.
Kawannya menambahkan. “Jangan c0ba c0ba melarikan diri. Selain tak bakal bisa l0l0s dari daerah ini , salah salah kamu bisa menemui tamat hidup mirip gadis yang c0ba berkhianat dua hari lalu!”
Wir0 keluar dari Ruang Penantian. Sambil melangkah ia menjawab. “Empat 0rang gadis bagus minta saya mengikuti. T0l0l kalau saya melarikan diri. Mau kalian bawa kemana saya ini?!”
“Pertama kamu harus membersihkan diri di Pancuran Putih. Setelah itu kamu akan kami bawa ke Bukit Awan Putih…” menerangkan salah se0rang gadis.
Sesuai keterangan yang dikatakan tadi Wir0 di bawa ke sebuah daerah dimana terdapat sebuah pancuran yang airnya berwarna aneh yaitu bening putih. Di daerah itu telah tersedia seperangkat pakaian hitam higienis lengkap dengan destar hitam.
Wir0 memandang pada empat gadis pengawalnya kemudian bertanya. “Kalian mau ikut mandi sama sama?”
“Jangan berani bicara kurang ajar!” sentak gadis di sebelah kanan. Dia memberi isyarat pada tiga kawannya kemudian Wir0 selesai mandi dan berpakaian ke empat gadis tadi tahu tahu sudah muncul lagi di daerah itu.
“Kalian pengawal pengawalku yang setia!” memuji Wir0 sambil tersenyum.
“Cuma saya sangsi jangan jangan ketika saya mandi ada di antara kalian yang mengintip!”
“Pemuda bermulut lancang! Kalau tidak ingat perintah Ratu membawamu segera ke Bukit Awan Putih mau rasanya kami menghajarmu lebih dulu di daerah in!”
Wir0 tertawa gelak gelak. “S0batku bagus , saya hanya bergurau. Jangan diambil hati. Setiap hari kalian selalu menghadapi suasana yang mencengkam. Apa salahnya sekali sekali bergurau?!”
Empat 0rang gadis itu tidak menjawab. Mereka membawa Wir0 memasuki sebuah l0r0ng. Ketika keluar dari l0r0ng itu Murid Sint0 Gendeng jadi terheran heran. Di depannya ia melihat sebuah dataran tinggi. Ada empat jalur tangga kerikil menuju ke puncak pedataran di atas mana terdapat sebuah kerikil besar bulat berwarna hitam legam. Sekitar sepuluh t0mbak di atas kerikil kelihatan mirip ada awan putih menggantung. Memandang berkeliling yang menciptakan Wir0 merasa heran ialah daerah itu berada dalam keadaan malam hari. Padahal sebelumnya , ketika ia mandi di pancuran hari masih siang!
Agak jauh di sebelah kanan kerikil hitam budar dan rata tampak di sebelah kanan kerikil hitam. Meskipun agak jauh namun Wir0 segera bisa mengenali. 0rang itu bukan lain yaitu Ratu Duyung.
“Naiki tangga sebelah kanan , eksklusif tegak di atas kerikil batu bulat hitam.” Se0rang gadis berpakaian hitam bicara pada Wir0.
Wir0 memandang sekali lagi ke puncak pedataran tinggi.”Malam hari… Apa benar ucapan Ratu Duyung bahwa malam ini bulan purnama empat belas hari akan muncul? Aku sama sekali tidak melihat langit malam. Tak ada bintang bintang. Tempat apa g0t0ng r0y0ng ini…?!”
Satu tangan mend0r0ng punggung Wir0 se0lah memaksanya supaya segera menaiki anak tangga kerikil yang berundak undak sebanyak 77 buah itu. Kakinya terasa pegal dan napasnya agak memburu ketika ia akhirnya hingga di puncak pedataran tinggi dan naik ke atas kerikil rata hitam. Dari tempatnya berdiri ia memandang berkeliling. Di bawah sana semuanya kelihatan serba hitam. Di sebelah atas pemandangan tertutup 0leh awan putih aneh. Wir0 palingkan kepalanya ke kiri , ke daerah dimana Ratu Duyung berdiri sambil rangkapkan dua tangan di depan dada.
Angin malam bertiup kencang dan cuek menyibakkan belahan bajunya di p0t0ngan pinggul hingga auratnya tampak lebih putih dalam gelapnya udara.
“Ratu Duyung , saya tak tahu apa rencanamu! Apakah bulan purnama benar benar akan muncul di daerah ini?!” Wir0 berseru pada Ratu Duyung.
Perempuan bagus itu membisu tak bergerak mirip patung , juga tidak menjawab pertanyaan Wir0 tadi.
“Ratu Duyung! Sebelum hingga di daerah ini hari masih siang! Bagaimana bisa tahu tahu kini hari berubah malam?!”
Ratu Duyung tetap tidak mau memberi dan tidak mau menjawab. Wir0 kemudian mengancam.
“Kalau sang Ratu masih tidak bergerak maupun menjawab Wir0 segera gerakkan kakinya untuk mel0mpat turun dari atas kerikil hitam. Namun gerakkannya tertahan ketika mendadak ada hembusan angin luar biasa kencangnya sehingga tubuhnya mirip mau terseret mental dari atas kerikil hitam. Di sebelah sana dilihatnya pakaian dan rambut Ratu Duyung berkibar kibar tapi tubuhnya tidak bergeming sedikitpun padahal Wir0 setengah mati mempertahankan diri supaya tidak diseret hembusan angin. Sadar tenaga luar tak mungkin membuatnya bertahan terhadap hembusan angin maka murid Eyang Sint0 Gendeng ini segera kerahkan tenaga dalam , salurkan pada ke dua kakinya hingga sepasang telapak kaki Wir0 laksana di pantek ke atas kerikil hitam itu!
Perlahan lahan angin keras surut. Bersamaan dengan itu keadaan di daerah itu berubah dari gelap menjadi terang temaram. Ketika ia mengangkat kepalanya Wir0 jadi tertegun. Awan putih setinggi sepuluh t0mbak di atasnya perlahan lahan bergerak ke arah timur. Dari p0t0ngan yang tidak terhalang lagi merambas cahaya putih redup.
Makin jauh awan bergerak ke timur makin terang cahaya putih itu. Sepasang mata satria 212 mulai melihat langit jauh tinggi di atasnya. Bintang bintang bertaburan.
“Astaga! Itu langit betulan…” kata Wir0 hampir tak percaya.
Lalu Pendekar 212 berdegup keras. Sedikit demi sedikit , dari balik sekel0mp0k awan kelabu menyeruak mnuncul bulan purnama empat belas hari. Wir0 melirik ke arah Ratu Duyung. “Perempuan itu tidak berdusta…” katanya. Langit dan pedataran tinggi bertambah terang begitu bulan purnama muncul semakin besar dan bulat. Cahayanya yang putih jernih jatuh di setiap benda di pedataran tinggi itu termasuk s0s0k tubuh Pendekar 212 yang tegak di atas kerikil hitam. Tiba tiba Wir0 merasa sekujur permukaan kulit tubuhnya menjadi panas. Demikian panasnya hingga bukan saja mandi keringat tapi badannya bergetar keras. Kedua kakinya menjadi g0yah. Dia kumpulkan seluruh tenaga supaya tidak r0b0h.
Lalu entah apa yang terjadi tiba tiba ada letupan letupan kecil disertai kilatan kilatan cahaya putih di sekujur muka dan tubuhnya. Begitu letupan sirna hawa panas lenyap berganti dengan hawa dingin. Demikian dinginya hingga gerahamnya bergemeletukan. Tak sengaja Wir0 memperhatikan ke dua tangannya. Dia hampir tak percaya. Kulit tangannya yang selama ini berwarna hitam pekat perlahan lahan bermetam0rf0sis putih.
“Kulitku berubah… kembali ke warna semula…!” ujar Wir0 gembira. Meskipun tubuhnya ketika itu di selimuti rasa cuek luar biasa tapi kegembiraan menciptakan ia membuka baju hitamnya supaya auratnya lebih tepat terkena siraman cahaya bulan purnama!
“Aku sembuh! Aku sembuh! Terima kasih Tuhan…!”kata Wir0 angkat kedua tangannya tinggi tinggi.Saat itu terbayang wajah Puti Andini , gadis baju merah berkepandaian tinggi yang muncul dengan payung tujuhnya. “Puti , dimanapun kamu berada saya juga menghaturkan terima kasih padamu. Kau tidak berdusta. Kalau tidak berkat 0bat yang kamu berikan saya sudah lama menjadi kerak tanah!”
Udara cuek berangsur angsur lenyap. Pada ketika itulah empat s0s0k tubuh berkelebat di sampingnya. Mereka ternyata empat 0rang anak buah Ratu Duyung.
“Ratu meminta kami membawamu ke Ruang Pertemuan… Beliau siap memperlihatkan wasiatnya padamu…” memberi tahu salah se0rang dari empat gadis.
“Wasiat…Wasiat apa….?” Tanya Wir0. “Maksudmu Kitab Wasiat…?”
“Kau akan bertemu eksklusif dengan Ratu. Tanyakan saja secara langsung….”
Gadis di sebelah kanan mengambil baju hitam yang tercampak di atas kerikil kemudian menyerahkannya pada Wir0 sambil memberi isyarat supaya ia segera mengenakan pakaian itu.
Sambil mengenakan pakaiannya Wir0 perhatikan dadanya. Rajah tiga angka 212 yang selama ini lenyap tertindih warna hitam kulitnya kini muncul terang kembali. Wir0 tersenyum sambil usap usap dadanya. Dia melirik ke arah kiri daerah Ratu Duyung sebelumnya berdiri. Ternyata wanita itu tak ada lagi di situ.
“Hai! Kenapa belum berjalan?! Tunggu apa lagi?!” Gadis di belakang Wir0 bertanya sementara tiga kawannya di sebelah depan tampak tak sabaran ketika mereka melihat Wir0 tegak di atas kerikil hitam datar.
“Tunggu dulu… Mengapa terburu buru? Aku tak akan kabur…!” jawab Pendekar 212. Lalu mirip ia hanya se0rang diri saja ketika itu murid Sint0 Gendeng ini bukan ikat pinggang celana hitamnya. Empat gadis anak buah Ratu Duyung jadi berubah wajah mereka dan ada yang melangkah mundur.
“Apa yang hendak kamu lakukan?!” salah se0rang membentak.
“Jangan berani buat kurang asuh di hadapan kami!” satunya lagi menghardik.
“Siapa mau berbuat kurang ajar!” jawab Wir0 tidak acuh. Begitu ikat pinggang terbuka dan celananya menjadi l0nggar , ia meneliti ke p0t0ngan aurat di balik celana. Lalu sambil mengangkat kepala dan merapikan ikat pinggangnya kembali c0w0k ini senyum senyum sendiri.
“Pemuda aneh , ia mirip 0rang kurang waras tertawa sendiri!” bisik gadis sebelah kanan pada kawannya.
“Apa g0t0ng r0y0ng yang dilakukan 0rang ini?” balik bertanya kawannya.
Pertanyaan itu sempat terdengar 0leh murid Sint0 Gendeng. Tenang saja ia menjawab. “Kalian lihat sendiri keajaiban kulitku tadi. Cahaya bulan purnama menciptakan kulitku yang hitam kembali ke warna aslinya. Tapi saya masih meragu apakah aurat yang terlindung di balik celana ikut berubah warna. Makanya saya perlu menyelidik. Aku tidak mau jadi insan belang. Putih di atas hitam di bawah. Ternyata….”
Wir0 tidak teruskan ucapannya malah memandang pada empat gadis itu sambil tertawa lebar. Tentu saja mereka sama ingin tahu apa yang terjadi. Apakah perubahan warna kulit Wir0 memang menyeluruh atau hanya setengah setengah. Tapi untuk bertanya tentu saja mereka tidak berani. Sebaliknya Wir0 malah menggantung keterangan hingga empat 0rang anak buah Ratu Duyung itu menunggu sambil saling pandang.
“Ternyata…” kata Wir0 pula. “Ternyata memang seluruh kulit tubuhku kembali ke warna asal. Termasuk…” Wir0 tidak teruskan ucapannya tapi keluarkan bunyi tawa bergelak.
Empat gadis berpakaian hitam ketat tampak bersemu merah wajah masing masing.
*
* *
ENAM
Kita tinggalkan dulu Pendekar 212 Wir0 Sableng yang tengah diantar menuju Ruang Pertemuan guna menemui Ratu Duyung. Kita ikuti perjalanan Tiga Bayangan Setan dan kawannya yang berjulukan Elang Setan. Seperti dituturkan dalam Epis0de II (Wasiat Dewa) dua 0rang insan berhati setan itu sesudah merasa berhasil membunuh Pendekar 212 di bukit dekat sumur kerikil di luar Kart0sur0 kemudian berangkat menuju puncak Gunung Merapi daerah salah satu kediaman Pangeran Matahari. Kapak Maut Naga Geni 212 serta kerikil sakti hitam pasangan senjata sakti itu mereka rampas. Di puncak Gunung Merapi dua senjata mustika itu mereka serahkan pada Pangeran Matahari.
Tentu saja sang Pangeran besar hati bukan main. Selain sudah mempunyai Kitab Iblis kini ia juga menguasai dua senjata sakti milik musuh bebuyutannya itu. Dengan Kitab Iblis berada di tangannya ia merasa yakin walau dua senjata mustika itu masih berada di tangan Wir0 ia akan sanggup menamatkan riwayat Pendekar 212. Apalagi kini Wir0 tanpa dua senjata yang diandalkan itu!
Pertemuan dengan Pangeran Matahari , apalagi sanggup menyerahkan Kapak Maut Naga Geni 212 serta kerikil sakti hitam di pihak lain juga menggembirakan Tiga Bayangan Setan dan Elang Setan. Mereka bukan saja menyenangkan hati Pangeran Matahari , tapi sekaligus juga bermaksud menagih k0mitmen mendapatkan 0bat penawar racun seratus hari yang dulu dicek0kan sang Pangeran pada mereka.
Celakanya Pangeran Matahari tidak percaya begitu saja bahwa dua 0rang itu benar benar telah membunuh Pendekar 212. Karena itu ia menyuruh Tiga Bayangan Setan dan Elang Setan untuk membawa p0t0ngan kepala murid Sint0 Gendeng itu. Tiga Bayangan Setan dan Elang Setan tidak bisa berbuat apa apa lantaran kembali Pangeran Matahari menipunya dengan berpura pura memperlihatkan 0bat penawar racun padahal yang mereka telan yaitu racun tiga ratus hari!
Melewati perjalanan yang jauh dan sulit akhirnya Tiga Bayangan Setan dan Elang Setang hingga di bukit di mana terletak sumur kerikil itu. Namun mereka sama sekali tidak menemukan mayat Pendekar 212. Tulang belulang atau jerangk0ngnya pun tidak!
“Celaka! Mayat c0w0k itu tidak ada lagi di sini! Bekasnya pun tidak kelihatan!” kata Elang Setan.
Tiga Bayangan Setan memandang berkeliling. “Bangkai bangkai lainnya masih awut-awutan di sekitar sini…” katanya memperhatikan tulang belulang beberapa t0k0h silat yang menemui ajalnya di daerah itu beberapa waktu lalu.
“Jangan janganwaktu kita tinggalkan insan itu belum benar benar mati…” kata Elang Setan.
Tiga Bayangan Setan jadi tak lezat mendengar kata kata sahabatnya itu.
“Pukulan Raksasa Tiga Bayangan yang keluar dari bat0k kepalaku bukan pukulan sembarangan! Sekalipun ia punya tiga nyawa , kematian tak bakal l0l0s dari dirinya!
Aku mengira mayatnya dilarikan hewan buas yang menemukannya masih dalam keadaan segar…”
“Mudah mudahan saja begitu ,”kata Elang Setan , kemudian menambahkan , “Tapi jikalau dilihat mayat mayat lain yang ada di sini , tak satu pun ada yang disentuh hewan buas…” Elang Setan menepuk nepuk baju tebal dekilnya hingga debu yang menempel beterbangan ke udara.
“Kita harus mencari akal. Kalau kepala Pendekar 212 tidak bisa kita serahkan pada Pangeran Matahari , berarti nyawa kita berdua tidak ket0l0ngan!” kata Tiga Bayangan Setan pula.
Untuk beberapa lamanya dua 0rang itu duduk di lereng bukit saling berdiam diri.
“Kau ingat peristiwa waktu kita gres saja membunuh Pendekar 212…..?” Elang Setan tiba tiba membuka mulut.
“Kejadian yang mana?” tanya Tiga Bayangan Setan seraya c0ba mengingat ingat.
“Waktu itu di langit ada tujuh buah payung melayang. Se0rang wanita bergantung pada salah satu payung itu…”
“Aku ingat sekarang!” kata Tiga Bayangan Setan seraya bangun berdiri.
“Siapapun makhluk yang terbang menggunakan payung itu pastilah ia se0rang berkepandaian sangat tinggi. Pasti ia yang telah mengambil mayat Pendekar 212.
“Kita harus menyelidik! Mencari tahu siapa adanya wanita berpayung itu!”
kata Elang Setan pula. “Setahuku tak pernah mendengar ihwal se0rang sakti berpayung. Kita harus menyebar 0rang untuk menyirap berita. Bagaimanapun mahalnya urusan ini nyawa kita jauh lebih mahal!”
“Apa rencanamu…? Mendatangi K0taraja mencari berita?” tanya Tiga Bayangan Setan.
Elang Setan menggeleng. “0rang berkepandaian tinggi jarang mau berada di daerah ramai mirip K0taraja. Aku yakin 0rang berpayung itu bukan t0k0h silat berasal dari tanah Jawa ini. Besar kemungkinan ia tiba dari seberang. Jika ia 0rang seberang kemunculannya di sini pastilah membawa satu maksud atau keperluan besar.
Mungkin ia juga mencari Kitab Iblis itu!”
Tiga Bayangan Setan angguk anggukkan kepala tanda baiklah dengan jalan pikiran sahabat atau saudara angkatnya itu. “Kalau ia mencari Kitab Iblis berarti ia akan berhadapan dengan Pangeran Matahari! Tapi mungkin dugaan kita salah. Mungkin ia bukan mencari Kitab Iblis….”
“Sebaiknya kita membicarakan duduk kasus ini sambil meneruskan perjalanan…”
“Aku setuju. Tapi kemana tujuan kita dari sini?” tanya Tiga Bayangan Setan pula.
“Di Sleman ada dua 0rang yang perlu kita temui. Pertama se0rang bekas juru ramal Krat0n berasal dari Blambangan. 0rang ini bisa diminta santunan untuk melihat lihat secara gaib. 0rang kedua se0rang bekas gemb0ng penjahat berjulukan War0k Timbul Ireng. Ratusan anak buahnya bertebaran di mana mana. Jika kita bayar cukup tinggi ia bisa mengerahkan 0rang untuk mencari tahu wanita berpayung tujuh itu…”
Tiga Bayangan Setan tepuk pundak saudara Elang Setan seraya berkata. “Tidak percuma saya punya saudara sepertimu! 0takmu ternyata encer juga! Ha…ha….! Kita akan mengadakan perjalanan jauh. Kita harus mencari kuda tunggangan!”
Kedua 0rang bermuka angker itu segera tinggalkan lereng bukit , berlari cepat menuju ke arah timur.
*
* *
0RANG mengenakan blangk0n kuning itu mendera kudanya bertubi tubi supaya tunggangannya berlari lebih kencang. Saat itu daerah tengah hari dan sang surya bersinar sangat terik. Disatu persimpangan ia membel0k ke kiri memasuki jalan menuju Wates. Dia merasa lega ketika akhirnya hingga di daerah tujuannya , yaitu sebuah rumah minum yang merangkap daerah perjudian gelap. Kabarnya banyak 0rang 0rang penting dari K0taraja yang tiba ke daerah ini untuk berjudi. Setelah menambatkan kudanya lelaki berblangk0n kuning ini cepat masuk ke dalam rumah minum , eksklusif menuju ke belakang , terus menaiki tangga ke tingkat atas di mana terletak dua buah ruangan besar perjudian.
Bau minuman keras bercampur asap r0k0k menyambut hidung 0rang ini begitu ia menyelinap masuk ke dalam ruangan judi di sebelah kiri. Se0rang lelaki berbadan tinggi besar , berew0kan serta membekal sebilah g0l0k cepat mendatanginya dan mend0r0ng dadanya. Dia yaitu salah satu dari empat 0rang yang bertugas sebagai penjaga di rumah judi itu.
“Blangk0n kuning , saya tak pernah melihat k0we sebelumnya. Dari tampangmu saya tahu k0we kemari bukan untuk berjudi! Apa mau k0we tiba ke sini….?!”
“Aku mencari sese0rang….”
“Ini bukan daerah mencari 0rang. Tapi daerah judi. Lekas minggat dari sini atau kupuntir rupanya tidak mau tinggalkan daerah itu. Dia segera bertindak masuk kembali.
“Manusia s0mpret! Memang kamu minta digebuk!” Pengawal rumah judi itu kemudian hantamkan tinju kanannya ke muka si blangk0n kuning. Sesaat lagi tinju itu akan meremukkan rahangnya tiba tiba satu tangan berbulu menahan tinjunya. Pengawal ini hendak berteriak marah. Tapi begitu ia berpaling dan melihat siapa adanya 0rang yang menahan tinjunya cepat cepat melangkah mundur kemudian membungkuk.
“Dia memang mencariku , kamu b0leh pergi…”
Pengawal tinggi besar itu menyeringai , membungkuk sekali lagi ketika 0rang yang barusan bicara menyelipkan sekeping uang ke dalam genggamannya. 0rang yang memperlihatkan uang ini kepalanya sulah alias b0tak di sebelah kiri sedang p0t0ngan kanan ditumbuhi rambut sangat lebat dan awut awutan. Tampangnya tampak angker lantaran selain ditutupi kumis dan brew0k lebat , mata kanannya mendelik besar sedang mata kiri senantiasa mirip terpejam. Di keningnya ada tiga buah guratan aneh. 0rang ini bukan lain yaitu Tiga Bayangan Setan.
“Kau membawa kabar bagus…?” tanya Tiga Bayangan Setan sambil memegang pundak si blangk0n kuning. 0rang yang ditanya mengangguk. “Kau berhasil mengetahui dimana wanita itu berada….?” Yang ditanya kembali mengangguk. Tiga Bayangan Setan berpaling kemudian mengangkat tangannya pada Elang Setan yang sedang asyik berjudi.
Melihat tanda yang diberikan Tiga Bayangan Setan , Elang Setan segera teguk habis minuman keras dalam kendi kecil kemudian tinggalkan meja judi. Ketiga 0rang itu turun ke bawah. Di satu daerah si blangk0n kuning berikan keterangan.
“Perempuan itu ada di pesisir selatan. Di sekitar muara Kali 0pak… Beberapa kali ia terlihat di pantai. Sepertinya ia tengah mencari atau menunggu kedatangan sese0rang…”
“Berpakaian merah….?” Tanya Elang Setan.
Si Blangk0n Kuning mengangguk.
“Membawa tujuh payung?” ujar Elang Setan.
“Saya melihat ia membawa bungkusan besar pada punggungnya. Ada gagang gagang menyembul. Bukan gagang senjata. Mungkin sekali memang gagang payung….”
“Bagus! Ini p0t0ngan yang kujanjikan!” kata Tiga Bayangan Setan seraya mengeruk saku jubah hitamnya. Ketika si Blangk0n kuning hendak mendapatkan , Tiga Bayangan Setan tidak segera melepaskan uang dalam genggamannya tapi mencekal tangan 0rang.”
Kalau kamu memberi keterangan dusta , ingat baik baik!Kami berdua akan tiba mencarimu. Kau akan mampus dengan kepala terbelah! Mengerti?!”
0rang itu mengangguk. Begitu tangannya dilepaskan ia cepat cepat tinggalkan daerah itu. Tiga Bayangan Setan berpaling pada Elang Setan. “Baiknya kita berangkat kini juga!” katanya.
*
* *
TUJUH
MENJELANG matahari terbenam , di balik sebuah bukit terkembang melayang di udara. Pada gagang payung berwarna merah kelihatan bergantung se0rang gadis berpakaian merah. Dia bukan lain yaitu Puti Andini , gadis dari tanah seberang yang telah men0l0ng Wir0 dari ancaman maut jawaban pukulan makhluk raksasa jejadian yang keluar kepala Tiga Bayangan Setan.
Begitu mendarat di lereng bukit gadis itu tancapkan payung merahnya di tanah sementara payung payung lain melayang turun kemudian menancap sendiri sendiri di tanah bukit itu. Wajahnya tampak napas panjang se0lah ada yang disesalinya.
Sejak beberapa waktu kemudian g0t0ng r0y0ng ia telah menguntit Pendekar 212 Wir0 Sableng terus menerus secara membisu diam. Sesuai kiprah yang diberikan guru gurunya ia harus mendapatkan Kitab Putih Wasiat Dewa. Menurut sang guru hanya Wir0 yang akan mengetahui dimana beradanya kitab sakti itu. Begitu kitab berada di tangan Wit0 ia harus merampasnya , bahkan sesuai perintah sang guru ia harus membunuh c0w0k itu jikalau Wir0 tidak mau menyerahkan Kitab Putih Wasiat Dewa. Ketika Wir0 menerima celaka dihantam Tiga Bayangan Setan di bukit di luar Kart0sur0 itu sebabnya ia t0l0ng menyelamatkan sang satria supaya kelak Wir0 bisa membawanya ke daerah dimana beradanya Kitab Putih Wasiat Dewa itu. Namun pertemuan dengan Wir0 Sableng telah membawa kesan mendalam pada diri si gadis ini. Dia memang harus mendapatkan Kitab Putih Wasiat Dewa itu , tapi apakah ia harus membunuh Wir0? Hati kecilnya secara jujur menyampaikan bahwa ia tidak akan mempunyai rasa tega untuk melaksanakan hal itu.
Penguntitan yang dilakukan Puti Andini membawanya ke muara Kali 0pak.
Namun ia tidak segera sanggup mengikuti Wir0 ketika c0w0k ini memasuki bahtera putih bersama nelayan aneh bercaping dan mengenakan cadar epil0g wajah. Dia mengalami kesulitan mendapatkan perahu. Untuk terbang di maritim terbuka mirip itu tidak bisa dilakukannya lantaran niscaya Wir0 akan melihatnya. Dia menunggu hingga bahtera putih tumpangan Wir0 berada agak jauh di tengah laut. Ketika akhirnya ia meninggalkan pantai bersama payung payungnya di tengah maritim hanya ditemuinya pecahan papan bahtera putih , ter0mbang ambing kian kemari dipermainkan 0mbak.
Wir0 dan juga pemilik bahtera putih itu tidak kelihatan sama sekali.
“Apa yang terjadi dengan dirinya?” membatin Puti Andini. “Perahunya
tenggelam? Tapi tak ada t0pan di laut. Atau hancur dihantam ikan buas….? Mungkin ditelan pusaran 0mbak mirip yang pernah dijelaskan se0rang nelayan itu?” Puti Andini menarik napas panjang. “Aku harus berkemah di sini. Aku akan menunggunya hingga ia muncul lagi. Aku tidak yakin ia telah menemui ajal. Pendekar berakal mirip ia punya seribu satu nalar untuk menyelamatkan diri….”
Lebih dari seminggu menunggu Wir0 tak kunjung muncul. Puti Andini kini benar benar gelisah. “Kalau saya hingga kehilangan jejaknya berarti saya tak bakal mendapatkan Kitab Putih Wasiat Dewa itu untuk selama lamanya…..Lebih baik saya bersiap menyelidik. Aku harus mencari bahtera sewaan. Kalau tak ada yang mau menyewakan terpaksa saya mencuri. Di tengah maritim saya bisa menyelidik lebih seksama dengan menggunakan payung terbang….”
Berpikir hingga disitu si gadis segera melipat tujuh payungnya. Ketika ia hendak memasukkan payung payung itu ke dalam kant0ng perbekalan besar tiba tiba ia mendengar bunyi derap kaki kuda mendatangi.
“Ada dua penunggang kuda…” kata Puti Andini dalam hati yang bertelinga tajam dan segera tahu berapa 0rang yang mendatanginya. Dia tak menunggu lama. Dua penunggang kuda itu segera muncul dari balik lereng bukit di depannya. Kejut si gadis bukan alang kepalang. Dia memang belum pernah bertemu muka dengan kedua 0rang itu. Tapi dari tampang dan dandanan keduanya ia segera tahu tengah berhadapan dengan siapa. Puti Andini bersikap hening namun penuh waspada.
“Amb0i! Dara bagus yang kita cari rupanya tengah bersiap pergi. S0batku , untung kita tidak terlambat!” kata penunggang kuda di sebelah kanan. Dia bukan lain yaitu Tiga Bayangan Setan tang begitu selesai bicara terus mal0mpat turun dari punggung kudanya. Saudara angkatnya yaitu Elang Setan menyusul turun dari kuda.
Begitu menjejak tanah Elang Setan cepat mendekati Tiga Bayangan Setan dan berbisik.
“Aku tidak menyangka 0rang yang kita cari ini ternyata se0rang gadis bagus rupawan! Dengar Tiga Bayangan Setan kalau urusan dengan ia selesai saya tidak akan melepaskannya begitu saja. Dia perlu menghibur diriku barang dua tiga hari!”
“Pikiran k0t0rmu sama dengan 0tak iblisku!” jawab Tiga Bayangan Setan dengan berbisik pula. “Malah saya ada rencana. Kalau kita tidak dapatkan kepala Pendekar 212 , gadis ini kita bawa dan serahkan pada Pangeran Matahari. Dia niscaya senang dan syukur syukur mau menganggap gadis ini sebagai pengganti kepala Pendekar 212!”
“Rencana bagus…!” kata Elang Setan kemudian mendahului melangkah mendekati Puti Andini.
“Kalian siapa dan ada keperluan apa?” menegur Puti Andini dengan perilaku hening walau hatinya berdebar. Sebagai gadis persilatan yang belum lama dilepas turun gunung 0leh gurunya tampang tampang angker dua insan di depannya mau tak mau menciptakan hatinya berdebar juga. Apalagi ia sudah tahu sebelumnya ihwal tindak tanduk dan segala keganasan mereka.
“Dengan senang hati kami memperkenalkan diri ,” kata Elang Setan pula. “ Aku yang buruk rupa tapi berhati emas ini biasa disebut dengan panggilan Elang Setan!”
Habis berkata begitu Elang Setan membungkuk seraya melambaikan tangan kanannya dari kiri ke kanan. Sinar hitam kemerahan membersit keluar dari kuku kuku jarinya yang panjang panjang. Lalu ia menuding dengan ibu jarinya ke arah Tiga Bayangan Setan.
Tiga Bayangan Setan tertawa lebar. Setelah kedip kedipkan mata kanannya yang besar ia pun membungkuk sambil berkata. “Aku yang buruk ini dikenal dengan julukan Tiga Bayangan Setan! Kami berdua yaitu saudara angkat. Kalau kami b0leh bers0mb0ng diri seanter0 daratan sekitar sini dari utara hingga selatan yaitu dibawah kekuasaan dan pengawasan kami. Itu sebabnya begitu tahu ada se0rang dara bagus berkepandaian tinggi berada di daerah ini , sebagai tuan rumah yang baik kami layak menyambut mengucapkan selamat datang….”
“Hemmmm… niscaya mereka melihat saya waktu turun di bukit di luar Kart0sur0 temp0 hari. Kalau dulu mereka sengaja melarikan diri dan kini sengaja mendatangi berarti mereka mengandung maksud tertentu…” kata Puti Andini dalam hati.
“Terima kasih atas budi baik kalian yang mau mencariku. Terima kasih untuk ucapan selamat datang…” kata si gadis seraya tersenyum manis yang menciptakan Elang Setan dan Tiga Bayangan Setan jadi blingsatan mabuk kepayang.
“Kami lihat kamu tengah bersiap untuk pergi. Kami harap tak usah terburu buru.
Kami ingin menanyakan sesuatu padamu. Jika urusan bisa selesai dengan cepat kami akan mengundangmu ke puncak Gunung Merapi ,” ujar Elang Setan pula dan ia maju lagi dua langkah hingga jaraknya dengan Puti Andini hanya terpisah lima langkah kini.
“Ah , kalian benar benar tuan rumah yang baik. Pertanyaan apa yang hendak kalian ajukan?” bertanya Puti Andini seraya menyusun tujuh buah payung yang ada dalam kant0ng perbekalan sebelum dipikulnya di punggung.
“Beberapa waktu kemudian terjadi satu peristiwa besar di satu lereng bukit di luar Kart0sur0. Pendekar kawakan dikenal dengan julukan Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 Wir0 Sableng menemui kematian di daerah itu…”
Puti Andini memperlihatkan wajah pura pura terkejut. “Pasti matinya bukan lantaran sakit. Sese0rang telah membunuhnya!”
Elang Setan anggukan kepala.
“Jika sese0rang sehebat Pendekar 212 dibunuh 0rang , niscaya yang membunuhnya se0rang berkepandaian sangat tinggi. Kalian tahu siapa yang membunuh t0k0h silat muda itu?”
“Itulah yang kami ingin tahu!” jawab Elang Setan.
“Selain itu ,” menyambung Tiga Bayangan Setan , “Kami menerima kiprah dari se0rang yang sangant dekat dengan Pendekar 212 untuk mencari jenazahnya guna diurus kemudian disemayamkan sebaik baiknya.”
Puti Andini angguk anggukkan kepalanya beberapa kali kemudian bertanya.”Lantas hal apa yang kalian harapkan dariku?”
“Kalau kami tidak salah , pada waktu peristiwa itu kamu terlihat berada di sekitar bukit. Mungkin bisa memberi keterangan apa yang terjadi dengan mayat Pendekar 212…”
“Hemm… Aku memang turun ke bukit itu. Memang kulihat banyak mayat bertebaran di sekitar sumur batu. Kebanyakan sudah pada busuk. Namun saya tidak melihat mayat Pendekar 212 atau yang punya ciri ciri mirip dia. Mungkin…Hemmm…” Puti Andini pura pura berpikir pikir.
“Mungkin apa?” tanya Tiga Bayangan Setan.
“Waktu masih melayang di udara , saya melihat ada dua 0rang terburu buru meninggalkan lereng bukit. Salah satu diantara mereka memanggul ses0s0k tubuh.
Mungkin sekali dua 0rang itu yang membawa mayat Pendekar 212. Sayang saya tidak menyelidik lebih jauh…”
Tiga Bayangan Setan dan Elang Setan jadi saling pandang mendengar kata kata Puti Andini itu. Tentu saja mereka tidak mau menceritakan bahwa dua 0rang yang terlihat lari itu yaitu mereka sendiri yang tengah membawa s0s0k Bidadari Angin Timur.
“Baiklah , kalau kamu memang tidak tahu apa apa menyangkut mayat Pendekar 212 ,” kata Tiga Bayangan Setan pula. “Sekarang bagaimana dengan undangan kami untuk membawamu ke puncak Gunung Merapi?”
“Gunung Merapi cukup jauh dari sini. Memangnya ada pesta apa di sana hingga mengundang segala?”
Elang Setan dan Tiga Bayangan Setan tertawa gelak gelak. “Sama sekali tidak ada pesta atau hajat apa pun di sana!” jawab Elang Setan. “Kami membawamu ke sana lantaran ingin memperkenalkan dirimu dengan se0rang t0k0h luar biasa dunia persilatan!” Sambil bicara Elang Setan maju dua langkah.
“Hemmm… siapakah gerangan t0k0h luar biasa yang kamu maksudkan itu?” tanya Puti Andini.
“Pernah mendengar nama Pangeran Matahari?” ujar Tiga Bayangan Setan.
“Pangeran Matahari!” seru Puti Andini. “Siapa tidak kenal dengan raja diraja dunia persilatan itu! Namanya tembus hingga ke pulau kediamanku di tanah seberang!”
“Nah kepadanyalah kami akan mempertemukan dirimu….”
“Sungguh menyenangkan sanggup bertemu denga t0k0h mirip Pangeran Matahari. Tapi apakah planning itu tidak bisa ditunda dulu? Untuk bertemu dengan 0rang sehebat ia saya yang t0l0l ini tentu perlu persiapan supaya tidak kikuk jikalau berhadapan!”
Tiga Bayangan Setan mengulum senyum. “Pangeran Matahari 0rangnya sangat baik. Dia tidak pernah memandang rendah siapa pun. Sekali kamu bertemu ia niscaya akan tertarik. Dia gampang erat dengan siapa saja. Disamping itu wajahnya sangat gagah. Dia gagah kamu cantik. Sungguh c0c0k!”
Tiga Bayangan Setan dan Elang Setan tertawa gelak gelak. Puti Andini tersipu sipu kemudian berkata , “Harap dimaafkan , ketika ini saya punya kiprah yang harus dijalankan.
Bagaimana kalau kita bertemu lagi di sini selang tiga puluh hari di muka. Aku niscaya akan mengikuti kalian. Jangankan ke puncak Gunung Merapi , ke Puncak Mahameru pun saya mau pergi. Apalagi bersama 0rang 0rang gagah mirip kalian berdua….”
“Ah , sayang sekali….” Kata Tiga Bayangan Setan.
“Ya… sayang sekali kalau kami terpaksa memaksa!” ujar Elang Setan pula seraya maju lagi dua langkah. Pada jarak hanya tinggal satu langkah dari hadapan Puti Andini 0rang ini mel0mpat sambil susupkan satu t0t0kan ke dada si gadis!
*
* *
DELAPAN
Puti Andini yang semenjak tadi tadi memang telah berwaspada begitu melihat gerakan 0rang cepat segera berkelit ke samping sambil angkat kant0ng perbekalannya dan meletakkannya di punggung. Melihat gerakan si gadis mau tak mau Tiga Bayangan Setan jadi terkesiap. Mengelakkan serangan saudara angkatnya saja merupakan satu hal yang tidak mudah. Tapi si gadis melakukannya sambil mengangkat barang yang kelihatannya cukup berat. Dan ia jadi lebih terkejut sewaktu Puti Andini menciptakan gerakan berputar dan tahu tahu kaki kanannya menyambar ke muka Elang Setan. Kalau lelaki ini tidak lekas mengelak niscaya rahangnya sudah dimakan tendangan Putiu Andini!
Tiga Bayangan Setan cepat mel0mpat pegangi pundak saudara angkatnya yang ketika itu hendak kembali menyerang. Bukan hanya sekedar men0t0k tapi akan pergunakan jari jari tangannya yang berkuku panjang.
“Sabar sedikit Elang Setan. S0bat bagus ini masih bisa kita atur…” Lalu sambil berdehem dan cengar cengir Tiga Bayangan Setan berkata. “Harap maafkan saudaraku yang memang punya sifat tidak sabaran dan lekas naik pitam….”
Puti Andini tertawa. “Aku sudah tahu sandiwara kalian. Mengapa musti berpura pura…?!”
“Gadis bagus , kami tidak berpura pura. Kami memang ingin mempertemukanmu dengan Pangeran Matahari untuk maksud baik! Kalau kalian berj0d0h dengan ia , kami tentu sanggup pahala juga. Ha…ha….ha…!”
“Kalian tidak lebih daripada iblis bermuka setan! Pangeranmu itu tidak lebih baik dari kalian! Dengar…. Aku melihat warna aneh pada bibir kalian! Di dalam tubuh kalian niscaya ada sejenis racun jahat yang perlahan lahan tetapi niscaya akan membunuh kalian berdua. Mungkin ada hubungannya dengan maksud kalian mencari mayat Pendekar 212 dan mengajakku ke puncak Gunung Merapi?!”
Dua 0rang di hadapan Puti Andini sama sama terkesiap mendengar ucapan si gadis. Keduanya tak habis pikir bagaimana gadis itu bisa mengetahui keadaan diri dan maksud mereka.
“Selagi hari masih siang sebaiknya kalian lekas angkat kaki dari hadapanku!”
“Ah , gadis bagus ini rupanya tak bisa diatur!” kata Tiga Bayangan Setan.
“Kalau begitu biar kita gebuk dan pegangi di daerah ini juga!” ujar Elang Setan sambil menyeringai lebar.
“Kau betul , tapi jangan terlalu keras memberi pelajaran padanya. Bagaimana kalau kamu pergunakan kuku kuku jarimu untuk mer0bek pakaian dan menelanjangi tubuhnya terlebih dulu! Aku ingin menyaksikan satu pemandangan bagus supaya mataku tidak keburu lamur! Ha…ha…ha…!”
Puti Andini sudah lama mendengar riwayat dua insan jahat ini. Karenanya selain berhati hati ia tak mau memberi kesempatan. Sebelum Elang Setan menyerbu gadis ini berkelebat hantamkan tangan kanannya ke arah dada lawan. Selarik angin cuek menyambar. Elang Setan terkejut besar sewaktu tubuhnya menjadi huyung.
Cepat ia d0r0ngkan tangan kanannya ke depan. Lima larik sinar hitam kemerahan bertabur dari kuku kukujarinya menciptakan angin serangan Puti Andini bersibak ke samping. Selagi gadis ini memasang kuda kuda menyiapkan serangan gres , Elang Setan mendahului.
Puti Andini melihat sepuluh sinar hitam kemerahan berkiblat di depan matanya. Si Gadis tak berani menangkis ataupun membalas. Kedua kakinya dijejakkan ke tanah.
Seperti anak panah tubuhnya melesat ke udara. Elang Setan yang tak mau melepaskan lawan begitu saja cepat memburu. Kembali sepuluh sinar hitam merah melesat ke arah Puti Andini.
Sambil mel0mpat tadi Puti Andini gerakkan tangan kanannya ke punggung mencabut satu dari tujuh payung yang ada dalam buntalan perbekalannya. Lalu terdengar bunyi “blepp!”
Elang Setan dan Tiga Bayangan Setan terkejut ketika melihat di udara , di depan tubuh gadis berbaju merah itu berputar sebuah benda bulat berwarna hijau. Ternyata Puti Andini telah mengambil payung hijau dan sekaligus mengembangkannya. Begitu payung terkembang jari jaritangannya disentakkan. Payung hijau berputar deras mengeluarkan deru dahsyat.
Elang Setan berseru kaget ketika melihat bagaimana putaran payung hijau menggulung serangan sepuluh kukunya dan ketika si gadis mend0r0ngkan payungnya ke depan sepuluh cahaya hitam yang keluar dari kukunya itu membalik menghantam arahnya!
Sambil berteriak keras Elang Setan jatuhkan diri ke tanah , berguling selamatkan diri. Begitu ia berguling di bawah s0s0k Puti Andini secepat kilat ia mel0mpat seraya lepaskan satu pukulan tangan k0s0ng mengandung tenaga dalam tinggi.
Pada ketika Elang Setan jatuhkan diri Puti Andini lepaskan payung hijaunya.
Payung itu kini melayang berputar putar du udara. Payung itu kini melayang berputar putar di udara. Ketika lawan lewat di bawahnya si gadis cabut payung kedua yakni payung putih. Begitu Elang Setan menyerang , payung putih menukik laksana kilat.
Payung mengembang dengan p0t0ngan runcing menusuk ke arah pundak Elang Setan. Dalam keadaan murka lantaran kedua kalinya serangannya gagal Elang Setan menjadi nekad. Dia kerahkan tenaga dalam lebih banyak kemudian menggebuk ke arah payung putih. J0t0sannya yang laksana palu g0dam kuliner tidak sanggup menjeb0l payung putih yang hanya terbuat dari kertas pikirnya. Tapi alangkah kagetnya Elang Setan ketika satu gel0mbang angin yang keluar dari putaran payung putih menciptakan tangan kanannya mirip dipuntir. Sebelum ia sempat melaksanakan sesuatu , pinggiran payung putih yang berputar laksana gerinda raksasa itu menyambar ke arah pergelangan tangannya.
“Craaasss!”
“Breett!”
Elang Setan berteriak kesakitan. Lengan pakaiannya yanga terbuat dari kain tebal r0bek besar. Pada ujung r0bekan kelihatan cairan merah tanda daging lengannya ikut tersambar. Sakitnya bukan main. Dengan muka sepucat mayat Elang Setan mel0mpat mundur. Melihat lawan terluka Puti Andini tidak mau memberi kesempatan. Gadis ini putar payung putihnya dengan sebat. Bagian runcing di pertengahan payung laksana ujung t0mbak yang berputar menusuk ke arah kening Elang Setan. Yang diserang cepat menghindar. Tapi ia kecele. Serangan berupa bac0kan itu ternyata hanya tipuan belaka lantaran begitu Puti Andini menyentakkan gagang payung , laksana kilat pinggiran payung putih menderu ke arah pundak tepat di pangkal leher Elang Setan!
“Celaka!” jerit Elang Setan. Seumur hidup insan satu ini membunuh lawan lawannya yang berkepandaian tinggi dengan cepat dan mudah. Tapi hari ini ia berhadapan dengan se0rang gadis bagus jelita , bersenjatakan payung dan ia tak bisa menghadapinya! Dalam keadaan mirip itu tiba tiba tiba lagi serangan Puti Andini. Si gadis pergunakan payung hijaunya se0lah tali gantungan. Tubuhnya diayun ke bawah. Kakinya menyambar. “Bukkk!”
Elang Setan terhempas ke tanah. Darah menyembur dari mulutnya jawaban tendangan telak yang mendarat di dadanya.
“Saatnya saya menghabisi insan setan satu ini!” ujar Puti Andini. Dengan kertakan rahang si gadis sentakkan tangannya yang memegang payung hijau. Tubuhnya berputar membal. Lalu ia menciptakan gerakan menukik. Ujung payung hijau dihujamkan ke bat0k kepala Elang Setan.
“Tiga Bayangan! T0l0ng!” teriak Elang Setan lantaran ketika diserang ia tak bisa berbuat apa apa!
Tiga Bayangan Setan yang memang semenjak tadi memperhatikan jalannya mperkelahian dan tahu saudara angkatnya berada dalam ancaman besar secepat kilat mel0mpat. Dua tangannya diulurkan untuk mencekal sepasang kaki Puti Andini yang masih mengapung di udara. Serangan Tiga Bayangan Setan bukan serangan biasa. Sekali ia sempat mencekal salah satu kaki si gadis , ia bisa menanggalkan kaki itu dari persendiannya! Puti Andini bukan tidak maklum bahayanya serangan lawan kedua itu. Dia terpaksa mencari selamat lebih dahulu. Serangan maut yang ditujukan pada Elang Setan hanya mer0bek leher baju tebal lawan dan menggurat sedikit daging bahunya.
Masih berada di udara Puti Andini lipat ke dua kakinya kemudian mencekal gagang payung hijau. Bersamaan dengan itu payung putih dihantamkan ke arah kepala Tiga Bayangan Setan. Lawan yang diserang keluarkan bunyi mendengus kemudian menyusup ke balik putaran payung putih.
Puti Andini tersentak kaget ketika melihat tahu tahu Tiga Bayangan Setan berada di balik putaran payung putihnya dan menggempurnya dengan dua j0t0san sekaligus!
Puti Andini tersentak tangan kanannya.
“Cleeppp!”
Payung putih menguncup kencang. Karena kepala Tiga Bayangan Setan berada di belakang payung tak ampun lagi kepalanya amblas dalam kuncupan payung. Seperti diketahui insan ini mempunyai kesaktian kebal segala macam pukulan sakti dan senjata tajam. Tapi ketika itu ia sama sekali tidak mendapatkan pukulan ataupun bac0kan senjata.
Yang menerima serangan yaitu jalan pernapasannya lantaran kepalanya tersangkup payung. Dalam waktu singkat kakinya melejang lejang kian kemari. Tangannya menggapai gapai c0ba memukul. Namun ketika itu Puti Andini telah melepaskan pegangannya pada payung hingga s0s0k Tiga Bayangan Setan melayang berputar putar di udara.
“Jahanam! Kurang ajar! “ teriak Tiga Bayangan Setan terpengap pengap. Saat itu ia telah merapal aji kesaktian ilmu paling diandalkannya yakni mengeluarkan tiga raksasa jejadian dari bat0k kepalanya. Bersamaan dengan itu ia adukan tinjunya kiri kanan satu sama lain seraya berteriak. “Hancurkan payung!”
Tiga guratan di kening Tiga Bayangan Setan mengeluarkan sinar berkilauan.
Bersamaan dengan itu dari kepalanya keluar kepulan asap!
Sebelumnya Puti Andini tidak pernah berhadapan dengan Tiga Bayangan Setan.
Namun ia banyak tahu mengenai ilmu iblis yang dimiliki insan ini berdasarkan keterangan guru dan beberapa t0k0h silat di pulau Andalas. Dia sendiri tidak sanggup memastikan apakah payung yang menjadi senjata andalannya bisa menghadapi kesaktian lawan. Karenanya begitu melihat ada kepulan asap keluar dari bawah payung serta merta ia gerakkan tangan menarik gagang payung. Bersamaan dengan itu payung hijau tempatnya bergantung digerakkan demikian rupa. “Clepp!” begitu payung hijau menguncup si gadis tusukkan benda itu ke arah perut lawan. Sementara tangan kirinya bergerak membuatkan payung putih! Semua dilakukan dengan gerakan secepat kilat.
Ketika tiga kepulan asap di kepala Tiga Bayangan Setan mulai membentuk s0s0k tiga raksasa bermuka angker , rambut riap riapan , taring mencuat sedang dada yang telanjang penuh bulu , Puti Andini lipat gandakan tenaga dalam di tangan kanan dalam menusukkan payung.
“Wuttt!”
“Bukkk!”
“Kraaak!”
Ujung runcing payung hijau mendarat di ulu hati Tiga Bayangan Setan dengan telak. Jubah hitamnya r0bek besar. Tubuhnya terbanting ke tanah. Tapi bac0kan payung itu tak bisa menembus perutnya. Sebaliknya ujung runcing payung hijau patah , menciptakan Puti Andini terbeliak kaget!
“Setan ganjal ini benar benar mempunyai ilmu kebal luar biasa! Terpaksa saya menghindari perkelahian lebih jauh. Aku harus cepat cepat memperbaiki ujung payung yang patah. Urusan besar menghadang di depanku!” Puti Andini cepat tarik tangan kanannya yang memegang payung hijau. Lalu tangan kirinya disentakkan. Payung hijau berputar deras. Tubuhnya melesat ke atas.
Di bawah sana Tiga Bayangan Setan berteriak marah. “Kejar! Bunuh!”
Tiga s0s0k raksasa jejadian melesat ke atas. Tiga pasang tangan mereka menghantam. Namun Puti Andini yang bergantungan pada payung putih sudah terlalu tinggi untuk dikejar. Apalagi ketika itu ia telah sempat membuka tiga payung lagi untuk melindungi dirinya. Ilmu kesaktian tiga raksasa angker yang keluar dari bat0k kepala Tiga Bayangan Setan walaupun hebat luar biasa tapi mempunyai keterbatasan untuk menjangkau sasaran yang terlalu jauh.
Tiga Bayangan Setan usap usap perutnya yang tadi kena bac0kan ujung payung hijau. Memandang ke udara ia menggeram dan memaki pajang pendek. Saat itu dilihatnya Puti Andini tengah membuatkan payung merah kemudian berpindah ke payung itu melayang makin jauh.
“Kita gagal besar!” kata Elang Setan yang tegak di samping saudara angkatnya itu sambil mengepalkan tinju. “Kita tak sanggup mencari tahu apa yang terjadi atas mayat Pendekar 212. Kita juga tak berhasil mendapatkan gadis itu! Apa nalar sekarang?!”
Tiga Bayangan Setan usap p0t0ngan kepalanya yang sulah. Mata kanannya yang besar dipejamkan. Dari lereng bukit itu ia memandang ke tengah lautan. “Hanya ada satu cara untuk cari selamat. Kau ingat Ki Ageng Unggulmuly0 bekas juru rias Istana yang hebat menciptakan t0peng di Bantul itu…?”
Elang Setan tidak mengerti. “Apa kekerabatan 0rang renta itu dengan urusan kita…?” tanyanya.
“Justru erat sekali!” jawab Tiga Bayangan Setan. “Ay0 kita ke sana kini juga!”
Ke dua 0rang itu segera melangkah ke daerah mereka meninggalkan kuda masing masing.
*
* *
SEMBILAN
Dalam ruangan pertemuan yang besar itu hanya terdapat dua buah dingklik dari kerikil , terletak berhadapa hadapan mengapit sebuah meja kerikil pualam yang di atasnya ada jambangan bunga. Baik jambangan maupun bunganya terbuat dari sejenis kerang. Yang menciptakan bunga dari kerang kelihatan ibarat bunga hidup sungguhan.
Kursi kerikil sebelah kanan selain lebih besar dan tinggi juga sebelah kanan selain besar dan tinggi juga mempunyai gesekan bagus berupa ikan lumba lumba besar yang tegak agak melengkung. Bila sese0rang duduk di atas dingklik kerikil ini maka kepalanya se0lah ditudungi 0leh kepala ikan. Wir0 telah melihat dingklik mirip itu di ruangan besar pada pertama kali ia memasuki daerah itu. Kursi satunya yang di sebelah kiri mempunyai bentuk sama dengan sebelah kanan hanya saja kecil dan lebih rendah.
Seluruh ruangan tertutup tirai tebal berwarna biru. Di langit langit ruangan sebelah tengah ada sebuah kerikil putih aneh yang memancarkan cahaya berkilau. Cahaya dari kerikil inilah yang menerangi seanter0 ruangan besar itu. Wir0 menghirup napas dalam dalam. Ruangan itu berbau wangi semerbak. Udaranya pun sejuk nyaman.
“Silahkan mengambil daerah duduk di dingklik sebelah kiri ,” memberi tahu salah se0rang dari empat gadis berpakaian hitam ketat yang membawa Wir0 ke ruangan itu.
“Ratu akan segera tiba ke daerah ini.”
Pendekar 212 anggukan kepala. Emapt gadis kemudian menyelinap ke balik tirai biru dan lenyap. Wir0 memandang berkeliling kemudian melangkah seputar ruangan. Setiap sudut diperiksanya. “Aneh , dari mana jalan saya masuk tadi? Di mana pula p0t0ngan daerah empat gadis tadi menyelinap pergi?” Setiap p0t0ngan tirai dibaliknya tapi ia hanya menemukan dinding kerikil hitam. “Jangan janganaku telah kena jebak! Dijebl0skan dalam penjara yang keadaannya lebih tidak mengecewakan dari Ruang Penantian terkutuk itu!
Hemmm…. Kalau benar saya dipenjarakan lagi di daerah ini saya tak segan segan mengencinginya. Kalau perlu saya akan buang hajat besar di sini! Biar tahu rasa!” Begitu murid Sint0 Gendeng berkata dalam hati sambil senyum senyum sendiri. Lalu ia berusaha mengingat ingat telah berapa lama ia berada di daerah itu. Namun 0taknya tak bisa menduga. “Tempat celaka ini punya hitungan hari aneh dengan dunia luar sana….” Lalu tiba tiba saja murid Sint0 Gendeng menjadi kecut. “Bagaimana kalau saya tidak pernah keluar selama lamanya dari daerah ini?” Wir0 garuk garukkepalanya berulang kali. Teringat ia pada kiprah penting mendapatkan Kitab Putih Wasiat Dewa yang hingga ketika ini masih gelap dimana beradanya. “Nelayan berpenyakit cacar sialan itu…” maki Wir0. “Hampir putus tanganku disambar ikan hiu!” Wir0 perhatikan lengan kanannya yang pernah luka. Tiba tiba terbayang wajah bagus Bidadari Angin Timur di pelupuk matanya. “Gadis itu…Akutak sanggup melupakannya. Waktu berdua duaan di dalam telaga…. Bidadari , dimana kamu ketika ini? Aku kangen sekali padamu….”
Tiba tiba tirai biru di dinding sebelah kanan tersingkap.
“Bidadari Angin Timur , kaukah itu….?” Karena tengah mengenang gadis yang dirindukannya itu , ucapan itu lepas begitu saja tanpa disadari Pendekar 212. Ketika ia berpaling ke kanan yang tegak di daerah itu memang se0rang wanita secantik bidadari. Mengenakan pakaian sangat ketat terbuat dari manik manik berwarna merah berkilauan yang pada p0t0ngan dada serta pinggulnya terbelah. Di tangan kanannya ia mendadak bertambah harum 0leh busuk Ratu Duyung yang gres masuk.
“Kau menyebut nama sese0rang….” Ujar Ratu Duyung.
“Ah , maafkan aku…” kata Wir0 garuk garuk kepala.
“Kau tengah melamuni sese0rang….”
Wir0 tertawa lebar. Kembali ia garuk garuk kepala.
Ratu Duyung melangkah mundar mandir di hadapan Wir0 beberapa lamanya.
Sesekali ia melirik ke arah c0w0k itu dan membisu diam mengakui walau sepintas c0w0k ini mirip 0rang t0l0l suka cengengesan tapi wajahnya ternyata tampan.
Apalagi kini kulitnya telah kembali ke bentuk asli. Wir0 sendiri membisu diam memperhatikan kebagusan tubuh sang Ratu dengan mata tak berkesip.
Walau mengagumi Pendekar 212 , Ratu Duyung tidak menyembunyikan rasa sukanya melihat perilaku seenaknya murid Sint0 Gendeng. Dalam hati ia menggerendeng.
“Pemuda satu ini benar benar kurang ajar. Dia duduk di dingklik kerikil dimana seharusnya saya duduk. Aku harus menegurnya. Mengingat ia kini merupakan sebagai tamu yang kuh0rmati , bagaimana caranya menyuruhnya berdiri dari dingklik itu tanpa merasa tersinggung. Hemmm….”
Sambil terus melangkah Ratu Duyung bertanya. “Mungkin anak buahku yang mengantar kamu ke sini lupa memberi tahu dimana kamu harus duduk….”
“Astaga!” Wir0 pura pura terkejut. “Maafkan aku! Anak buahmu memang memberi tahu. Tapi saya sedang kacau pikiran hingga lupa….”
Wir0 berdiri dari dingklik kerikil besar. Sandaran dan p0t0ngan dingklik yang barusan didudukinya dibersihkannya dengan tangan. Lalu ia membungkuk mempersilahkan sang Ratu duduk. Ratu Duyung jengkel ada geli juga ada melihat kelakuan c0w0k itu.
Wir0 menunggu hingga sang Ratu duduk di dingklik kerikil besar ia kemudian ddudk di kursai kerikil yang kecil.
“Kau menyampaikan sedang kacau pikiran….” Ratu Duyung membuka pembicaraan.
“Betul sekali….” Jawab Wir0 p0l0s.
“Pikiran kacau yaitu salah satu sumber kelemahan insan yang bisa membawa kelengahan , mengundang datangnya malapetaka….”
“Aku memang telah berlaku lengah dan menghadapi malapetaka…. Aku tidak tahu apa artinya saya berada di ruangan ini. Mungkin ini salah satu bentuk lain dari penjaramu….?”
Ratu Duyung tersenyum. “Kau pernah berbuat salah , ditawan dan dihukum. Tapi kini kamu kembali sebagai tamu yang kami h0rmati…..”
“Kalau begitu saya mengucapkan terima kasih. Terima kasihku banyak sekali untukmu Ratu. Kau telah menyelamatkan saya waktu karam di laut. Meng0bati luka sambaran ikan hiu di lenganku. Mengembalikan sepasang mataku. Entah kebaikan apa lagi yang akan kuterima darimu. Jangan terlalu banyak membagi kebaikan padaku Ratu Duyung. Aku khawatir tak sanggup membalas semua budi baikmu itu…”
Ratu Duyung berpura pura mengusap hidung dan mulutnya. Padahal ia tengah berusaha menyembunyikan tawa mendengar semua ucapan Wir0 tadi.
“Ratu , saya menerima klarifikasi dari anak buahmu bahwa kamu hendak memperlihatkan wasiat padaku. Jika ini benar tentu saja saya ingin tahu wasiat apa. Namun jikalau itu tidak betul , saya m0h0n bisa meninggalkan daerah ini secepatnya. Selama berada di sini banyak pelajaran baik yang telah kudapat. Aku sekali lagi mengucapkan terima kasih….”
Ratu Duyung letakkan cermin bulatnya di pangkuan kemudian berkata. “Sewaktu s0batmu Dewa Ketawa berada di sini , kami sudah mengetahui kalau kamu membekal satu kiprah besar dan berat. Mencari sebuah kitab sakti berjulukan Kitab Putih Wasiat Dewa….”
Wir0 mengangguk. “Bagaimana Ratu bisa mengetahui. Padahal Ratu jarang sekali meninggalkan daerah ini….”
Ratu Duyung mengambil cermin bulat di pangkuannya. “Hampir semua yang terjadi di luaran , dalam kejauhan tertentu bisa kupantau lewat cermin sakti ini. Waktu kamu masih di pantai , sibuk mencari bahtera tumpangan , saya dan Dewa Ketawa sudah melihat gerak gerikmu lewat cermin ini….”
Pendekar 212 Wir0 Sableng jadi ternganga saking herannya mendengar keterangan itu. Matanya memandang tak berkesip pada cermin yang ada di tangan sang Ratu.
“Kalau begitu….” Wir0 garuk garuk kepalanya.
“Aku tahu apa lanjutan ucapanmu Pendekar 212. Kau niscaya mengira saya mengetahui dimana beradanya Kitab Putih Wasiat Dewa itu…..”
“Betul sekali! Dapatkah kamu melihat ke dalam cermin dan memberi tahu padaku?”
“Banyak hal bisa dilihat lewat cermin ini. Tapi betapapun hebatnya sebagai benda fana cermin ini tetap mempunyai keterbatasan. Cermin ini tidak bisa mengetahui dimana beradanya Kitab Putih Wasiat Dewa….”
Wir0 Sableng menarik napas dalam. Wajahnya tampak kecewa.
“Jangan lekas frustasi Pendekar 212. Cerminku memang tidak bisa mengetahui langsung. Ini disebabkan lantaran Kitab Putih Wasiat Dewa itu bukan sembarangan.
Kekuatannya yang dahsyat menciptakan cermin saktiku tidak bisa melaksanakan sambung getar secara sempurna. Namun secara tersamar dimana kemungkinan beradanya kitab itu. Selain itu jauh sebelum kamu dan kawanmu Dewa Ketawa tiba kemari saya sudah mengetahui sedikit kisah ihwal asal muasal kitab itu….”
Wir0 ingat pada klarifikasi Ratu Duyung pada hari pertama ia berada di daerah itu. “Aku ingat , pada hari pertama saya di sini Dewa Ketawa menyampaikan kalau Kitab Putih Wasiat Dewa itu berasal dari daratan Ti0ngk0k. Apa betul….?” Ratu Duyung mengangguk.
“Berarti apapun yang tertulis dalam kitab itu dalm abjad cina? Wah… Bagaimana mungkin saya bisa membacanya!” ujar Wir0 seraya garuk garuk kepala.
“Pendekar 212 , melihat kitab itu saja kamu belum. Tahupun beradanya dimana kamu belum! Mengapa sudah memikir segala macam isinya?” ujar Ratu Duyung pula.
“Kalau tidak dipikirkan dari kini , seandainya saya nanti dapatkan kitab itu percuma saja. Atau kamu mungkin bisa membaca menjadi juru bahasaku?” Ratu Duyung tersenyum.
“Hemmm…senyum itu menciptakan wajahnya tambah cantik. Tapi menurutku Bidadari Angin Timur jauh lebih cantik….”
“Pendekar 212 , supaya terang bagimu biar saya ceritakan asal usul yang kuketahui mengenai buku itu ,” kata Ratu Duyung. Lalu sang Ratu menuturkan.
Sekitar satu kala yang silam se0rang sakti di tanah Jawa diundang 0leh Raja Ti0ngk0k untuk berkunjung ke daratan Cina. Selain menjalin persahabatan juga direncanakan untuk saling tukar ilmu kepandaian. 0rang sakti itu k0n0n dipanggil dengan sebutan Kanjeng Sri Ageng Musalamat. Entah apa sebabnya Sri Ageng Musalamat dan r0mb0ngan tak pernah ke tanah Jawa. Kabarnya ia bermukim di Ti0ngk0k , kawin dengan penduduk setempat dan menjadi salah se0rang t0k0h silat sangat disegani.
Karena ilmunya yang tinggi maka Kaisar sering meminta santunan Sri Ageng Musalamat termasuk para anak buah perguruannya , terutama dalam menumpas ger0mb0lan penjahat yang bertebaran hampir di setiap pel0s0k pada masa itu.
Hubungannya yang dekat dengan Kaisar menciptakan banyak pejabat tinggi merasa iri dengki terhadap Sri Ageng Musalamat. Maka disusunlah satu planning busuk. Dengan menggunakan surat surat palsu Sri Ageng Musalamat difitnah berk0mpl0t membantu kaum pember0ntak bangsa M0ng0l untuk menumbangkan Kaisar Ti0ngk0k yang berkuasa. Kaisar murka besar. Sri Ageng Musalamat ditangkap dan dijatuhi eksekusi pancung. Anak buah dan murid muridnya ditumpas habis.
“Namun ada se0rang yang selamat ,” kata Ratu Duyung melanjutkan penuturannya. “0rang ini berjulukan Ki H0k Kui. Pada waktu itu meski gres berusia sekitar tiga puluh tapi b0leh dikatakan ia sudah mewarisi hampir seluruh kepandaian Kanjeng Sri Ageng Musalamat. Rimba persilatan Ti0ngk0k memberinya gelar hebat yaitu Tiat Th0w H0uw yang berarti Harimau Kepala Besi. Pada waktu Sri Ageng Musalamat dan para murid serta anak buahnya yang ratusan jumlahnya dibantai , Ki K0k Kui sedang mengadakan perjalanan di daratan timur Ti0ngk0k. Ketika 0rang 0rang yang dengki itu mengetahui Ki K0k Kui masih hidup , mereka merasa sangat khawatir kalau kalau satu satunya anak murid Sri Ageng Musalamat ini akan melaksanakan balas dendam. Selain itu 0rang 0rang tersebut juga kasak kusuk mencari sebuah kitab sakti milik Sri Ageng Musalamat yang tidak berhasil ditemukan. Kitab itu yaitu Kitab Putih Wasiat Dewa , sebuah kitab berisi ilmu langka hampir tanpa tandingan. 0rang 0rang itu sama memastikan bahwa kitab itu berada di tangan Ki H0k Kui. Maka satu r0mb0ngan besar dikirim ke timur untuk mencarinya. Ki H0k Kui alias Harimau Kepala Besi dihadang di dekat Nanchang. Namun berkat pert0l0ngan se0rang sahabat ia berhasil mel0l0skan diri lewat anak sungai Yang Tse Kiang dan menghilang di pantai timur Ti0ngk0k sekitar Se0ch0w….”
“Berarti kitab ilmu sakti masih berada di daratan Ti0ngk0k ,” ujar Wir0 sambil manatap tajam pada Ratu Duyung.
Sang Ratu menggeleng.
“Seperti saya ceritakan tadi Harimau Kepala Besi Ki H0k Kui yaitu murid kesayangan Sri Ageng Musalamat , merupakan murid paling pintar dan mewarisi hampir semua ilmunya. Disamping itu dari sang guru di juga berguru bahasa Jawa kun0. Karena itu ia bisa membaca isi Kitab Putih Wasiat Dewa….”
“Jadi , kitab sakti itu ditulis dalam bahasa Jawa kun0?” tanya Wir0 ingin menegaskan.
“Betul sekali ,” jawab Ratu Duyung.
“Lalu apa betul kitab itu ada di tangan si Harimau Kepala besi?” tanya Wir0 lagi.
“Rupanya Kanjeng Sri Ageng Musalamat se0lah punya firasat bahwa satu malapetaka besar akan terjadi atas dirinya , keluarga serta anak buah dan anak murid perguruannya. Maka tanpa ada 0rang lain yang tahu Kitab Putih Wasiat Dewa diserahkannya pada Tiat Th0w H0uw alias Harimau Kepala Besi….”
“Berarti 0rang ini sudah membaca isinya dan mempelajarinya!” ujar Wir0.
“Hal itu tidak bisa dipastikan. Yang terang selama ia memegang kitab sakti itu ia selalu diburu 0leh 0rang 0rang Kaisar yang jahat….” jawab Ratu Duyung , kemudian meneruskan . “Suatu hari sahabat yang pernah men0l0ng Ki H0k Kui melarikan diri tertangkap. Setelah disiksa akhirnya ia memberi tahu dimana bersembunyinya murid Sri Ageng Musalamat itu. Si sahabat kemudian dibunuh secara keji. Tempat persembunyian Ki H0k Kui digerebek. Terjadi pertempuran hebat. Kabarnya sebelum berhasil mel0l0skan diri Harimau Kepala Besi berhasil membunuh perwira tinggi pemimpin pasukan pengejar itu. Ikut tewas dua 0rang t0k0h silat serta beberapa 0rang prajurit. 0rang 0rang Kaisar murka besar. Bala santunan didatangkan. Sementara Ki H0k Kui melarikan diri menuju muara sungai. Dari sini dengan sebuah jukung ia mengarungi lautan luas. Tujuannya hanya satu menuju tanah Jawa. Sulit dipercaya hanya dengan sebuah bahtera kecil Ki H0k Kui bisa mengarungi samudera luas dengan membawa satu benda sangat berharga. Rupanya 0rang 0rang Kaisar berhati culas masih belum puas. Mereka terus menyelidik. Beberapa hari kemudian mereka berhasil mengetahui bahwa Ki H0k Kui telah kabur dengan sebuah jukung. Satu kapal kayu besar disiapkan untuk mengejar. Karena ia bukan se0rang pelaut maka Ki H0k Kui tidak pernah mencapai pantai utara pulau Jawa daerah kelahiran gurunya tapi justru tersesat ke pantai selatan. Dekat sebuah pulau 0rang 0rang Kaisar berhasil mengejarnya. Setelah terjadi perkelahian hebat dan bahtera kecilnya karam Ki H0k Kui berenang ke daratan pulau terdekat. 0rang 0rang Kaisar terus memburu. Entah apa yang terjadi Ki H0k Kui kemudian lenyap di pulau itu….”
Mungkin ia terbunuh dan Kitab Wasiat itu dirampas 0leh 0rang 0rang Kaisar?” ujar Wir0.
“Tidak ada petunjuk yang menunjang dugaan itu. Kabarnya 0rang 0rang Kaisar kembali dengan kecewa besar. Mereka tidak menemukan Ki H0k Kui , juga kitab sakti yang diburu buru. Ki H0k Kui sendiri tidak pernah terdengar kabar beritanya lagi….” Wir0 termenung sesaat. Dia ingat pada buku lilin yang ada di ruangan besar.
“Lalu apa kekerabatan buku lilin yang ada di tempatmu ini dengan kitab yang asli?” bertanya Wir0.
“Aku pernah menerima mimpi , melihat kitab itu. Walaupun samar samar saya berusaha membuatnya. Siapa tahu saya berj0d0h dengan kitab itu walau saya tidak menginginkannya….”
“Susah juga mencari kitab wasiat itu…” kata Wir0 sambil garuk garuk kepala.
“Ratu , apa kamu tidak punya petunjuk lain yang bisa men0l0ng? Aku ditugaskan 0leh tiga t0k0h silat tanah Jawa untuk mendapatkan buku itu lantaran kabarnya ada satu kitab tandingan berjulukan Kitab Wasiat iblis yang jikalau jatuh ke tangan 0rang jahat niscaya ia akan menguasai dunia persilatan dengan semena mena. Hanya Kitab Putih Wasiat Dewa yang agaknya bisa menghadapi Kitab Wasiat Iblis itu….”
“Aku akan c0ba melihat mundur pada hari hari sebelum kamu muncul dan menjelang kedatanganmu ke sini ,” jawab Ratu Duyung. Lalu diambilnya cermin sakti yang ada di pangkuannya.
*
* *
SEPULUH
Ratu Duyung menatap paras Pnedekar 212 sesaat kemudian berkata. “Aku akan melihat ke dalam beling sakti dan menyampaikan apa yang saya lihat. Selama saya melaksanakan itu jangan sekali kali mengeluarkan bunyi atau bertanya. Kau mengerti Pendekar 212?” Wir0 anggukkan kepala.
Sang Ratu memandang ke dalam cermin bulat. Perlahan lahan sepasang matanya yang biru bagus dipejamkan.
“Ini aneh lagi…” membatin Wir0 yang memperhatikan. “Yang namanya melihat itu dua mata mustinya dibuka lebar lebar , ia justru pejamkan ke dua matanya!”
“Aku melihat sebuah bukit di luar Kart0sur0…” lisan sang Ratu terbuka dan ucapan itu meluncur dari mulutnya. “Ada dua 0rang bermuka iblis di dekat sumur.
Tampaknya mereka sengaja berjaga jaga….”
“Itu niscaya Tiga Bayangan Setan dan Elang Setan!” kata Wir0 dalam hati.
“0rang ke tiga muncul. Tinggi tegap , berwajah gagah tapi c0ngkak. Dia mengenakan mantel hitam. Mereka bercakap cakap…. Ah , terjadi perkelahian. Dua lawan satu….”
“0rang tinggi tegap… berwajah c0ngkak. Mengenakan mantel hitam…. Siapa lagi kalau bukan….”
“0rang yang barusan tiba menyibakkan p0t0ngan depan mantelnya. Aku melihat… saya melihat ada gambar gunung dan matahari pada p0t0ngan dada bajunya….”
Dugaanku tidak meleset! Manusia itu ternyata memang benar anjing jahanam berjuluk Pangeran Matahari!” Wir0 kepalkan ke dua tinjunya kemudian pasang pendengaran mendengarkan kelanjutan keterangan Ratu Duyung.
“Ada kepulan asap. Ada tiga s0s0k raksasa keluar dari kepala salah se0rang penger0y0k. 0rang bermantel terdesak hebat. Hampir celaka…. Tapi tidak. Dia berhasil men0t0k tubuh lawan. Lalu…. 0rang bermantel masuk ke dalam sumur….” Sampai di sini Ratu Duyung berhenti berucap. Lama Wir0 menunggu hampir hampir ia tak sabaran membuka lisan hendak bertanya. Namun sesaat kemudian tampak bibir merah sang Ratu membuka.
“Muncul se0rang nenek berjubah kuning yang mukanya dirias tak karuan.
Perempuan ini melepaskan t0t0kan dua 0rang di tepi sumur. Sekarang muncul kembali 0rang bermantel. Dia keluar dari dalam sumur. Terjadi keributan. Si nenek menyerang 0rang bermantel. Dari dada 0rang bermantel melesat satu cahaya angker berwarna hitam. Tubuh si nenek mencelat. Tergelimpang di tanah. Tewas mengerikan dengan tubuh jadi tulang belulang hangus g0s0ng!”
“Tidak salah dugaan para t0k0h!” kata Pendekar 212 dalam hati. “Kitab Wasiat Iblis telah dikuasai 0leh Pangeran Matahari!” Wir0 menarik napas dalam dan melihat sepasang mata biru Ratu Duyung terbuka. Wajahnya yang bagus keringatan. Dia mengeluarkan sehelai sapu tangan kemudian menyeka keringat pada p0t0ngan kening bawah mata serta dagu.
“Ratu , turut keteranganmu Kitab Wasiat Iblis sudah dikuasai 0leh Pangeran Matahari dari Gunung Merapi….”
Ratu Duyung mengangguk. “Apa yang bisa kulihat dalam cermin sakti masih berlanjut. Kau masih ingin mendengarkan?”
“Tentu saja Ratu. Tapi jikalau kamu merasa capai silahkan istirahat. Aku akan menunggu….”
Ratu Dutung tersenyum. Dia pejamkan ke dua matanya kembali. “Tampak sebuah telaga. Ada se0rang dara berpakaian biru. Aku juga melihat kamu berada di daerah itu Pendekar 212….”
Murid Sint0 Gendeng hingga bangun dari kursinya saking terkejutnya. “Celaka….
Jika ia melihat semuanya dan membeberkan….” Wajah murid Sint0 Gendeng ini berubah dan tangannya menggaruk kepala berkali kali!
“Ada yang tidak beres…. Cermin sakti mengalami kesulitan. Keadaan sekitar telaga terlihat sangat samar….”
Wir0 merasa lega dan duduk kembali ke dingklik batu. Ratu Duyung membuka ke dua matanya , menatap ke arah Wir0. Sepertinya ada seberkas cahaya keluar dari dua b0la mata biru wanita muda yang bagus jelita itu. “Gadis berbaju biru di telaga….’ ujar sang Ratu. “Apakah ia yang kamu panggil dengan sebutan Bidadari Angin Timur waktu kamu termangu tadi…?”
Wir0 tak menjawab. Kalau sang Ratu sudah tahu apa gunanya menjawab , begitu murid Sint0 Gendeng berfikir.
“Apa hubunganmu dengan gadis itu Pendekar 212?” bertanya Ratu Duyung.
“Eh nada suaranya mirip cemburu…” membatin Pendekar 212.
“Kalau kamu tak mau menjawab tak jadi apa. Aku akan meneruskan melihat ke dalam cermin sakti.” Ratu Duyung arahkan pandangannya pada cermin yang dipegangnya. Begitu ia memejamkan mata maka kembali mulutnya menutur.
“Pendekar 212 , kamu terlihat di dekat sumur di lereng bukit bersama gadis bagus berpakaian biru itu.. Seseuatu terjadi. Dalam keadaan tert0t0k….”
Apa yang dikatakan Ratu Duyung selanjutnya tidak begitu diperhatikan Wir0 lantaran ia yang mengalami dan tahu sendiri apa yang terjadi selanjutnya. Dia gres tersentak ketike mendengar ucapan sang Ratu selanjutnya. “Aku melihat puncak sebuah gunung. Ada bayangan sese0rang di pintu sebuah bangunan. Ternyata lelaki bermantel itu. Dua 0rang mendatanginya. Tiga Bayangan Setan dan Elang Setan. Dua 0rang ini menyerahkan sesuatu pada 0rang bermantel. Yang satu berbentuk hitam pekat , tak terang apa adanya. Namun yang satu lagi sebuah senjata bermata dua yang memancarkan sinar berkilauan. Ah…. Sebuah kapak…….”
Pendekar 212 setengah terl0mpat dari duduknya. Kalau tidak lekas menguasai dirinya hampir saja ia memukul lengan dingklik kerikil yang didudukinya. Sambil mengepalkan tinju murid Sint0 Gendeng menyumpah dengan bunyi ditekan. “Jahanam!
Dua senjata mustika milikku diserahkannya pada insan keparat itu! Kapak Maut Naga Geni 212 dan pasangannya kerikil hitam ternyata berada di tangan Pangeran Matahari musuh besarku! Benar benar kurang ajar!” Wir0 melangkah mundar mandir di ruangan itu hingga ia mendengar bunyi Ratu Duyung menegur.
“Pendekar 212 , apakah kamu masih ingin mengetahui kelanjutan penglihatanku lewat cermin atau kita sudahi saja semua ini?”
“Maafkan saya Ratu Duyung! Aku sangat terkejut dan tidak mnenyangka kalau dua senjata mustika milikku kini jatuh ke tangan Pangeran Matahari musuh besarku semenjak bertahun tahun silam… Dua insan setan ganjal itu ternyata yaitu kaki tangan Pangeran Matahari!” Wir0 mengusap wajahnya. Setelah ia duduk ke dingklik kerikil gres Ratu Duyung pejamkan mata dan melihat kembali ke dalam cermin saktinya.
“Gadis berbaju biru tawanan Tiga Bayangan Setan dan Elang Setan berhasil mel0l0skan diri sesudah menghajar Elang Setan hingga babak belur….Hemmmm….. cerminku kehilangan sambungan getar. Aku tak sanggup melihat apa apa. Tunggu dulu…. Aku melihat laut. Ada sebuah bahtera putih. Kau berada di atasnya bersama se0rang lelaki k0rengan , pakai caping dan mukanya ditutup dengan cadar. Kurasa tak perlu kulanjutkan lantaran kamu tahu sendiri apa yang kemudian terjadi. Tapi tunggu….Aku melihat ada sebuah bahtera lagi. Melesat mendampingi bahtera putihmu. Kau dalam keadaan tak berdaya , terjepit tangan kanan pada lantai perahu. Hemmm….. Penumpang bahtera yang satu itu ternyata yaitu gadismu si baju biru itu. Dia mirip mencari carimu. Tapi wajahnya memperlihatkan kegelisahan. Sayang ia tidak sempat mengetahui kalau kamu berada di bahtera putih itu. Perahunya membel0k dan menghilang di kejauhan…”
Ratu Duyung membuka kedua matanya. Menatap Pendekar 212 sesaat kemudian berkata. “Hanya itu yang bisa kulihat melalui cermin saktiku……”
“Ratu… Apa yang kamu lihat sama sekali tidak memberi petunjuk dimana beradanya Kitab Putih Wasiat Dewa itu.” Kata Wir0 pula.
“Pendekar 212 , perlu kamu ketahui apa yang terlihat di dalam cermin bisa saja keliru lantaran betapapun saktinya benda ini selalu ada keterbatasan. Karenanya kita perlu mengkaji ulang apa apa yang terlihat. Apakah kamu mengenal 0arang bercaping yang berpenyakit kulit itu?”
“0rang itu berkepandaian sangat tinggi. Sikapnya aneh penuh belakang layar tapi jahat sekali. Nelayan di pantai menyebutnya dengan panggilan Makhluk Pembawa Bala. Sulit kuduga siapa ia adanya. Jangan jangan salah se0rang kaki tangan Pangeran Matahari pula. Tadinya saya mengharapkan ia akan membawa saya ke pulau tujuan dimana saya bisa bertemu dengan se0rang sakti bergelar Raja 0bat Delapan Penjuru Angin. Ternyata ia mencelakai diriku di tengah laut. Aku berterima kasih padamu yang telah men0l0ng…”
“Selama ini sering terlihat di cermin insan itu malang melintang di lautan.
Anak buahku berulang kali melaksanakan penyelidikan namun masih belum bisa mengetahui siapa adanya makhluk satu itu. Katamu kamu mencari Raja 0bat Delapan Penjuru Angin. Mengapa…?”
“Menurut para t0k0h yang memberi kiprah padaku , ia mengetahui dimana beradanya Kitab Putih Wasiat Dewa itu…. Dia membisu di salah satu pulau sekitar sini.”
“Dugaan itu mungkin betul. Aku pernah bertemu satu kali dengannya. Singkat sekali. Dia berusaha meng0batiku tapi tidak mampu….”
“Hemmm…. Memangnya kamu punya penyakit apa?” tanya Wir0.
Lama Ratu Duyung berdiam diri , tidak menjawab.
“Kalau kamu tak mau menjawab tak apa. Tapi apa kamu bisa memberi petunjuk dimana kira kira letak pulau kediaman Raja 0bat itu…?”
Ratu Duyung memandang ke langit langit ruangan. Lalu ia berpaling pada cermin yang dipegangnya. “Akan kuc0ba…” katanya seraya memejamkan mata. Lama sekali gres wanita bermata biru ini berkata.
“Aku melihat samudera luas. K0s0ng… Ada satu titik hitam di sebelah tenggara…” Ratu Duyung membayangkan wajah Raja 0bat Delapan Penjuru Angin. Titik hitam dalam cermin berkedap kedip. Matanya dipejamkan lebih rapat. “Ada warna merah. Buki… gunung… batu… batu….” Dada sang Ratu kelihatan berguncang. Dia mirip berusaha menahan satu kekuatan yang menghadang pandangannya. Tapi tak sanggup. Perlahan lahan wanita ini buka sepasang matanya dan menatap Wir0.
“Tak bisa kulihat lebih rinci…. Ada satu daya t0lak yang hebat. Bukan berasal dari si Raja 0bat , tapi dari beberapa kekuatan yang tiba dari luar. Ada kekuatan yang tak ingin saya mengetahui letak niscaya pulau itu. Namun dari penglihatan yang terbatas saya bisa mengira duga. Pulau itu terletak jauh di sebelah tenggara muara Kali 0pak. Berarti di sebelah timur dari daerah kita berada ketika ini. Pulau itu tidak berpenghuni lantaran tak ada yang tumbuh di sana kecuali bukit dan gunung kerikil berwarna merah…..Hanya itu yang bisa kuberi tahu…..”
“Terima kasih Ratu Duyung. Terima kasih banyak. Apa yang kamu jelaskan bisa kujadikan pegangan untuk mengarungi maritim selatan mencari pulau daerah kediaman Raja 0bat itu….” Wir0 membisu sebentar.
“Apa yang ada dalam pikiranmu Pendekar 212?” tanya sang Ratu.
“Sebenarnya ada beberapa pertanyaan ingin saya sampaikan. Entah apakah kamu mau menjawab atau tidak…”
“Katakanlah…” ujar Ratu Duyung pula.
“Walau kamu memberi penuturan tadi , sebagian tidak begitu kuperhatikan , m0h0n dimaafkan. Kau niscaya menuturkan ihwal se0rang gadis berpayung merah….”
“Ya , apa yang ingin kamu ketahui…”
“Gadis itu berasal dari tanah seberang. Punya kiprah yang sama dengan tugasku yakni mencari Kitab Putih Wasiat Dewa…”
“Kau merasa erat dengan dia?” tanya Ratu Duyung.
“Aku berhutang budi dan berhutang nyawa padanya. Tapi cepat atau lambat ia akan membunuhku…”
“Bagaimana kamu tahu?” tanya Ratu Duyung.
Wir0 kemudian ceritakan ihwal surat aneh yang dibawa Puti Andini. Mendengar itu Ratu Duyung termenung. Lalu dengan bunyi perlahan ia berkata. “Dia bisa jadi sahabat sejati tapi juga bisa jadi musuhmu paling berbahaya kelak. Yang terang ketika ini saya punya firasat ia salah satu yang menjadikan kekuatan pen0lak hingga tadi saya tidak bisa melihat lebih terang dalam cermin sakti…. Tapi sekali lagi kukatakan apa yang kuberitahu bisa saja salah….Karena….” Ratu Duyung tidak meneruskan ucapannya.
“Karena apa Ratu?” tanya Wir0.
“Karena saya juga punya firasat ia telah jatuh cinta padamu pada pandangan pertama…. Tapi kamu kurang perhatian lantaran hatimu telah direbut 0leh gadis berjulukan Bidadari Angin Timur itu….”
*
* *
SEBELAS
Wajah murid Sint0 Gendeng dari Gunung Gede menjadi merah mirip saga.
Dalam duduk membisu di atas dingklik kerikil dan memandang dengan mata besar pada wajah bagus Ratu Duyung di hadapannya.
“Apakah ada pertanyaan lain yang ingin kamu ajukan?” Ratu Duyung tiba tiba bertanya..
Wir0 merasa lega sedikit. Sang Ratu rupanya tidak ingin memperpanjang pembicaraan tadi. “Memang ada Ratu ,” jawab Wir0. “Seperti kamu ketahui Tiga Bayangan Setan mempunyai ilmu kebal yang tak memungkinkan ia dibunuh dengan cara apa pun…”
“Dia memang tidak mempan pukulan sakti dan senjata tajam. Semua itu tiba dari luar. Tapi kematian yang tiba dari dalam tetap tak bisa diledakkannya. Dia tidak kebal terhadap racun. Turut penglihatanku lewat cermin tadi , baik Tiga Bayangan Setan maupun temannya Elang Setan mengidap sejenis racun mematikan secara perlahan dalam tubuh masing masing. Mereka akan menemui tamat hidup sekitar dua ratus hari dimuka jikalau tak berhasil mendapatkan 0bat penawar…”
“Ratu , saya benar benar kagum dengan kemampuanmu melihat sejauh itu ,”
memuji Wir0. “Tapi rasanya saya tak bisa menunggu hingga sekian lama , membiarkan mereka mati sendiri. Mereka merampas dua senjata mustikaku. Mereka diketahui pula kai tangan Pengeran Matahari. Mereka akan membunuhku begitu bertemu! Elang Setan tidak saya khawatirkan ,. Tapi Tiga Bayangan Setan jadi m0m0k n0m0r satu ketika ini. Aku harus mengetahui kelemahan ilmunya. Gadis berpayung tujuh itu pernah memberi tahu bahwa se0rang pemabuk berjulukan Iblis Pemabuk mengetahui niscaya kelemahan Tiga Bayangan Setan….. Apakah kamu bisa melihat ke dalam cermin untuk mengetahui dimana saya bisa menemui 0rang ini?”
“Kau percaya begitu saja pada keterangan gadis itu?” tanya Ratu Duyung.
Pendekar 212 tidak bisa menjawab.
Ratu Duyung tersenyum kemudian jentikkan jari telunjuk tangan kanannya ke ibu jari.
Suara jentikan menggema keras dalam ruangan itu. Tirai biru di sebelah kanan tersingkap. Se0rang anak buah Ratu Duyung muncul.
“Aneh , tadi saya setangh mati mencari jalan atau pintu keluar ruangan ini.
Ternyata ada di sebelah sana….”
“Saya menunggu perintah…” kata gadis yang gres muncul seraya membungkuk.
“Bawa kemari tamu kita yang tiba malam tadi…” berkata Ratu Duyung.
Gadis berpakaian hitam mengangguk kemudian menyelinap ke balik tirai biru kembali.
Saking percayanya Wir0 berdiri dari dingklik kerikil kemudian membuka tirai di p0t0ngan tadi si gadis menghilang. Temb0k batu! Dia sama sekali tidak melihat pintu atau apa kecuali temb0k batu! Wir0 kembali ke kursinya sambil garuk garuk kepala.
Ratu Duyung tertawa perlahan. “Apa yang kamu lihat , Wir0?” tanya sang Ratu.
“Dinding batu!” jawab murid Sint0 Gendeng.
“Kau pernah mendengar ujar ujaratau petuah yang menyampaikan bahwa apa yang terlihat mata telanjang belum tentu mirip itu kenyataannya?”
“Ya , saya pernah mendengar 0rang pintar berkata mirip itu…”
“Kau melihat kerikil tapi apakah kamu pernah membuktikan kalau itu pernah membuktikan kalau itu benar benar batu? C0ba kamu singkapkan lagi tirai biru di p0t0ngan mana saja kamu suka. Jika kamu melihat kerikil c0ba kamu s0r0ngkan tubuhmu ke depan. Lihat nanti apa yang terjadi….”
Wir0 pandangi wajah sang Ratu dengan mimik tak percaya. Lalu ia berdiri , melangkah ke dinding ruangan sebelah kiri. Dengan tangan kanannya ia menyingkapkan tirai biru tebal. Dinding kerikil kelihatan di depannya. Seperti dikatakan Ratu Duyung Wir0 selalu maju menabrak dinding kerikil itu.
Astaga! Ternyata tubuhnya lewat begitu saja mirip mener0b0s udara k0s0ng.
Sesaat kemudian tahu tahu ia sudah berada di depan satu pedataran berumput.
“Aneh! Benar benar aneh!” kata Wir0 sambil memutar tubuh. Kembali ia melangkah menabrakkan diri ke dinding batu. Tubuhnya lewat dan kini ia hingga kembali ke dalam rauang semula!
“Bagaimana…?” tanya Ratu Duyung.
“Aku banyak menerima pelajaran bagus darimu Ratu Duyung…” jawab Wir0 seraya duduk kembali ke kurai batu. Tiba tiba ia mend0ngakkan kepala. Hidungnya bergerak gerak.
“Ada apa?” tanya Ratu Duyung.
“Aku mencium busuk minuman keras. Keras Sekali. Mungkin tuak atau air ketan….”
Ratu Duyung cuma tersenyum mendengar kata kata itu. Sesaat kemudian tirai biru di samping kanan terbuka. Empat 0rang gadis berpakaian ketat hitam muncul mendampingi se0rang laki lakigemuk pendek berwajah mirip dedemit. Pada cuping hidungnya sebelah kiri melingkar sebuah anting bulat terbuat dari akar bahar. 0rang ini hanya mengenakan celana k0mprang hitam. Muka dan tubuhnya berwarna merah.
Sekujur badannya mulai dari kepala hingga ke kaki yang tak berkasut menghamparkan busuk minuman keras. Pada ikat pinggang besarnya tergantung selusin kendi. Di tangan kanan ia memegang sebuah kendi yang setiap ketika dis0r0ngkannya ke mulutnya.
“Gluk…gluk… gluk!” Dia meneguk lahap minuman keras yang ada dalam kendi itu. Lalu dari mulutnya keluar bunyi antara 0rang menyanyi dan 0rang meracau. Tubuhnya berg0yang g0yang mirip mau rubuh! Wir0 memperhatikan empat gadis yang tiba bersama si gemuk muka setan ini membawa masing masing enam buah kendi berisi tuak.
“S0batku tamuku agung , c0ba terangkan siapa dirimu pada tamu muda ini…” berkata Ratu Duyung.
Se0lah sadar si gemuk itu turunkan kendi dari mulutnya.”Astaga , kukira saya masih berada di s0rga! Rupanya sudah turun ke bumi! Ha..ha..ha…!” Sepasang mata si gemuk berputar putar. Tubuhnya 0leng ke kiri , menghuyung ke kanan.
“Tuan rumah Ratu Duyung , siapa yang kepingin tahu diriku yang buruk ini?” Ratu Duyung anggukan kepala pada Wir0.
Murid Sint0 Gendeng segera membuka mulut.”Namaku Wir0 Sableng. Aku yang ingin tahu siapa adanya dirimu kalau kamu tidak keberatan…”
“Ha… ha… ha….! Wir0 Sableng! Tak pernah ku dengar nama itu sebelumnya.
Kalau Cuma pada se0rang kurcaci jalek mengapa saya harus menyembunyikan siapa diriku. Tapi tunggu dulu! Aku mau mab0k dulu!” Si gemuk kemudian tenggak lagi minuman keras dalam kendi yang dipegangnya hingga habis. Begitu habis ia memaki. “Sialan!
Bagaimana saya bisa mab0k kalau Cuma minum sedikit?!” Lalu! Wir0 ternganga. Seperti menyantap kerupuk lezat saja si gendut itu melahap kendi tanah itu , mengunyah dan menelannya hingga habis! Wir0 jadi leletkan pengecap dibuatnya.
Selesai menghabiskan kendi tanah itu si gemuk bermuka setan ambil sebuah kendi yang tergantung di pinggangnya kemudian meneguk isinya hingga setengah.”Nah , ini gres sedap. Aku sudah mab0k! Ha… ha… ha….!” Tubuhnya kembali menghuyung tak karuan.
“Ratu Duyung , apakah kurcaci buruk yang tadi menanyakan siapa diriku masih ada di daerah ini?” Sepasang mata si gemuk pendek berputar putar liar. Tangan kirinya mengusap usap perutnya yang buncit.
“Benar tamuku agung! Kurcaci buruk itu masih ada di sini!” menjawab Ratu Duyung.
Wir0 penc0ngkan mulutnya lantaran dari tadi ia disebut sebagai kurcaci jelek.
“Kalau ia masih ada di sini tanyakan padanya apakah ia membawa nyawa cadangan lantaran saya ingin meminta satu dari dua nyawanya itu. Aku tidak ingin meminta satu dari dua nyawanya itu. Aku tidak serakah! Aku hanya minta satu saja… Biar lezat mab0kku! Ha… ha… ha!”
Berubah paras Pendekar 212. Dia memandang pada Ratu Duyung tapi wanita bagus itu membisu saja.
“Ratu Duyung , tuan rumahku mengapa kamu tidak menjawab?!” Si gemuk bertanya kemudian teguk minuman keras dalam kendi.
Ratu Duyung memandang pada Wir0 dan berkata. “Jawab pertanyaannya.
Nyawamu tergantung pada bagaimana jawabanmu! Salah menjawab berarti mati!
Jangan berharap bisa l0l0s!”
Wir0 merasa tengkuknya sedingin es. Keringat memercik di keningnya. Dalam hati ia berkata. “0rang gila harus dilayani gila. 0rang mab0k harus dilayani secara mab0k!”
Wir0 mel0mpat , menyambar sebuah kendi minuman keras yang dipegang salah se0rang anak buah Ratu Duyung kemudian meneguknya hingga mengeluarkan bunyi keras.
Minuman keras itu menyengat lisan memperabukan tengg0r0kkannya.
“Tuanku besar raja kurcaci! Aku kurcaci buruk menemanimu mab0k bersama!
Mab0k barengan lebih asyik dari sendirian! Ha… ha… ha…!” teriak Wir0 seraya acungkan kendi minuman keras kemudian huyungkan dirinya ke kiri dan ke kanan.
“Ah…. Apa saya yak salah dengar? Ada kurcaci buruk yang memanggilku tuan besar raja kurcaci! Asyikk! Ay0 teguk! Tenggak hingga ludas! Mab0k bersama memang bagus!
Tapi mana nyawa cadanganmu yang saya minta!” teriak si gendut pendek bermuka seram!
Wir0 jadi tercekat. Tapi dasar gendeng ia tak kurang akal. Sambil tertawa haha hihi kendi di tangan kanan dik0c0k hingga minuman keras muncrat ke udara. Begitu minuman itu melayang jatuh Wir0 buka mulutnya lebar lebar. “Gluk…gluk…gluk!”
Minuman keras amblas masuk ke dalam tengg0r0kannya. Melihat apa yang dilakukan Wir0 itu si gemuk pendek tertawa bergelak. Tapi sesaat kemudian tetap saja ia berkata. “Ay0 , jangan berani menipuku! Mana nyawa cadanganmu!”
“Tuanku besar raja kurcaci! Kau mab0k asyik. Pasti lupa. Bukankah nyawa cadanganku sudah kuberikan padamu malam tadi di pintu gerbang. Kau menyimpannya di dalam kant0ng kulit ikat pinggang besar.”Mungkin benar saya lupa. Mungkin benar sudah kusimpan….Eh , kurcaci jelek. C0ba kamu ambil dan perlihatkan nyawa cadanganmu itu padaku!”
“Mampus aku!” ujar Wir0. “Apa yang harus saya lakukan?” Dia melirik pada Ratu Duyung. Sang Ratu angkat pundak tak bisa men0l0ng. Wir0 garuk garuk kepalanya. Sambil berpura pura terhuyung huyung Wir0melangkah mendekati si gemuk pendek. Dengan tangan kirinya dibukakannya kant0ng kulit besar di ikat pinggang kemudian tangan kiri itu dikepalkan dan dimasukkan ke dalam kant0ng. Ketika tangan dikeluarkan masih dalam keadaan terkepal.
“Tuanku besar raja diraja kurcaci! Nyawa cadangan sudah kuambil , ada dalam genggamanku! Silahkan kamu melihat sendiri!” Wir0 kemudian acungkan tangannya yang mengepal mirip menggenggam sesuatu.
Dengan kepala berg0yang g0yang tak karuan si gemuk ini perhatikan kepalan tangan Wir0 yang menggenggam. Lalu ia tertawa gelak gelak.
“Kurcaci jelek! Kau Betul! Aku sudah lihat nyawa itu. Hai! Lekas kamu masukkan kembali ke dalam kant0ng kulit! Aku khawatir nyawa itu nanti terbang!”
“Perintah tuanku besar raja diraja kurcaci saya ikuti!” kata Wir0 kemudian kepalannya dimasukkan ke dalam kant0ng kulit.
“Bagus… bagus! Sekarang mari kita mab0k lagi sama sama!” kata si gemuk sambil teguk sisa minuman keras yang ada dalam kendi. Lalu mirip tadi kendi k0s0ng dari tanah itu dilahapnya mirip melahap krupuk garing!
Wir0 menunggu hingga si pendek gemuk ini meneguk kendi ke tiga. Lalu diapun bertanya. “Tuanku besar raja diraja kurcaci , saya kurcaci buruk minta budi baikmu untuk memberi tahu siapa kamu adanya!”
“Tentu… tentu , bukankah kita kini sudah jadi sahabat satu pemab0kan?!
Ha…. Ha…. Ha…! Dengar baik baik , dekatkan ditelingamu padaku! Aku akan memberi tahu siapa saya adanya!”
Wir0 cepat cepat angsurkan kepalanya dan dekatkan pendengaran kanannya ke lisan si gemuk pendek. Dia mendengar bunyi mendesis halus.
“Sudah kamu dengar kurcaci jelek?!” tanya si gemuk kemudian meneguk minuman dalam kendi hingga berlelehan di dagu dan jatuh ke perutnya yang telanjang.
“Aku tidak mendengar apa apa!” kata Wir0.
“Kurcaci t0l0l! Aku memang belum menyampaikan apa apa!” kata si gemuk kemudian tertawa mengekeh.
“Sial dangkalan!” maki Wir0 dalam hati tapi terus pula tertawa gelak gelak.
“Kurcaci buruk , mari dekatkan lagi telingamu. Yang sebelah kiri saja. Yang kanan baunya menciptakan saya mau muntah! Ha… ha… ha!” kata si gemuk pendek. “Setan! Maki Wir0. Tapi ia angsurkan juga pendengaran kirinya.
“Namaku Iblis Pemabuk!” teriak si gemuk pendek.
Teriakan itu bukanj teriakan biasa. Demikian kerasnya hingga Wir0 terpental dua t0mbak. Kepalanya mirip meledak dan dari liang telinganya kelihatan darah mengucur.
Untuk beberapa lamanya Wir0 terkapar di lantai ruangan , tak bisa bergerak.
Pendengarannya se0lah tuli , bukan saja pada pendengaran kiri tapi juga pada pendengaran kanan!
“Eh , kurcaci jelek! Kau dimana…?!” teriak si gemuk pendek yang ternyata yaitu Iblis Pemabuk.
Walau pendegarannya terganggu tapi dari gerak lisan si gemuk Wir0 sanggup mengira apa yang diucapkannya. Maka diapun menyahut. “Tuanku besar raja diraja kurcaci! Aku kurcaci buruk ada di sini , mengeletak di lantai!”
“Walah! Lagi apa kamu di sana?!” teriak Iblis Pemabuk.
“Lagi mab0k!” teriak Wir0.
Iblis Pemabuk tertawa gelak gelak mendengar jawaban itu. Lalu ia mel0mpat ke hadapan Wir0. Minuman keras di dalam kendi diguyurkannya ke pendengaran kiri murid Sint0 Dendeng. “Minumlah yang banyak biar tambah asyik mab0kmu!” katanya.
Wir0 merasa telinganya sperti disengat kalajengking. Dia cepat berdiri. Karena berdiri minuman keras yang masuk ke dalam pendengaran kiri kini mengalir keuar. Dan terjadilah hal yang aneh. Telinga yang sakit tuli itu sembuh kembali! Darahnyapun lenyap tidak berbekas. Pendegaran Wir0 pulih kiri kanan.
“Manusia gila aneh tapi punya kepandaian yang sulit kujajagi!” kata Wir0 memaki dalam hati tapi juga kagum.
“Ratu Duyung tuan rumahku , panas sekali udara di sini. Apa saya bisa minta t0l0ng supaya anak buahmu mengantarkan saya keluar?” tiba tiba Iblis Pemabuk berkata sesudah meneguk hingga sepertiga isi kendi yang dipegangnya.
“Tuanku besar raja diraja kurcaci , tunggu dulu! Aku kurcaci buruk masih ada satu pertanyaan. Kalau kamu tak menjawab bes0k bes0k saya tak akan menemanimu mab0k mab0kan lagi!”
“Dasar kurcaci geblek! Lekas bilang apa kamu mau tanya!” hardik Iblis Pemabuk kemudian bantingkan kendi yang masih banyak isinya itu ke lantai hingga pecah dan minuman keras di dalamnya membasahi lantai.” Astaga! Apa yang saya lakukan?!” seru Iblis Pemabuk se0lah sadar dan menyesal. Lalu ia membuka mulutnya lebar lebar.
Minuman keras yang tergenang di lantai laksana dised0t melesat ke dalam mulutnya hingga lantai menjadi kering!
Wir0 leletkan pengecap melihat peristiwa itu.
“Tuanku besar raja diraja kurcaci! Aku mau tanya begini! Ada insan jahat berjuluk Tiga Bayangan Setan. Kebal pukulan sakti kebal senjata tajam! Dia mempunyai ilmu hitam yang sanggup mengeluarkan tiga raksasa jejadian! Kalau ia dibiarkan hidup dunia persilatan bisa kacau balau! Aku minta petunjukmu. T0l0ng beri tahu saya dimana letak kelemahannya!”
“Tiga Bayangan Setan….?” Sepasang mata Iblis Pemabuk berputar liar. Lalu ia tertawa gelak gelak. “Gelas angker tapi tak masuk akal. Yang ada bayangannya itu cuma manusia! Setan mana ada bayangannya! Tiga sekaligus! Buset s0mpret! Tidak masuk akal!” Iblis Pemabuk tertawa mengekeh hingga kedua matanya basah. “Tapi dengar , saya akan menjawab pertanyaanmu. Dengar baik baik apa yang saya ucapkan. Tepat tengah hari b0l0ng! Pilih yang di tengah!”
Habis berkata begitu Iblis Pemabuk membungkuk di hadapan Ratu Duyung yang dibalas dengan menjura dalam 0leh Ratu Duyung. Anak buah sang Ratu menyibakkan tirai biru. Iblis Pemabuk melangkah terhuyung huyung. Tiba tiba ia berbalik pada Wir0 dan tudingkan jari telunjuk tangan kanannya ke arah murid Sint0 Gendeng itu.
Astaga! Wir0 hingga tergagau. Jarak antara ia dan si gemuk Iblis Pemabuk terpisah sekitar tiga t0mbak. Tapi ketika itu Wir0 merasa ujung jari telunjuk itu telah menyentuh dan menekan hidungnya!
“Kurcaci jelek! Dengar baik baik! Aku tunggu kamu pada matahari terbit hari
sepuluh bulan sepuluh di Pangandaran!
Wir0 terkejut dan tak mengerti maksud ucapan Iblis Pemabuk itu. Namun waktu ia hendak bertanya si gemuk pendek ini telah lenyap di balik tirai biru.
“Pangandaran…” desis Wir0. “Teka teki apa pula ini? Ada apa di sana? Mau mengajak saya mab0kan?!” Murid Eyang Sint0 Gendeng berpaling pada Ratu Duyung. Dia tidak menemukan jawaban di wajah yang bagus jelita itu. Akhirnya sambil menggaruk kepala Wir0 bertanya. “Ratu Duyung lewat cermin saktimu apakah kamu bisa mengetahui apa yang akan terjadi pada hari sepuluh bulan sepuluh di Pangandaran pada ketika matahari terbit mirip dikatakan Iblis Pemabuk tadi?”
Perlahan lahan Ratu Duyung ambil cermin sakti di pangkuannya kemudian memandang ke dalam beling dengan sepasang mata terpejam.
Wir0 melihat paras bagus itu berubah. Ketika kedua matanya dibuka Ratu Duyung berucap dengan bunyi bergetar. “Aku melihat darah di seluruh pantai Pangandaran….”
*
* *
DUA BELAS
Pendekar 212 , apakah masih ada sesuatu yang ingin kamu tanyakan?” ujar Ratu Duyung. “Kurasa semua sudah kutanyakan. Banyak yang belum sempat kutanyakan kamu sudah memberi penjelasan…. Hanya ada satu hal , kalau saya memang bukan lagi sebagai tawanan apakah saya bisa meninggalkan daerah ini?
Ratu Duyung mengangguk. “Pada saatnya kamu bisa pergi dari sini dan pada ketika yang kamu suka kamu bisa kembali ke sini…”
Wir0 hendak berdiri tapi Ratu Duyung memberi tanda dengan mengangkat tangan.
“Sebelum kamu pergi , jikalau memang tak ada pertanyaan lain , kini giliranku untuk mengajukan satu pertanyaan. Hanya satu , tak lebih dan tak kurang….”
“Silahkan saja Ratu ,” jawab Wir0 Sableng seraya kembali duduk di dingklik kerikil di hadapan sang Ratu.
“Apakah kamu masih perjaka?”
Pertanyaaan itu diucapkan Ratu Duyung dengan hening , wajah lembut dan perlahan. Tapi sampainya ke pendengaran Wir0 mirip satu ledakan keras. Dipandanginya wajah sang Ratu. Lalu ia tertawa gelak gelak. Namun ketika dilihatnya paras sang Ratu tidak berubah menandakan bahwa ia memang tidak ada maksud bersenda gurau dengan ucapannya itu maka Wir0 serta merta hentikan tawanya.
“Ratu Duyung , kamu barusan menanyakan apa….?”
“Kau mendengar dengan terang , saya tak akan mengulang pertanyaanku…” jawab Ratu Duyung.
“Ah , mungkin ia merasa tersinggung ,” pikir Wir0. Dia mendehem beberapa kali.
Lalu dengan p0l0s ia berkata. “Ratu Duyung , mengingat apa yang telah kamu perbuat padaku saya mengh0rmatimu…”
“Betul?” Wir0 mengangguk.
“Tak ada dendam mengingat eksekusi yang telah saya jatuhkan padamu?”
Wir0 menggeleng. “Kuharap kamu jangan tersinggung dengan sikapku barusan.
Pertanyaanmu sangat mengejutkan. Kau mau menerangkan apa maksudmu…?”
“Aku akan terangkan sesudah kamu menjawab pertanyaanku…” jawab Ratu Duyung pula.
Wir0 garuk kepalanya. Lalu ia berucap.”Sampai ketika ini saya memang belum pernah kawin. Maksudku menikah….”
“Bukan itu yang saya tanyakan. Kau masih perjaka artinya apakah kamu pernah melaksanakan kekerabatan tubuh dengan perempuan?”
Wir0 merasa kulit mukanya menjadi panas. “Aku tak pernah berzina…” katanya perlahan.
“Berzina ada beberapa macam. Zina mata , zina pendengaran , zina tangan dan zina badaniah…”
“Hemmm…Anu…Zina mata atau tangan atau pendengaran mungkin sudah pernah saya lakukan. Aku bukan insan tanpa rasa. Aku pernah melihat wajah wajah bagus , saya pernah melihat hal hal yang dianggap terlarang , saya juga pernah mendengar sesuatu yang k0t0r , saya pernah memeluk dan mencium gadis gadis. Tapi jikalau zina yang kamu maksudkan , itu belum pernah melakukan. Tuhan masih memeliharakanku dari yang satu itu….”
“Aku melihat di cermin sakti. Kau dan Bidadari Angin Timur bersatu tubuh berpeluk pelukan di dalam telaga. Hanya sayang yang terlihat di cermin tidak begitu jelas. Apakah kamu tidak mau mengakui bahwa kamu telah melakukan…”
Wir0 bangun dari dingklik batu. Dia geleng gelengkan kepalanya. “Waktu itu keadaan memang benar benar penuh kesempatan. Kalau saya mau mungkin gadis itu pasrah saja mengikuti nafsuku. Tapi saya tidak melaksanakan hal yang satu itu. Bukan lantaran saya c0w0k baik baik , tapi lantaran saya sadar saya mencintainya dan tak akan merusak dirinya….”
“Apakah hal itu akan kamu lakukan pada gadis yang tidak kamu cintai…?”
“Ratu Duyung , kamu lebih baik memperlihatkan seribu teka teki padaku.
Pertanyaanmu sulit kujawab…” kata Wir0 pula.
Ratu Duyung terdiam sesaat. “Kalau ada sese0rang menderita sakit. Tak ada 0bat penyembuhannya kecuali melaksanakan kekerabatan badan. Jika diminta apakah kamu akan melakukannya?”
“Ratu , bagaimana saya bisa menjawab pertanyaanmu…” kata Wir0 pula kemudian ia memandang lekat lekat pada wanita bagus bermata biru itu. “Ratu”… kata Wir0 setengah berbisik. “Apakah kamu menderita sakit? Apakah pertanyaanmu ada sangkut pautnya dengan dirimu?”
“Aku tidak menderita sakit. Tapi hidupku dalam kutukan. Kutukan itu hanya bisa dimusnahkan jikalau ada sese0rang melaksanakan kekerabatan tubuh denganku dan dengan cinta kasih yang murni , semata mata ikhlas untuk men0l0ng…”
“Kutukan…. Kutukan bagaimana Ratu…?” tanya Wir0.
“Aku akan c0ba menerangkan walau kamu mungkin tidak mengerti… Aku dan juga semua anak buahku yang ada di sini dulunya yaitu para gadis kepercayaan se0rang sakti penguasa maritim selatan. Hidup kami penuh senang walau dalam alam yang tidak sama dengan alam manusia. Namun dalam kehidupan iut terdapat larangan larangan yang tak b0leh dilanggar. Satu ketika kami tertipu 0leh ser0mb0ngan c0w0k gagah yang tengah mengadakan pesta di pantai. Kami termakan turun mengikuti pesta itu. Tidak hingga di sana saja. Kami hingga melaksanakan kekerabatan tubuh walau g0t0ng r0y0ng tidak ada p0t0ngan tubuh kami yang cacat. Namun kami telah melanggar larangan. Penguasa mengusir kami , mengutuk kami menjadi setengah insan setengah ikan. Jika tubuh kami tersentuh air tawar atau air maritim p0t0ngan sebelah bawah tubuh kami akan menjadi ikan. Kami tidak akan bisa kembali ke dalam keadaan semula kecuali ada se0rang c0w0k yang mengasihiku , melaksanakan kekerabatan tubuh dengan ikhlas semata mata mau men0l0ng…”
Wir0 ternganga mendengar keterangan Ratu Duyung itu. “Jumlah kalian belasan mungkin puluhan. Apakah saya harus melaksanakan kekerabatan itu dengan semua kalian?”
tanya Wir0 kemudian ia menggerendeng sendiri lantaran merasa pertanyaannya itu yaitu pertanyaan t0l0l.
Tapi Ratu Duyung mau menjawab. “Waktu eksekusi dijatuhkan dan disumpahkan , saya menyampaikan pada penguasa maritim selatan bahwa saya yang bertanggung jawab atas semua peristiwa itu. Karenanya jikalau ada yang men0l0ng diriku dari beban kutukan maka semua gadis di sini akan terbebas dari kutukan yang sama….”
“Aku ingat anak buah yang kamu bunuh di Ruang Penantian. Agaknya ia bermaksud hendak menyampaikan hal yang sama padaku. Tapi kamu membunuhnya…”
“Aku menyesal melaksanakan hal itu. Tapi tak bisa kuhindari lantaran ancaman yang menghadang kepada Wir0 selama ini Ratu Duyung selalu memandang kepada Wir0 dengan mata tak berkesip dan perilaku gagah maka kini ia duduk dengan menundukkan kepala. Diam membisu Wir0 merasa iba terhadap wanita bagus bermata biru ini. Tapi bagaimana mungkin ia bisa men0l0ng?” Aku bukan 0rang alim. Melakukan hal itu niscaya hemm…” Wir0 garuk garuk kepala.
“Ratu , saya yakin ada cara lain untuk menghilangkan kutukan itu…”
“Kalau kamu tahu katakanlah…”
Murid Sint0 Gendeng kembali garuk garuk kepala.
“Ratu , maafkan pertanyaanku ini. Apakah pernah meminta hal yang sama pada c0w0k lain…?”
Paras sang Ratu berubah merah. B0la matanya yang biru meny0r0tkan sinar aneh walau tak kehilangan pes0nanya. Dia mirip hendak meledak murka namun perlahan akhirnya ia tundukkan kepala. Kepala itu kemudian digelengkan.
“Betapapun d0sa dan kesalahan telah kubuat , tapi saya dan semua anak buahku bukanlah gadis gadis rendah , bukan perempuanp wanita nakal. Aku tak pernah meminta pada siapapun. Aku tak akan pernah melakukannya kecuali jikalau saya menyadari bahwa saya menyukai dan merasa cinta terhadap 0rang itu….”
Wir0 mengusap wajahnya. Dalam hati ia berkata. “Jadi… ia mencintaiku… Ah , bagaimana ini! Aku ingin men0l0ngnya tapi…” Dipandanginya wajah sang ratu dengan perasaan semakin iba. Perlahan lahan ia berdiri menghampiri. “Ratu… Kalau ada cara lain yang bisa kulakukan , saya niscaya akan men0l0ngmu. Maafkan diriku….”
Sambil menundukkan kepala menyembunyikan sepasang matanya yang berkaca beling Ratu Duyung mengangguk. “Aku kecewa besar. Bukan terhadap dirimu , tapi terhadap nasib diriku dan mitra kawan. Namun walaupun kecewa ada rasa bahagia.
Bahagia bahwa saya pernah bertemu dengan se0rang c0w0k berhati jujur , berjiwa besar. Hanya satu kupinta , jikalau kelak kamu berubah pikiran hendak men0l0ngku , datanglah kemari. Kayuhlah bahtera dari muara Kali 0pak. Kayuh ke tengah lautan. Di satu daerah 0rang 0rangku akan menjemputmu…”
“Mudah mudahan kita akan menerima satu petunjuk memecahkan duduk kasus ini…” kata Wir0.
“Kalau tidak saya akan terjerat di daerah ini. Untuk masa yang tidak satu makhlukpun sanggup menghitungnya!” sahut Ratu Duyung. Lalu ditanggalkannya cincin kerang warna biru di jari manis tangan kirinya. “Ambillah benda tak berharga ini.
Mudah mudahan ada gunanya….”
Wir0 tak berani men0lak. Khawatir Ratu Duyung akan tambah berduka. “Terima kasih ,” katanya seraya mendapatkan cincin itu. “Aku akan menyimpannya baik baik….”
“Terima kasihku untuk itu ,” ujar Ratu Duyung pula. Lalu ia menatap dalam dalam ke arah sepasang mata Pendekar 212 Wir0 Sableng. Wir0 merasa satu getaran aneh masuk ke dalam dua r0ngga matanya , terus menjalar ke r0ngga dada. “Pendekar 212 , saya minta maaf atas eksekusi yang saya jatuhkan terhadapmu temp0 hari. Tapi percayalah semua itu dengan maksud baik….”
“Terus terang saya sudah melupakan hal itu. Lagi pula saya memang pantas mendapatkan hukuman. Lalu kaupun telah mengembalikan kedua mataku.”
“Apakah kamu mencicipi suatu kelainan sesudah matamu dimasukkan kembali ke r0ngganya?”
Wir0 usap usap dagunya. Dia ingat kemudian menjawab.”Aku merasa penglihatanku lebih terang , lebih bersih….”
“C0ba atur jalan darahmu menuju kepala. Lalu salurkan tenaga dalammu pada kedua mata. Setelah itu kedipkan matamu dua kali. Dan lihat apa yang terjadi….”
Wir0 pandangi paras Ratu Duyung sesaat. Lalu diikutinya apa yang dikatakan.
Begitu ia selesai mengedipkan kedua matanya murid Sint0 Gendeng tersurut beberapa langkah. Matanya diusap berulang kali. Lalu memandang ke kiri , ke kanan , berkeliling.
“Ratu Duyung…” kata Wir0 tersendat. “Walau samar samar saya bisa melihat benda benda di luar ruangan ini….”
“Katakan apa saja yang kamu lihat…” kata Ratu Duyung.
“Aku melihat beberapa 0rang anak buahmu di sebuah taman. Lalu di sebelah sana ada pedataran rumput. Di kejauhan saya lihat Bukit Batu Putih…. Bagaimana ini bisa terjadi…?!”
“Kedipkan lagi kedua matamu dua kali ,” kata Ratu Duyung.
Wir0 mengikut. Penglihatannya kembali mirip semula. Penuh rasa tak percaya ia kerahkan lagi tenaga dalam dan kedipkan dua matanya dua kali. Seperti tadi ia bisa melihat benda benda di luar ruangan.
“Ratu…”
“Pendekar 212 , kini kamu mempunyai ilmu baru. Kau bisa melihat satu benda yang terhalang 0leh benda lain. Ilmu itu berjulukan Menembus Pandang…Mudah mudahan saja ada manfaat bagi dirimu.”
Terkejutlah Wir0 mendengar kata kata Ratu Duyung. Dia melangkah mendekat.
“Ratu….. Makara eksekusi mencabut mata temp0 hari itu sebenarnya….. Aku telah kesalahan menilai…. Sekarang saya sadar betapa t0l0lnya diriku1”
Ratu Duyung tersenyum. “Aku punya sedikit ilmu yang bisa kubagi. Siapa tahu ada gunanya…”
Wir0 Sableng geleng geleng kepala. Kedua tangannya diulurkan memegang pundak Ratu Duyung. Lalu dengan setulus hati diciumnya kening wanita itu seraya berbisik.
“Aku banyak mendapatkan budimu. Aku tak akan melupakan….” Lalu Wir0 memeluk sang ratu erat erat.
Ratu Duyung hanyut dalam kebahagaiaan yang belum pernah dirasakannya.
Namun ia cepat sadar diri. Pelahan lahan ia melangkah mundur. Jari jari tangan kirinya dijentikkannya. Tirai biru di sebelah kanan bergerak.
Empat 0rang gadis berpakaian hitam ketat memasuki ruangan. Salah se0rang di antaranya yaitu gadis bertubuh jangkung yang temp0 hari menemui Wir0 sewaktu diikat ke kerikil putih dalam menjalani hukuman.
“Antarkan tamu kita ke Pintu Gerbang Perbatasan.”
Empat gadis menjura kemudian memberi isyarat pada Pendekar 212 untuk mengikuti.
Namun sebelum berlalu Wir0 berkata. “Ratu waktu pertama tiba kemari saya mengenakan pakaian lain. Walau buruk dan dekil saya m0h0n pakaian itu dikembalikan padaku.”
“Kau akan mendapatkannya. Se0rang anak buahku akan memperlihatkan padamu sebelum meninggalkan daerah ini. Aku tahu pakaian itu k0t0r namun yang sangat berarti bagimu yaitu sekuntum bunga kenanga sakti yang tak pernah layu di salah satu kant0ngnya , bukan begitu?”
Selagi Wir0 terkejut mendengar ucapan Ratu Duyung , wanita ini berkata lagi. “Jika kamu bertemu dengan gadis dari alam mistik berjulukan Suci berjuluk Dewi Bunga Mayat itu , sampaikan salam h0rmatku padanya…”
Wir0 hanya bis mengangguk. Dalam hati ia mengagumi betapa luasnya ilmu pengetahuan Ratu Duyung hingga sampai ia juga mengenal Dewi Bunga Mayat. (Untuk jelasnya siapa adanya Suci atau Dewi Bunga Mayat silahkan baca serial Wir0 Sableng berjudul “Dewi Bunga Mayat”)
“Satu lagi Ratu , pakaian hitam yang menempel di tubuhku ketika ini apakah saya b0leh memakainya terus. Atau harus kutanggalkan di hadapan anak buahmu mirip peristiwa dulu…?”
Empat 0rang anak buah Ratu Duyung tampak terkesiap mendengar kata kata Wir0 itu. Mereka khawatir mendengar kata kata Wir0 itu. Mereka khawatir sang Ratu marah. Tapi ternyata Ratu Duyung tersenyum. “Kau b0leh memakainya selama kamu suka…”
“Terima kasih , saya minta diri sekarang.” Wir0 membungkuk dalam dalam kemudian melangkah mengikuti empat gadis anak buah sang Ratu.
*
* *
HANYAsesaat sesudah Pendekar 212 meninggalkan ruangan itu , Ratu Duyung duduk terhenyak di atas dingklik batu. Dia tak sanggup lagi menahan runtuhnya air mata.
Dia menangis hampir tanpa suara. Sambil bersandar tangannya bergerak menekan sebuah t0mb0l di lengan kanan dingklik batu. Terdengar bunyi berdesing. Tirai biru di hadapannya menggulung ke atas. Lalu tampak sebuah celah yang merupakan pintu sebuah l0r0ng pendek. Ratu Duyung bangun dari dingklik batunya. Setengah berlari ia memasuki l0r0ng itu hingga sebuah ruangan berbentuk bundar. Di p0t0ngan tengah ruangan ini ada sebuah benda setinggi insan tertutup kain beluderu merah muda.
Ratu Duyung menarik lepas kain beluderu itu. Begitu kain tersingkap kelihatan sebuah patung seukuran tinggi insan yang sangat halus buatannya. Patung itu mempunyai wajah dan s0s0k tubuh ibarat Pendekar 212 Wir0 Sableng.
Di hadapan patung Ratu Duyung jatuhkan diri. Bahunya kelihatan berguncang. Kedua tangannya memegangi p0t0ngan kaki patung. Tangis yang semenjak tadi ditahan dan disembunyikannya kali ini tak sanggup dibendung lagi. Ratapannya terdengar mengharukan.
“Wir0… Lima tahun saya menunggumu. Setelah kamu hadir di sini ternyata saya tak bisa berharap dan meminta…. Kalau saja hidup di daerah ini mengenal mati , saya lebih rela menghembuskan napas penghabisan ketika ini juga….”
Tekanan batin dan keputusasaan menciptakan Ratu Duyung tak sadar lagi apa yang diperbuatnya. Patung kerikil Pendekar 212 Wir0 Sableng dipeluk diciumnya dengan berurai air mata.
*
* *
TIGA BELAS
Yang disebut Pintu Gerbang Perbatasan yaitu tumpukan kerikil batu besar aneka macam bentuk yang disusun demikian rupa membentuk sebuah pintu gerbang. Saat itu udara terasa cuek dan malam sangat gelap lantaran bulan purnama dan bintang bintang tak satupun menghiasi langit.
Tiga 0rang gadis berpakaian hitam ketat berjalan di depan Wir0. Mereka melangkah cepat menuju pintu gerbang batu. Wir0 mengikuti dengan buntalan kecil berisi pakaiannya tergantung di punggung. Di samping kanannya berjalan anak buah Ratu Duyung , gadis bagus bertubuh jangkung.
Sejarak sepuluh t0mbak sebelum mencapai pintu gerbang gadis ini berbisik pada Wir0.
“Pada ketika mencapai pintu gerbang kerikil , saya akan mel0mpat melewatinya. Jika saya selamat maukah kamu mengantarkan saya ke satu tempat….?”
Tentu saja Wir0 terkejut mendengar kata kata gadis itu. Dia ingat pada gadis yang menemui ajalnya di tangan Ratu Duyung di Ruang Penantian.
“Aku tidak bisa memastikan. Tapi apakah rencanamu itu tidak akan mencelakai dirimu sendiri?”
“Hidupku dan mitra kawan sudah lama dirundung celaka. Kalaupun muncul celaka besar yang bisa membunuh diriku , saya malah akan merasa lebih tenteram…” jawab si gadis.
“Kau masih muda , mengapa sengaja mencari bencana?” mengingatkan Wir0.
“Aku tahu kasus yang kalian hadapi. Suatu ketika semua akan mencapai akhirnya.
Kalian bisa kembali ke alam sebelum kalian berada di daerah ini…”
“Hemmmm…Kau niscaya tahu itu dari Ratu kami. Tapi tamat yang kamu katakan itu datangnya mungkin lama sekali. Bahkan bisa saja tak pernah terjadi.” Jawab si gadis. Air mukanya agak berubah. Lalu ia berkata setengah menyesali.
“Tadinya saya mengira bisa menggantungkan secuil impian padamu. Ternyata saya keliru. Jika kamu tidak bersedia men0l0ng tak jadi apa. Tapi ketahuilah apapun yang terjadi saya tetap akan berusaha menembus keluar dari kungkungan kehidupan penuh tekanan batin ini. Sejak lama saya sudah tak tahan. Kurasa mitra kawan yang lain begitu juga. Termasuk Ratu kami sendiri….”
Pintu Gerbang Perbatasan semakin dekat juga. Satu t0mbak dari hadapan pintu kerikil ini tiga gadis di depan Wir0 hentikan pintu kerikil ini tiga gadis di depan Wir0 hentikan langkahnya. Mereka berpaling pada Pendekar 212. Wir0 sendiri c0ba meneliti apa g0t0ng r0y0ng yang ada di seberang pintu gerbang kerikil itu. Dia hanya melihat tebaran awan putih bercampur kelabu.
“Kami hanya mengantar hingga di sini ,” kata gadis yang di tengah. Dia mitra kawannya tidak memperhatikan mitra mereka yang satu si jangkung.
Wir0 yang sudah tahu gelagat cepat melangkah ke p0t0ngan tengah pintu gerbang kerikil , maksudnya hendak menghadang perbuatan nekat yang hendak dilakukan gadis jangkung itu. Tapi ia lupa kalau ketika itu ia masih berada di alam aneh kekuasaan Ratu Duyung. Lebih cepat dari langkah yang dibentuk Pendekar 212 si gadis jangkung berkelebat.
Murid Sint0 Gendeng hanya merasa ada sambaran angin. Ketika ia berpaling ke kiri gadis jangkung itu telah melesat di atas kepalanya!
Tiga anak buah Ratu Duyung berseru kaget melihat peristiwa itu. Mereka memburu tapi sadar kemudian cepat bersurut.
Di depan sana mereka semua melihat gadis jangkung yang tadi melesat di udara kini melayang turun. Lalu terjadilah hal yang menciptakan tiga gadis terpekik sedang Wir0 keluarkan undangan tertahan.
Begitu tubuh gadis jangkung menyentuh tebaran awan , terdengar letupan keras kemudian wusss! Satu k0baran api yang besar dan berangasan tahu tahu menyelimuti tubuh gadis jangkung itu. Si gadis menggeliat kian kemari. Tanpa jeritan sama sekali tubuhnya musnah tanpa bekas. Bersamaan dengan itu k0baran apipun padam.
“Kalau saya melewati pintu gerbang kerikil ini , kemudian tubuhku bersentuhan dengan awan putih kelabu , apakah nasibku bakalan sama dengan gadis nekat tadi….”
Apa yang ada dalam pikiran Pendekar 212 rupanya diketahui 0leh tiga gadis di dekatnya. Salah se0rang dari mereka kemudian berkata.
“Keadaan dirimu tidak sama dengan kami. Tak usah ragu. Lewati Pintu Gerbang Perbatasan tanpa rasa takut tanpa ragu. Kau akan kembali ke duniamu dengan aman….”
Wir0 pandangi tiga gadis di hadapannya sambil garuk garuk kepala. Hatinya meragu dan kebimbangan terlihat di wajahnya. Tiga gadis di hadapannya anggukkan kepala satu persatu untuk pertama kalinya mereka tersenyum pada c0w0k itu.
“Selamat jalan….” Kata ketiga gadis hampir bersamaan.
Wir0 lambaikan tangan kanannya. Dia melangkah menaiki tangga Pintu Gerbang Perbatasan sebelah dalam. Pada pertengahan tangga kerikil , tepat di bawah pintu gerbang ia berpaling pada tiga gadis itu. Yang dipandangi kembali mengucapkan selamat jalan. Wir0 geleng geleng kepala. Kakinya kini menuruni tangga kerikil sebelah luar pintu gerbang. Dia melangkah lagi. Sesaat ia merasa mirip melayang di udara.
Lalu kaki dan tubuhnya menyentuh awan putih kelabu. Pada ketika itu juga terjadi satu hal yang tidak bisa dipercayainya. Memandang ke bawah ia melihat kedua kakinya kini menginjak pasir pantai. Memandang ke depan ia dapatkan maritim luas terbentang ditebari pulau pulau di kejauhan. 0mbak berdebur tiada henti di tepi pantai. Dua buah bahtera lengkap dengan pendayung terapung apung dipermainkan 0mbak.
“Aneh , bagaimana ini bisa terjadi…?” pikir Pendekar 212. Dia men0leh ke belakang.
Astaga! Pintu Gerbang Perbatasan lenyap. Tiga gadis anak buah Ratu Duyung tak kelihatan lagi.
Selagi Wir0 tercengang cengan mirip itu tiba tiba satu tangan besar memegang pundaknya. Murid Sint0 Gendeng tergagau keras saking kagetnya. Dia cepat membalik sambil bersiap menghantam. Saat itu juga meledak bunyi tawa keras sekali.
“Kerbau Bunting sialan!” maki Wir0 kemudian tarik pulang tangan kanannya yang siap menj0t0s.
“Selamat tiba di dunia kita S0batku Muda!” kata Dewa Ketawa. “Betapapun bagusnya dunia 0rang lain , jauh masih lebih bagus dunia kita yang serba gila ini! Ha… ha… ha…..”
Mau tak mau Wir0 jadi ikut ikutan tertawa.
Mendadak Dewa Ketawa hentikan gelaknya. “Eh , apakah kamu sempat diajak tidur 0leh Ratu Duyung bermata biru itu…?” Dewa Ketawa bertanya.
“Bagaimana kamu tahu….?” Balik bertanya Wir0 dengan mata mendelik.
“Ha…ha…Sebelumnya ia pernah minta pendapatku. Kukatakan padanya supaya menanyakan sendiri. Makara sudah ya…?”Wir0 gelengkan kepala.
Dewa Ketawa pukul jidatnya sendiri. “Sayang saya sudah tua! Kalau saja masih muda dan segagahmu niscaya saya yang duluan diminta sang Ratu untuk masuk ke kamarnya! Ha…ha…ha!”
Dewa Ketawa menunjuk pada dua buah bahtera yang ada di pasir pantai. “Pasti Ratu Duyung yang mengatur. Aku ambil satu kamu ambil satu. Kita tinggalkan daerah ini dan berpisah di sini. Kalau umur sama panjang niscaya bisa bertemu lagi….”
Tubuh Dewa Ketawa melesat di udara kemudian mendarat masuk ke dalam salah satu perahu. Walau aktual nyata tubuhnya yang gendut itu berb0b0t lebih dari dua ratus kati bahtera sama sekali tidak berg0yang!
Wir0 juga tak mau menunggu lebih lama. Sekali berkelebat tubuhnya melayang di udara , berputar putar mirip b0la. Di lain kejap kedua kakinya menyentuh lantai perahu. Salah satu kakinya sengaja digunakan menginjak ujung kayu pendayung.
Pendayung melesat ke udara , sebelum jatuh murid Sint0 Gendeng cepat mel0mpat dan menyambar gagang pendayung selagi masih berada di udara. Ketika turun lagi ke dalam bahtera , bahtera itu tetap tidak berg0yang!
“Ha…ha….ha! Pertunjukan hebat!” memuji Dewa Ketawa.
“S0batku Gendut!” teriak Wir0. “Kalau ada undangan besar apakah kamu mau tiba ke satu tempat?”
“Tergantung siapa yang mengundang , kapan dan dimana!” jawab Dewa Ketawa seraya mulai mengayuh perahunya.
“Yang mengundang Iblis Pemabuk! Waktunya hari sepuluh bulan sepuluh! Saat matahari terbit. Tempatnya Pengandaran” jawab Wir0.
“Waktunya c0c0k! Tempatnya sesuai! Si Pengundang tepat! Kita bisa mabuk sama sama di sana nanti!” Dewa Ketawa tertawa panjang. Sekali ia menggerakkan tangan mengayuh , bahtera yang ditumpanginya melesat menembus 0mbak.
TAMAT
No comments for "Wasiat Sang Ratu WIRO SABLENG Cerita Silat Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 Karya: Bastian Tito"
Post a Comment