Wasiat Iblis WIRO SABLENG Cerita Silat Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 Karya: Bastian Tito
WIR0 SABLENG
Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya: Bastian Tit0
EP : WASIAT IBLIS
SATU
DUA penunggang kuda hentikan kuda masing-masing ketika tiba-tiba hujan turun menerpa bumi. Walau tidak lebat namun hawa tanah berair yang naik ke udara menyekat liang hidung menciptakan dua 0rang tadi mendengus beberapa kali.
“Tanda celaka apa pula ini! Hujan turun padahal matahari bersinar terik di atas bat0k kepala!” Berkata penunggang kuda di sebelah kanan. Dia mengenakan pakaian hitam berupa jubah panjang. Wajah dan kepalanya kelihatan aneh. Matanya sebelah kanan besar membeliak tapi yang kiri kecil se0lah terpejam. Kepalanya sulah namun hanya sebelah kiri saja sedangkan sebelah kanan ditumbuhi rambut lebat. Pada keningnya terdapat tiga buah guratan tegak. Guratan di sebelah tengah lebih tinggi dari dua di kiri kanan. Kumis melintang dan berew0k sangar liar menutupi hampir separuh wajahnya.
Jubah hitam , keadaan wajah dan kepala , tanda di kening serta sepasang mata yang absurd merupakan tanda pengenal yang tidak sanggup disangsikan lagi 0leh 0rang-0rang rimba persilatan untuk adanya insan satu ini. Dia ialah t0k0h silat g0l0ngan hitam dikenal dengan julukan Tiga Bayangan Setan. 0rang ini muncul membawa kegegeran dalam dunia persilatan semenjak satu tahun lalu. Kabarnya ia membabat banyak t0k0h-t0k0h silat di daerah timur. Lalu menghantam ke barat. Bahkan pesisir utara ikut disapunya. Selama malang melintang tak satu lawanpun sanggup mer0b0hkannya. Tiga Bayang Setan tak mempan senjata tajam dan kebal terhadap pukulan sakti. Karenanya tidak salah kalau ia kini menjadi m0m0k n0m0r satu dalam rimba persilatan. Beberapa t0k0h silat g0l0ngan putih berusaha menciptakan perhitungan dengannya. Namun Tiga Bayangan Setan bukan saja berhasil l0l0s bahkan dengan kejam ia menghabisi t0k0h-t0k0h silat yang berani menantangnya.
Penunggang kuda kedua mengenakan pakaian kain tebal r0bek-r0bek , dekil dan bau. Dia duduk di atas punggung kuda sambil rangkapkan kedua tangannya di depan dada. Lengannya ditumbuhi bulu-bulu lebat. Sebatas pergelangan tangan hingga ujung jari , sepasang tangan 0rang ini tidak mirip tangan insan melainkan berbentuk kaki atau cakar elang raksasa berwarna merah dengan kuku-kuku runcing mencuat hitam pekat mengerikan. K0n0n bentuk tangannya inilah yang menciptakan ia dijuluki Elang Setan. Bicara s0al tampang 0rang ini mempunyai daging muka hancur rusak mirip dicacah. Kel0pak matanya sebelah bawah menggembung nanah berwarna sangat merah dan selalu basah. Di antara sepasang mata yang angker tapi juga menjijikkan itu melintang hidung tinggi bengk0k mirip paruh burung elang. Tak salah kalau dirinya dijuluki Elang Setan.
Dengan tangannya yang berbentuk cakar itu ia bisa mematahkan t0mbak , pedang atau g0l0k lawan. Dengan cakar setannya ia bisa memb0b0l perut , memb0ngkar isi perut atau membet0t lepas jantung lawan. Kabarnya kuku-kuku hitam di ujung cakar mengandung racun sangat jahat. Jangankan terkena cengkeram , tergurat saja sudah sanggup menciptakan sese0rang sekarat keracunan!
Seperti Tiga Bayangan Setan , Elang Setan yang muncul hampir bersamaan setahun kemudian telah pula menciptakan heb0h dunhia persilatan dengan melaksanakan pembunuhanpembunuhan atas diri t0k0h-t0k0h silat ternama. Dia sengaja mencari t0k0h silat ters0h0r untuk ditantang kemudian dikalahkan dan dibunuh! Selama ini tak ada satu lawanpun yang sanggup menghadapinya.
Antara Tiga Bayangan Setan dan Elang Setan k0n0n telah saling sumpah mengangkat saudara satu dengan lainnya. Sumpah itu disertai upacara melukai lengan masing-masing , kemudian menempelkan luka sesudah itu yang satu menghisap darah yang lainnya! Jika dua Setan bergabung jadi satu sanggup dibayangkan ancaman apa yang kini tengah mengancam seanter0 dunia persilatan. Hujan telah berhenti. Elang Setan usap-usap rambutnya yang berair dengan cakar setannya. Dia memandang berkeliling.
“Kau benar saudaraku! Hujan turun matahari menc0r0ng! Membawa alamat yang tidak baik! Tapi apakah itu perlu ditakutkan?!”
Tiga Bayangan Setan tertawa kemudian meludah ke tanah. “Kau tahu , kira-kira di daerah mana kita ketika ini?!”
Elang Setan memandang berkeliling dengan sepasang matanya yang berkel0pak gembung merah. “Sulit saya menebak. Tak kelihatan gunung tak nampak bukit. Namun ancar-ancarnya kalau saya tak salah kita mungkin berada jauh di barat Gunung Wilis.”
“Kalau dugaanmu benar berarti paling cepat ketika matahari terbenam kita gres hingga di Kart0sur0 ,” ujar Tiga Bayangan Setan pula.
“Kita teruskan perjalanan kini juga. Makin cepat hingga makin baik. Dadaku selalu sesak kalau mengemban kiprah mirip ini ,” berkata Elang Setan kemudian kembali ia mengusap rambutnya dengan jari-jari berbentuk cakar.
Tiga Bayangan Setan anggukkan kepala. “Perintah 0rang bau tanah itu dihentikan diabaikan! Terus terang saya berfikir-fikir apa urusan sebetulnya ia menyuruh kita menemui dirinya di Kart0sur0…”
“Ini urusan pelik tapi rada-rada gila!” ujar Elang Setan. “Kita harus berjalan dua hari dua malam hanya untuk memenuhi seruan Jar0t Ampel!”
“Aku juga tidak senang. Tapi jangan melupakan budi 0rang. Paling tidak Jar0t Ampel pernah menyelamatkan kita dari kematian waktu kita belum punya ilmu sehebat sekarang.”
Elang Setan menyeringai. “Kau tahu manusia-manusia macam apa kita kini adanya Tiga Bayangan. Aneh terdengar di telingaku kalau kini kau bisa-bisaan bicara segala macam budi 0rang!”
Tiga Bayangan Setan menyeringai. “Si bau tanah Jar0t Ampel itu bukan insan sembarangan. Aku punya firasat ia menyimpan satu rahasia terhadap kita. Siapa tahu ia menyuruh kita tiba ada sangkut pautnya dengan rahasia itu. Aku mau tanya , apa menurutmu ia sudah menyampaikan seluruh kepandaiannya pada kita?”
Elang Setan tertawa. “Mana ada guru yang mewariskan seluruh kepandaiannya pada sang murid. Paling tidak ia akan menyimpan satu ilmu andalan. Atau sebuah senjata mustika atau benda sakti apa saja…
“Kita berangkat kini Elang Setan! Aku ingin tahu apa maunya 0rang bau tanah itu!” Tiga Bayangan Setan berkata kemudian sentakkan tali kekang kuda tunggangannya.
SEPERTI yang dikatakan Tiga Bayangan Setan menjlang matahari karam mereka jadinya hingga di Kart0sur0. Cuaca mulai meremangi gelap dan udara terasa dingin.
“Tempat kediaman 0rang bau tanah itu di kaki bukit tak jauh dari sini. Bagaimana kalau kita mampir dulu di warung k0pi untuk istirahat ,” Elang Setan berkata begitu mereka hingga di persimpangan jalan di pinggiran Kart0sur0.
“Aku paling suka bersenang-senang. Apalagi untuk urusan perut dan urusan bawah perut…!” kata Tiga Bayang Setan kemudian tertawa mengekeh. “Tapi sekali ini saya kira kita menemui Jar0t Ampel lebih dulu gres cari tempat untuk bersenang-senang. Bukan sebaliknya!”
“Kalau kau tidak suka saya tidak memaksa. Kau berangkat saja duluan. Aku nanti menyusul. Tengg0r0kanku mirip timah meleleh. Sekujur badanku letih. Aku perlu istirahat dan meneguk secangkir k0pi!”
Lalu tanpa banyak kisah lagi Elang Setan gebrak kudanya meninggalkan persimpangan. Tiga Bayangan Setan gelengkan kepala. Dia memutar kudanya ke arah timur.
Hanya beberapa ketika saja kedua 0rang itu berpisah , di kejauhan di depannya Tiga Bayangan Setan melihat ser0mb0ngan penunggang kuda mendatangi dengan cepat. Jumlah mereka lebih dari sepuluh 0rang. Berpakaian seragam , beberapa di antaranya membawa 0b0r.
“Pasukan Kerajaan…” kata Tiga Bayangan Setan dalam hati. “Siapa takutkan mereka. Tapi mengingat urusan penting dengan guru ada baiknya saya menghindar jangan hingga terlihat.” Lelaki itu cepat menyelinapkan kudanya ke tepi jalan , menghilang di balik semak belukar dan pep0h0nan , terlindung dalam udara yang mulai kelam. R0mb0ngan 0rang berkuda lewat dengan bunyi gemuruh dan kepulan debu. Di belakang r0mb0ngan ternyata ada se0rang berjubah kuning , bermuka pucat dengan r0ngga mata dan pipi sangat cekung. Tiga Bayangan Setan yang tadinya segera hendak melanjutkan perjalanan mendadak hentikan kudanya. Dia mend0ngak sambil berfikir-fikir.
“0rang bau tanah berjubah kuning itu…. Aku rasa-rasa mengenal dirinya.” Tiga Bayangan Setan berfikir keras. “Ah! Aku ingat. Dia pasti mafia yang bekerja jadi penjilat di Kerat0n. Namanya Tubagus Kasatama , berasal dari barat. Bergelar Dewa Berjubah Kuning Bert0ngkat Besi…. Gelar gila!” Tiga Bayangan Setan tertawa sendiri.
“Hemm…. ada apa malam-malam begini ia mau-mauan ikut r0mb0ngan pasukan Kerajaan. Tadi di sebelah depan saya lihat ada se0rang Perwira Tinggi. Pasti ada urusan penting. Elang Setan sudah usang mencari mafia bau tanah itu untuk ditantang dan dihabisi. Kalau ia tidak mampir di Kart0sur0 tadi pasti ia sudah cari kasus menantang bau tanah bangka itu. Tubagus Kasatama , nasibmu memang bagus mirip namamu. Seharusnya kau bakal meregang nyawa malam ini di tempat ini!”
Tiga Bayangan Setan keluar dari balik pep0h0nan siap meneruskan perjalanan. Namun sesudah memacu kudanya beberapa ketika mendadak muncul satu pikiran di kepalanya.
“R0mb0ngan itu menuju ke Kart0sur0. Elang Setan ada disana. Jangan-jangan….”
0rang berjubah hitam ini lantas saja putar kudanya , memacu hewan itu menuju Kart0sur0.
DUA
WARUNG k0pi itu sebetulnya tidak pantas disebut warung. Selain bangunannya besar pelayannya juga banyak. Saat itu pengunjung sedang ramai. Namun , begitu s0s0k Elang Setan muncul di ambang pintu pribadi semua tamu yang ada di situ menjadi bubar. Mereka tak perlu tahu siapa adanya 0rang ini. Cukup dengan melihat tampangnya yang hancur mirip bekas dicacah dihias dengan dua mata yang kel0paknya membeliak merah serta sepasang tangannya yang berbentuk cakar runcing mengerikan , tanpa pikir panjang semua tetamu serta merta berdiri kemudian dengan ketakutan meninggalkan warung k0pi lewat pintu belakang bahkan ada yang pribadi mel0mpati jendela. Mereka pantas takut setengah mati alasannya ialah malam itu justru ialah malam Jum’at Kliw0n di mana banyak yang masih percaya pada malam mirip itu segala hantu dan setan gentayangan seenaknya , terkadang memperlihatkan diri!
Elang Setan sesaat masih tegak di ambang pintu sambil bert0lak pinggang dan perhatikan 0rang-0rang yang kabur. Lalu ia melangkah masuk , menghempaskan tubuhnya di atas sebuah bangku kayu.
Para pelayan di warung k0pi itu tak ada satupun berani mendatangi Elang Setan. Mereka berkumpul ketakutan disatu sudut bersama pemilik warung. 0rang-0rang ini jadi mengkerut ketika dari tengg0r0kan Elang Setan keluar bunyi menggeru.
“Aku hanya bicara satu kali! Apa tidak ada insan melayani di tempat ini?!”
Habis berkata begitu Elang Setan hantamkan tangan kirinya ke atas meja kayu.
“Braaakkk!”
Empat kaki meja amblas ke lantai tapi tetap utuh! Papan meja sendiri hancur berkeping-keping. Dari sini sanggup dilihat bagaimana Elang Setan bisa mengerahkan tenaga dalam tapi mengatur demikian rupa hingga tidak semua penggalan meja berantakan. Melihat apa yang terjadi , sebelum tamu menakutkan itu menghancurkan benda-benda lain yang ada dalam warung , se0rang lelaki kerempeng bermuka b0peng cepat mendatangi.
“0rang jelek! Siapa kau?! Pelayan?!”
“Harap maafkan. Saya pemilik warung. Sa… saya siap melayani….”
Elang Setan menyeringai. “Nasibmu rupanya bagus. Muka buruk b0peng tapi rejeki besar. Bisa punya warung sebesar ini. Lekas kau siapkan meja baru! Hidangkan satu cangkir besar k0pi manis! Bawa tek0nya ke sini sekalian!”
Pemilik warung memberi k0de pada para pelayan. Dua 0rang pelayan segera membersihkan kepingan-kepingan papan meja yng hancur , mencabut empat kaki meja yang masih menancap di lantai kemudian meletakkan sebuah meja gres di hadapan Elang Setan. Pada ketika itulah dari arah pintu ada 0rang berkata.
“Sediakan dua cangkir tambahan! Kami sangat berkenan menemani tamu agung ini minum bersama!”
Kepala Elang Setan tersentak. Dia cepat berpaling ke arah pintu. Dua 0rang dilihatnya melangkah masuk , berjalan ke arah meja di mana ia duduk. Yang satu se0rang kakek bermuka pucat dan berpipi sangat cekung , mengenakan jubah kuning. 0rang kedua se0rang Perwira Tinggi pasukan Kerajaan. Ikut masuk ke dalam warung bersama mereka enam 0rang prajurit yang segera mengambil perilaku mengurung. Di luar warung masih ada beberapa prajurit lagi , berjaga-jaga erat pintu depan , jendela-jendela dan pintu belakang. Elang Setan segera mencium gelagat tidak enak. Namun ia memperlihatkan perilaku tenang. Sepasang matanya yang berkel0pak merah gembung meny0r0ti dua 0rang yang melangkah ke arah mejanya. Lalu yummy saja kedua 0rang ini duduk di hadapannya. Elang Setan segera kenali kakek berjubah kuning tapi tidak bisa mengetahui siapa adanya Perwira Tinggi di samping si kakek.
“0rang-0rang hebat dari K0taraja!” ujar Elang Setan setengah berseru. Mulutnya menyunggingkan seringai buruk. “Aku tidak mengundang kalian minum-minum ataupun bersenang-senang. Kalau mau minum silahkan saja , tapi bayar sendiri!”
Kakek berjubah kuning yaitu Tubagus Kasatama alias Dewa Berjubah Kuning Bert0ngkat Besi tertawa lebar.
“Jangan takut ,” katanya. “Kami cukup banyak membawa uang. Katakan saja kau mau minum apa mau makan apa. Kami membayar semuanya!”
“Ah , kalian 0rang-0rang kaya rupanya. Kalian muncul membawa keberuntungan bagiku. Katakan apa mau kalian?” bertanya Elang Setan.
Perwira Tinggi Kerajaan menjawab. “Kita minum saja dulu. Nanti masih banyak waktu untuk bicara…” ucapan ini menciptakan Elang Setan jadi naik darah alasannya ialah merasa diremehkan. Dia hendak mendamprat dengan kata-kata k0t0r. Namun ketika itu pemilik warung muncul membawa sebuah tek0 besar serta tiga buah cangkir. Tiga cangkir diletakkan masing-masing di hadapan tiga tamu. Lalu k0pi hangat dalam tek0 dituangkannya satu-persatu ke dalam tiga cangkir.
“Selera minumku tiba-tiba saja lenyap!” kata Elang Setan. “Silahkan kalian minum berdua!”
Perwira Tinggi yang duduk sempurna di hadapan Elang Setan tersenyum. “Kami tidak memaksa kalau kau tak mau minum. Cuma sayang , mungkin ini kali terakhir menikmati k0pi seenak ini. Mengapa disia-siakan?”
Sepasang mata gembung merah Elang Setan mendelik. Dari tengg0r0kannya keluar sura menggemb0r.
“Perwira tinggi! Apa maksudmu dengan ucapan tadi?!” membentak Elang Setan.
“Ketahuilah kami tiba membawa kiprah untuk menangkapmu hidup-hidup ataupun mati! Sayang temanmu yang bergelar Tiga Bayangan Setan itu tidak bersamamu. Kalau ia ada , rejeki kami tentu lebih besar!” yang bicara ialah si kakek bermuka cekung Tubagus Kasatama alias Dewa Berjubah Kuning. Elang Setan tertawa lebar. Cairan yang membasahi kel0pak matanya menetes dan bergulir di kedua pipinya menciptakan Perwira Tinggi dan kakek berjubah kuning merasa jijik.
“K0pi sudah terhidang! Mengapa tidak diteguk? Apa mau menunggu hingga cuek atau takut saya telah menyuruh 0rang memasukkan racun ?!”
“Mana yummy minum k0pi hangat kalau tidak ditemani lawan bicara ,” menjawab Perwira Tinggi.
Elang Setan kembali tertawa. “Kalau kalian memaksa saya rasa-rasa sungkan men0lak. Baiklah , saya minum duluan…”
Tubagus Kasatama dan si Perwira Tinggi melihat Elang Setan ulurkan tangan kanannya yang berbentuk cakar. Mereka menyangka 0rang ini akan memegang cangkir k0pi dan meneguk isinya. Ternyata Elang Setan cuma celupkan jari telunjuknya yang berkuku panjang ke dalam cangkir. K0pi hangat dalam cangkir kelihatan beriak kemudian terdengan bunyi mendesis.
Baik Tubagus Kasatama maupun si Perwira Tinggi sama-sama menyembunyikan kekagetan mereka ketika melihat bagaimana k0pi dalam cangkir laksana dised0t perlahanlahan habis hingga jadinya cangkir tanah itu k0s0ng!
“Enaknya k0pi di warung ini…” kata Elang Setan sambil menggeliat. “Biar kuisi lagi cangkirku.”
Tubagus Kasatama dan si Perwira Tinggi mengira Elang Setan akan menuangkan k0pi di tek0 ke dalam cangkir. Tapi yang dilakukan Elang Setan kalau tadi ia mencelupkan jari telunjuk kanannya maka kini ia memasukkan ujung tangan kirinya ke dalam cangkir. Terdengar bunyi mendesis disusul bunyi benda cair mengucur. Ketika Tubagus Kasatama dan sang Perwira melihat ke dalam cangkir ternyata bertahap cangkir itu terisi k0pi hangat yang mengepulkan asap berbau harum! Baik Tubagus Kasatama maupun Perwira Tinggi dari Kart0sur0 itu sama-sama memaklumi hanya 0rang mempunyai kepandaian tinggi sekali yang bisa melaksanakan mirip apa yang diperbuat Elang Setan. Maka keduanya serta merta mempertinggi kewaspadaan.
“Aku telah meneguk k0piku. Jika kalian tidak mau minum sebaiknya angkat kaki saja dari warung ini. Tunggu saya di luar sana jikalau kalian memang punya urusan…” Perwira Tinggi dan Tubagus Kasatama saling pandang.
“0rang sudah menawarkan. Rasanya tidak s0pan kalau tidak memenuhi…” kata Tubagus Kasatama pula. Sang Perwira tersenyum dan anggukkan kepala. Kedua 0rang ini lantas memandang lekat-lekat pada cangkir k0pi di hadapan mereka. Tidak menunggu lama. Tiba-tiba dua cangkir itu naik ke atas , perlahan-lahan melayang ke muka si kakek berjubah kuning dan Perwira di sebelahnya. Luar biasa! Jelas dua 0rang ini mempunyai kepandaian yang tidak kalah dengan Elang Setan. Ketika cangkir hanya tinggal seujung jari dari lisan mereka , kedua 0rang ini segera membuka lisan siap untuk meneguk k0pi dalam cangkir. Namun tanpa setahu mereka di bawah k0l0ng Elang Setan kepalkan jarijari kedua tangannya yang berbentuk cakar. Terjadilah hal yang tidak diduga 0leh dua 0rang dihadapannya. Gerakan cangkir yang mendekati lisan serta merta terhenti.
Tubagus Kasatama dan sang Perwira Tinggi segera maklum kalau 0rang pergunakan kekuatan untuk membendung tenaga dalam mereka yang dikerahkan untuk mengangkat cangkir. Keduanya lipat gandakan tenaga dalam masing-masing. Cangkir kelihatan mirip hendak bergerak lagi tapi kembali tertahan begitu di bawah meja Elang Setan kepalkan dua tangannya lebih kencang. Terjadi tabrak kekuatan tenaga dalam yang hebat. Walau digempur dua lawan ternyata Elang Setan sanggup bertahan bahkan menghantam.
Bahu Tubagus Kasatama dan Perwira Tinggi itu kelihatan bergetar , mula-mula perlahan kemudian berubah tambah keras. Meski sadar kalau mereka tidak sanggup bertahan namun untuk mengalah begitu saja tentu saja keduanya merasa malu. Lebih baik terluka di dalam daripada menyerah!
Di bawah meja tiba-tiba Elang Setan buka kepalan kedua tangannya. Bersamaan dengan itu tubuh Tubagus Kasatama dan si Perwira Tinggi terhempas ke belakang. Sebelum itu dua cangkir yang menggantung di udara pecah berantakan. Pecahan cangkir dan k0pi muncrat membasahi pakaian mereka. Sebagai 0rang persilatan cabang atas meskipun sudah kena dihantam lawan , sebelum jatuh jungkir balik dari atas bangku Tubagus Kasatama dan si Perwira Tinggi cepat melesat ke atas. Sambil selamatkan diri dua 0rang ini saling berikan isyarat. Karenanya begitu melayang turun mereka pribadi menyerang Elang Setan!
Kakek berjubah kuning menghantam dengan mengebutkan lengan jubah sebelah kanan. Sang Perwira melepaskan tendangan ke dada Elang Setan. Dua serangan ini datangnya laksanan kilat. Tapi yang diserang damai saja. Sesaat lagi angin pukulan dahsyat dan tendangan akan mengenai sasaran gres ia menciptakan gerakan. Dua cakar elang membabat ke depan. Cahaya hitam dan merah bertabur di udara.
“Awas! Cakar beracun!” teriak Tubagus Kasatama memberi ingat.
“Wutttt! Wutttt”
“Breettt!”
TIGA
PERWIRA Tinggi kerajaan itu merasa se0lah nyawanya terbang ketika cakar kiri Elang Setan mer0bek ujung celananya sebelah kanan. Keringat cuek memercik di keningnya. Untung hanya pakaiannya yang disambar r0bek. Kalau hingga daging atau kulit kakinya kena dicakar pasti cidera berat akan menimpa dirinya alasannya ialah ia tahu betul kuku-kuku hitam cakar setan itu mengandung racun teramat jahat!
Elang Setan tertawa mengekeh. Enak saja ia kemudian dudukkan diri di kursi. Mengambil tek0 di atas meja kemudian gluk-gluk-gluk! Dengan lahap ia meneguk k0pi hangat pribadi dari tek0 hingga mulutnya berlep0tan. Ketika Tubagus Kasatama dan si Perwira Tinggi tegak di seberang meja dengan paras berubah , Elang Setan menyeringai. Dia seka mulutnya dengan cakar tangan kiri. Dia putar kepalanya pada Perwira Tinggi di sebelah kiri. Di antara dua lawan yang dihadapinya ia bisa menerka bahwa yang satu ini mempunyai ilmu lebih rendah dari pada kakek berjubah kuning. Maka diapun menggertak menciptakan patah semangat lawan. “Apa kau pernah melihat merahnya jantungmu sendiri?”
Sang Perwira mendengus. “Mulutmu terlalu besar! Aku mau lihat apa kau masih bisa bicara kalau nanti tubuhmu kusuruh kuliti kemudian digarang dengan panas?”
Elang Setan tertawa mengekeh. Suara tawanya lenyap kemudian tiba-tiba sekali dua tangannya melesat ke depan.
“Awas serangan!” teriak Tubagus Kasatama. Dia tahu betul , sekali Elang Setan melancarkan serangan cakar setannya jarang lawan bisa selamat. Sambil berteriak kakek ini gerakkan tangan kanannya ke punggung jubah.
Saat itu tangan kiri Elang Setan menyambar melewati meja ke arah leher Perwira Tinggi sementara tangan kanannya melesat lurus ke arah dada sempurna di penggalan jantung! Jelas ia memang hendak berusaha menjeb0l dada dan membet0t jantung lawannya! Satu deru keras terdengar disertai membesetnya sinar hitam legam. Elang Setan tersirap kaget ketika dirasakannya ada benda keras menindih dua lengannya. Dia cepat menarik serangan tapi benda keras itu lebih cepat datangnya dan “braaakk!”
Dua lengan Elang Setan terhempas ke atas meja , ditindih keras 0leh sebatang t0ngkat besi yang salah satu ujungnya berbentuk runcing dn satunya lagi berupa lingkaran pipih dengan pinggir setajam pisau! Inilah t0ngkat besi berjulukan “Wesi Ketat0n” yang merupakan senjata mustika andalan kakek berjuluk Dewa Berjubah Kuning Bert0ngkat Besi.
“Kurang ajar!” maki Elang Setan. Dia kerahkan tenaga dan tarik kedua tangannya. Tapi tidak mirip diduganya , ia ternyata tidak bisa melepaskan tindihan t0ngkat besi pada kedua lengannya. Malah tekanan t0ngkat semakin keras. Selagi ia berkutat membebaskan dua lengannya dari samping Perwira Tinggi Kerajaan menyergap dengan dua pukulan keras , satu ke dada , satu ke kepala Elang Setan.
Elang Setan meraung keras. Kalau saja dua lengannya tidak terjepit Wesi Ketat0n pasti dua hantaman dahsyat tadi akan menciptakan tubuhnya mental. Pipi kirinya tampak menggembung merah kena hajaran. Darah Elang Setan mendidih. Dengan lutut kanannya ia hantam papan meja hingga hancur berantakan. Hancurnya papan meja menciptakan lepas jepitan t0ngkat besi kakek berjubah kuning pada dua lengan. Sadar kalau dua tangan lawan yang sangat berbahaya itu kini lepas bebas Tubagus Kasatama segera lancarkan serangan. T0ngkatnya lenyap berkembang menjadi gulungan dan sambaran sinar hitam.
Perwira Tinggi Kerajaan tak tinggal diam. Dia segera pula lancarkan serangan berupa pukulan-pukulan tangan k0s0ng mengandung aji dan tenaga dalam tinggi. Elang Setan terkurung rapat. Sulit baginya untuk mel0l0skan diri. Dari ganasnya serangan dua 0rang itu terang mereka tidak perduli apakah Elang Setan bisa diringkus hidup-hidup atau dalam keadaan jadi mayat!
Meski karam dalam serangan-serangan mematikan Elang Setan bersikap damai bahkan untuk beberapa jurus di masih melayani gempuran dua lawan dengan masih duduk di bangku kayu!
“Manusia setan ini benar-benar luar biasa!” membatin Tubagus Kasatama. Dia membentak keras kemudian t0ngkat besinya diputar demikian rupa hingga warung itu se0lah dilanda badai.
“Dewa Berjubah Kuning! Apa ini ilmu andalanmu yang terakhir?” seru Elang Setan mengejek.
“Bukan terakhir bagiku tapi terakhir bagi jalan nafasmu!” balas berteriak Dewa Berjubah Kuning. Ujung bundar t0ngkat Wesi Ketat0n membabat ke arah leher Elang Setan didahului sambaran hawa cuek mengidikkan , “Putus lehermu!” teriak si kakek.
“Hancur t0ngkatmu!” balas Elang Setan. Tangan kanannya mencelat ke atas. Bukan saja untuk melindungi lehernya tapi sekaligus menangkap penggalan t0ngkat di bawah lingkaran pipih. Begitu tertangkap pergelangan tangannya segera diputar. Sekali putar t0ngkat besi itu pasti akan patah! Tapi Elang Setan kecele. T0ngkat lawan ternyata benarbenar senjata sakti mandraguna! Elang Setan tidak hilang akal. Sadar senjata lawan tak bisa dipatahkan atau dihancurkannya maka ia tarik kuat-kuat t0ngkat itu. Karena Tubagus Kasatama tak ingin senjatanya dirampas 0rang dan berusaha mempertahankan , tak ampun tubuhnya ikut tertarik ke depan. Pada ketika itulah kaki kanan Elang Setan melesat ke depan.
“Bukkk!”
Tubagus Kasatama merasa perutnya mirip pecah. Jeritan keras keluar dari mulutnya. T0ngkat terlepas dari tangan dan tubuhnya terpental dua t0mbak. Baru saja kedua kakinya menginjak lantai warung dan masih dalam keadaan terhuyung-huyung lawan tiba menyergap. Elang Setan menciptakan gerakan aneh. Kedua tangannya dikembangkan ke samping laksana sayap elang raksasa. Bersamaan dengan itu tubuhnya berputar sebat.
“Craasss!”
Tangan kanan Tubagus Kastma yang terkembang alasannya ialah berusaha mengimbangi diri putus laksana dibabat senjata tajam. 0rang bau tanah ini terpekik. Belum habis pekiknya tangan kiri Elang Setan ganti menghantam.
“Craasss!”
Kali ini cakar maut Elang Setan mer0bek pangkal leher dan dada si 0rang tua. Darah membasahi jubah kuningnya. Meski tangan kanan putus dan leher serta dada luka parah insan berjuluk Dewa Berjubah Kuning ini masih tetap berdiri bahkan berusaha mel0mpati lawan sambil hantamkan tangan kirinya. Selarik sinar kuning menggebubu menghantam Elang Setan , menciptakan kedua kakinya terangkat ke atas. Elang Setan membentak keras. Dia cepat mel0mpat hingga dua t0mbak. Begitu menukik tangan kirinya menyambar.
“Craassss!”
Dada kiri Dewa Berjubah Kuning jeb0l. Jeritan si 0rang bau tanah setinggi langit mengerikan. Meski sadar kalau ia tidak akan l0l0s dari kematin alasannya ialah jantungnya sudah kena cengkeram lawan namun dengan tangan kirinya ia masih berusaha balas menghantam dan berhasil!
Dua s0s0k tubuh terbanting dan terkapar di lantai warung. Yang pertama s0s0k Dewa Berjubah Kuning yang tak berkutik lagi , menemui ajal secara mengerikan alasannya ialah jantungnya tak ada lagi dalam r0ngga dada kirinya! Tak jauh dari jenazah si kakek menggeletak Elang Setan. Tangan kanannya memegangi perutnya yang terkena j0t0san lawan sedang tangan kirinya pegangi benda merah berdenyut-denyut. Itulah jantung Dewa Berjubah Kuning!
Pemilik wrung k0pi dan semua pelayan sama menggigil saking ngeri dan ketakutan setengah mati melihat bencana itu. Lain halnya dengan Perwira Tinggi Kerajaan. Begitu melihat si 0rang bau tanah menemui ajal ia cepat mengambil t0ngkat Wesi Ketat0n. Dengan senjata ini ia menyerbu Elang Setan yang ketika itu tengah berusaha bangun membelakanginya. Bagian runcing t0ngkat ditusukkannya ke bal0k kepala Elang Setan.
Bagaimanapun tingginya ilmu Elang Setan namun ia masih belum sehebat kawannya Tiga Bayangan Setan yang tak mempan pukulan sakti dan kebal senjata tajam. Tusukan t0ngkat Wesi Ketat0n pada bat0k kepalanya akan membunuhnya seketika. Karena ketika itu serangan tiba dari belakang sekalipun. Elang Setan cepat mengetahui dan sempat mengelak namun keadaannya sudah sangat terlambat.
Hanya sekejapan mata lagi t0ngkat Wesi Ketat0n akan amblas menusuk bat0k kepala Elang Setan tiba-tiba dari pintu warung melesat s0s0k berjubah hitam. Mendahului s0s0k ini terlihat ada tiga bayangan hitam. Bayangan-bayangan ini berupa insan bertelanjang dada penuh bulu berkepala berbentuk raksasa berambut panjang riap-riapan serta taring mencuat , mempunyai sepasang mata besar merah. Tiga bayangan ini se0lah keluar dari kepala 0rang berjubah hitam itu. Bayangan yang di tengah melesat paling cepat ke arah Perwira Tinggi yang tengah menghunjamkan t0mbak maut ke kepala Elang Setan. Makhluk berkepala raksasa ini angkat tangan kanannya tinggi-tinggi kemudian menghantam.
“Praaak!”
Perwira Tinggi Kerajaan itu tak pernah tahu siapa atau apa yang membunuhnya. Tubuhnya terhempas ke lantai warung dengan kepala pecah.
“Syukur kau tiba men0l0ngku. Kalau tidak…” kata Elang Setan pada si jubah hitam yang bukan lain ialah s0batnya si Tiga Bayangan Setan. Sesaat ia tegak sambil pegangi perutnya yang masih terasa sakit.
“Kau masih mau minum k0pi?!” ejek Tiga Bayangan Setan.
Elang Setan hanya bisa menyeringai.
“Hampir saja kau minum k0pi di akhirat!” ujar Tiga Bayangan Setan tandas. Dia memutar tubuh. Sebelum melangkah ke pintu di berkata pada Elang Setan. “Ambil t0ngkat besi hitam itu. Itu bukan senjata sembarangan. Pasti ada gunanya bagi kita!”
EMPAT
HUJAN turun lebat bukan alang kepalang se0lah langit di atas sana terbelah. Satu bayangan putih berkelebat dalam kegelapan malam. Dia tengah berusaha mencari tempat berteduh. Dari mulutnya , terdengar bunyi bergemeletakkan tanggapan gigil kedinginan. Tapi dari lisan itu juga berulang kali keluar makian kesal. “Hujan sialan!”
Dalam keadaan kuyup tubuh dan pakaian 0rang ini tiba-tiba melihat ada satu nyala api di kejauhan. Menyangka itu ialah nyala lampu minyak rumah penduduk tanpa pikir panjang ia segera berlari ke arah sana. Ternyata nyala api itu bukan lampu minyak tanah melainkan nyala api sebuah 0b0r yang berg0yang-g0yang diterpa angin keras. 0b0r ini terikat pada tiang bambu sebuah gubuk tanpa dinding yang atapnya b0c0r disana sini. Di tengah gubuk berlantai tanah dan becek itu melintang batangan p0h0n. 0rang yang mencari tempat berteduh ini terperangah ketika dilihatnya di atas batang kayu itu duduk terkantuk-kantuk se0rang tua. Sepasang matanya sebentar terbuka sebentar terpejam. Rambutnya yang berserakan sebagian telah berair 0leh air hujan yang menetes jauh dari atap b0c0r , begitu juga jubah hitamnya. Meski keb0c0ran mirip itu tapi 0rang ini tidak berusaha untuk bergeser atau berpindah duduk.
“0rang bau tanah absurd , tak bisa kutebak apa ia lelaki atau wanita ,” kata 0rang yang gres datang. Dia sendiri terpaksa berpindah tempat beberapa kali sem0ga terhindar dari keb0c0ran air hujan. “Berjubah hitam , tangan dan kaki tidak kelihatan. Bagaimana saya harus menegurnya. Biar saya mendehem saja….” Berfikir begitu 0rang ini kemudian mendehem beberapa kali. Yang didehemi tidak memberi reaksi apa-apa. Kedua matanya masih terus membuka dan memejam sedang pundak dan kepalanya terayun-ayun.
“Aku yakin ia belum tidur. Tapi mengapa tidak mendengar saya mendehem. Mungkin tuli , bisa juga gagu….” 0rang ini kemudian berputar beberapa kali mengelilingi 0rang bau tanah yang duduk di atas batang p0h0n. “Waktu matanya terbuka , ia pasti melihat aku. Nyala api 0b0r cukup terang. Tapi ia masih membisu saja. Apa selain tuli dan gagu ia juga buta?! Aku tidak percaya! Kalau kutegur paksa mungkin ia marah. Manusia macam begini kelakuannya bisa aneh-aneh.” 0rang ini memutar 0taknya kemudian senyum-senyum sendiri. Dari mulutnya kini terdengar bunyi siulan halus. Lalu mulutnya berucap.
“Uh… dingin-dingin begini perut rasanya lapar sekali. Untung masih ada persediaan ubi rebus. Masih hangat lagi…. Hemm…. Enaknya kumakan saja kini juga….” Sambil berkata begitu 0rang ini mengeruk ke balik pakaiannya mengambil sesuatu. “Nah ini di…. Ubi rebus. Hangat asyik…. Pengganjal perut yang lapar. Biar kukupas dulu kulitnya. Hemm… pasti enak…. Aduh besarnya ubi ini. Rasa-rasanya tak habis kalau saya makan sendiri…!” Sambil berkata begitu ia melirik ke samping kemudian menyengir ketika melihat 0rang bau tanah di atas batang kayu memutar kepalanya sedikit sedang kedua matanya dibuka. Bibirnya berk0mat-kamit berulang kali.
“Nah , nah… Kaprik0rnus sampean rupanya tidak tuli dan tidak buta. Buktinya sampean palingkan kepala mencari ubiku! Ha… ha…. Ha! Apakah sampean juga gagu-bisu? Kurasa tidak ‘kan?!”
Dua mata 0rang bau tanah itu tampak membesar berkilat-kilat. Tampangnya yang penuh kerut merengut tanda ia sadar kalau sudah kena ditipu 0rang. Ternyata ia memang tidak gagu alasannya ialah ketika itu juga bunyi bentakannya menggeledek.
“Gubuk ini milik nenek m0yangku! Diwariskan pada bapak m0yangku! Bapak m0yangku mewariskan pada diriku! 0rang muda , jangan berani macam-macam! Lekas angkat kaki dari sini!”
Sesaat 0rang di hadapan si 0rang bau tanah terperangah kaget. Bukan saja alasannya ialah ucapan 0rang bau tanah itu tapi juga alasannya ialah tidak bisa memastikan dari bunyi 0rang apakah ia lakilaki atau perempuan. “Jelas ia punya kepandaian merubah suara!” berkata ia dalam hati. Lalu dalam hati juga ia meng0mel. “Perduli setan ini gubuk warisan siapa!” Lalu pada 0rang bau tanah itu ia berkata. “Ah , benar rupanya. Ternyata kau tidak gagu. Kau murka tidak kubagi ubi rebus?! Lihat sendiri! Mana ada ubi rebus! Aku hanya mendustaimu! 0rang itu membuka ke dua tangannya lebar-lebar sambil terus tertawa.
“Kurang bimbing betul dirimu! Pertama kau masuk ke gubukku tanpa permisi. Kedua kau menipuku se0lah punya ubi rebus hingga menganggu kantukku! Lekas bilang siapa dirimu yang berani mencari mati?!”
“Walah , masakan numpang berteduh dan tertipu ubi saja balasannya hingga mati segala?!”
“Aku bertanya siapa dirimu anak setan kurang ajar?!”
Yang ditanya kembali garuk-garuk kepala tapi menjawab juga. “Aku Wir0…”
“Hemm… ternyata namamu jelek. Kelakuanmu lebih buruk lagi , sejelek tampangmu!” 0rang bau tanah di atas batang kayu mendengus. “Aku muak melihatmu! Menyingkir dari hadapanku!” Habis berkata begitu 0rang bau tanah ini kemudian kibaskan lengan jubah sebelah kiri.
“Wutttt!”
“Hai! Kenapa kau menghantamku?!” teriak c0w0k di hadapan si 0rang bau tanah yang bukan lain ialah Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 Wir0 Sableng.
“Makan ubimu!” teriak 0rang bau tanah itu sambil putar pergelangan tangan kirinya.
“Astaga!”
Waktu tadi lengan jubah mengebut satu gel0mbang angin mengeluarkan hawa cuek menderu , membabat ke arah perut Pendekar 212. Dia cepat menyingkir. Namun putaran tangan kiri yang dilakukan 0rang bau tanah menciptakan gel0mbang angin berputar aneh. Wir0 merasa se0lah ada tangan besar dan besar lengan berkuasa yang tak kelihatan menelikung pinggangnya. Dia menghantam ke bawah dengan tangan kanan. Namun yang dipukulnya hanya udara k0s0ng. Di ketika yang bersamaan tahu-tahu tubuhnya terangkat ke atas kemudian “brak!” Tubuh Wir0 terbanting jatuh punggung ke tanah becek. Selgi Wir0 terhenyak kesakitan 0rang bau tanah di atas batang kayu tertawa gelak-gelak.
“Sudah kau makan ubi rebusmu? Enak ya? Ha… ha… ha…!”
Perlahan-lahan Wir0 bangun berdiri. Pakaiannya berair dan k0t0r penuh tanah. Dia tak bisa menerka apakah 0rang bau tanah tak dikenal itu punya maksud jahat atau tidak. “0rang absurd mirip yang satu ini tak perlu diladeni. Lebih baik saya menyingkir saja dari sini. Lagi pula hujan mulai reda…” Wir0 kemudian keluar dari gubuk b0c0r itu. Namun gres melangkah dua kali si 0rang bau tanah tiba-tiba berseru.
“Hai! Kau sudah menggunakan gubukku untuk berteduh! Mana bayarannya!”
“Tua bangka brengsek!” maki murid Sint0 Gendeng. Dia balikkan tubuh kemudian menyahuti. “Gubukmu b0c0r besar. Tak ada gunanya berteduh! Cukup saya membayar dengan ucapan terima kasih saja!” Lalu tanpa perduli lagi Wir0 lanjutkan langkahnya. Pada ketika itulah mendadak di belakangnya terdengan bunyi menderu. Ada sesuatu melesat di udara , melayang ke arahnya! Cepat Wir0 berpaling dan jadi sangat terkejut ketika menyaksikan batangan kayu besar yang tadi diduduki si 0rang bau tanah melayang di udara setinggi kepala , siap menghantamnya.
Pendekar 212 rundukkan kepala sambil kerahkan pukulan sakti “kunyuk melempar buah” kemudian menghantam.
“Braakkk!”
Batang kayu mental dan hancur berkeping-keping. Terdengar bunyi tawa mengekeh. 0rang bau tanah berjubah hitam itu tegak beberapa langkah di hadapan Wir0 , masih dibawah atap gubuk. Sambil bert0lak pinggang ia berkata. “Berteduh tidak minta permisi. Pergi tidak mau membayar! Batangan kayu bangku dan tempat ketiduranku malah kau hancurkan! Kelakuanmu sudah keterlaluan!”
“0rang bau tanah , jikalau saya salah harap maafkan!”
Mendengar ucapan Wir0 0rang bau tanah itu kembali tertawa.
“Gampang betul mulutmu minta maaf! Pernahkah mulutmu itu makan manisan api?!”
“Manisan api…? Eh , apa maksudmu?! Tanya Wir0. Selagi ia keheranan 0rang di hadapannya menyambar 0b0r yang terikat di tiang gubuk. Lalu “wusss… wusss… wusss!”
Dengan 0b0r itu ia menyerang Wir0. Gerakannya cepat sekali. Serangan pertama yang hampir memperabukan mukanya berhasil dielakkan 0leh Wir0 , begitu juga serangan kedua ke arah perut. Tapi serangan berikutnya tak bisa dikelit. Dada baju putihnya terkena sambaran 0b0r , pribadi terbakar. Cepat Wir0 tepuk-tepukkan tangan matikan 0b0r , menciptakan murid Sint0 Gendeng tak bisa berdiam diri lagi. Sambil mengelak ia balas menyerang. Dia berusaha menciptakan gerakan melebihi kecepatan lawan. Mula-mula Wir0 memang bisa mendesak namun beberpa jurus kemudian lawan bukan saja mementahkan jurus-jurus silatnya malah serangan 0b0rnya sempat memperabukan tubuh dan sesekali menyambar pipi kanannya hingga c0w0k ini mengerenyit menahan sakit!
Tidak terasa dua puluh jurus berlalu cepat. Wir0 semakin terdesak. Satu kali ketika 0b0r menusuk ke arah perutnya murid Sint0 Gendeng mel0mpat ke kiri. Dia sengaja memukul dan menymbar tiang bambu penyanggah atap gubuk terdekat. Gubuk re0t itu miring hampir r0b0h. Wir0 melesat ke luar gubuk dan menunggu sambil melintangkan bambu di depan dada siap menghadapi lawan. Karena bambu yang dipegangnya lebih panjang dari 0b0r di tangan lawan , Wir0 menyangka ia kini akan lebih gampang menghadapi serangan. Tapi satu hal yang mengejutkan terjadi begitu ia c0ba menusuk dengan bambu itu.
Lawan menyambuti serangannya. Menangkis dengan 0b0r. Bagian atas 0b0r sesaat menempel di ujung bambu. Bambu itu serta merta terbakar. 0rang bau tanah mundur selangkah. Sambil menyeringai ia meniup ke depan.
“Wusss!”
Api yang memperabukan ujung bambu , mirip b0la tiba-tiba menggelinding sepanjang bambu dan menyambar ke arah tangan dan muka Pendekar 212!
“Gila!” teriak murid Sint0 Gendeng sambil mel0mpat mundur dan cepat lepaskan bambu yang dipegangnya tapi masih terlambat. Gelundungan b0la api menyambar ke arah mukanya. Wir0 menunduk.
“Wusss!”
Kain putih pengikat kepalanya dan sebagian rambutnya di atas indera pendengaran kiri masih sempat terbakar. Daun telinganya terasa panas sakit bukan main.
“0rang tidak main-main. Dia punya maksud untuk mencelakaiku. Bukan tidak mungkin kehadirannya di tempat ini memang sengaja menghadangku!”
Berfikir hingga di situ Wir0 segera mendahului menyerang. Si 0rang bau tanah sambut dengan putaran 0b0r.
“Lihat serangan!” teriak murid Sint0 Gendeng
Lawan tertawa tergelak. “Serangan apa?! Aku tidak melihat serangan apa-apa. Yang kulihat kau menari tak karuan mirip m0nyet terbakar buntut!”
Menerima ejekan itu Pendekar 212 jadi ingin tau sekali. Dia segera keluarkan jurus-jurus ilmu silat terhebatnya. Serangan dibuka dengan jurus “0rang gila mengebut lalat” yang menciptakan 0b0r di tangan lawan berg0yang keras tapi tak bisa dibentuk mental bahkan padampun tidak. Melihat ini murid Sint0 Gendeng susul dengan jurus serta pukulan sakti berjulukan “angin puyuh”. Sebelumnya jarang Wir0 mengeluarkan ilmu pukulan ini. Di malam yang gelap angin pukulannya mengeluarkan bunyi menderu keras. Gubuk rey0t berderak-derak. Dihadapannya si 0rang bau tanah kelihatan tertegun. Jubah hitamnya berkibar-kibar dan kedua kakinya terangkat ke atas.
“Huh! Ilmumu cukup bagus untuk menakut-nakuti anak kecil!” ejek si 0rang tua.
Dia angkat tangan kirinya dengan telunjuk mengacung lurus ke atas. Seperti tersed0t angin pukulan sakti Pendekar 212 bertahap amblas masuk ke dalam jari! Meski terkejut bukan kepalang namun sadar kalau ia dihentikan memberi kesempatan. Didahului dengan jurus “ular naga menggelung bukit” Wir0 kembali lancarkan serangan. Kaki kanannya melesat. Ini merupakan serangan tipuan alasannya ialah begitu 0rang bergerak menghindar tubuh Wir0 melesat ke depan dengan dua tangan terpentang , menyambar laksana kilat ke leher lawan! Ini satu serangan sangat berbahaya. Tapi si 0rang bau tanah sambut serangan itu dengan tawa bergelak kemudian secepat kilat ia menciptakan gerakan aneh. Tubuhnya melenting ke belakang tapi kedua kakinya tidak bergeser dari kedudukan semula. Begitu dua tangan Wir0 menyambar ia tusukkan 0b0r ke arah perut Wir0 sedang tangan kiri menj0t0s ke dada!
“Ah! Wir0 keluarkan seruan tertahan. Dia tak habis pikir. Serangannya tadi dengan gerakan cepat luar biasa , tapi lawan mementahkannya begitu mudah. Sambil kertakkan rahang murid Sint0 Gendeng bergerak ke samping kemudian tiba-tiba sekali ia membalik lancarkan jurus serangan berjulukan “di balik gunung memukul halilintar”. Dua lengannya berputar laksana baling-baling. Menghantam ke arah lawan. Salah satu dari lengan itu tidak sanggup tidak pasti akan mendarat di tubuh lawan. Tapi apa lacur. Tiba-tiba sekali 0rang bau tanah berjubah hitam melesat ke udara sambil men0t0kkan 0b0rnya ke bat0k kepala Wir0! Wir0 sadar ancaman maut yang mengancamnya. Dengan gerakan kilat ia menghindar dengan keluarkan jurus “kepala naga menyusup awan”. Begitu 0b0r lewat hanya seujung kuku di samping kepalanya Wir0 jatuhkan diri ke tanah , berguling dua kali. Pada gulingan ketiga ia berbalik dan hantamkan tangan kanannya. Sinar terang benderang berkelebat menyilaukan disertai menebarnya hawa panas. Murid Sint0 Gendeng ternyata telah lepaskan pukulan sakti “sinar matahari”.
Di seberang sana di depan gubuk 0rang bau tanah berjubah hitam keluarkan seruan keras. Tubuhnya berkelebat lenyap sebelum pukulan maut itu menghantam dirinya. Pukulan sinar matahari melabrak gubuk terus menghantam semak belukar dan pep0h0nan di sekitarnya. Serta merta gubuk dan semak belukar karam dalam k0baran api sedang p0h0n-p0h0n hangus. Dari sini bisa dilihat bagaimana kehebatan pukulan sakti yang dilepaskan murid Sint0 Gendeng. Semua benda yang dilanda pukulan itu terbakar padahal dalam keadaan berair tanggapan kehujanan! Namun apa gunanya semua kehebatan itu kalau ia tidak bisa menghajar lawan! Wir0 kertakkan rahang.
“Sialan! Kemana lenyapnya insan itu?” ujar Wir0 dalam hati.
Di belakangnya mendadak ada bunyi tawa mengekeh. Wir0 berbalik cepat. 0rang bau tanah berjubah hitam itu ternyata kini tegak hanya dua langkah saja di hadapannya! Di tangan kanannya masih tergenggam bambu 0b0r yang setengahnya berada dalam keadaan hancur.
“Pukulanku hanya bisa menghancurkan ujung 0b0r….” membatin Wir0.
“Anak muda , apa kau masih punya ilmu kepandaian lain yang hendak kau perlihatkan padaku?!”
Ejekan itu menciptakan panas indera pendengaran Pendekar 212. Tanpa menunggu lebih lama. Didahului dengan bentakan keras murid Sint0 Gendeng menggebrak ke depan , lancarkan serangan berupa j0t0san kiri kanan mengandung tenaga dalam penuh!
“Traakk!”
P0t0ngan bambu 0b0r di tangan 0rang bau tanah berjubah hitam hancur berantakan sewaktu dipergunakan untuk menangkis. Tinju kanan Wir0 terus melesat menghantam dadanya dengan telak. Selagi tubuh lawan terhuyung-huyung Wir0 susul meny0d0kkan tinju kirinya ke lambung. Tubuh 0rang bau tanah itu terlipat ke depan. Secepat kilat Wir0 kembali menggebuk dengan tangan kanan. Kali ini yang di arahnya ialah muka lawan. Hantamannya mendarat sempurna di kening 0rang bau tanah itu hingga tubuhnya terjengkang di tanah.!
“Gila! Tiga pukulanku menghantamnya telak! Dia tidak cidera sedikitpun! Malah menyeringai!”
Selagi Wir0 terheran-heran , dengan satu gerakan absurd tubuh yang terjengkang di tanah itu tiba-tiba melenting ke udara. Tahu-tahu sepasang kakinya telah menjapit leher Wir0. Bau pesing! Itu yang tercium 0leh Wir0. Dia berusaha menj0t0s tubuh lawan sambil menc0ba melepaskan lehernya dari japitan sepasang kaki. Namun terlambat. Tubuh si 0rang bau tanah berputar ke kanan. Akibatnya Wir0 ikut terpuntir keras dan terbanting ke tanah. “Uh…! Benar-benar edan. C0p0t kepalaku!” keluh Pendekar 212. Untuk beberapa ketika ia hanya bisa terkapar membisu di tanah. Kepalanya mendenyut sakit. Lehernya mirip putus dan pemandangannya berkunang-kunang. Pada ketika itulah lawan mendatangi , mencekal leher bajunya. Tangan kiri menarik tubuhnya ke atas , tangan kanan memukul!
“Bukkk!”
Pendekar 212 merasa kepalanya mirip meledak. Setelah itu segala sesuatunya menghitam gelap. Dia r0b0h meliuk di tanah becek. Di hadapannya 0rang bau tanah berjubah hitam menyeringai , kemudian meludah ke tanah. Ludah itu bercampur darah. Ternyata pukulan-pukulan yang dilepaskan Wir0 tadi ada yang menciptakan cidera tubuhnya di penggalan dalam. 0rang bau tanah ini agaknya menyadari hal itu alasannya ialah sambil melangkah pergi ia berulang kali mengusap dadanya sambil salurkan tenaga dalam. Ketika Wir0 sadar dari pingsannya hari telah terang. Matahari pagi yang mener0b0s lewat daun-daun pep0h0nan menyilaukan matanya. Jangankan bergerak , membuka kedua matanya saja terasa sakit. Lehernya se0lah patah. Menelan ludah saja rasanya sakit bukan main. Dadanya juga mendenyut sakit , mungkin ada tulang iganya yang cidera. Lalu daun indera pendengaran kirinya masih terasa panas tanggapan sambaran api 0b0r. Untuk beberapa usang Wir0 hanya bisa terkapar tak bergerak di tanah yang becek itu. Selang beberapa ketika sesudah menc0ba berulang kali jadinya ia bisa bangun dan duduk menjelep0k di tanah walau masih terhuyung-huyung. Sehelai kertas yang tadinya terletak di dadanya jatuh ke pangkuan.
Perlahan-lahan sepasang mata c0w0k itu terbuka.
“Walah , sudah siang rupanya. Uh… badanku serasa remuk!”
Pertama sekali Wir0 melihat semak belukar lebat dan p0h0n-p0h0n tumbuh rapat di hadapannya. Dia men0leh ke kiri. Tampak bekas-bekas gubuk yang kini telah punah dimakan api berasal dari pukulan sinar matahari yang dilepaskannya malam tadi.
“0rang bau tanah geblek berkepandaian tinggi itu , apa ia masih ada di tempat ini…?”
Wir0 bertanya-tanya sambil memandang berkeliling. “Aneh , kehadirannya malam tadi di tempat ini mirip sengaja menungguku. Dia menghajarku setengah mati tapi tidak membunuh! Sialnya saya tidak mengenal siapa dirinya. Bahkan apa ia lelaki atau wanita saja saya tak bisa mengetahui! Apa yang harus kulakukan sekarang? Lebih baik saya segera tinggalkan tempat celaka ini. Mencari mata air membersihkan diri. Tengg0r0kanku serasa ditempeli besi panas. Haus sekali rasanya….”
Wir0 berusaha bangkit. Pada ketika itulah ia melihat lembaran kertas yang terletak di pangkuannya.
“Eh , apa pula ini? Hatinya bertanya-tanya. Dengan tangan kiri diambilnya kertas itu. Ternyata di kertas yang lembab dan k0t0r itu ada serentetan tulisan. Walau g0resan pena itu buruk sekali Wir0 masih bisa membacanya. Permainan belum selesai. Jika merasa ingin tau silahkan tiba ke puncak Merbabu.
“Pasti bau tanah bangka sialan itu yang menciptakan surat ini! Apa mau ia sebenarnya?! Lebih baik tidak kuladeni 0rang gila itu….” Wir0 beng0ng sesaat. Berfikir-fikir. Lalu di mulutnya tersungging seraut senyum. “Hemmm…. Mungkin ada baiknya saya melayani tantangannya. Mungkin ia sendiri yang masih penasaran. Tapi kalau betul mengapa ia tidak menghabisi diriku sekaligus malam tadi…?” Wir0 garuk-garuk kepala. “Ada satu keanehan. Ada sesuatu terselubung dibalik semua bencana ini…! Bisa baik tapi mungkin sekali bisa mencelakai diriku!”
LIMA
BUKIT kecil di sebelah timur Kart0sur0 itu masih terbungkus kegelapan dini hari. Tiga Bayangan Setan dan Elang Setan hentikan kuda masing-masing.
“Sudah tiga kali kita mengitari bukit ini! Jar0t Ampel tidak kelihatan mata hidungnya!” berkata Tiga Bayangan Setan.
Elang Setan penc0ngkan mulut. Sambil letakkan t0ngkat besi milik Tubagus Kasatma yang diambilnya ia balas berkata. “Memang aneh. Dia menyuruh kita datang. Tempat kediamannya k0s0ng. Dicari-cari tidak bertemu. Kurasa….” Elang Setan putuskan ucapannya. Di sebelah tiba-tiba tampak sebuah benda terang melesat ke udara. “Tiga Bayangan! Lihat!” Elang Setan menunjuk ke langit di sebelah barat.
“Ada yang melempar benda terbakar ke udara! Jangan-jangan itu tanda k0de dari guru! Memberitahu di mana ia berada!”
“Kalau begitu lekas kita menuju ke sana!” kata Elang Setan pula seraya menggebrak kudanya. Tiga Bayangan Setan cepat mengikuti.
“Ada nyala api di lereng bukit sebelah sana!” berseru Tiga Bayangan Setan. Elang Setan berpaling ke arah yang ditunjuk. Memang betul ada nyala api disalah satu lereng bukit. Nyala api itu kelihatan bergerak-gerak beberapa kali kemudian padam.
“Kita menuju ke sana!” ujar Elang Setan.
Dua 0rang itu segera memacu kuda menaiki lereng bukit di mana tadi mereka melihat ada nyala api. Naik ke atas sejauh mungkin seratus t0mbak disatu tempat dua 0rang itu temukan tiga batangan kayu menancap di tanah. Pada ujung tiga kayu itu masih terlihat nyala api yang telah meredup dan jadinya padam.
“Ada sesuatu di sebelah sana…” bisik Elang Setan kemudian turun dari kuda diikuti 0leh Tiga Bayangan Setan. Keduanya melangkah mendekati sebuah benda yang muncul di permukaan tanah miring lereng bukit.
“Sumur batu….” desis Elang Setan begitu hingga di hadapan benda dalam kegelapan. Yang ada di tempat itu memang sebuah sumur batu. Meskipun lisan sumur sangat lebar namun ke dua 0rang itu tak sanggup melihat apa yang ada dalam sumur alasannya ialah sangat gelap. Mereka juga tidak bisa menerka berapa kedalaman sumur itu.
“Aku mendengar mirip ada desisan halus dari dalam sumur…” kata Elang Setan.
“Jangan-jangan sumur ini sarang ular atau dihuni sejenis hewan buas!”
Tiga Bayangan Setan pegang daun telinganya kiri kanan dan pasang pendengarannya. “Bukan ular , tak ada hewan di dalam sana. Itu bunyi angin. Bisa terjadi alasannya ialah dinding sumur kerikil tidak rata…”
“Apa yang harus kita lakukan sekarang? Guru Jar0t Ampel masih tidak kelihatan…!”
“Sebaiknya kita tunggu hingga hari terang ,” jawab Tiga Bayangan Setan.
Dari dalam sumur gelap tiba-tiba ada bunyi aneh. Mula-mula jauh datangnya se0lah dari dasar sumur yang gelap , kemudian semakin keras mirip naik ke atas.
“Tiga Bayangan , kau dengar bunyi itu…? Jangan-jangan sumur ini dihuni setan hantu belantara…!
“Kedengarannya sepert bunyi 0rang membaca mantera!” bisik Tiga Bayanga Setan yang belakang layar merasa tercekat tapi tetap damai dan penuh waspada. Dia berbisik. “Siapkan pukulan untuk menghantam jikalau ancaman tiba-tiba muncul…”
Suara meracau mirip 0rang membaca mantera itu semakin keras , tambah keras kemudian tiba-tiba lenyap! Tiga Bayangan Setan dan Elang Setan saling pandang. Selagi mereka sama tercekat tiba-tiba ada bunyi mendesir. Dari dalam sumur muncul sebuah benda. Ketika dua 0rang ini memperhatikan ternyata yang muncul ialah satu kepala insan berambut putih riapriapan. Lalu kelihatan satu wajah pucat sangat bau tanah , penuh keriputan. Sesaat kemudian menyusul kelihatan penggalan dada , perut dan pinggang. Di hadapan Tiga Bayangan Setan dan Elang Setan kini muncul satu s0s0k kakek-kakek yang kemudian duduk berjuntai di bibir sumur kerikil mengenakan jubah merah muda. Tubuhnya bungkuk dan bahunya naik menerangkan 0rang ini berusia bau tanah sekali.
“Guru!” seru Tiga Bayangan Setan dan Elang Setan begitu mereka kenali siapa adanya s0s0k yang barusan keluar dari dalam sumur itu. Keduanya segera jatuhkan diri berlutut.
“Bagus! Kalian tiba dalam waktu tepat! Terlambat sedikit saja kalian tidak akan menemuiku lagi!” kata 0rang bau tanah di tepi sumur. Saat itu dari dalam sumur tampak keluar kabut tipis hingga untuk beberapa lamanya 0rang bau tanah itu antara kelihatan dan tidak.
“Guru , kami sudah datang! M0h0n petunjuk gerangan apa maksudmu memanggil kami ke tempat ini?” Elang Setan usikan pertanyaan.
0rang bau tanah yang duduk di tepi sumur manggut-manggut. Perlahan-lahan ia angkat kedua kakinya hingga kini di tepi sumur itu ia duduk bersila terbungkuk-bungkuk mirip hendak rubuh jatuh masuk ke dalam sumur gelap.
“Waktu kita memang tidak banyak. Aku bicara langsung-langsung saja. Seratus lima puluh tahun lebih hidup di permukaan bumi. Lebih dari seratus dua puluh tahun malang melintang menyandang gelar Iblis Tanpa Bayangan. Semakin bau tanah usiaku semakin kurasa hidup ini se0lah tak ada ujungnya! Lebih dari tujuh puluh lima tahun saya membawa beban yang tidak pernah diketahui 0leh 0rang luar , termasuk kalian berdua sebagai muridmuridku…”
Ketika si 0rang bau tanah berjulukan Jar0t Ampel bergelar Iblis Tanpa Bayangan itu hentikan ucapannya sesaat , Tiga Bayangan Setan beranikan diri membuka mulut.
“Guru , kami tidak mau berlaku lancang. Tapi jikalau memang kau punya beban mengapa tidak memberitahu kepada kami? Mungkin kami bisa membantu memperingan bebanmu?”
Jar0t Ampel gelengkan kepala. Wajahnya yang pucat keriput tampak redup. Tengg0r0kannya turun naik. Lalu ia berkata. “Beban itu tidak sanggup kuberikan pada siapapun. Kalau kelak saya memberitahu maka ketika itulah hingga ajalku!”
Tiga Bayangan Setan dan Elang Setan terkejut dan sama-sama saling pandang. Ketika mereka berpaling pada 0rang bau tanah itu , keduanya melihat si kakek membuka pakaiannya di penggalan dada hingga penggalan depan tubuhnya yang bungkuk itu tersingkap lebar. Pada dada 0rang bau tanah ini kelihatan terikat sebuah benda yang ketika diperhatikan ternyata ialah sebuah kitab tua. Demikian tuanya kitab ini baik sampulnya yang berwarna hitam maupun penggalan dalamnya tampak sudah gugus lapuk dimakan usia.
“Guru….Kitab apa yang terikat di dadamu?” tanya Tiga Bayangan Setan heran. Elang Setan tak kalah herannya.
“Tujuh puluh lima tahun lebih saya membawa kitab ini. Tak b0leh ada 0rang yang tahu. Tak b0leh kulepas dari ikatannya , apalagi membaca dan mempelajari isinya! Pernah satu kali saya menc0ba melanggar pantangan , menc0ba mengintip apa isi kitab ini. Akibatnya saya diserang demam panas selama sepuluh minggu…!”
“Kalau begitu pastilah kitab itu sebuah benda mustika sakti!” ujar Tiga Bayangan Setan.
“Sakti ia atas sakti! Bebanku berat sekali. Memiliki tapi tidak bisa mengambil manfaat. Namun kini saya segera akan bebas dari semua beban….”
“Guru , apa kau tidak tahu kitab apa itu adanya? Mengapa hingga kau dibebani harus membawanya selama lebih dari separuh usiamu?” bertanya Elang Setan. Wajah Jar0t Ampel alias Iblis Tanpa Bayangan kembali menjadi redup. Suaranya bergetar ketika menyahuti pertanyaan muridnya.
“Menurut 0rang yang memberikannya padaku kitab ini berjulukan Wasiat Iblis. Berisi pelajaran ilmu kesaktian yang tidak ada duanya di dunia ini. Siapa mempunyai dan mengusasinya akan menjadi raja diraja dunia persilatan…!”
“Wasiat Iblis!” seru Tiga Bayangan Setan. “Kami sudah pernah mendengarnya! Kalau begitu…!”
Jar0t Ampel tersenyum , “Aku tahu apa yang ada dibenakmu Tiga Bayangan Setan. Kau dan juga saudaramu itu tiba-tiba saja punya maksud ingin mempunyai kitab ini. Betul…?” Si 0rang bau tanah gelengkan kepala. “Suratan menyampaikan bahwa hanya ada satu insan yang b0leh mempunyai dan sekaligus mempelajari isinya. Manusia itu akan tiba sebelum seratus dari sesudah kematianku…”
“Manusia itu , siapa ia guru?” tanya Elang Setan.
“Aku tidak tahu. Petunjuk hanya menyampaikan bahwa 0rang itu se0rang berkepandaian sangat tinggi. Akan muncul seratus hari sesudah saya mati…”
“Jadi kitab itu akan menjadi milik 0rang lain. Lalu apa perlunya guru menyuruh kami tiba ke sini ?!” Pertanyaan Elang Setan bernada tidak enak.
“Jangan kalian kecewa. Bagaimanapun juga kitab ini tidak berj0d0h dengan salah satu dari kalian. Suratan sudah menentukan demikian. Kalian kusuruh tiba kemari alasannya ialah sesudah saya mati kalian berdua harus menjaga sumur kerikil ini hingga ketika munculnya 0rang yang ditakdirkan berj0d0h dengan Wasiat Iblis ini…”
“Bagaimana kami tahu 0rangnya?” tanya Tiga Bayangan Setan.
“Kalian tak sanggup mengalahkannya. Hanya itu saja petunjuk yang saya bisa berikan.”
Tiga Bayangan Setan dan Elang Setan terdiam.
“Ada satu hal lagi. Jika 0rang itu telah mendapatkan kitab Wasiat Iblis ini maka kalian berdua ditakdirkan akan menjadi pembantunya!”
Paras Tiga Bayangan Setan dan Elang Setan pribadi berubah.
“Kalau begitu apapun yang terjadi kami akan membunuhnya!” kata Elang Setan pula.
“Di alam alam abadi saya mend0akan sem0ga kalian bisa melaksanakan hal itu ,” jawab si 0rang bau tanah tersenyum tawar. Lalu ia menutup baju pakaiannya kembali. Kitab Wasiat Iblis lenyap dari pemandangan dua anak muridnya.
“Murid-muridku , saya sudah siap pergi selama-lamanya. Jaga sumur kerikil ini baikbaik!”
Tiga Bayangan Setan dan Elang Setan saling melirik kemudian sama-sama menjawab.
“Tugas dari guru akan kami laksanakan! Kami akan menjaga sumur kerikil sebaik-baiknya!”
“Bagus! Kalau begitu selamat tinggal”
Habis berkata begitu kakek berjulukan Jar0t Ampel bergelar Iblis Tanpa Bayangan ini hantam kepalanya dengan tangan kanannya sendiri.
“Praaakkk!”
“Ah!” Tiga Bayangan Setan keluarkan seruan tertahan.
“Kita terlambat!” teriak Elang Setan.
Sebenarnya kedua 0rang ini sama-sama berniat hendak merampas kitab Wasiat Iblis itu namun tidak kesampaian alasannya ialah ketika itu sang guru telah memukul rengkah kepalanya sendiri. Tubuh Jar0t Ampel melayang jatuh ke dalam sumur batu. Tiga Bayangan Setan masih berusaha menggapai pakaiannya tapi luput.
“Bagaimana sekarang…? Elang Setan bertanya.
“Aku harus mendapatkan kitab itu. Bagaimanapun caranya!”
“Aku juga!” sahut Elang Setan.
Dua 0rang yang telah saling angkat saudara ini sesaat bentr0k pandangan. Elang Setan mengalah dengan berkata: “Bagusnya kita tunggu hingga hari terang. Kita belum tahu keadaan sumur kerikil ini. Jangan bertindak gegabah hanya alasannya ialah menurutkan keinginan menjadi raja diraja dunia persilatan…”
Tiga Bayangan Setan menyeringai , “Saudara tinggal saudara. Aku tidak mau ia mendahuluiku masuk ke dalam sumur!” membatin Tiga Bayangan Setan. “Kalaupun saya harus membunuhnya apa b0leh buat!”
Menunggu datangnya pagi terasa usang sekali bagi kedua 0rang itu. Ketika langit di sebelah timur mulai membersitkan cahaya mentari pagi dan keadaan di tempat itu mulai terang Tiga Bayangan Setan dan Elang Setan cepat-cepat mendekati tepi sumur dan memandang ke dalam. Astaga! Sumur kerikil itu demikian dalamnya hingga mereka tidak sanggup melihat dasar sumur. Lagipula di sebelah dalam masih menggantung kabut tipis menutupi pemandangan. Mereka hanya bisa melihat penggalan sumur di atas lapisan kabut. Selain lebar ternyata makin ke dalam dinding sumur kerikil semakin melebar dan ada ulirulir kerikil seputar dinding mirip tangga melingkar.
Baik Tiga Bayangan Setan maupun Elang Setan sama-sama berfikir bahwa jikalau mereka masuk ke dalam sumur kerikil mereka harus bisa mencapai ulir terdekat kemudian melangkah menuruni ulir itu hingga jadinya mencapai dasar sumur di mana tentunya jenazah Jar0t Ampel tergeletak bersama kitab Wasiat Iblis itu.
Tiga Bayangan Setan bergerak lebih dulu. Tapi dari belakang Elang Setan cepat menarik bahunya. Merasa dihalangi Tiga Bayangan Setan balikkan tubuh kemudian kirimkan satu j0t0san yang sempurna mendarat di dagu Elang Setan hingga kepala 0rang ini tersentak keras. Selagi Elang Setan terjajar nanar Tiga Bayangan Setan pergunakan kesempatan untuk mendekati sumur kemudian mel0mpat ke dalam. Tanpa ragu ia melesat ke arah ulir kerikil terdekat. Namun selagi tubuhnya melayang tiba-tiba dari dasar sumur terdengar bunyi deras mirip air bah. Bersamaan dengan itu bertiup angin sangat kencang menebar hawa panas dan anyir aneh! Lapisan kabut berpencaran. Angin kencang mener0b0s ke atas. Tiga Bayangan Setan mencicipi tubuhnya berg0ncang keras. Dia berusaha bertahan dengan mengerahkan tenaga luar dalam kemudian menghantam ke bawah. Tapi kekuatan pukulannya terd0r0ng ke atas , membalik memukul tubuhnya sendiri. Tiga Bayangan Setan berteriak keras. Tubuhnya mencelat keluar sumur kerikil dan terkapar di tanah. Dia memang sanggup bangun kembali tapi dari mulutnya keluar darah tanda ia telah mengalami luka dalam!
“Ada kekuatan iblis di dalam sumur itu…” kata Tiga Bayangan Setan megapmegap dengan muka pucat.
“Aku tidak percaya!” kata Elang Setan yang merasa kini punya kesempatan untuk menc0ba. Apalagi ketika itu bunyi deru dan sambaran angin telah mulai mereda. Setelah perhatikan keadaan sebelah dalam sumur dan menganggap tak ada halangan baginya untuk mel0mpat ke dalam maka Elang Setan lantas ayunkan diri. Seringan kapas tubuhnya melayang masuk ke dalam sumur batu.
“Aku berhasil!” serunya girang ketika kakinya menjejak ulir kerikil terdekat yang merupakan tangga menuju ke dasar sumur. Tapi belum habis gema seruannya tiba-tiba dari dasar sumur kembali terdengar bunyi mirip deru air bah. Angin kencang panas dan berbau absurd melesat ke atas , menciptakan tubuh Elang Setan tersentak keras begitu tersambar. Dia berpegangan pada kerikil yang men0nj0l di dinding sumur batu. Tapi bagaimanapun ia mengerahkan seluruh tenaga tetap saja ia tak bisa bertahan. Tubuhnya terseret ke atas , terbanting ke dinding kerikil kemudian jatuh ke bawah. Dari bawah semburan angin kencang menghantam dirinya kembali. Elang Setan tidak mau mengalah begitu saja. Kedua tangannya dikembangkan ke samping kemudian ia kerahkan tenaga untuk menciptakan gerakan mirip baling-baling! Ternyata ia memang bisa bertahan dari hantaman angin keras. Tubuhnya berputar-putar laksana titiran. Sambil berputar ia berusaha bergerak turun dengan mengerahkan b0b0t badannya. Sedikit demi sedikit Elang Setan melayang turun. Di lisan sumur Tiga Bayangan Setan menyaksikan bencana itu dengan hati cemas. Bukan cemas melihat apa yang mungkin terjadi dengan saudara angkat itu tapi cemas kalau-kalau Elang Setan memang berhasil turun ke dasar sumur kerikil dan mendapatkan Kitab Wasiat Iblis itu!
Rasa cemas Tiga Bayangan Setan tidak lama. Saat itu dari dasar sumur kembali terdengar bunyi deru dahsyat. Satu gel0mbang angin menghantam tubuh Elang Setan hingga mencelat mental keluar sumur. Waktu lepas dari lisan sumur salah satu kakinya tidak sengaja menghantam kepala Tiga Bayangan Setan hingga 0rang ini terpental dan tergelimpang megap-megap. Sesaat ia merintih kesakitan kemudian menyumpah panjang pendek!
Elang Setan sendiri ketika itu kelihatan melayang jungkir balik di udara. Ketika tubuhnya kemudian terhempas di tanah , dari lisan , indera pendengaran dan matanya kelihatan keluar darah. Elang Setan mengeluh tinggi kemudian pingsan tak sadarkan diri.
ENAM
PUNCAK Gunung Merapi diselimuti awan tebal. Di kejauhan berkali-kali terlihat kilat menyambar dibarengi bunyi guntur menggelegar. Udara cuek bukan kepalang. Di dalam sebuah g0a kerikil , dua 0rang duduk berhadap-hadapan di antara api unggun. Ada satu keanehan. Api unggun itu tidak dihidupi 0leh p0t0ngan kayu bakar melainkan 0leh setumpuk kerikil hitam hingga api yang berk0bar panasnya dua kali lebih hebat dari api yang berasal dari kayu biasa.
Sepasang tangan kurus yang hanya tinggal kulit pembalut tulang saling dig0s0kkan satu sama lain di atas api unggun. Dua tangan itu dipanasi demikian rupa , erat sekali dengan k0baran api dan tidak diangkat-angkat hingga usang sekali. Manusia biasa tidak akan bisa melaksanakan hal itu. Yang punya tangan ialah se0rang bau tanah bungkuk berpakaian r0mbeng. Walaupun terkena cahaya k0baran api namun terang kulit mukanya yang tipis kelihatan pucat sekali , angker cuek membayangkan kelicikan dan maut! Sepasang matanya besar tapi mempunyai r0ngga sangat cekung. Kakek bermulut per0t ini mempunyai rambut putih sepanjang bahu. Dalam dunia persilatan ia dikenal dengan julukan Si Muka Bangkai alias Setan Muka Pucat.
Di hadapan 0rang bau tanah berwajah setan itu duduk se0rang c0w0k berwajah membayangkan kekerasan dan keangkuhan. Sehelai kain merah melilit keningnya. Rambutnya lebat dan hitam. Keningnya tinggi men0nj0l. Dagunya kukuh. Dia mengenakan sehelai mantel hitam yang menutupi hampir sekujur tubuhnya depan belakang. Dialah Pangeran Matahari , musuh besar turun-temurun Pendekar Kapak Maut Naga 212. Selama bertahun-tahun Pangeran Matahari berusaha membunuh menyingkirkan Wir0. Sebegitu jauh maksud kejinya itu tidak pernah kesampaian. Hal ini bukan saja menciptakan semakin bertumpuknya dendam kesumat dalam diri c0w0k ini tapi juga menciptakan ia selalu mencari nalar bagaimana caranya sem0ga sanggup melenyapkan Wir0. (Mengenai asal usul Pangeran Matahari dan siapa adanya 0rang bau tanah berjuluk Si Muka Bangkai alias Setan Muka Pucat harap baca serial Wir0 Sableng berjudul Pangeran Matahari Dari Puncak Merapi)
Setelah berdiam diri beberapa usang jadinya sang guru membuka lisan memecah kesunyian dalam g0a yang dipanasi api unggun itu. Sementara bicara kedua tangannya terus saja dig0s0k-g0s0kkan di atas k0baran api.
“Muridku , tadi kau bertanya mengapa saya memintamu tiba ke puncak Merapi ini. Ada satu hal penting yang akan menentukan hidup masa depanmu! Empat puluh hari yang kemudian saya bermimpi…”
Belum habis sang guru bicara Pangeran Matahari sudah menyela dengan nada tinggi. “Guru , bertahun-tahun kita tidak bertemu. Hari ini kau menyampaikan ada sesuatu yang penting. Ternyata kau hendak bicara segala macam mimpi! Kurasa kita hanya menghabiskan waktu percuma saja…!”
Si 0rang bau tanah berwajah setan menyeringai. Dalam hati ia membatin. “Aku suka anak ini. Sejak dulu tidak berubah. Masih saja s0mb0ng dan bicara angkuh. Meremehkan 0rang lain sekalipun saya gurunya sendiri!” Setelah mendehem beberapa kali 0rang tu itu melanjutkan ucapannya. “Apa kau lupa dulu kalau bukan alasannya ialah mimpi saya tidak akan menemukanmu? Ingat ketika gunung ini meletus dan saya melihatmu tergantung di atas p0h0n beringin sementara lahar panas menutupi bumi ?!”
“Aku tidak pernah melupakan hari malapetaka itu. Juga ingat jasamu menyelamatkan diriku. Tapi apakah itu perlu diulang-ulang?!” bunyi Pangeran Matahari tetap tinggi. 0rang lain mungkin akan jengkel atau murka melihat sikapnya ini. Tapi sang guru sudah tahu sifat muridnya hanya tersenyum-senyum.
“Mimpi tidak selamanya kembang tidur. Banyak mimpi merupakan petunjuk sangat berguna….”
“Aku mendengarkan guru. C0ba katakan apa mimpimu kali ini?”
“Sebelum kujelaskan saya ingin tahu dulu. Apakah kau masih berminat untuk menyingkirkan Pendekar 212 Wir0 Sableng musuh besarmu itu?”
Mendengar pertanyaan itu sepasang mata Pangeran Matahari terbuka lebar. Dagunya mengencang dan pelipisnya bergerak-gerak.
Si Muka Bangkai tertawa lebar. “Kau tak perlu menjawab. Dari air mukamu saya tahu kau memang ingin melenyapkan musuh besarmu itu! Nah kini saya tanya , apa kau pernah mendengar perihal sebuah kitab kun0 berjulukan Wasiat Iblis?”
Pangeran Matahari angukkan kepala. “Aku pernah berusaha mencarinya. Tapi selalu menemui jalan buntu hingga saya jadinya merasa sangsi apakah buku yang berisi ilmu dahsyat itu memang benar-benar ada….”
“Kitab itu memang ada. Dan saya telah memimpikan kitab itu , muridku!”
“Hah…?” Pangeran Matahari beringsut maju. Dari balik k0baran api unggun ia memandangi wajah gurunya lekat-lekat. “Apa mimpimu itu , guru?”
“Mimpiku memberi petunjuk di mana kitab itu berada!”
Pangeran Matahari berdiri , memutari perapian kemudian duduk di samping Si Muka Bangkai. “Guru , harap kau lekas menceritakan mimpimu itu. Selengkap-lengkapnya. Jangan ada yang ketinggalan.”
“Se0rang bau tanah berjubah dan bers0rban hitam muncul dalam mimpiku. Waktu itu saya merasa berada di satu gurun pasir maha panas. 0rang ini tiba-tiba saja muncul dan berkata padaku. Sampaikan pesanku pada muridmu terlahir berjulukan An0m , putera Raja Sur0kert0 dari ibu R.A Siti Hinggil. Seumur hidupnya selama langit masih dijunjung dan bumi masih dipijak insan , ia tidak akan sanggup mengalahkan c0w0k berjuluk Pendekar 212 Wir0 Sableng itu. Kecuali jikalau ia menguasai ilmu yang tersimpan dalam Kitab Wasiat Iblis. Lalu dalam mimpi saya bertanya pada 0rang bers0rban hitam itu. Apakah ia bisa memberi petunjuk di mana kitab itu bisa ditemukan? Di lantas menjawab. Pergilah ke lereng barat sebuah bukit di timur Kart0sur0. Di situ ada sebuah sumur bau tanah terbuat dari batu. Di dalam sumur tersembunyi Kitab Wasiat Iblis. Namun untuk sanggup masuk ke dalamnya muridmu harus mengalahkan dua 0rang penjaga sumur yang mempunyai kepandaian sangat tinggi… Aku bertanya siapa adanya dua penjaga sumur itu. Namun 0rang bau tanah bers0rban hitam membalikkan tubuh dan pergi. Saat itu saya sendiri terbangun dari tidur…”
Lama Pangeran Matahari berdiam diri sesudah mendengar penuturan gurunya.
“Apa yang ada dalam benakmu , muridku?” tanya sang guru.
Si c0w0k angkat bahunya. “Bagaimana saya bisa memastikan bahwa mimpimu itu bisa menjadi kenyataan?!”
“Kau tak bisa memastikan kalau tidak membuktikan sendiri. Jika kau suka segera saja berangkat menuju tempat yang kuceritakan tadi. Jika tidak suka perlu apa dituruti. Hanya saja sayang kalau ada 0rang lain sempat mendahului. Berarti musuh beratmu bertambah satu lagi.”
Pangeran Matahari katupkan rahangnya rapat-rapat. “Jauh-jauh tiba kemari percuma saja kalau saya tidak c0ba menyelidik apa mimpimu itu benar atau tidak…”
Perlahan-lahan Pangeran Matahari bangun berdiri. “Guru , saya m0h0n diri sekarang.”
Si Muka Bangkai anggukkan kepala. “Makin cepat kau melakukannya makin baik…. saya akan merasa besar hati jikalau kelak kau benar-benar merajai dunia persilatan.”
Pangeran Matahari penc0ngkan mulutnya. “Apa menurutmu ketika ini saya belum menguasai dunia persilatan?”
Si Muka Bangkai gelengkan kepala. “Musuh utamamu si Wir0 Sableng itu. Harus kau lenyapkan. Lalu harus pula kau tumpas t0k0h-t0k0h silat lainnya termasuk nenek sakti berjulukan Sint0 Gendeng , guru Pendekar 212…. Dapatkan kitab Wasiat Iblis itu! Dunia berada di tanganmu.
Pangeran Matahari menjura tiga kali dengan perilaku kaku alasannya ialah sebetulnya ia tidak suka melaksanakan hal ini sekalipun untuk mengh0rmat gurunya. Lalu ia membalikkan tubuh tinggalkan g0a di puncak Gunung Merapi itu.
TUJUH
TIDAK sulit bagi Pangeran Matahari untuk mencari letak sumur kerikil yang terletak di lereng barat bukit di luar Kart0sur0. Bau busuk membimbingnya ke tempat itu.
“Bau busuk hebat sekali. Aku yakin itu berasal dari bangkai manusia!” katanya. Di satu tempat ia tinggalkan kuda tunggangannya kemudian bergerak ke arah anyir busuk. Sebagai t0k0h silat yang telah bertahun-tahun malang melintang dan menggegerkan rimba persilatan Pangeran Matahari tentu saja punya pengalaman banyak. Dia tidak terus mendaki lereng bukit ke arah datangnya anyir busuk namun sengaja bergerak berputar menjauh , kemudian berbalik menuruni bukit. Kecerdikan ini memang sangat beralasan. Karena selama ini dua 0rang yang menjaga sumur kerikil dimana tersimpan Kitab Wasiat Iblis bersama jenazah Iblis Tanpa Bayangan memang lebih banyak memperhatikan penggalan bawah bukit dari arah mana 0rang-0rang mendatangi.
Dari balik sebatang p0h0n besar Pangeran Matahari sanggup menyaksikan keadaan di bawahnya. Di salah satu lereng bukit tampak terang dua 0rang berjaga-jaga di erat sebuah sumur batu. Sambil mengawal keduanya meng0br0l dan menyantap p0t0ngan daging bakar. Tak jauh di sekitar mereka bertebaran paling tidak empat s0s0k jenazah yang telah membusuk.
“Dua penjaga sumur kerikil itu agaknya bukan manusia. Bagaimana mereka bisa makan enak-enakan sementara jenazah bergelimpangan di erat mereka. Menebar anyir busuk! Aku saja yang ada disini mau terb0ngkar rasanya isi perutku!” membatin Pangeran Matahari. Dia bertanya-tanya siapa kiranya empat 0rang yang menemui ajal di bawah sana. Berat dugaannya mereka ialah 0rang-0rang pintar yang berusaha mendapatkan Kitab Wasiat Iblis itu.
Setelah sekli lagi memperhatikan keadaan sekitar sumur kerikil Pangeran Matahari tujukan perhatiannya pada salah se0rang penjaga yang mengenakan jubah hitam.
“Berjubah hitam , kepala sulah sebelah , salah satu mata kecil mirip buta.
Hemmm….” Kening Pangeran Matahari mengerenyit , rahangnya menggembung dan terkancing rapat. “Bangsat itu rupanya yang jadi salah satu pengawal sumur batu! Tiga Bayangan Setan! Manusia keparat yang punya mimpi besar hendak menguasai dunia persilatan. Bagaimana ia ada kaitannya dan jadi anjing penjaga sumur batu. Mungkin juga gurunya Si Iblis Tanpa Bayangan ada di sini?” Pangeran Matahari arahkan pandangannya pada 0rang kedua. “Bukan…. Yang satu itu bukan Si Iblis Tanpa Bayangan. Di mana ada Tiga Bayangan Setan di situ ada Elang Setan! Pasti Elang Setan , kambrat keparat si Tiga Bayangan Setan!” Pangeran Matahari perhatikan benda panjang yang menggeletak di pangkuan Elang Setan. “T0mbak atau t0ngkat berbentuk aneh. Setahuku Elang Setan tidak punya senjata mirip itu. Hemmm… pasti ia sikat milik 0rang lain yang jadi k0rbannya…” Sang Pangeran memperhatikan keadaan sekitar sumur kerikil sekali lagi. Lalu dengan seringai c0ngkak ia tinggalkan tempat itu , melangkah menuruni lereng bukit. Di tepi sumur kerikil Tiga Bayangan Setan dan Elang Setan sedang asyik menyantap daging panggang kelinci hutan yang memang banyak terdapat di bukit itu. Dengan lisan masih penuh kuliner Elang Setan berkata.
“Lebih tujuh puluh hari sudah kita mendekam di tempat ini. Menunggu hingga tiga puluh hari lagi cukup lama! Bagaimana kalau 0rang yang dimaksud guru itu tidak muncul?”
Apa yang kau pikirkan itu sudah ada dalam benakku semenjak lama. Aku mencari nalar bagaimana caranya bisa masuk ke dalam sumur ini kemudian mengambil kitab sakti itu. Tapi rasa-rasanya sulit. Berarti kita harus meminjam tangan 0rang lain.”
“Meminjam tangan 0rang lain bagaimana?” tanya Elang Setan.
“Kalau 0rang itu tiba , kita akal-akalan melawan. Kita biarkan ia masuk ke dalam sumur. Begitu keluar dan Kitab Wasiat Iblis sudah ada di tangannya , kita serbu dan kita rampas!”
Elang Setan tertawa bergelak. Karena di mulutnya masih ada kuliner maka ia jadi batuk-batuk berulang kali.
“Hentikan batukmu! Aku mendengar bunyi 0rang mendatangi!” hardik Tiga Bayangan Setan tiba-tiba seraya palingkan kepala ke lereng bukit sebelah atas. Baru saja Tiga Bayangan Setan berkata begitu tiba-tiba semak belukar lebat di atas mereka terkuak. Ses0s0k tubuh tinggi bermantel hitam muncul , melangkah dan berhenti kira-kira dua t0mbak dari sumur batu.
“Kau kenal kunyuk berpakaian mirip kelelawar ini?” bisik Elang Setan.
“Untuk membunuh sese0rang apa perlu kenal atau tidaknya?!” sahut Tiga Bayangan Setan.
Elang Setan muntahkan daging dalam mulutnya kemudian tertawa gelak-gelak. “Kau betul saudaraku! Tapi ada baiknya kau menanyakan sesuatu padanya sebelum kita mengirimnya ke liang akhirat!”
Elang Setan bangun berdiri. Kedua tangannya yang k0t0r 0leh minyak daging diusap-usapkan pada baju tebalnya hingga pakaian dekil itu jadi tambah k0t0r. Dia gerakgerakkan jari-jari tangannya yang berbentuk cakar elang hingga mengeluarkan bunyi berkeretekan kemudian membuka mulut.
Namun sebelum ucapan keluar dari lisan Elang Setan , Pangeran Matahari angkat tangan kanannya. Ada selarik angin menyambar menciptakan Elang Setan cepat-cepat miringkan kepala.
“Kalian tidak layak menanyaiku! Aku yang punya kuasa bertanya kepada pada kalian! Kalian mendengar dan mengerti?!”
“S0mb0ng amat kunyuk satu ini!” tukas Elang Setan.
“0rang yang bakal mati memang suka bersikap macam-macam!” menimpali Tiga Bayangan Setan kemudian keluarkan tawa bergelak.
Pangeran Matahari d0ngakkan kepala. Dari mulutnya kemudian menyembur tawa keras yang menggetarkan seanter0 lereng bukit dan menindih lenyap tawa Tiga Bayangan Setan. Dua t0k0h silat penjaga sumur kerikil itu belakang layar terkesiap. 0rang di hadapan mereka mempunyai tingkat tenaga dalam sangat tinggi! Walau demikian dua 0rang ini mana mengenal takut!
Tiga Bayangan Setan berpaling pada Elang Setan kemudian berkata. “Hari ini kita bakal sanggup mangsa kelima! Rasanya sudah pada gatal tanganku menunggu belum ada k0rban gres yang datang. Kini kita sanggup satu rejeki lagi!”
“Pemuda c0ngkak! Mungkin kau mau lihat-lihat dulu empat jenazah yang sudah membusuk itu sebelum kau kami menetapkan sebagai k0rban kelima?!” Yang berkata ialah Elang Setan.
“Tidak perlu saya mengikuti 0m0nganmu! Aku sudah tahu siapa-siapa mereka! Aku juga tahu milik siapa t0ngkat besi yang kau pegang itu! Kau pasti juga telah membunuh t0k0h silat istana berjuluk Dewa Berjubah Kuning Bert0ngkat Besi!”
“Ah! Kau sudah tahu rupanya! Masih semuda ini pengetahuanmu ternyata cukup luas! Mungkin itu bisa men0l0ng melapangkan jalanmu ke liang kubur! Ha… ha… ha!”
Elang Setan tertawa gelak-gelak. Tiba-tiba bunyi tawanya lenyap. Tangannya yang memegang t0ngkat berkelebat.
“Wutttt!”
Ujung t0ngkat yang berbentuk lingkaran pipih setajam mata pisau menderu. Cahaya hitam berkiblat. “Craaasss!” Semak belukar yang hanya setengah jengkal dari pinggang Pangeran Matahari dirambas rata! Yang diserang sama sekali tidak bergerak malah sunggingkan senyum mengejek.
“Sedekat ini saya berdiri kau tak sanggup membabat perutku! Matamu yang gembung itu buta atau bagaimana?! Dasar insan tidak tahu diri! Kalau cuma jadi anjing penjaga sumur kenapa bermulut besar?!”
Mendengar dirinya disebut anjing penjaga sumur meledaklah amarah Elang Setan. Tiga Bayangan Setan ikut-ikutan murka besar. Rencana mereka semua yang akal-akalan hendak mengalah serta merta terlupa. Keduanya menetapkan untuk membunuh Pangeran Matahari ketika itu juga!
Elang Setan tancapkan t0ngkat besi ke tanah. Dia lebih suka pergunakan cakarcakar mautnya. Dia bergerak mendekati Pangeran Matahari dari sebelah kiri sementara Tiga Bayangan Setan mendatangi dari kanan.
Pangeran Matahari d0ngakkan kepala , keluarkan bunyi mendengus. Dengan tangan kanannya ia sibakkan mantel hitam yang menutupi penggalan depan pakaiannya.
“Pangeran Matahari!” seru Tiga Bayangan Setan dan Elang Setan ketika melihat gambar Gunung Merapi berwarna biru dengan latar belakang sinar sang surya berupa garis-garis lurus berwarna merah!
Suara tawa mengekeh mengumandang dari lisan Pangeran Matahari yang ketika itu mend0ngakkan kepala se0lah tidak menganggap ancaman serangan dua lawan yang bakal menyerbunya. Baik Tiga Bayangan Setan maupun Elang Setan sama-sama tidak menerka kalau c0w0k di hadapan mereka ialah t0k0h besar g0l0ngan hitam berjuluk Pangeran Matahari.
“Saudaraku Tiga Bayangan Setan! Rejeki kita besar sekali hari ini! Begitu kita membunuhnya , nama besar kita semakin mencuat dalam dunia persilatan!”
“Anjing-anjing penjaga sumur! Jangan mimpi! Aku menunggu seranganmu!” hardik Pangeran Matahari. Kedua tangannya kini diletakkan di pinggang.
“Bagus! Kau minta mati lebih cepat dari yang kami rencanakan!” teriak Elang Setan. Dia melirik pada Tiga Bayangan Setan. Dua 0rang ini saling anggukkan kepala. Di kejap itu pula keduanya berkelebat kirimkan serangan!
DELAPAN
LIMA larik sinar hitam menyambar ke arah muka Pangeran Matahari. Lima lagi membeset ke arah perutnya. Itulah sambaran serangan maut cakar setan yang dilancarkan Elang Setan. Dari jurusan lain Tiga Bayangan Setan lepaskan pukulan tangan k0s0ng yang sengaja di arahkan ke penggalan bawah perut lawan. Jelas kedua 0rang ini ingin membunuh Pangeran Matahari detik itu juga!
Meskipun tercekat melihat ganasnya serangan dua lawan namun insan yang dikenal senagai pahlawan jahat segala cerdik , segala nalar , segala ilmu , segala licik dan segala c0ngkak ini hadapi serangan 0rang dengan mendengus. Tangan kanannya bergerak mengibaskan mantel hitamnya ke penggalan dada.
“Wuuuutttt!”
Suara mantel berkelebat angker. Mengeluarkan cahaya hitam redup. Baik Tiga Bayangan Setan maupun Elang Setan hanya mendengar bunyi tapi tidak mencicipi adanya sambaran angin keras! Namun dahsyatnya ketika itu keduanya merasa se0lah ada satu kekuatan yang tidak kelihatan menahan gerak serangan yang mereka lancarkan.
Elang Setan kertakkan rahang. Tiga Bayangan Setan menggemb0r keras. Kedua 0rang ini lipat gandakan kekuatan tenaga dalam kemudian merangsak ke depan. Tapi semakin mereka mengerahkan kekuatan semakin dahsyat kekuatan tak terlihat yang menghadang. Malah kini kekuatan itu mulai bergerak , menindih gerak serangan mereka. Dua 0rang ini berusaha bertahan. Tak ada gunanya. Ketika Pangeran Matahari kibaskan kembali mantel hitamnya ke belakang , dua penyerang berseru keras dan terbanting ke tanah!
Pangeran Matahari d0ngakkan kepala kemudian tertawa mengekeh. Tanpa perduli pada dua 0rang yang bergeletakan di tanah ia melangkah mendekati sumur batu.
“Kami belum kalah!” teriak Elang Setan kemudian tubuhnya melesat ke udara.
“Jangan harap kau bisa dapatkan kitab sakti itu!” hardik Tiga Bayangan Setan.
Tubuhnya yang terkapar di tanah juga melesat ke atas. Dari atas dua 0rang murid Iblis Tanpa Bayangan ini menyerbu lagi. Keduanya sama-sama mengarah kepala Pangeran Matahari. Sebelum cakar-cakar setan bergerak sepuluh sinar hitam dan merah lebih dulu menggebu. Tiga Bayangan Setan hantamkan dua pukulan sekaligus untuk mengepruk pecah kepala Pangeran Matahari. Pangeran Matahari hentikan langkahnya. Kedua lututnya ditekuk. Dua tangannya tiba-tiba melesat ke atas. Terdengar bunyi bergedebukan beberapa kali begitu enam pasang lengan saling beradu!
Tiga Bayangan Setan dan Elang Setan kembali berkaparan di tanah. Sementara Elang Setan masih menggeliat-geliat Tiga Bayangan Setan sudah melesat dan berdiri hadapi Pangeran Matahari. Kalau Elang Setan kelihatan nanah merah dua lengannya maka Tiga Bayangan Setan tidak cidera sedikitpun. Hal ini tidak lepas dari perhatian Pangeran Matahari. Dalam hati ia berucap. “Ternyata ia memang tahan pukulan. Aku harus berlaku hati-hati terhdap yang satu ini!”
“Apa kau sudah siap menghadapi ketika kematianmu Pangeran Matahari?!” kertak Tiga Bayangan Setan.
“Setan jelek! Dari tadi hanya mulutmu saja yang besar! Aku siap menunggu kematin! Ay0 saya mau lihat kau hendak melaksanakan apa!” Pangeran Matahari renggangkan kedua kakinya , tegak menunggu sambil bert0lak pinggang. Di sebelah belakang sana Elang Setan telah bangun berdiri dan siap lancarkan serangan. Kumis dan berew0k Tiga Bayangan Setan mirip berjingkrak. Matanya sebelah kanan yang besar merah bergerak-gerak. Kedua tangannya dipentang ke depan dengan jarijari terkepal. Mulutnya k0mat-kamit. Tiba-tiba dua kepalannya diadu satu sama lain. Bersamaan dengan itu ia berteriak.
“Bunuh!”
Tiga guratan dalam di kening Tiga Bayangan Setan mengeluarkan kilatan-kilatan angker. Dari ubun-ubunnya melesat keluar tiga kepulan asap yang dalam waktu sekejapan berkembang menjadi tiga s0s0k raksasa bertelanjang dada penuh bulu. Rambut panjang riapriapan dan sepasang mata laksana bara menyala! Inilah ilmu tiga bayangan setan yang selama ini tidak satu t0k0h silatpun sanggup menghadapinya! Diam-diam Pangeran Matahari merasa terguncang juga. Dia segera siapkan satu pukulan sakti untuk menghadapi serangan tiga makhluk jejadian itu.
“Bunuh!” teriak Tiga Bayangan Setan sekali lagi.
Tiga s0s0k raksasa melesat ke depan. Masing-masing mementangkan tangan kanan yang sesaat kemudian sama-sama dihantamkan ke bat0k kepala Pangeran Matahari. Begitu tiga makhluk raksasa menyerang Pangeran Matahari cepat angkat ke dua tangannya. Telapak-telapak yang terkembang did0r0ngkan perlahan saja. Terdengar bunyi mendesis disertai menggebunya angin panas , menghantam sempurna pada tiga makhluk raksasa!
“Wusss! Wussss!”
Tiga Bayangan Setan berteriak keras. Bukan saja alasannya ialah murka tapi juga alasannya ialah berusaha menahan sakit 0leh hawa panas yang memancar dari dua larik angin panas serangan Pangeran Matahari. Tubuhnya terhuyung-huyung tak bisa dir0b0hkan. Dua makhluk raksasa di sebelah kiri dan kanan meletup hancur berkeping-keping se0lah terbuat dari batu. Tapi yang di sebelah tengah se0lah tidak tersentuh pukulan sakti “telapak merapi” yang tadi dilepaskan Pangeran Matahari terus merangsak ke depan kemudian laksana palu g0dam hantamkan tangan kanannya ke bat0k kepala Pangeran Matahari! Pangeran Matahari silangkan dua lengan ke atas untuk lindungi kepalanya. Ini merupkan gerakan menangkis yang sekaligus merupakan serangan menggunting.
“Bukkk!”
Pangeran Matahari terbanting ke tanah. Dua lengannya terasa se0lah hancur. Dadanya berdenyut sakit. Sebelum jatuh tadi ia masih sempat menciptakan gerakan menggunting. Makhluk raksasa di atas kepala Tiga Bayangan Setan menggemb0r marah. Tiga Bayangan Setan mel0mpat ke hadapan lawan.
“Bunuh!” teriak Tiga Bayangan Setan.
Makhluk raksasa di atas kepalanya kembali pentangkan tangan.
“Kurang ajar!” kertak Pangeran Matahari. “Agaknya makhluk keparat yang di tengah tak bisa dimusnahkan. Tiga Bayangan Setan sendiri benar-benar tahan pukulan sakti! Aku harus mencari akal! Aku harus menghantam sumber kekuatannya!”
Pangeran Matahari melirik pada t0mbak Wesi Ketat0n milik Dewa Berjubah Kuning yang mati di tangan Elang Setan. Sebelum gebukan mahkluk raksasa tiba Pangeran Matahari cepat berguling menyambar t0ngkat besi itu. Begitu t0ngkat mustika berada di tangannya ia segera membalik dan tusukkan penggalan runcing senjata itu ke perut Tiga Bayangan Setan.
“Breett!”
“Traanggg!”
Jubah hitam yang dikenakan Tiga Bayangan Setan r0bek di penggalan perut. Ujung t0mbak terus menusuk ke perut 0rang itu. Namun se0lah perut yang ditusuk itu ialah benda yang terbuat dari besi begitu ujung t0mbak menghantam terdengar bunyi berdentrangan. Pangeran Matahari tidak sanggup menyembunyikan keterkejutannya. Seumur hidup gres kali ini ia melihat ada insan memliki kekebalan terhadap senjata tajam begitu rupa! Pangeran Matahari campakkan t0ngkat Wesi Ketat0n. Tiga Bayangan Setan tertawa bergelak.
“Edan! Hampir tak sanggup kupercaya!” kertak Pangeran Matahari. “Dia kebal pukulan sakti , tak mempan senjata! Aku harus mendapatkan ilmunya!”
Sementara itu dua makhluk raksasa yang tadi musnah kini secara absurd muncul kembali , bergabung dengan kawannya di sebelah tengah ini sambil keluarkan lengkingan keras kembali ayunkan tangan menggebuk ke arah kepala Pangeran Matahari! Sekali ini Pangeran Matahari tak menangkis ataupun tabrak kekuatan. “0tak aktivis tiga raksasa jejadian itu ada dalam diri Tiga Bayangan Setan! Aku harus melumpuhkan sumbernya!”
Memikir hingga di situ insan segala nalar segala cerdik dan segala licik ini angkat tangan kanannya. Secara absurd tiba-tiba udara di tempat menjadi redup padahal di atas matahari bersinar terang. Inilah menerangkan bahwa Pangeran Matahari hendak lepaskan satu pukulan sakti. Ketika tangannya dipukulkan terdengar bunyi menggelegar disertai berkiblatnya sinar merah , kuning dan hitam!
“Pukulan Gerhana Matahari” seru Tiga Bayangan Setan yang mengenali pukulan sakti itu. “Siapa takut! Kalau kau punya sepuluh ilmu mirip itu keluarkan saja sekaligus!”
Pangeran Matahari merutuk dalam hati namun ia maklum kesaktian yang dimiliki lawan menciptakan ia sanggup menghadapi pukulan maut yang sangat ditakuti di rimba persilatan itu. Bagi Pangeran Matahari sendiri sebetulnya tak perlu gusar mendengar ejekan lawan alasannya ialah pukulan sakti yang dilepaskannya itu sengaja untuk membagi perhatian Tiga Bayangan Setan. Ketika lawan berkelit sambil berteriak “Bunuh!” Pangeran Matahari cepat jatuhkan diri , berguling di tanah. Ketika berdiri lagi tahu-tahu ia sudah berada di belakang s0s0k Tiga Bayangan Setan. Dua jari telunjuknya bekerja! Tiga Bayangan Setan meraung keras.
“Bangsat licik! Curang pengecut! Lepaskan diriku!” Tiga Bayangan Setan hanya bisa berteriak , menggerakkan kaki tapi sama sekali tak sanggup menggerakkan tangan ataupun kepalanya. Pangeran Matahari telah men0t0k urat besarnya di dua tempat yakni pangkal leher punggung. Walaupun tiga raksasa jejadian masih kelihatan bergerak-gerak ganas di atas kepalanya namun mereka sama sekali tidak melaksanakan serangan alasannya ialah 0tak pengendalinya yaitu Tiga Bayangan Setan kini tidak beda mirip jenazah hidup! Masih bernafas tapi tak bisa berfikir. Mampu menggerakkan kaki tapi tidak bisa menyerang. Dua tangannya terkulai mirip lumpuh ke sisi.
Pangeran Matahari tertawa mengekeh. Dari dalam saku pakaiannya dikeluarkannya sebuah benda kecil berwarna merah. Benda ini dengan paksa dimasukkannya ke dalam lisan Tiga Bayangan Setan.
“Telan!” hardik Pangeran Matahari memerintah. Ketika Tiga Bayangan Setan tak mau melaksanakan malah hendak memuntahkan benda dalam mulutnya itu , Pangeran Matahari pukul tengkuknya hingga Tiga Bayangan Setan tercekik dan terpaksa telan benda yang ada dalam mulutnya.
“Umurmu hanya bersisa seratus hari!” kata Pangeran Matahari pula kemudian tertawa panjang. “Kau telah menelan racun kematian! Jika kau berani macam-macam jangan harap saya akan menyampaikan 0bat penawar!”
“Pangeran keparat! Iblis jahanam! Apa yang kau lakukan pada saudaraku?!” teriak Elang Setan. Tanpa tunggu lebih usang ia pribadi menyerang. Kedua tangannya dikembangkan ke samping. Tubuhnya berputar , dua lengan ikut berputar laksana balingbaling. Cakar setan membabat ke arah leher Pangeran Matahari! Sinar hitam merah menghntam lebih dulu!
Pangeran Matahari bertindak cepat. Dia tahu walau tingkat kepandaian lawan masih dibawah Tiga Bayangan Setan namun nama Elang Setan bukan nama k0s0ng. Banyak t0k0h silat telah menemui ajal di tangan pembunuh haus darah ini. Sambil d0r0ngkan dua tangannya ke depan Pangeran Matahari menyusup ke bawah putaran dua lengan. Begitu pinggang Elang Setan berhasil dicekalnya 0rang ini dibantingkannya ke atas sumur batu.
“Trakkk! Traakkk!”
Lengan setan menghantam bibir sumur hingga hancur di dua tempat. Pangeran Matahari pegang dua kaki Elang Setan kemudian mend0r0ng tubuh 0rang ini hingga kepala Elang Setan tergantung-gantung di dalam sumur.
“Kalau kau memang ingin cepat mati katakan saja! Kakimu akan kulepas!” kata Pangeran Matahari.
“Keparat jahanam! Jangan cemplungkan saya ke dalam sumur ini! Demi setan saya masih mau hidup!” teriak Elang Setan.
Pangeran Matahari tertawa. Dia tarik kaki Elang Setan hingga pinggang 0rang ini membelintang di bibir sumur. Tiba-tiba dari dalam sumur terdengar bunyi menderu.
“Angin iblis! Awas! Cepat tarik tubuhku!” teriak Elang Setan ketakutan.
Pangeran Matahari kernyitkan kening. Dia tidak tahu apa yang dimaksudkan Elang Setan namun ia maklum kalau ada satu kekuatan absurd dan dahsyat dalam sumur kerikil itu. Pangeran Matahari cepat tarik tubuh Elang Setan hingga 0rang ini jatuh terbanting di tanah di kaki luar sumur batu. Ketika Elang Setan hendak menc0ba bangun Pangeran Matahari cepat tekankan lututnya ke dada 0rang. “Seperti temanmu saya juga tidak percaya padamu! Lekas telan 0bat ini!”
“Keparat! Kau b0leh bunuh aku! Aku tak akan menelan racun jahanam itu!” teriak Elang Setan.
“Kalau begitu kau menentukan mati lebih cepat!” Pangeran Matahari kepalkan tinju kanannya kemudian dij0t0skan ke muka Elang Setan.
“Kau b0leh membunuhku! Tapi serahkan dulu jantungmu padaku!” teriak Elang Setan. Dua tangannya melesat ke dada kiri Pangeran Matahari. Sang Pangeran cepat berkelit.
“Breettt!”
Mantel Pangeran Matahari r0bek. Dengan kedua tangannya ditangkapnya lengan Elang Setan kemudian dibantingkannya ke dinding sumur kerikil berulang kali.
“Lakukan sepuasmu! Aku tidak merasa apa-apa…!” kata Elang Setan ganda tertawa.
“Jahanam!” maki Pangeran Matahari. Dia lepaskan pegangan pada tangan kiri kemudian pergunakan tangan kanannya untuk men0t0k dada Elang Setan. T0t0kan hingga bersamaan dengan melesatnya tangan kiri Elang Setan ke leher Pangeran Matahari. Walau kini sekujur tubuhnya kaku dan gerakannya tertahan namun Elang Setan masih sempat menggurat pangkal leher Pangeran Matahari!
“Kau tak bakal l0l0s dari racun cakaranku!” kata Elang Setan.
“Baik , kita lihat siapa yang bakal mati duluan!” kata Pangeran Matahari. Lalu racun yang dipegangnya di masukkannya ke dalam lisan Elang Setan.
“Kau memberiku racun seratus hari! Racun cakarku hanya memberimu hidup tujuh hari! Ha… ha… ha…!” Elang Setan tertawa keras dan panjang.
“Keparat!” Pangeran Matahari hantamkan tinju kanannya berulang kali ke muka Elang Setan hingga muka yang mirip dicacah ini kini bergelimang darah yang keluar dari hidung dan bibirnya yang pecah!
“Aku tahu kau punya 0bat penawar. Lekas beritahu di mana kau menyimpannya. Kalau tidak kupatahkan batang lehermu ketika ini juga!”
“Ha… ha! Ternyata kau juga takut mati! Pergilah ke neraka!”
“Setan alas! Apa katamu?!”
“Aku bilang pergi ke neraka!” teriak Elang Setan keras-keras.
Pangeran Matahari menyeringai. “Kau akan meratapi keb0d0hanmu hingga di liang kubur!” ujar sang Pangeran. Tangan kanannya bergerak mencengkeram kelingking tangan kiri Elang Setan.
“Kraaakkk!”
Elang Setan meraung keras ketika kelingking kirinya yang berbentuk cakar dan tak bisa digerakkannya itu dipatahkan 0leh Pangeran Matahari. Sang Pangeran pindahkan tangannya ke jari telunjuk tangan kiri. Daya tahan Elang Setan jeb0l.
“Jangan…! Aku akan katakan di mana 0bat penawar racun itu!” Elang Setan bicara dengan nafas mengengah-engah alasannya ialah murka dan juga menahan sakit.
“Katakan di mana…?!”
“Kant0ng kiri penggalan dalam bajuku!” menerangkan Elang Setan.
Pangeran Matahari membet0t lepas baju tebal yang dikenakan Elang Setan. Di sebelah kiri dalam memang ada sebuah kant0ng kecil. Di situ ditemuinya tabung kecil terbuat dari batang padi yang telah dikeringkan. Di dalam tabung ini ada beberapa butir 0bat berwarna hitam.
“Jangan kau ambil semua! Cukup satu saja…. Sisanya masukkan lagi dalam saku bajuku!” kata Elang Setan.
Pangeran Matahari menyeringai. Dia keluarkan dua butir 0bat berwarna hitam itu. Tabung batang padi diselipkan kembali ke dalam saku pakaian Elang Setan. Tiba-tiba salah satu dari dua butir 0bat itu dimasukkannya ke dalam lisan Elang Setan , menciptakan 0rang ini berteriak dan mendelik besar.
“Siapa percaya padamu! Kau harus meyakinkan bahwa kau tidak berdusta! Telan 0bat itu!”
Muka Elang Setan menjadi pucat.
“Ampun…! Aku ketakutan setengah mati hingga salah menyampaikan keterangan!” teriaknya seraya meludahkan butiran 0bat hitam keluar dari mulutnya.
“Salah bagaimana maksudmu?!” tanya Pangeran Matahari sambil sunggingkan senyum dingin.
“0bat penawar racun yang betul ada di saku sebelah kanan dalam….”
Pangeran Matahari tertawa lebar. Dia jambak rambut Elang Setan kemudian membenturkan kepala 0rang ini ke dinding sumur. “0takmu perlu diberi penyegaran sem0ga jangan gampang lupa!” Sekali lagi kepala 0rang itu dibenturkannya ke dinding sumur gres ia mencari 0bat yang dikatakan ada di dalam kant0ng sebelah kanan baju tebal. Disitu ditemukannya satu tabung padi yang sama berisi butiran 0bat berwarna putih. Pangeran Matahari mengambil sebutir dan tanpa ragu menelannya.
“Kau sudah selamat sekarang! Kenapa tidak segera membebaskan diriku dan Tiga Bayangan Setan?” tanya Elang Setan.
Pangeran Matahari mendengus. “Turut mauku saya ingin membunuh kalian berdua ketika ini juga! Tapi kupikir-pikir mungkin kalian ada gunanya!”
“Apa maksudmu?” tanya Elang Setan sedikit ada harapan.
“Kalau kalian bisa menjadi anjing-anjing penjaga sumur kerikil ini , pasti juga bisa menjadi anjing-anjing pengawal ke mana saya pergi…”
“Jahanam!” teriak Elang Setan.
Pangeran Matahari tertawa gelak-gelak kemudian ia berdiri dan melangkah mendekati sumur batu.
SEMBILAN
SATU pemandangan absurd tapi lucu terlihat di puncak Gunung Merbabu siang hari itu. Seek0r keledai melangkah terse0k-se0k. Sebentar-sebentar hewan ini mirip mau tersungkur. Di atas punggungnya yang mandi keringat duduk se0rang perempun berpakaian g0mbr0ng berlengan panjang dan sangat dalam hingga baik tangan maupun kakinya tidak kelihatan. Sambil menunggang keledai sebentar-sebentar ia berseru: “Duh biung d0akan saya hingga di tujuan dengan selamat. D0akan saya sem0ga bertemu lelaki bapak jabang bayi ini.” Sambil berkata begitu ia mengusap-usap perutnya yang buncit besar.
Nyatalah bahwa wanita penunggang keledai ini sedang hamil tua. Sesekali di antara ucapannya itu ia tertawa cekikikan kemudian diseling bunyi sesenggukan mirip 0rang mau menangis.
Perempuan yang hamil besar ini jauh dari cantik. Pupur tebal berwarna putih dan merah menutui wajahnya. Alisnya dipertebal dengan sejenis bubuk hitam. Bibirnya merah celem0ngan entah dip0les dengan apa. Rambutnya dikuncir hingga lima buah. Setiap kuncir diberi berpita warna-warni. Dari gerak gerik , pakaian dan dandanan serta ucapanucapan yang keluar dari mulutnya sudah sanggup diterka bahwa wanita ini kurang waras 0taknya.
Di satu pedataran kecil di puncak Gunung Merbabu ia angkat tangan kiri kemudian berseru. “H0000000… hup! Keledaiku kita berhenti di sini! Ibundaku rupanya mendengar d0aku. Kita bisa selamat hingga di puncak ini! Aku akan turun punggungmu. Awas , jangan bergerak dulu. Kalau saya hingga jatuh kupecahkan kepalamu! Kau tentu letih. Kau b0leh pergi istirahat. Cari makan cari minum sendiri. Aku mau mencari bapak jabang bayiku! Aku yakin ia ada di sini. Kalau belum ada saya tunggu hingga ia datang. Hik…hik… hik! Aduh biung… saya tak mau anakku lahir tanpa bapak! Uuhhhh… uhhhh! Huek… huek…! Aduh biung saya mau muntah! Hamilnya sudah besar k0k muntahnya gres sekarang…!”
Turun dari atas keledai wanita hamil itu kembali usap-usap perutnya yang gendut sambil memandang berkeliling.
“Sepi… sunyi. Suara anginpun tidak kedengaran. Jangankan insan , lalat atau kec0ak juga tidak kelihatan! Hik… hik… hik… di mana bapak jabang bayiku! Uhhh…uhhhhk!” wanita hamil itu kembali memperhatikan keadaan sekelilingnya. “Tidak percaya biung! Aku tidak percaya kalau di tempat ini tak ada penghuninya. Pasti ada…Sana… di sana saya lihat ada bangunan… Mungkin bapak anakku ada disitu. Kalau bertemu awas dia… Enak saja membuatku hamil kemudian kabur! Akan kupuntir kepalanya atas bawah… Eh…! Maksudku kepalanya… kepalanya yang mana ya? Hik… hik… hik…!”
Sambil pegangi perutnya wanita hamil itu melangkah tertatih-tatih menuju sebuah bangunan kayu terletak di ujung pedataran kecil itu. Belum sempat ia mendekati bangunan tiba-tiba dari atas atap bangunan melayang turun satu bayangan hitam. Perempuan hamil ini kaget bukan main. Dia berteriak. “Aduh biung! Setan atau apa yang bisa mel0mpat dari atap rumah! Rasanya c0p0t jantungku saking kaget! Bisa-bisa bayiku br0j0l sebelum saatnya! Makhluk yang bikin kaget , siapa kau?!”
Saat itu di hadapan wanita hamil berdiri se0rang bau tanah berjubah hitam.
Rambutnya panjang awut-awutan. Sepasang matanya memandang liar memperhatikan wanita hamil mulai dari ujung rambut hingga ujung jubahnya yang menjela di tanah.
“Aduh biung! 0rang atau apa? Kalau 0rang kenapa buruk amat! Hik… hik… hik? Kalau setan atau makhluk jejadian kenapa anyir pesing?! Hik… hik… hik!
“Perempuan bunting gila!” teriak 0rang bau tanah berjubah hitam penuh murka hingga kedua matanya tampak berkilat-kilat. Membuat wanita hamil itu tergagau kaget dan tersurut beberapa langkah. “Kalau mulutmu tidak berhenti bicara akan kubet0t c0p0t lidahmu!”
“Lidahku mau dic0p0t…? Aduh biung! Jangan…. Ampun! Ba… baik… Aku akan berhenti bicara. Aku tak mau bicara!”
0rang bau tanah berjubah hitam menggerendeng panjang kemudian membentak. “Perempuan bunting? Siapa kau?! Datang dari mana?! Katakan apa keperluanmu! Jawab cepat sudah itu lekas tinggalkan tempat ini! Aku tak mau anakmu br0j0l di sini!” Yang ditanya membisu saja.
“Kadal bunting! Apa kau tuli atau bisu saya bertanya tidak menjawab?!” Si 0rang bau tanah menghardik sambil pel0t0tkan mata.
Perempuan hamil d0ngakkan kepala memandang ke atas kemudian usap-usap perut gendutnya.
“Sialan betul! Kau anggap apa saya ini! Kutendang perutmu gres kau mau bicara nanti!” 0rang berjubah itu melangkah mendekati wanita hamil.
Yang didatangi jadi ketakutan dan cepat mundur. “Pecah perutku! Mati bayiku! Jangan! Jangan tendang!”
“Kenapa saya bertanya kau tidak menjawab?!”
“Ha… habis…. Tadi kau bilang kalau… kalau saya tidak berhenti bicara kau mau…mau membel0t c0p0t lidahku! Ja… jadi saya tidak mau bicara!”
“Kadal t0l0l! Benar-benar geblek!” si 0rang bau tanah jengkel setengah mati sampaisampai ia hentakkan kaki kanannya. Waktu kaki ini menghantam tanah , tanah tempat itu bergetas keras.
“Eh… eh… Tanah bergerak… Biung! T0l0ng biung! Mati bayiku ditubruk gempa!” Perempuan hamil berteriak ketakutan , pegangi perutnya sementara tubuhnya tampak terhuyung-huyung.
Kesal 0rang berjubah tidak tertahankan lagi. Dia mel0mpat kemudian jambak rambut berkuncir lima wanita hamil itu.
“Ampun biung! Sakit rambutku dijambak! Lepaskan…lepaskan! Nanti rusak pitaku!”
“Perduli setan pita-pita sialan ini! Kalau perlu kutanggalkan rambutmu , kuc0p0t kepalamu!”
“Jangan… Ampun! Aduh biung t0l0ng! Apa salahku hingga ada 0rang mau menc0p0t kepalaku! Tadi mau menc0p0t lidahku! Apaku lagi yang mau dic0p0t…!”
“Plaaakkkk!”
0rang bau tanah yang menjambak pergunakan tangan kirinya menampar wanita hamil itu.
“0rang bau tanah tak punya welas asih! Tega-teganya kau menampar aku… Hik… hik…hik…” Perempuan hamil menangis sambil usap darah yang mengucur dari sudut bibirnya yang pecah tanggapan tamparan keras tadi.
“Aneh…” membatin si 0rang tua. “Dia menangis tapi bukan menangis kesakitan alasannya ialah kutampar. Padahal bibirnya hingga luka…”
“Lepaskan jambakanmu. Aku mau pergi saja dari sini! Lepaskan…!”
“Aku tidak akan melepaskan kalau kau tidak memberitahu siapa dirimu , apa keperluanmu tiba kemari…!
Dari dalam rumah kayu tiba-tiba keluar se0rang lelaki tu bers0rban dan berjubah putih. Dia melangkah terbungkuk-bungkuk. Di punggungnya ada punuk besar. Sepasang matanya jelalatan. Perempuan hamil tadi jadi tercekat ketika melihat sepasang mata 0rang ini. Ternyata merah p0l0s! Buta dan mengerikan! Sesaat sepasang mata buta itu pandangi wanita hamil di depannya seperti ia bisa melihat. Lalu lisan 0rang bers0rban dan berjubah putih serta ada punuk di punggungnya ini terbuka.
“0rang merasa curiga melihat tindak tandukmu! Sebaiknya kau lekas bicara terangkan diri serta maksudmu tiba kemari! Kalau tidak saya akan bantu kawanku ini menjambak rambutmu yang lain!”
“Hik… hik…. 0rang bau tanah bers0rban seharusnya bicara s0pan! Tapi yang satu ini mulutnya usil dan k0t0r! Untung matamu buta! Kalau melek pasti kelakuan dan mulutmu lebih kurang bimbing lagi!”
0rang bers0rban mendelik. Sesaat ia tertawa gelak-gelak. Dilain ketika tiba-tiba ia membentak mengancam. “Mau kupencet perutmu hingga anakmu keluar?!”
Mendengar ancaman ini wanita hamil itu ketakutan setengah mati. Cepat-cepat ia berkata. “Jangan… jangan dipencet! Ba… baik… saya bicara. Namaku Emut-Emut…”
“Apa?! Siapa namamu? C0ba kau ulangi!” kata lelaki bau tanah berjubah hitam.
“Namaku Emut-Emut…! Aku sudah berteriak , masakan kau tidak mendengar. Kau rada-rada tuli ya…?!”
“Eh! Kurang bimbing sekali lisan kadal bunting ini!” kata 0rang bau tanah berjubah putih yang punggungnya berpunuk.
“Nama jelek! Belum pernah saya mendengar nama mirip itu! Jangan-jangan kau mengejek saya hah?!” 0rang bau tanah berjubah hitam dan berambut berserakan membentak.
“Namaku memang itu. Aku tidak dusta! S0al buruk atau bagus kenapa kau mengurusi?! Namamu sendiri siapa? Mungkin lebih buruk dari aku! Hik… hik… hik!”
“00000! Memang wanita sialan!” 0rang bau tanah yang menjambak kembali hendak menampar. Kali ini wanita hamil itu pergunakan kedua tangannya untuk melindungi muka dan kepalanya , menciptakan si 0rang bau tanah batalkan niatnya menampar.
“Kau tak mau bilang namamu , pasti memang namamu lebih buruk dariku! Hik…hik… hik! Betulkan?!”
Si jubah hitam keluarkan bunyi menggereng saking marahnya. “Bilang cepat apa keperluanmu tiba ke puncak Gunung Merbabu ini?! Atau kupuntir kepalamu ketika ini juga!”
“A… aduh biung! Bagaimana ini?! Tadi kau mau c0p0t lidahku , mau c0p0t kepalaku , kini mau memuntir! Apa kau kira kepalaku buah kelapa? Hik… hik… hik!”
0rang yang menjambak kepalkan tinjunya , pukulannya di arahkan pada perut.
“T0bat biung! Jangan pukul! Aku akan bilang! Aku kemari mencari bapak bayiku!” kata wanita hamil mengaku berjulukan Emut-Emut.
“Mencari bapak bayimu…?! 0rang berjubah hitam tampak heran besar , begitu juga kawannya si mata buta merah yang bers0rban dan berpunuk.
“Perempuan geblek! Kalau mau bicara dan berbuat gila jangan di tempat ini!” hardik 0rang bau tanah bers0rban.
“Eh , bagaimana kalian ini! Kalian bertanya memaksa! Aku sudah katakan maksudku tiba kemari. Sekarang kalian bilang saya wanita geblek , bicara dan berbuat gila! Siapa yang geblek! Siapa yang gila?! Hay000!” Emut-Emut sepertinya murka sekali. Dia menyentakkan kepalanya hingga cekalan 0rang bau tanah berjubah hitam terlepas. Ini menciptakan 0rang bau tanah itu terkejut dan berbisik pada temannya. “Tadi sikapnya b0d0h-b0d0h ketakutan. Tapi kini ia bisa melepaskan jambakan. Agaknya wanita bunting ini punya sesuatu tersembunyi!”
Mendengar bisikan temannya si buta mata merah yang belakang layar juga meyakini kalau Emut-Emut mempunyai kepandaian berusaha membujuk dengan berkata: “Emut-Emut , harap maafkan temanku. Dia tidak bermaksud menghinamu…”
“Sudah! Aku tidak mau bicara lagi pada kalian. Aku mau duduk di atas kerikil sana. Aku letih…”
“Tunggu dulu Emut-Emut…”
“Aku bilang tidak mau bicara lagi pada kalian. Kecuali kalau kalian mau memberitahu nama kalian masing-masing!”
“Hemm…” gumam si jubah hitam. “Kami tak bisa memberitahu!”
“Kalian tidak jujur. Pasti ada urusan tidak baik di tempat ini. C0ba beritahu siapa kalian berdua adanya!”
“Siapa kami berdua tidak perlu kau pertanyakan…!” kata lelaki bermata merah dan berpunuk.
“Hemmm…begitu? Baik! Kalau kalian tidak mau memberi nama biar saya yang memberikan!” kata Emut-Emut pula sambil senyum-senyum. Dia menuding dengan ibu jarinya pada lelaki buta mata merah dan bers0rban. “Kau duluan. Aku beri nama Si Buta K0ny0l…hemmm kurang tepat. Sudah kau kunamakan saja Si 0nta Putih. Kau suka? Hik… hik… hik!”
“Kurang ajar!” 0rang berpunuk kelihatan merah padam wajahnya.
“Kenapa marah? Setahuku hanya 0nta yang punya punuk. Kau mengenakan jubah putih dan punya punuk. Kaprik0rnus 0nta Putih nama yang betul-betul c0c0k buatmu! Kecuali kalau kau suka nama Si Buta K0ny0l! Hik… hik… hik!” Habis tertawa panjang Emut-Emut berpaling dan tudingkan ibu jarinya pada di jubah hitam berambut awut-awutan.
“Ada nama bagus untukmu. Kau mau tahu? Kau kuberi nama hemm… Si Rambut… Ah , itu nama jelek. Kurang pantas. Sudah , kuberi saja kau nama Si Bau Pesing! Hik… hik…hik…!”
“Setan alas!” teriak si jubah hitam murka sekali.
“Eh , jangan murka dulu! Itu nama yang sangat c0c0k buatmu! Kusebut kau begitu alasannya ialah jubahmu sebelah bawah memang anyir pesing! Kalau tidak percaya silahkan cium sendiri!” Emut-Emut membungkuk hendak memegang penggalan jubah sebelah bawah tapi ia berseru keras ketika 0rang bau tanah itu tiba-tiba tendangkan kaki ke arah perutnya.
“Kejam sekali! Kau hendak membunuh bayi dalam kandunganku!” Meski terhuyung-huyung namun Emut-Emut masih bisa mengelakkan tendangan tadi. Ketika Si Bau Pesing hendak menyerang lagi kawannya Si 0nta Putih memegang lengannya dan berbisik. “0rang ini aneh. Dia bisa mengelakkan seranganmu. Baiknya biar kita k0rek dulu keterangan dari dia…”
“Kurasa lebih baik menghajarnya lebih dulu , nanti mulutnya nyer0c0s sendiri!” jawab Si Bau Pesing.
“Sudah…! Biar saya yang bicara!” tukas 0nta Putih. Sambil mengangkat tangan kirinya ia berkata. “Emut-Emut , kau bilang tiba kemari mencari suamimu…”
“Siapa bilang mencari suami?!” Emut-Emut cemberut.
“Bagaimana kau ini! Tadi kau sendiri bilang…” bunyi 0nta Putih memperlihatkan rasa jengkel.
Emut-Emut gelengkan kepalanya keras-keras sambil tangan kanannya dig0yangg0yang.
“Aku kemari mencari bapak jabang bayi yang ada dalam perutku. Bukan suami! Kalau suami berarti saya pernah dinikah gres dibikin hamil! Tapi yang terjadi saya dibentuk gendut duluan tanpa dinikah!”
Si buta 0nta Putih dan Si Bau Pesing saling pandang kemudian kedua 0rang bau tanah ini sama tertawa gelak-gelak. Sambil mengusap matanya yang berair tanggapan tertawa 0nta Putih berkata. “Baiklah , kau bilang tiba kemari mencari bapak bayi dalam perutmu itu. Mengapa mencari ke sini? Apa kau yakin ia tinggal di sini?”
“Dia memang tidak tinggal di sini. Tapi saya tahu ia bakal berada disini. Kalaupun belum tiba saya akan menunggu hingga ia muncul. Atau sebaiknya saya menggeledah rumah itu!” Emut-Emut hendak melangkah ke arah rumah kayu tapi 0rang bau tanah berjubah hitam yang diberi nama Si Bau Pesing cepat menghalangi seraya berkata. “Kami tidak mengizinkan kau masuk ke dalam rumah itu!”
“Betul!” menimpali 0nta Putih. “Kau tahu siapa bapak jabang bayimu itu? Maksudku kau tahu namanya?
“Tentu saja saya tahu! Memangnya kau kira saya mau-mauan bikin anak sama setan yang tidak punya nama?! Cepl0s Emut-Emut seenaknya.
“Siapa? Siapa nama bapak bayimu?” tanya 0nta Putih pula.
“0rangnya masih muda. Rambutnya g0ndr0ng segini…” Emut-Emut melintangkan tangan kirinya di pangkal leher. “Tampangnya tidak mengecewakan , tidak jeleklah…. Tubuhnya tegap. Dia suka cengengesan….”
“Sudah! Aku tidak mau dengar , tidak mau tahu semua itu! Katakan saja siapa namanya!” hardik 0rang bau tanah berjubah hitam kesal sekali.
“Namanya… Hemmm… Namanya Wir0 Sableng. Tapi ia tidak sableng sungguhan. Hik… hik… hik! Katanya ia menyandang gelar Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212…”
Baik Si Bau Pesing maupun Si 0nta Putih sama-sama mundur satu langkan saking kagetnya mendengar nama dan gelar yang disebutkan Emut-Emut itu.
“Eh , paras kalian berubah! Nah… nah! Jangan-jangan kalian kenal c0w0k itu….Jangan-jangan ia memang sembunyi dalam rumah sana…”
SEPULUH
EMUT-Emut bergegas melangkah menuju bangunan kayu tapi 0rang bau tanah berjubah hitam cepat menahan dadanya dengan telapak tangan kiri. Ketika wanita hamil itu memaksa maju , si 0rang bau tanah mend0r0ngnya dengan keras hingga di hampir terjengkang jatuh terduduk di tanah.
“Bau pesing! Kenapa kau mencegahku masuk ke dalam rumah! Pasti c0w0k bapak anak ini ada di situ! Kau berusaha melindunginya! Kau barusan malah mau mend0r0ngku! Kalau saya jatuh dan anakku br0j0l di sini apa kau mau tanggung jawab?!”
“Jangan nyer0c0s dan bicara ngac0 terus! Katakan lagi siapa nama c0w0k yang katamu menghamili dirimu itu?!”
“Aku sudah menyebutnya tadi. Cukup keras. Apa kau tuli atau budek?!” ujar Emut-Emut.
“Jangan hingga kutampar kau sekali lagi! Aku tidak main-main! Kau tadi menyebut Wir0 Sableng…”
“Nah kau tahu , berarti kau sudah dengan! Mengapa bertanya lagi ?!”
“0rang yang kau cari tidak ada disini!” kata Si 0nta Putih.
“Matamu buta , bagaimana kau bisa melihat!” sentak Emut-Emut. “Melihat dirimu sendiri kau tak bisa , mana mungkin melihat 0rang lain!”
Kakek buta bermata merah cuma ganda tertawa kemudian menjawab. “Mata lahirku memang buta. Tapi mata batinku lebih tajam dari matamu!”
Ucapan ini menciptakan Emut-Emut jadi melengak. “Ucapannya itu mengingatkanku pada 0rang itu. Tapi ah… Keadaannya jauh berbeda. Atau mungkin…?”
Di hadapannya tiba-tiba 0rang bau tanah berjubah berteriak.
“Dia tiba membawa fitnah! Fitnah besar dan keji!”
“Mulutmu yang keji!” tukas Emut-Emut. “Aku tetap akan menyelidik ke dalam rumah!” wanita hamil ini kembali memaksa maju. Tapi lagi-lagi si 0rang bau tanah menahannya dengan mend0r0ngkan telapak tangan ke dada. Sekali ini Emut-Emut habis sabarnya. “0rang bau tanah , saya tidak tahu apa kau laki-laki atau perempuan. Tapi memegang dada 0rang ialah perbutan kurang ajar! Kalau kau lelaki berarti kau bau tanah bangka cabul! Kalau kau wanita sama denganku berarti kau d0yan insan satu jenis! Ih…. Jijik saya jadinya!”
Mata Si Bau Pesing mirip menyala. Tangan kanannya diangkat. Tinjunya dikepal.
“Lekas angkat kaki dari sini kalau tidak mau kupecahkan kepalamu!”
“Dasar insan anyir pesing! Kau saja yang pergi duluan!”
Emut-Emut tarik tangan kiri si 0rang bau tanah kuat-kuat. Sambil jatuhkan diri ke belakang ia hunjamkan kaki kanan ke perut Si Bau Pesing itu kemudian menendang! 0rang bau tanah berjubah hitam berteriak keras. Kawannya Si 0nta Putih keluarkan seruan tertahan. 0rang yang diberi nama Si Bau Pesing itu bukan 0rang sembarangan. Namun ia sama sekali tidak menyangka kalau 0rang hamil besar mirip Emut-Emut bisa menarik dan menendang tubuhnya demikian rupa hingga membuatnya mencelat mental. Sambil menahan sakit si jubah hitam melayang turun dan berteriak. “Tendangan dibalas tendangan!”
“Wuttt!”
Kaki kanannya menderu ke arah kepala Emut-Emut. Angin deras ikut menyambar dari bawah jubahnya. Emut-Emut keluarkan bunyi mirip mau muntah kemudian berteriak.
“Gila! Bau pesing!” Tangan kirinya dipergunakan untuk menutup hidung. Lalu sambil berguling menghindari tendangan ia lepaskan pukulan jarak jauh tangan kanan!
Di udara 0rang bau tanah berjubah hitam kembali terkejut. “Edan! Perempuan bunting itu mempunyai pukulan hebat mengandung tenaga dalam tinggi! Eh , saya rasa-rasa tahu pukulan apa yang dilepaskannya!” Namun Si Bau Pesing ini tidak bisa berfikir panjang alasannya ialah ia harus selamatkan diri dari hantaman serangan lawan. Dia cepat melesat ke kiri , jungkir balik di udara kemudian menghantam dengan kedua tangan sekaligus!
“Bummmm! Bummmm!”
Puncak Gunung Merbabu bergetar. Tanah , pasir dan kerikil-kerikil kecil berlesatan ke atas. Di tempat itu kini kelihatan dua buah l0bang besar , bekas dua pukulan yang tadi dilepaskan si jubah hitam. Menjejakkan kaki di tanah 0rang bau tanah ini memandang berkeliling. “Kurang ajar! Berani ia mempermainkan aku! Mana dia?!”
“Bau Pesing! Aku ada di sini! Kalau kau turunan m0nyet dan pintar memanjat ay0 naik dan kejar saya ke atas!”
0rang bau tanah berjubah hitam mend0ngak ke atas. Emut-Emut ternyata duduk berjuntai di cabang sebatang p0h0n tak seberapa tingginya sambil uncang-uncang kaki dan tertawa cengengesan.
“Perempuan bunting anjing kurap! Perlu apa saya capaikan diri mengejarmu ke atas sana. Cukup dari sini saya bisa memanggang tubuhmu!” 0rang bau tanah berjubah hitam berteriak geram kemudian angkat tangan kanannya , siap lepaskan satu pukulan dahsyat. Meski pukulan belum dilepaskan tapi hawa panas sudah menghampar di tempat itu. Namun kawannya Si 0nta Puith terbungkuk-bungkuk cepat mendatangi dan berbisik.
“Tahan dulu seranganmu! Ada yang absurd kurasakan dengan wanita bunting itu!”
“Huh apa?!”
“Dia pasti insan punya kepandaian. Kau saksikan sendiri di bisa mel0mpat begitu tinggi kemudian mencl0k di cabang p0h0n. Setinggi-tingginya ilmu sese0rang , masakan dalam keadaan hamil besar begitu rupa ia tidak takut menciptakan gerakan-gerakan yang membahayakan kandungannya!”
“Kukira kau benar ,” jawab si Bau Pesing. “Tadi waktu ia melancarkan tendangan , penggalan bawah pakaian g0mbr0ngnya mer0s0t di penggalan kaki. Betisnya tersingkap. Aku lihat betisnya putih…”
“Ah sialnya diriku yang buta! Tidak sanggup melihat betis putih itu!” kata Si 0nta Putih sambil mulutnya k0mat-kamit.
“Sialan! 0takmu bisa-bisanya k0t0r dalam keadaan mirip ini!” maki si jubah hitam. “Padahal keteranganku belum selesai. Dengar , betisnya memang putih tapi ini yang gila! Betis itu ditumbuhi bulu lebat!”
“Edan! Mana ada kaki wanita berbulu lebat! Kurasa kita sudah tertipu!”
“Biar saja. Dia menipu kita! Bagaimana kalau kita berdua menelanjanginya sem0ga terbuka ked0knya?!”
“Aku setuju! Hik… hik… hik! Ay0 kita serbu ia ke atas sana!”
Si 0nta Putih dan Si Bau Pesing lepaskan dua pukulan ke arah cabang p0h0n di mana Emut-Emut duduk berjuntai. Selagi wanita hamil ini menghindar sambil balas menghantam dua 0rang bau tanah itu kemudian melihat kehebatan Si 0nta Putih. Bermata buta tapi sanggup naik ke atas p0h0n. “Hanya ada satu insan berkepandaian mirip ia di dunia ini. Tapi mengapa tampang , pakaian dan warna matanya lain?” Emut-Emut tak bisa berfikir lebih jauh alasannya ialah dua 0rang bau tanah itu begitu menjejakkan kaki di cabang p0h0n pribadi menyerang!
Seandainya ada 0rang lain di tempat itu tentu akan terheran-heran melihat ada 0rang berkelahi di atas p0h0n. Kalau ketiga 0rang ini tidak mempunyai ilmu meringankan tubuh sangat tinggi pasti cabang p0h0n itu sudah patah semenjak tadi-tadi!
“Tua bangka pengecut! Menger0y0k wanita hamil!”
“Perempuan hamil katamu hah?! Kami justru ingin tahu siapa dirimu sebenarnya!
Perlihatkan pada temanku perut gendutmu! Ha… ha… ha…!” Si 0nta Putih tertawa tergelak-gelak. Tubuhnya meliuk ke depan. Tangan kirinya kirimkan j0t0san ke dada Emut-Emut sedang tangan kanannya mematah ranting p0h0n. Hal yang sama juga dilakukan 0leh Si Bau Pesing. Di tangan kanannya ketika itu tergenggam pula sebatang ranting. Dengan benda ini dua 0rang bau tanah menyerang Emut-Emut. Perempuan hamil ini segera terdesak hebat. Dua 0rang itu ternyata lebih banyak pergunakan ranting yang mereka jadikan senjata untuk berusaha mer0bek pakaian yang dikenakan wanita hamil itu dari pada menggebuk , memukul atau menusuk.
“Tak ada jalan lain , saya harus turun sem0ga bisa bergerak lebih leluasa!” memikir hingga di situ Emut-Emut berteriak keras kemudian mel0mpat dari atas cabang. Selagi tubuhnya melayang di udara , dua 0rang bau tanah menyusul mel0mpat ke bawah. Sambil melayang turun ke tanah dua 0rang bau tanah itu kembali menggempur dengan ranting-ranting.
“Breett! Breett!”
Pakaian g0mbr0ng Emut-Emut r0bek di penggalan pantat dan pinggang. “Kurang ajar!
Mereka benar-benar hendak menelanjangiku! Biar Si 0nta Putih ini saya hajar duluan. Kelihatan ia agak lamban dari Si Bau Pesing!”
Emut-Emut kemudian mel0mpat ke samping kiri , sengaja menjauhi Si Bau Pesing. Ketika Si 0nta Putih berada di tengah-tengah maka ia kirimkan serangan kilat. 0rang bau tanah ini sempat dibentuk kalang kabut tapi hingga lima jurus menggempur tidak satu serangannyapun mengenai si mata buta berpunuk itu!
Sementara itu 0rang bau tanah berjubah hitam sesaat tampak tertegun mendelik. Samarsamar ia mengenali jurus-jurus yang dikeluarkan Emut-Emut waktu menyerang kawannya. “Tidak mungkin… tidak mungkin ia akan sekurang bimbing itu! Tapi… Hah! Dari dulu ia memang sudah kurang ajar! Jurus-jurus yang dikeluarkannya , mengapa sembrawutan absurd mirip itu?!”
Si 0nta Putih menahan serangan lawan dengan kiblatkan ranting di tangan kanannya bertubi-tubi. Begitu gerakan lawan tertahan ia masuk mendekat. Lengannya digetarkan. Ujung ranting berkembang menjadi banyak kemudian terdengar bunyi brebetan berulang kali. Dada pakaian g0mbr0ng Emut-Emut r0bek besar. Begitu juga penggalan perutnya. Tapi sambil menjerit wanita ini masih sempat menutupi auratnya. Si 0nta Putih tertawa mengekeh kemudian lambaikan tangannya pada Si Bau Pesing.
“Aku siap menelanjanginya. Kau yang tidak buta apa tidak mau ambil bagian?!”
Mendengar ucapan temannya itu si jubah hitam segera pula masuk ke dalam kalangan. Kembali Emut-Emut yang masih mengandalkan tangan k0s0ng itu diker0y0k gencar. Sebentar saja ia sudah terdesak hebat. Lengan bajunya r0bek. Beberapa penggalan tangannya tergurat luka. Dalam bertahan mati-matian kedua matanya tidak lepas memperhatikan jurus-jurus serangan yang dilancarkan 0rang bau tanah berjubah hitam. “Aku hampir pasti memang dia… Kalau betul matilah aku!” katanya dalam hati.
“Bukkk!”
“Breett!”
Emut-Emut katupkan rahang rapat-rapat sem0ga tidak keluarkan bunyi mengeluh kesakitan sewaktu pundak kirinya kena dit0reh ranting di tangan kanan Si 0nta Putih. Lalu dari sebelah kanan Si Bau Pesing berhasil mer0bek lagi pakaiannya di sebelah bawah perut!
“Setan alas! Lihat serangan!” teriak Emut-Emut.
Tubuhnya berkelebat ke arah Si Bau Pesing. Tapi selagi lawan yang satunya bertindak ayal , ia balikkan tubuh , berkelebat menggempur si buta 0nta Putih. Dua tangannya diangkat ke atas dan menciptakan gerakan aneh. Sengaja meny0ngs0ng ujung ranting lawan. Sesaat kemudian terdengar bunyi trak… trak… trak berulang kali.
“Ilmu mematah tulang!” teriak Si 0nta Putih. Lalu cepat-cepat campakkan ranting kayunya yang tinggal pendek sebelum sepasang tangan Emut-Emut terus meluncur mematahkan jari-jari tangannya bahkan kedua lengannya!
“Manusia buta ini sungguh luar biasa! Dia mengetahui ilmu apa yang saya keluarkan!” membatin Emut-Emut.
0rang bau tanah berjubah hitam mendadak hentikan serangan rantingnya. Dia bergeser mendekati temannya dan berbisik. “Kau yang buta bagaimana bisa mengenali serangan yang barusan dilancarkan wanita bunting sinting itu?!”
Si 0nta Putih mengangguk sedikit. “Aku hanya menduga. Tapi yakin dugaanku tidak meleset. Setahuku ilmu itu berasal dari Negeri Matahari Terbit! Tak ada t0k0h silat di sini yang menguasai atau pernah mempelajarinya. Di sana disebut k0pp0!”
Sepasang b0la mata si jubah hitam berkilat-kilat , berputar tiada henti. “Kurang ajar! Kaprik0rnus memang ia rupanya! Benar-benar kurang ajar!” Lalu pada s0bat di sebelahnya ia berbisik lagi. “Keluarkan t0ngkat bututmu! Kau serang ia habis-habisan. Aku mencari nalar bagaimana bisa melumpuhkannya! Sebetulnya kalau kau suka saya ingin sekali menciptakan ia hingga sekarat!”
Mendengar ucapan Si Bau Pesing , kakek buta keluarkan sebuah t0ngkat kayu butut dari balik punggung jubah putihnya. Dengan senjata buruk ini ia lancarkan serangan berantai , merangsak tiada henti. T0ngkat di tangannya berkembang menjadi begitu banyak hingga sulit diduga mana yang 0risinil mana yang bayangan. Kalau tadi tidak sulit bagi Emut-Emut untuk mematahkan ranting kayu yang dipergunakan sebagai senjata 0leh 0rang bau tanah buta itu , kini bagaimanapun ia menc0ba t0ngkat itu tak berhasil dipatahkannya. Dia sempat menangkap beberapa kali namun sebelum dipatahkan t0ngkat itu sudah l0l0s dari cengkeramannya. Selagi ia berusaha membendung serangan lawan t0ngkat di tangan si buta mata merah itu justru mengurungnya dan Emut-Emut sempat keluarkan seruan tertahan. Dalam penglihatannya t0ngkat telah berkembang menjadi batangan-batangan bal0k , membentuk lingkaran dan mengurungnya. Bagaimanapun ia berusaha mener0b0s tetap saja ia berada dalam kurungan itu.
“Celaka! Apa yang harus saya lakukan?!” keluh Emut-Emut. Dia jadi keluarkan keringat dingin. Dalam keadaan mirip itu tiba-tiba dari samping tiba bac0kan ranting Si Bau Pesing menembus perutnya!
“Breettt!”
Ujung t0ngkat dic0ngkelkan ke atas. Sekali lagi terdengar bunyi breeet! Lalu di udara tiba-tiba saja kelihatan kapuk beterbangan.
“Celaka!” keluh Emut-Emut sekali lagi. Dia berusaha menutupi pakaian di penggalan perut yang r0bek besar. Namun ketika itu terasa ada sambaran angin di punggungnya. Emut-Emut berpaling sambil hantamkan tangan kanannya namun terlambat. Satu t0t0kan mendarat telak di punggungnya , menciptakan ia kaku tegang tak bisa bergerak. “Aku harus membebaskan diri. Kalau tidak benar-benar bisa celaka….” Emut-Emut kempeskan perutnya kemudian kerahkan aliran darah.
0rang bau tanah berjubah mel0mpat ke hadapan Emut-Emut. Tangan kiri diletakkan di pinggang. Dari mulutnya keluar tawa panjang mengekeh. “Ilmu t0t0kanku bukan dari jenis picisan yang bisa dipunahkan begitu saja! Kau b0leh kerahkan tenaga dalam hingga terkentut-kentut bahkan terberak-berak! Mustahil kau bisa membebaskan diri!”
“Tua bangka pengecut! Tak sanggup menghadapiku waktu menger0y0k kini kau main t0t0k!” damprat Emut-Emut.
“Perempuan bunting! Sekarang kita lihat siapa kau sebenarnya!”
Si Bau Pesing maju dua langkah. Ranting di tangan kanannya bergerak menggeletar kemudian berubah jadi bayangan. Terdengar bunyi brett… brett… brett berulang kali. Pakaian g0mbr0ng yang menempel di tubuh. Emut-Emut r0bek besar di mana-mana hingga jadinya pakaian itu jatuh mer0s0t ke tanah.
“Sudah kau telanjangi tubuhnya!” bertanya Si 0nta Putih.
“Belum , ternyata ia mengenakan pakaian laki-laki di balik baju g0mbr0ngnya!”
jawab Si Bau Pesing. “Kau tahu apa yang saya lihat s0batku! Di penggalan perutnya ia mengikatkan dua buah bantal besar. Kapuk beterbangan di udara! Itu rupanya jabang bayinya! Ha… ha… ha…! Ada laki-laki gila yang berpura-pura bunting pakai bantal berisi kapuk!”
“Mengaku tiba ke sini mencari bapak anaknya! Ha… ha… ha! menimpali Si 0nta Putih. “Lekas kau telanjangi di sem0ga tertangkap tangan siapa m0nyet jantan ini sebenarnya!”
“Kalau kau berani menelanjangiku , saya bersumpah membunuh kalian berdua!” mengancam Emut-Emut.
“Huh! Ancaman tengik! Umurmu tidak lebih panjang dari umur kami berdua!”
sahut Si Bau Pesing. Sepasang matanya memperlihatkan dengan tajam wanita hamil yang kini terlihat mengenakan pakaian ringkas. Lalu 0rang bau tanah ini gerakkan tangan kanannya yang memegang ranting.
“Brettt!”
Dada pakaian 0rang di hadapannya r0bek besar. Dadanya tersingkap. Pada dada itu kelihatan rajah tiga buah angka 212! Si Bau Pesing hampir terl0njak saking kagetnya. Sekujur tubuhnya yang bungkuk bergetar.
“Anak setan! Kau rupanya!” katanya setengah berteriak.
Si 0nta Putih bertanya. “Siapa? Siapa dia? Lekas katakan padaku!”
“Aku belum pasti , mungkin memang ia tapi mungkin juga 0rang lain menyamar….” Si Bau Pesing mel0mpat ke hadapan Emut-Emut yang ketika itu tertegak kaku tak bisa bergerak. Tangan kirinya berkelebat ke arah leher sebelah bawah Emut-Emut.
“Sretttt!”
Sekali tarik saja terlepaslah selembar t0peng sangat tipis yang menutupi wajahnya. Si Bau Pesing menjerit keras ketika melihat tampang 0risinil Emut-Emut.
SEBELAS
0NTA Putih mend0ngak kemudian berkata.
“Hai! Kau menjerit! Tentu kau sudah mengetahui siapa dia! Lekas katakan padaku!”
“Anak setan! Anak geblek gendeng sialan! Dia rupanya!”
“Hai! Kau masih belum menyampaikan siapa 0rangnya!”
“Siapa lagi kalau bukan dia! Anak setan berjulukan Wir0 Sableng itu! Sialan benar. Berani ia menipuku!”
Emut-Emut tertawa cengengesan. Kalau saja tangannya bisa bergerak pasti ketika itu ia sudah menggaruk kepalanya habis-habisan!
Si 0nta Putih begitu mendengar nama yang disebutkan Si Bau Pesing d0ngakkan kepala kemudian tertawa gelak-gelak. “Kita yang bau tanah bangka ini memang sudah kena ditipu!”
“Guru , Eyang…. Aku mau berlutut di depanmu minta ampun. Tapi tidak bisa! Aku minta ampun atas semua perbuatanku ini….” Emut-Emut berucap. Suaranya tiba-tiba saja jadi berubah.
“Eh!” 0rang bau tanah berjubah hitam mundur selangkah. “Siapa yang kau panggil Eyang , siapa yang kau panggil guru! Jangan bicara ngac0k di hadapanku!”
0nta Putih tersenyum-senyum. “Aku kenali suaranya sekarang. Rupanya tadi-tadi ia pergunakan ilmu kepandaian merubah suara. Benar-benar anak setan!”
Emut-Emut alias Pendekar 212 Wir0 Sableng keluarkan bunyi bergumam. Lalu berkata. “Guru , sebetulnya saya sudah tahu siapa kau semenjak mencegat saya di gubuk rey0t waktu malam hujan-hujan itu….”
0rang bau tanah berjubah hitam itu angkat tangannya yang memegang ranting , siap untuk dipukulkan ke kepala Wir0. Saat itu Si 0nta Putih tiba-tiba tertawa kemudian berkata. “Sint0 , kalau ia sudah tahu siapa dirimu rasanya tak perlu lagi menyamar berlama-lama. Bukankah kita sudah menguji tingkat kepandaiannya…?!”
Habis berkata begitu 0rang bau tanah berpunuk ini campakkan s0rban di kepalanya kemudian membuka jubah putihnya. Begitu jubah ditanggalkan , di punggungnya kelihatan sebuah caping besar diikatkan ke tubuhnya yang mengenakan pakaian r0mbeng butut. Di ketiak kirinya ada sebuah buntalan kain. Caping besar itulah yang tadi membentuk punuk di punggungnya! Tidak hingga disitu , 0rang ini kemudian pergunakan tangan kiri untuk menarik lepas sehelai t0peng yang menutupi wajahnya.
“Kakek Segala Tahu!” seru Wir0 begitu ia mengenali siapa adanya 0rang bau tanah itu.
Si kakek tertawa bergelak. Dia luruskan tubuhnya berulang kali. Lalu dari dalam buntalannya ia kelurkan sebuah kaleng r0mbeng. Setelah mend0ngakkan kepala ia g0yangkan kaleng itu berulang kali hingga menggemalah bunyi ker0ntang menyakitkan indera pendengaran di puncak Gunung Merbabu itu!
“Aneh…. Tadi waktu berkelahi kaleng itu sama sekali tidak mengeluarkan bunyi! Berarti ia menahan gerakan batu-batu dalam kaleng dengan tenaga dalamnya! Luar biasa bau tanah bangka satu ini!” membatin Pendekar 212.
“Kek , masih ada yang ketinggalan….” Kata Wir0 pada Kakek Segala tahu.
“Eh , apa maksudmu anak geblek?!” bertanya Kakek Segala Tahu sementara si jubah hitam tegak terl0ng0ng-l0ng0ng.
“Sepasang matamu seharusnya berwarna putih. Aku tak tahu kau menggunakan apa hingga kulihat matamu berwarna merah semua!”
Kakek Segala Tahu tertawa gelak-gelak. Dia usap kedua matanya dengan tangan kiri. Setelah mengusap ia perlihatkan telapak tangannya pada Wir0.
“Daun angsana merah!” seru Wir0. Rupanya selama ini si kakek sengaja pergunakan dua lembar daun angsana merah untuk menutupi sepasang matanya yang buta putih!
Kakek Segala Tahu kembali tertawa panjang. Dia b0lang balingkan t0ngkat bututnya kemudian berpaling pada si jubah hitam di sebelahnya. “Sint0 , kau tunggu apa lagi?!”
Yang ditegur membisu saja. Ragu ia rupanya.
“0rang sudah tahu siapa dirimu , perlu apa menyamar terus?!”
Mulut si jubah hitam tampak k0mat-kamit. Terdengar ia menggerendeng panjang pendek. “Anak setan sialan. Kau bakal mendapatkan eksekusi berat dariku…. Hik…hik…hik!”
Mula-mula 0rang ini buka jubah hitamnya. Kini kelihatan pakaian aslinya , sebuah kebaya panjang dalam yang sudah r0mbeng dan k0t0r serta anyir apak. Dia mengenkan kain panjang sebatas betis hingga terlihat sepasang kakinya yang kurus. Perlahan-lahan ia tanggalkan t0peng dan rambut palsu yang menutupi wajah serta kepalanya. Terlihat wajahnya yang sebetulnya , cekung menyeramkan tinggal kulit pembungkus tengk0rak. Di atas kepalanya yang berambut sangat jarang menancap lima buah tusuk k0nde terbuat dari perak. Dia berusaha meluruskan tubuhnya yang bungkuk tapi tidak bisa alasannya ialah nenek ini memang sudah bungkuk dimakan usia. Inilah ia si nenek sakti dari puncak Gunung Gede , salah se0rang dedengk0t dunia persilatan dikenal dengan nama Sint0 Gendeng terlahir berjulukan Sint0 Weni.
Kakek Segala Tahu tusukkan t0ngkat bututnya di punggung Wir0. Serta merta t0t0kan yang menguasai tubuh sang pahlawan punah.
“Lekas berlutut minta ampun pada gurumu!” kata Kakek Segala Tahu kemudian mend0r0ng punggung Pendekar 212.
Wir0 cepat jatuhkan diri di hadapan Sint0 Gendeng. Dia membungkuk berulang kali kemudian berkata. “Eyang maafkan aku. Aku telah berlaku kurang bimbing padamu. Berani menipu dan melawanmu!”
“Bagus! Aku terima maafmu! Tapi makan dulu gebukan ini!” Sint0 Gendeng pukulkan ranting kayu di tangan kanannya ke kepala Wir0.
“Traakkk!”
Ranting kayu di tangan Sint0 Gendeng patah hancur berantakan. Tangan si nenek tergetar keras. Kakek Segala Tahu telah menangkis ranting itu dengan t0ngkat bututnya “Sint0 ,” si kakek kemudian menegur , “Jangan perturutkan hati kesalmu. Bukankah semua ini sesuai dengan yang kita rencanakan? Kalau ia bisa menipu kita bukankan itu memperlihatkan 0taknya lebih encer dari kita?!”
Sint0 Gendeng campakkan sisa patahan ranting yang dipegangnya. Dia memandang pada di buta Kakek Segala Tahu kemudian pada sang murid yang masih berlutut tundukkan kepala. Sesaat kemudian nenek sakti ini tertawa terpingkal-pingkal. Begitu panjang se0lah tidak akan berhenti. Wir0 yang berlutut tundukkan kepala tiba-tiba melihat sesuatu mengalir di kedua kaki gurunya disertai anyir yang menusuk. Wir0 serta merta mel0mpat sebelum ia terkena percikan air itu.
“Ada apa?!” bertanya Kakek Segala Tahu.
“Dia kencing…” jawab Wir0.
Kakek Segala Tahu tak sanggup menahan gelaknya. Dia tertawa hingga keluar air mata. Wir0 mula-mula hanya garuk-garuk kepala tapi kemudian ikut juga tertawa gelakgelak.
“Kalian berdua sudah pada gila apa?! Mengapa tertawa begini rupa?!”
Tentu saja sang murid tak bisa menjawab. Akhirnya si kakek hentikan tawanya dan berkata. “Sint0 , lain kali kalau mau buang air sebaiknya mencari tempat! Jangan kencing sembarangan!”
Sint0 Gendeng yang se0lah gres menyadari apa yang terjadi banting-banting kaki. Walau aib tapi justru ia tunjukkan perilaku marah. Inilah sifat absurd si nenek sakti dari puncak Gunung Gede itu.
“Kita masuk ke rumah sekarang. Kawan yang satu itu sudah usang menunggu ,” mengajak Kakek Segala Tahu kemudian ker0ntangkan kaleng r0mbengnya.
“Tunggu dulu ,” sahut Sint0 Gendeng. “Aku mau tanya bagaimana sebelumnya kau sudah merasa bahwa saya yang menyamar ini ialah gurumu?!”
Wir0 garuk-garuk kepala. “Eyang , kalau saya katakan kau pasti murka lagi padaku!”
“Kali ini saya berjanji tidak murka asal kau tidak bicara ngac0!” jawab si nenek.
“Pertama kulihat p0t0ngan tubuhmu. Sikapmu selalu bungkuk alasannya ialah memang begitu keadaan tubuhmu. Kedua kalau kau tertawa bunyi palsumu tersamar dengan bunyi 0risinil yang segera kukenali. Kemudian secara tak sadar kau memaki diriku dengan sebutan anak setan. Siapa yang punya kebiasaan mirip itu kalau bukan kau? Lalu ada satu hal yang paling meyakinkan….”
Wir0 membisu , tak segera meneruskan ucapannya.
“Apa? Ay0 katakan! Kenapa kau berhenti ng0m0ng?!” tukas Sint0 Gendeng.
“Itu…. Hemmm…. Pakaianmu sebelah bawah mengumbar anyir pesing…” jawab Wir0 kemudian tutup mulutnya dengan tangan sem0ga tidak terdengar bunyi tawanya. Di sampingnya Kakek Segala Tahu justru sudah meledak duluan tawanya. Sint0 Gendeng memaki panjang pendek tapi tidak berbuat sesuatu. “Dengar anak setan , saya ada dua pertanyaan padamu. Pertama , saya tidak mengajarkan ilmu menyarukan bunyi padamu. Membuat saya tidak mengenali suaramu. Dari mana kau berguru ilmu itu….”
“Dari… dari se0rang pintar di Negeri Matahari Terbit…” jawab Wir0.
“Hemmmm….” Sint0 Gendeng k0mat-kamit. Lalu ia bertanya lagi. “Pertanyaan kedua. Dari mana kau berguru ilmu mematahkan tulang yang disebut k0pp0 itu?!”
“Juga dari sese0rang di Negeri Matahari Terbit itu guru…” jawab Wir0. (Mengenai ilmu mematahkan tulang yang disebut k0pp0 harap baca serial Wir0 Sableng berjudul “Sepasang Manusia B0nsai”)
“Bagus , ilmumu sudah bertambah. Tapi masih jauh dari cukup untuk menghadapi kiprah berat yang bakal dibebankan ke pundakmu!” Wir0 terkejut dan berpaling pada Kakek Segala Tahu.
“Kek , kiprah berat katamu? Tugas berat apa?”
“Anak setan ,” yang menjawab si nenek sakti. “Ketahuilah , saya mencegatmu di gubuk itu hanya sekedar untuk menguji kepandaianmu. Juga apa yang terjadi disini semua ujian untukmu. Ilmu silatmu tidak kami sangsikan. Cuma kesaktianmu masih sangat kami khawatirkan….”
“Aku tidak mengerti…” kata Wir0 sambil garuk-garuk kepalanya.
“Supaya kau mengerti mari ikuti saya masuk ke dalam rumah sana…” kata Sint0 Gendeng kemudian melangkah duluan menuju rumah kayu di ujung pedataran. Wir0 pegang lengan Kakek Segala Tahu , sambil menuntun 0rang bau tanah ini ia melangkah mengikuti si nenek.
“Eh , walau mataku buta kau tak usah menuntunku segala. Aku bisa jalan sendiri…” kata Kakek Segala Tahu.
“Aku tahu ,” jawab Wir0 setengah berbisik. “Aku cuma mau mendekat , mau tanya apa sebetulnya yang ada dibalik semua urusan absurd ini?”
“Aku cuma bisa bilang , dunia persilatan terancam kiamat!” jawab si kakek kemudian lepaskan tangannya dari pegangan Wir0 dan melangkah cepat menuju rumah kayu.
DUA BELAS
DARI luar rumah kayu itu kelihatan kecil saja. Tapi begitu masuk di dalam ternyata luas sekali. Wir0 terheran-heran melihat pemandangan dalam rumah kayu ini. Bagian dalam hanya merupakan satu ruangan luas terbuka. Di atas lantai papan ada setumpukan jerami kering setinggi pinggang. Sebelah atas tumpukan jerami ini ditutup dengan lembaranlembaran kulit kambing kering yang disambung satu sama lain hingga merupakan selembar tikar besar. Di atas tikar kulit kambing ini terbujur satu s0s0k tubuh gemuk besar luar biasa hingga tumpukan jerami melesak ke bawah.
“Si Raja Penidur!” ujar Wir0 sambil berpaling pada Sint0 Gendeng dan Kakek Segala Tahu. “Hemm…. Jika ia ada di sini berarti memang ada satu urusan besar!”
Seperti Kakek Segala Tahu dan Sint0 Gendeng , Si Raja Penidur dikenal sebagai salah satu dedengk0t rimba persilatan di masa itu. Hanya saja ia jarang memunculkan diri alasannya ialah pekerjaannya sehari-hari bahkan sepanjang tahun cuma tidur melulu. Sekali tidur jangan harap ia bisa bangun cepat. Suara dengkurnya menggetarkan bangunan kayu itu.
(Mengenai Si Raja Penidur harap baca serial Wir0 Sableng berjudul “Siluman Teluk G0ngg0”)
Kakek Segala Tahu gelengkan kepala. “Hampir tiga puluh hari kami menungguinya di sini! S0nt0l0y0 biang ng0r0k itu masih saja tidur. Kapan bangunnya…? Padahal urusan besar sudah menunggu. Gawat kalau begini…!”
“Kita harus membangunkannya secara paksa!” kata Sint0 Gendeng pula.
“Itu katamu. Apa kau tidak tahu sifat keadaannya? Sekalipun petir menyambar di atas jidatnya , sekalipun geledek menggelegar di samping telinganya ia tak bakalan terbangun!” ujar Kakek Segala Tahu pula.
“C0ba kau ker0ntangkan kaleng r0mbengmu di salah satu telinganya!” kata Sint0 Gendeng pula.
“Aku sudah menc0ba! Kau tahu hasilnya!”
“Kerahkan seluruh tenaga dalammu!”
“Baik… baik. Aku akan c0ba lagi!”
Kakek Segala Tahu mendekati tumpukan jerami. Dengan ujung t0ngkatnya ia meraba-raba hingga jadinya ia mengetahui di mana letak kepala Si Raja Penidur. Lalu ia kerahkan seluruh tenaga dalamnya. Tenaga dalam ini disalurkan ke tangan kiri yang memegang kaleng r0mbeng berisi batu. Begitu kaleng dig0yangkan menggelegarlah bunyi berker0ntang keras sekali. Bangunan kayu bergetar dan liang indera pendengaran mirip ditusuk besi panas! Baik Wir0 maupun Sint0 Gendeng cepat tekap indera pendengaran masing-masing. Sampai si kakek merasa pegal mengg0yang tangan terus-terusan , Si Raja Penidur masih saja ng0r0k. Akhirnya Kakek Segala Tahu capai sendiri dan berhenti mengg0yang kaleng r0mbeng itu. Dia tanggalkan caping bambunya kemudian mengipas-ngipasi mukanya yang berair 0leh keringat.
“Apa lagi yang kita lakukan sekarang?!” Kakek Segala Tahu mirip putus asa.
“Bagaimana kalau kita pencet saja bijinya?!” berkata Sint0 Gendeng.
Wir0 tertawa geli mendengar ucapan gurunya itu sedang Kakek Segala Tahu menyeringai sambil geleng-gelengkan kepala. “Kalau ia bangun , kalau ia mati bagaimana?” ujarnya. Perlahan-lahan ia palingkan mukanya pada Wir0. Sint0 Gendeng ikut men0leh. Saat itu Wir0 tegak tak bergerak. Kedua matanya dipejamkan dan tangannya sibuk menggaruk-garuk kepala.
“Anak setan ini tengah berfikir keras ,” kata Sint0 Gendeng dalam hati yang tahu betul apa yang tengah dilakukan muridnya. Lalu ia usikan pertanyaan. “Anak setan , apa yang ada dalam benakmu?!”
Perlahan-lahan Wir0 buka kedua matanya. “0rang bangun dan 0rang tidur samasama bernafas…”
“0rang gila juga tahu hal itu!” kata Sint0 Gendeng.
“Kalau jalan nafasnya terganggu , 0rang bangun bisa pingsan , 0rang tidur bisa melejang menggeliat kemudian terbangun!”
“Hemmm…. Kau mau menyuruh saya memencet hidung s0nt0l0y0 itu?!” tanya Kakek Segala Tahu.
“Bukan itu yang saya maksudkan. Mungkin itu bisa men0l0ng tapi ada yang lebih ampuh. Mengganggu jalan nafasnya bukan Cuma menutup hidung , tapi menciptakan begitu rupa hingga gangguan itu menjalar dalam tubuhnya , masuk ke dalam 0taknya!”
“Kau bicara mirip se0rang dukun besar!” kata Sint0 Gendeng ketus.
Wir0 angkat tangannya. “Aku cuma punya satu usul. Jika diterima kurasa pasti si penidur ini bisa kita bangunkan!”
“Sudah , katakan saja apa yang ada dalam 0takmu Wir0!” kata Kakek Segala Tahu.
Wir0 Sableng berpaling pada Sint0 Gendeng. “Guru , kau naiklah ke atas kasur jerami itu. Berdiri sempurna di atas kepala Si Raja Penidur kemudian perlahan-lahan turun dan j0ngk0k. Kukira tidak akan makan waktu usang sebelum ia bisa kita bangunkan!”
Sepasang mata Sint0 Gendeng yang cekung mirip mau mel0mpat keluar dari sarangnya. “Anak setan kurang ajar! Kau kira apa saya ini? Menyuruh saya j0ngk0k di atas kepala si s0nt0l0y0 itu!”
“Tunggu… tunggu Sint0!” Kakek Segala Tahu menengahi. “Kurasa ucapan muridmu benarnya. Membangunkan 0rang dengan mengganggu jalan pernafasannya. Bau pesing tubuh dan pakaianmu akan masuk ke dalam hidungnya , larut dalam jalan pernafasan kemudian mengalir dalam darah. Sampai ke jantung terus ke 0tak! Dia benar! Si Raja Penidur pasti akan terbangun!”
“Kau juga setan! Aku tidak mau melakukan!” kata Sint0 Gendeng sambil banting kaki.
“Terserah padamu! Jika kau suka kita menunggu berlama-lama di tempat ini. Satu bulan , mungkin satu tahun lagi ia belum tentu bangun secara wajar!” kata Kakek Segala Tahu. Sint0 Gendeng banting-banting kaki. Mulutnya menggerendeng panjang pendek dan matanya berkilat-kilat memandang pada muridnya.
“Anak setan!” teriak si nenek. Tapi ketika itu juga tubuhnya melesat ke atas kasur jerami. Kedua kakinya menjejak di kiri kanan kepala Si Raja Penidur. Si nenek masih memaki dan masih memandang mel0t0t pada Wir0. Perlahan-lahan ia kemudian berj0ngk0k. Wir0 tutup lisan menahan tawa sementara Kakek Segala Tahu d0ngakkan kepala dan g0yangkan kaleng r0mbengnya tiga kali berturut-turut. Saat demi ketika berlalu.
“Sial! Kakiku sudah letih!” terik Sint0 Gendeng.
“Bertahan Sint0! Bertahanlah!” ujar Kakek Segala Tahu.
Tiba-tiba salah satu kaki Si Raja penidur kelihatan bergerak , menyusul salah satu tangannya. Lalu kepalanya terangkat dari atas tikar kulit kambing. Hidungnya mengerenyit dan mulutnya terbuka lebar. Tiba-tiba dari lisan itu membersit bunyi berbangkis tiga kali. Sint0 Gendeng cepat mel0mpat turun.
“Setan alas! Bau busuk apa ini?!” teriak Si Raja Penidur seraya bangun duduk , berbangkis lagi kemudian g0s0k hidungnya berulang kali. Setelah menguap lebar-lebar perlahanlahan ia buka kedua matanya , memandang berkeliling. Dia segera mengenali ketiga 0rang yang berdiri di samping tumpukan tempat tidurnya.
“Heh…. Kalian bertiga. Manusia-manusia jelek…. Mengapa berada disini…?
“Kau sendiri mengapa juga ada di sini?!” Kakek Segala Tahu menukas.
“Kau betul! Mengapa saya ada di sini ya…?!” Si Raja Penidur mengucak kedua matanya. Di menguap lagi lebar-lebar. “Aku tak tahu jawabannya. Ah , mengapa susah payah. Lebih baik saya tidur lagi!” Lalu ia segera hendak rebahkan tubuhnya ke atas tikar kulit kambing.
“Tunggu dulu!” seru Kakek Segala Tahu dan dengan cepat menahan punggung Si Raja Penidur dengan t0ngkat bututnya hingga raksasa gendut berb0b0t ratusan kati ini tak jadi menelentang tidur. “Sesuai ucapanmu dulu , kami tiba di sini untuk mendengar terang mimpimu tiga ratus hari lalu!”
“Mimpiku tiga ratus hari lalu?” Si Raja Penidur mend0ngak. “Gila…. Mana saya bisa ingat!” katanya. Dia hendak merebahkan tubuhnya kembali tapi tak bisa alasannya ialah tertahan 0leh t0ngkat kayu Kakek Segala Tahu.
“Kalau kau tak bisa mengingat biar saya yang mengingatkan!” kata Sint0 Gendeng.
Tangan kanannya kemudian memencet ibu jari kaki kiri Si Raja Penidur. Si gendut meringis dan berkata. “Kau ini masih suka bercanda Sint0! Jangan gelitik kakiku!” teriaknya. Si Raja Penidur menganggap kakinya digelitik , padahal jangankan ibu jari insan , batupun bisa hancur 0leh pencetan tadi!
“Tiga ratus hri kemudian ketika kau terbangun dari tidur , kau bilang telah mimpi perihal sebuah kitab. Ingat…?” Sint0 Gendeng kembali pencet kaki si gendut. Si Raja Penidur meyeringai. “Ya saya ingat…! Aku ingat sekarang!”
“Katamu ada sebuah kitab yang jikalau jatuh ke tangan jahat akan menciptakan simpulan zaman dunia persilatan. Kau ingat…?”
“Ya… ya…. Aku ingat!” Si Raja Penidur menguap lebar-lebar.
“Tiga ratus hari kemudian kau tak sempat menjelaskan secara rinci. Kau keburu tidur! Sekarang ini kesempatan kau mengatakannya!”
“Hemmm… huah…” Si Raja Penidur menguap lagi.
“Kalian menginginkan kitab itu?” tanya Si Raja Penidur.
“Menginginkan atau tidak itu tak jadi masalah. Yang penting jikalau sudah tahu kami akan mencari jalan bagaimana menyelamatkan dunia persilatan!” jawab Sint0 Gendeng. Si gendut geleng-gelengkan kepala. “Tidak satupun dari kalian berj0d0h dengan kitab itu. Se0rang lain akan mendapatkannya lebih dulu dari kalian. Begitu yang tersirat dalam mimpiku…”
“Sialan!” teriak Sint0 Gendeng sambil bantingkan kaki.
“Brengsek!” maki Kakek Segala Tahu kemudian pukulkan tangan kirinya ke jidatnya sendiri.
Wir0 Sableng garuk-garuk kepala. “Dari tadi kalian ribut membicarakan sebuah kitab yang katanya bisa menciptakan simpulan zaman dunia persilatan. Sebetulnya kalian ini membicarakan apa? Aku sendiri tidak diberi tahu kitab apa itu! Padahal sebelumnya disebut-sebut saya punya beban berat di atas pundak….”
Si Raja Penidur berpaling pada Sint0 Gendeng. “Kau sudah dengar keluhan muridmu. Mengapa tidak menceritakan?”
Sint0 Gendeng k0mat-kamitkan mulutnya yang per0t kemudian berkata. “Anak setan kau dengar baik-baik. Ada sebuah kitab berjulukan Wasiat Iblis. Selama puluhan tahun kitb itu lenyap tak diketahui entah kemana. Kemudian tiba-tiba diketahui kitab celaka itu berada di tangan se0rang t0k0h silat berjulukan Jar0t Ampel bergelar Iblis Tanpa Bayangan. Manusia satu ini kabarnya berusia lebih dari seratus lima puluh tahun. Sudah b0san hidup. Dia ingin mati cepat-cepat. Sebelum mati kitab itu akan diserahkannya pada sese0rang yang berj0d0h. Nah kau bisa bayangkan kalau kitab itu jatuh ke tangan 0rang lain dan kita tidak bisa mencegahnya….”
“Kalau kita tahu kitab itu berada dimana dan bergerak cepat mungkin kita bisa mendapatkannya ,” kata Wir0.
Si Raja Penidur menguap kemudian gelengkan kepala. “Aku sudah bilang. Dalam mimpiku tersirat apa yang bakal menjadi kenyataan. Kitab itu tidak bakal kalian dapatkan….”
“Bisa jadi begitu. Tapi kalau kita tidak berusaha bagaimana membuktikannya!” ujar Wir0.
Si Raja Penidur menyeringai. “Semangatmu tinggi dan nyalimu masih berk0bark0bar anak muda. Tanyakan pada Kakek Segala Tahu , ia bisa meramal dan melihat di mana kitab itu berada. Aku sudah mengantuk dan ingin cepat-cepat tidur.…”
“Awas , cegah ia tidur!” teriak Sint0 Gendeng.
Kakek Segala tahu putar tangannya yang memegang t0ngkat penahan punggung Raja Penidur dan alirkan tenaga dalamnya. Tubuh raksasa Si Raja Penidur bergetar tersentak-sentak.
“Gila! Kau apakan badanku ini?!” teriak Si Raja Penidur.
“Kau belum memberi semua keterangan. Dulu kau katakan kau juga melihat sebuah kitab lain dalam mimpimu. Kau bilang siapa saja yang bisa mendapatkan kitab itu maka akan sanggup menghadapi kehebatan kitab Wasiat Iblis….”
Si Raja Penidur tertawa. “S0al kitab yang satu itu memang ada dalam mimpiku. Tapi tak ada petunjuk lengkap….”
“Sudah! Katakan saja apa yang kau ketahui!” kata Kakek Segala Tahu tak sabaran.
“Namanya Kitab Putih Wasiat Dewa. Dimana beradanya tidak ada petunjuk. Yang tersirat dalam mimpiku , saya melihat se0rang kakek berambut dan berkumis serta berjanggut dan berjubah putih yang tahu dimana beradanya kitab itu….”
“Gila! Di dunia ini ada ratusan 0rang mirip itu!” ujar Sint0 Gendeng pula.
“Betul…” menyahuti Si Raja Penidur kemudian menguap lebar-lebar. “Tapi 0rang bau tanah yang kulihat dalam mimpi bermuka biru sebelah dan selalu mengunyah daun sirih….”
Sint0 Gendeng berpaling pada Kakek Segala Tahu. “Kau bisa menyelidik siapa 0rang itu?”
“Aku akan berusaha. Tapi ada satu hal yang perlu kita tanyakan padanya….”
“Terlambat!” seru Wir0. “Lihat! Matanya sudah terpejam! Dia sudah tidur!”
Sesaat kemudian terdengar bunyi dengkur Si Raja Penidur. Tiga 0rang itu hanya bisa saling pandang beberapa ketika lamanya. “Kakek Segala tahu , kiprah penting kini berada di tanganmu. Pergunakan kesaktianmu. Kau harus bisa meramal dan memberi petunjuk mengenai dua kitab itu. Di mana beradanya….”
Kakek Segala Tahu anggukkan kepalanya. “Kita keluar saja dari sini. Dengkur si s0nt0l0y0 ini mengganggu pemusatan pikiranku….”
Sampai di pedataran di depan rumah kayu Kakek Segala Tahu duduk di atas sebuah batu. Kedua matanya dipejamkan. Kepalanya did0ngakkan. T0ngkat bututnya menunjuk ke langit. Lalu ia g0yang-g0yangkan kaleng r0mbengnya hingga tujuh kali. Lama sekali gres ia berhenti mengg0yang kaleng dan buka mata butanya yang dipejamkan.
“Kau menerima petunjuk…?” tanya Sint0 Gendeng.
“Aku melihat K0taraja. Lalu awan berarak ke arah barat. Ada sebuah bukit kecil.
Itu petunjuk mengenai Kitab Wasiat Iblis. Berarti kitab itu ada di sana tapi sulit mengetahui di mana letaknya. Kurasa terlalu sia-sia kalau kita mengejar kitab itu. Si Raja Penidur sudah menyampaikan bahwa kitab itu tidak berj0d0h pada salah satu dari kita. Dikejar tetap saja akan jatuh ke tangan 0rang lain. Malah begitu 0rang itu mendapatkan dan mempelajarinya , keselamatan siapa saja yang mengejar tidak akan tert0l0ng! Lebih baik memusatkan perhatian pada kitab kedua yang dianggap sanggup menjadi penumpas ilmu yang terkandung dalam Kitab Wasiat Iblis….”
“Apa petunjuk yang kau sanggup mengenai kitab kedua?” tanya Sint0 Gendeng.
“Mimpi Si Raja Penidur sangat c0c0k dengan petunjuk yang barusan kudapat. Walau kurang jelas saya sanggup melihat bayangan 0rang bau tanah berjubah putih bermuka biru sebelah itu. Bagian biru mukanya ada di sebelah kanan. Mulutnya k0mat-kamit makan sirih terus-terusan hingga bibirnya merah mirip darah. Dia ialah Tunggul Angg0r0 yang dikenal dengan julukan Raja 0bat Delapan Penjuru Angin. Tempat kediamannya sebuah pulau terpencil di pantai selatan…. Jika kita bisa menemuinya pasti akan sanggup petunjuk di mana Kitab Putih Wasiat Dewa itu berada. Dengan menguasai ilmu kesaktian dalam kitab itu dunia persilatan bisa diselamatkan dari Kitab Wasiat Iblis….”
Kakek Segala Tahu g0yangkan kaleng r0mbengnya kemudian usap wajahnya yang keringatan.
Wir0 mendehem beberapa kali. “Bagiku terang kini , mengapa kalian memancingku tiba ke tempat ini. Untuk menguji dan sekaligus meyerahkan kiprah mencari Kitab Putih Wasiat Dewa itu….”
Kakek Segala Tahu menyeringai kemudian mengangguk-angguk.
“Anak setan! Syukur kau punya kesadaran!” ujar Sint0 Gendeng. “Apa kau sudah siap untuk melakukannya?”
“Kalau memang kiprah setiap ketika saya siap melakukannya Eyang ,” jawab murid Sint0 Gendeng walau dalam hati sang pahlawan ini berkata “Mati saya sekali ini!”
Kakek Segala Tahu ketuk-ketukkan t0ngkat bututnya ke tanah kemudian berkata. “Ini bukan kiprah mudah! Nyawamu tantangannya. Apalagi kalau 0rang lain kedahuluan mendapatkan Kitab Wasiat Iblis itu. Atau ada keb0c0ran mengenai rahasia Kitab Putih Wasiat Dewa hingga keb0b0lan….”
Wir0 garuk-garuk kepalanya. “Kakek Segala Tahu , Eyang Guru…. Kurasa sesudah menerima petunjuk dan mendapatkan kiprah dari kalian lebih baik saya minta diri dari sini kini juga.”
“Bagus , makin cepat kau pergi makin baik!” kata Kakek Segala Tahu. “Ada satu nasihat lagi dariku. Kalau kau mengalami kesulitan ada baiknya kau menghubungi t0k0ht0k0h silat yang punya k0relasi baik denganmu. Seperti Bujang Gila Tapak Sakti , Dewa Sedih dan Dewa Ketawa. Tua Gila….” (Mengenai Bujang Gila Tapak Sakti , Dewa Sedih dan Dewa Ketawa harap baca serial Wir0 Sableng berjudul “Bujang Gila Tapak Sakti” dan “Pelangi di Majapahit”)
“Pasti akan saya lakukan Kek ,” kata Wir0 pula.
Pendekar 212 kemudian menyalami dan mencium tangan gurunya serta tangan Kakek Segala Tahu. Setelah membungkuk berulang kali diapun membalikkan tubuh.
“Anak setan! Apa kau akan pergi mirip itu?!”
Teguran Sint0 Gendeng menciptakan Wir0 hentikan langkah , berpaling dan memandang pada si nenek dengan air muka tidak mengerti.
“Eyang…. Ada sesuatu yang saya lupakan?” tanya Wir0.
“Pegang kepalamu! Rambutmu masih dikuncir dan diikat pita warna-warni. Kalau mau gila cukup sebentar saja. Jangan terus-terusan!”
“Ah!” Wir0 pegang kepalanya. Dia lupa. Sampai ketika itu rambut g0ndr0ngnya masih dalam keadaan terkuncir dan diikat pita aneka warna. Cepat-cepat ia tanggalkan semua ikatan pita. “Sudah Eyang…. Sekarang saya bisa pergi….”
“Anak t0l0l! Mukamu masih babak belur bercelem0ng pupur merah putih. Sebelum turun dari gunung ini cari mata air atau telaga. Cuci mukamu hingga bersih. Kalau tidak belum dewasa sekampung akan mengiringimu sambil berteriak 0rang gila… 0rang gila!”
“Terima kasih Eyang… terima kasih… Aku akan mencari air untuk membasuh muka buruk ini.” Lalu cepat-cepat Wir0 tinggalkan tempat itu. Setelah jauh ia memperlambat larinya. Sambil garuk kepala ia berkata. “Untung saya tidak disuruh mencuci muka dengan air kencingnya!”
TIGA BELAS
PANGERAN Matahari dekati sumur kerikil itu. Bau busuk tercium keluar dari dalam sumur.
“Pasti juga ada jenazah dalam sumur ini ,” kata Pangeran Matahari dalam hati.
“Justru di sini tersembunyi Kitab Wasiat Iblis itu….” Dia memandang berkeliling kemudian sambil pegangi tepi sumur kerikil ia ulurkan sebagian tubuhnya , memandang ke dalam sumur. “Gelap dan busuk. Ada selapis kabut menutupi pemandangan. Aku tak bisa melihat apa-apa….” Baru saja ia berkata begitu tiba-tiba dari dalam sumur terdengar bunyi menderu keras laksana ada air bah. Lalu satu gel0mbang angin dahsyat mencuat ke atas.
“Gila! Apa sumur bau tanah ini ada hantu silumannya?!” teriak Pangeran Matahari berfikir sejenak. Dengan hati-hati kembali ia mendekati pinggiran sumur dan mirip tadi ia ulurkan sebgian tubuhnya. Dia tak menunggu lama. Dari dasar sumur terdengar deru dahsyat disusul dengan mengebubunya angin sangat kencang. Untuk kedua kalinya Pangeran Matahari hindarkan diri dengan mel0mpat ke belakang. Sesaat ia tegak tak bergerak. Pandangannya kemudian membentur s0s0k Elang Setan dan Tiga Bayangan Setan yang tegak dalam keadaan kaku. Satu seringai tersungging di mulutnya. Elang Setan dan Tiga Bayangan Setan segera maklum apa yang ada dalam benak 0rang itu. Keduanya serentak berteriak. “Jangan! Jangan jadikan kami perc0baan maut!”
Pangeran Matahari melangkah ke arah Tiga Bayangan Setan. Menyangka dirinya yang hendak dijadikan perc0baan 0rang ini meratap keras. “Demi setan jangan! Jangan!”
tapi ia segera hentikan teriakannya ketika Pangeran Matahari melewatinya. Lalu di belakangnya terdengar bunyi p0h0n berderak patah. Tak usang kemudian Pangeran Matahari kelihatan menyeret sebatang p0h0n yang barusan dipatahkannya. Batang p0h0n itu dimelintangkannya di atas lisan sumur batu. Sesaat kemudian dari dasar sumur menderu bunyi keras disusul hembusan angin dahsyat. Batang kayu yang terletak di atas sumur mencelat mental , hancur berkeping-keping.
“Ganas sekali!” desis Pangeran Matahari. Pelipisnya bergerak-gerak. “Kalau saja guruku Si Muka Bangkai tidak menyampaikan Kitab Wasiat Iblis itu ada di dalam sumur ini sudah semenjak tadi-tadi saya meninggalkan tempat celaka ini. Hemmm…. Aku harus mencari akal…. Angin dahsyat mematikan itu tidak serta merta melesat keluar bila ada benda di atas sumur. Paling tidak ada jarak waktu. Ada uliran mirip tangga menurun menuju ke dasar sumur. Tapi terlalu usang kalau harus mengikuti tangga terjal itu. Melayang akan lebih cepat. Hmm….” Pangeran Mathari berfikir lagi. Dia ingat ada segulung tali yang ditinggalkannya di kant0ng perbekalan yang tergantung di kudanya. Akhirnya ia tetap pada keputusan untuk masuk ke dalam sumur dengan jalan mel0mpat. Dia patahkan batang p0h0n untuk kedua kalinya dengan hantaman tangan kanan. Sekali ini ia sengaja menentukan batang p0h0n lebih besar. Seperti tadi dengan hati-hati batang p0h0n itu diletakkan di atas sumur kemudian mundur sejuh beberapa langkah.
Sesaat kemudian di dasar sumur terdengar sura macam air bah itu. Lalu angin dahsyat melesat ke atas , menghantam batang p0h0n besar hingga hancur berkeping-keping. Pada ketika batang p0h0n mental , Pangeran Matahari kibaskan mantelnya kemudian mel0mpat masuk ke dalam sumur. Kedua tangannya dikembangkan. Telapak tangan dibuka dan diarahkan ke bawah. Dari dua telapak tangan ini memancar sinar merah kuning yang mempunyai kekuatan bisa menahan daya jatuh tubuhnya. Sebenarnya yang keluar dari kedua tangannya itu ialah pukulan sakti “telapak Merapi”. Selain itu mantelnya yang terkembang ikut membantu menahan kecepatan jatuh atau daya layang tubuhnya. Pangeran Matahari sudah melayang turun sedalam dua pertiga kedalaman sumut gelap ketika ia mendadak menjadi tegang alasannya ialah di bawah sana tiba-tiba terdengar deru bunyi air bah. Secepat kilat Pangeran Matahari melesatkan tubuhnya ke dinding sebelah kiri kemudian menjejakkan kedua kakinya di ulir batu. Kedua tangannya dihantamkan ke dinding sumur.
“Craasss! Craaasss!”
Dinding kerikil berlubang jeb0l. Sepasang tangan Pangeran Matahari amblas masuk ke dalam l0bang itu hingga sebatas siku. Ketika angin dahsyat mencut ke atas ia lekatkan tubuhnya rapat-rapat ke dinding sumur. Di dalam l0bang dua tangannya mencengkeram kuat-kuat. Tenaga dalam dikerahkan penuh.
“Wusss! Wutt! Wuttt!”
“Breeettt!”
Angin dahsyat menghantam tubuhnya tapi ia bisa luput. Walau demikian tengkukya terasa cuek ketika mantel di punggungnya r0bek besar kemudian terlepas mental dan melayang ke atas sumur. Dengan tubuh berair 0leh keringat cuek Pangeran Matahari menunggu. Sumur bau tanah itu dicekam kesunyian dan kegelapan.
“Saatnya saya harus turun. Mudah-mudahan angin celaka itu tidak akan menyerang lagi….” membatin Pangeran Matahari. “Bau busuk semakin santar. Berarti saya tak seberapa jauh lagi dari dasar sumur….” Memikir begitu disamping mantelnya tak ada lagi maka Pangeran Matahari melanjutkan turun ke dasar sumur dengan berjalan diulir sepanjang dinding sumur yang merupakan tangga. Dalam hati ia menghitung setiap langkah yang dibuatnya. Pada hitungan ke tujuh puluh dua kaki kirinya mencapai dasar sumur tapi tidak menginjak dasar kerikil melainkan menginjk sebuah benda bundar panjang hingga ia hmpir terpeleset.
“Bau busuk celaka! Gelap jahanam!” maki Pangeran Matahari.
Dia mengeruk saku pakaiannya mengeluarkan dua buah kerikil hitam sebesar kepalan. “Untung guru membekali dua kerikil api ini!” Dua buah kerikil hitam dig0s0kkannya kuat-kuat. Bunga api memercik. Pada g0s0kan keempat salah satu dari dua kerikil api itu meng0barkn api. Tempat itu serta merta menjadi terang. Memandang berkeliling Pangeran Matahari jadi bergidik. Di dasar sumur kerikil yang tidak berair itu tergeletak ses0s0k jenazah yang sudah membusuk dan diger0g0ti belatung di penggalan mata , indera pendengaran dan hidung. Sebagian kepalanya remuk , tertutup darah yang sudah mengering. Rambutnya yang putih berserakan penuh dengan n0da darah yang sudah mengering. Sulit mengenali wajah jenazah ini Pangeran Matahari punya dugaan keras ini ialah jenazah Jar0t Ampel alias Iblis Tanpa Bayangan.
“Kitab Wasiat Iblis itu…” desis Pangeran Matahari. “Menurut Si Muka Bangkai ada dalam sumur ini. Aku tidak melihatnya….” Pangeran Matahari memandang berkeliling kemudian pandangannya kembali pada jenazah Iblis Tanpa Bayangan. Dengan ujung kakinya jenazah itu dibalikkannya hingga terbujur miring. Kitab yang dicari tetap tidak ditemukan. Dia mengusut seluruh dinding sumur batu. Dia sengaja menyalakan lagi kerikil api kedua hingga tempat itu bertambah terang.
“Setan , di mana kitab iblis itu bisa kutemukam! Apakah guruku sengaja menipuku?!” Pangeran Matahari melangkah seputar dasar sumur batu. Ketika ia hingga di hadapan s0s0k jenazah Iblis Tanpa Bayangan yang kini berada dalam keadaan miring , sepasang matanya membesar. Karena miring , baju di penggalan dadanya tersingkap. Sebuah benda berwarna hitam tersembul dari balik baju mayat.
Pangeran Matahari tekap hidungnya kemudian membungkuk memperlihatkan lebih seksama. Tangannya diulurkan untuk mengambil benda itu. Begitu jari-jarinya menyentuh benda hitam ia merasa ada hawa absurd mengalir , menciptakan pandangannya lebih terang dan tiba-tiba saja jalan pernafasannya sanggup meredam anyir busuknya mayat!
“Pasti ini Kitab Wasiat Iblis itu! Buku sakti yang saya cari!” kata Pangeran Matahari dalam hati seraya cepat-cepat menariknya dari balik baju mayat.
“Wasiat Iblis”! Pangeran Matahari membaca g0resan pena yang tertera di sampul hitam kitab dengan bunyi bergetar. Kitab diperiksanya dengan cepat. Isinya hanya tiga lembar halaman. Tulisan di halamannya tidak gampang untuk dibaca. Apalagi di tempat yang hanya diterangi nyala api dua kerikil api kecil. Cepat-cepat Pangeran Matahari masukkan kitab itu ke balik bajunya. Dia memandang berkeliling.
“Kitab sakti sudah didapat. Aku harus segera tinggalkan tempat ini. Khawatir bunyi air bah dan angin jahanam itu tiba-tiba muncul!”
Cepat-cepat Pangeran Matahari memanjat ulir sepanjang dinding sumur kerikil yang merupakan tangga terjal menuju ke atas.
“Aneh , kenapa langkahku menjadi enteng dan tubuhku terasa ringan sekali!” pikir Pangeran Matahari. “Jangan-jangan buku sakti ini penyebabnya!”
Sebentar saja ia berhasil mencapai ujung atas sumur. Sekali l0mpat ia sudah berada di luar sumur. Begitu kedua kakinya menjejak tanah ia memandang berkeliling dan jadi terkejut. Tiga Bayangan Setan dan Elang Setan tak ada lagi di tempat mereka tadi tertegak kaku tanggapan t0t0kan. Sang Pangeran segera mencium bahaya.
“Pasti ada 0rang ketiga. Dua setan itu tak mungkin membebaskan diri sendiri dari t0t0kanku!” Pangeran Matahari melangkah seputar sumur kerikil , memandang ke setiap sudut di sekitarnya.
“Kau mencari kami Pangeran Matahari?!” satu bunyi menegur dari belakang.
Pangeran Matahari cepat balikkan tubuh. Tiga Bayangan Setan dan Elang Setan berdiri sekitar sepuluh langkah di hadapannya. Keduanya sunggingkn senyum lebar kemudian tertawa mengekeh , tidak keras tapi cukup membut Pangeran Matahari merasa tidak enak. Apa lagi ketika itu di antara kedua 0rang itu tegak berdiri se0rang nenek berpakaian kuning. Meskipun bau tanah namun wajahnya dihias secara berlebihan dan sikapnya nampak genit. Pada ikat pinggang besar warna hijau yang dikenakannya tersisip sebuah senjata berbentuk t0mbak yang ujungnya bercagak dua.
“Iblis Tua Ratu Pes0lek!” kata Pangeran Matahari dalam hati begitu ia mengenali siapa adanya si nenek berjubah kuning.
Tiga Bayangan Setan usap-usap kedua tangannya kemudian berkata. “Kau sudah masuk ke dalam sumur kerikil dan keluar lagi. Berarti kau sudah menemukan Kitab Wasiat Iblis itu!” Pangeran Matahari membisu saja.
“Kalau kau mau menyerahkan pada kami , kami menganggap selesai segala hutang piutang di antara kita! Kau b0leh pergi dengan k0ndusif dan nyawa masih di badan!”
Mendengar itu Pangeran Matahari sunggingkan senyum kemudian tertawa. Mula-mula perlahan saja kemudian makin keras dan makin keras.
“Anjing-anjing pengawalku rupanya punya nyali besar! Apa kalian lupa kalau tubuh kalian mengalir racun jahat yang hanya memberi kehidupan seratus hari pada kalian?!”
Tiga Bayangan Setan dan Elang Setan balas tertawa gelak-gelak sementara Iblis Tua Ratu Pes0lek tenang-tenang saja. Dari balik pakaiannya ia keluarkan sebuah beling kecil. Sambil memandang ke dalam beling ia merapikan susunan rambutnya yang disanggul , mengusap pipinya dan menggerak-gerakkan bibirnya yang diberi cat pewarna sangat merah.
“S0al racun dan kematian kami berdua tidak begitu memikirkan. Sahabat kami yang manis ini berjanji akan menyampaikan 0bat penawar!”
“Hemmm begitu…? Lalu apa yang kalian berikan padanya sebagai imbalan? Tubuh kalian…?!”
“Setan alas!” maki Elang Setan.
“Jahanam!” rutuk Tiga Bayangan Setan.
Sebaliknya si nenek bau tanah tidak memperlihatkan gejala marah. Malah ia keluarkan bunyi tertawa genit. Setelah menyimpan beling kecilnya ia kedip-kedipkan sepasang matanya kemudian bergerak mendekati Pangeran Matahari dan berhenti lima langkah di depan c0w0k itu.
“Kau masih muda. Tapi pengalamanmu mengenai k0relasi wanita dengan lelaki agaknya jauh lebih luas dari saya yang sudah tua. Ya… ya… ya… Aku memang sudah tua. Tapi keadaan badanku tidak kalah dengan apa yang dimiliki se0rang gadis. Kau bisa saksikan sendiri!”
Habis berkata begitu si nenek singkapkan ke atas baju kuningnya. Sepasang mata Pangeran Matahari melihat dua buah payudara putih besar dan kencang terpentang di hadapannya.
“Gila! Bagaimana ada nenek-nenek mempunyai aurat mirip ini!” ujar Pangeran Matahari dalam hati. Selagi ia terperangah melihat pemandangan luar biasa ini tiba-tiba dari balik baju kuning si nenek melesat keluar selusin senjata rahasia berupa paku hitam.
“Tua bangka kurang ajar! Kau sengaja mencari mati!” hardik Pangeran Matahari. Tangan kanannya diangkat , siap untuk lepaskan pukulan sakti “telapak matahari” namun sebelum pukulan sempat dilepas tiba-tiba dari dada Pangeran Matahari melesat keluar satu gel0mbng angin keras yang memancarkan sinar hitam pekat.
Selusin paku bermentalan dan leleh. Di depan sana Iblis Tua Ratu Pes0lek keluarkan jeritan keras. Tubuhnya mencelat hingga sepuluh t0mbak. Begitu tergelimpang di tanah tubuh itu hanya tinggal tulang belulang hangus menghitam! Tiga Bayangan Setan dan Elang Setan pribadi merinding pucat melihat apa yang terjadi. Pangeran Matahari sendiri ikut ngeri juga merasa heran.
“Aneh , apa yang terjadi dengan diriku! Aku belum sempat melepas pukulan sakti. Dari dadaku tiba-tiba ada sinar hitam yang sanggup melelehkan senjata rahasia bahkan menciptakan si nenek mati mengerikan begitu rupa…. Astaga! Jangan-jangan Kitab Wasiat Iblis yang ada di balik bajuku!”
Selagi ia terkesiap begitu rupa tiba-tiba Elang Setan dan Tiga Bayangan Setan mendatangi dan jatuhkan diri di depan Pangeran Matahari.
“Pangeran kami telah menciptakan kesalahan besar. Perempuan bau tanah itu telah menipu kami!” kata Tiga Bayangan Setan.
“Benar ,” menyambung Elang Setan. “Kami berdua m0h0n ampun dan maafmu. Kami bersedia melaksanakan apa saja yang kau katakan!”
Pangeran Matahari tertawa lebar. “Manusia-manusia culas! Nyawa kalian kuampuni hingga seratus hari dimuka. Sementara itu kalian berdua tetap menjadi anjinganjing pengawalku! Mengg0ngg0nglah!”
“Pangeran…” ujar Tiga Bayangan Setan.
“Kami…” Elang Setan ikut bicara tapi segera disentak.
“Aku bilang mengg0ngg0nglah! Mengg0ngg0nglah mirip anjing! Atau kalian akan menyusul jadi tulang belulang hangus hitam mirip si Iblis Tua Ratu Pes0lek?”
Tak ada jalan lain. Kedua 0rang itu mulai mengg0ngg0ng menirukan bunyi anjing. Pangeran Matahari tertawa gelak-gelak. “Kurang keras! Mengg0ngg0ng lebih keras!” bentaknya.
Tiga Bayangan Setan dan Elang Setan terpaksa patuh dan mengg0ngg0ng lebih keras “Bagus! Mengg0ngg0nglah terus hingga pengecap kalian c0p0t!” kata Pangeran Matahari. Lalu sambil tertawa mengekeh ia tinggalkan tempat itu. Disatu tempat ia teringat pada Wir0 Sableng. Langsung saja ia berteriak. “Pendekar 212! Di mana kau? Sekarang jangan harap bisa l0l0s dari tanganku! Wasiat Iblis merupakan wasiat kematian bagimu! Ha… ha… ha!”
TAMAT
PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212
WIR0 SABLENG
Serial Berikutnya :
WASIAT DEWA
Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya: Bastian Tit0
EP : WASIAT IBLIS
SATU
DUA penunggang kuda hentikan kuda masing-masing ketika tiba-tiba hujan turun menerpa bumi. Walau tidak lebat namun hawa tanah berair yang naik ke udara menyekat liang hidung menciptakan dua 0rang tadi mendengus beberapa kali.
“Tanda celaka apa pula ini! Hujan turun padahal matahari bersinar terik di atas bat0k kepala!” Berkata penunggang kuda di sebelah kanan. Dia mengenakan pakaian hitam berupa jubah panjang. Wajah dan kepalanya kelihatan aneh. Matanya sebelah kanan besar membeliak tapi yang kiri kecil se0lah terpejam. Kepalanya sulah namun hanya sebelah kiri saja sedangkan sebelah kanan ditumbuhi rambut lebat. Pada keningnya terdapat tiga buah guratan tegak. Guratan di sebelah tengah lebih tinggi dari dua di kiri kanan. Kumis melintang dan berew0k sangar liar menutupi hampir separuh wajahnya.
Jubah hitam , keadaan wajah dan kepala , tanda di kening serta sepasang mata yang absurd merupakan tanda pengenal yang tidak sanggup disangsikan lagi 0leh 0rang-0rang rimba persilatan untuk adanya insan satu ini. Dia ialah t0k0h silat g0l0ngan hitam dikenal dengan julukan Tiga Bayangan Setan. 0rang ini muncul membawa kegegeran dalam dunia persilatan semenjak satu tahun lalu. Kabarnya ia membabat banyak t0k0h-t0k0h silat di daerah timur. Lalu menghantam ke barat. Bahkan pesisir utara ikut disapunya. Selama malang melintang tak satu lawanpun sanggup mer0b0hkannya. Tiga Bayang Setan tak mempan senjata tajam dan kebal terhadap pukulan sakti. Karenanya tidak salah kalau ia kini menjadi m0m0k n0m0r satu dalam rimba persilatan. Beberapa t0k0h silat g0l0ngan putih berusaha menciptakan perhitungan dengannya. Namun Tiga Bayangan Setan bukan saja berhasil l0l0s bahkan dengan kejam ia menghabisi t0k0h-t0k0h silat yang berani menantangnya.
Penunggang kuda kedua mengenakan pakaian kain tebal r0bek-r0bek , dekil dan bau. Dia duduk di atas punggung kuda sambil rangkapkan kedua tangannya di depan dada. Lengannya ditumbuhi bulu-bulu lebat. Sebatas pergelangan tangan hingga ujung jari , sepasang tangan 0rang ini tidak mirip tangan insan melainkan berbentuk kaki atau cakar elang raksasa berwarna merah dengan kuku-kuku runcing mencuat hitam pekat mengerikan. K0n0n bentuk tangannya inilah yang menciptakan ia dijuluki Elang Setan. Bicara s0al tampang 0rang ini mempunyai daging muka hancur rusak mirip dicacah. Kel0pak matanya sebelah bawah menggembung nanah berwarna sangat merah dan selalu basah. Di antara sepasang mata yang angker tapi juga menjijikkan itu melintang hidung tinggi bengk0k mirip paruh burung elang. Tak salah kalau dirinya dijuluki Elang Setan.
Dengan tangannya yang berbentuk cakar itu ia bisa mematahkan t0mbak , pedang atau g0l0k lawan. Dengan cakar setannya ia bisa memb0b0l perut , memb0ngkar isi perut atau membet0t lepas jantung lawan. Kabarnya kuku-kuku hitam di ujung cakar mengandung racun sangat jahat. Jangankan terkena cengkeram , tergurat saja sudah sanggup menciptakan sese0rang sekarat keracunan!
Seperti Tiga Bayangan Setan , Elang Setan yang muncul hampir bersamaan setahun kemudian telah pula menciptakan heb0h dunhia persilatan dengan melaksanakan pembunuhanpembunuhan atas diri t0k0h-t0k0h silat ternama. Dia sengaja mencari t0k0h silat ters0h0r untuk ditantang kemudian dikalahkan dan dibunuh! Selama ini tak ada satu lawanpun yang sanggup menghadapinya.
Antara Tiga Bayangan Setan dan Elang Setan k0n0n telah saling sumpah mengangkat saudara satu dengan lainnya. Sumpah itu disertai upacara melukai lengan masing-masing , kemudian menempelkan luka sesudah itu yang satu menghisap darah yang lainnya! Jika dua Setan bergabung jadi satu sanggup dibayangkan ancaman apa yang kini tengah mengancam seanter0 dunia persilatan. Hujan telah berhenti. Elang Setan usap-usap rambutnya yang berair dengan cakar setannya. Dia memandang berkeliling.
“Kau benar saudaraku! Hujan turun matahari menc0r0ng! Membawa alamat yang tidak baik! Tapi apakah itu perlu ditakutkan?!”
Tiga Bayangan Setan tertawa kemudian meludah ke tanah. “Kau tahu , kira-kira di daerah mana kita ketika ini?!”
Elang Setan memandang berkeliling dengan sepasang matanya yang berkel0pak gembung merah. “Sulit saya menebak. Tak kelihatan gunung tak nampak bukit. Namun ancar-ancarnya kalau saya tak salah kita mungkin berada jauh di barat Gunung Wilis.”
“Kalau dugaanmu benar berarti paling cepat ketika matahari terbenam kita gres hingga di Kart0sur0 ,” ujar Tiga Bayangan Setan pula.
“Kita teruskan perjalanan kini juga. Makin cepat hingga makin baik. Dadaku selalu sesak kalau mengemban kiprah mirip ini ,” berkata Elang Setan kemudian kembali ia mengusap rambutnya dengan jari-jari berbentuk cakar.
Tiga Bayangan Setan anggukkan kepala. “Perintah 0rang bau tanah itu dihentikan diabaikan! Terus terang saya berfikir-fikir apa urusan sebetulnya ia menyuruh kita menemui dirinya di Kart0sur0…”
“Ini urusan pelik tapi rada-rada gila!” ujar Elang Setan. “Kita harus berjalan dua hari dua malam hanya untuk memenuhi seruan Jar0t Ampel!”
“Aku juga tidak senang. Tapi jangan melupakan budi 0rang. Paling tidak Jar0t Ampel pernah menyelamatkan kita dari kematian waktu kita belum punya ilmu sehebat sekarang.”
Elang Setan menyeringai. “Kau tahu manusia-manusia macam apa kita kini adanya Tiga Bayangan. Aneh terdengar di telingaku kalau kini kau bisa-bisaan bicara segala macam budi 0rang!”
Tiga Bayangan Setan menyeringai. “Si bau tanah Jar0t Ampel itu bukan insan sembarangan. Aku punya firasat ia menyimpan satu rahasia terhadap kita. Siapa tahu ia menyuruh kita tiba ada sangkut pautnya dengan rahasia itu. Aku mau tanya , apa menurutmu ia sudah menyampaikan seluruh kepandaiannya pada kita?”
Elang Setan tertawa. “Mana ada guru yang mewariskan seluruh kepandaiannya pada sang murid. Paling tidak ia akan menyimpan satu ilmu andalan. Atau sebuah senjata mustika atau benda sakti apa saja…
“Kita berangkat kini Elang Setan! Aku ingin tahu apa maunya 0rang bau tanah itu!” Tiga Bayangan Setan berkata kemudian sentakkan tali kekang kuda tunggangannya.
SEPERTI yang dikatakan Tiga Bayangan Setan menjlang matahari karam mereka jadinya hingga di Kart0sur0. Cuaca mulai meremangi gelap dan udara terasa dingin.
“Tempat kediaman 0rang bau tanah itu di kaki bukit tak jauh dari sini. Bagaimana kalau kita mampir dulu di warung k0pi untuk istirahat ,” Elang Setan berkata begitu mereka hingga di persimpangan jalan di pinggiran Kart0sur0.
“Aku paling suka bersenang-senang. Apalagi untuk urusan perut dan urusan bawah perut…!” kata Tiga Bayang Setan kemudian tertawa mengekeh. “Tapi sekali ini saya kira kita menemui Jar0t Ampel lebih dulu gres cari tempat untuk bersenang-senang. Bukan sebaliknya!”
“Kalau kau tidak suka saya tidak memaksa. Kau berangkat saja duluan. Aku nanti menyusul. Tengg0r0kanku mirip timah meleleh. Sekujur badanku letih. Aku perlu istirahat dan meneguk secangkir k0pi!”
Lalu tanpa banyak kisah lagi Elang Setan gebrak kudanya meninggalkan persimpangan. Tiga Bayangan Setan gelengkan kepala. Dia memutar kudanya ke arah timur.
Hanya beberapa ketika saja kedua 0rang itu berpisah , di kejauhan di depannya Tiga Bayangan Setan melihat ser0mb0ngan penunggang kuda mendatangi dengan cepat. Jumlah mereka lebih dari sepuluh 0rang. Berpakaian seragam , beberapa di antaranya membawa 0b0r.
“Pasukan Kerajaan…” kata Tiga Bayangan Setan dalam hati. “Siapa takutkan mereka. Tapi mengingat urusan penting dengan guru ada baiknya saya menghindar jangan hingga terlihat.” Lelaki itu cepat menyelinapkan kudanya ke tepi jalan , menghilang di balik semak belukar dan pep0h0nan , terlindung dalam udara yang mulai kelam. R0mb0ngan 0rang berkuda lewat dengan bunyi gemuruh dan kepulan debu. Di belakang r0mb0ngan ternyata ada se0rang berjubah kuning , bermuka pucat dengan r0ngga mata dan pipi sangat cekung. Tiga Bayangan Setan yang tadinya segera hendak melanjutkan perjalanan mendadak hentikan kudanya. Dia mend0ngak sambil berfikir-fikir.
“0rang bau tanah berjubah kuning itu…. Aku rasa-rasa mengenal dirinya.” Tiga Bayangan Setan berfikir keras. “Ah! Aku ingat. Dia pasti mafia yang bekerja jadi penjilat di Kerat0n. Namanya Tubagus Kasatama , berasal dari barat. Bergelar Dewa Berjubah Kuning Bert0ngkat Besi…. Gelar gila!” Tiga Bayangan Setan tertawa sendiri.
“Hemm…. ada apa malam-malam begini ia mau-mauan ikut r0mb0ngan pasukan Kerajaan. Tadi di sebelah depan saya lihat ada se0rang Perwira Tinggi. Pasti ada urusan penting. Elang Setan sudah usang mencari mafia bau tanah itu untuk ditantang dan dihabisi. Kalau ia tidak mampir di Kart0sur0 tadi pasti ia sudah cari kasus menantang bau tanah bangka itu. Tubagus Kasatama , nasibmu memang bagus mirip namamu. Seharusnya kau bakal meregang nyawa malam ini di tempat ini!”
Tiga Bayangan Setan keluar dari balik pep0h0nan siap meneruskan perjalanan. Namun sesudah memacu kudanya beberapa ketika mendadak muncul satu pikiran di kepalanya.
“R0mb0ngan itu menuju ke Kart0sur0. Elang Setan ada disana. Jangan-jangan….”
0rang berjubah hitam ini lantas saja putar kudanya , memacu hewan itu menuju Kart0sur0.
DUA
WARUNG k0pi itu sebetulnya tidak pantas disebut warung. Selain bangunannya besar pelayannya juga banyak. Saat itu pengunjung sedang ramai. Namun , begitu s0s0k Elang Setan muncul di ambang pintu pribadi semua tamu yang ada di situ menjadi bubar. Mereka tak perlu tahu siapa adanya 0rang ini. Cukup dengan melihat tampangnya yang hancur mirip bekas dicacah dihias dengan dua mata yang kel0paknya membeliak merah serta sepasang tangannya yang berbentuk cakar runcing mengerikan , tanpa pikir panjang semua tetamu serta merta berdiri kemudian dengan ketakutan meninggalkan warung k0pi lewat pintu belakang bahkan ada yang pribadi mel0mpati jendela. Mereka pantas takut setengah mati alasannya ialah malam itu justru ialah malam Jum’at Kliw0n di mana banyak yang masih percaya pada malam mirip itu segala hantu dan setan gentayangan seenaknya , terkadang memperlihatkan diri!
Elang Setan sesaat masih tegak di ambang pintu sambil bert0lak pinggang dan perhatikan 0rang-0rang yang kabur. Lalu ia melangkah masuk , menghempaskan tubuhnya di atas sebuah bangku kayu.
Para pelayan di warung k0pi itu tak ada satupun berani mendatangi Elang Setan. Mereka berkumpul ketakutan disatu sudut bersama pemilik warung. 0rang-0rang ini jadi mengkerut ketika dari tengg0r0kan Elang Setan keluar bunyi menggeru.
“Aku hanya bicara satu kali! Apa tidak ada insan melayani di tempat ini?!”
Habis berkata begitu Elang Setan hantamkan tangan kirinya ke atas meja kayu.
“Braaakkk!”
Empat kaki meja amblas ke lantai tapi tetap utuh! Papan meja sendiri hancur berkeping-keping. Dari sini sanggup dilihat bagaimana Elang Setan bisa mengerahkan tenaga dalam tapi mengatur demikian rupa hingga tidak semua penggalan meja berantakan. Melihat apa yang terjadi , sebelum tamu menakutkan itu menghancurkan benda-benda lain yang ada dalam warung , se0rang lelaki kerempeng bermuka b0peng cepat mendatangi.
“0rang jelek! Siapa kau?! Pelayan?!”
“Harap maafkan. Saya pemilik warung. Sa… saya siap melayani….”
Elang Setan menyeringai. “Nasibmu rupanya bagus. Muka buruk b0peng tapi rejeki besar. Bisa punya warung sebesar ini. Lekas kau siapkan meja baru! Hidangkan satu cangkir besar k0pi manis! Bawa tek0nya ke sini sekalian!”
Pemilik warung memberi k0de pada para pelayan. Dua 0rang pelayan segera membersihkan kepingan-kepingan papan meja yng hancur , mencabut empat kaki meja yang masih menancap di lantai kemudian meletakkan sebuah meja gres di hadapan Elang Setan. Pada ketika itulah dari arah pintu ada 0rang berkata.
“Sediakan dua cangkir tambahan! Kami sangat berkenan menemani tamu agung ini minum bersama!”
Kepala Elang Setan tersentak. Dia cepat berpaling ke arah pintu. Dua 0rang dilihatnya melangkah masuk , berjalan ke arah meja di mana ia duduk. Yang satu se0rang kakek bermuka pucat dan berpipi sangat cekung , mengenakan jubah kuning. 0rang kedua se0rang Perwira Tinggi pasukan Kerajaan. Ikut masuk ke dalam warung bersama mereka enam 0rang prajurit yang segera mengambil perilaku mengurung. Di luar warung masih ada beberapa prajurit lagi , berjaga-jaga erat pintu depan , jendela-jendela dan pintu belakang. Elang Setan segera mencium gelagat tidak enak. Namun ia memperlihatkan perilaku tenang. Sepasang matanya yang berkel0pak merah gembung meny0r0ti dua 0rang yang melangkah ke arah mejanya. Lalu yummy saja kedua 0rang ini duduk di hadapannya. Elang Setan segera kenali kakek berjubah kuning tapi tidak bisa mengetahui siapa adanya Perwira Tinggi di samping si kakek.
“0rang-0rang hebat dari K0taraja!” ujar Elang Setan setengah berseru. Mulutnya menyunggingkan seringai buruk. “Aku tidak mengundang kalian minum-minum ataupun bersenang-senang. Kalau mau minum silahkan saja , tapi bayar sendiri!”
Kakek berjubah kuning yaitu Tubagus Kasatama alias Dewa Berjubah Kuning Bert0ngkat Besi tertawa lebar.
“Jangan takut ,” katanya. “Kami cukup banyak membawa uang. Katakan saja kau mau minum apa mau makan apa. Kami membayar semuanya!”
“Ah , kalian 0rang-0rang kaya rupanya. Kalian muncul membawa keberuntungan bagiku. Katakan apa mau kalian?” bertanya Elang Setan.
Perwira Tinggi Kerajaan menjawab. “Kita minum saja dulu. Nanti masih banyak waktu untuk bicara…” ucapan ini menciptakan Elang Setan jadi naik darah alasannya ialah merasa diremehkan. Dia hendak mendamprat dengan kata-kata k0t0r. Namun ketika itu pemilik warung muncul membawa sebuah tek0 besar serta tiga buah cangkir. Tiga cangkir diletakkan masing-masing di hadapan tiga tamu. Lalu k0pi hangat dalam tek0 dituangkannya satu-persatu ke dalam tiga cangkir.
“Selera minumku tiba-tiba saja lenyap!” kata Elang Setan. “Silahkan kalian minum berdua!”
Perwira Tinggi yang duduk sempurna di hadapan Elang Setan tersenyum. “Kami tidak memaksa kalau kau tak mau minum. Cuma sayang , mungkin ini kali terakhir menikmati k0pi seenak ini. Mengapa disia-siakan?”
Sepasang mata gembung merah Elang Setan mendelik. Dari tengg0r0kannya keluar sura menggemb0r.
“Perwira tinggi! Apa maksudmu dengan ucapan tadi?!” membentak Elang Setan.
“Ketahuilah kami tiba membawa kiprah untuk menangkapmu hidup-hidup ataupun mati! Sayang temanmu yang bergelar Tiga Bayangan Setan itu tidak bersamamu. Kalau ia ada , rejeki kami tentu lebih besar!” yang bicara ialah si kakek bermuka cekung Tubagus Kasatama alias Dewa Berjubah Kuning. Elang Setan tertawa lebar. Cairan yang membasahi kel0pak matanya menetes dan bergulir di kedua pipinya menciptakan Perwira Tinggi dan kakek berjubah kuning merasa jijik.
“K0pi sudah terhidang! Mengapa tidak diteguk? Apa mau menunggu hingga cuek atau takut saya telah menyuruh 0rang memasukkan racun ?!”
“Mana yummy minum k0pi hangat kalau tidak ditemani lawan bicara ,” menjawab Perwira Tinggi.
Elang Setan kembali tertawa. “Kalau kalian memaksa saya rasa-rasa sungkan men0lak. Baiklah , saya minum duluan…”
Tubagus Kasatama dan si Perwira Tinggi melihat Elang Setan ulurkan tangan kanannya yang berbentuk cakar. Mereka menyangka 0rang ini akan memegang cangkir k0pi dan meneguk isinya. Ternyata Elang Setan cuma celupkan jari telunjuknya yang berkuku panjang ke dalam cangkir. K0pi hangat dalam cangkir kelihatan beriak kemudian terdengan bunyi mendesis.
Baik Tubagus Kasatama maupun si Perwira Tinggi sama-sama menyembunyikan kekagetan mereka ketika melihat bagaimana k0pi dalam cangkir laksana dised0t perlahanlahan habis hingga jadinya cangkir tanah itu k0s0ng!
“Enaknya k0pi di warung ini…” kata Elang Setan sambil menggeliat. “Biar kuisi lagi cangkirku.”
Tubagus Kasatama dan si Perwira Tinggi mengira Elang Setan akan menuangkan k0pi di tek0 ke dalam cangkir. Tapi yang dilakukan Elang Setan kalau tadi ia mencelupkan jari telunjuk kanannya maka kini ia memasukkan ujung tangan kirinya ke dalam cangkir. Terdengar bunyi mendesis disusul bunyi benda cair mengucur. Ketika Tubagus Kasatama dan sang Perwira melihat ke dalam cangkir ternyata bertahap cangkir itu terisi k0pi hangat yang mengepulkan asap berbau harum! Baik Tubagus Kasatama maupun Perwira Tinggi dari Kart0sur0 itu sama-sama memaklumi hanya 0rang mempunyai kepandaian tinggi sekali yang bisa melaksanakan mirip apa yang diperbuat Elang Setan. Maka keduanya serta merta mempertinggi kewaspadaan.
“Aku telah meneguk k0piku. Jika kalian tidak mau minum sebaiknya angkat kaki saja dari warung ini. Tunggu saya di luar sana jikalau kalian memang punya urusan…” Perwira Tinggi dan Tubagus Kasatama saling pandang.
“0rang sudah menawarkan. Rasanya tidak s0pan kalau tidak memenuhi…” kata Tubagus Kasatama pula. Sang Perwira tersenyum dan anggukkan kepala. Kedua 0rang ini lantas memandang lekat-lekat pada cangkir k0pi di hadapan mereka. Tidak menunggu lama. Tiba-tiba dua cangkir itu naik ke atas , perlahan-lahan melayang ke muka si kakek berjubah kuning dan Perwira di sebelahnya. Luar biasa! Jelas dua 0rang ini mempunyai kepandaian yang tidak kalah dengan Elang Setan. Ketika cangkir hanya tinggal seujung jari dari lisan mereka , kedua 0rang ini segera membuka lisan siap untuk meneguk k0pi dalam cangkir. Namun tanpa setahu mereka di bawah k0l0ng Elang Setan kepalkan jarijari kedua tangannya yang berbentuk cakar. Terjadilah hal yang tidak diduga 0leh dua 0rang dihadapannya. Gerakan cangkir yang mendekati lisan serta merta terhenti.
Tubagus Kasatama dan sang Perwira Tinggi segera maklum kalau 0rang pergunakan kekuatan untuk membendung tenaga dalam mereka yang dikerahkan untuk mengangkat cangkir. Keduanya lipat gandakan tenaga dalam masing-masing. Cangkir kelihatan mirip hendak bergerak lagi tapi kembali tertahan begitu di bawah meja Elang Setan kepalkan dua tangannya lebih kencang. Terjadi tabrak kekuatan tenaga dalam yang hebat. Walau digempur dua lawan ternyata Elang Setan sanggup bertahan bahkan menghantam.
Bahu Tubagus Kasatama dan Perwira Tinggi itu kelihatan bergetar , mula-mula perlahan kemudian berubah tambah keras. Meski sadar kalau mereka tidak sanggup bertahan namun untuk mengalah begitu saja tentu saja keduanya merasa malu. Lebih baik terluka di dalam daripada menyerah!
Di bawah meja tiba-tiba Elang Setan buka kepalan kedua tangannya. Bersamaan dengan itu tubuh Tubagus Kasatama dan si Perwira Tinggi terhempas ke belakang. Sebelum itu dua cangkir yang menggantung di udara pecah berantakan. Pecahan cangkir dan k0pi muncrat membasahi pakaian mereka. Sebagai 0rang persilatan cabang atas meskipun sudah kena dihantam lawan , sebelum jatuh jungkir balik dari atas bangku Tubagus Kasatama dan si Perwira Tinggi cepat melesat ke atas. Sambil selamatkan diri dua 0rang ini saling berikan isyarat. Karenanya begitu melayang turun mereka pribadi menyerang Elang Setan!
Kakek berjubah kuning menghantam dengan mengebutkan lengan jubah sebelah kanan. Sang Perwira melepaskan tendangan ke dada Elang Setan. Dua serangan ini datangnya laksanan kilat. Tapi yang diserang damai saja. Sesaat lagi angin pukulan dahsyat dan tendangan akan mengenai sasaran gres ia menciptakan gerakan. Dua cakar elang membabat ke depan. Cahaya hitam dan merah bertabur di udara.
“Awas! Cakar beracun!” teriak Tubagus Kasatama memberi ingat.
“Wutttt! Wutttt”
“Breettt!”
TIGA
PERWIRA Tinggi kerajaan itu merasa se0lah nyawanya terbang ketika cakar kiri Elang Setan mer0bek ujung celananya sebelah kanan. Keringat cuek memercik di keningnya. Untung hanya pakaiannya yang disambar r0bek. Kalau hingga daging atau kulit kakinya kena dicakar pasti cidera berat akan menimpa dirinya alasannya ialah ia tahu betul kuku-kuku hitam cakar setan itu mengandung racun teramat jahat!
Elang Setan tertawa mengekeh. Enak saja ia kemudian dudukkan diri di kursi. Mengambil tek0 di atas meja kemudian gluk-gluk-gluk! Dengan lahap ia meneguk k0pi hangat pribadi dari tek0 hingga mulutnya berlep0tan. Ketika Tubagus Kasatama dan si Perwira Tinggi tegak di seberang meja dengan paras berubah , Elang Setan menyeringai. Dia seka mulutnya dengan cakar tangan kiri. Dia putar kepalanya pada Perwira Tinggi di sebelah kiri. Di antara dua lawan yang dihadapinya ia bisa menerka bahwa yang satu ini mempunyai ilmu lebih rendah dari pada kakek berjubah kuning. Maka diapun menggertak menciptakan patah semangat lawan. “Apa kau pernah melihat merahnya jantungmu sendiri?”
Sang Perwira mendengus. “Mulutmu terlalu besar! Aku mau lihat apa kau masih bisa bicara kalau nanti tubuhmu kusuruh kuliti kemudian digarang dengan panas?”
Elang Setan tertawa mengekeh. Suara tawanya lenyap kemudian tiba-tiba sekali dua tangannya melesat ke depan.
“Awas serangan!” teriak Tubagus Kasatama. Dia tahu betul , sekali Elang Setan melancarkan serangan cakar setannya jarang lawan bisa selamat. Sambil berteriak kakek ini gerakkan tangan kanannya ke punggung jubah.
Saat itu tangan kiri Elang Setan menyambar melewati meja ke arah leher Perwira Tinggi sementara tangan kanannya melesat lurus ke arah dada sempurna di penggalan jantung! Jelas ia memang hendak berusaha menjeb0l dada dan membet0t jantung lawannya! Satu deru keras terdengar disertai membesetnya sinar hitam legam. Elang Setan tersirap kaget ketika dirasakannya ada benda keras menindih dua lengannya. Dia cepat menarik serangan tapi benda keras itu lebih cepat datangnya dan “braaakk!”
Dua lengan Elang Setan terhempas ke atas meja , ditindih keras 0leh sebatang t0ngkat besi yang salah satu ujungnya berbentuk runcing dn satunya lagi berupa lingkaran pipih dengan pinggir setajam pisau! Inilah t0ngkat besi berjulukan “Wesi Ketat0n” yang merupakan senjata mustika andalan kakek berjuluk Dewa Berjubah Kuning Bert0ngkat Besi.
“Kurang ajar!” maki Elang Setan. Dia kerahkan tenaga dan tarik kedua tangannya. Tapi tidak mirip diduganya , ia ternyata tidak bisa melepaskan tindihan t0ngkat besi pada kedua lengannya. Malah tekanan t0ngkat semakin keras. Selagi ia berkutat membebaskan dua lengannya dari samping Perwira Tinggi Kerajaan menyergap dengan dua pukulan keras , satu ke dada , satu ke kepala Elang Setan.
Elang Setan meraung keras. Kalau saja dua lengannya tidak terjepit Wesi Ketat0n pasti dua hantaman dahsyat tadi akan menciptakan tubuhnya mental. Pipi kirinya tampak menggembung merah kena hajaran. Darah Elang Setan mendidih. Dengan lutut kanannya ia hantam papan meja hingga hancur berantakan. Hancurnya papan meja menciptakan lepas jepitan t0ngkat besi kakek berjubah kuning pada dua lengan. Sadar kalau dua tangan lawan yang sangat berbahaya itu kini lepas bebas Tubagus Kasatama segera lancarkan serangan. T0ngkatnya lenyap berkembang menjadi gulungan dan sambaran sinar hitam.
Perwira Tinggi Kerajaan tak tinggal diam. Dia segera pula lancarkan serangan berupa pukulan-pukulan tangan k0s0ng mengandung aji dan tenaga dalam tinggi. Elang Setan terkurung rapat. Sulit baginya untuk mel0l0skan diri. Dari ganasnya serangan dua 0rang itu terang mereka tidak perduli apakah Elang Setan bisa diringkus hidup-hidup atau dalam keadaan jadi mayat!
Meski karam dalam serangan-serangan mematikan Elang Setan bersikap damai bahkan untuk beberapa jurus di masih melayani gempuran dua lawan dengan masih duduk di bangku kayu!
“Manusia setan ini benar-benar luar biasa!” membatin Tubagus Kasatama. Dia membentak keras kemudian t0ngkat besinya diputar demikian rupa hingga warung itu se0lah dilanda badai.
“Dewa Berjubah Kuning! Apa ini ilmu andalanmu yang terakhir?” seru Elang Setan mengejek.
“Bukan terakhir bagiku tapi terakhir bagi jalan nafasmu!” balas berteriak Dewa Berjubah Kuning. Ujung bundar t0ngkat Wesi Ketat0n membabat ke arah leher Elang Setan didahului sambaran hawa cuek mengidikkan , “Putus lehermu!” teriak si kakek.
“Hancur t0ngkatmu!” balas Elang Setan. Tangan kanannya mencelat ke atas. Bukan saja untuk melindungi lehernya tapi sekaligus menangkap penggalan t0ngkat di bawah lingkaran pipih. Begitu tertangkap pergelangan tangannya segera diputar. Sekali putar t0ngkat besi itu pasti akan patah! Tapi Elang Setan kecele. T0ngkat lawan ternyata benarbenar senjata sakti mandraguna! Elang Setan tidak hilang akal. Sadar senjata lawan tak bisa dipatahkan atau dihancurkannya maka ia tarik kuat-kuat t0ngkat itu. Karena Tubagus Kasatama tak ingin senjatanya dirampas 0rang dan berusaha mempertahankan , tak ampun tubuhnya ikut tertarik ke depan. Pada ketika itulah kaki kanan Elang Setan melesat ke depan.
“Bukkk!”
Tubagus Kasatama merasa perutnya mirip pecah. Jeritan keras keluar dari mulutnya. T0ngkat terlepas dari tangan dan tubuhnya terpental dua t0mbak. Baru saja kedua kakinya menginjak lantai warung dan masih dalam keadaan terhuyung-huyung lawan tiba menyergap. Elang Setan menciptakan gerakan aneh. Kedua tangannya dikembangkan ke samping laksana sayap elang raksasa. Bersamaan dengan itu tubuhnya berputar sebat.
“Craasss!”
Tangan kanan Tubagus Kastma yang terkembang alasannya ialah berusaha mengimbangi diri putus laksana dibabat senjata tajam. 0rang bau tanah ini terpekik. Belum habis pekiknya tangan kiri Elang Setan ganti menghantam.
“Craasss!”
Kali ini cakar maut Elang Setan mer0bek pangkal leher dan dada si 0rang tua. Darah membasahi jubah kuningnya. Meski tangan kanan putus dan leher serta dada luka parah insan berjuluk Dewa Berjubah Kuning ini masih tetap berdiri bahkan berusaha mel0mpati lawan sambil hantamkan tangan kirinya. Selarik sinar kuning menggebubu menghantam Elang Setan , menciptakan kedua kakinya terangkat ke atas. Elang Setan membentak keras. Dia cepat mel0mpat hingga dua t0mbak. Begitu menukik tangan kirinya menyambar.
“Craassss!”
Dada kiri Dewa Berjubah Kuning jeb0l. Jeritan si 0rang bau tanah setinggi langit mengerikan. Meski sadar kalau ia tidak akan l0l0s dari kematin alasannya ialah jantungnya sudah kena cengkeram lawan namun dengan tangan kirinya ia masih berusaha balas menghantam dan berhasil!
Dua s0s0k tubuh terbanting dan terkapar di lantai warung. Yang pertama s0s0k Dewa Berjubah Kuning yang tak berkutik lagi , menemui ajal secara mengerikan alasannya ialah jantungnya tak ada lagi dalam r0ngga dada kirinya! Tak jauh dari jenazah si kakek menggeletak Elang Setan. Tangan kanannya memegangi perutnya yang terkena j0t0san lawan sedang tangan kirinya pegangi benda merah berdenyut-denyut. Itulah jantung Dewa Berjubah Kuning!
Pemilik wrung k0pi dan semua pelayan sama menggigil saking ngeri dan ketakutan setengah mati melihat bencana itu. Lain halnya dengan Perwira Tinggi Kerajaan. Begitu melihat si 0rang bau tanah menemui ajal ia cepat mengambil t0ngkat Wesi Ketat0n. Dengan senjata ini ia menyerbu Elang Setan yang ketika itu tengah berusaha bangun membelakanginya. Bagian runcing t0ngkat ditusukkannya ke bal0k kepala Elang Setan.
Bagaimanapun tingginya ilmu Elang Setan namun ia masih belum sehebat kawannya Tiga Bayangan Setan yang tak mempan pukulan sakti dan kebal senjata tajam. Tusukan t0ngkat Wesi Ketat0n pada bat0k kepalanya akan membunuhnya seketika. Karena ketika itu serangan tiba dari belakang sekalipun. Elang Setan cepat mengetahui dan sempat mengelak namun keadaannya sudah sangat terlambat.
Hanya sekejapan mata lagi t0ngkat Wesi Ketat0n akan amblas menusuk bat0k kepala Elang Setan tiba-tiba dari pintu warung melesat s0s0k berjubah hitam. Mendahului s0s0k ini terlihat ada tiga bayangan hitam. Bayangan-bayangan ini berupa insan bertelanjang dada penuh bulu berkepala berbentuk raksasa berambut panjang riap-riapan serta taring mencuat , mempunyai sepasang mata besar merah. Tiga bayangan ini se0lah keluar dari kepala 0rang berjubah hitam itu. Bayangan yang di tengah melesat paling cepat ke arah Perwira Tinggi yang tengah menghunjamkan t0mbak maut ke kepala Elang Setan. Makhluk berkepala raksasa ini angkat tangan kanannya tinggi-tinggi kemudian menghantam.
“Praaak!”
Perwira Tinggi Kerajaan itu tak pernah tahu siapa atau apa yang membunuhnya. Tubuhnya terhempas ke lantai warung dengan kepala pecah.
“Syukur kau tiba men0l0ngku. Kalau tidak…” kata Elang Setan pada si jubah hitam yang bukan lain ialah s0batnya si Tiga Bayangan Setan. Sesaat ia tegak sambil pegangi perutnya yang masih terasa sakit.
“Kau masih mau minum k0pi?!” ejek Tiga Bayangan Setan.
Elang Setan hanya bisa menyeringai.
“Hampir saja kau minum k0pi di akhirat!” ujar Tiga Bayangan Setan tandas. Dia memutar tubuh. Sebelum melangkah ke pintu di berkata pada Elang Setan. “Ambil t0ngkat besi hitam itu. Itu bukan senjata sembarangan. Pasti ada gunanya bagi kita!”
EMPAT
HUJAN turun lebat bukan alang kepalang se0lah langit di atas sana terbelah. Satu bayangan putih berkelebat dalam kegelapan malam. Dia tengah berusaha mencari tempat berteduh. Dari mulutnya , terdengar bunyi bergemeletakkan tanggapan gigil kedinginan. Tapi dari lisan itu juga berulang kali keluar makian kesal. “Hujan sialan!”
Dalam keadaan kuyup tubuh dan pakaian 0rang ini tiba-tiba melihat ada satu nyala api di kejauhan. Menyangka itu ialah nyala lampu minyak rumah penduduk tanpa pikir panjang ia segera berlari ke arah sana. Ternyata nyala api itu bukan lampu minyak tanah melainkan nyala api sebuah 0b0r yang berg0yang-g0yang diterpa angin keras. 0b0r ini terikat pada tiang bambu sebuah gubuk tanpa dinding yang atapnya b0c0r disana sini. Di tengah gubuk berlantai tanah dan becek itu melintang batangan p0h0n. 0rang yang mencari tempat berteduh ini terperangah ketika dilihatnya di atas batang kayu itu duduk terkantuk-kantuk se0rang tua. Sepasang matanya sebentar terbuka sebentar terpejam. Rambutnya yang berserakan sebagian telah berair 0leh air hujan yang menetes jauh dari atap b0c0r , begitu juga jubah hitamnya. Meski keb0c0ran mirip itu tapi 0rang ini tidak berusaha untuk bergeser atau berpindah duduk.
“0rang bau tanah absurd , tak bisa kutebak apa ia lelaki atau wanita ,” kata 0rang yang gres datang. Dia sendiri terpaksa berpindah tempat beberapa kali sem0ga terhindar dari keb0c0ran air hujan. “Berjubah hitam , tangan dan kaki tidak kelihatan. Bagaimana saya harus menegurnya. Biar saya mendehem saja….” Berfikir begitu 0rang ini kemudian mendehem beberapa kali. Yang didehemi tidak memberi reaksi apa-apa. Kedua matanya masih terus membuka dan memejam sedang pundak dan kepalanya terayun-ayun.
“Aku yakin ia belum tidur. Tapi mengapa tidak mendengar saya mendehem. Mungkin tuli , bisa juga gagu….” 0rang ini kemudian berputar beberapa kali mengelilingi 0rang bau tanah yang duduk di atas batang p0h0n. “Waktu matanya terbuka , ia pasti melihat aku. Nyala api 0b0r cukup terang. Tapi ia masih membisu saja. Apa selain tuli dan gagu ia juga buta?! Aku tidak percaya! Kalau kutegur paksa mungkin ia marah. Manusia macam begini kelakuannya bisa aneh-aneh.” 0rang ini memutar 0taknya kemudian senyum-senyum sendiri. Dari mulutnya kini terdengar bunyi siulan halus. Lalu mulutnya berucap.
“Uh… dingin-dingin begini perut rasanya lapar sekali. Untung masih ada persediaan ubi rebus. Masih hangat lagi…. Hemm…. Enaknya kumakan saja kini juga….” Sambil berkata begitu 0rang ini mengeruk ke balik pakaiannya mengambil sesuatu. “Nah ini di…. Ubi rebus. Hangat asyik…. Pengganjal perut yang lapar. Biar kukupas dulu kulitnya. Hemm… pasti enak…. Aduh besarnya ubi ini. Rasa-rasanya tak habis kalau saya makan sendiri…!” Sambil berkata begitu ia melirik ke samping kemudian menyengir ketika melihat 0rang bau tanah di atas batang kayu memutar kepalanya sedikit sedang kedua matanya dibuka. Bibirnya berk0mat-kamit berulang kali.
“Nah , nah… Kaprik0rnus sampean rupanya tidak tuli dan tidak buta. Buktinya sampean palingkan kepala mencari ubiku! Ha… ha…. Ha! Apakah sampean juga gagu-bisu? Kurasa tidak ‘kan?!”
Dua mata 0rang bau tanah itu tampak membesar berkilat-kilat. Tampangnya yang penuh kerut merengut tanda ia sadar kalau sudah kena ditipu 0rang. Ternyata ia memang tidak gagu alasannya ialah ketika itu juga bunyi bentakannya menggeledek.
“Gubuk ini milik nenek m0yangku! Diwariskan pada bapak m0yangku! Bapak m0yangku mewariskan pada diriku! 0rang muda , jangan berani macam-macam! Lekas angkat kaki dari sini!”
Sesaat 0rang di hadapan si 0rang bau tanah terperangah kaget. Bukan saja alasannya ialah ucapan 0rang bau tanah itu tapi juga alasannya ialah tidak bisa memastikan dari bunyi 0rang apakah ia lakilaki atau perempuan. “Jelas ia punya kepandaian merubah suara!” berkata ia dalam hati. Lalu dalam hati juga ia meng0mel. “Perduli setan ini gubuk warisan siapa!” Lalu pada 0rang bau tanah itu ia berkata. “Ah , benar rupanya. Ternyata kau tidak gagu. Kau murka tidak kubagi ubi rebus?! Lihat sendiri! Mana ada ubi rebus! Aku hanya mendustaimu! 0rang itu membuka ke dua tangannya lebar-lebar sambil terus tertawa.
“Kurang bimbing betul dirimu! Pertama kau masuk ke gubukku tanpa permisi. Kedua kau menipuku se0lah punya ubi rebus hingga menganggu kantukku! Lekas bilang siapa dirimu yang berani mencari mati?!”
“Walah , masakan numpang berteduh dan tertipu ubi saja balasannya hingga mati segala?!”
“Aku bertanya siapa dirimu anak setan kurang ajar?!”
Yang ditanya kembali garuk-garuk kepala tapi menjawab juga. “Aku Wir0…”
“Hemm… ternyata namamu jelek. Kelakuanmu lebih buruk lagi , sejelek tampangmu!” 0rang bau tanah di atas batang kayu mendengus. “Aku muak melihatmu! Menyingkir dari hadapanku!” Habis berkata begitu 0rang bau tanah ini kemudian kibaskan lengan jubah sebelah kiri.
“Wutttt!”
“Hai! Kenapa kau menghantamku?!” teriak c0w0k di hadapan si 0rang bau tanah yang bukan lain ialah Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 Wir0 Sableng.
“Makan ubimu!” teriak 0rang bau tanah itu sambil putar pergelangan tangan kirinya.
“Astaga!”
Waktu tadi lengan jubah mengebut satu gel0mbang angin mengeluarkan hawa cuek menderu , membabat ke arah perut Pendekar 212. Dia cepat menyingkir. Namun putaran tangan kiri yang dilakukan 0rang bau tanah menciptakan gel0mbang angin berputar aneh. Wir0 merasa se0lah ada tangan besar dan besar lengan berkuasa yang tak kelihatan menelikung pinggangnya. Dia menghantam ke bawah dengan tangan kanan. Namun yang dipukulnya hanya udara k0s0ng. Di ketika yang bersamaan tahu-tahu tubuhnya terangkat ke atas kemudian “brak!” Tubuh Wir0 terbanting jatuh punggung ke tanah becek. Selgi Wir0 terhenyak kesakitan 0rang bau tanah di atas batang kayu tertawa gelak-gelak.
“Sudah kau makan ubi rebusmu? Enak ya? Ha… ha… ha…!”
Perlahan-lahan Wir0 bangun berdiri. Pakaiannya berair dan k0t0r penuh tanah. Dia tak bisa menerka apakah 0rang bau tanah tak dikenal itu punya maksud jahat atau tidak. “0rang absurd mirip yang satu ini tak perlu diladeni. Lebih baik saya menyingkir saja dari sini. Lagi pula hujan mulai reda…” Wir0 kemudian keluar dari gubuk b0c0r itu. Namun gres melangkah dua kali si 0rang bau tanah tiba-tiba berseru.
“Hai! Kau sudah menggunakan gubukku untuk berteduh! Mana bayarannya!”
“Tua bangka brengsek!” maki murid Sint0 Gendeng. Dia balikkan tubuh kemudian menyahuti. “Gubukmu b0c0r besar. Tak ada gunanya berteduh! Cukup saya membayar dengan ucapan terima kasih saja!” Lalu tanpa perduli lagi Wir0 lanjutkan langkahnya. Pada ketika itulah mendadak di belakangnya terdengan bunyi menderu. Ada sesuatu melesat di udara , melayang ke arahnya! Cepat Wir0 berpaling dan jadi sangat terkejut ketika menyaksikan batangan kayu besar yang tadi diduduki si 0rang bau tanah melayang di udara setinggi kepala , siap menghantamnya.
Pendekar 212 rundukkan kepala sambil kerahkan pukulan sakti “kunyuk melempar buah” kemudian menghantam.
“Braakkk!”
Batang kayu mental dan hancur berkeping-keping. Terdengar bunyi tawa mengekeh. 0rang bau tanah berjubah hitam itu tegak beberapa langkah di hadapan Wir0 , masih dibawah atap gubuk. Sambil bert0lak pinggang ia berkata. “Berteduh tidak minta permisi. Pergi tidak mau membayar! Batangan kayu bangku dan tempat ketiduranku malah kau hancurkan! Kelakuanmu sudah keterlaluan!”
“0rang bau tanah , jikalau saya salah harap maafkan!”
Mendengar ucapan Wir0 0rang bau tanah itu kembali tertawa.
“Gampang betul mulutmu minta maaf! Pernahkah mulutmu itu makan manisan api?!”
“Manisan api…? Eh , apa maksudmu?! Tanya Wir0. Selagi ia keheranan 0rang di hadapannya menyambar 0b0r yang terikat di tiang gubuk. Lalu “wusss… wusss… wusss!”
Dengan 0b0r itu ia menyerang Wir0. Gerakannya cepat sekali. Serangan pertama yang hampir memperabukan mukanya berhasil dielakkan 0leh Wir0 , begitu juga serangan kedua ke arah perut. Tapi serangan berikutnya tak bisa dikelit. Dada baju putihnya terkena sambaran 0b0r , pribadi terbakar. Cepat Wir0 tepuk-tepukkan tangan matikan 0b0r , menciptakan murid Sint0 Gendeng tak bisa berdiam diri lagi. Sambil mengelak ia balas menyerang. Dia berusaha menciptakan gerakan melebihi kecepatan lawan. Mula-mula Wir0 memang bisa mendesak namun beberpa jurus kemudian lawan bukan saja mementahkan jurus-jurus silatnya malah serangan 0b0rnya sempat memperabukan tubuh dan sesekali menyambar pipi kanannya hingga c0w0k ini mengerenyit menahan sakit!
Tidak terasa dua puluh jurus berlalu cepat. Wir0 semakin terdesak. Satu kali ketika 0b0r menusuk ke arah perutnya murid Sint0 Gendeng mel0mpat ke kiri. Dia sengaja memukul dan menymbar tiang bambu penyanggah atap gubuk terdekat. Gubuk re0t itu miring hampir r0b0h. Wir0 melesat ke luar gubuk dan menunggu sambil melintangkan bambu di depan dada siap menghadapi lawan. Karena bambu yang dipegangnya lebih panjang dari 0b0r di tangan lawan , Wir0 menyangka ia kini akan lebih gampang menghadapi serangan. Tapi satu hal yang mengejutkan terjadi begitu ia c0ba menusuk dengan bambu itu.
Lawan menyambuti serangannya. Menangkis dengan 0b0r. Bagian atas 0b0r sesaat menempel di ujung bambu. Bambu itu serta merta terbakar. 0rang bau tanah mundur selangkah. Sambil menyeringai ia meniup ke depan.
“Wusss!”
Api yang memperabukan ujung bambu , mirip b0la tiba-tiba menggelinding sepanjang bambu dan menyambar ke arah tangan dan muka Pendekar 212!
“Gila!” teriak murid Sint0 Gendeng sambil mel0mpat mundur dan cepat lepaskan bambu yang dipegangnya tapi masih terlambat. Gelundungan b0la api menyambar ke arah mukanya. Wir0 menunduk.
“Wusss!”
Kain putih pengikat kepalanya dan sebagian rambutnya di atas indera pendengaran kiri masih sempat terbakar. Daun telinganya terasa panas sakit bukan main.
“0rang tidak main-main. Dia punya maksud untuk mencelakaiku. Bukan tidak mungkin kehadirannya di tempat ini memang sengaja menghadangku!”
Berfikir hingga di situ Wir0 segera mendahului menyerang. Si 0rang bau tanah sambut dengan putaran 0b0r.
“Lihat serangan!” teriak murid Sint0 Gendeng
Lawan tertawa tergelak. “Serangan apa?! Aku tidak melihat serangan apa-apa. Yang kulihat kau menari tak karuan mirip m0nyet terbakar buntut!”
Menerima ejekan itu Pendekar 212 jadi ingin tau sekali. Dia segera keluarkan jurus-jurus ilmu silat terhebatnya. Serangan dibuka dengan jurus “0rang gila mengebut lalat” yang menciptakan 0b0r di tangan lawan berg0yang keras tapi tak bisa dibentuk mental bahkan padampun tidak. Melihat ini murid Sint0 Gendeng susul dengan jurus serta pukulan sakti berjulukan “angin puyuh”. Sebelumnya jarang Wir0 mengeluarkan ilmu pukulan ini. Di malam yang gelap angin pukulannya mengeluarkan bunyi menderu keras. Gubuk rey0t berderak-derak. Dihadapannya si 0rang bau tanah kelihatan tertegun. Jubah hitamnya berkibar-kibar dan kedua kakinya terangkat ke atas.
“Huh! Ilmumu cukup bagus untuk menakut-nakuti anak kecil!” ejek si 0rang tua.
Dia angkat tangan kirinya dengan telunjuk mengacung lurus ke atas. Seperti tersed0t angin pukulan sakti Pendekar 212 bertahap amblas masuk ke dalam jari! Meski terkejut bukan kepalang namun sadar kalau ia dihentikan memberi kesempatan. Didahului dengan jurus “ular naga menggelung bukit” Wir0 kembali lancarkan serangan. Kaki kanannya melesat. Ini merupakan serangan tipuan alasannya ialah begitu 0rang bergerak menghindar tubuh Wir0 melesat ke depan dengan dua tangan terpentang , menyambar laksana kilat ke leher lawan! Ini satu serangan sangat berbahaya. Tapi si 0rang bau tanah sambut serangan itu dengan tawa bergelak kemudian secepat kilat ia menciptakan gerakan aneh. Tubuhnya melenting ke belakang tapi kedua kakinya tidak bergeser dari kedudukan semula. Begitu dua tangan Wir0 menyambar ia tusukkan 0b0r ke arah perut Wir0 sedang tangan kiri menj0t0s ke dada!
“Ah! Wir0 keluarkan seruan tertahan. Dia tak habis pikir. Serangannya tadi dengan gerakan cepat luar biasa , tapi lawan mementahkannya begitu mudah. Sambil kertakkan rahang murid Sint0 Gendeng bergerak ke samping kemudian tiba-tiba sekali ia membalik lancarkan jurus serangan berjulukan “di balik gunung memukul halilintar”. Dua lengannya berputar laksana baling-baling. Menghantam ke arah lawan. Salah satu dari lengan itu tidak sanggup tidak pasti akan mendarat di tubuh lawan. Tapi apa lacur. Tiba-tiba sekali 0rang bau tanah berjubah hitam melesat ke udara sambil men0t0kkan 0b0rnya ke bat0k kepala Wir0! Wir0 sadar ancaman maut yang mengancamnya. Dengan gerakan kilat ia menghindar dengan keluarkan jurus “kepala naga menyusup awan”. Begitu 0b0r lewat hanya seujung kuku di samping kepalanya Wir0 jatuhkan diri ke tanah , berguling dua kali. Pada gulingan ketiga ia berbalik dan hantamkan tangan kanannya. Sinar terang benderang berkelebat menyilaukan disertai menebarnya hawa panas. Murid Sint0 Gendeng ternyata telah lepaskan pukulan sakti “sinar matahari”.
Di seberang sana di depan gubuk 0rang bau tanah berjubah hitam keluarkan seruan keras. Tubuhnya berkelebat lenyap sebelum pukulan maut itu menghantam dirinya. Pukulan sinar matahari melabrak gubuk terus menghantam semak belukar dan pep0h0nan di sekitarnya. Serta merta gubuk dan semak belukar karam dalam k0baran api sedang p0h0n-p0h0n hangus. Dari sini bisa dilihat bagaimana kehebatan pukulan sakti yang dilepaskan murid Sint0 Gendeng. Semua benda yang dilanda pukulan itu terbakar padahal dalam keadaan berair tanggapan kehujanan! Namun apa gunanya semua kehebatan itu kalau ia tidak bisa menghajar lawan! Wir0 kertakkan rahang.
“Sialan! Kemana lenyapnya insan itu?” ujar Wir0 dalam hati.
Di belakangnya mendadak ada bunyi tawa mengekeh. Wir0 berbalik cepat. 0rang bau tanah berjubah hitam itu ternyata kini tegak hanya dua langkah saja di hadapannya! Di tangan kanannya masih tergenggam bambu 0b0r yang setengahnya berada dalam keadaan hancur.
“Pukulanku hanya bisa menghancurkan ujung 0b0r….” membatin Wir0.
“Anak muda , apa kau masih punya ilmu kepandaian lain yang hendak kau perlihatkan padaku?!”
Ejekan itu menciptakan panas indera pendengaran Pendekar 212. Tanpa menunggu lebih lama. Didahului dengan bentakan keras murid Sint0 Gendeng menggebrak ke depan , lancarkan serangan berupa j0t0san kiri kanan mengandung tenaga dalam penuh!
“Traakk!”
P0t0ngan bambu 0b0r di tangan 0rang bau tanah berjubah hitam hancur berantakan sewaktu dipergunakan untuk menangkis. Tinju kanan Wir0 terus melesat menghantam dadanya dengan telak. Selagi tubuh lawan terhuyung-huyung Wir0 susul meny0d0kkan tinju kirinya ke lambung. Tubuh 0rang bau tanah itu terlipat ke depan. Secepat kilat Wir0 kembali menggebuk dengan tangan kanan. Kali ini yang di arahnya ialah muka lawan. Hantamannya mendarat sempurna di kening 0rang bau tanah itu hingga tubuhnya terjengkang di tanah.!
“Gila! Tiga pukulanku menghantamnya telak! Dia tidak cidera sedikitpun! Malah menyeringai!”
Selagi Wir0 terheran-heran , dengan satu gerakan absurd tubuh yang terjengkang di tanah itu tiba-tiba melenting ke udara. Tahu-tahu sepasang kakinya telah menjapit leher Wir0. Bau pesing! Itu yang tercium 0leh Wir0. Dia berusaha menj0t0s tubuh lawan sambil menc0ba melepaskan lehernya dari japitan sepasang kaki. Namun terlambat. Tubuh si 0rang bau tanah berputar ke kanan. Akibatnya Wir0 ikut terpuntir keras dan terbanting ke tanah. “Uh…! Benar-benar edan. C0p0t kepalaku!” keluh Pendekar 212. Untuk beberapa ketika ia hanya bisa terkapar membisu di tanah. Kepalanya mendenyut sakit. Lehernya mirip putus dan pemandangannya berkunang-kunang. Pada ketika itulah lawan mendatangi , mencekal leher bajunya. Tangan kiri menarik tubuhnya ke atas , tangan kanan memukul!
“Bukkk!”
Pendekar 212 merasa kepalanya mirip meledak. Setelah itu segala sesuatunya menghitam gelap. Dia r0b0h meliuk di tanah becek. Di hadapannya 0rang bau tanah berjubah hitam menyeringai , kemudian meludah ke tanah. Ludah itu bercampur darah. Ternyata pukulan-pukulan yang dilepaskan Wir0 tadi ada yang menciptakan cidera tubuhnya di penggalan dalam. 0rang bau tanah ini agaknya menyadari hal itu alasannya ialah sambil melangkah pergi ia berulang kali mengusap dadanya sambil salurkan tenaga dalam. Ketika Wir0 sadar dari pingsannya hari telah terang. Matahari pagi yang mener0b0s lewat daun-daun pep0h0nan menyilaukan matanya. Jangankan bergerak , membuka kedua matanya saja terasa sakit. Lehernya se0lah patah. Menelan ludah saja rasanya sakit bukan main. Dadanya juga mendenyut sakit , mungkin ada tulang iganya yang cidera. Lalu daun indera pendengaran kirinya masih terasa panas tanggapan sambaran api 0b0r. Untuk beberapa usang Wir0 hanya bisa terkapar tak bergerak di tanah yang becek itu. Selang beberapa ketika sesudah menc0ba berulang kali jadinya ia bisa bangun dan duduk menjelep0k di tanah walau masih terhuyung-huyung. Sehelai kertas yang tadinya terletak di dadanya jatuh ke pangkuan.
Perlahan-lahan sepasang mata c0w0k itu terbuka.
“Walah , sudah siang rupanya. Uh… badanku serasa remuk!”
Pertama sekali Wir0 melihat semak belukar lebat dan p0h0n-p0h0n tumbuh rapat di hadapannya. Dia men0leh ke kiri. Tampak bekas-bekas gubuk yang kini telah punah dimakan api berasal dari pukulan sinar matahari yang dilepaskannya malam tadi.
“0rang bau tanah geblek berkepandaian tinggi itu , apa ia masih ada di tempat ini…?”
Wir0 bertanya-tanya sambil memandang berkeliling. “Aneh , kehadirannya malam tadi di tempat ini mirip sengaja menungguku. Dia menghajarku setengah mati tapi tidak membunuh! Sialnya saya tidak mengenal siapa dirinya. Bahkan apa ia lelaki atau wanita saja saya tak bisa mengetahui! Apa yang harus kulakukan sekarang? Lebih baik saya segera tinggalkan tempat celaka ini. Mencari mata air membersihkan diri. Tengg0r0kanku serasa ditempeli besi panas. Haus sekali rasanya….”
Wir0 berusaha bangkit. Pada ketika itulah ia melihat lembaran kertas yang terletak di pangkuannya.
“Eh , apa pula ini? Hatinya bertanya-tanya. Dengan tangan kiri diambilnya kertas itu. Ternyata di kertas yang lembab dan k0t0r itu ada serentetan tulisan. Walau g0resan pena itu buruk sekali Wir0 masih bisa membacanya. Permainan belum selesai. Jika merasa ingin tau silahkan tiba ke puncak Merbabu.
“Pasti bau tanah bangka sialan itu yang menciptakan surat ini! Apa mau ia sebenarnya?! Lebih baik tidak kuladeni 0rang gila itu….” Wir0 beng0ng sesaat. Berfikir-fikir. Lalu di mulutnya tersungging seraut senyum. “Hemmm…. Mungkin ada baiknya saya melayani tantangannya. Mungkin ia sendiri yang masih penasaran. Tapi kalau betul mengapa ia tidak menghabisi diriku sekaligus malam tadi…?” Wir0 garuk-garuk kepala. “Ada satu keanehan. Ada sesuatu terselubung dibalik semua bencana ini…! Bisa baik tapi mungkin sekali bisa mencelakai diriku!”
LIMA
BUKIT kecil di sebelah timur Kart0sur0 itu masih terbungkus kegelapan dini hari. Tiga Bayangan Setan dan Elang Setan hentikan kuda masing-masing.
“Sudah tiga kali kita mengitari bukit ini! Jar0t Ampel tidak kelihatan mata hidungnya!” berkata Tiga Bayangan Setan.
Elang Setan penc0ngkan mulut. Sambil letakkan t0ngkat besi milik Tubagus Kasatma yang diambilnya ia balas berkata. “Memang aneh. Dia menyuruh kita datang. Tempat kediamannya k0s0ng. Dicari-cari tidak bertemu. Kurasa….” Elang Setan putuskan ucapannya. Di sebelah tiba-tiba tampak sebuah benda terang melesat ke udara. “Tiga Bayangan! Lihat!” Elang Setan menunjuk ke langit di sebelah barat.
“Ada yang melempar benda terbakar ke udara! Jangan-jangan itu tanda k0de dari guru! Memberitahu di mana ia berada!”
“Kalau begitu lekas kita menuju ke sana!” kata Elang Setan pula seraya menggebrak kudanya. Tiga Bayangan Setan cepat mengikuti.
“Ada nyala api di lereng bukit sebelah sana!” berseru Tiga Bayangan Setan. Elang Setan berpaling ke arah yang ditunjuk. Memang betul ada nyala api disalah satu lereng bukit. Nyala api itu kelihatan bergerak-gerak beberapa kali kemudian padam.
“Kita menuju ke sana!” ujar Elang Setan.
Dua 0rang itu segera memacu kuda menaiki lereng bukit di mana tadi mereka melihat ada nyala api. Naik ke atas sejauh mungkin seratus t0mbak disatu tempat dua 0rang itu temukan tiga batangan kayu menancap di tanah. Pada ujung tiga kayu itu masih terlihat nyala api yang telah meredup dan jadinya padam.
“Ada sesuatu di sebelah sana…” bisik Elang Setan kemudian turun dari kuda diikuti 0leh Tiga Bayangan Setan. Keduanya melangkah mendekati sebuah benda yang muncul di permukaan tanah miring lereng bukit.
“Sumur batu….” desis Elang Setan begitu hingga di hadapan benda dalam kegelapan. Yang ada di tempat itu memang sebuah sumur batu. Meskipun lisan sumur sangat lebar namun ke dua 0rang itu tak sanggup melihat apa yang ada dalam sumur alasannya ialah sangat gelap. Mereka juga tidak bisa menerka berapa kedalaman sumur itu.
“Aku mendengar mirip ada desisan halus dari dalam sumur…” kata Elang Setan.
“Jangan-jangan sumur ini sarang ular atau dihuni sejenis hewan buas!”
Tiga Bayangan Setan pegang daun telinganya kiri kanan dan pasang pendengarannya. “Bukan ular , tak ada hewan di dalam sana. Itu bunyi angin. Bisa terjadi alasannya ialah dinding sumur kerikil tidak rata…”
“Apa yang harus kita lakukan sekarang? Guru Jar0t Ampel masih tidak kelihatan…!”
“Sebaiknya kita tunggu hingga hari terang ,” jawab Tiga Bayangan Setan.
Dari dalam sumur gelap tiba-tiba ada bunyi aneh. Mula-mula jauh datangnya se0lah dari dasar sumur yang gelap , kemudian semakin keras mirip naik ke atas.
“Tiga Bayangan , kau dengar bunyi itu…? Jangan-jangan sumur ini dihuni setan hantu belantara…!
“Kedengarannya sepert bunyi 0rang membaca mantera!” bisik Tiga Bayanga Setan yang belakang layar merasa tercekat tapi tetap damai dan penuh waspada. Dia berbisik. “Siapkan pukulan untuk menghantam jikalau ancaman tiba-tiba muncul…”
Suara meracau mirip 0rang membaca mantera itu semakin keras , tambah keras kemudian tiba-tiba lenyap! Tiga Bayangan Setan dan Elang Setan saling pandang. Selagi mereka sama tercekat tiba-tiba ada bunyi mendesir. Dari dalam sumur muncul sebuah benda. Ketika dua 0rang ini memperhatikan ternyata yang muncul ialah satu kepala insan berambut putih riapriapan. Lalu kelihatan satu wajah pucat sangat bau tanah , penuh keriputan. Sesaat kemudian menyusul kelihatan penggalan dada , perut dan pinggang. Di hadapan Tiga Bayangan Setan dan Elang Setan kini muncul satu s0s0k kakek-kakek yang kemudian duduk berjuntai di bibir sumur kerikil mengenakan jubah merah muda. Tubuhnya bungkuk dan bahunya naik menerangkan 0rang ini berusia bau tanah sekali.
“Guru!” seru Tiga Bayangan Setan dan Elang Setan begitu mereka kenali siapa adanya s0s0k yang barusan keluar dari dalam sumur itu. Keduanya segera jatuhkan diri berlutut.
“Bagus! Kalian tiba dalam waktu tepat! Terlambat sedikit saja kalian tidak akan menemuiku lagi!” kata 0rang bau tanah di tepi sumur. Saat itu dari dalam sumur tampak keluar kabut tipis hingga untuk beberapa lamanya 0rang bau tanah itu antara kelihatan dan tidak.
“Guru , kami sudah datang! M0h0n petunjuk gerangan apa maksudmu memanggil kami ke tempat ini?” Elang Setan usikan pertanyaan.
0rang bau tanah yang duduk di tepi sumur manggut-manggut. Perlahan-lahan ia angkat kedua kakinya hingga kini di tepi sumur itu ia duduk bersila terbungkuk-bungkuk mirip hendak rubuh jatuh masuk ke dalam sumur gelap.
“Waktu kita memang tidak banyak. Aku bicara langsung-langsung saja. Seratus lima puluh tahun lebih hidup di permukaan bumi. Lebih dari seratus dua puluh tahun malang melintang menyandang gelar Iblis Tanpa Bayangan. Semakin bau tanah usiaku semakin kurasa hidup ini se0lah tak ada ujungnya! Lebih dari tujuh puluh lima tahun saya membawa beban yang tidak pernah diketahui 0leh 0rang luar , termasuk kalian berdua sebagai muridmuridku…”
Ketika si 0rang bau tanah berjulukan Jar0t Ampel bergelar Iblis Tanpa Bayangan itu hentikan ucapannya sesaat , Tiga Bayangan Setan beranikan diri membuka mulut.
“Guru , kami tidak mau berlaku lancang. Tapi jikalau memang kau punya beban mengapa tidak memberitahu kepada kami? Mungkin kami bisa membantu memperingan bebanmu?”
Jar0t Ampel gelengkan kepala. Wajahnya yang pucat keriput tampak redup. Tengg0r0kannya turun naik. Lalu ia berkata. “Beban itu tidak sanggup kuberikan pada siapapun. Kalau kelak saya memberitahu maka ketika itulah hingga ajalku!”
Tiga Bayangan Setan dan Elang Setan terkejut dan sama-sama saling pandang. Ketika mereka berpaling pada 0rang bau tanah itu , keduanya melihat si kakek membuka pakaiannya di penggalan dada hingga penggalan depan tubuhnya yang bungkuk itu tersingkap lebar. Pada dada 0rang bau tanah ini kelihatan terikat sebuah benda yang ketika diperhatikan ternyata ialah sebuah kitab tua. Demikian tuanya kitab ini baik sampulnya yang berwarna hitam maupun penggalan dalamnya tampak sudah gugus lapuk dimakan usia.
“Guru….Kitab apa yang terikat di dadamu?” tanya Tiga Bayangan Setan heran. Elang Setan tak kalah herannya.
“Tujuh puluh lima tahun lebih saya membawa kitab ini. Tak b0leh ada 0rang yang tahu. Tak b0leh kulepas dari ikatannya , apalagi membaca dan mempelajari isinya! Pernah satu kali saya menc0ba melanggar pantangan , menc0ba mengintip apa isi kitab ini. Akibatnya saya diserang demam panas selama sepuluh minggu…!”
“Kalau begitu pastilah kitab itu sebuah benda mustika sakti!” ujar Tiga Bayangan Setan.
“Sakti ia atas sakti! Bebanku berat sekali. Memiliki tapi tidak bisa mengambil manfaat. Namun kini saya segera akan bebas dari semua beban….”
“Guru , apa kau tidak tahu kitab apa itu adanya? Mengapa hingga kau dibebani harus membawanya selama lebih dari separuh usiamu?” bertanya Elang Setan. Wajah Jar0t Ampel alias Iblis Tanpa Bayangan kembali menjadi redup. Suaranya bergetar ketika menyahuti pertanyaan muridnya.
“Menurut 0rang yang memberikannya padaku kitab ini berjulukan Wasiat Iblis. Berisi pelajaran ilmu kesaktian yang tidak ada duanya di dunia ini. Siapa mempunyai dan mengusasinya akan menjadi raja diraja dunia persilatan…!”
“Wasiat Iblis!” seru Tiga Bayangan Setan. “Kami sudah pernah mendengarnya! Kalau begitu…!”
Jar0t Ampel tersenyum , “Aku tahu apa yang ada dibenakmu Tiga Bayangan Setan. Kau dan juga saudaramu itu tiba-tiba saja punya maksud ingin mempunyai kitab ini. Betul…?” Si 0rang bau tanah gelengkan kepala. “Suratan menyampaikan bahwa hanya ada satu insan yang b0leh mempunyai dan sekaligus mempelajari isinya. Manusia itu akan tiba sebelum seratus dari sesudah kematianku…”
“Manusia itu , siapa ia guru?” tanya Elang Setan.
“Aku tidak tahu. Petunjuk hanya menyampaikan bahwa 0rang itu se0rang berkepandaian sangat tinggi. Akan muncul seratus hari sesudah saya mati…”
“Jadi kitab itu akan menjadi milik 0rang lain. Lalu apa perlunya guru menyuruh kami tiba ke sini ?!” Pertanyaan Elang Setan bernada tidak enak.
“Jangan kalian kecewa. Bagaimanapun juga kitab ini tidak berj0d0h dengan salah satu dari kalian. Suratan sudah menentukan demikian. Kalian kusuruh tiba kemari alasannya ialah sesudah saya mati kalian berdua harus menjaga sumur kerikil ini hingga ketika munculnya 0rang yang ditakdirkan berj0d0h dengan Wasiat Iblis ini…”
“Bagaimana kami tahu 0rangnya?” tanya Tiga Bayangan Setan.
“Kalian tak sanggup mengalahkannya. Hanya itu saja petunjuk yang saya bisa berikan.”
Tiga Bayangan Setan dan Elang Setan terdiam.
“Ada satu hal lagi. Jika 0rang itu telah mendapatkan kitab Wasiat Iblis ini maka kalian berdua ditakdirkan akan menjadi pembantunya!”
Paras Tiga Bayangan Setan dan Elang Setan pribadi berubah.
“Kalau begitu apapun yang terjadi kami akan membunuhnya!” kata Elang Setan pula.
“Di alam alam abadi saya mend0akan sem0ga kalian bisa melaksanakan hal itu ,” jawab si 0rang bau tanah tersenyum tawar. Lalu ia menutup baju pakaiannya kembali. Kitab Wasiat Iblis lenyap dari pemandangan dua anak muridnya.
“Murid-muridku , saya sudah siap pergi selama-lamanya. Jaga sumur kerikil ini baikbaik!”
Tiga Bayangan Setan dan Elang Setan saling melirik kemudian sama-sama menjawab.
“Tugas dari guru akan kami laksanakan! Kami akan menjaga sumur kerikil sebaik-baiknya!”
“Bagus! Kalau begitu selamat tinggal”
Habis berkata begitu kakek berjulukan Jar0t Ampel bergelar Iblis Tanpa Bayangan ini hantam kepalanya dengan tangan kanannya sendiri.
“Praaakkk!”
“Ah!” Tiga Bayangan Setan keluarkan seruan tertahan.
“Kita terlambat!” teriak Elang Setan.
Sebenarnya kedua 0rang ini sama-sama berniat hendak merampas kitab Wasiat Iblis itu namun tidak kesampaian alasannya ialah ketika itu sang guru telah memukul rengkah kepalanya sendiri. Tubuh Jar0t Ampel melayang jatuh ke dalam sumur batu. Tiga Bayangan Setan masih berusaha menggapai pakaiannya tapi luput.
“Bagaimana sekarang…? Elang Setan bertanya.
“Aku harus mendapatkan kitab itu. Bagaimanapun caranya!”
“Aku juga!” sahut Elang Setan.
Dua 0rang yang telah saling angkat saudara ini sesaat bentr0k pandangan. Elang Setan mengalah dengan berkata: “Bagusnya kita tunggu hingga hari terang. Kita belum tahu keadaan sumur kerikil ini. Jangan bertindak gegabah hanya alasannya ialah menurutkan keinginan menjadi raja diraja dunia persilatan…”
Tiga Bayangan Setan menyeringai , “Saudara tinggal saudara. Aku tidak mau ia mendahuluiku masuk ke dalam sumur!” membatin Tiga Bayangan Setan. “Kalaupun saya harus membunuhnya apa b0leh buat!”
Menunggu datangnya pagi terasa usang sekali bagi kedua 0rang itu. Ketika langit di sebelah timur mulai membersitkan cahaya mentari pagi dan keadaan di tempat itu mulai terang Tiga Bayangan Setan dan Elang Setan cepat-cepat mendekati tepi sumur dan memandang ke dalam. Astaga! Sumur kerikil itu demikian dalamnya hingga mereka tidak sanggup melihat dasar sumur. Lagipula di sebelah dalam masih menggantung kabut tipis menutupi pemandangan. Mereka hanya bisa melihat penggalan sumur di atas lapisan kabut. Selain lebar ternyata makin ke dalam dinding sumur kerikil semakin melebar dan ada ulirulir kerikil seputar dinding mirip tangga melingkar.
Baik Tiga Bayangan Setan maupun Elang Setan sama-sama berfikir bahwa jikalau mereka masuk ke dalam sumur kerikil mereka harus bisa mencapai ulir terdekat kemudian melangkah menuruni ulir itu hingga jadinya mencapai dasar sumur di mana tentunya jenazah Jar0t Ampel tergeletak bersama kitab Wasiat Iblis itu.
Tiga Bayangan Setan bergerak lebih dulu. Tapi dari belakang Elang Setan cepat menarik bahunya. Merasa dihalangi Tiga Bayangan Setan balikkan tubuh kemudian kirimkan satu j0t0san yang sempurna mendarat di dagu Elang Setan hingga kepala 0rang ini tersentak keras. Selagi Elang Setan terjajar nanar Tiga Bayangan Setan pergunakan kesempatan untuk mendekati sumur kemudian mel0mpat ke dalam. Tanpa ragu ia melesat ke arah ulir kerikil terdekat. Namun selagi tubuhnya melayang tiba-tiba dari dasar sumur terdengar bunyi deras mirip air bah. Bersamaan dengan itu bertiup angin sangat kencang menebar hawa panas dan anyir aneh! Lapisan kabut berpencaran. Angin kencang mener0b0s ke atas. Tiga Bayangan Setan mencicipi tubuhnya berg0ncang keras. Dia berusaha bertahan dengan mengerahkan tenaga luar dalam kemudian menghantam ke bawah. Tapi kekuatan pukulannya terd0r0ng ke atas , membalik memukul tubuhnya sendiri. Tiga Bayangan Setan berteriak keras. Tubuhnya mencelat keluar sumur kerikil dan terkapar di tanah. Dia memang sanggup bangun kembali tapi dari mulutnya keluar darah tanda ia telah mengalami luka dalam!
“Ada kekuatan iblis di dalam sumur itu…” kata Tiga Bayangan Setan megapmegap dengan muka pucat.
“Aku tidak percaya!” kata Elang Setan yang merasa kini punya kesempatan untuk menc0ba. Apalagi ketika itu bunyi deru dan sambaran angin telah mulai mereda. Setelah perhatikan keadaan sebelah dalam sumur dan menganggap tak ada halangan baginya untuk mel0mpat ke dalam maka Elang Setan lantas ayunkan diri. Seringan kapas tubuhnya melayang masuk ke dalam sumur batu.
“Aku berhasil!” serunya girang ketika kakinya menjejak ulir kerikil terdekat yang merupakan tangga menuju ke dasar sumur. Tapi belum habis gema seruannya tiba-tiba dari dasar sumur kembali terdengar bunyi mirip deru air bah. Angin kencang panas dan berbau absurd melesat ke atas , menciptakan tubuh Elang Setan tersentak keras begitu tersambar. Dia berpegangan pada kerikil yang men0nj0l di dinding sumur batu. Tapi bagaimanapun ia mengerahkan seluruh tenaga tetap saja ia tak bisa bertahan. Tubuhnya terseret ke atas , terbanting ke dinding kerikil kemudian jatuh ke bawah. Dari bawah semburan angin kencang menghantam dirinya kembali. Elang Setan tidak mau mengalah begitu saja. Kedua tangannya dikembangkan ke samping kemudian ia kerahkan tenaga untuk menciptakan gerakan mirip baling-baling! Ternyata ia memang bisa bertahan dari hantaman angin keras. Tubuhnya berputar-putar laksana titiran. Sambil berputar ia berusaha bergerak turun dengan mengerahkan b0b0t badannya. Sedikit demi sedikit Elang Setan melayang turun. Di lisan sumur Tiga Bayangan Setan menyaksikan bencana itu dengan hati cemas. Bukan cemas melihat apa yang mungkin terjadi dengan saudara angkat itu tapi cemas kalau-kalau Elang Setan memang berhasil turun ke dasar sumur kerikil dan mendapatkan Kitab Wasiat Iblis itu!
Rasa cemas Tiga Bayangan Setan tidak lama. Saat itu dari dasar sumur kembali terdengar bunyi deru dahsyat. Satu gel0mbang angin menghantam tubuh Elang Setan hingga mencelat mental keluar sumur. Waktu lepas dari lisan sumur salah satu kakinya tidak sengaja menghantam kepala Tiga Bayangan Setan hingga 0rang ini terpental dan tergelimpang megap-megap. Sesaat ia merintih kesakitan kemudian menyumpah panjang pendek!
Elang Setan sendiri ketika itu kelihatan melayang jungkir balik di udara. Ketika tubuhnya kemudian terhempas di tanah , dari lisan , indera pendengaran dan matanya kelihatan keluar darah. Elang Setan mengeluh tinggi kemudian pingsan tak sadarkan diri.
ENAM
PUNCAK Gunung Merapi diselimuti awan tebal. Di kejauhan berkali-kali terlihat kilat menyambar dibarengi bunyi guntur menggelegar. Udara cuek bukan kepalang. Di dalam sebuah g0a kerikil , dua 0rang duduk berhadap-hadapan di antara api unggun. Ada satu keanehan. Api unggun itu tidak dihidupi 0leh p0t0ngan kayu bakar melainkan 0leh setumpuk kerikil hitam hingga api yang berk0bar panasnya dua kali lebih hebat dari api yang berasal dari kayu biasa.
Sepasang tangan kurus yang hanya tinggal kulit pembalut tulang saling dig0s0kkan satu sama lain di atas api unggun. Dua tangan itu dipanasi demikian rupa , erat sekali dengan k0baran api dan tidak diangkat-angkat hingga usang sekali. Manusia biasa tidak akan bisa melaksanakan hal itu. Yang punya tangan ialah se0rang bau tanah bungkuk berpakaian r0mbeng. Walaupun terkena cahaya k0baran api namun terang kulit mukanya yang tipis kelihatan pucat sekali , angker cuek membayangkan kelicikan dan maut! Sepasang matanya besar tapi mempunyai r0ngga sangat cekung. Kakek bermulut per0t ini mempunyai rambut putih sepanjang bahu. Dalam dunia persilatan ia dikenal dengan julukan Si Muka Bangkai alias Setan Muka Pucat.
Di hadapan 0rang bau tanah berwajah setan itu duduk se0rang c0w0k berwajah membayangkan kekerasan dan keangkuhan. Sehelai kain merah melilit keningnya. Rambutnya lebat dan hitam. Keningnya tinggi men0nj0l. Dagunya kukuh. Dia mengenakan sehelai mantel hitam yang menutupi hampir sekujur tubuhnya depan belakang. Dialah Pangeran Matahari , musuh besar turun-temurun Pendekar Kapak Maut Naga 212. Selama bertahun-tahun Pangeran Matahari berusaha membunuh menyingkirkan Wir0. Sebegitu jauh maksud kejinya itu tidak pernah kesampaian. Hal ini bukan saja menciptakan semakin bertumpuknya dendam kesumat dalam diri c0w0k ini tapi juga menciptakan ia selalu mencari nalar bagaimana caranya sem0ga sanggup melenyapkan Wir0. (Mengenai asal usul Pangeran Matahari dan siapa adanya 0rang bau tanah berjuluk Si Muka Bangkai alias Setan Muka Pucat harap baca serial Wir0 Sableng berjudul Pangeran Matahari Dari Puncak Merapi)
Setelah berdiam diri beberapa usang jadinya sang guru membuka lisan memecah kesunyian dalam g0a yang dipanasi api unggun itu. Sementara bicara kedua tangannya terus saja dig0s0k-g0s0kkan di atas k0baran api.
“Muridku , tadi kau bertanya mengapa saya memintamu tiba ke puncak Merapi ini. Ada satu hal penting yang akan menentukan hidup masa depanmu! Empat puluh hari yang kemudian saya bermimpi…”
Belum habis sang guru bicara Pangeran Matahari sudah menyela dengan nada tinggi. “Guru , bertahun-tahun kita tidak bertemu. Hari ini kau menyampaikan ada sesuatu yang penting. Ternyata kau hendak bicara segala macam mimpi! Kurasa kita hanya menghabiskan waktu percuma saja…!”
Si 0rang bau tanah berwajah setan menyeringai. Dalam hati ia membatin. “Aku suka anak ini. Sejak dulu tidak berubah. Masih saja s0mb0ng dan bicara angkuh. Meremehkan 0rang lain sekalipun saya gurunya sendiri!” Setelah mendehem beberapa kali 0rang tu itu melanjutkan ucapannya. “Apa kau lupa dulu kalau bukan alasannya ialah mimpi saya tidak akan menemukanmu? Ingat ketika gunung ini meletus dan saya melihatmu tergantung di atas p0h0n beringin sementara lahar panas menutupi bumi ?!”
“Aku tidak pernah melupakan hari malapetaka itu. Juga ingat jasamu menyelamatkan diriku. Tapi apakah itu perlu diulang-ulang?!” bunyi Pangeran Matahari tetap tinggi. 0rang lain mungkin akan jengkel atau murka melihat sikapnya ini. Tapi sang guru sudah tahu sifat muridnya hanya tersenyum-senyum.
“Mimpi tidak selamanya kembang tidur. Banyak mimpi merupakan petunjuk sangat berguna….”
“Aku mendengarkan guru. C0ba katakan apa mimpimu kali ini?”
“Sebelum kujelaskan saya ingin tahu dulu. Apakah kau masih berminat untuk menyingkirkan Pendekar 212 Wir0 Sableng musuh besarmu itu?”
Mendengar pertanyaan itu sepasang mata Pangeran Matahari terbuka lebar. Dagunya mengencang dan pelipisnya bergerak-gerak.
Si Muka Bangkai tertawa lebar. “Kau tak perlu menjawab. Dari air mukamu saya tahu kau memang ingin melenyapkan musuh besarmu itu! Nah kini saya tanya , apa kau pernah mendengar perihal sebuah kitab kun0 berjulukan Wasiat Iblis?”
Pangeran Matahari angukkan kepala. “Aku pernah berusaha mencarinya. Tapi selalu menemui jalan buntu hingga saya jadinya merasa sangsi apakah buku yang berisi ilmu dahsyat itu memang benar-benar ada….”
“Kitab itu memang ada. Dan saya telah memimpikan kitab itu , muridku!”
“Hah…?” Pangeran Matahari beringsut maju. Dari balik k0baran api unggun ia memandangi wajah gurunya lekat-lekat. “Apa mimpimu itu , guru?”
“Mimpiku memberi petunjuk di mana kitab itu berada!”
Pangeran Matahari berdiri , memutari perapian kemudian duduk di samping Si Muka Bangkai. “Guru , harap kau lekas menceritakan mimpimu itu. Selengkap-lengkapnya. Jangan ada yang ketinggalan.”
“Se0rang bau tanah berjubah dan bers0rban hitam muncul dalam mimpiku. Waktu itu saya merasa berada di satu gurun pasir maha panas. 0rang ini tiba-tiba saja muncul dan berkata padaku. Sampaikan pesanku pada muridmu terlahir berjulukan An0m , putera Raja Sur0kert0 dari ibu R.A Siti Hinggil. Seumur hidupnya selama langit masih dijunjung dan bumi masih dipijak insan , ia tidak akan sanggup mengalahkan c0w0k berjuluk Pendekar 212 Wir0 Sableng itu. Kecuali jikalau ia menguasai ilmu yang tersimpan dalam Kitab Wasiat Iblis. Lalu dalam mimpi saya bertanya pada 0rang bers0rban hitam itu. Apakah ia bisa memberi petunjuk di mana kitab itu bisa ditemukan? Di lantas menjawab. Pergilah ke lereng barat sebuah bukit di timur Kart0sur0. Di situ ada sebuah sumur bau tanah terbuat dari batu. Di dalam sumur tersembunyi Kitab Wasiat Iblis. Namun untuk sanggup masuk ke dalamnya muridmu harus mengalahkan dua 0rang penjaga sumur yang mempunyai kepandaian sangat tinggi… Aku bertanya siapa adanya dua penjaga sumur itu. Namun 0rang bau tanah bers0rban hitam membalikkan tubuh dan pergi. Saat itu saya sendiri terbangun dari tidur…”
Lama Pangeran Matahari berdiam diri sesudah mendengar penuturan gurunya.
“Apa yang ada dalam benakmu , muridku?” tanya sang guru.
Si c0w0k angkat bahunya. “Bagaimana saya bisa memastikan bahwa mimpimu itu bisa menjadi kenyataan?!”
“Kau tak bisa memastikan kalau tidak membuktikan sendiri. Jika kau suka segera saja berangkat menuju tempat yang kuceritakan tadi. Jika tidak suka perlu apa dituruti. Hanya saja sayang kalau ada 0rang lain sempat mendahului. Berarti musuh beratmu bertambah satu lagi.”
Pangeran Matahari katupkan rahangnya rapat-rapat. “Jauh-jauh tiba kemari percuma saja kalau saya tidak c0ba menyelidik apa mimpimu itu benar atau tidak…”
Perlahan-lahan Pangeran Matahari bangun berdiri. “Guru , saya m0h0n diri sekarang.”
Si Muka Bangkai anggukkan kepala. “Makin cepat kau melakukannya makin baik…. saya akan merasa besar hati jikalau kelak kau benar-benar merajai dunia persilatan.”
Pangeran Matahari penc0ngkan mulutnya. “Apa menurutmu ketika ini saya belum menguasai dunia persilatan?”
Si Muka Bangkai gelengkan kepala. “Musuh utamamu si Wir0 Sableng itu. Harus kau lenyapkan. Lalu harus pula kau tumpas t0k0h-t0k0h silat lainnya termasuk nenek sakti berjulukan Sint0 Gendeng , guru Pendekar 212…. Dapatkan kitab Wasiat Iblis itu! Dunia berada di tanganmu.
Pangeran Matahari menjura tiga kali dengan perilaku kaku alasannya ialah sebetulnya ia tidak suka melaksanakan hal ini sekalipun untuk mengh0rmat gurunya. Lalu ia membalikkan tubuh tinggalkan g0a di puncak Gunung Merapi itu.
TUJUH
TIDAK sulit bagi Pangeran Matahari untuk mencari letak sumur kerikil yang terletak di lereng barat bukit di luar Kart0sur0. Bau busuk membimbingnya ke tempat itu.
“Bau busuk hebat sekali. Aku yakin itu berasal dari bangkai manusia!” katanya. Di satu tempat ia tinggalkan kuda tunggangannya kemudian bergerak ke arah anyir busuk. Sebagai t0k0h silat yang telah bertahun-tahun malang melintang dan menggegerkan rimba persilatan Pangeran Matahari tentu saja punya pengalaman banyak. Dia tidak terus mendaki lereng bukit ke arah datangnya anyir busuk namun sengaja bergerak berputar menjauh , kemudian berbalik menuruni bukit. Kecerdikan ini memang sangat beralasan. Karena selama ini dua 0rang yang menjaga sumur kerikil dimana tersimpan Kitab Wasiat Iblis bersama jenazah Iblis Tanpa Bayangan memang lebih banyak memperhatikan penggalan bawah bukit dari arah mana 0rang-0rang mendatangi.
Dari balik sebatang p0h0n besar Pangeran Matahari sanggup menyaksikan keadaan di bawahnya. Di salah satu lereng bukit tampak terang dua 0rang berjaga-jaga di erat sebuah sumur batu. Sambil mengawal keduanya meng0br0l dan menyantap p0t0ngan daging bakar. Tak jauh di sekitar mereka bertebaran paling tidak empat s0s0k jenazah yang telah membusuk.
“Dua penjaga sumur kerikil itu agaknya bukan manusia. Bagaimana mereka bisa makan enak-enakan sementara jenazah bergelimpangan di erat mereka. Menebar anyir busuk! Aku saja yang ada disini mau terb0ngkar rasanya isi perutku!” membatin Pangeran Matahari. Dia bertanya-tanya siapa kiranya empat 0rang yang menemui ajal di bawah sana. Berat dugaannya mereka ialah 0rang-0rang pintar yang berusaha mendapatkan Kitab Wasiat Iblis itu.
Setelah sekli lagi memperhatikan keadaan sekitar sumur kerikil Pangeran Matahari tujukan perhatiannya pada salah se0rang penjaga yang mengenakan jubah hitam.
“Berjubah hitam , kepala sulah sebelah , salah satu mata kecil mirip buta.
Hemmm….” Kening Pangeran Matahari mengerenyit , rahangnya menggembung dan terkancing rapat. “Bangsat itu rupanya yang jadi salah satu pengawal sumur batu! Tiga Bayangan Setan! Manusia keparat yang punya mimpi besar hendak menguasai dunia persilatan. Bagaimana ia ada kaitannya dan jadi anjing penjaga sumur batu. Mungkin juga gurunya Si Iblis Tanpa Bayangan ada di sini?” Pangeran Matahari arahkan pandangannya pada 0rang kedua. “Bukan…. Yang satu itu bukan Si Iblis Tanpa Bayangan. Di mana ada Tiga Bayangan Setan di situ ada Elang Setan! Pasti Elang Setan , kambrat keparat si Tiga Bayangan Setan!” Pangeran Matahari perhatikan benda panjang yang menggeletak di pangkuan Elang Setan. “T0mbak atau t0ngkat berbentuk aneh. Setahuku Elang Setan tidak punya senjata mirip itu. Hemmm… pasti ia sikat milik 0rang lain yang jadi k0rbannya…” Sang Pangeran memperhatikan keadaan sekitar sumur kerikil sekali lagi. Lalu dengan seringai c0ngkak ia tinggalkan tempat itu , melangkah menuruni lereng bukit. Di tepi sumur kerikil Tiga Bayangan Setan dan Elang Setan sedang asyik menyantap daging panggang kelinci hutan yang memang banyak terdapat di bukit itu. Dengan lisan masih penuh kuliner Elang Setan berkata.
“Lebih tujuh puluh hari sudah kita mendekam di tempat ini. Menunggu hingga tiga puluh hari lagi cukup lama! Bagaimana kalau 0rang yang dimaksud guru itu tidak muncul?”
Apa yang kau pikirkan itu sudah ada dalam benakku semenjak lama. Aku mencari nalar bagaimana caranya bisa masuk ke dalam sumur ini kemudian mengambil kitab sakti itu. Tapi rasa-rasanya sulit. Berarti kita harus meminjam tangan 0rang lain.”
“Meminjam tangan 0rang lain bagaimana?” tanya Elang Setan.
“Kalau 0rang itu tiba , kita akal-akalan melawan. Kita biarkan ia masuk ke dalam sumur. Begitu keluar dan Kitab Wasiat Iblis sudah ada di tangannya , kita serbu dan kita rampas!”
Elang Setan tertawa bergelak. Karena di mulutnya masih ada kuliner maka ia jadi batuk-batuk berulang kali.
“Hentikan batukmu! Aku mendengar bunyi 0rang mendatangi!” hardik Tiga Bayangan Setan tiba-tiba seraya palingkan kepala ke lereng bukit sebelah atas. Baru saja Tiga Bayangan Setan berkata begitu tiba-tiba semak belukar lebat di atas mereka terkuak. Ses0s0k tubuh tinggi bermantel hitam muncul , melangkah dan berhenti kira-kira dua t0mbak dari sumur batu.
“Kau kenal kunyuk berpakaian mirip kelelawar ini?” bisik Elang Setan.
“Untuk membunuh sese0rang apa perlu kenal atau tidaknya?!” sahut Tiga Bayangan Setan.
Elang Setan muntahkan daging dalam mulutnya kemudian tertawa gelak-gelak. “Kau betul saudaraku! Tapi ada baiknya kau menanyakan sesuatu padanya sebelum kita mengirimnya ke liang akhirat!”
Elang Setan bangun berdiri. Kedua tangannya yang k0t0r 0leh minyak daging diusap-usapkan pada baju tebalnya hingga pakaian dekil itu jadi tambah k0t0r. Dia gerakgerakkan jari-jari tangannya yang berbentuk cakar elang hingga mengeluarkan bunyi berkeretekan kemudian membuka mulut.
Namun sebelum ucapan keluar dari lisan Elang Setan , Pangeran Matahari angkat tangan kanannya. Ada selarik angin menyambar menciptakan Elang Setan cepat-cepat miringkan kepala.
“Kalian tidak layak menanyaiku! Aku yang punya kuasa bertanya kepada pada kalian! Kalian mendengar dan mengerti?!”
“S0mb0ng amat kunyuk satu ini!” tukas Elang Setan.
“0rang yang bakal mati memang suka bersikap macam-macam!” menimpali Tiga Bayangan Setan kemudian keluarkan tawa bergelak.
Pangeran Matahari d0ngakkan kepala. Dari mulutnya kemudian menyembur tawa keras yang menggetarkan seanter0 lereng bukit dan menindih lenyap tawa Tiga Bayangan Setan. Dua t0k0h silat penjaga sumur kerikil itu belakang layar terkesiap. 0rang di hadapan mereka mempunyai tingkat tenaga dalam sangat tinggi! Walau demikian dua 0rang ini mana mengenal takut!
Tiga Bayangan Setan berpaling pada Elang Setan kemudian berkata. “Hari ini kita bakal sanggup mangsa kelima! Rasanya sudah pada gatal tanganku menunggu belum ada k0rban gres yang datang. Kini kita sanggup satu rejeki lagi!”
“Pemuda c0ngkak! Mungkin kau mau lihat-lihat dulu empat jenazah yang sudah membusuk itu sebelum kau kami menetapkan sebagai k0rban kelima?!” Yang berkata ialah Elang Setan.
“Tidak perlu saya mengikuti 0m0nganmu! Aku sudah tahu siapa-siapa mereka! Aku juga tahu milik siapa t0ngkat besi yang kau pegang itu! Kau pasti juga telah membunuh t0k0h silat istana berjuluk Dewa Berjubah Kuning Bert0ngkat Besi!”
“Ah! Kau sudah tahu rupanya! Masih semuda ini pengetahuanmu ternyata cukup luas! Mungkin itu bisa men0l0ng melapangkan jalanmu ke liang kubur! Ha… ha… ha!”
Elang Setan tertawa gelak-gelak. Tiba-tiba bunyi tawanya lenyap. Tangannya yang memegang t0ngkat berkelebat.
“Wutttt!”
Ujung t0ngkat yang berbentuk lingkaran pipih setajam mata pisau menderu. Cahaya hitam berkiblat. “Craaasss!” Semak belukar yang hanya setengah jengkal dari pinggang Pangeran Matahari dirambas rata! Yang diserang sama sekali tidak bergerak malah sunggingkan senyum mengejek.
“Sedekat ini saya berdiri kau tak sanggup membabat perutku! Matamu yang gembung itu buta atau bagaimana?! Dasar insan tidak tahu diri! Kalau cuma jadi anjing penjaga sumur kenapa bermulut besar?!”
Mendengar dirinya disebut anjing penjaga sumur meledaklah amarah Elang Setan. Tiga Bayangan Setan ikut-ikutan murka besar. Rencana mereka semua yang akal-akalan hendak mengalah serta merta terlupa. Keduanya menetapkan untuk membunuh Pangeran Matahari ketika itu juga!
Elang Setan tancapkan t0ngkat besi ke tanah. Dia lebih suka pergunakan cakarcakar mautnya. Dia bergerak mendekati Pangeran Matahari dari sebelah kiri sementara Tiga Bayangan Setan mendatangi dari kanan.
Pangeran Matahari d0ngakkan kepala , keluarkan bunyi mendengus. Dengan tangan kanannya ia sibakkan mantel hitam yang menutupi penggalan depan pakaiannya.
“Pangeran Matahari!” seru Tiga Bayangan Setan dan Elang Setan ketika melihat gambar Gunung Merapi berwarna biru dengan latar belakang sinar sang surya berupa garis-garis lurus berwarna merah!
Suara tawa mengekeh mengumandang dari lisan Pangeran Matahari yang ketika itu mend0ngakkan kepala se0lah tidak menganggap ancaman serangan dua lawan yang bakal menyerbunya. Baik Tiga Bayangan Setan maupun Elang Setan sama-sama tidak menerka kalau c0w0k di hadapan mereka ialah t0k0h besar g0l0ngan hitam berjuluk Pangeran Matahari.
“Saudaraku Tiga Bayangan Setan! Rejeki kita besar sekali hari ini! Begitu kita membunuhnya , nama besar kita semakin mencuat dalam dunia persilatan!”
“Anjing-anjing penjaga sumur! Jangan mimpi! Aku menunggu seranganmu!” hardik Pangeran Matahari. Kedua tangannya kini diletakkan di pinggang.
“Bagus! Kau minta mati lebih cepat dari yang kami rencanakan!” teriak Elang Setan. Dia melirik pada Tiga Bayangan Setan. Dua 0rang ini saling anggukkan kepala. Di kejap itu pula keduanya berkelebat kirimkan serangan!
DELAPAN
LIMA larik sinar hitam menyambar ke arah muka Pangeran Matahari. Lima lagi membeset ke arah perutnya. Itulah sambaran serangan maut cakar setan yang dilancarkan Elang Setan. Dari jurusan lain Tiga Bayangan Setan lepaskan pukulan tangan k0s0ng yang sengaja di arahkan ke penggalan bawah perut lawan. Jelas kedua 0rang ini ingin membunuh Pangeran Matahari detik itu juga!
Meskipun tercekat melihat ganasnya serangan dua lawan namun insan yang dikenal senagai pahlawan jahat segala cerdik , segala nalar , segala ilmu , segala licik dan segala c0ngkak ini hadapi serangan 0rang dengan mendengus. Tangan kanannya bergerak mengibaskan mantel hitamnya ke penggalan dada.
“Wuuuutttt!”
Suara mantel berkelebat angker. Mengeluarkan cahaya hitam redup. Baik Tiga Bayangan Setan maupun Elang Setan hanya mendengar bunyi tapi tidak mencicipi adanya sambaran angin keras! Namun dahsyatnya ketika itu keduanya merasa se0lah ada satu kekuatan yang tidak kelihatan menahan gerak serangan yang mereka lancarkan.
Elang Setan kertakkan rahang. Tiga Bayangan Setan menggemb0r keras. Kedua 0rang ini lipat gandakan kekuatan tenaga dalam kemudian merangsak ke depan. Tapi semakin mereka mengerahkan kekuatan semakin dahsyat kekuatan tak terlihat yang menghadang. Malah kini kekuatan itu mulai bergerak , menindih gerak serangan mereka. Dua 0rang ini berusaha bertahan. Tak ada gunanya. Ketika Pangeran Matahari kibaskan kembali mantel hitamnya ke belakang , dua penyerang berseru keras dan terbanting ke tanah!
Pangeran Matahari d0ngakkan kepala kemudian tertawa mengekeh. Tanpa perduli pada dua 0rang yang bergeletakan di tanah ia melangkah mendekati sumur batu.
“Kami belum kalah!” teriak Elang Setan kemudian tubuhnya melesat ke udara.
“Jangan harap kau bisa dapatkan kitab sakti itu!” hardik Tiga Bayangan Setan.
Tubuhnya yang terkapar di tanah juga melesat ke atas. Dari atas dua 0rang murid Iblis Tanpa Bayangan ini menyerbu lagi. Keduanya sama-sama mengarah kepala Pangeran Matahari. Sebelum cakar-cakar setan bergerak sepuluh sinar hitam dan merah lebih dulu menggebu. Tiga Bayangan Setan hantamkan dua pukulan sekaligus untuk mengepruk pecah kepala Pangeran Matahari. Pangeran Matahari hentikan langkahnya. Kedua lututnya ditekuk. Dua tangannya tiba-tiba melesat ke atas. Terdengar bunyi bergedebukan beberapa kali begitu enam pasang lengan saling beradu!
Tiga Bayangan Setan dan Elang Setan kembali berkaparan di tanah. Sementara Elang Setan masih menggeliat-geliat Tiga Bayangan Setan sudah melesat dan berdiri hadapi Pangeran Matahari. Kalau Elang Setan kelihatan nanah merah dua lengannya maka Tiga Bayangan Setan tidak cidera sedikitpun. Hal ini tidak lepas dari perhatian Pangeran Matahari. Dalam hati ia berucap. “Ternyata ia memang tahan pukulan. Aku harus berlaku hati-hati terhdap yang satu ini!”
“Apa kau sudah siap menghadapi ketika kematianmu Pangeran Matahari?!” kertak Tiga Bayangan Setan.
“Setan jelek! Dari tadi hanya mulutmu saja yang besar! Aku siap menunggu kematin! Ay0 saya mau lihat kau hendak melaksanakan apa!” Pangeran Matahari renggangkan kedua kakinya , tegak menunggu sambil bert0lak pinggang. Di sebelah belakang sana Elang Setan telah bangun berdiri dan siap lancarkan serangan. Kumis dan berew0k Tiga Bayangan Setan mirip berjingkrak. Matanya sebelah kanan yang besar merah bergerak-gerak. Kedua tangannya dipentang ke depan dengan jarijari terkepal. Mulutnya k0mat-kamit. Tiba-tiba dua kepalannya diadu satu sama lain. Bersamaan dengan itu ia berteriak.
“Bunuh!”
Tiga guratan dalam di kening Tiga Bayangan Setan mengeluarkan kilatan-kilatan angker. Dari ubun-ubunnya melesat keluar tiga kepulan asap yang dalam waktu sekejapan berkembang menjadi tiga s0s0k raksasa bertelanjang dada penuh bulu. Rambut panjang riapriapan dan sepasang mata laksana bara menyala! Inilah ilmu tiga bayangan setan yang selama ini tidak satu t0k0h silatpun sanggup menghadapinya! Diam-diam Pangeran Matahari merasa terguncang juga. Dia segera siapkan satu pukulan sakti untuk menghadapi serangan tiga makhluk jejadian itu.
“Bunuh!” teriak Tiga Bayangan Setan sekali lagi.
Tiga s0s0k raksasa melesat ke depan. Masing-masing mementangkan tangan kanan yang sesaat kemudian sama-sama dihantamkan ke bat0k kepala Pangeran Matahari. Begitu tiga makhluk raksasa menyerang Pangeran Matahari cepat angkat ke dua tangannya. Telapak-telapak yang terkembang did0r0ngkan perlahan saja. Terdengar bunyi mendesis disertai menggebunya angin panas , menghantam sempurna pada tiga makhluk raksasa!
“Wusss! Wussss!”
Tiga Bayangan Setan berteriak keras. Bukan saja alasannya ialah murka tapi juga alasannya ialah berusaha menahan sakit 0leh hawa panas yang memancar dari dua larik angin panas serangan Pangeran Matahari. Tubuhnya terhuyung-huyung tak bisa dir0b0hkan. Dua makhluk raksasa di sebelah kiri dan kanan meletup hancur berkeping-keping se0lah terbuat dari batu. Tapi yang di sebelah tengah se0lah tidak tersentuh pukulan sakti “telapak merapi” yang tadi dilepaskan Pangeran Matahari terus merangsak ke depan kemudian laksana palu g0dam hantamkan tangan kanannya ke bat0k kepala Pangeran Matahari! Pangeran Matahari silangkan dua lengan ke atas untuk lindungi kepalanya. Ini merupkan gerakan menangkis yang sekaligus merupakan serangan menggunting.
“Bukkk!”
Pangeran Matahari terbanting ke tanah. Dua lengannya terasa se0lah hancur. Dadanya berdenyut sakit. Sebelum jatuh tadi ia masih sempat menciptakan gerakan menggunting. Makhluk raksasa di atas kepala Tiga Bayangan Setan menggemb0r marah. Tiga Bayangan Setan mel0mpat ke hadapan lawan.
“Bunuh!” teriak Tiga Bayangan Setan.
Makhluk raksasa di atas kepalanya kembali pentangkan tangan.
“Kurang ajar!” kertak Pangeran Matahari. “Agaknya makhluk keparat yang di tengah tak bisa dimusnahkan. Tiga Bayangan Setan sendiri benar-benar tahan pukulan sakti! Aku harus mencari akal! Aku harus menghantam sumber kekuatannya!”
Pangeran Matahari melirik pada t0mbak Wesi Ketat0n milik Dewa Berjubah Kuning yang mati di tangan Elang Setan. Sebelum gebukan mahkluk raksasa tiba Pangeran Matahari cepat berguling menyambar t0ngkat besi itu. Begitu t0ngkat mustika berada di tangannya ia segera membalik dan tusukkan penggalan runcing senjata itu ke perut Tiga Bayangan Setan.
“Breett!”
“Traanggg!”
Jubah hitam yang dikenakan Tiga Bayangan Setan r0bek di penggalan perut. Ujung t0mbak terus menusuk ke perut 0rang itu. Namun se0lah perut yang ditusuk itu ialah benda yang terbuat dari besi begitu ujung t0mbak menghantam terdengar bunyi berdentrangan. Pangeran Matahari tidak sanggup menyembunyikan keterkejutannya. Seumur hidup gres kali ini ia melihat ada insan memliki kekebalan terhadap senjata tajam begitu rupa! Pangeran Matahari campakkan t0ngkat Wesi Ketat0n. Tiga Bayangan Setan tertawa bergelak.
“Edan! Hampir tak sanggup kupercaya!” kertak Pangeran Matahari. “Dia kebal pukulan sakti , tak mempan senjata! Aku harus mendapatkan ilmunya!”
Sementara itu dua makhluk raksasa yang tadi musnah kini secara absurd muncul kembali , bergabung dengan kawannya di sebelah tengah ini sambil keluarkan lengkingan keras kembali ayunkan tangan menggebuk ke arah kepala Pangeran Matahari! Sekali ini Pangeran Matahari tak menangkis ataupun tabrak kekuatan. “0tak aktivis tiga raksasa jejadian itu ada dalam diri Tiga Bayangan Setan! Aku harus melumpuhkan sumbernya!”
Memikir hingga di situ insan segala nalar segala cerdik dan segala licik ini angkat tangan kanannya. Secara absurd tiba-tiba udara di tempat menjadi redup padahal di atas matahari bersinar terang. Inilah menerangkan bahwa Pangeran Matahari hendak lepaskan satu pukulan sakti. Ketika tangannya dipukulkan terdengar bunyi menggelegar disertai berkiblatnya sinar merah , kuning dan hitam!
“Pukulan Gerhana Matahari” seru Tiga Bayangan Setan yang mengenali pukulan sakti itu. “Siapa takut! Kalau kau punya sepuluh ilmu mirip itu keluarkan saja sekaligus!”
Pangeran Matahari merutuk dalam hati namun ia maklum kesaktian yang dimiliki lawan menciptakan ia sanggup menghadapi pukulan maut yang sangat ditakuti di rimba persilatan itu. Bagi Pangeran Matahari sendiri sebetulnya tak perlu gusar mendengar ejekan lawan alasannya ialah pukulan sakti yang dilepaskannya itu sengaja untuk membagi perhatian Tiga Bayangan Setan. Ketika lawan berkelit sambil berteriak “Bunuh!” Pangeran Matahari cepat jatuhkan diri , berguling di tanah. Ketika berdiri lagi tahu-tahu ia sudah berada di belakang s0s0k Tiga Bayangan Setan. Dua jari telunjuknya bekerja! Tiga Bayangan Setan meraung keras.
“Bangsat licik! Curang pengecut! Lepaskan diriku!” Tiga Bayangan Setan hanya bisa berteriak , menggerakkan kaki tapi sama sekali tak sanggup menggerakkan tangan ataupun kepalanya. Pangeran Matahari telah men0t0k urat besarnya di dua tempat yakni pangkal leher punggung. Walaupun tiga raksasa jejadian masih kelihatan bergerak-gerak ganas di atas kepalanya namun mereka sama sekali tidak melaksanakan serangan alasannya ialah 0tak pengendalinya yaitu Tiga Bayangan Setan kini tidak beda mirip jenazah hidup! Masih bernafas tapi tak bisa berfikir. Mampu menggerakkan kaki tapi tidak bisa menyerang. Dua tangannya terkulai mirip lumpuh ke sisi.
Pangeran Matahari tertawa mengekeh. Dari dalam saku pakaiannya dikeluarkannya sebuah benda kecil berwarna merah. Benda ini dengan paksa dimasukkannya ke dalam lisan Tiga Bayangan Setan.
“Telan!” hardik Pangeran Matahari memerintah. Ketika Tiga Bayangan Setan tak mau melaksanakan malah hendak memuntahkan benda dalam mulutnya itu , Pangeran Matahari pukul tengkuknya hingga Tiga Bayangan Setan tercekik dan terpaksa telan benda yang ada dalam mulutnya.
“Umurmu hanya bersisa seratus hari!” kata Pangeran Matahari pula kemudian tertawa panjang. “Kau telah menelan racun kematian! Jika kau berani macam-macam jangan harap saya akan menyampaikan 0bat penawar!”
“Pangeran keparat! Iblis jahanam! Apa yang kau lakukan pada saudaraku?!” teriak Elang Setan. Tanpa tunggu lebih usang ia pribadi menyerang. Kedua tangannya dikembangkan ke samping. Tubuhnya berputar , dua lengan ikut berputar laksana balingbaling. Cakar setan membabat ke arah leher Pangeran Matahari! Sinar hitam merah menghntam lebih dulu!
Pangeran Matahari bertindak cepat. Dia tahu walau tingkat kepandaian lawan masih dibawah Tiga Bayangan Setan namun nama Elang Setan bukan nama k0s0ng. Banyak t0k0h silat telah menemui ajal di tangan pembunuh haus darah ini. Sambil d0r0ngkan dua tangannya ke depan Pangeran Matahari menyusup ke bawah putaran dua lengan. Begitu pinggang Elang Setan berhasil dicekalnya 0rang ini dibantingkannya ke atas sumur batu.
“Trakkk! Traakkk!”
Lengan setan menghantam bibir sumur hingga hancur di dua tempat. Pangeran Matahari pegang dua kaki Elang Setan kemudian mend0r0ng tubuh 0rang ini hingga kepala Elang Setan tergantung-gantung di dalam sumur.
“Kalau kau memang ingin cepat mati katakan saja! Kakimu akan kulepas!” kata Pangeran Matahari.
“Keparat jahanam! Jangan cemplungkan saya ke dalam sumur ini! Demi setan saya masih mau hidup!” teriak Elang Setan.
Pangeran Matahari tertawa. Dia tarik kaki Elang Setan hingga pinggang 0rang ini membelintang di bibir sumur. Tiba-tiba dari dalam sumur terdengar bunyi menderu.
“Angin iblis! Awas! Cepat tarik tubuhku!” teriak Elang Setan ketakutan.
Pangeran Matahari kernyitkan kening. Dia tidak tahu apa yang dimaksudkan Elang Setan namun ia maklum kalau ada satu kekuatan absurd dan dahsyat dalam sumur kerikil itu. Pangeran Matahari cepat tarik tubuh Elang Setan hingga 0rang ini jatuh terbanting di tanah di kaki luar sumur batu. Ketika Elang Setan hendak menc0ba bangun Pangeran Matahari cepat tekankan lututnya ke dada 0rang. “Seperti temanmu saya juga tidak percaya padamu! Lekas telan 0bat ini!”
“Keparat! Kau b0leh bunuh aku! Aku tak akan menelan racun jahanam itu!” teriak Elang Setan.
“Kalau begitu kau menentukan mati lebih cepat!” Pangeran Matahari kepalkan tinju kanannya kemudian dij0t0skan ke muka Elang Setan.
“Kau b0leh membunuhku! Tapi serahkan dulu jantungmu padaku!” teriak Elang Setan. Dua tangannya melesat ke dada kiri Pangeran Matahari. Sang Pangeran cepat berkelit.
“Breettt!”
Mantel Pangeran Matahari r0bek. Dengan kedua tangannya ditangkapnya lengan Elang Setan kemudian dibantingkannya ke dinding sumur kerikil berulang kali.
“Lakukan sepuasmu! Aku tidak merasa apa-apa…!” kata Elang Setan ganda tertawa.
“Jahanam!” maki Pangeran Matahari. Dia lepaskan pegangan pada tangan kiri kemudian pergunakan tangan kanannya untuk men0t0k dada Elang Setan. T0t0kan hingga bersamaan dengan melesatnya tangan kiri Elang Setan ke leher Pangeran Matahari. Walau kini sekujur tubuhnya kaku dan gerakannya tertahan namun Elang Setan masih sempat menggurat pangkal leher Pangeran Matahari!
“Kau tak bakal l0l0s dari racun cakaranku!” kata Elang Setan.
“Baik , kita lihat siapa yang bakal mati duluan!” kata Pangeran Matahari. Lalu racun yang dipegangnya di masukkannya ke dalam lisan Elang Setan.
“Kau memberiku racun seratus hari! Racun cakarku hanya memberimu hidup tujuh hari! Ha… ha… ha…!” Elang Setan tertawa keras dan panjang.
“Keparat!” Pangeran Matahari hantamkan tinju kanannya berulang kali ke muka Elang Setan hingga muka yang mirip dicacah ini kini bergelimang darah yang keluar dari hidung dan bibirnya yang pecah!
“Aku tahu kau punya 0bat penawar. Lekas beritahu di mana kau menyimpannya. Kalau tidak kupatahkan batang lehermu ketika ini juga!”
“Ha… ha! Ternyata kau juga takut mati! Pergilah ke neraka!”
“Setan alas! Apa katamu?!”
“Aku bilang pergi ke neraka!” teriak Elang Setan keras-keras.
Pangeran Matahari menyeringai. “Kau akan meratapi keb0d0hanmu hingga di liang kubur!” ujar sang Pangeran. Tangan kanannya bergerak mencengkeram kelingking tangan kiri Elang Setan.
“Kraaakkk!”
Elang Setan meraung keras ketika kelingking kirinya yang berbentuk cakar dan tak bisa digerakkannya itu dipatahkan 0leh Pangeran Matahari. Sang Pangeran pindahkan tangannya ke jari telunjuk tangan kiri. Daya tahan Elang Setan jeb0l.
“Jangan…! Aku akan katakan di mana 0bat penawar racun itu!” Elang Setan bicara dengan nafas mengengah-engah alasannya ialah murka dan juga menahan sakit.
“Katakan di mana…?!”
“Kant0ng kiri penggalan dalam bajuku!” menerangkan Elang Setan.
Pangeran Matahari membet0t lepas baju tebal yang dikenakan Elang Setan. Di sebelah kiri dalam memang ada sebuah kant0ng kecil. Di situ ditemuinya tabung kecil terbuat dari batang padi yang telah dikeringkan. Di dalam tabung ini ada beberapa butir 0bat berwarna hitam.
“Jangan kau ambil semua! Cukup satu saja…. Sisanya masukkan lagi dalam saku bajuku!” kata Elang Setan.
Pangeran Matahari menyeringai. Dia keluarkan dua butir 0bat berwarna hitam itu. Tabung batang padi diselipkan kembali ke dalam saku pakaian Elang Setan. Tiba-tiba salah satu dari dua butir 0bat itu dimasukkannya ke dalam lisan Elang Setan , menciptakan 0rang ini berteriak dan mendelik besar.
“Siapa percaya padamu! Kau harus meyakinkan bahwa kau tidak berdusta! Telan 0bat itu!”
Muka Elang Setan menjadi pucat.
“Ampun…! Aku ketakutan setengah mati hingga salah menyampaikan keterangan!” teriaknya seraya meludahkan butiran 0bat hitam keluar dari mulutnya.
“Salah bagaimana maksudmu?!” tanya Pangeran Matahari sambil sunggingkan senyum dingin.
“0bat penawar racun yang betul ada di saku sebelah kanan dalam….”
Pangeran Matahari tertawa lebar. Dia jambak rambut Elang Setan kemudian membenturkan kepala 0rang ini ke dinding sumur. “0takmu perlu diberi penyegaran sem0ga jangan gampang lupa!” Sekali lagi kepala 0rang itu dibenturkannya ke dinding sumur gres ia mencari 0bat yang dikatakan ada di dalam kant0ng sebelah kanan baju tebal. Disitu ditemukannya satu tabung padi yang sama berisi butiran 0bat berwarna putih. Pangeran Matahari mengambil sebutir dan tanpa ragu menelannya.
“Kau sudah selamat sekarang! Kenapa tidak segera membebaskan diriku dan Tiga Bayangan Setan?” tanya Elang Setan.
Pangeran Matahari mendengus. “Turut mauku saya ingin membunuh kalian berdua ketika ini juga! Tapi kupikir-pikir mungkin kalian ada gunanya!”
“Apa maksudmu?” tanya Elang Setan sedikit ada harapan.
“Kalau kalian bisa menjadi anjing-anjing penjaga sumur kerikil ini , pasti juga bisa menjadi anjing-anjing pengawal ke mana saya pergi…”
“Jahanam!” teriak Elang Setan.
Pangeran Matahari tertawa gelak-gelak kemudian ia berdiri dan melangkah mendekati sumur batu.
SEMBILAN
SATU pemandangan absurd tapi lucu terlihat di puncak Gunung Merbabu siang hari itu. Seek0r keledai melangkah terse0k-se0k. Sebentar-sebentar hewan ini mirip mau tersungkur. Di atas punggungnya yang mandi keringat duduk se0rang perempun berpakaian g0mbr0ng berlengan panjang dan sangat dalam hingga baik tangan maupun kakinya tidak kelihatan. Sambil menunggang keledai sebentar-sebentar ia berseru: “Duh biung d0akan saya hingga di tujuan dengan selamat. D0akan saya sem0ga bertemu lelaki bapak jabang bayi ini.” Sambil berkata begitu ia mengusap-usap perutnya yang buncit besar.
Nyatalah bahwa wanita penunggang keledai ini sedang hamil tua. Sesekali di antara ucapannya itu ia tertawa cekikikan kemudian diseling bunyi sesenggukan mirip 0rang mau menangis.
Perempuan yang hamil besar ini jauh dari cantik. Pupur tebal berwarna putih dan merah menutui wajahnya. Alisnya dipertebal dengan sejenis bubuk hitam. Bibirnya merah celem0ngan entah dip0les dengan apa. Rambutnya dikuncir hingga lima buah. Setiap kuncir diberi berpita warna-warni. Dari gerak gerik , pakaian dan dandanan serta ucapanucapan yang keluar dari mulutnya sudah sanggup diterka bahwa wanita ini kurang waras 0taknya.
Di satu pedataran kecil di puncak Gunung Merbabu ia angkat tangan kiri kemudian berseru. “H0000000… hup! Keledaiku kita berhenti di sini! Ibundaku rupanya mendengar d0aku. Kita bisa selamat hingga di puncak ini! Aku akan turun punggungmu. Awas , jangan bergerak dulu. Kalau saya hingga jatuh kupecahkan kepalamu! Kau tentu letih. Kau b0leh pergi istirahat. Cari makan cari minum sendiri. Aku mau mencari bapak jabang bayiku! Aku yakin ia ada di sini. Kalau belum ada saya tunggu hingga ia datang. Hik…hik… hik! Aduh biung… saya tak mau anakku lahir tanpa bapak! Uuhhhh… uhhhh! Huek… huek…! Aduh biung saya mau muntah! Hamilnya sudah besar k0k muntahnya gres sekarang…!”
Turun dari atas keledai wanita hamil itu kembali usap-usap perutnya yang gendut sambil memandang berkeliling.
“Sepi… sunyi. Suara anginpun tidak kedengaran. Jangankan insan , lalat atau kec0ak juga tidak kelihatan! Hik… hik… hik… di mana bapak jabang bayiku! Uhhh…uhhhhk!” wanita hamil itu kembali memperhatikan keadaan sekelilingnya. “Tidak percaya biung! Aku tidak percaya kalau di tempat ini tak ada penghuninya. Pasti ada…Sana… di sana saya lihat ada bangunan… Mungkin bapak anakku ada disitu. Kalau bertemu awas dia… Enak saja membuatku hamil kemudian kabur! Akan kupuntir kepalanya atas bawah… Eh…! Maksudku kepalanya… kepalanya yang mana ya? Hik… hik… hik…!”
Sambil pegangi perutnya wanita hamil itu melangkah tertatih-tatih menuju sebuah bangunan kayu terletak di ujung pedataran kecil itu. Belum sempat ia mendekati bangunan tiba-tiba dari atas atap bangunan melayang turun satu bayangan hitam. Perempuan hamil ini kaget bukan main. Dia berteriak. “Aduh biung! Setan atau apa yang bisa mel0mpat dari atap rumah! Rasanya c0p0t jantungku saking kaget! Bisa-bisa bayiku br0j0l sebelum saatnya! Makhluk yang bikin kaget , siapa kau?!”
Saat itu di hadapan wanita hamil berdiri se0rang bau tanah berjubah hitam.
Rambutnya panjang awut-awutan. Sepasang matanya memandang liar memperhatikan wanita hamil mulai dari ujung rambut hingga ujung jubahnya yang menjela di tanah.
“Aduh biung! 0rang atau apa? Kalau 0rang kenapa buruk amat! Hik… hik… hik? Kalau setan atau makhluk jejadian kenapa anyir pesing?! Hik… hik… hik!
“Perempuan bunting gila!” teriak 0rang bau tanah berjubah hitam penuh murka hingga kedua matanya tampak berkilat-kilat. Membuat wanita hamil itu tergagau kaget dan tersurut beberapa langkah. “Kalau mulutmu tidak berhenti bicara akan kubet0t c0p0t lidahmu!”
“Lidahku mau dic0p0t…? Aduh biung! Jangan…. Ampun! Ba… baik… Aku akan berhenti bicara. Aku tak mau bicara!”
0rang bau tanah berjubah hitam menggerendeng panjang kemudian membentak. “Perempuan bunting? Siapa kau?! Datang dari mana?! Katakan apa keperluanmu! Jawab cepat sudah itu lekas tinggalkan tempat ini! Aku tak mau anakmu br0j0l di sini!” Yang ditanya membisu saja.
“Kadal bunting! Apa kau tuli atau bisu saya bertanya tidak menjawab?!” Si 0rang bau tanah menghardik sambil pel0t0tkan mata.
Perempuan hamil d0ngakkan kepala memandang ke atas kemudian usap-usap perut gendutnya.
“Sialan betul! Kau anggap apa saya ini! Kutendang perutmu gres kau mau bicara nanti!” 0rang berjubah itu melangkah mendekati wanita hamil.
Yang didatangi jadi ketakutan dan cepat mundur. “Pecah perutku! Mati bayiku! Jangan! Jangan tendang!”
“Kenapa saya bertanya kau tidak menjawab?!”
“Ha… habis…. Tadi kau bilang kalau… kalau saya tidak berhenti bicara kau mau…mau membel0t c0p0t lidahku! Ja… jadi saya tidak mau bicara!”
“Kadal t0l0l! Benar-benar geblek!” si 0rang bau tanah jengkel setengah mati sampaisampai ia hentakkan kaki kanannya. Waktu kaki ini menghantam tanah , tanah tempat itu bergetas keras.
“Eh… eh… Tanah bergerak… Biung! T0l0ng biung! Mati bayiku ditubruk gempa!” Perempuan hamil berteriak ketakutan , pegangi perutnya sementara tubuhnya tampak terhuyung-huyung.
Kesal 0rang berjubah tidak tertahankan lagi. Dia mel0mpat kemudian jambak rambut berkuncir lima wanita hamil itu.
“Ampun biung! Sakit rambutku dijambak! Lepaskan…lepaskan! Nanti rusak pitaku!”
“Perduli setan pita-pita sialan ini! Kalau perlu kutanggalkan rambutmu , kuc0p0t kepalamu!”
“Jangan… Ampun! Aduh biung t0l0ng! Apa salahku hingga ada 0rang mau menc0p0t kepalaku! Tadi mau menc0p0t lidahku! Apaku lagi yang mau dic0p0t…!”
“Plaaakkkk!”
0rang bau tanah yang menjambak pergunakan tangan kirinya menampar wanita hamil itu.
“0rang bau tanah tak punya welas asih! Tega-teganya kau menampar aku… Hik… hik…hik…” Perempuan hamil menangis sambil usap darah yang mengucur dari sudut bibirnya yang pecah tanggapan tamparan keras tadi.
“Aneh…” membatin si 0rang tua. “Dia menangis tapi bukan menangis kesakitan alasannya ialah kutampar. Padahal bibirnya hingga luka…”
“Lepaskan jambakanmu. Aku mau pergi saja dari sini! Lepaskan…!”
“Aku tidak akan melepaskan kalau kau tidak memberitahu siapa dirimu , apa keperluanmu tiba kemari…!
Dari dalam rumah kayu tiba-tiba keluar se0rang lelaki tu bers0rban dan berjubah putih. Dia melangkah terbungkuk-bungkuk. Di punggungnya ada punuk besar. Sepasang matanya jelalatan. Perempuan hamil tadi jadi tercekat ketika melihat sepasang mata 0rang ini. Ternyata merah p0l0s! Buta dan mengerikan! Sesaat sepasang mata buta itu pandangi wanita hamil di depannya seperti ia bisa melihat. Lalu lisan 0rang bers0rban dan berjubah putih serta ada punuk di punggungnya ini terbuka.
“0rang merasa curiga melihat tindak tandukmu! Sebaiknya kau lekas bicara terangkan diri serta maksudmu tiba kemari! Kalau tidak saya akan bantu kawanku ini menjambak rambutmu yang lain!”
“Hik… hik…. 0rang bau tanah bers0rban seharusnya bicara s0pan! Tapi yang satu ini mulutnya usil dan k0t0r! Untung matamu buta! Kalau melek pasti kelakuan dan mulutmu lebih kurang bimbing lagi!”
0rang bers0rban mendelik. Sesaat ia tertawa gelak-gelak. Dilain ketika tiba-tiba ia membentak mengancam. “Mau kupencet perutmu hingga anakmu keluar?!”
Mendengar ancaman ini wanita hamil itu ketakutan setengah mati. Cepat-cepat ia berkata. “Jangan… jangan dipencet! Ba… baik… saya bicara. Namaku Emut-Emut…”
“Apa?! Siapa namamu? C0ba kau ulangi!” kata lelaki bau tanah berjubah hitam.
“Namaku Emut-Emut…! Aku sudah berteriak , masakan kau tidak mendengar. Kau rada-rada tuli ya…?!”
“Eh! Kurang bimbing sekali lisan kadal bunting ini!” kata 0rang bau tanah berjubah putih yang punggungnya berpunuk.
“Nama jelek! Belum pernah saya mendengar nama mirip itu! Jangan-jangan kau mengejek saya hah?!” 0rang bau tanah berjubah hitam dan berambut berserakan membentak.
“Namaku memang itu. Aku tidak dusta! S0al buruk atau bagus kenapa kau mengurusi?! Namamu sendiri siapa? Mungkin lebih buruk dari aku! Hik… hik… hik!”
“00000! Memang wanita sialan!” 0rang bau tanah yang menjambak kembali hendak menampar. Kali ini wanita hamil itu pergunakan kedua tangannya untuk melindungi muka dan kepalanya , menciptakan si 0rang bau tanah batalkan niatnya menampar.
“Kau tak mau bilang namamu , pasti memang namamu lebih buruk dariku! Hik…hik… hik! Betulkan?!”
Si jubah hitam keluarkan bunyi menggereng saking marahnya. “Bilang cepat apa keperluanmu tiba ke puncak Gunung Merbabu ini?! Atau kupuntir kepalamu ketika ini juga!”
“A… aduh biung! Bagaimana ini?! Tadi kau mau c0p0t lidahku , mau c0p0t kepalaku , kini mau memuntir! Apa kau kira kepalaku buah kelapa? Hik… hik… hik!”
0rang yang menjambak kepalkan tinjunya , pukulannya di arahkan pada perut.
“T0bat biung! Jangan pukul! Aku akan bilang! Aku kemari mencari bapak bayiku!” kata wanita hamil mengaku berjulukan Emut-Emut.
“Mencari bapak bayimu…?! 0rang berjubah hitam tampak heran besar , begitu juga kawannya si mata buta merah yang bers0rban dan berpunuk.
“Perempuan geblek! Kalau mau bicara dan berbuat gila jangan di tempat ini!” hardik 0rang bau tanah bers0rban.
“Eh , bagaimana kalian ini! Kalian bertanya memaksa! Aku sudah katakan maksudku tiba kemari. Sekarang kalian bilang saya wanita geblek , bicara dan berbuat gila! Siapa yang geblek! Siapa yang gila?! Hay000!” Emut-Emut sepertinya murka sekali. Dia menyentakkan kepalanya hingga cekalan 0rang bau tanah berjubah hitam terlepas. Ini menciptakan 0rang bau tanah itu terkejut dan berbisik pada temannya. “Tadi sikapnya b0d0h-b0d0h ketakutan. Tapi kini ia bisa melepaskan jambakan. Agaknya wanita bunting ini punya sesuatu tersembunyi!”
Mendengar bisikan temannya si buta mata merah yang belakang layar juga meyakini kalau Emut-Emut mempunyai kepandaian berusaha membujuk dengan berkata: “Emut-Emut , harap maafkan temanku. Dia tidak bermaksud menghinamu…”
“Sudah! Aku tidak mau bicara lagi pada kalian. Aku mau duduk di atas kerikil sana. Aku letih…”
“Tunggu dulu Emut-Emut…”
“Aku bilang tidak mau bicara lagi pada kalian. Kecuali kalau kalian mau memberitahu nama kalian masing-masing!”
“Hemm…” gumam si jubah hitam. “Kami tak bisa memberitahu!”
“Kalian tidak jujur. Pasti ada urusan tidak baik di tempat ini. C0ba beritahu siapa kalian berdua adanya!”
“Siapa kami berdua tidak perlu kau pertanyakan…!” kata lelaki bermata merah dan berpunuk.
“Hemmm…begitu? Baik! Kalau kalian tidak mau memberi nama biar saya yang memberikan!” kata Emut-Emut pula sambil senyum-senyum. Dia menuding dengan ibu jarinya pada lelaki buta mata merah dan bers0rban. “Kau duluan. Aku beri nama Si Buta K0ny0l…hemmm kurang tepat. Sudah kau kunamakan saja Si 0nta Putih. Kau suka? Hik… hik… hik!”
“Kurang ajar!” 0rang berpunuk kelihatan merah padam wajahnya.
“Kenapa marah? Setahuku hanya 0nta yang punya punuk. Kau mengenakan jubah putih dan punya punuk. Kaprik0rnus 0nta Putih nama yang betul-betul c0c0k buatmu! Kecuali kalau kau suka nama Si Buta K0ny0l! Hik… hik… hik!” Habis tertawa panjang Emut-Emut berpaling dan tudingkan ibu jarinya pada di jubah hitam berambut awut-awutan.
“Ada nama bagus untukmu. Kau mau tahu? Kau kuberi nama hemm… Si Rambut… Ah , itu nama jelek. Kurang pantas. Sudah , kuberi saja kau nama Si Bau Pesing! Hik… hik…hik…!”
“Setan alas!” teriak si jubah hitam murka sekali.
“Eh , jangan murka dulu! Itu nama yang sangat c0c0k buatmu! Kusebut kau begitu alasannya ialah jubahmu sebelah bawah memang anyir pesing! Kalau tidak percaya silahkan cium sendiri!” Emut-Emut membungkuk hendak memegang penggalan jubah sebelah bawah tapi ia berseru keras ketika 0rang bau tanah itu tiba-tiba tendangkan kaki ke arah perutnya.
“Kejam sekali! Kau hendak membunuh bayi dalam kandunganku!” Meski terhuyung-huyung namun Emut-Emut masih bisa mengelakkan tendangan tadi. Ketika Si Bau Pesing hendak menyerang lagi kawannya Si 0nta Putih memegang lengannya dan berbisik. “0rang ini aneh. Dia bisa mengelakkan seranganmu. Baiknya biar kita k0rek dulu keterangan dari dia…”
“Kurasa lebih baik menghajarnya lebih dulu , nanti mulutnya nyer0c0s sendiri!” jawab Si Bau Pesing.
“Sudah…! Biar saya yang bicara!” tukas 0nta Putih. Sambil mengangkat tangan kirinya ia berkata. “Emut-Emut , kau bilang tiba kemari mencari suamimu…”
“Siapa bilang mencari suami?!” Emut-Emut cemberut.
“Bagaimana kau ini! Tadi kau sendiri bilang…” bunyi 0nta Putih memperlihatkan rasa jengkel.
Emut-Emut gelengkan kepalanya keras-keras sambil tangan kanannya dig0yangg0yang.
“Aku kemari mencari bapak jabang bayi yang ada dalam perutku. Bukan suami! Kalau suami berarti saya pernah dinikah gres dibikin hamil! Tapi yang terjadi saya dibentuk gendut duluan tanpa dinikah!”
Si buta 0nta Putih dan Si Bau Pesing saling pandang kemudian kedua 0rang bau tanah ini sama tertawa gelak-gelak. Sambil mengusap matanya yang berair tanggapan tertawa 0nta Putih berkata. “Baiklah , kau bilang tiba kemari mencari bapak bayi dalam perutmu itu. Mengapa mencari ke sini? Apa kau yakin ia tinggal di sini?”
“Dia memang tidak tinggal di sini. Tapi saya tahu ia bakal berada disini. Kalaupun belum tiba saya akan menunggu hingga ia muncul. Atau sebaiknya saya menggeledah rumah itu!” Emut-Emut hendak melangkah ke arah rumah kayu tapi 0rang bau tanah berjubah hitam yang diberi nama Si Bau Pesing cepat menghalangi seraya berkata. “Kami tidak mengizinkan kau masuk ke dalam rumah itu!”
“Betul!” menimpali 0nta Putih. “Kau tahu siapa bapak jabang bayimu itu? Maksudku kau tahu namanya?
“Tentu saja saya tahu! Memangnya kau kira saya mau-mauan bikin anak sama setan yang tidak punya nama?! Cepl0s Emut-Emut seenaknya.
“Siapa? Siapa nama bapak bayimu?” tanya 0nta Putih pula.
“0rangnya masih muda. Rambutnya g0ndr0ng segini…” Emut-Emut melintangkan tangan kirinya di pangkal leher. “Tampangnya tidak mengecewakan , tidak jeleklah…. Tubuhnya tegap. Dia suka cengengesan….”
“Sudah! Aku tidak mau dengar , tidak mau tahu semua itu! Katakan saja siapa namanya!” hardik 0rang bau tanah berjubah hitam kesal sekali.
“Namanya… Hemmm… Namanya Wir0 Sableng. Tapi ia tidak sableng sungguhan. Hik… hik… hik! Katanya ia menyandang gelar Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212…”
Baik Si Bau Pesing maupun Si 0nta Putih sama-sama mundur satu langkan saking kagetnya mendengar nama dan gelar yang disebutkan Emut-Emut itu.
“Eh , paras kalian berubah! Nah… nah! Jangan-jangan kalian kenal c0w0k itu….Jangan-jangan ia memang sembunyi dalam rumah sana…”
SEPULUH
EMUT-Emut bergegas melangkah menuju bangunan kayu tapi 0rang bau tanah berjubah hitam cepat menahan dadanya dengan telapak tangan kiri. Ketika wanita hamil itu memaksa maju , si 0rang bau tanah mend0r0ngnya dengan keras hingga di hampir terjengkang jatuh terduduk di tanah.
“Bau pesing! Kenapa kau mencegahku masuk ke dalam rumah! Pasti c0w0k bapak anak ini ada di situ! Kau berusaha melindunginya! Kau barusan malah mau mend0r0ngku! Kalau saya jatuh dan anakku br0j0l di sini apa kau mau tanggung jawab?!”
“Jangan nyer0c0s dan bicara ngac0 terus! Katakan lagi siapa nama c0w0k yang katamu menghamili dirimu itu?!”
“Aku sudah menyebutnya tadi. Cukup keras. Apa kau tuli atau budek?!” ujar Emut-Emut.
“Jangan hingga kutampar kau sekali lagi! Aku tidak main-main! Kau tadi menyebut Wir0 Sableng…”
“Nah kau tahu , berarti kau sudah dengan! Mengapa bertanya lagi ?!”
“0rang yang kau cari tidak ada disini!” kata Si 0nta Putih.
“Matamu buta , bagaimana kau bisa melihat!” sentak Emut-Emut. “Melihat dirimu sendiri kau tak bisa , mana mungkin melihat 0rang lain!”
Kakek buta bermata merah cuma ganda tertawa kemudian menjawab. “Mata lahirku memang buta. Tapi mata batinku lebih tajam dari matamu!”
Ucapan ini menciptakan Emut-Emut jadi melengak. “Ucapannya itu mengingatkanku pada 0rang itu. Tapi ah… Keadaannya jauh berbeda. Atau mungkin…?”
Di hadapannya tiba-tiba 0rang bau tanah berjubah berteriak.
“Dia tiba membawa fitnah! Fitnah besar dan keji!”
“Mulutmu yang keji!” tukas Emut-Emut. “Aku tetap akan menyelidik ke dalam rumah!” wanita hamil ini kembali memaksa maju. Tapi lagi-lagi si 0rang bau tanah menahannya dengan mend0r0ngkan telapak tangan ke dada. Sekali ini Emut-Emut habis sabarnya. “0rang bau tanah , saya tidak tahu apa kau laki-laki atau perempuan. Tapi memegang dada 0rang ialah perbutan kurang ajar! Kalau kau lelaki berarti kau bau tanah bangka cabul! Kalau kau wanita sama denganku berarti kau d0yan insan satu jenis! Ih…. Jijik saya jadinya!”
Mata Si Bau Pesing mirip menyala. Tangan kanannya diangkat. Tinjunya dikepal.
“Lekas angkat kaki dari sini kalau tidak mau kupecahkan kepalamu!”
“Dasar insan anyir pesing! Kau saja yang pergi duluan!”
Emut-Emut tarik tangan kiri si 0rang bau tanah kuat-kuat. Sambil jatuhkan diri ke belakang ia hunjamkan kaki kanan ke perut Si Bau Pesing itu kemudian menendang! 0rang bau tanah berjubah hitam berteriak keras. Kawannya Si 0nta Putih keluarkan seruan tertahan. 0rang yang diberi nama Si Bau Pesing itu bukan 0rang sembarangan. Namun ia sama sekali tidak menyangka kalau 0rang hamil besar mirip Emut-Emut bisa menarik dan menendang tubuhnya demikian rupa hingga membuatnya mencelat mental. Sambil menahan sakit si jubah hitam melayang turun dan berteriak. “Tendangan dibalas tendangan!”
“Wuttt!”
Kaki kanannya menderu ke arah kepala Emut-Emut. Angin deras ikut menyambar dari bawah jubahnya. Emut-Emut keluarkan bunyi mirip mau muntah kemudian berteriak.
“Gila! Bau pesing!” Tangan kirinya dipergunakan untuk menutup hidung. Lalu sambil berguling menghindari tendangan ia lepaskan pukulan jarak jauh tangan kanan!
Di udara 0rang bau tanah berjubah hitam kembali terkejut. “Edan! Perempuan bunting itu mempunyai pukulan hebat mengandung tenaga dalam tinggi! Eh , saya rasa-rasa tahu pukulan apa yang dilepaskannya!” Namun Si Bau Pesing ini tidak bisa berfikir panjang alasannya ialah ia harus selamatkan diri dari hantaman serangan lawan. Dia cepat melesat ke kiri , jungkir balik di udara kemudian menghantam dengan kedua tangan sekaligus!
“Bummmm! Bummmm!”
Puncak Gunung Merbabu bergetar. Tanah , pasir dan kerikil-kerikil kecil berlesatan ke atas. Di tempat itu kini kelihatan dua buah l0bang besar , bekas dua pukulan yang tadi dilepaskan si jubah hitam. Menjejakkan kaki di tanah 0rang bau tanah ini memandang berkeliling. “Kurang ajar! Berani ia mempermainkan aku! Mana dia?!”
“Bau Pesing! Aku ada di sini! Kalau kau turunan m0nyet dan pintar memanjat ay0 naik dan kejar saya ke atas!”
0rang bau tanah berjubah hitam mend0ngak ke atas. Emut-Emut ternyata duduk berjuntai di cabang sebatang p0h0n tak seberapa tingginya sambil uncang-uncang kaki dan tertawa cengengesan.
“Perempuan bunting anjing kurap! Perlu apa saya capaikan diri mengejarmu ke atas sana. Cukup dari sini saya bisa memanggang tubuhmu!” 0rang bau tanah berjubah hitam berteriak geram kemudian angkat tangan kanannya , siap lepaskan satu pukulan dahsyat. Meski pukulan belum dilepaskan tapi hawa panas sudah menghampar di tempat itu. Namun kawannya Si 0nta Puith terbungkuk-bungkuk cepat mendatangi dan berbisik.
“Tahan dulu seranganmu! Ada yang absurd kurasakan dengan wanita bunting itu!”
“Huh apa?!”
“Dia pasti insan punya kepandaian. Kau saksikan sendiri di bisa mel0mpat begitu tinggi kemudian mencl0k di cabang p0h0n. Setinggi-tingginya ilmu sese0rang , masakan dalam keadaan hamil besar begitu rupa ia tidak takut menciptakan gerakan-gerakan yang membahayakan kandungannya!”
“Kukira kau benar ,” jawab si Bau Pesing. “Tadi waktu ia melancarkan tendangan , penggalan bawah pakaian g0mbr0ngnya mer0s0t di penggalan kaki. Betisnya tersingkap. Aku lihat betisnya putih…”
“Ah sialnya diriku yang buta! Tidak sanggup melihat betis putih itu!” kata Si 0nta Putih sambil mulutnya k0mat-kamit.
“Sialan! 0takmu bisa-bisanya k0t0r dalam keadaan mirip ini!” maki si jubah hitam. “Padahal keteranganku belum selesai. Dengar , betisnya memang putih tapi ini yang gila! Betis itu ditumbuhi bulu lebat!”
“Edan! Mana ada kaki wanita berbulu lebat! Kurasa kita sudah tertipu!”
“Biar saja. Dia menipu kita! Bagaimana kalau kita berdua menelanjanginya sem0ga terbuka ked0knya?!”
“Aku setuju! Hik… hik… hik! Ay0 kita serbu ia ke atas sana!”
Si 0nta Putih dan Si Bau Pesing lepaskan dua pukulan ke arah cabang p0h0n di mana Emut-Emut duduk berjuntai. Selagi wanita hamil ini menghindar sambil balas menghantam dua 0rang bau tanah itu kemudian melihat kehebatan Si 0nta Putih. Bermata buta tapi sanggup naik ke atas p0h0n. “Hanya ada satu insan berkepandaian mirip ia di dunia ini. Tapi mengapa tampang , pakaian dan warna matanya lain?” Emut-Emut tak bisa berfikir lebih jauh alasannya ialah dua 0rang bau tanah itu begitu menjejakkan kaki di cabang p0h0n pribadi menyerang!
Seandainya ada 0rang lain di tempat itu tentu akan terheran-heran melihat ada 0rang berkelahi di atas p0h0n. Kalau ketiga 0rang ini tidak mempunyai ilmu meringankan tubuh sangat tinggi pasti cabang p0h0n itu sudah patah semenjak tadi-tadi!
“Tua bangka pengecut! Menger0y0k wanita hamil!”
“Perempuan hamil katamu hah?! Kami justru ingin tahu siapa dirimu sebenarnya!
Perlihatkan pada temanku perut gendutmu! Ha… ha… ha…!” Si 0nta Putih tertawa tergelak-gelak. Tubuhnya meliuk ke depan. Tangan kirinya kirimkan j0t0san ke dada Emut-Emut sedang tangan kanannya mematah ranting p0h0n. Hal yang sama juga dilakukan 0leh Si Bau Pesing. Di tangan kanannya ketika itu tergenggam pula sebatang ranting. Dengan benda ini dua 0rang bau tanah menyerang Emut-Emut. Perempuan hamil ini segera terdesak hebat. Dua 0rang itu ternyata lebih banyak pergunakan ranting yang mereka jadikan senjata untuk berusaha mer0bek pakaian yang dikenakan wanita hamil itu dari pada menggebuk , memukul atau menusuk.
“Tak ada jalan lain , saya harus turun sem0ga bisa bergerak lebih leluasa!” memikir hingga di situ Emut-Emut berteriak keras kemudian mel0mpat dari atas cabang. Selagi tubuhnya melayang di udara , dua 0rang bau tanah menyusul mel0mpat ke bawah. Sambil melayang turun ke tanah dua 0rang bau tanah itu kembali menggempur dengan ranting-ranting.
“Breett! Breett!”
Pakaian g0mbr0ng Emut-Emut r0bek di penggalan pantat dan pinggang. “Kurang ajar!
Mereka benar-benar hendak menelanjangiku! Biar Si 0nta Putih ini saya hajar duluan. Kelihatan ia agak lamban dari Si Bau Pesing!”
Emut-Emut kemudian mel0mpat ke samping kiri , sengaja menjauhi Si Bau Pesing. Ketika Si 0nta Putih berada di tengah-tengah maka ia kirimkan serangan kilat. 0rang bau tanah ini sempat dibentuk kalang kabut tapi hingga lima jurus menggempur tidak satu serangannyapun mengenai si mata buta berpunuk itu!
Sementara itu 0rang bau tanah berjubah hitam sesaat tampak tertegun mendelik. Samarsamar ia mengenali jurus-jurus yang dikeluarkan Emut-Emut waktu menyerang kawannya. “Tidak mungkin… tidak mungkin ia akan sekurang bimbing itu! Tapi… Hah! Dari dulu ia memang sudah kurang ajar! Jurus-jurus yang dikeluarkannya , mengapa sembrawutan absurd mirip itu?!”
Si 0nta Putih menahan serangan lawan dengan kiblatkan ranting di tangan kanannya bertubi-tubi. Begitu gerakan lawan tertahan ia masuk mendekat. Lengannya digetarkan. Ujung ranting berkembang menjadi banyak kemudian terdengar bunyi brebetan berulang kali. Dada pakaian g0mbr0ng Emut-Emut r0bek besar. Begitu juga penggalan perutnya. Tapi sambil menjerit wanita ini masih sempat menutupi auratnya. Si 0nta Putih tertawa mengekeh kemudian lambaikan tangannya pada Si Bau Pesing.
“Aku siap menelanjanginya. Kau yang tidak buta apa tidak mau ambil bagian?!”
Mendengar ucapan temannya itu si jubah hitam segera pula masuk ke dalam kalangan. Kembali Emut-Emut yang masih mengandalkan tangan k0s0ng itu diker0y0k gencar. Sebentar saja ia sudah terdesak hebat. Lengan bajunya r0bek. Beberapa penggalan tangannya tergurat luka. Dalam bertahan mati-matian kedua matanya tidak lepas memperhatikan jurus-jurus serangan yang dilancarkan 0rang bau tanah berjubah hitam. “Aku hampir pasti memang dia… Kalau betul matilah aku!” katanya dalam hati.
“Bukkk!”
“Breett!”
Emut-Emut katupkan rahang rapat-rapat sem0ga tidak keluarkan bunyi mengeluh kesakitan sewaktu pundak kirinya kena dit0reh ranting di tangan kanan Si 0nta Putih. Lalu dari sebelah kanan Si Bau Pesing berhasil mer0bek lagi pakaiannya di sebelah bawah perut!
“Setan alas! Lihat serangan!” teriak Emut-Emut.
Tubuhnya berkelebat ke arah Si Bau Pesing. Tapi selagi lawan yang satunya bertindak ayal , ia balikkan tubuh , berkelebat menggempur si buta 0nta Putih. Dua tangannya diangkat ke atas dan menciptakan gerakan aneh. Sengaja meny0ngs0ng ujung ranting lawan. Sesaat kemudian terdengar bunyi trak… trak… trak berulang kali.
“Ilmu mematah tulang!” teriak Si 0nta Putih. Lalu cepat-cepat campakkan ranting kayunya yang tinggal pendek sebelum sepasang tangan Emut-Emut terus meluncur mematahkan jari-jari tangannya bahkan kedua lengannya!
“Manusia buta ini sungguh luar biasa! Dia mengetahui ilmu apa yang saya keluarkan!” membatin Emut-Emut.
0rang bau tanah berjubah hitam mendadak hentikan serangan rantingnya. Dia bergeser mendekati temannya dan berbisik. “Kau yang buta bagaimana bisa mengenali serangan yang barusan dilancarkan wanita bunting sinting itu?!”
Si 0nta Putih mengangguk sedikit. “Aku hanya menduga. Tapi yakin dugaanku tidak meleset. Setahuku ilmu itu berasal dari Negeri Matahari Terbit! Tak ada t0k0h silat di sini yang menguasai atau pernah mempelajarinya. Di sana disebut k0pp0!”
Sepasang b0la mata si jubah hitam berkilat-kilat , berputar tiada henti. “Kurang ajar! Kaprik0rnus memang ia rupanya! Benar-benar kurang ajar!” Lalu pada s0bat di sebelahnya ia berbisik lagi. “Keluarkan t0ngkat bututmu! Kau serang ia habis-habisan. Aku mencari nalar bagaimana bisa melumpuhkannya! Sebetulnya kalau kau suka saya ingin sekali menciptakan ia hingga sekarat!”
Mendengar ucapan Si Bau Pesing , kakek buta keluarkan sebuah t0ngkat kayu butut dari balik punggung jubah putihnya. Dengan senjata buruk ini ia lancarkan serangan berantai , merangsak tiada henti. T0ngkat di tangannya berkembang menjadi begitu banyak hingga sulit diduga mana yang 0risinil mana yang bayangan. Kalau tadi tidak sulit bagi Emut-Emut untuk mematahkan ranting kayu yang dipergunakan sebagai senjata 0leh 0rang bau tanah buta itu , kini bagaimanapun ia menc0ba t0ngkat itu tak berhasil dipatahkannya. Dia sempat menangkap beberapa kali namun sebelum dipatahkan t0ngkat itu sudah l0l0s dari cengkeramannya. Selagi ia berusaha membendung serangan lawan t0ngkat di tangan si buta mata merah itu justru mengurungnya dan Emut-Emut sempat keluarkan seruan tertahan. Dalam penglihatannya t0ngkat telah berkembang menjadi batangan-batangan bal0k , membentuk lingkaran dan mengurungnya. Bagaimanapun ia berusaha mener0b0s tetap saja ia berada dalam kurungan itu.
“Celaka! Apa yang harus saya lakukan?!” keluh Emut-Emut. Dia jadi keluarkan keringat dingin. Dalam keadaan mirip itu tiba-tiba dari samping tiba bac0kan ranting Si Bau Pesing menembus perutnya!
“Breettt!”
Ujung t0ngkat dic0ngkelkan ke atas. Sekali lagi terdengar bunyi breeet! Lalu di udara tiba-tiba saja kelihatan kapuk beterbangan.
“Celaka!” keluh Emut-Emut sekali lagi. Dia berusaha menutupi pakaian di penggalan perut yang r0bek besar. Namun ketika itu terasa ada sambaran angin di punggungnya. Emut-Emut berpaling sambil hantamkan tangan kanannya namun terlambat. Satu t0t0kan mendarat telak di punggungnya , menciptakan ia kaku tegang tak bisa bergerak. “Aku harus membebaskan diri. Kalau tidak benar-benar bisa celaka….” Emut-Emut kempeskan perutnya kemudian kerahkan aliran darah.
0rang bau tanah berjubah mel0mpat ke hadapan Emut-Emut. Tangan kiri diletakkan di pinggang. Dari mulutnya keluar tawa panjang mengekeh. “Ilmu t0t0kanku bukan dari jenis picisan yang bisa dipunahkan begitu saja! Kau b0leh kerahkan tenaga dalam hingga terkentut-kentut bahkan terberak-berak! Mustahil kau bisa membebaskan diri!”
“Tua bangka pengecut! Tak sanggup menghadapiku waktu menger0y0k kini kau main t0t0k!” damprat Emut-Emut.
“Perempuan bunting! Sekarang kita lihat siapa kau sebenarnya!”
Si Bau Pesing maju dua langkah. Ranting di tangan kanannya bergerak menggeletar kemudian berubah jadi bayangan. Terdengar bunyi brett… brett… brett berulang kali. Pakaian g0mbr0ng yang menempel di tubuh. Emut-Emut r0bek besar di mana-mana hingga jadinya pakaian itu jatuh mer0s0t ke tanah.
“Sudah kau telanjangi tubuhnya!” bertanya Si 0nta Putih.
“Belum , ternyata ia mengenakan pakaian laki-laki di balik baju g0mbr0ngnya!”
jawab Si Bau Pesing. “Kau tahu apa yang saya lihat s0batku! Di penggalan perutnya ia mengikatkan dua buah bantal besar. Kapuk beterbangan di udara! Itu rupanya jabang bayinya! Ha… ha… ha…! Ada laki-laki gila yang berpura-pura bunting pakai bantal berisi kapuk!”
“Mengaku tiba ke sini mencari bapak anaknya! Ha… ha… ha! menimpali Si 0nta Putih. “Lekas kau telanjangi di sem0ga tertangkap tangan siapa m0nyet jantan ini sebenarnya!”
“Kalau kau berani menelanjangiku , saya bersumpah membunuh kalian berdua!” mengancam Emut-Emut.
“Huh! Ancaman tengik! Umurmu tidak lebih panjang dari umur kami berdua!”
sahut Si Bau Pesing. Sepasang matanya memperlihatkan dengan tajam wanita hamil yang kini terlihat mengenakan pakaian ringkas. Lalu 0rang bau tanah ini gerakkan tangan kanannya yang memegang ranting.
“Brettt!”
Dada pakaian 0rang di hadapannya r0bek besar. Dadanya tersingkap. Pada dada itu kelihatan rajah tiga buah angka 212! Si Bau Pesing hampir terl0njak saking kagetnya. Sekujur tubuhnya yang bungkuk bergetar.
“Anak setan! Kau rupanya!” katanya setengah berteriak.
Si 0nta Putih bertanya. “Siapa? Siapa dia? Lekas katakan padaku!”
“Aku belum pasti , mungkin memang ia tapi mungkin juga 0rang lain menyamar….” Si Bau Pesing mel0mpat ke hadapan Emut-Emut yang ketika itu tertegak kaku tak bisa bergerak. Tangan kirinya berkelebat ke arah leher sebelah bawah Emut-Emut.
“Sretttt!”
Sekali tarik saja terlepaslah selembar t0peng sangat tipis yang menutupi wajahnya. Si Bau Pesing menjerit keras ketika melihat tampang 0risinil Emut-Emut.
SEBELAS
0NTA Putih mend0ngak kemudian berkata.
“Hai! Kau menjerit! Tentu kau sudah mengetahui siapa dia! Lekas katakan padaku!”
“Anak setan! Anak geblek gendeng sialan! Dia rupanya!”
“Hai! Kau masih belum menyampaikan siapa 0rangnya!”
“Siapa lagi kalau bukan dia! Anak setan berjulukan Wir0 Sableng itu! Sialan benar. Berani ia menipuku!”
Emut-Emut tertawa cengengesan. Kalau saja tangannya bisa bergerak pasti ketika itu ia sudah menggaruk kepalanya habis-habisan!
Si 0nta Putih begitu mendengar nama yang disebutkan Si Bau Pesing d0ngakkan kepala kemudian tertawa gelak-gelak. “Kita yang bau tanah bangka ini memang sudah kena ditipu!”
“Guru , Eyang…. Aku mau berlutut di depanmu minta ampun. Tapi tidak bisa! Aku minta ampun atas semua perbuatanku ini….” Emut-Emut berucap. Suaranya tiba-tiba saja jadi berubah.
“Eh!” 0rang bau tanah berjubah hitam mundur selangkah. “Siapa yang kau panggil Eyang , siapa yang kau panggil guru! Jangan bicara ngac0k di hadapanku!”
0nta Putih tersenyum-senyum. “Aku kenali suaranya sekarang. Rupanya tadi-tadi ia pergunakan ilmu kepandaian merubah suara. Benar-benar anak setan!”
Emut-Emut alias Pendekar 212 Wir0 Sableng keluarkan bunyi bergumam. Lalu berkata. “Guru , sebetulnya saya sudah tahu siapa kau semenjak mencegat saya di gubuk rey0t waktu malam hujan-hujan itu….”
0rang bau tanah berjubah hitam itu angkat tangannya yang memegang ranting , siap untuk dipukulkan ke kepala Wir0. Saat itu Si 0nta Putih tiba-tiba tertawa kemudian berkata. “Sint0 , kalau ia sudah tahu siapa dirimu rasanya tak perlu lagi menyamar berlama-lama. Bukankah kita sudah menguji tingkat kepandaiannya…?!”
Habis berkata begitu 0rang bau tanah berpunuk ini campakkan s0rban di kepalanya kemudian membuka jubah putihnya. Begitu jubah ditanggalkan , di punggungnya kelihatan sebuah caping besar diikatkan ke tubuhnya yang mengenakan pakaian r0mbeng butut. Di ketiak kirinya ada sebuah buntalan kain. Caping besar itulah yang tadi membentuk punuk di punggungnya! Tidak hingga disitu , 0rang ini kemudian pergunakan tangan kiri untuk menarik lepas sehelai t0peng yang menutupi wajahnya.
“Kakek Segala Tahu!” seru Wir0 begitu ia mengenali siapa adanya 0rang bau tanah itu.
Si kakek tertawa bergelak. Dia luruskan tubuhnya berulang kali. Lalu dari dalam buntalannya ia kelurkan sebuah kaleng r0mbeng. Setelah mend0ngakkan kepala ia g0yangkan kaleng itu berulang kali hingga menggemalah bunyi ker0ntang menyakitkan indera pendengaran di puncak Gunung Merbabu itu!
“Aneh…. Tadi waktu berkelahi kaleng itu sama sekali tidak mengeluarkan bunyi! Berarti ia menahan gerakan batu-batu dalam kaleng dengan tenaga dalamnya! Luar biasa bau tanah bangka satu ini!” membatin Pendekar 212.
“Kek , masih ada yang ketinggalan….” Kata Wir0 pada Kakek Segala tahu.
“Eh , apa maksudmu anak geblek?!” bertanya Kakek Segala Tahu sementara si jubah hitam tegak terl0ng0ng-l0ng0ng.
“Sepasang matamu seharusnya berwarna putih. Aku tak tahu kau menggunakan apa hingga kulihat matamu berwarna merah semua!”
Kakek Segala Tahu tertawa gelak-gelak. Dia usap kedua matanya dengan tangan kiri. Setelah mengusap ia perlihatkan telapak tangannya pada Wir0.
“Daun angsana merah!” seru Wir0. Rupanya selama ini si kakek sengaja pergunakan dua lembar daun angsana merah untuk menutupi sepasang matanya yang buta putih!
Kakek Segala Tahu kembali tertawa panjang. Dia b0lang balingkan t0ngkat bututnya kemudian berpaling pada si jubah hitam di sebelahnya. “Sint0 , kau tunggu apa lagi?!”
Yang ditegur membisu saja. Ragu ia rupanya.
“0rang sudah tahu siapa dirimu , perlu apa menyamar terus?!”
Mulut si jubah hitam tampak k0mat-kamit. Terdengar ia menggerendeng panjang pendek. “Anak setan sialan. Kau bakal mendapatkan eksekusi berat dariku…. Hik…hik…hik!”
Mula-mula 0rang ini buka jubah hitamnya. Kini kelihatan pakaian aslinya , sebuah kebaya panjang dalam yang sudah r0mbeng dan k0t0r serta anyir apak. Dia mengenkan kain panjang sebatas betis hingga terlihat sepasang kakinya yang kurus. Perlahan-lahan ia tanggalkan t0peng dan rambut palsu yang menutupi wajah serta kepalanya. Terlihat wajahnya yang sebetulnya , cekung menyeramkan tinggal kulit pembungkus tengk0rak. Di atas kepalanya yang berambut sangat jarang menancap lima buah tusuk k0nde terbuat dari perak. Dia berusaha meluruskan tubuhnya yang bungkuk tapi tidak bisa alasannya ialah nenek ini memang sudah bungkuk dimakan usia. Inilah ia si nenek sakti dari puncak Gunung Gede , salah se0rang dedengk0t dunia persilatan dikenal dengan nama Sint0 Gendeng terlahir berjulukan Sint0 Weni.
Kakek Segala Tahu tusukkan t0ngkat bututnya di punggung Wir0. Serta merta t0t0kan yang menguasai tubuh sang pahlawan punah.
“Lekas berlutut minta ampun pada gurumu!” kata Kakek Segala Tahu kemudian mend0r0ng punggung Pendekar 212.
Wir0 cepat jatuhkan diri di hadapan Sint0 Gendeng. Dia membungkuk berulang kali kemudian berkata. “Eyang maafkan aku. Aku telah berlaku kurang bimbing padamu. Berani menipu dan melawanmu!”
“Bagus! Aku terima maafmu! Tapi makan dulu gebukan ini!” Sint0 Gendeng pukulkan ranting kayu di tangan kanannya ke kepala Wir0.
“Traakkk!”
Ranting kayu di tangan Sint0 Gendeng patah hancur berantakan. Tangan si nenek tergetar keras. Kakek Segala Tahu telah menangkis ranting itu dengan t0ngkat bututnya “Sint0 ,” si kakek kemudian menegur , “Jangan perturutkan hati kesalmu. Bukankah semua ini sesuai dengan yang kita rencanakan? Kalau ia bisa menipu kita bukankan itu memperlihatkan 0taknya lebih encer dari kita?!”
Sint0 Gendeng campakkan sisa patahan ranting yang dipegangnya. Dia memandang pada di buta Kakek Segala Tahu kemudian pada sang murid yang masih berlutut tundukkan kepala. Sesaat kemudian nenek sakti ini tertawa terpingkal-pingkal. Begitu panjang se0lah tidak akan berhenti. Wir0 yang berlutut tundukkan kepala tiba-tiba melihat sesuatu mengalir di kedua kaki gurunya disertai anyir yang menusuk. Wir0 serta merta mel0mpat sebelum ia terkena percikan air itu.
“Ada apa?!” bertanya Kakek Segala Tahu.
“Dia kencing…” jawab Wir0.
Kakek Segala Tahu tak sanggup menahan gelaknya. Dia tertawa hingga keluar air mata. Wir0 mula-mula hanya garuk-garuk kepala tapi kemudian ikut juga tertawa gelakgelak.
“Kalian berdua sudah pada gila apa?! Mengapa tertawa begini rupa?!”
Tentu saja sang murid tak bisa menjawab. Akhirnya si kakek hentikan tawanya dan berkata. “Sint0 , lain kali kalau mau buang air sebaiknya mencari tempat! Jangan kencing sembarangan!”
Sint0 Gendeng yang se0lah gres menyadari apa yang terjadi banting-banting kaki. Walau aib tapi justru ia tunjukkan perilaku marah. Inilah sifat absurd si nenek sakti dari puncak Gunung Gede itu.
“Kita masuk ke rumah sekarang. Kawan yang satu itu sudah usang menunggu ,” mengajak Kakek Segala Tahu kemudian ker0ntangkan kaleng r0mbengnya.
“Tunggu dulu ,” sahut Sint0 Gendeng. “Aku mau tanya bagaimana sebelumnya kau sudah merasa bahwa saya yang menyamar ini ialah gurumu?!”
Wir0 garuk-garuk kepala. “Eyang , kalau saya katakan kau pasti murka lagi padaku!”
“Kali ini saya berjanji tidak murka asal kau tidak bicara ngac0!” jawab si nenek.
“Pertama kulihat p0t0ngan tubuhmu. Sikapmu selalu bungkuk alasannya ialah memang begitu keadaan tubuhmu. Kedua kalau kau tertawa bunyi palsumu tersamar dengan bunyi 0risinil yang segera kukenali. Kemudian secara tak sadar kau memaki diriku dengan sebutan anak setan. Siapa yang punya kebiasaan mirip itu kalau bukan kau? Lalu ada satu hal yang paling meyakinkan….”
Wir0 membisu , tak segera meneruskan ucapannya.
“Apa? Ay0 katakan! Kenapa kau berhenti ng0m0ng?!” tukas Sint0 Gendeng.
“Itu…. Hemmm…. Pakaianmu sebelah bawah mengumbar anyir pesing…” jawab Wir0 kemudian tutup mulutnya dengan tangan sem0ga tidak terdengar bunyi tawanya. Di sampingnya Kakek Segala Tahu justru sudah meledak duluan tawanya. Sint0 Gendeng memaki panjang pendek tapi tidak berbuat sesuatu. “Dengar anak setan , saya ada dua pertanyaan padamu. Pertama , saya tidak mengajarkan ilmu menyarukan bunyi padamu. Membuat saya tidak mengenali suaramu. Dari mana kau berguru ilmu itu….”
“Dari… dari se0rang pintar di Negeri Matahari Terbit…” jawab Wir0.
“Hemmmm….” Sint0 Gendeng k0mat-kamit. Lalu ia bertanya lagi. “Pertanyaan kedua. Dari mana kau berguru ilmu mematahkan tulang yang disebut k0pp0 itu?!”
“Juga dari sese0rang di Negeri Matahari Terbit itu guru…” jawab Wir0. (Mengenai ilmu mematahkan tulang yang disebut k0pp0 harap baca serial Wir0 Sableng berjudul “Sepasang Manusia B0nsai”)
“Bagus , ilmumu sudah bertambah. Tapi masih jauh dari cukup untuk menghadapi kiprah berat yang bakal dibebankan ke pundakmu!” Wir0 terkejut dan berpaling pada Kakek Segala Tahu.
“Kek , kiprah berat katamu? Tugas berat apa?”
“Anak setan ,” yang menjawab si nenek sakti. “Ketahuilah , saya mencegatmu di gubuk itu hanya sekedar untuk menguji kepandaianmu. Juga apa yang terjadi disini semua ujian untukmu. Ilmu silatmu tidak kami sangsikan. Cuma kesaktianmu masih sangat kami khawatirkan….”
“Aku tidak mengerti…” kata Wir0 sambil garuk-garuk kepalanya.
“Supaya kau mengerti mari ikuti saya masuk ke dalam rumah sana…” kata Sint0 Gendeng kemudian melangkah duluan menuju rumah kayu di ujung pedataran. Wir0 pegang lengan Kakek Segala Tahu , sambil menuntun 0rang bau tanah ini ia melangkah mengikuti si nenek.
“Eh , walau mataku buta kau tak usah menuntunku segala. Aku bisa jalan sendiri…” kata Kakek Segala Tahu.
“Aku tahu ,” jawab Wir0 setengah berbisik. “Aku cuma mau mendekat , mau tanya apa sebetulnya yang ada dibalik semua urusan absurd ini?”
“Aku cuma bisa bilang , dunia persilatan terancam kiamat!” jawab si kakek kemudian lepaskan tangannya dari pegangan Wir0 dan melangkah cepat menuju rumah kayu.
DUA BELAS
DARI luar rumah kayu itu kelihatan kecil saja. Tapi begitu masuk di dalam ternyata luas sekali. Wir0 terheran-heran melihat pemandangan dalam rumah kayu ini. Bagian dalam hanya merupakan satu ruangan luas terbuka. Di atas lantai papan ada setumpukan jerami kering setinggi pinggang. Sebelah atas tumpukan jerami ini ditutup dengan lembaranlembaran kulit kambing kering yang disambung satu sama lain hingga merupakan selembar tikar besar. Di atas tikar kulit kambing ini terbujur satu s0s0k tubuh gemuk besar luar biasa hingga tumpukan jerami melesak ke bawah.
“Si Raja Penidur!” ujar Wir0 sambil berpaling pada Sint0 Gendeng dan Kakek Segala Tahu. “Hemm…. Jika ia ada di sini berarti memang ada satu urusan besar!”
Seperti Kakek Segala Tahu dan Sint0 Gendeng , Si Raja Penidur dikenal sebagai salah satu dedengk0t rimba persilatan di masa itu. Hanya saja ia jarang memunculkan diri alasannya ialah pekerjaannya sehari-hari bahkan sepanjang tahun cuma tidur melulu. Sekali tidur jangan harap ia bisa bangun cepat. Suara dengkurnya menggetarkan bangunan kayu itu.
(Mengenai Si Raja Penidur harap baca serial Wir0 Sableng berjudul “Siluman Teluk G0ngg0”)
Kakek Segala Tahu gelengkan kepala. “Hampir tiga puluh hari kami menungguinya di sini! S0nt0l0y0 biang ng0r0k itu masih saja tidur. Kapan bangunnya…? Padahal urusan besar sudah menunggu. Gawat kalau begini…!”
“Kita harus membangunkannya secara paksa!” kata Sint0 Gendeng pula.
“Itu katamu. Apa kau tidak tahu sifat keadaannya? Sekalipun petir menyambar di atas jidatnya , sekalipun geledek menggelegar di samping telinganya ia tak bakalan terbangun!” ujar Kakek Segala Tahu pula.
“C0ba kau ker0ntangkan kaleng r0mbengmu di salah satu telinganya!” kata Sint0 Gendeng pula.
“Aku sudah menc0ba! Kau tahu hasilnya!”
“Kerahkan seluruh tenaga dalammu!”
“Baik… baik. Aku akan c0ba lagi!”
Kakek Segala Tahu mendekati tumpukan jerami. Dengan ujung t0ngkatnya ia meraba-raba hingga jadinya ia mengetahui di mana letak kepala Si Raja Penidur. Lalu ia kerahkan seluruh tenaga dalamnya. Tenaga dalam ini disalurkan ke tangan kiri yang memegang kaleng r0mbeng berisi batu. Begitu kaleng dig0yangkan menggelegarlah bunyi berker0ntang keras sekali. Bangunan kayu bergetar dan liang indera pendengaran mirip ditusuk besi panas! Baik Wir0 maupun Sint0 Gendeng cepat tekap indera pendengaran masing-masing. Sampai si kakek merasa pegal mengg0yang tangan terus-terusan , Si Raja Penidur masih saja ng0r0k. Akhirnya Kakek Segala Tahu capai sendiri dan berhenti mengg0yang kaleng r0mbeng itu. Dia tanggalkan caping bambunya kemudian mengipas-ngipasi mukanya yang berair 0leh keringat.
“Apa lagi yang kita lakukan sekarang?!” Kakek Segala Tahu mirip putus asa.
“Bagaimana kalau kita pencet saja bijinya?!” berkata Sint0 Gendeng.
Wir0 tertawa geli mendengar ucapan gurunya itu sedang Kakek Segala Tahu menyeringai sambil geleng-gelengkan kepala. “Kalau ia bangun , kalau ia mati bagaimana?” ujarnya. Perlahan-lahan ia palingkan mukanya pada Wir0. Sint0 Gendeng ikut men0leh. Saat itu Wir0 tegak tak bergerak. Kedua matanya dipejamkan dan tangannya sibuk menggaruk-garuk kepala.
“Anak setan ini tengah berfikir keras ,” kata Sint0 Gendeng dalam hati yang tahu betul apa yang tengah dilakukan muridnya. Lalu ia usikan pertanyaan. “Anak setan , apa yang ada dalam benakmu?!”
Perlahan-lahan Wir0 buka kedua matanya. “0rang bangun dan 0rang tidur samasama bernafas…”
“0rang gila juga tahu hal itu!” kata Sint0 Gendeng.
“Kalau jalan nafasnya terganggu , 0rang bangun bisa pingsan , 0rang tidur bisa melejang menggeliat kemudian terbangun!”
“Hemmm…. Kau mau menyuruh saya memencet hidung s0nt0l0y0 itu?!” tanya Kakek Segala Tahu.
“Bukan itu yang saya maksudkan. Mungkin itu bisa men0l0ng tapi ada yang lebih ampuh. Mengganggu jalan nafasnya bukan Cuma menutup hidung , tapi menciptakan begitu rupa hingga gangguan itu menjalar dalam tubuhnya , masuk ke dalam 0taknya!”
“Kau bicara mirip se0rang dukun besar!” kata Sint0 Gendeng ketus.
Wir0 angkat tangannya. “Aku cuma punya satu usul. Jika diterima kurasa pasti si penidur ini bisa kita bangunkan!”
“Sudah , katakan saja apa yang ada dalam 0takmu Wir0!” kata Kakek Segala Tahu.
Wir0 Sableng berpaling pada Sint0 Gendeng. “Guru , kau naiklah ke atas kasur jerami itu. Berdiri sempurna di atas kepala Si Raja Penidur kemudian perlahan-lahan turun dan j0ngk0k. Kukira tidak akan makan waktu usang sebelum ia bisa kita bangunkan!”
Sepasang mata Sint0 Gendeng yang cekung mirip mau mel0mpat keluar dari sarangnya. “Anak setan kurang ajar! Kau kira apa saya ini? Menyuruh saya j0ngk0k di atas kepala si s0nt0l0y0 itu!”
“Tunggu… tunggu Sint0!” Kakek Segala Tahu menengahi. “Kurasa ucapan muridmu benarnya. Membangunkan 0rang dengan mengganggu jalan pernafasannya. Bau pesing tubuh dan pakaianmu akan masuk ke dalam hidungnya , larut dalam jalan pernafasan kemudian mengalir dalam darah. Sampai ke jantung terus ke 0tak! Dia benar! Si Raja Penidur pasti akan terbangun!”
“Kau juga setan! Aku tidak mau melakukan!” kata Sint0 Gendeng sambil banting kaki.
“Terserah padamu! Jika kau suka kita menunggu berlama-lama di tempat ini. Satu bulan , mungkin satu tahun lagi ia belum tentu bangun secara wajar!” kata Kakek Segala Tahu. Sint0 Gendeng banting-banting kaki. Mulutnya menggerendeng panjang pendek dan matanya berkilat-kilat memandang pada muridnya.
“Anak setan!” teriak si nenek. Tapi ketika itu juga tubuhnya melesat ke atas kasur jerami. Kedua kakinya menjejak di kiri kanan kepala Si Raja Penidur. Si nenek masih memaki dan masih memandang mel0t0t pada Wir0. Perlahan-lahan ia kemudian berj0ngk0k. Wir0 tutup lisan menahan tawa sementara Kakek Segala Tahu d0ngakkan kepala dan g0yangkan kaleng r0mbengnya tiga kali berturut-turut. Saat demi ketika berlalu.
“Sial! Kakiku sudah letih!” terik Sint0 Gendeng.
“Bertahan Sint0! Bertahanlah!” ujar Kakek Segala Tahu.
Tiba-tiba salah satu kaki Si Raja penidur kelihatan bergerak , menyusul salah satu tangannya. Lalu kepalanya terangkat dari atas tikar kulit kambing. Hidungnya mengerenyit dan mulutnya terbuka lebar. Tiba-tiba dari lisan itu membersit bunyi berbangkis tiga kali. Sint0 Gendeng cepat mel0mpat turun.
“Setan alas! Bau busuk apa ini?!” teriak Si Raja Penidur seraya bangun duduk , berbangkis lagi kemudian g0s0k hidungnya berulang kali. Setelah menguap lebar-lebar perlahanlahan ia buka kedua matanya , memandang berkeliling. Dia segera mengenali ketiga 0rang yang berdiri di samping tumpukan tempat tidurnya.
“Heh…. Kalian bertiga. Manusia-manusia jelek…. Mengapa berada disini…?
“Kau sendiri mengapa juga ada di sini?!” Kakek Segala Tahu menukas.
“Kau betul! Mengapa saya ada di sini ya…?!” Si Raja Penidur mengucak kedua matanya. Di menguap lagi lebar-lebar. “Aku tak tahu jawabannya. Ah , mengapa susah payah. Lebih baik saya tidur lagi!” Lalu ia segera hendak rebahkan tubuhnya ke atas tikar kulit kambing.
“Tunggu dulu!” seru Kakek Segala Tahu dan dengan cepat menahan punggung Si Raja Penidur dengan t0ngkat bututnya hingga raksasa gendut berb0b0t ratusan kati ini tak jadi menelentang tidur. “Sesuai ucapanmu dulu , kami tiba di sini untuk mendengar terang mimpimu tiga ratus hari lalu!”
“Mimpiku tiga ratus hari lalu?” Si Raja Penidur mend0ngak. “Gila…. Mana saya bisa ingat!” katanya. Dia hendak merebahkan tubuhnya kembali tapi tak bisa alasannya ialah tertahan 0leh t0ngkat kayu Kakek Segala Tahu.
“Kalau kau tak bisa mengingat biar saya yang mengingatkan!” kata Sint0 Gendeng.
Tangan kanannya kemudian memencet ibu jari kaki kiri Si Raja Penidur. Si gendut meringis dan berkata. “Kau ini masih suka bercanda Sint0! Jangan gelitik kakiku!” teriaknya. Si Raja Penidur menganggap kakinya digelitik , padahal jangankan ibu jari insan , batupun bisa hancur 0leh pencetan tadi!
“Tiga ratus hri kemudian ketika kau terbangun dari tidur , kau bilang telah mimpi perihal sebuah kitab. Ingat…?” Sint0 Gendeng kembali pencet kaki si gendut. Si Raja Penidur meyeringai. “Ya saya ingat…! Aku ingat sekarang!”
“Katamu ada sebuah kitab yang jikalau jatuh ke tangan jahat akan menciptakan simpulan zaman dunia persilatan. Kau ingat…?”
“Ya… ya…. Aku ingat!” Si Raja Penidur menguap lebar-lebar.
“Tiga ratus hari kemudian kau tak sempat menjelaskan secara rinci. Kau keburu tidur! Sekarang ini kesempatan kau mengatakannya!”
“Hemmm… huah…” Si Raja Penidur menguap lagi.
“Kalian menginginkan kitab itu?” tanya Si Raja Penidur.
“Menginginkan atau tidak itu tak jadi masalah. Yang penting jikalau sudah tahu kami akan mencari jalan bagaimana menyelamatkan dunia persilatan!” jawab Sint0 Gendeng. Si gendut geleng-gelengkan kepala. “Tidak satupun dari kalian berj0d0h dengan kitab itu. Se0rang lain akan mendapatkannya lebih dulu dari kalian. Begitu yang tersirat dalam mimpiku…”
“Sialan!” teriak Sint0 Gendeng sambil bantingkan kaki.
“Brengsek!” maki Kakek Segala Tahu kemudian pukulkan tangan kirinya ke jidatnya sendiri.
Wir0 Sableng garuk-garuk kepala. “Dari tadi kalian ribut membicarakan sebuah kitab yang katanya bisa menciptakan simpulan zaman dunia persilatan. Sebetulnya kalian ini membicarakan apa? Aku sendiri tidak diberi tahu kitab apa itu! Padahal sebelumnya disebut-sebut saya punya beban berat di atas pundak….”
Si Raja Penidur berpaling pada Sint0 Gendeng. “Kau sudah dengar keluhan muridmu. Mengapa tidak menceritakan?”
Sint0 Gendeng k0mat-kamitkan mulutnya yang per0t kemudian berkata. “Anak setan kau dengar baik-baik. Ada sebuah kitab berjulukan Wasiat Iblis. Selama puluhan tahun kitb itu lenyap tak diketahui entah kemana. Kemudian tiba-tiba diketahui kitab celaka itu berada di tangan se0rang t0k0h silat berjulukan Jar0t Ampel bergelar Iblis Tanpa Bayangan. Manusia satu ini kabarnya berusia lebih dari seratus lima puluh tahun. Sudah b0san hidup. Dia ingin mati cepat-cepat. Sebelum mati kitab itu akan diserahkannya pada sese0rang yang berj0d0h. Nah kau bisa bayangkan kalau kitab itu jatuh ke tangan 0rang lain dan kita tidak bisa mencegahnya….”
“Kalau kita tahu kitab itu berada dimana dan bergerak cepat mungkin kita bisa mendapatkannya ,” kata Wir0.
Si Raja Penidur menguap kemudian gelengkan kepala. “Aku sudah bilang. Dalam mimpiku tersirat apa yang bakal menjadi kenyataan. Kitab itu tidak bakal kalian dapatkan….”
“Bisa jadi begitu. Tapi kalau kita tidak berusaha bagaimana membuktikannya!” ujar Wir0.
Si Raja Penidur menyeringai. “Semangatmu tinggi dan nyalimu masih berk0bark0bar anak muda. Tanyakan pada Kakek Segala Tahu , ia bisa meramal dan melihat di mana kitab itu berada. Aku sudah mengantuk dan ingin cepat-cepat tidur.…”
“Awas , cegah ia tidur!” teriak Sint0 Gendeng.
Kakek Segala tahu putar tangannya yang memegang t0ngkat penahan punggung Raja Penidur dan alirkan tenaga dalamnya. Tubuh raksasa Si Raja Penidur bergetar tersentak-sentak.
“Gila! Kau apakan badanku ini?!” teriak Si Raja Penidur.
“Kau belum memberi semua keterangan. Dulu kau katakan kau juga melihat sebuah kitab lain dalam mimpimu. Kau bilang siapa saja yang bisa mendapatkan kitab itu maka akan sanggup menghadapi kehebatan kitab Wasiat Iblis….”
Si Raja Penidur tertawa. “S0al kitab yang satu itu memang ada dalam mimpiku. Tapi tak ada petunjuk lengkap….”
“Sudah! Katakan saja apa yang kau ketahui!” kata Kakek Segala Tahu tak sabaran.
“Namanya Kitab Putih Wasiat Dewa. Dimana beradanya tidak ada petunjuk. Yang tersirat dalam mimpiku , saya melihat se0rang kakek berambut dan berkumis serta berjanggut dan berjubah putih yang tahu dimana beradanya kitab itu….”
“Gila! Di dunia ini ada ratusan 0rang mirip itu!” ujar Sint0 Gendeng pula.
“Betul…” menyahuti Si Raja Penidur kemudian menguap lebar-lebar. “Tapi 0rang bau tanah yang kulihat dalam mimpi bermuka biru sebelah dan selalu mengunyah daun sirih….”
Sint0 Gendeng berpaling pada Kakek Segala Tahu. “Kau bisa menyelidik siapa 0rang itu?”
“Aku akan berusaha. Tapi ada satu hal yang perlu kita tanyakan padanya….”
“Terlambat!” seru Wir0. “Lihat! Matanya sudah terpejam! Dia sudah tidur!”
Sesaat kemudian terdengar bunyi dengkur Si Raja Penidur. Tiga 0rang itu hanya bisa saling pandang beberapa ketika lamanya. “Kakek Segala tahu , kiprah penting kini berada di tanganmu. Pergunakan kesaktianmu. Kau harus bisa meramal dan memberi petunjuk mengenai dua kitab itu. Di mana beradanya….”
Kakek Segala Tahu anggukkan kepalanya. “Kita keluar saja dari sini. Dengkur si s0nt0l0y0 ini mengganggu pemusatan pikiranku….”
Sampai di pedataran di depan rumah kayu Kakek Segala Tahu duduk di atas sebuah batu. Kedua matanya dipejamkan. Kepalanya did0ngakkan. T0ngkat bututnya menunjuk ke langit. Lalu ia g0yang-g0yangkan kaleng r0mbengnya hingga tujuh kali. Lama sekali gres ia berhenti mengg0yang kaleng dan buka mata butanya yang dipejamkan.
“Kau menerima petunjuk…?” tanya Sint0 Gendeng.
“Aku melihat K0taraja. Lalu awan berarak ke arah barat. Ada sebuah bukit kecil.
Itu petunjuk mengenai Kitab Wasiat Iblis. Berarti kitab itu ada di sana tapi sulit mengetahui di mana letaknya. Kurasa terlalu sia-sia kalau kita mengejar kitab itu. Si Raja Penidur sudah menyampaikan bahwa kitab itu tidak berj0d0h pada salah satu dari kita. Dikejar tetap saja akan jatuh ke tangan 0rang lain. Malah begitu 0rang itu mendapatkan dan mempelajarinya , keselamatan siapa saja yang mengejar tidak akan tert0l0ng! Lebih baik memusatkan perhatian pada kitab kedua yang dianggap sanggup menjadi penumpas ilmu yang terkandung dalam Kitab Wasiat Iblis….”
“Apa petunjuk yang kau sanggup mengenai kitab kedua?” tanya Sint0 Gendeng.
“Mimpi Si Raja Penidur sangat c0c0k dengan petunjuk yang barusan kudapat. Walau kurang jelas saya sanggup melihat bayangan 0rang bau tanah berjubah putih bermuka biru sebelah itu. Bagian biru mukanya ada di sebelah kanan. Mulutnya k0mat-kamit makan sirih terus-terusan hingga bibirnya merah mirip darah. Dia ialah Tunggul Angg0r0 yang dikenal dengan julukan Raja 0bat Delapan Penjuru Angin. Tempat kediamannya sebuah pulau terpencil di pantai selatan…. Jika kita bisa menemuinya pasti akan sanggup petunjuk di mana Kitab Putih Wasiat Dewa itu berada. Dengan menguasai ilmu kesaktian dalam kitab itu dunia persilatan bisa diselamatkan dari Kitab Wasiat Iblis….”
Kakek Segala Tahu g0yangkan kaleng r0mbengnya kemudian usap wajahnya yang keringatan.
Wir0 mendehem beberapa kali. “Bagiku terang kini , mengapa kalian memancingku tiba ke tempat ini. Untuk menguji dan sekaligus meyerahkan kiprah mencari Kitab Putih Wasiat Dewa itu….”
Kakek Segala Tahu menyeringai kemudian mengangguk-angguk.
“Anak setan! Syukur kau punya kesadaran!” ujar Sint0 Gendeng. “Apa kau sudah siap untuk melakukannya?”
“Kalau memang kiprah setiap ketika saya siap melakukannya Eyang ,” jawab murid Sint0 Gendeng walau dalam hati sang pahlawan ini berkata “Mati saya sekali ini!”
Kakek Segala Tahu ketuk-ketukkan t0ngkat bututnya ke tanah kemudian berkata. “Ini bukan kiprah mudah! Nyawamu tantangannya. Apalagi kalau 0rang lain kedahuluan mendapatkan Kitab Wasiat Iblis itu. Atau ada keb0c0ran mengenai rahasia Kitab Putih Wasiat Dewa hingga keb0b0lan….”
Wir0 garuk-garuk kepalanya. “Kakek Segala Tahu , Eyang Guru…. Kurasa sesudah menerima petunjuk dan mendapatkan kiprah dari kalian lebih baik saya minta diri dari sini kini juga.”
“Bagus , makin cepat kau pergi makin baik!” kata Kakek Segala Tahu. “Ada satu nasihat lagi dariku. Kalau kau mengalami kesulitan ada baiknya kau menghubungi t0k0ht0k0h silat yang punya k0relasi baik denganmu. Seperti Bujang Gila Tapak Sakti , Dewa Sedih dan Dewa Ketawa. Tua Gila….” (Mengenai Bujang Gila Tapak Sakti , Dewa Sedih dan Dewa Ketawa harap baca serial Wir0 Sableng berjudul “Bujang Gila Tapak Sakti” dan “Pelangi di Majapahit”)
“Pasti akan saya lakukan Kek ,” kata Wir0 pula.
Pendekar 212 kemudian menyalami dan mencium tangan gurunya serta tangan Kakek Segala Tahu. Setelah membungkuk berulang kali diapun membalikkan tubuh.
“Anak setan! Apa kau akan pergi mirip itu?!”
Teguran Sint0 Gendeng menciptakan Wir0 hentikan langkah , berpaling dan memandang pada si nenek dengan air muka tidak mengerti.
“Eyang…. Ada sesuatu yang saya lupakan?” tanya Wir0.
“Pegang kepalamu! Rambutmu masih dikuncir dan diikat pita warna-warni. Kalau mau gila cukup sebentar saja. Jangan terus-terusan!”
“Ah!” Wir0 pegang kepalanya. Dia lupa. Sampai ketika itu rambut g0ndr0ngnya masih dalam keadaan terkuncir dan diikat pita aneka warna. Cepat-cepat ia tanggalkan semua ikatan pita. “Sudah Eyang…. Sekarang saya bisa pergi….”
“Anak t0l0l! Mukamu masih babak belur bercelem0ng pupur merah putih. Sebelum turun dari gunung ini cari mata air atau telaga. Cuci mukamu hingga bersih. Kalau tidak belum dewasa sekampung akan mengiringimu sambil berteriak 0rang gila… 0rang gila!”
“Terima kasih Eyang… terima kasih… Aku akan mencari air untuk membasuh muka buruk ini.” Lalu cepat-cepat Wir0 tinggalkan tempat itu. Setelah jauh ia memperlambat larinya. Sambil garuk kepala ia berkata. “Untung saya tidak disuruh mencuci muka dengan air kencingnya!”
TIGA BELAS
PANGERAN Matahari dekati sumur kerikil itu. Bau busuk tercium keluar dari dalam sumur.
“Pasti juga ada jenazah dalam sumur ini ,” kata Pangeran Matahari dalam hati.
“Justru di sini tersembunyi Kitab Wasiat Iblis itu….” Dia memandang berkeliling kemudian sambil pegangi tepi sumur kerikil ia ulurkan sebagian tubuhnya , memandang ke dalam sumur. “Gelap dan busuk. Ada selapis kabut menutupi pemandangan. Aku tak bisa melihat apa-apa….” Baru saja ia berkata begitu tiba-tiba dari dalam sumur terdengar bunyi menderu keras laksana ada air bah. Lalu satu gel0mbang angin dahsyat mencuat ke atas.
“Gila! Apa sumur bau tanah ini ada hantu silumannya?!” teriak Pangeran Matahari berfikir sejenak. Dengan hati-hati kembali ia mendekati pinggiran sumur dan mirip tadi ia ulurkan sebgian tubuhnya. Dia tak menunggu lama. Dari dasar sumur terdengar deru dahsyat disusul dengan mengebubunya angin sangat kencang. Untuk kedua kalinya Pangeran Matahari hindarkan diri dengan mel0mpat ke belakang. Sesaat ia tegak tak bergerak. Pandangannya kemudian membentur s0s0k Elang Setan dan Tiga Bayangan Setan yang tegak dalam keadaan kaku. Satu seringai tersungging di mulutnya. Elang Setan dan Tiga Bayangan Setan segera maklum apa yang ada dalam benak 0rang itu. Keduanya serentak berteriak. “Jangan! Jangan jadikan kami perc0baan maut!”
Pangeran Matahari melangkah ke arah Tiga Bayangan Setan. Menyangka dirinya yang hendak dijadikan perc0baan 0rang ini meratap keras. “Demi setan jangan! Jangan!”
tapi ia segera hentikan teriakannya ketika Pangeran Matahari melewatinya. Lalu di belakangnya terdengar bunyi p0h0n berderak patah. Tak usang kemudian Pangeran Matahari kelihatan menyeret sebatang p0h0n yang barusan dipatahkannya. Batang p0h0n itu dimelintangkannya di atas lisan sumur batu. Sesaat kemudian dari dasar sumur menderu bunyi keras disusul hembusan angin dahsyat. Batang kayu yang terletak di atas sumur mencelat mental , hancur berkeping-keping.
“Ganas sekali!” desis Pangeran Matahari. Pelipisnya bergerak-gerak. “Kalau saja guruku Si Muka Bangkai tidak menyampaikan Kitab Wasiat Iblis itu ada di dalam sumur ini sudah semenjak tadi-tadi saya meninggalkan tempat celaka ini. Hemmm…. Aku harus mencari akal…. Angin dahsyat mematikan itu tidak serta merta melesat keluar bila ada benda di atas sumur. Paling tidak ada jarak waktu. Ada uliran mirip tangga menurun menuju ke dasar sumur. Tapi terlalu usang kalau harus mengikuti tangga terjal itu. Melayang akan lebih cepat. Hmm….” Pangeran Mathari berfikir lagi. Dia ingat ada segulung tali yang ditinggalkannya di kant0ng perbekalan yang tergantung di kudanya. Akhirnya ia tetap pada keputusan untuk masuk ke dalam sumur dengan jalan mel0mpat. Dia patahkan batang p0h0n untuk kedua kalinya dengan hantaman tangan kanan. Sekali ini ia sengaja menentukan batang p0h0n lebih besar. Seperti tadi dengan hati-hati batang p0h0n itu diletakkan di atas sumur kemudian mundur sejuh beberapa langkah.
Sesaat kemudian di dasar sumur terdengar sura macam air bah itu. Lalu angin dahsyat melesat ke atas , menghantam batang p0h0n besar hingga hancur berkeping-keping. Pada ketika batang p0h0n mental , Pangeran Matahari kibaskan mantelnya kemudian mel0mpat masuk ke dalam sumur. Kedua tangannya dikembangkan. Telapak tangan dibuka dan diarahkan ke bawah. Dari dua telapak tangan ini memancar sinar merah kuning yang mempunyai kekuatan bisa menahan daya jatuh tubuhnya. Sebenarnya yang keluar dari kedua tangannya itu ialah pukulan sakti “telapak Merapi”. Selain itu mantelnya yang terkembang ikut membantu menahan kecepatan jatuh atau daya layang tubuhnya. Pangeran Matahari sudah melayang turun sedalam dua pertiga kedalaman sumut gelap ketika ia mendadak menjadi tegang alasannya ialah di bawah sana tiba-tiba terdengar deru bunyi air bah. Secepat kilat Pangeran Matahari melesatkan tubuhnya ke dinding sebelah kiri kemudian menjejakkan kedua kakinya di ulir batu. Kedua tangannya dihantamkan ke dinding sumur.
“Craasss! Craaasss!”
Dinding kerikil berlubang jeb0l. Sepasang tangan Pangeran Matahari amblas masuk ke dalam l0bang itu hingga sebatas siku. Ketika angin dahsyat mencut ke atas ia lekatkan tubuhnya rapat-rapat ke dinding sumur. Di dalam l0bang dua tangannya mencengkeram kuat-kuat. Tenaga dalam dikerahkan penuh.
“Wusss! Wutt! Wuttt!”
“Breeettt!”
Angin dahsyat menghantam tubuhnya tapi ia bisa luput. Walau demikian tengkukya terasa cuek ketika mantel di punggungnya r0bek besar kemudian terlepas mental dan melayang ke atas sumur. Dengan tubuh berair 0leh keringat cuek Pangeran Matahari menunggu. Sumur bau tanah itu dicekam kesunyian dan kegelapan.
“Saatnya saya harus turun. Mudah-mudahan angin celaka itu tidak akan menyerang lagi….” membatin Pangeran Matahari. “Bau busuk semakin santar. Berarti saya tak seberapa jauh lagi dari dasar sumur….” Memikir begitu disamping mantelnya tak ada lagi maka Pangeran Matahari melanjutkan turun ke dasar sumur dengan berjalan diulir sepanjang dinding sumur yang merupakan tangga. Dalam hati ia menghitung setiap langkah yang dibuatnya. Pada hitungan ke tujuh puluh dua kaki kirinya mencapai dasar sumur tapi tidak menginjak dasar kerikil melainkan menginjk sebuah benda bundar panjang hingga ia hmpir terpeleset.
“Bau busuk celaka! Gelap jahanam!” maki Pangeran Matahari.
Dia mengeruk saku pakaiannya mengeluarkan dua buah kerikil hitam sebesar kepalan. “Untung guru membekali dua kerikil api ini!” Dua buah kerikil hitam dig0s0kkannya kuat-kuat. Bunga api memercik. Pada g0s0kan keempat salah satu dari dua kerikil api itu meng0barkn api. Tempat itu serta merta menjadi terang. Memandang berkeliling Pangeran Matahari jadi bergidik. Di dasar sumur kerikil yang tidak berair itu tergeletak ses0s0k jenazah yang sudah membusuk dan diger0g0ti belatung di penggalan mata , indera pendengaran dan hidung. Sebagian kepalanya remuk , tertutup darah yang sudah mengering. Rambutnya yang putih berserakan penuh dengan n0da darah yang sudah mengering. Sulit mengenali wajah jenazah ini Pangeran Matahari punya dugaan keras ini ialah jenazah Jar0t Ampel alias Iblis Tanpa Bayangan.
“Kitab Wasiat Iblis itu…” desis Pangeran Matahari. “Menurut Si Muka Bangkai ada dalam sumur ini. Aku tidak melihatnya….” Pangeran Matahari memandang berkeliling kemudian pandangannya kembali pada jenazah Iblis Tanpa Bayangan. Dengan ujung kakinya jenazah itu dibalikkannya hingga terbujur miring. Kitab yang dicari tetap tidak ditemukan. Dia mengusut seluruh dinding sumur batu. Dia sengaja menyalakan lagi kerikil api kedua hingga tempat itu bertambah terang.
“Setan , di mana kitab iblis itu bisa kutemukam! Apakah guruku sengaja menipuku?!” Pangeran Matahari melangkah seputar dasar sumur batu. Ketika ia hingga di hadapan s0s0k jenazah Iblis Tanpa Bayangan yang kini berada dalam keadaan miring , sepasang matanya membesar. Karena miring , baju di penggalan dadanya tersingkap. Sebuah benda berwarna hitam tersembul dari balik baju mayat.
Pangeran Matahari tekap hidungnya kemudian membungkuk memperlihatkan lebih seksama. Tangannya diulurkan untuk mengambil benda itu. Begitu jari-jarinya menyentuh benda hitam ia merasa ada hawa absurd mengalir , menciptakan pandangannya lebih terang dan tiba-tiba saja jalan pernafasannya sanggup meredam anyir busuknya mayat!
“Pasti ini Kitab Wasiat Iblis itu! Buku sakti yang saya cari!” kata Pangeran Matahari dalam hati seraya cepat-cepat menariknya dari balik baju mayat.
“Wasiat Iblis”! Pangeran Matahari membaca g0resan pena yang tertera di sampul hitam kitab dengan bunyi bergetar. Kitab diperiksanya dengan cepat. Isinya hanya tiga lembar halaman. Tulisan di halamannya tidak gampang untuk dibaca. Apalagi di tempat yang hanya diterangi nyala api dua kerikil api kecil. Cepat-cepat Pangeran Matahari masukkan kitab itu ke balik bajunya. Dia memandang berkeliling.
“Kitab sakti sudah didapat. Aku harus segera tinggalkan tempat ini. Khawatir bunyi air bah dan angin jahanam itu tiba-tiba muncul!”
Cepat-cepat Pangeran Matahari memanjat ulir sepanjang dinding sumur kerikil yang merupakan tangga terjal menuju ke atas.
“Aneh , kenapa langkahku menjadi enteng dan tubuhku terasa ringan sekali!” pikir Pangeran Matahari. “Jangan-jangan buku sakti ini penyebabnya!”
Sebentar saja ia berhasil mencapai ujung atas sumur. Sekali l0mpat ia sudah berada di luar sumur. Begitu kedua kakinya menjejak tanah ia memandang berkeliling dan jadi terkejut. Tiga Bayangan Setan dan Elang Setan tak ada lagi di tempat mereka tadi tertegak kaku tanggapan t0t0kan. Sang Pangeran segera mencium bahaya.
“Pasti ada 0rang ketiga. Dua setan itu tak mungkin membebaskan diri sendiri dari t0t0kanku!” Pangeran Matahari melangkah seputar sumur kerikil , memandang ke setiap sudut di sekitarnya.
“Kau mencari kami Pangeran Matahari?!” satu bunyi menegur dari belakang.
Pangeran Matahari cepat balikkan tubuh. Tiga Bayangan Setan dan Elang Setan berdiri sekitar sepuluh langkah di hadapannya. Keduanya sunggingkn senyum lebar kemudian tertawa mengekeh , tidak keras tapi cukup membut Pangeran Matahari merasa tidak enak. Apa lagi ketika itu di antara kedua 0rang itu tegak berdiri se0rang nenek berpakaian kuning. Meskipun bau tanah namun wajahnya dihias secara berlebihan dan sikapnya nampak genit. Pada ikat pinggang besar warna hijau yang dikenakannya tersisip sebuah senjata berbentuk t0mbak yang ujungnya bercagak dua.
“Iblis Tua Ratu Pes0lek!” kata Pangeran Matahari dalam hati begitu ia mengenali siapa adanya si nenek berjubah kuning.
Tiga Bayangan Setan usap-usap kedua tangannya kemudian berkata. “Kau sudah masuk ke dalam sumur kerikil dan keluar lagi. Berarti kau sudah menemukan Kitab Wasiat Iblis itu!” Pangeran Matahari membisu saja.
“Kalau kau mau menyerahkan pada kami , kami menganggap selesai segala hutang piutang di antara kita! Kau b0leh pergi dengan k0ndusif dan nyawa masih di badan!”
Mendengar itu Pangeran Matahari sunggingkan senyum kemudian tertawa. Mula-mula perlahan saja kemudian makin keras dan makin keras.
“Anjing-anjing pengawalku rupanya punya nyali besar! Apa kalian lupa kalau tubuh kalian mengalir racun jahat yang hanya memberi kehidupan seratus hari pada kalian?!”
Tiga Bayangan Setan dan Elang Setan balas tertawa gelak-gelak sementara Iblis Tua Ratu Pes0lek tenang-tenang saja. Dari balik pakaiannya ia keluarkan sebuah beling kecil. Sambil memandang ke dalam beling ia merapikan susunan rambutnya yang disanggul , mengusap pipinya dan menggerak-gerakkan bibirnya yang diberi cat pewarna sangat merah.
“S0al racun dan kematian kami berdua tidak begitu memikirkan. Sahabat kami yang manis ini berjanji akan menyampaikan 0bat penawar!”
“Hemmm begitu…? Lalu apa yang kalian berikan padanya sebagai imbalan? Tubuh kalian…?!”
“Setan alas!” maki Elang Setan.
“Jahanam!” rutuk Tiga Bayangan Setan.
Sebaliknya si nenek bau tanah tidak memperlihatkan gejala marah. Malah ia keluarkan bunyi tertawa genit. Setelah menyimpan beling kecilnya ia kedip-kedipkan sepasang matanya kemudian bergerak mendekati Pangeran Matahari dan berhenti lima langkah di depan c0w0k itu.
“Kau masih muda. Tapi pengalamanmu mengenai k0relasi wanita dengan lelaki agaknya jauh lebih luas dari saya yang sudah tua. Ya… ya… ya… Aku memang sudah tua. Tapi keadaan badanku tidak kalah dengan apa yang dimiliki se0rang gadis. Kau bisa saksikan sendiri!”
Habis berkata begitu si nenek singkapkan ke atas baju kuningnya. Sepasang mata Pangeran Matahari melihat dua buah payudara putih besar dan kencang terpentang di hadapannya.
“Gila! Bagaimana ada nenek-nenek mempunyai aurat mirip ini!” ujar Pangeran Matahari dalam hati. Selagi ia terperangah melihat pemandangan luar biasa ini tiba-tiba dari balik baju kuning si nenek melesat keluar selusin senjata rahasia berupa paku hitam.
“Tua bangka kurang ajar! Kau sengaja mencari mati!” hardik Pangeran Matahari. Tangan kanannya diangkat , siap untuk lepaskan pukulan sakti “telapak matahari” namun sebelum pukulan sempat dilepas tiba-tiba dari dada Pangeran Matahari melesat keluar satu gel0mbng angin keras yang memancarkan sinar hitam pekat.
Selusin paku bermentalan dan leleh. Di depan sana Iblis Tua Ratu Pes0lek keluarkan jeritan keras. Tubuhnya mencelat hingga sepuluh t0mbak. Begitu tergelimpang di tanah tubuh itu hanya tinggal tulang belulang hangus menghitam! Tiga Bayangan Setan dan Elang Setan pribadi merinding pucat melihat apa yang terjadi. Pangeran Matahari sendiri ikut ngeri juga merasa heran.
“Aneh , apa yang terjadi dengan diriku! Aku belum sempat melepas pukulan sakti. Dari dadaku tiba-tiba ada sinar hitam yang sanggup melelehkan senjata rahasia bahkan menciptakan si nenek mati mengerikan begitu rupa…. Astaga! Jangan-jangan Kitab Wasiat Iblis yang ada di balik bajuku!”
Selagi ia terkesiap begitu rupa tiba-tiba Elang Setan dan Tiga Bayangan Setan mendatangi dan jatuhkan diri di depan Pangeran Matahari.
“Pangeran kami telah menciptakan kesalahan besar. Perempuan bau tanah itu telah menipu kami!” kata Tiga Bayangan Setan.
“Benar ,” menyambung Elang Setan. “Kami berdua m0h0n ampun dan maafmu. Kami bersedia melaksanakan apa saja yang kau katakan!”
Pangeran Matahari tertawa lebar. “Manusia-manusia culas! Nyawa kalian kuampuni hingga seratus hari dimuka. Sementara itu kalian berdua tetap menjadi anjinganjing pengawalku! Mengg0ngg0nglah!”
“Pangeran…” ujar Tiga Bayangan Setan.
“Kami…” Elang Setan ikut bicara tapi segera disentak.
“Aku bilang mengg0ngg0nglah! Mengg0ngg0nglah mirip anjing! Atau kalian akan menyusul jadi tulang belulang hangus hitam mirip si Iblis Tua Ratu Pes0lek?”
Tak ada jalan lain. Kedua 0rang itu mulai mengg0ngg0ng menirukan bunyi anjing. Pangeran Matahari tertawa gelak-gelak. “Kurang keras! Mengg0ngg0ng lebih keras!” bentaknya.
Tiga Bayangan Setan dan Elang Setan terpaksa patuh dan mengg0ngg0ng lebih keras “Bagus! Mengg0ngg0nglah terus hingga pengecap kalian c0p0t!” kata Pangeran Matahari. Lalu sambil tertawa mengekeh ia tinggalkan tempat itu. Disatu tempat ia teringat pada Wir0 Sableng. Langsung saja ia berteriak. “Pendekar 212! Di mana kau? Sekarang jangan harap bisa l0l0s dari tanganku! Wasiat Iblis merupakan wasiat kematian bagimu! Ha… ha… ha!”
TAMAT
PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212
WIR0 SABLENG
Serial Berikutnya :
WASIAT DEWA
No comments for "Wasiat Iblis WIRO SABLENG Cerita Silat Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 Karya: Bastian Tito"
Post a Comment