Harimau Singgalang WIRO SABLENG Cerita Silat Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 Karya: Bastian Tito

WIR0 SABLENG

Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212

Karya: Bastian Tit0

EP : HARIMAU SINGGALANG
SATU

Hari itu hari ketiga di bulan kedelapan merupakan hari besar bagi penduduk Pagaralam dan sekitarnya. Suara talemp0ng , rabab dan saluang terdengar tiada putusputusnya.

Sejak pagi halaman rumah gadang tempat kediaman Datuk Gamp0 Alam telah dipenuhi 0leh para tetamu yang berdatangan dari aneka macam penjuru.

Di barisan bangku sebelah depan , dinaungi 0leh payung-payung besar berwarna warni duduklah sang Datuk didampingi keempat istrinya di sebelah kiri sedang di sebelah kanan duduk se0rang c0w0k ganteng kemenakan Datuk Gamp0 Alam , berjulukan Andana.
Begitu banyaknya tamu yang tiba hingga di antara mereka ada yang tidak kebagian tempat duduk. Namun semuanya dengan senang hati tegak di sekeliling halaman menunggu dimulainya pr0gram perhelatan besar itu.
Perhelatan besar ini diadakan sebgaai ungkapan rasa syukur atas kembalinya sang kemenakan sehabis beberapa tahu menghilang di negeri 0rang. Pada kesempatan yang sama perhelatan ini juga sebagai ungkapan rasa murung cita dalam mengenang berpulangnya Datuk Bandar0 Sati , ayah dari Andana dan kakak dari Daruk Gamp0 Alam. Sesuai dengan g0sip yang telah didengar 0rang dari verbal ke verbal , Datuk Bandar0 Sati mati dibunuh 0rang di sekitar Ngarai Sian0k beberapa waktu lalu. Siapa pembunuhnya masih belum diketahui. Sementara itu mayit Datuk Bandar0 Sati telah dimakamkan di puncak gunung Singgalang di mana berdiam kakak perempuan almarhum berjulukan Uning Ramalah. Kabarnya perempuan yang sudah tua ini merupakan se0rang nenek sakti mandraguna yang mempunyai pantangan membunuh.
Itu sebabnya dia tidak turun gunung guna menuntut balas atas kematian adiknya.
Andana selain ganteng dan bertubuh kekar diketahui 0rang sebagai se0rang pandeka (pendekar) berilmu silat tinggi , mempunyai tenaga dalam tinggi dan kesaktian yang sulit dicari tandingannya.
Belakangan tersiar kabar bahwa k0n0n c0w0k itu telah dijuluki 0rang sebagai Harimau Singgalang.
Di belakang f0rmasi bangku yang diduduki Datuk Gamp0 Alam dan keluarganya , duduk 0rang-0rang terpandang yang tiba dari Pagaruyung dan Batusangkar serta Bukittinggi. Bahkan ada yang tiba dari pesisir Pariaman.
Tumenggung Raj0 Langit , t0k0h besar di Pagaruyung bekerjsama juga diundang tetapi tidak kelihatan hadir. Mungkin ada sangkut pautnya dengan dua insiden di Pagaralam beberapa waktu kemudian antara Tumenggung Raj0 Langit dan 0rang-0rangnya di satu pihak dengan Andana dan Pendekar 212 Wir0 Sableng di lain pihak.
Di antara 0rang banyak yang tegak mengelilingi halan rumah gadang kelihatan se0rang c0w0k mengenakan saluak (k0piah khas Minang) , berpakaian bagus berwarna biru. Dia tegak sambil rangkapkan kedua tangan di depan dada.
Memandang berkeliling. Jika pandangannya bertemu dengan Andana maka diapun tersenyu lebar dan mengacungkan jari jemp0lnya. 0rang-0rang di sekitar tempat dia berdiri terheran-heran melihat c0w0k ini. Mereka tidak mengenali siapa dia. Dan anehnya c0w0k ini mempunyai p0t0ngan tubuh serta wajah yang ibarat dengan Andana kemenakan Datuk Gamp0 Alam itu.
“Tak mungkin saudaranya Andana ,” kata se0rang tamu setengah berbisik.
“Setahu waden si Andana itu tak punya kakak tak punya adik….” (waden = aku)
Sementara itu di salah satu belahan rumah gadang , Bunga sedang didandani 0leh se0rang juru s0lek. Di ruangan sebelah yang dipisahkan dengan batas sehelai h0rdeng terletak brebagai perlengakapan untuk menari termasuk seperangkat caran0 berisi sirih yang akan dipersembahkan pada Andana selaku tamu keh0rmatan dalam perhelatan itu.
Sewaktu juru rias tengah membentuk dan mempertebal alis mata Bunga , tak sengaja gadis ini mengerling ke arah ruangan sebelah. Dia melihat se0rang perempuan tinggi besar mengenakan baju kurung kuning dan berselendang melangkah mendekati cerana berisi susunan daun sirih yang sudah diisi gambir dan kapur. Karena tidak pernah melihat perempuan sebesar dan setinggi itu sebelumnya , rahasia Bunga memperhatikan terus 0rang ini. Dalam hati dia merasa aneh mengapa justru 0rang-0rang di sekitarnya se0lah tidak memperhatikan perempuan tinggi besar ini?
Dari dalam sehelai sapu tangan 0rang itu mengeluarkan sebuah b0t0l kecil. Isi b0t0l kecil ini berbentuk cairan , ditebarkan di atas sirih. Tampak asap tipis mengepul.
Lalu 0rang ini cepat-cepat meninggalkan tempat itu tanpa bunga sempat melihat wajahnya.
Selesai didandani dengan penuh rasa ingin tahu Bunga pergi ke ruangan sebelah. Diperhatikannya tiga susunan sirih yang ada di atas cerana. Warnanya yang seharusnya hijau segar telah berubah agak kehitaman. Bunga mendekatkan hidungnya ke susunan sirih itu. Gadis ini merasa hidungnya ibarat hendak tanggal. Dia batukbatuk berulang kali. Wajahnya tampak agak pucat. Racun kala hutan….. kata Bunga dalam hati. Mengapa perempuan tinggi besar tak dikenal tadi meracuni daun-daun sirih itu? Siapa yang hendak diracuninya? Andana? Pasti Andana lantaran sesuai kebiasaan sirih itu nanti akan dipersembahkan pada c0w0k tersebut.
Andana akan mengunyahnya! Apa yang harus dilakukannya? Membuang semua sirih itu kemudian menggantikannya dengan yang baru? Tak ada jalan lain. Memang hanya itu yang segera dan harus dilakukannya. Karena kalau Andana hingga mengunyah dan memakan daun sirih persembahan yang telah disiram dengan racun kala hutan itu maka nyawanya tidak akan tert0l0ng lagi. Racun kala hutan yaitu racun paling jahat yang tidak ada 0bat pemusnahnya.
Se0rang perempuan separuh baya muncul dari balik h0rdeng. “Bunga , saatmu keluar. Lekas bawa cerana dan turun ke bawah. Para penari lainnya sudah menunggu.”
Dengan agak gugup gadis itu berdiri kemudian mengambil cerana di atas meja.
Bersamaan dengan itu dia cepat mengambil selembar daun sirih yang masih segar dari atas meja , kemudian diberinya gambir dan kapur sirih dan dilipatnya. Sebelum diletakkan di atas cerana Bunga mengambil lagi sehelai daun sirih. Daun kedua ini dipergunakan sabagai ganjal untuk meletakkan daun sirih yang tadi dilipatnya.
Meskipun sirih yang satu itu terlindung dari racun yang sudah menempel pada sirih-sirih lainnya namun hati Bunga tetap saja merasa kawatir kalau-kalau racun kala hutan bisa merambas menembus daun sirih yang dijadikan alas.
“Hai cepatlah Bunga! Apa yang kau lakukan itu?!” tegur perempuan tadi.
“Saya segera turun , Etek….” kata Bunga pula. (Etek = panggilan terhadap perempuan lebih tua dan biasanya telah bersuami).
Perhelatan besar dan meriah itu dibuka dengan sambutan pendek yang tak lupa dibumbui dengan pepatah pepitih di samping memuji-muji Datuk Gamp0 Alam dan kemenakannya.
Selesai sambutan perhelatan dilanjutkan dengan pergelaran Tari Piring. Tarian ini dibawakan 0leh dua pasang muda mudi diiringi bunyi-bunyian. Masing-masing penari membawa sebuah piring beling di tangan kiri kanan. Mereka menari meliuk-liuk
terkadang bergerak cepat menghnetak-hentak. Kemudian keempat menari bergerak mengelilingi tumpukan pecahan beling yang ditebarkan di atas tanah. Pada puncaknya keempar penari itu menari dengan menjejakkan kaki mereka di atas pecahan beling tersebut. Kemudain mereka menari sambil bergulingan beberapa kali di atas kaca!
Setelah Tari Piring selesai masuklah r0mb0ngan debus memperlihatkan keb0lehan mereka dalam ilmu kebal. Ada yang menusuk perut dan dadanya dengan aneka macam senjata tajam. Mulai dari pisau hingga keris dan g0l0k bahkan t0mbak. Ada pula yang mencelupkan kedua tangannya dalam minyak mendidih kemudian membasuh wajahnya dengan minyak panas itu. Se0rang perempuan memperlihatkan kemampuannya memakan beling dan minum air mendidih. Pertunjukan diakhiri dengan pergaan se0rang lelaki muda mel0mpat-l0mpat dia atas paku sambil mem0t0ngm0t0ng lidahnya dengan sebilah pisau. Pertunjukan debus ini disaksikan 0rang banyak dengan perasaan berdebar. 0rang-0rang perempuan acap kali terpaksa memalingkan muka mereka lantaran ngeri.
Pertunjukan puncak yaitu penampilan r0mb0ngan muda mudi membawakan Tari Gel0mbang. Di sebelah depan bergerak sembilan 0rang c0w0k berpakaian galemb0ng dan destar hitam. Di sebelah belakang bergerak lima 0rang penari perempuan yang kesemuanya yaitu gadis-gadis manis berbaju kurung berkain s0ngket. Rambut mereka dihias dengan sunting berwarna kuning emas. Yang paling manis di antara semua gadis penari itu yaitu yang di depan sebelah tengah. Dia menggunakan tengkuluk tanduk kerbau di atas kepalanya serta membawa cerana berisi sirih. Gadis ini tentu saja yaitu Bunga.
Sejak r0mb0ngan penari muncul sepasang mata Datuk Gamp0 Alam b0leh dikatakan tidak berkesip dari memperhatikan wajah dan tubuh Bunga. Duduknya tampak tidak tenang. Lehernya berulang kali disentakkan. Tengg0r0kannya tampak turun naik beberapa kali kelihatan dia membasahi bibirnya dengan ujung lidah.
Sesekali dia memandang berkeliling ibarat mencari-cari sese0rang. Zainab istri tua sang Datuk hingga berkata “Dari tadi saya perhatikan Datuk ibarat gelisah , Siapa yang Datuk cari…. ?”
Datuk Gamp0 Alam tidak menjawab. Dia memandang berkeliling. Tiba-tiba matanya membentur s0s0k Pendekar 212 Wir0 Sableng yang tegak di tepi halaman di antara 0rang banyak.
Datuk Gamp0 alam berpaling pada Andana. “Itu c0w0k sahabatmu berjulukan Wir0….?”
“Betul Paman…”
“Perlu apa dia berada di sini?”
“Dia 0rang asing di sini. Perhelatan ini tentu saja sangat menarik perhatiannya.
Sebagai se0rang sahabat apa salahnya dia berada di sini men0nt0n pesta. Saya yang mengundangnya datang.”
“Dari mana dia sanggup saluak dan pakaian bagus itu?” tanya Datuk Gamp0 Alam lagi.
“Saya yang meminjamkannya ,” jawab Andana.
Tampang Datuk Gamp0 Alam tampak berkerut dan masam. Dia memandang berkeliling. 0rang yang dicarinya alhasil dilihatnya juga. Palindih. Sang Datuk memberi isyarat biar Palindih mendekatinya. Begitu Palindih hingga di hadapannya Datuk Gamp0 Alam segera berbisik. “Gadis yang membawa cerana itu , siapa dia?”
Astaga sudah bangun pula gatal urang gaek ini! Kata Palindih dalam hati.
“Namanya Bunga ,” memberi tahu Palindih juga dengan berbisik. Lelaki ini melihat impian mencari untung. Untuk urusan beginian dia pasti akan mendapat upah atau hadiah besar.
“Agaknya Datuk berhasrat ?” tanya Palindih kembali berbisik.
“Hemmm….” Datuk Gamp0 Alam usap-usap dagunya. Kedua matanya tak lepas dari memandang wajah dan gerakan tubuh Bunga yang tengah menari. Lehernya disentak-sentakkan berulang kali. “Nama bagus , 0rangnya manis secantik bidadari….”
kata Datuk Gamp0 Alam agak keras diluar sadar. Tiba-tiba saja satu cubitan menyambar pahanya hinga sang Datuk terl0njak di tempat duduknya.
Yang mencubit yaitu Rukiah , istri Datuk Gamp0 Alam yang paling muda dan duduk sempurna di samping sang Datuk.
“Di saat-saat ibarat ini sepantasnya Datuk menjaga mata dan mulut!” hardik Rukiah tapi dengan bunyi sangat perlahan.
“Ah kau 0rang perempuan mau tahu saja urusan lelaki!” kata Datuk Gamp0 Alam dengan muka cemberut.
Rukiah tak kalah cemberutnya malah dengan membelalakkan mata pada Palindih dia berkata “Pergi kau dari sini! Berani kau menjadi c0mblang , kusuruh p0t0ng burung tekukurmu!”
Palindih memandang pada Datuk Gamp0 Alam. Dia ragu sesaat. Akhirnya Datuk berkata , “Sudah , pergi sajalah. Aku hanya sekedar bertanya , tak ada maksud apa-apa. Lekas pergi Palindih. Kalau tidak habis saya bengkak-bengkak. Ada kalajengking betina di sini! Aduah….!” Paha Datuk Gamp0 Alam kembali disambar cubitan. Sakit dan pedas bukan main.
“Ada apa Mamak…..” tanya Andana terheran-heran.
“Tak ada apa-apa. Si Rukiah sudah tak sabar mau segera bersantap siang makan besar! Dasar perempuan urusan perut saja yang diingatnya!” jawab Datuk Gamp Alam berdusta.
Para c0w0k yang menarikan Tari Gel0mbang yang berada di sebelah depan bersibak ke kiri dan ke kanan memberi jalan pada gadis pembawa cerana. Dengan lemah gemulai Bunga maju ke arah Andana selangkah demi selangkah. Kalau Andana mengagumi kepandaian gadis itu menari , maka sebaliknya ketika itu Bunga berada dalam keadaan gundah serta takut. Kalau dia bergerak lebih dekat dan memberi tahu ancaman yang mengancam pada si c0w0k , terperinci Datuk Gamp0 Alam dan 0rang-0rang di sekitarnya akan mendengar.
Maka sebisa-bisa yang dilakukan Bunga yaitu membuat gerakan-gerakan berupa isyarat tangan dan g0yangan kepala biar Andana bangun berdiri kemudian melangkah menghampirinya. Hal ini bekerjsama tidak pernah insiden lantaran seharusnya sang penarilah yang menghaturkan dan mempersembahkan sirih persembahan kepada 0rang yang dih0rmati. Namun agaknya Bunga tak punya jalan atau cara lain.
Sambil terus menari Bunga mengg0yangkan kepalanya ke belakang. Kedua matanya menatap lurus pada c0w0k itu. Lalu tangan kanannya digerak-gerakkan biar lebih terperinci bagi Andana akan isyarat yang diberikannya. Mula-mula Andana tidak memperhatikan. Namun sehabis berulang kali Bunga membuat gerakan yang sama dan menatap padanya , c0w0k ini mulai menduga-duga agaknya ada sesuatu yang hendak disampaikan gadis ini lewat isyarat g0yangan kepala , tatapan mata dan gerakan tanagn itu.
DUA

Datuk Gamp0 Alam yang duduk di sebelah Andana dan banyak 0rang lainnya juga sama merasa heran mengapa gadis pembawa sirih persembahan itu belum juga bergerak maju mendekati tamu keh0rmatan guna memberikan persembahan sekapur sirih. Bunga jadi tambah bingung. Keringat mengucur di kening dan kuduknya.
Andana sendiri perlahan-lahan mulai menangkap isyarat yang dibentuk Bunga. Namun hatinya masih meragu. Dia melirik pada Datuk Gamp0 Alam. Tampaknya sang Paman mulai mencium adanya sesuatu yang tidak beres. Andana kemudian memandang ke jurusan di mana sahabatnya Wir0 Sableng berdiri. Sebenarnya Wir0pun berharap Andana melihat kepadanya lantaran semenjak tadi dia sudah maklum ada sesuatu. Dia ingin pula memberikan isyarat pada Andana biar mengikuti apa yang diinginkan Bunga di balik isyarat yang diberikannya. Bagitu Andana memandang ke padanya , Wir0 serta merta menengadahkan telapak tangan kanannya kemudian menggerakgerakkan tangan itu ke atas. Sehabis membuat gerakan itu Wir0 susul dengan gerakan tudingan ibu jari berulang kali.
Akhirnya Andana menangkap juga apa maksud Bunga dengan isyarat g0yangan kepala serta gerakan tangan. Perlahan-lahan c0w0k ini berdiri. Datuk Gamp0 Alam hendak menegur tapi sang kemenakan sudah melangkah mendekati penari yang membawa cerana berisi sirih persembahan. Bunga cepat meny0ngs0ng.
Cerana dipegangnya dengan kedua tangannya. Kedua kakinya ditekuk sedikit dan kepalanya ditengadahkan. Dia memandang tersenyum pada si pemuda. Gemas sekali Datuk Gamp0 Alam melihat apa yang dilakukan Bunga itu. Rasa cemburu memperabukan dadanya.
“Ambil sirih paling atas. Yang lainnya mengandung racun!” bisik Bunga seraya mengangsurkan cerana lebih tinggi.
Andana tentu saja terkesiap kaget mendengat bisikan gadis itu. Namun dia cepat menguasai keadaan. Wajahnya yang tadi tampak berubah dihiasnya dengan senyum yang dibalas pula dengan senyum 0leh Bunga. Pemuda ini ulurkan tangannya ke arah cerana. Sesuai dengan apa yang tadi dibisikkan Bunga dia mengambil lipatan sirih segar hijau yang paling atas yang terletak begitu rupa di atas selembar daun sirih.
Sepintas dia sanggup melihat bagaimana sirih-sirih lainnya berwarna aneh , hijau kehitaman.
Dengan sirih di tangan kanannya Andana melangkah mundur , kembali ke tempat duduknya.
“Makanlah sirih persembahan itu , Andana. Sengaja diberikan bukan saja sebagai pengh0rmatan tapi juga sebagai ungakapan syukur bahwa kau alhasil kembali ke Pagaralam dengan selamat.” Yang berkata yaitu Datuk Gamp0 Alam dengan senyum aneh bermain di mulutnya.
Andana memperhatikan sejenak sirih di tangannya.
“Apa lagi yang kau tunggu Andana? Makanlah….”
Andana menganggukkan kepalanya. Tanpa ragu-ragu sirih itu dimasukkannya ke dalam mulutnya. Perlahan-lahan mulai dikunyahnya. Dia berpaling pada Datuk Gamp0 Alam. Sang Paman dilihatnya angguk-anggukkan kepala dan masih tersenyum.
0rang banyak bertepuk tangan dan ada yang bers0rak s0rai. Sementara itu muda mudi yang menarikan Tari Gel0mbang tampak terus melenggang meliuk-liuk mengikuti alunan tetabuhan. Datuk Gamp0 Alam yang tidak habis-habisnya memperhatikan Bunga berkata pada istri mudanya “Rukiah , saya lihat tadi verbal penari pembawa cerana itu bergerak ibarat mengatakn sesuatu. Kau dengar apa yang diucapkannya?’
“Mana mungkin indera pendengaran saya mendengar. Suara talemp0ng keras sekali. Suara gendang tak kalah kerasnya. Gadis itu mungkin suka pada kemenakan Datuk.
Barangkali mereka sudah saling kenal sebelumnya. Lagi pula perduli apa saya akan segala yang diucapkannya?”
Datuk Gamp0 Alam terdiam. Ingatannya melayang pada beberapa insiden di masa lalu. Hemmmm…. dulu kedua anak ini memang pernah digunjingkan 0rang.
Pernah terlihat bercinta-cintaan di tengah jalan. Kalau begini saya harus bertindak cepat!
Datuk Gamp0 Alam berpaling ke samping. Dilihatnya kemenakannya itu mengunyah sirih dengan tenang. Sementara itu di atas rumah gadang sepi lantaran semua 0rang turun ke bawah untuk melihat dari dekat keramaian itu. Se0rang perempuan tinggi besar berbaju kurung kuning dengan selendang yang hampir menutupi seluruh wajah hingga mata kanannya seja yang kelihatan , mengintai dari balik jendela. Anehnya mata 0rang ini besar dan merah tidak pantas untuk mata se0rang wanita. Satu kali angin bertiup agak kencang. Selendang yang menutupi wajah itu tersingkap lebar hingga kelihatanlah begian besar wajah perempuan ini.
Astaga! Wajah ini ternyata wajah se0rang lelaki yang menyeramkan. Mata kirinya buta picak. Kumis dan cambang baeuknya meranggas kasar! Tangan kanannya yang memegang pinggiran selendang tampak merah kehitaman ibarat pernah terbakar.
0rang yang menyamar sebagai perempuan inilah tadi yang telah mengguyurkan racun kala hutan di atas daun-daun sirih dalam cerana. Wajahnya yang angker tampak tegang sewaktu menyaksikan bagaimana Andana masih tetap duduk dengan hening di kursinya , malah beberapa kali melayangkan senyum pada penari pembawa cerana.
Apa yang terjadi. 0rang di balik jendela bertanya pada diri sendiri. Jelas dia sudah memakan sirih beracun itu. Mengapa masih belum mati terjengkang?! Apa benar dia mempunyai kesaktian luar biasa hingga tak mempan racun? Celaka!
0rang ini pergunakan kedua tangannya untuk memegang selendang. Dengan bergegas dia segera meninggalkan tempat itu.
Di bawah rumah gerak gerik 0rang yang tadi mengintai di balik jendela ternyata sempat terlihat 0leh Andana. Dia berbisik pada Datuk Gamp0 Alam.
“Mamak , ada sese0rang di atas rumah gadang. Gerak geriknya mencurigakan.
Saya akan c0ba menyelidik dan mengejar!” (Mamak di sini artinya Paman)
Datuk Gamp0 Alam men0leh ke arah rumah gadang. Dia masih sempat melihat punggung 0rang yang dikatakan Andana itu. Sesaat parasnya berubah. Lalu cepat dia berkata. “Tetap saja di sini Andana. Tak ada yang perlu dikawatirkan. 0rang berbaju kurung kuning tadi kurasa pastilah salah satu dari juru masak. Lupakan hal itu Andana. Tak sedap pula makan kita nanti.”
Hati Andana tetap tidak tentram. Dia tidak pernah melihat perempuan dengan ukuran tubuh sebesar dan setinggi 0rang tadi. Maka diapun berpaling ke arah Wir0 berdiri. Namun sahabatnya itu dilihatnya tak ada lagi di situ.
Kemana pula sahabatku 0rang Jawa itu? Pikir Andana.
Dari tempatnya berdiri Wir0 Sableng sanggup melihat 0rang yang ada di jendela rumah gadang. Walau wajahnya tidak terperinci lantaran terus-terusan ditutup dengan selendang namun bentuk tubuhnya yang tinggi besar menarik perhatian murid Eyang Sint0 Gendeng ini.
Bukan main! Kata Wir0 dalam hati. Baru kali ini saya melihat perempuan begini besar dan tinggi. Gerak geriknya terasa aneh. Sebaiknya saya menyelidik ke atas rumah sana. Siapa tahu nasibku mujur. Bertemu perawan cantik….. Selagi dia berpikir ibarat itu , perempuan berbaju kurung kuning di jendela rumah sudah lenyap.
Tanpa pikir panjang lagi Pendekar 212 segera tinggalkan tempat itu , menyeruak di antara 0rang banyak. Dia terpaksa mengambil jalan berputar untuk sanggup hingga ke tangga di sisi kiri rumah gadang. Ketika Wir0 hingga di dekat bangunan lumbung padi , perempuan berbaju kurung kuning itu dilihatnya menuruni anak tangga terakhir kemudian berkelebat ke arah barisan p0h0n-p0h0n pisang.
Cepat sekali langkah perempuan itu. Eh , malah dia kini berlari.
Nah…..nah , dia berpaling ke arahku. Tak terperinci wajahnya. Tapi astaga! Mengapa dia melepas kain panjangnya.
Dua mata Wir0 membesar ketika melihat di balik kain panjang yang dibuka 0lrh perempuan tinggi besar itu sambil berlari ternyata dia mengenakan celana galemb0ng hitam. Kedua kakinya kini terlihat jelas.Besar berbulu dan dililiti gelang akar bahar!
Laki-laki! Ternyata dia laki-laki! Eh , benc0ng atau bagaimana?! Janganjangan…. Kalau dia bukan 0rang jahat apa perlunya menyelinap ke atas rumah gadang , menyamar ibarat perempuan!
Wir0 berteriak. Tahu kalau dirinya sudah terlihat dan dikejar 0rang “perempuan” berbaju kurung kuning itu mempercepat larinya. Wir0 segera mengejar.
Yang dikejar lenyap di jalan kecil menurun. Lalu terdengar bunyi kuda digebrak 0rang ke arah Timur.
Sialan! Gerutu Wir0. Dia memandang berkeliling , mencari-cari kalau-kalau ada kuda di sekitar situ. Pendekar ini hanya bisa banting-banting kaki lantaran tak seek0r kudapun yang kelihatan. Tiba-tiba telinganya menangkap derap kaki kuda.
Yang satu ini justru mendatangi ke arahnya. Wir0 cepat meny0ngs0ng. Se0rang lelaki tua muncul di atas punggung seek0r kuda. 0rang ini berpakaian dan berdestar putih.
Di tangan kirinya dia memegang sebuah saluang. Kedua mata Wir0 jadi terbelalak ketika dia mengenali 0rang ini (Saluang = suling khas Minang terbuat dari bambu)
Astaga! Si kakek ini yaitu 0rang tua aneh berilmu tinggi yang dulu menghadang jalanku sewaktu bersama Andana. Dia mencelakai diriku hingga selangkangan celanaku r0bek besar. Lalu kutelanjangi dirinya , kurampas celananya!
Sesaat Wir0 agak bimbang. Tapi dia perlu kuda tunggangan 0rang tua itu.
Dlam keadaan ibarat itu si 0rang tua hentikan kudanya. Kedua matanya menatap tajam ke arah Pendekar 212. Suling di tangan kanan dimelintangkan di depan dada.
Ah , pasti dia murka sekali padaku!
“Pencuri calana! Hari ini kita bertemu lagi! Mana celanaku yang kau rampas temp0 hari?!” 0rang tua itu membentak.
“Sabar , tenang…..”
“Sabar! Tenang! Enak betul cakapmu! Kau telanjangi diriku! Kau permalukan aku! Apa kini kau hendak menelanjangi saya lagi huh?! Apa kau kira kini saya bisa sabar dan hening melihat tampangmu?!”
“Saya minta maaf atas insiden temp0 hari! Saya terpaksa melakukannya.
Itupun gara-gara kau membuat r0bek celanaku….”
“Apapun alasanmu kau tetap maling perampas calana! Dan kau tidak bisa mengembalikan celana itu!”
“Akan saya kembalikan nanti. Aku berjanji!”
0rang tua di atas kuda tertawa sinis. Dia keluarkan bunyi mendengus kemudian berkata. “Kulihat kau berpakai dan mengenakan saluak bagus! Hemmm…. Pasti hasil rampasan pula! Siapa pula yang telah kau telanjangi? Kali ini pasti tidak tanggungtanggung.
Kau rampas seluruh pakaiannya! Kau telanjangi 0rang hingga bugil!”
“0rang tua dengar….”
“Kau yang harus mendengar padaku! Bukan aku!” hardik si 0rang tua. “Dan kali ini saya tidak Cuma bicara dengan verbal ! Tapi juga dengan ini !”
Wir0 hendak menggaruk kepalanya lantaran tak tahu mau bicara apa lagi.
Selain itu dia merasa sangat risau lantaran 0rang yang dikejarnya tentu sudah semakin jauh. Di hadapannya ketika itu sehabis berkata begitu si 0rang tua lantas ayunkan suling bambunya ke arah kepala Pendekar 212.
Wuuuttt!!
“Pecah kepalamu!” teriak si 0rang tua.
Wir0 berseru keras. Tengkuknya menjadi hirau taacuh sewaktu suling bambu di tangan 0rang tua itu memapas t0pi kain s0ngket di kepalanya. Padahal dia sudah merunduk dengan gerakan cepat. T0pi itu mental dan r0bek menjadi beberapa p0t0ngan!
Ketika 0rang tua itu membelikkan kudanya dan kembali hendak menghantamkan suling bambunya Pendekar 212 membuat gerakan aneh. Dia menyusup ke bawah perut kuda tunggangan lawan. Tadi dia telah memperhatikan kalau kuda itu yaitu seek0r kuda jantan. Begitu berada di bawah perut kuda murid Sint0 Gendeng ini dengan cepat meny0d0k biji kemaluan hewan itu. Tidak terlalu keras tapi cukup membuat kuda ini meringkik tinggi , emngangkat kedua kaki depannya ke atas sehabis itu menghentak-hentakkan kedua kaki belakangnya!
“Kurang ajar! Kau apakan kudaku!” teriak si 0rang tua kaget dan cepat berusaha mengimbangi diri. Namun terlambat. Kuda yang kesakitan itu kembali melejangkan kaki belakangnya. Tak ampun lagi penunggangnya terper0s0k ke samping kemudian jatuh ke tanah. Di ketika yang sama dengan kecepata kilat Wir0 mel0mpat ke atas punggung kuda kemudian menggebrak hewan ini hingga dalam sakitnya menghambur lebih kencang dari selama ini bisa dilakukannya.
Pendekar 212 hanya senyum-senyum mendengar di belakangnya 0rang tua itu memaki panjang pendek. Lalu dia mendengar ada bunyi pep0h0nan tumbang dan semak belukar rambas di belakangnya. Pasti 0rang tua itu telah melepaskan satu pukulan sakti. Wir0 menelungkup serata mungkin di atas punggung kuda.
Sekeluarnya dari jalan kecil yang berkel0k-kel0k Wir0 hingga ke sebuah lembah kecil menurun. Sesaat dia sanggup melihat keadaan di depannya. Di kejauhan dia melihat se0rang penunggang kuda berbaju kuning.
Jarakku begitu jauh. Tak mungkin mengejarnya jikalau terus menempuh jalan kecil ini pikir Wir0. Di sebelah kanannya ada sebuah hutan kecil. Jika dia memasuki hutan itu mungkin dia masih bisa mem0t0ng jalan 0rang yang dikejarnya. Tanpa berpikir panjang lagi Wir0 segera memasuki hutan itu. Tak lama kemudian dia berhasil mencapai lereng lembah. Di satu tempat dia berhenti. 0rang yang dikejarnya tidak kelihatan tapi telinganya lapat-lapat sanggup menangkap bunyi derap kaki kuda di arah Selatan lembah. Secepat kilat Wir0 mengerahkan kudanya ke jurusan itu. Namun anehnya bunyi derap kuda yang dikejarnya lenyap dengan tiba-tiba.
Tak mungkin 0rang itu lenyap begitu saja. Wir0 memandang berkeliling. Eh!
Di sebelah sana dia melihat sehelai pakaian berwarna kuning menyangsang di antara semak belukar. Wir0 segera mendatangi. Dipegangnya ujung pakaian itu. Ini baju kurung si insan benc0ng itu! Pasti dia beraa di sekitar sini! Wir0 memandang berkeliling. Sunyi , tak ada bunyi tak ada gerakan.
Tiba-tiba bunyi tawa bergelak menggeledek di belakang Pendekar 212 hingga sang pahlawan tergagau lantaran terkejut.
“0rang asing! Berani kau mengejarku?! Ini ada hadiah untukmu! Keparat!” Wir0 berpaling dengan cepat.
Saat itu pula dua buah pisau terbang melesat ke arahnya. Satu mengarah ke dada , satunya mengarah perut!
“Banci edan!” teriak Wir0 marah. Dia tidak sempat melihat terperinci 0rang yang menyerangnya dengan dua bilah pisau terbang itu. Sambil mel0mpat turun dari kuda Wir0 lepaskan pukulan “Tameng Sakti Menerpa Hujan”.
Pisau yang mengarah dada mencelat mental , patah dua. Salah satu patahannya menancap di sebatang p0h0n. Pisau kedua siap dibikin mental 0leh pukulan sakti itu namun tiba-tiba terjadi hal luar biasa. Pisau satu ini membuat gerakan aneh. Meliuk
ke kiri dan tiba-tiba bermetam0rf0sis seek0r ular!
“Ha….ha….ha….!” 0rang di depan sana tertawa bergelak kemudian berkelebat lenyap.
“Kurang ajar!” damprat Wir0. Dia cepat menyingkir sambil lepaskan lagi satu pukulan sakti ke arah pisau yang kini bermetam0rf0sis ular dan mematuk secepat setan berkelebat! Bagaimanapun cepatnya Wir0 menghindar , serangan tak terduga itu tak sanggup dielakkannya. Ular mematuk dan menancap di pundak kirinya! Sehabis mematuk hewan jejadian ini menggelepar kemudian jatuh ke tanah , bermetam0rf0sis bubuk hitam yang mengepulkan asap.
Pendekar 212 cepat men0t0k beberapa belahan tubuhnya begitu dia merasa ada hawa panas menjalar. Selain panas bahunya ibarat ditusuk puluhan jarum.
Dir0beknya bajung pada belahan pundak kiri. Dengan tangan kanannya dia memencet belahan pundak sekitar patukan ular. Darah mengucur keluar. Bukan berwarna merah tetapi hitam! Paras sang pahlawan menjadi pucat! Cepat-cepat dia keluarkan Kapak Maut Naga Geni 212 dari balik pakaian merahnya. Setelah merapal satu mantera pendek dalam keadaan tubuh panas hirau taacuh salah satu mata kapak ditempelkannya pada luka bekas patukan ular di pundak kirinya.
Wir0 menjerit keras sewaktu asap kelabu mengepul keluar dari pundak yang ditempel senjata mustika sakti itu. Sekujur tubuhnya laksana dirajam. Sesaat mata kapak yang tadinya berwarna putih perak menyilaukan berubah manjadi sangat hitam kemudian perlahan-lahan puith kembali ke warna asalnya. Ketika senjata itu diangkat dari bahunya darah hitam masih mengucur terus malah tambah banyak.
Celaka! Racun jahat sekali. Lukaku tak mau berhenti ! Murid Sint0 Gendeng jadi gundah dan takut. Namun sesaat kemudian hawa panas yang menyungkup tubuhnya mulai reda. Darah yang tersed0t keluar 0leh kekuatan Kapak Maut Naga Geni 212 perlahan-lahan tampak berubah dari hitam menjadi merah segar.
Murid Eyang Snit0 Gendeng menarik nafas lega. Dia terduduk di tanah. Dia gres saja selamat dari satu racun maha jahat. Ketika dia teringat pada 0rang tadi serta merta Wir0 mel0mpat bangkit. Dia memandang berkeliling.
Bagaimanapun saktinya insan tadi tak mungkin dia lenyap amblas ke dalam bumi! Pikir Wir0. Lalu bagaimana dia bisa raib begitu rupa?! Pendekar ini segera mengusut semak belukan di tempat itu. Hemmmm….. ini rahasianya! Kata Wir0. Di balik serumpunan semak belukar lebat , di belakang dua p0k0k keladi hutan berdaun lebar tampak sebuah l0bang besar. Dengan membungkuk Wir0 memasuki l0bang itu. Hati-hati dia bergerak maju. Kapak Naga Geni 212 tetap berada dalam genggamannya. Baru berjalan sekitar sepuluh langkah , l0bang itu bercabang dua.
Setelah meragu sejenak Wir0 memasuki l0bang sebelah kanan. Sepuluh l0bang lagi bergerak ke dapan kembali l0bang itu bercabang. Kini bukan Cuma dua tapi tiga.
Wir0 memandang berkeliling. Keadaan di tempat itu semakin gelap. Bau busuk menusuk hidung. Sadar akan ancaman tak terduga yang mungkin bisa memb0k0ngnya sewaktu-waktu secara tidak terduga murid Eyang Sint0 Gendeng alhasil memutar tubuh , keluar dari l0bang itu.
Di belakangnya mendadak terdengar bunyi tawa bergelak. Lalu satu bunyi mengejek. “0rang asing! Ternyata nyalimu rendah! Kalau jiwamu pengecut mengapa berani merantau sejauh ini? Ha…ha…ha…!”
“Bangsat!” maki Wir0. Bagitu keluar dari l0bang dengan penuh kemarahan murid Sint0 Gendeng ini menghantamkan pukulan “dewa angin kencang menggusur gunung” kearah l0bang itu tiga kali berturut-turut. Lembah itu laksana mau amblas ke perut bumi. Bukit kecil di mana l0bang tadi berada l0ngs0r dengan bunyi bergemuruh.
L0bang saluran tertimbun tanah tak kelihatan lagi.
Wir0 memasukkan Kapak Mau Naga Geni 212 ke balik pakaiannya. Manusia banci! Aku mau lihat apa kau bisa keluar hidup-hidup dari dalam l0bang celaka itu!
Habis berkata begitu Pendekar 212 segera tinggalkan tempat itu dengan berjalan kaki lantaran kuda si 0rang tua yang tadi dirampasnya tak ada lagi di tempat itu. Meskipun dirinya telah selamat dari racun ular yang sangat jahat tadi namun ketika itu dia merasa tubuhnya lemas sekali.
Hanya beberapa ketika Wir0 teinggalkan tempat itu satu bayangan putih berkelebat. 0rang ini memandang berkeliling. Sambil gelengkan kepala dia berkata.
Pukulan “dewa angin kencang menggusur gunung.” Hemm…. anak itu rupanya masih terus mengamalkan ilmu kesktian itu. Kekuatan tenaga dalamnya sudah jauh lebih tinggi.
Gunung Merapipun bisa dib0b0lnya! 0rang ini yang ternyata se0rang tua usap mukanya beberapa kali. Tiba-tiba dia membuat gerakan menarik pada belahan belakang kepalanya. Selembar t0peng tipis dan rambut palsu tanggal dari kepalanya.
Astaga! Di balik t0peng itu kelihatan wajahnya yang asli. Cekung hanya tinggal kulit pembalut tulang. Rambut putih di kepalanya tampak jarang. Tapi kumis dan janggutnya kelihatan tebal seputih kapas.
Ketika Wir0 hingga ke tempat perhelatan kembali tidak gampang baginya menemui Andana lantaran ketika itu Andana sedang bercakap-cakap dengan Datuk Gamp0 Alam dana keduanya berada dalam rumah gadang tengah makan. Kali ini Andana berlaku cerdik. Setiap gulai atau ikan dan daging yang dimakan sang Datuk itu pula yang diambilnya. Paling tidak dia berusaha menghindari akan diracuni 0rang untuk kedua kalinya.
Ketika Atun , tiba membawakan minuman akses0ri untuk Andana , pembantu itu membisikkan sesuatu padanya.
“Eh , kenapa kau jadi makan terburu-buru Andana?” tanya Datuk Gamp0 Alam ketika dilihatnya kemenakannya itu menyuap dan mengunyah makanannya lebih cepat dari sebelumnya.
“Perut saya tiba-tiba saja tidak enak. Mungkin saya masuk angin lantaran kurang tidur malam tadi…. Paman , izinkan saya ke belakang dulu….” Andana membasuh tangan kanannya kemudian cepat-cepat dia meninggalkan tempat itu menuju ke pancuran di belakang rumah gadang. Namun di satu tempat dia membel0k ke jurusan lain , melangkah cepat hingga alhasil hingga di balik barisan p0h0n-p0h0n pisang tak jauh dari lumbung padi.
Di situ menunggu Pendekar 212 Wir0 Sableng.
“Ada apa Wir0? Mengapa kau meminta saya tiba kemari. Eh , pakainmu r0bek di bahu. Kulihat mukamu agak pucat…..”
Dengan cepat Wir0 menceritakan apa yang telah dialaminya.
“Saya memang sudah curiga melihat 0rang itu waktu dia muncul di jendela rumah gadang. Tapi saya tak mungkin melaksanakan sesuatu. Ternyata kau bertindak cepat. Kau sempat melihat wajahnya? Yang penting kau benar-benar sudah k0ndusif dari racun jahat itu?”
“Saya k0ndusif , tak usah kawatir. Mengapa tampang 0rang itu saya hanya sempat melihatnya sekilas sebelum dia menyelinap masuk ke dalam l0bang. 0rangnya berkumis dan berew0kan. Salah satu matanya kalau saya tak salah ingat yang sebelah kiri buta…..”
Andana berpikir-pikir. Lalu c0w0k ini gelengkan kepala. “Kau tahu , sekitar tiga tahu saya meninggalkan Pagaralam. 0rang jahat tiba dan pergi berganti-ganti.
Aku tak tahu siapa yang satu ini. Ilmunya tak bisa dibentuk main. Nanti akan kutanyakan pada Datuk. Aku merasa yakin ini masih pekerjaannya Tumenggung Raj0 Langit….”
Wir0 usap-usap dagunya kemudian berkata. “Untuk sementara sebaiknya insiden ini dirahasiakan antara kita berdua…..”
“Hem…. Kelihatannya kau kurang percaya pada Pamanku Datuk Gamp0 Alam?”
“Saya tidak menyampaikan begitu , sahabat.” Jawab Wir0. “Tapi c0ba kau pikirkan sendiri dalam-dalam.”
“Aku harus meninggalkan tempat ini sekarang….”
“Kau harus makan dulu. Gulai kambing , rendang pedas menunggumu….”
Wir0 tertawa. “Seleraku jadi hilang dengan insiden ini ,” katanya.
Ketika Pendekar 212 meninggalkan tempat itu , di sebuah jendela dekat anjungan rumah gadang Datuk Gamp0 Alam yang sempat menyaksikan pertemuan antara kemenakannya dengan Wir0 bergerak menjauhi jendela. Lehernya disentaksentakkan dua kali kemudian dia kembali ke tempat duduknya semula. Menggulung sebatang r0k0k dan menghisapnya dalam-dalam.
TIGA
Palindih masuk ke dalam rumah itu sambil tersenyum-senyum. Sesaat dia memandang pada Mamak Rabiah dan Bunga. Lalu bungkusan yang dibawanya diletakkannya di atas meja.
“Apa itu Palindih?” tanya Mak Rabiah.
“Hadiah dari Datuk Gamp0 Alam buat anak Etek , ,Bunga. Cita halus dari negeri Cina , kain s0ngket berbenang emas dari Palembang , sehelai selendang sutera kemudian sejumlah uang! Besar nian rejeki abak Etek.”
Mamak Rabiah sesaat saling pandang dengan Bunga.
“Kami tidak meminta. Mengapa Datuk memberikan?” tanya Mamak Rabiah pula.
“Itu tandanya dia puas. Datuk memuji kepandaian Bunga menari. Bukan itu saja , kecantikan anak Etek itupun disebut-sebutnya terus menerus.”
“Kalau Datuk Gamp0 Alam memberikan dengan nrim0 , kami mendapatkan dengan nrim0 pula. Sampaikan ucapan terima kasih kami pada Datuk….” Mamak Rabiah mengira Palindih akan segera pergi namun lelaki itu masih tegak di hadapannya. Mamak Rabiah kemudian membuka bungkus yang dibawa Palindih. Di situ memang ada cita , kain s0ngket serta sehelai selendang dan uang dalam kant0ng kain.
“Banyak sekali uang yang diberikan Datuk Gamp0 Alam. Kau ambillah sebagian Palindih.” Mamak Rabiah mengangsurkan sejumlah uang pada pembantu Datuk Gamp0 Alam itu.
“Ah tak usahlah Etek. Saya men0l0ng juga dengan ikhlas…..” katanya tapi kedua matanya melirik ke tangan kanan Mamak Rubiah.
“Ambillah….”
“Etek ini ada-ada saja ,” kata Palindih. Lalu diambilnya juga uang dan dimasukkan ke dalam sakunya. “Etek Rabiah , ketahuilah selain disuruh memberikan hadiah ini , saya juga membawa pesan dari Datuk Gamp0 Alam.”
“Pesan apa geranagn?” tanya Mamak Rabiah pula.
“Datuk mengundang Etek tiba ke rumahnya s0re ini juga sehabis ba’dal Asar. Kalau Etek suka kita bisa pergi bersama-sama.
“Datukmu mengundang saya tiba ke rumah gadang? Agak aneh kedengarannya Palindih. Baru sekali ini kejadain begini. Apa gerangan maksudanya?”
tanya Mamak Rabiah pula seraya memandang pada Bunga.
“Saya tidak tahu Etek. Tentu maksud baik semata. Karena itu jangan dit0lak undangannya.”
Mamak Rabiah berpikir sejenak kemudian berkata. “Kau pergilah lebih dahulu. Biar saya menyusul sendiri kemudian.” Kata perempuan itu seraya membetulkan letak selendangnya.
Begitu Palindih pergi Mamak Rabiah cepat menutupkan pintu kemudian dia tegak bersandar pada daun pintu seraya memejamkan matanya.
Bunga segera mendekati perempuan ini. “Ada apa Mak? Mamak kurang sehat?”
Tanpa membuka matanya perempuan itu menjawab. “Mamak rasa telah membuat kesalahan besar anakku. Menyetujuimu menjadi gadis penari pembawa sirih persembahan itu….”
“Kalau begitu Mamak tak usah saja datang….” kata Bunga tanpa mau bertanya apa yang membuat Mamak Rabiah berkata begitu.
“Kalau tidak tiba salah pula nanti…..” jawab Mamak Rabiah kemudian menarik nafas panjang.
Datuk Gamp0 Alam menyambut kedatangan Mamak Rabiah dengan tawa lebar penuh gembira. Perempuan itu dibawanya ke anjungan rumah gadang kemudian mereka duduk berhadap-hadapan.
“Istri-istri Datuk kemana….?” tanya Mamak Rabiah ketika melihat hanya sang Datuk saja sebagai tuan rumah yang menemaninya hingga mau tak mau dia merasa kikuk.
“Mereka sibuk semua Mak Rabiah. Terima kasih kau mau datang…..”
“Datuk , saya dan Bunga mengucapkan terima kasih atas pemberian Datuk tadi siang….”
“Ah , itu hanya hadiah kecil saja. Tak usah disebut-sebut ,” kata Datuk Gamp0 Alam. Setelah menyentakkan lehernya beberapa kali sang Datuk berkata. “Aku tak pernah tahu kalau kau menyimpan burung bagus luar biasa di kandang emas….”
“Saya tidak paham maksud Datuk…”
Lelaki itu tertawa lebar. “Maksudku anakmu yang manis dan pintar menari itu. Bunga….. Betul itu namanya?”
“Bunga gadis buruk , keturunan 0rang tak punya. Maklum saja gadis kampung.
Apa yang Datuk kagumi?”
Datuk Gamp0 Alam kembali tertawa dan menyentak-nyentakkan lehernya.
“Kau pintar merendah Rabiah. Kalau Bunga tak jadi penari siang tadi tak pernah saya tahu bahwa ada se0rang bidadari di Pagaralam ini!” Mamak Rabiah terdiam.
Datuk Gamp0 Alam menggeser duduknya. Dengar Rabiah , gadis secantik Bunga tidak pantas tinggal di rumahmu yang sekarang…..”
“Mengapa Datuk berkata begitu? Lalu kemana kami hendak pergi? Kami 0rang miskin…..”
“Aku punya beberapa rumah di Pagaralam ini , juga di Pagaruyung. Kau b0leh menentukan mana yang kau suka. Atau di sini di rumah gadang ini. Masih ada satu kamar tersisa…..”
Berdebarlah dada Mamak Rabiah mendengar kata-kata Datuk Gamp0 Alam itu. Sudah terbayang 0lehnya kini apa tujuan pria ini menyuruhnya datang.
“Rabiah…. Kau faham maksudku bukan?”
“Maafkan , saya tidak mengerti Daruk.” Jawab Rubiah dan dadanya tambah menggemuruh. Mukanya tampak memucat.
“Begini , maksudku anakmu itu. Aku ingin mengambilnya jadi istri….”
Ya Tuhan , benar rupanya dugaanku! Kata Mamak Rabiah dalam hati.
“Datuk , saya….”
“Kau setuju? Bagus!”
“Maksud saya bukan begitu Datuk. Bunga masih kecil. Belum pantas bersuami. Lagi pula , maakan saya Datuk. Bukankah Datuk sudah punya empat 0rang istri? Agama dan adat tidak mengijinkan lebih dari itu….”
Datuk Gamp0 Alam tertawa lebar. “Kalau itu yang kau takutkan , setiap ketika saya bisa menceraikan salah se0rang dari istriku. Kau sebut saja yang mana. Empat kurang satu ditambah satu kan empat juga jadinya. Ha….ha…..ha…..!”
Mamak Rubiah tundukkan kepala. Dadanya ibarat siap untuk meledak.
“Datuk , saya kurang sehat. Izinkan saya pulang…..”
“Tentu , tentu. Palindih akan saya suruh mengantar dengan kereta…..”
“Terima kasih. Saya masih bisa berjalan.”
“Baik kalau begitu.Tapi dengar. Bes0k Jum’at. Pagi-pagi sekali kau harus tiba memberikan jawaban. Dan kau tahu jawaban apa yang saya ingin bukan?”
Rabiah tidak menyahut. Dituruninya tangga rumah besar berg0nj0ng itu dengan langkah g0ntai semp0y0ngan. Dunia ibarat berputar di matanya. Dalam hatinya dia berseru pada Yang Kuasa. Tuhan , beri saya kekuatan. Sampaikan langkah saya ke rumah. Yang lebih penting janganlah semua ini terjadi berdasarkan keinginan insan yang satu itu……
Begitu Bunga membukakan pintu , Mamak Rabiah pribadi memeluk dan menciumi anak itu. Kedua matanya basah.
Mamak , ada apakah? Tanya Bunga heran seraya membimbing perempuan itu duduk ke sebuah tempat tidur kayu.
Nasib kita memang belum lepas dari sengsara Nak. Datuk Gamp0 alam…..” Mamak Rabiah tak sanggup meneruskan kata-katanya.
“Datuk Gamp0 Alam? Mengapa dia Amak?”
“Tak hingga hati Mamak mengatakannya padamu Bunga.”
“Saya sudah bisa mengira walau Mamak tak mau mengatakannya. Tua bangka tak tahu diuntung itu pasti meminta saya jadi istrinya. Bukan begitu Mak?”
Mamak Rabiah mengangguk dan tangisnya mengeras.
“Apa yang Mamak katakan padanya?”
“Tidak ada. Mamak tidak menyampaikan apa-apa. Tapi dia meminta Mamak tiba lagi memberi kabar. Bes0k hari Jum’at pagi.”
Bunga berdiri , melangkah ke meja dimana masih terletak bungkusan hadiah dari Datuk Gamp0 Alam.
“Jadi itu sebabnya dia memberi hadiah sebanyak ini! Tua bangka gila! Tak sudi saya mendapatkan pemberiannya ini!” Bunga kemudian melemparkan bungkusan itu ke dinding. Bunga sendiri seprti tak kuasa lagi berdiri , jatuh berlutut dan menutupi wajahnya dengan kedua tangan. Lalu terdengar isak tangisnya.
EMPAT
Di rumah gadang sesaat sehabis Mamak Rabiah pergi , Rukiah istri termuda Daruk Gamp0 Alam keluar dari balik pintu. Dia melangkah menemui suaminya dengan muka cemberut.
“Eh , terg0da nasi busuk atau kacang busuk hingga mukamu asam ibarat itu Rukiah! Atau ada hantu gunung Sit0li merasuk ke dalam tubuhmu!”
Rukiah tersenyum penc0ng. “Saya sudah dengar semua pembiacaraan Datuk dengan Mamak Rabiah tadi….”
Tampang Datuk Gamp0 Alam berubah. Merah membesi. “Perempuan kurang ajar! Kaprik0rnus berani kau mencuri dengar pembicaraanku! Setan kau!” Datuk Gamp0 Alam sentakkan lehernya sempai empat kali sedang kedua matanya memandang membeliak pada istri mudanya itu. Kalau saja yang ada di hadapannya itu bukan Rukiah yang memang sangat disayanginya tetapi salah satu dari tiga istrinya yang lain , pasti sang Datuk sudah menjambak rambutnya.
“Bukan saya yang setan!” menjawab Rukiah dengan beraninya. “Tapi Datuk!”
Ucapan itu membuat Datuk Gamp0 Alam bergeletar selurh tubuhnya. “Ku tampar mulutmu nanti Rukiah!” mengancam sang Datuk.
Sang istri muda tenang-tenang saja. Malah menyahuti. “Saya sudah bicara dengan kakak-kakak di sini. Kalau Datuk memang mau mengawini Bunga , silahkan.
Datuk b0leh menceraikan salah satu dari kami berempat. Tapi saya minta Datuk menceraikan saya!”
“Aha! Kau cemburu Rukiah!” kata Datuk sambil tertawa. Diantara keempat istrinya Rukiah sebagai istri muda tentu saja merupakan istri yang paling disayanginya. “Aku tidak akan menceraikan mu apapun yang terjadi!”
“Kalau Datuk tidak mau menceraikan saya , biar saya yang minta cerai dan pergi dari sini! Kami semua tidak suka Datuk mengambil gadis itu sebagai istri. Gadis yang pantas jadi anak Datuk itu akan bernasib buruk dan menderita batin ibarat kami-kami di sini!”
“Perempuan setan! Cakapmu benar-benar membuatku marah! Menyingkir dari hadapanku!” kata Datuk Gamp0 Alam setengah berteriak kemudian menyentakkan lehernya.
“Jadi Datuk tetap mau mengawini Bunga?” tanya Rukiah dengan beraninya.
“Setan manapun tak bisa menghalangiku!” jawab Datuk Gamp0 Alam.
“Kalau begitu saya minta cerai kini juga!”
Plaak!
Tamparan Datuk Gamp0 Alam membuat Rukiah terpekik. Perempuan muda ini hampir terjatuh nanar. Sambil pegangi pipinya menahan sakit dia berkata. “Lakilaki gila! Umur hanya tinggal sejengkal dari liang kubur masih saja ingin kawin!
Kambing tua tidak tahu diri. Kerjanya melahap daun muda saja!”
Datuk Gamp0 Alam menyentakkan lehernya beberapa kali. Pipinya yang cekung tampak menggembung hingga ke rahang.
“Perempuan tak tahu diuntung! Kau minta cerai! Baik! Kujatuhkan talak satu padamu! Sekarang angkat kaki dari rumah gadang ini!”
“Talak satu?! Huh! Kenapa Cuma talak satu? Kenapa tidak sekalian talak tiga?!” sentak Rukiah.
“Kalau itu maumu Baik! Kujatuhkan talag tiga! Nah , puas kau sekarang? Ay0 cepat lindang dari rumahku ini!” Suata Datuk Gamp0 Alam demikian kerasnya hingga terdengar 0leh 0rang-0rang yang ada di halaman , termasuk Andana. (lindang = angkat kaki). Kau tiba ke sini hanya membawa sehelai pakaian buruk lekat di badan! Kalau kau pergi jangan harap akan kuperb0lehkan membawa lebih dari pada baju yang menempel di tubuhmu itu!”
“Saya tidak tamak harta! Saya tidak akan membawa apa-apa kecuali pakaian ini!” jawab Rukiah. Lalu ditanggalkannya cincin , gelang dan kalung emasnya.
Perhiasan ini kemudian dilemparkannya ke muka Datuk Gamp0 Alam hingga sang Datuk tersurut kaget tapi juga murka sekali. Sebelum dia sempat menyempr0tkan caci maki atau melayangkan tangannya , Rukiah sudah melangkah ke pintu kemudian menuruni tangga rumah gadang dengan cepat. Di halaman rumah gadang Andana detang meny0ngs0ngnya.
“Saya mendengar bunyi ribut-ribut tadi. Kini saya lihat Etek ibarat terburuburu.
Etek mau kemana?” Sambil bertanya Andana memperhatikan wajah istri
Pamannya yang usidanya jauh lebih muda dari dirinya. “Astaga , ada apa pipi Etek kelihatan merah?”
Rukiah c0ba tersenyum. “Andana , jikalau kau punya kesempatan saya harap kau mau menemuiku di simpang tiga jalan ke sawah. Ada sesuatu yang sangat penting ingin kukatakan.” Setelah berkata begitu Rukiah cepat-cepat berlalu.
Sementara itu dari atas rumah Datuk Gamp0 Alam menuruni tangga dengan cepat. “Apa yang dikatakan perempuan setan itu padamu?!” tanya Datuk Gamp0 Alam pada Andana.
“Tidak begitu jelas. Dia bicara terburu-buru. Katanya dia mau pergi…..”
“Pergi kemana?!” tanya sang Datuk lagi.
“Saya tidak tahu Paman. Dia hanya bicara sebentar kemudian cepat-cepat pergi.”
Andana membisu sejenak sambil mengusap-usap dagunya. “Mamak , saya sudah menginap malam tadi di rumah gadang. Saya sudah pula mendapatkan keh0rmatan besar yaitu sebgai aksept0r sirih persembahan. Samua itu tidak mungkin terjadi kalau bukan Paman yang mempersiapkan dan mengaturnya. Saya mengucapkan ribuan terima kasih Paman. Tiba saatnya hari ini saya minta diri. Mulai hari ini saya akan tinggal di surau.”
“Kau tidak berbasa-basi , Andana?” Pemuda itu menggeleng.
“Bagaimana kalau Tumenggung Raj0 Langit mengirimkan 0rang-0rangnya untuk menangkapmu. Kau tidak takut? Jika kau tidak ada di dekatku , saya tak bisa melindungimu.”
“Saya tidak takut pada siapapun Paman. Kecuali pada Yang Satu di atas sana ,” jawab Andana sambil menunjuk ke langit. “Lagi pula sebelumnya Tumenggung itu memang sudah mengirim 0rang-0rangnya untuk menangkap saya.
Tuhan masih melindungi saya. Pemuda sahabat saya yang menghajar habis semua m0nyet-m0nyet Tumenggung Raj0 Langit. Tumenggung itu sendiri kalau tidak cepatcepat lari pasti babak belur untuk kedua kalinya…..”
“Untuk kedua kalinya katamu? Kaprik0rnus sebelumnya dia pernah menghajar Raj0 Langit?’
“Betul. Waktu tua bangka itu menc0ba mengganggu anak gadis 0rang…”
Eh , jangan-jangan anak ini menyindirku , pikir Datuk Gamp0 Alam.
“Andana , c0w0k kawanmu yang berjulukan Wir0 itu , apa dia memang se0rang pahlawan berkepandaian tinggi?” bertanya Datuk Gamp0 Alam.
Yang ditanya mengangguk. “Bagi saya kalau se0rang bisa menghadapi lebih dari tiga 0rang lawan hanya dengan tangan k0s0ng , apalagi lawan bersenjata pula , dia sudah saya anggap sebagai se0rang pendeka besar….”
Datuk Gamp0 Alam terdiam. Dalam hati dia berkata. 0rang Jawa ini terperinci akan membuatku susah dan rencanaku berantakan. Kalau tidak diambil tindakan dari kini urusan bisa tidak karuan. Lalu anak yang di hadapanku ini sendiri hingga dimana pula kehebatannya. Dia sempat belajar dengan Datuk Alis Merah.
“Andana saya yakin kau bisa menghadapi semua kesukaran ini. Sekalipun tanpa pert0l0ngan sahabatmu berjulukan Wir0 itu. Kabarnya kau sudah diberi 0rang gelar Harimau Singgalang.”
Andana c0ba tersenyum dan berkata. “Itu hanya cakap gurau 0rang saja Paman. Mana berani saya menggunakan gelar sehebat itu….”
“Jadi , kau sungguhan hendak pergi?”
Andana mengangguk.
Datuk Gamp0 Alam menyentakkan lehernya dua kali. “Baiklah , saya tak bisa melarang. Namun sebelum pergi naiklah dulu ke atas. Ada beberapa hal yang perlu kubicarakan denganmu.”
“Perihal apakah Paman?” tanya Andana.
“Perihal rumah gadang dan segala isinya. Aku bermaksud menjualnya.”
Terkejut Andana mendengar kata-kata Pamannya itu. Dengan perasaan tidak lezat dia menaiki tangga mengikuti Datuk Gamp0 Alam naik ke atas rumah gadang.
Begitu hingga di atas rumah gadang Datuk Gamp0 Alam masuk ke dalam kamarnya. Ketika keluar dia membawa segulung kertas. Setelah duduk di hadapan kemenakannya dibukanya gulungan kertas itu seraya berkata. “Andana ini yaitu Surat Wasiat peninggalan Ayahmu. Isinya bisa kau lihat sendiri nanti. Sekarang biar kubacakan dulu.”
Surat Wasit. Hari Kamis hari ke dua belas bulan Muharram. Saya Datuk Bandar0 Sati , dengan ini berwasiat. Jika terjadi sesuatu apa dengan diri saya yang menyebabkan kematian saya , maka semua harta kekayaan yang tertinggal termasuk rumah gadang yang di Pagaralam dan segala harta pusaka yang ada di dalamnya , ternak dan sawah ladang akan saya wariskan pada dan menjadi hak syah Datuk Gamp0 Alam , satu-satunya adik kandung saya. Segala urusan selanjutnya dialah yang bertanggung jawab penuh untuk menentukan. Tertanda Datuk Bandar0 Sati.
Mengetahui Penguasa di Pagaruyung Tumenggung Raj0 Langit.
Sehabis membacakan Surat Wasiat itu Datuk Gamp0 Alam menatap wajah kemenakannya. Anak ini kelihatan hening saja membatin sang Datuk. Tak ada perubahan pada air mukanya. Datuk Gamp0 Alam alhasil menyerahkan Surat Wasiat itu pada Andana. “Kau baca sendirilah ,” katanya.
Andana membaca Surat Wasiat itu. Sesaat kemudian diserahkannya kembali pada pamannya.
“Kau tidak akan menyampaikan atau menanyakan sesuatu Andana?”
“Memang ada Paman ,” jawab si pemuda. “Pertama kapan Surat Wasiat itu Paman terima dari almarhum Ayahanda?”
“Beberapa waktu lalu. Kalau saya tak salah ingat hanya sekitar tida empat ahad sebelum dia meninggal. Itulah , ibarat yang saya katakan temp0 hari. Dia seperti sudah mendapat firasat. Membuat Surat Wasiat ini kemudian memberikannya padaku. Bisa kufahami. Kau tak ada di Pagaralam , entah berada dimana. Lalu kakak kami Uning Ramalah ibarat kau ketahui tidak mau mengurusi hal-hal ibarat ini lagi.”
“Paman , pengetahuan saya sangat dangkal wacana hal-hal yang menyangkut warisan. Tetapi ada sesuatu yang saya ketahui dengan terperinci sekali.”
“Hemmm , apakah itu Andana?” tanya Datuk Gamp0 Alam sambil menyentakkan lehernya dua kali.
“Warisan yang ditinggalkan Ayah saya bukanlah termasuk Pusaka Tinggi.
Yaitu pusaka turun temurun dari nenek m0yang kita yang dihentikan dijual atau dibagi-bagikan. Tetapi tetap akan menjadi pusaka untuk bisa dimanfaatkan 0leh keturunan sedarah sedaging. C0nt0h Pusaka Tinggi itu ialah rumah gadang yang di Batusangkar. Tetapi rumah gadang yang ini yaitu Pusaka Rendah. Rumah dan segala isinya yaitu milik Ayahanda langsung. Hasil pencaharian dan pembeliannya sendiri.
Dari keringatnya sendiri. Bukan harta turun temurun. Dengan kata lain sebagai anak kandung satu-satunya maka sayalah yang secara syah menerimanya sebagai warisan , wajib menjaga dan memeliharanya. Secara aturan dan secara adat Surat Wasiat itu yaitu keliru….. Mungkin yang dimaksudkan Ayahanda yaitu rumah gadang pusaka keluarga di Batusangkar.”
“Mana mungkin keliru Andana. Di sini terperinci disebutkan rumah gadang di Pagaralam. Rumah gadang dimana saya dan kau ketika ini duduk berhadap-hadapan.
Jelas di sini dikatakan saya yang ditunjuknya sebagai pewaris dengan segala isi di dalamnya.”
“Paman , saya yakin ada sesuatu yang keliru…..” kata Andana lagi.
Datuk Gamp0 Alam tersenyum. “Andana , kau lihat sendiri tanda tangan Tumenggung Raj0 Langit yang mengesahkan SuratWasiat ini. Apakah kau ingin menyampaikan saya menjiplak dan membuat-buat Surat Warisan ini?”
“Saya tidak menyampaikan begitu Paman. Jangan Paman salah sangka. Apa yang saya maksudkan cukup jelas. Semua harta pusaka milik Ayah yaitu hasil pembelian ayah dari keringatnya sendiri. Bukan berasal dai kakek atau nenek m0yangnya. Bukan berasal dari pusaka turun-temurun.Hanya itu saja yang ingin saya katakan. Apa artinya terserah Paman untuk mengkajinya.”
“Ah , saya mengerti sekarang! Jelas kau tidak suka rumah dan harta Ayahmu diberikan kepadaku! Walau jelas-jelas di dalam Surat Wasiat ini Ayahmu menyampaikan begitu. Jelas dan ikhlas. Ada saksinya pula. Saksi bukan 0rang sembarangan. Tapi se0rang berpangkat. Se0rang Tumenggung penguasa negeri!” Datuk Gamp0 Alam menyentakkan lehernya dulu gres meneruskan. “Andana , jikalau saya pikir-pikir mengapa Ayahmu membuat Surat Waisat begini rupa pasti ada lantaran musababnya.
Mungkin ada sesuatu yang tidak berkenan di hatinya atas dirimu hingga Surat Wasiat ini ditujukannya padaku bukan padamu. Mungkin kau dianggapnya melaksanakan satu kesalahan besar dikarenakan telah meninggalkan Pagaralam hingga bertahun-tahun tanpa kabar berita. Ini rupanya sangat menyakitkan hatinya….”
“Paman biar saya katakan terus terang sekarang. Saya kembali ke Pagaralam ini mengikuti pesan Ayahanda yang saya terima secara gaib. Pesan dia selamatkan rumah gadang dan harta pusaka di dalamnya…..”
“Aneh sekali kedengarannya ,” kata Datuk Gamp0 Alam sambil memandang ke halaman lewat pintu rumah gadang.
“Betul Paman , memang aneh kedengarannya kalau tidak melihat sendiri. Tapi insiden itu saya alami sendiri , disaksikan 0leh guru saya Datuk Alis Merah. Waktu itu kami berada di dekat riam kecil di tempat tempat kediaman Datuk Alis Merah. Ayah tiba-tiba saja muncul dikawal 0leh seek0r harimau besar. Ayah tegak di atas batu. Berpakaian hijau yang penuh lubang-lubang bekas tusukan. Sekujur tubuhnya berlumuran darah. Saat itulah Ayah memberi tahu biar saya segera pulang ke Pagaralam. Rumah gadang dalam bahaya…..”
Untuk beberapa lamanya Datuk Gamp0 Alam berdiam diri. Terbayang kembali 0lehnya insiden di Ngarai Sian0k. Ketika dia bersama Hantu Mata Picak menger0y0k Datuk Bandar0 Sati kemudian membunuh kakanknya itu dengan cara menikamnya bertubi-tubi dengan keris miliknya sendiri yaitu Keris Tuanku Ameh Nan Sabatang. Anak ini menyampaikan keris sakti bertuah itu tak ada padanya. Dia berdusta. Keris itu kutemukan di bawah bantal dalam kamarnya. Kalau dia banyak ulah dengan senjata itu pula akan kuhabiskan riwayatnya!
“Paman , saya minta diri. Kalau memang Paman yakin Ayah benar-benar mewariskan rumah gadang beserta isinya , termasuk sawah ladang dan ternak peliharaan , berbahagialah Datuk. Saya tidak akan mengungkit atau menuntut. Saya malah berterima kasih Paman mau merawat rumah serta semua peninggalan Ayah….”
Mulutnya berkata begitu tapi siapa tahu isi hatinya , pikir Datuk Gamp0 Alam.
“Begini sajalah Andana. Urusanku akan terlalu banyak nanti. Bagaimana kalau semua sawah ladang dan ternak kuberikan saja padamu.”
“Terima kasih Paman. Ketahuilah , saya tiba ke Pagaralam ini bukan untuk mendapatkan segala macam harta warisan. Tujuan saya Cuma satu…..”
Andana bangun dari duduknya. Sebelum menuruni tangga diteruskanna dulu ucapannya yang tergantung tadi. “Tujuan saya ke Pagaralam ini yaitu mencari pembunuh Ayah saya. Dan saya yakin saya akan menemukan 0rangnya!”
Tampang Datuk Gamp0 Alam berubah. Andana tidak lagi memperdulikan Pamannya itu. Dibalikkannya tubuhnya kemudian dia menuruni tangga rumah gadang dengan cepat. Dari jendela Datuk Gamp0 Alam sanggup melihat kemenakannya itu menunggangi kuda ke arah Timur yaitu arah yang ditempuh Rukiah waktu pergi tadi.
Sang Datuk menyentakkan lehernya kemudian berteriak memanggil tiga 0rang pengawalnya. “Ikuti dan selidiki kemana perginya anak itu. Lap0rkan padaku apa yang kau ketahui!”
LIMA
Simpang tiga itu terletak di kaki bukit kecil yang menurun. Tak jauh dari sana terbentang daerah pesawahan. S0re itu suasana di sekitar tempat itu tampak sepi.
Sesekali terdengar kicau burung. Ketika Andana hingga di simpang tiga itu dia tidak melihat Rukiah atau siapapun di situ.
Jangan-jangan perempuan itu mendustaiku. Pikir Andana. Baru saja dia berpikir begitu telinganya menangkap detak bunyi r0da. Dari balik pep0h0nan dan semak belukar muncul sebuah pedati ditarik dua ek0r sapi. Di depannya di sebelah se0rang sais tua duduk Rukiah. Perempuan ini menyuruh sais menghentikan pedati kemudian dia turun. Dia melambaikan tangan pada Andana biar c0w0k itu masuk ke tempat pep0h0nan , terlindung dari pemandangan 0rang yang mungkin lewat di tempat itu.
“Etek , hal penting apakah yang hendak Etek sampaikan pada saya?” tanya Andanan begitu turun dari kudanya.
“Jangan panggil saya dengan sebutan Etek itu. Sudah saya katakan saya muak mendengarnya. Panggil saja nama saya. Rukiah. Bukankah usia kita tak jauh beda?
Kau pasti lebih tua dari saya.”
“Baiklah. Nah kini saya ingin dengar apa yang hendak kau sampaikan ,” kata Andana pula.
“Saya tahu Datuk Gamp0 Alam talah membuat Surat Wasiat palsu. Dia ingin menguasai rumah gadang serta semua harta pusaka peninggalan mendiang Ayahmu….”
“Saya tidak terkejut…..” kata Andana. “Tadi Datuk memperlihatkan pada saya Surat Wasiat itu. Surat itu ditanda tangani 0leh Tumenggung Raj0 Langit. Tanda tangan itu tidak palsu….”
“Memang tidak palsu. Karena Datuk Gamp0 Alam berk0mpl0t dengan Tumenggung Raj0 Langit. Saya dengar rumah gadang itu berikut isinya akan dijualnya pada si Tumenggung. Lalu tumenggung Raj0 Langit kabarnya akan menjual lagi pada se0rang utusan yang tiba dari tanah Jawa…”
“Ini hal gres bagi saya Rukiah ,” kata Andana. “Tidak seberapa aneh kalau Datuk Gamp0 Alam mau menjual rumah gadang guna mendapatkan uang.
Belakangan ini dagangnya merugi terus. Hutangnya di mana-mana. Biaya rumah tangganya dengan empat istri….”
“Sekarang tinggal tiga. Karena saya sudah minta cerai. Tapi segera akan menjadi empat lagi.”
“Maksudmu?”
“Gaek busuk itu hendak mengambil Bunga menjadi istrinya!”
“Apa?” kejut Andana dengan wajah berubah tegang.
“Mamak Rabiah tiba dipanggil Datuk. Saya dengar dia meminta Bunga pada perempuan itu…..”
“Apa jawab Mamak Rabiah?”
“Saya intip dan saya lihat air muka perempuan itu. Dia terperinci terg0ncang. Dia tak bisa memberikan jawaban apa-apa. Datuk minta dia tiba hari Jum’at bes0k untuk memberikan jawaban….”
“Kambing tua bangka yang sudah renta itu masih saja ingin menyantap daun muda!” kertak Andana sambil mengepalkan tinju kanannya. Dia menatap wajah Rukiah sesaat kemudian bertanya. “Dari mana kau tahu ihwal planning penjualan rumah itu?”
“Dari se0rang tangan kanan Tumenggung Raj0 Langit. 0rang ini tergila-gila pada saya sebelum saya diambil istri 0leh Datuk Gamp0 Alam. Dia menceritakannya waktu merayu saya biar mau jadi istrinya. Ketika saya kawin dengan Datuk Gamp0 alam , 0rang ini sangat marah. Dia pergi dari Pagaruyung , tak tahu entah berada di mana sekarang. Namanya Rusli…..”
Andana tegak termangu beberapa ketika lamanya.
“Kau harus men0l0ng Bunga , Andana. Selamatkan dia dari cengkeraman Datuk Gamp0 Alam. Saya tahu dia mencintaimu. Saya sanggup melihat dari sinar matanya sewaktu dia membawakan Tari Gel0mbang. Saya juga tahu dia telah menyelamatkan dirimu dari sirih yang diracun 0rang.”
“Saya tahu hal itu Rukiah. Saya akan segera menemuinya untuk mengucapkan terima kasih. Jelas saya berhutang nyawa padanya. Lebih dari itu saya tentu akan menyelamatkannya dari tangan Paman saya yang gila istri itu. Tapi Rukiah , apakah kau tahu siapa yang menaruh racun di sirih dalam cerana itu?”
“Hanya satu 0rang dugaan saya Andana. Manusia jahat bergelar Hantu Mata Picak. Dia yaitu 0rang kepercayaan Datuk Gamp0 Alam. Saya yakin dia juga atau anak buahnya yang berusaha membunuhmu dengan ular berbisa temp0 hari!”
“Kurang asuh benar!” kata Andana sambil meninju-ninju tapak tangan kirinya dengan tangan kanan. “Berarti Datuk Gamp0 Alam ada di belakang semua ini!”
“Saya kira begitu! Tapi kau harus mengusut dan membuktikannya dulu….”
“Mengenai 0rang yang berjuluk Hantu Mata Picak ini , di mana sarangnya.
Kau tahu di mana saya bisa mencarinya?”
“Mencarinya sama dengan mencari hantu. Dicari susah. Tidak dicari kadangkadang dia muncul begitu saja. Saya hanya bisa memberitahu ciri-cirinya. 0rangnya tinggi besar. Berkumis dan berjanggut tebal. Mata kirinya buta. Kulitnya hitam , dia berkalung dan bergelang akar bahar….”
“Terima kasih. Saya sangat berterima kasih padamu Rukiah. Sekarang kau hendak ke mana?”
“Saya akan kembali ke gubuk 0rang tua saya di B0nj0l.”
“Mau saya antarkan?”
Rukiah tertawa. Dipegangnya jari-jari tangan c0w0k itu. “Saya tidak bisa berdusta bahwa saya menyukai dirimu. Tapi saya sendiri ketika ini tak lebih dari se0rang janda. Jangan kecewakan Bunga. Jangan buat dia cemburu…..”
Paras Andana sesaat menjadi merah.
Rukiah tertawa lebar. “Ingat insiden malam kemudian , ketika saya mengajakmu tidur di kamar?”
Wajah Andana semakin memerah.
“Saya masih berharap kau mau memenuhinya. Kalau begitu carilah nanti saya di B0nj0l….” Rukiah berjingkat kemudian diciumnya pipi kiri c0w0k itu.
Andana merangkul punggung janda itu dan bertanya. “Ada sesuatu yang ingin saya tanyakan. Ayah saya mati dibunuh 0rang. Kau mungkin pernah menyirap kabar apa sesungguhnya yang terjadi. Siapa pelaku pemubunhnya.”
“Sayang sekali yang satu ini saya tidak tahu apa-apa Andana.” Jawab Rukiah.
“Tapi mungkin kau bisa bertanya pada Sati.”
“Siapa Sati?”
“Dia pedagang cita keliling. Banyak punya kekerabatan dengan siapa saja.
Terakhir sekali saya dengar dia digebuk setengah mati 0leh tukang-tukang pukul Datuk Gamp0 Alam. Dia pasti mendendam dan mencari seribu cara untuk membalaskan sakit hatinya.”
“Di mana saya bisa menemukan 0rang itu?”
“Pergi saja ke Pasar G0mbak. 0rang sepasar pasti tahu di mana bisa mencarinya.”
“Saya akan cari 0rang itu. Sekali lagi saya sangat berterima kasih padamu Rukiah.”
Janda Datuk Gamp0 Alam mengangguk. Sekali lagi diciumnya c0w0k itu kemudian bergegas dia kembali ke pedati yang menunggunya.
Ketika pedati mulai bergerak mendadak di belakangnya Andana mendengar bunyi bergemerisik. Dia cepat membalik dan sempat melihat tiga 0rang berpakaian seragam hitam berlari menuju tiga ek0r kuda yang ditambatkan di kejauhan.
“Anak buah Datuk Gamp0 Alam….” desis Andana. “Mereka tidak melaksanakan apa-apap terhadapku tapi mungkin akan mencelakai Rukiah…..” Pasti mereka telah mendengar apa yang dikatakan Rukiah tadi. Ada dua jiwa terancam. Rukiah dan Sati!” Andana cepat mel0mpat ke atas kudanya dan mengejar pedati yang ditumpangi Rukiah.
“Ada apa?” tanya Rukiah ketika dilihatnya Andana memacu kudanya mendatangi.
“Tiga 0rang anak buah Datuk Gamp0 Alam ternyata menyelinap mendengar pembicaraan kita. Keselamatanmu terancam Rukiah…. Apa ada jalan lain menuju B0nj0l? Atau sebaiknya kau jangan ke B0nj0l. Mereka pasti mengejarmu. Tidak ditemuinya di jalan akan dicarinya ke rumahmu di B0nj0l!”
Rukiah tampak berpikir. Dia berpaling pada sais tua di sebelahnya. “Putar arah.
Kita ke K0t0 Tangah saja. Batal ke B0nj0l!” Lalu Rukiah berpaling pada Andana.
“Terima kasih. Kau telah menyelamatkan 0rang buruk ini. Walau kini hanya se0rang janda tapi saya tetap ingin hidup lebih lama…. Punya suami lagi. Tapi tidak dengan lelaki ibarat Datuk itu. T0bat rasanya!”
Andana geleng-gelengkan kepalanya. Dia mengangkat tangannya membalas lambaian Rukiah.
Tiga 0rang anak buah Datuk Gamp0 Alam yang sempat terlihat Andana memang meninggalkan tempat itu dengan cepat. Namun di satu tempat lelaki sebelah depan membel0k ke kiri kemudian menghentikan kudanya di antara kelebatan pep0h0nan.
“Kenapa kau berhenti di sini Luhak?” tanya salah satu temannya.
0rang yang berjulukan Luhak yang bergigi t0ngg0s dan mulutnya tak pernah terkatup itu memberi isyarat biar kawan-kawannya jangan bicara. Dia juga memberi isyarat biar mereka segera turun dari atas kuda masing-masing kemudian bersembunyi di balik semak-semak. Tak lama kemudian terdengar derap kaki kuda. Andana lewat di depan mereka.
“Apa yang ada di benakmu Luhak? Bukankah kita harus segera melap0r pada Datuk? Dia pasti senang mendengar lap0ran hebat dari kita. Kita bakal diberinya hadiah besar!”
“Dari dulu 0takmu tetap saja kurang pintar Ayub!” jawab Luhak. “S0al lap0r melap0r bisa menyusul kemudian. S0al hadiah tak akan kemana larinya. Ada rezeki besar di depan mata apa akan dibiarkan lewat begitu saja?”
“Eh mitra , apa pula maksudmu?” tanya 0rang ketiga yang berjulukan Kairudin.
Luhak si t0ngg0s tertawa lebar hingga seluruh giginya atas bawah ibarat hendak keluar dari mulutnya. “Yang kumaksud dengan rejeki itu yaitu si Rukiah itu.
Kini dia bukan lagi istri Datuk. Sudah minta cerai dan sudah lari. Dia hanya berteman sais tua itu. Daerah sekitar sini sunyi senyap. Nah , apakah perlu lagi saya jelaskan pada kalian yang b0d0h-b0d0h ini?”
Sepasang mata kedua 0rang itu sama-sama membesar. “Kau benar-benar cerdik Luhak!” memuji Kairudin sementara Ayub tampak berulang kali membasahi bibirnya dengan ujung pengecap tanda dia juga sudah menangkap apa yang dimaksudkan 0leh Luhak tadi. Tanpa banyak d0ngeng lagi ketiga 0rang ini segera mel0mpat ke atas punggung kuda masing-masing. Mereka bergerak ke arah simpang tiga di mana mereka sebelumnya mengintai pertemuan Andana dengan janda Datuk Gamp0 alam itu. Dari sini ketiganya mengambil jalan yang menuju ke B0nj0l. Tapi belum jauh meninggalkan simpang tiga Luhak yang berada di depan melihat jejak-jejak r0da pedati di tanah. Dia segera menghentikan kudanya.
“Jelas pedati yang ditumpangi janda Datuk itu berbalik arah di sini….” kata Luhak.
“Tidak sulit mengetahui kemana mereka pergi. Jejak r0da pedati yang begini terperinci akan menjadi petunjuk bagi kita. Ay0….” Luhak sentakkan tali kekang kudanya.
Pedati yang ditarik dua ek0r sapi itu bergerak kencang lantaran menempuh jalan yang menurun. Namun tiga 0rang penunggang kuda di belakang mereka bergerak jauh lebih cepat hingga ketika pedati hingga di ujung penurunan , ketiganya hingga pula di sana , pribadi mengurung pedati.
Sais tua di samping Rukiah berbisik , “Agaknya mereka muncul bukan dengan maksud baik. Kalau terjadi apa-apa lekas turun dari pedati dan lari selamatkan diri….”
Rukiah memandang pada ketiga 0rang itu kemudian menegur. “Luhak , ada apa kau menyusul kemari.”
“Begini , saya dan kawan-kawan….” Luhak tidak meneruskan kata-katanya melainkan tertawa lebar hingga Rukiah jijik melihat berisan gigi-giginya yang besarbesar kuning dan menj0r0k ke depan itu. “Tadinya kami kira Etek pergi ke B0nj0l , ternyata kini berubah arah….”
“Kemana saya mau pergi apa urusan kalian? Apa Datukmu yang menyuruh memata-mataiku? Katakan padanya saya tidak akan mau kembali ke rumahnya!”
Rukiah berpaling pada sais tua di sebelahnya. “Jalankan pedati….”
“Bapak tua , tak perlu cepat-cepat pergi. Perjalananmu cukup hingga di sini.
Kami yang akan mengantarkan janda Datuk Gamp0 Alam ini ke tujuannya…..” Luhak mendekati sais tua itu. Sekali dia merengutkan leher pakaiannya , 0rang tua ini jatuh dari pedati dan terhantar di tanah. Anak buah Datuk Gamp0 Alam yang berjulukan Ayub pribadi mel0mpat ke atas pedati dan memegang tali kekang dua ek0r sapi.
“Saya tidak percaya padamu. Kalian pasti akan berbuat jahat terhadap perempuan muda ini!” kata sais tua seraya menc0ba bangkit. “Lari…..! Larilah rangkay0!” (Rangkay0 = panggilan keh0rmatan).
Bukkk!
Satu tendangan yang keras mendarat di dada sais tua itu. Tak ampun lagi tubuhnya rebah ke tanah. Tak berkutik. Dari sela bibirnya kelihatan ada darah mengucur.
“Manusia jahat! Di mana peri kemanusiaanmu!” teriak Rukiah murka sekali.
Dia mel0mpat dari atas pedati. Bukan untuk melarikan diri tapi memukuli pinggang Luhak dengan tangan kanannya sementara tangan kirinya menarik pakaian pria itu. Karena kehilangan keseimbangan Luhak jatuh ke bawah. Tapi sambil jatuh lelaki ini merangkul pundak Rukiah hingga keduanya jatuh bersamaan ke tanah dan saling tindih!
Kesempatan ini tidak disia-siakan 0leh Luhak. Langsung saja dia merangkul dan menciumi janda muda itu dengan penuh nafsu hingga Rukiah menjerit-jerit dan berusaha melepaskan dirinya.
“Luhak! Jangan kau makan sendiri!” berseru Kairudin. Lalu diapun mel0mpat turun daru kudanya. Ikut bergulingan di tanah sambil tangannya meraba kian kemari.
Ayub tak mau ketinggalan. Tiga lelaki itu berebutan menggagahi Rukiah. Yang satu meraba dan menciumi. Yang lain meraba sambil berusaha menanggalkan kain yang dikenakan Rukiah. Lalu yang ketiga ibarat kemasukan setan mer0beki kebaya janda muda itu. Dalam waktu singkat keadaan Rukiah b0leh dikatakan hampir bugil. Dia menjerit tiada henti sambil berusaha memukul dan menendang. Namun mana sanggup dia menghadapi tiga lelaki sekaligus. Semakin keras jerit , pukulan dan tendangannya semakin garang Luhak dan kawan-kawannya. Jelas Rukiah tak akan sanggup mempertahankan keh0rmatannya.
“Manusia-manusia bajingan! Hebat juga kelakuan kalian!” tiba-tiba satu bentakan menggeledek di tempat itu.
ENAM
Luhak dan dua kawannya tentu saja terkejut. Ketiga 0rang ini cepat berpaling.
“Andana…..!” desis Luhak tapi kini keterkejutannya bercampur dengan rasa heran. Sebelumnya dia telah melihat c0w0k itu meninggalkan tempat simpang tiga.
Kini mengapa tiba-tiba muncul dan berganti pakaian.
“Bukan dia Luhak…..” bisik Ayub. “Kalau tak salah saya dia yaitu c0w0k Jawa mitra kemenakan Datuk….”
“Hendak kalian apakan perempuan itu?!” c0w0k yang tiba bertanya sambil bert0lak pinggang.
“Hendak kami apakan bukan urusanmu?!” kata Luhak seraya mel0mpat tapi dia lupa kalau tadi dia telah sempat membuka celana hitamnya hingga pakaian itu hampir jatuh ke bawah menelanjangi dirinya sendiri.
“Jangan-jangan dia hendak minta belahan pula Luhak ,” berkata Kairudin seraya berdiri kemudian tegak di samping kawannya.
Ayub yang masih menindih Rukiah agaknya masih belum mau melepaskan perempuan tiu. Dia merasa lebih banyak mendapat kesempatan tanpa menyadari bahwa sesungguhnya ancaman besar mengancam dirinya ketika itu.
“Ah , kalau kalian memang berbaik hati mau membagi-bagi rejeki denganku , itu bagus sekali. C0ba kusingkirkan dulu 0rang hutan yang satu ini!”
Habis berkata begitu c0w0k berpakaian serba putih yang tahu-tahu saja muncul di tempat itu mel0mpat ke arah Ayub. Sesaat kemudian terdengar bunyi bergedebuk menyusul raungan Ayub. Tubuh lelaki ini terpental jauh. Dalam keadaan nungging tadi tendangan c0w0k berpakaian putih mendarat telak di selangkangannya.
Kant0ng kemaluannya remuk. Untuk beberapa lamanya Ayub berguling-guling di tanah , melejang-lejangkan kedua kakinya dan memegang bawah perutnya sambil tiada hentinya berteriak. Dia berusaha berdiri tapi jatuh dan jatuh lagi. Tiba-tiba teriakannya lenyap. Tubuhnya terlentang di tanah. Kedua matanya mendelik.
Kairudin mendekati kawannya ini.
“Dia mati! Luhak , Ayub mati!” teriak Kariaudin pada Luhak.
“Bedebah jahanam! Berani kau membunuh kawanku!” teriak Luhak murka besar. Dihunusnya g0l0k yang terletak di tanah. Kairudin juga tidak tinggal diam. Dia melaksanakan hal yang sama. Keduanya kemudian mendekati si c0w0k dari samping kiri dan kanan. Sementara Rukiah dengan cepat berusaha bangkit. Sambil membenahi pakaiannya yang r0bek di sana sini janda ini lari ke balik sebatang p0h0n besar.
“Bagus! Kalian punya nyali! Majulah!”
“Nyali! Apa itu nyali!” sentak Kairudin yang tak mengerti kata yang barusan diucapkan c0w0k berambut g0ndr0ng di hadapannya.
Pendekar 212 Wir0 Sableng tertawa geli. “Kalau kau mau tahu artinya nyali majulah! Ayunkan g0l0kmu!”
“Manusia s0mb0ng! Laidangku ini akan memisahkan kepalamu dari badan!”
teriak Kairudin. Lalu anak buah Datuk Gamp0 Alam ini mel0mpat sambil membabatkan g0l0knya ke leher Wir0. (ladiang = g0l0k)
Serangan 0rang ini b0leh juga. Deru sambaran senjatanya deras dan gerakannya cepat sekali. Namun yang dilawannya bukan sembarang pendekar.
Akan halnya Luhak melihat kawannya berulang kali hanya membac0k tempat k0s0ng , tidak menunggu lebih lama segera pula mel0mpat membantu. Dua g0l0k berkelebat kian kemari dalam gerakan-gerakan silat yang selama ini tidak pernah dilihat Wir0. Sepasang senjata lawan bergulung-gulung menyerang tubuhnya dari kepala hingga ke pinggang.
Hemmmm…..Ilmu silat mereka cuma main atas. Pinggang ke bawah terbuka.
Murid Sint0 Gendeng tiba-tiba keluarkan bentakan keras. Tubuhnya dijatuhkan ke tanah. Sambil bergulingan dia menendang ke arah kedua kaki Kairudin.
Yang ditendang cepat mel0mpat tinggi-tinggi. Ini yang dimaui Wir0. Dari bawah dia lepaskan pukulan tanagn k0s0ng “kunyuk melempar buah” dengan mengandalkan sedikit saja dari tenaga dalamnya. Apa yang terjadi kemudain membuat Luhak terkejut. Kairudin menjerit keras. Selagi tubuhnya melayang di udara , satu gel0mbang angin laksana sebuah watu besar melesat ke arah selangkangannya.
“Astaga! Apa ini?!” kata Kairudin. Di lain kejap terdengar jeritannya.
Tubuhnya terlempar hingga dua t0mbak. Ketika jatuh ke tanah , tubuh itu tidak berkutik lagi. Selangkangannya kelihatan r0bek dan ada genangan darah mengalir hingga ke tanah.
Putuslah nyali Luhak. Dia mengambil keputusan untuk kabur melarikan diri.
Sebelum kabur dia lebih dulu mendesak Wir0 dengan dua serangan berantai.
“T0ngg0s! Aku pinjam dulu g0l0kmu!” seru Wir0. Lalu dengan gerakan cepat dia menyelinap di bawah tusukan senjata lawan. Tangan kanannya menyambar ke atas.
Kraaak!!
Sambungan siku tangan kanan Luhak tanggal dan remuk. Jerit 0rang ini setinggi langit. Wir0 cepat menangkap g0l0knya yang terlepas dan mental ke udara.
“Ampun! Jangan dibunuh waden! Jangan dibunuh waden!” teriak Luhak berulang kali seraya mundur. Mukanya pucat. Tangan kirinya diangkat sambil dig0yang-g0yangkan.
“Siapa mau membunuhmu. Nyawamu cukup diwakili kedua 0rang kawanmu itu….” kata Wir0. G0l0k di tangan kanannya bergerak. Gagangnya menghantam keras ke verbal Luhak.
Luhak menjerit keras sekali. Darah muncrat dari mulutnya. Lima giginya yang t0ngg0s di belahan atas dan empat di sebelah bawah r0nt0k. Sebagian terlempar masuk ke dalam mulutnya. Sebagian lagi mental keluar. Luhak terus meraung kesakitan sambil pegangi mulutnya yang berdarah dengan tangan kiri. Lututnya g0yah. Dia berlutut terbungkuk-bungkuk. Darah masih terus mengucur dari mulutnya yang pecah serta gusinya yang hancur.
Wir0 melangkah ke balik p0h0n di mana Rukiah bersembunyi ketakutan.
Sesaat Wir0 terkesiap juga melihat tubuh yang hampir bugil itu.
“Maafkan saya ,” kata Wir0. “Adik tak apa-apa…..”
“Saya…..saya tidak apa-apa. Terima kasih kakak sudah men0l0ng saya….”
Wir0 mengangguk kemudian dia membalik.
“Tunggu , jangan tinggalkan saya….” kata Rukiah menyangka Wir0 hendak pergi.
“Tetap saja di situ. Saya akan menuntaskan urusan dengan anak buah Datuk Gamp0 Alam ini….” kata Wir0 pula. Lalu mayat Ayub dan Kairudin dinaikkannnya ke atas kuda masing-masing. Kini dia mendekati Luhak. Sekali menarik leher pakaian lelaki ini Luhak tertegak dan ketakutan setengah mati.
“Kau b0leh kembali ke Pagaralam. Bawa kedua mayat kawanmu itu. Katakan semua yang terjadi di sini pada Datukmu. Sebelum kau naik ke atas kudamu , tanggalkan dulu celanamu!”
“A…..apa maksudmu….?” tanya Luhak tergagap dalam ketakutannya.
“Maksudku begini setan!” kata Wir0. Lalu direnggutnya celana hitam pria itu. Tubuh Luhak kemudian ditunggingkannya kepala di bawah kaki di atas. Celana Luhak ditariknya hingga tanggal. Ketika lelaki ini ditegakkannya kembali dengan sendirinya Luhak hanya mengenakan baju saja alias telanjang di sebelah bawah!
Barang antiknya gundal-gandil kian kemari!”
“Naik ke kudamu!” perintah Wir0.
“0nde mak! Jangan! Jangan diperlakukan saya ibarat ini! Berikan celana saya…..!”
“B0leh! Kau menentukan celana atau nyawa?” ujar Wir0 pula seraya akal-akalan hendak mencekik leher Luhak. 0rang ini kembali ketakutan setengah mati.
“Sa…..saya menentukan hidup saya…..” katanya. Lalu naik ke atas kudanya. Wir0 memukul pinggul dua ek0r kuda lainnya yang membawa mayat Ayub dan Kairudin.
Sesaat sehabis 0rang-0rang itu lenyap di kejauhan Wir0 kembali ke balik p0h0n.
“Mereka sudah pergi. Kau k0ndusif sekarang….”
“Terima kasih. Pert0l0nganmu tidak akan saya lupakan. Bukankah kau sahabat Andana?” kata Rukiah dari balik p0h0n.
“Betul…. Nama saya Wir0.”
“Wajah kalian hampir ibarat satu sama lain ,” kata Rukiah pula. “Tapi kau lebih….” Janda ini tidak meneruskan ucapannya.
“Lebih apa? Lebih kurang ajar?!”
“Maksud saya buka begitu…..” jawab Rukiah. Dalam hati dia berkata. Kau lebih jantan dari Andana.
“Apalagi yang bisa saya t0l0ng sekarang?” bertanya Wir0.
“Di atas pedati ada sebuah peti kayu. Dalam peti itu ada beberapa p0t0ng pakaian. T0l0ng ambilkan petinya kemari. Saya nyaris telanjang. Saya harus berganti pakaian….”
“Saya lebih suka melihat adik ibarat kini ini…..”
“A….apa kata kakak?!” tanya Rukiah hampir tak percaya dengan pendengarannya. Wir0 hanya tertawa sambil garuk-garuk kepala. “tak pernah saya mendengar 0rang baik-baik ibarat kakak tega-teganya berkata ibarat itu.”
“Saya bukan 0rang baik-baik ,” jawab Wir0 pula.
“Ah! T0l0nglah ambilkan peti itu. Kalau tidak ambilkan sehelai kain dan sehelai kebaya yang ada di dalamnya.”
Wir0 tersenyum. Dia melangkah juga ke pedati. Di dalam sebuah peti kayu di temukannya beberapa p0t0ng pakaian. Wir0 mengambil sehelai kebaya dan sehelai kain kemudian membawanya ke balik p0h0n.
“Ulurkan saja dari belakang p0h0n. Jangan melangkah ke sini!” kata Rukiah.
Wir0 tertawa. Dilemparkannya kain panjang yang diambilnya dari dalam peti.
Tidak ke belakang p0h0n tetapi beberapa langkah di sebelah depan.
“Mana pakaiannya?” tanya Rukiah.
“Sudah saya lemparkan di depan p0h0n….”
Rukiah menjulurkan kepalanya dari balik p0h0n. Lalu terdengar dia meng0mel. “Ini bukan saatnya bergurau!”
Wir0 membungkuk mengambil kain. Bersama-sama dengan kebaya kain itu dilemparkannya ke belakang p0h0n. Rukiah segera sibuk berpakaian. Tak lama kemudian janda muda ini keluar dari p0h0n itu. Yang dilakukannya pertama sekali yaitu melihat keadaan sais tua yang menggeletak di tanah.
“Jangan kawatir , 0rang tua itu belum mati. Cuma pingsan. Tapi dia tidak akan mungkin membawa pedati meneruskan perjalanan….”
“Saya bisa pergi sendiri. T0l0ng naikkan dia ke atas pedati.”
Wir0 menaikkan sais yang masih pingsan dan cidera cukup berat itu ke atas pedati.
“Senja hampir datang. Sebentar lagi malam akan turun. Apakah adik berani melaksanakan perjalanan s0rang diri?” bertanya Wir0.
Rukiah tidak menjawab. Dalam hatinya dia bertanya-tanya apakah c0w0k itu hanya sekedar bertanya atau bermaksud mengantarkannya.
“K0t0 Tangah tidak seberapa jauh dari sini….”
“Saya tidak tahu jauh dekatnya ,” kata Wir0 pula kemudian mengikatkan kudanya di belakang pedati.
“Eh , mengapa pula kakak mengikatkan kuda itu ke pedati?” tanya Rukiah.
Wir0 tidak menjawab melainkan naik ke atas pedati dan duduk di samping Rukiah.
“Saya senang kakak mau mengantarkan. Tapi apakah saya bisa mempercayai kakak?”
Wir0 tertawa lebar. “Sudah saya bilang tadi. Saya bukan 0rang baik-baik. Tapi dibandingkan dengan Datuk Gamp0 Alam saya sedikit lebih baik. Dan jauh lebih muda….”
Pemuda satu ini k0ny0l. Sepertinya juga keras kepala. Tapi apa yang dikatakannya betul. Kalau saya tidak bisa mendapatkan Andana , tak ada ruginya mendapatkan yang satu ini. Lagi pula wajah mereka begitu mirip. Dan dia lebih berani , lebih jantan.
Rukiah meletakkan tangan kanannya di atas ribaan Pendekar 212.
“Saya percaya pada kakak ,” katanya.
Wir0 mengambil tali kekang dua ek0r sapi penarik pedati. Sesaat kemudian pedati itupun bergerak meninggalkan tempat itu. Di Barat sang surya mulai tenggelam.
Di atas pedati Rukiah masih meletakkan tangan kanannya di atas paha Wir0.
Tak sanggup dibayangkan begaimana keheb0han yang terjadi di Pagaralam ketika Luhak yang setengah telanjang itu muncul membawa mayat dua 0rang kawannya. Datuk Gamp0 Alam ibarat 0rang kemasukan setan saking marahnya.
Bukannya dicarikan kain atau apa saja untuk menutupi aurat anak buahnya itu malah sambil menyentak-nyentakkan lehernya dia berteriak.
“Setan kurang pintar kau Luhak! Biar kutelanjangi sekalian dirimu!” Lalu breet….brettt! Tangan kirinya mer0bek baju hitam Luhak dengan tangan kanannya menampari muka anak buahnya itu dengan kalap.
TUJUH
Pasar sudah agak lenggang ketika Andana hingga di situ. Tapi di tempat 0rang main Kim suasana masih ramai. (Kim = semacam permainan judi menggunakan n0m0rn0m0r. Siapa yang n0m0rnya paling banyak keluar jadi pemenang) Setelah bertanya beberapa kali alhasil sese0rang menunjuk pada lelaki berk0piah hitam dan berpakaian putih yang sedang asyik main Kim sambil mengg0yang-g0yangkan kepalanya mengikuti lagu yang dinyanyikan 0leh pemberi tahu n0m0r. Di sela bibirnya terselip sebatang r0k0k yang apinya sering mati dan sebentar-sebentar dinyalakannya.

Angku mud0 pai ka pasa
Mamba0 itiak du0-du0
Barangkek kapa di muar0
Marat0k suliang lim0 kali
(Engku muda pergi ke pasar
Membawa itik dua-dua
Berangkat kapal di muara
Meratap suling lima kali)
Mendengar pantun yang dinyanyikan dengan iringan tetabuhan itu lelaki berk0piah hitam menc0ret angka 22 dan angka 5 yang ada di kertas Kimnya dengan arang. Kemudaian dia menyed0t r0k0knya dalam-dalam. Ternyata api r0k0k itu sudah mati pula. Ketika dia sibuk mencari k0rek api di saku pakaiannya , tahu-tahu sese0rang yang tegak di sebelahnya membantu menyalakan r0k0k itu. 0rang berk0piah menghisap r0k0knya dalam-dalam kemudian sekilas melirik pada 0rang yang tegak di sampingnya.
“Sati….?” tanya 0rang tadi yang bukan lain yaitu Andana seraya duduk di sebelah si k0piah hitam.
Yang ditegur memang Sati. Pedagang cita keliling ini melirik kembali. Kedua matanya membesar. Dia menatap lekat-lekat. “Kau siapa? Astaga bukankah kau kemenakan Datuk Gamp0 Alam yang gres kembali ke Pagaralam? Yang kabarnya sudah digelari 0rang dengan julukan Harimau Singgalang? Yang din0batkan sebagai tamu terh0rmat dan dipersembahkan sekapur sirih 0leh gadis tercantik di Pagaralam?”
Andana tersenyum. “Perlahan kalau bicara. Karena mungkin tidak semua yang kau katakan itu benar s0bat.” Lalu Andana mengambil p0t0ngan arang dan menc0ret angka di kertas Kim milik Sati yang kebetulan keluar. “Ada yang ingin saya tanya Sati. Saya sangat memerlukan bantuanmu.”
“Saya sudah maklum. Sebenarnya saya pernah mencari Angku Mud0. Tapi kini Angku Mud0 sendiri yang datang. Saya sedang asyik main Kim. Bisa Angku Mud0 tiba malam nanti ke rumah saya?” (Angku Mud0 = Angku Muda , panggilan keh0rmatan)
Sebenarnya Andana ingin mendapat keterangan ketika itu juga. Tapi dia tidak mau memaksa. Apalagi dilihatnya hari segera memasuki senja. Kaprik0rnus dia tak akan lama menunggu.
“Beri tahu saya letak rumahmu….”
Sati memberi tahu letak rumahnya. Lalu berkata “Saya 0rang dagang. Berarti mata duitan. Segala urusan dengan saya harus ada uangnya…..” Sati kemudian tertawa mengekeh tapi hampir tanpa suara.
“Jangan takut Sati. Setiap kata yang kau sebutkan , jikalau memang merupakan keterangan berharga pasti akan saya bayar ,” jawab Andana pula.
“Jangan kawatir Angku Mud0. Sekali ini saya keluar dari aturan itu. Angku Mud0 tak perlu membayar sepeserpun. Sampai nanti malam. Saya tunggu di rumah.
“Dengar s0bat ,” bisik Andana seraya memegang pundak pedagang cita keliling itu. “Saya punya firasat nyawamu terancam.”
Paras Sati berubah. “Apa maksud Angku Mud0?”
“Jangan terus pulang ke rumah. Tunggu saya hingga tiba di tempat gelap di ujung Utara jembatan batang kelapa.”
Andan berdiri. Sebelum pergi dia masih sempat menc0ret angka ke lima yang ada di kertas Kim di depan Sati.
“Sudah lima angka Sati. Kau menang.”
“Hah , apa?!” Sati memperhatikan kertasnya kemudian berteriak gembira. Dia setengah berlari membawa kertas itu ke tempat juru bayar Kim duduk.
Lelaki tinggi besar berwajah menakutkan itu berdiri gelisah di bawah bayangbayang p0h0n. Suasananya sekitarnya gelap dan sunyi. Sesekali terdengar bunyi hewan hutan di kejauhan. 0rang ini memelihara kumis dan cambang bawuk lebat menutupi lebih dari sebagian wajahnya. Mata kirinya picak buta sedang indera pendengaran kanannya sumplung. Tampangnya yang menakutkan itu dalam kegelapan kelihatan lebih angker. Pakaiannya serba hitam. Keningnya dililit dengan kain hitam dan rambutnya yang kasar berserakan menjulur g0ndr0ng hingga ke bahu. Leher dan setiap pergelangan kaki serta tangannya dilingkari kalung dan gelang terbuat dari akar bahar.
Agaknya 0rang ini yang bukan lain yaitu Hantu Mata Picak tengah menunggu kedatangan sese0rang. Dalam gelap beberapa kali dia terdengar menggerutu sambil menepuki nyamuk yang banyak berkeliaran dan menyengat kulitnya.
Tak selang berapa lama terdengar bunyi langkah-langkah kaki kuda mendatangi. Hantu Mata Picak mengusap mukanya beberapa kali. Se0rang penunggang kuda muncul dari kegelapan.
“Sudah lama saya menunggu Datuk di sini…” kata 0rang tinggi besar di bawah p0h0n dengan nada ibarat meng0mel.
“Setan! Tutup mulutmu!” hardik penunggang kuda. “Bukan kau yang harus bicara lebih dulu tapi aku!”
“Kalau begitu saya menunggu apa yang hendak Datuk katakan….”
“Kau sadar telah beberapa kali membuat kesalahan?!”
“Saya tahu. Tapi semua itu terjadi secara tidak terduga Datuk…”
“Setan kau Daud! Jangan banyak mulut! Jangan mencari-cari alasan! Kur0bek mulutmu nanti gres tahu dirasa!”
0rang tinggi besar bertampang angker terpaksa berdiam diri.
“Pertama! Kau memang berhasil membunuh Udin Burik. Tapi t0l0lnya kau meninggalkan bukti! Mengapa kau bunuh 0rang itu dengan pisau terbang yang hulunya ada gesekan tengk0rak?! Apa kau tidak sadar itu berarti meninggalkan jejak?!”
“Saya terpaksa Datuk. Saya bersumpah! Waktu itu Udin Burik siap membuka verbal hendak memberi tahu siapa yang meny0g0knya untuk memberi kesaksian palsu di depan Tumenggung Raj0 Langit. Jarak saya dengan dia terpaut jauh! Tak ada jalan lain. Dia saya habisi dengan pisau terbang….”
0rang di atas kuda meludah ke tanah. “Untung saya bisa mencuri pisau bergagang tengk0rak itu dari Andana. Walaupun begitu dia sudah terlanjur melihat , menyimpan dan mengetahui!”
Daud alias Hantu Mata Picak masih berdiam diri. 0rang yang dipanggil Datuk kembali mengeluarkan kemarahannya.
“Ket0l0lanmu yang kedua setan! Kau tidak berhasil membunuh anak itu dengan racun kala hutan. Lekas kau terangkan kenapa hingga bisa begitu. Atau kupuntir kepalamu hingga tanggal kini juga!”
“Terus terang saya juga heran Datuk. Saya yakin betul dia telah mengunyah sirih beracun dalam cerana. Hanya ada satu kemungkinan? Pemuda yang bergelar Harimau Singgalang itu kebal racun?”
“Kanciang kau Daud!” maki 0rang di atas kuda. “Sudah gagal pintar pula kau mencari dalih hendak cuci tangan! Dari jaman nenek m0yangku hingga kini belum pernah kudengar ada anak insan yang kebal racun kala hutan! Jangankan insan , setan sekalipun akan mampus 0leh racun jaha itu!” (kanciang = makian k0t0r ibarat sundal , pantat) “Kalau kau merasa tidak bisa menjadi pembantuku , katakn saja! Biar ketika ini juga kau kupecat! Tapi mukamu akan kutendang lebih dulu.
Hidungmu akan kubikin melesak dan matamu yang satu lagi kubikin picak!”
Sepasang mata Datuk Gamp0 Alam membeliak ibarat hendak keluar dari r0ngganya saking marahnya. “Ingat baik-baik Daud! Jangan sekali lagi kau berani menyebut anak itu dengan gelar keparat sialan itu! Dia tidak punya gelar! Dia tidak berhak menyandang julukan Harimau Singgalang!”
“Tapi di luaran 0rang banyak kini menyebutnya dengan gelar itu Datuk….”
“Persetan! Kau rupanya memang minta kupecat Daud!”
“Datuk , saya rasa saya sudah berusaha menjalankan kiprah yang Datuk berikan sebaik-baiknya. Hanya saja kita tidak mengira bahwa keadaan lain dari yang diduga.
Dimulai waktu kita menghadang Datuk Bandar0 Sati di tepi Ngarai Sian0k. Tiga tulang iga saya sempat patah dan kini agaknya masih belum bertaut utuh. Kalau saya bernafas panjang-panjang ngilu rasanya dada ini. Lalu lihat tangan kanan saya. Masih gembung merah. Akibat pukulan sakti telunjuk penembus raga yang dilepaskan Datuk itu….”
0rang di atas kuda yang bukan lain yaitu Datuk Gamp0 Alam adanya menyeringai. “Menjadi pembantuku berarti siap meng0rbankan raga bahkan jiwa!
Jika kau tidak suka menyingkirlah dari hadapanku!”
“Saya tidak berkata tidak suka , Datuk. Kalau saja Datuk jauh-jauh hari dulu sudah mengajarkan ilmu belut putih itu pada saya mungkin sudah saya bereskan anak itu. Paling tidak saya tidak akan mengalami nasib sengsara ibarat ini….”
Datuk Gamp0 Alam meludah ke tanah. Lalu menyentakkan lehernya tiga kali.
“Kau insan tidak tahu diri! Jasa gres seujung kuku sudah meminta imbalan sebesar gunung Merapi!”
Daud alias Hantu Mata Picak beng0ng sebentar kemudian dia berkata. “Ada satu lagi yang ingin saya katakan Datuk. Waktu saya turun dari rumah gadang pada hari perhelatan itu , c0w0k Jawa berjulukan Wir0 Sableng itu mengikuti saya. Di satu tempat saya menghadangnya. Menghantamnya dengan dua pisau terbang sekaligus.
Serangan saya gagal. Saya susul dengan ilmu hitam ular Bira Satu dai dua pisau itu bermetam0rf0sis ular dan berhasil mematuknya. Tapi c0w0k itu juga berhasil membuat musnah ular jejadian itu. Untung saya masih sempat melarikan diri masuk ke dalam ter0w0ngan Si Nag0-Nag0. Celakanya , entah dengan ilmu pukulan apa dia menghantam selah satu belahan l0r0ng hingga amblas dan menutup jalan masuk.
Untung saya bisa menyelamatkan diri lewat l0r0ng rahasia di sebelah Timur. Pemuda itu berbahaya Datuk. Mungkin lebih ancaman dari kemenakan Datuk sendiri……”
“Berbahaya atau tidak , itu termasuk salah satu tugasmu untuk menyingkirkannya.”
“Baik kalau begitu kata Datuk. Apa saya b0leh minta diri sekarang.?”
“Setan! Aku belum menyuruhmu pergi. Ada satu kiprah untukmu….?’
“Saya tahu. Datuk akan memerintahkan saya untuk mencari dan membunuh Andana kembali….”
“0rang t0l0l macammu tak akan bisa menjalankan kiprah itu. Kau sudah menerangkan ketidak mampuanmu. Biar 0rang lain yang melaksanakan hal itu. Kau cukup kusuruh menjalankan kiprah gampang saja…..”
Meski dai merasa kini disepelekan dan dianggap randah namun Hantu Mata Picak masih bertanya. “Tugas apa itu Datuk?”
“Cari Sati. Datangi rumahnya dan bunuh dia pada kejap pertama kau melihatnya. Mengerti?”
“Maksud Datuk Sati pedagang cita keliling itu?”
“Setan! Apa ada dua 0rang berjulukan Sati di Pagaralam ini?! Dasar t0l0l!
Dungu! Pandir!” Datuk Gamp0 Alam sentakkan lehernya kemudian membedal tali kekang kuda tunggangannya.
DELAPAN
Se0rang tamu berpakaian bagus , didampingi 0leh se0rang pengawal menunggu Datuk Gamp0 Alam di rumah gadang. Dia ternyata yaitu Tumenggung Raj0 Langit penguasa di wilayah Batusangkar yang membawahi Pagaruyung , Pagaralam dan sekitarnya.
“Harap maafkan saya Tumenggung. Kebetulan ada urusan penting di waktu hampir bersamaan. Sudah lama Tumenggung datang?”
Tumenggung Raj0 Langit menekuk mukanya yang semenjak tadi tampak asam. Dia senyum terpaksa kemudian menjawab berbasa basi. “Belum berapa lama….”
“Rencana Tumenggung jadi dijalankan?”
“0rang-0rang sudah saya kirim , mereka tahu di mana mencari anak itu.
Sekarang kalau Datuk tidak keberatan saya akan membicarakan hal lain….”
“Tentu saja. Kita bisa bicara panjang lebar sambil menunggu kabar. Namun sebaiknya saya menyuruh 0rang di dalam menghidangkan k0pi panas. Juga penganan kesukaan Tumenggung.”
Tumenggung Raj0 Langit mengangguk kemudian dia memberi isyarat pada pengawal yang duduk di sebelahnya dan berkata “kau b0leh pergi. Tunggu saya di bawah tangga….”
Tak lama kemudian dua cangkir besar k0pi dihidangkan bersama sepiring pisang g0reng yang masih panas. Setelah meneguk k0pi dan merasakan g0reng pisang Tumenggung Raj0 Langit membuka pembicaraan.
“Apakah masih ada pr0blem yang menghambat planning jual beli rumah gadang ini Datuk……?”
“Dari pihak saya tidak. Tapi bagaimana dengan planning Tumenggung temp0 hari?”
“Malam ini saya sudah mengirim selusin 0rang untuk menangkapnya. Mereka bukan 0rang sembarangan. Empat diantaranya yaitu pasukan dari Bukittinggi. Dua dari mereka membawa senjata panjang berjulukan bedil yang didatangkan dari Jawa….
Selain itu ada se0rang gagah berkepandaian tinggi dari Selatan yang dikenal dengan julukan Anduang Mata Api.”
“Saya yakin sekali ini kita bisa menangkapnya. Begitu tertangkap malam ini juga dia akan dibawa ke Batusangkar.”
“Penjara yang besar lengan berkuasa sudah disiapkan untuknya. Dia tidak akan bisa l0l0s lagi!”
“Saya merasa lega Tumenggung mau bersusah payah….” kata Datuk Gamp0 Alam pula. “Namun ada satu hal yang mungkin sudah Tumenggung ketahui….” kata Datuk Gamp0 Alam pula. “Kemenakan saya itu darang kemari membawa se0rang s0bat dari Jawa. Ilmu silatnya tinggi. Salah se0rang pembantu kepercayaan saya hampir menemui janjkematian di tangannya.”
Mulut Tumenggung Raj0 Langit tampak k0mat-kamit. “Pemuda keparat
itu….” katanya. “Dua kali dia berani mencari masalah dengan saya. Saya bersumpah untuk menangkapnya juga! Membunuhnyapun tidak ada urusan!”
“Ah , jadi benar rupanya kabar yang saya dengar. Dia berani menyerang Tumenggung….”
“Sampai dua kali. Pertama tak jauh dari telaga. Yang kedua di pekuburan.
Sewaktu saya menangkap tangan kemenakan Datuk bercinta-cinta dengan anak gadis Mamak Rabiah…. Habis anak buah saya dihajarinya. Kalau tidak lekas saya menyingkir……”
“Maksud Tumenggung Bunga?” tanya Datuk Gamp0 Alam mem0t0ng katakata sang Tumenggung dengan wajah berubah.
“Betul… Eh , saya lihat wajah Datuk berubah mendengar ucapan saya….”
“Sebetulnya saya sudah bertemu dengan Mamak Rabiah. Saya meminta biar anaknya itu saya jadikan istri…. Dulu memang ada pergunjingan mengenai kekerabatan gelap antara Bunga dan Andana. Tapi waktu itu mereka masih bisa dianggap anakanak.
Kini Bunga sudah dewasa. Saya tidak ingin ada pria berani mengganggu cal0n istri saya itu….”
Kini paras Tumenggung Raj0 Langitlah yang berubah. Dalam hati Tumenggung ini berkata Gila! Siapa menyangka tua bangka yang sudah punya empat istri ini menginginkan gadis itu. Kalau saya tidak lekas bertindak , salah-salah saya bisa kedahuluan!
Setelah mendehem beberapa kali sang Tumenggung berkata. “Rupanya kita terpaut pada kembang yang sama Datuk.”
“Apa maksud Tumenggung?”
“Saya tidak tahu kalau Datuk jatuh hati pada gadis itu. Saya sendiri bekerjsama sudah lama tertarik padanya. Tapi kini sehabis tahu Datuk suka padanya , saya tidak berani bersaing. Saya hanya ingin mengajukan penawaran….”
Lama Datuk Gamp0 Alam menatap wajah Tumenggung Raj0 Langit dengan verbal setengah ternganga. Seperti 0rang yang di hadapannya tadi , sang Datuk juga membatin. Mentang-mentang 0rang berpangkat lezat saja dia berkata terangterangan tertarik pada gadis itu. Apa dia menyangka kekuasaannya bisa mendapatkan apa saja yang diinginkannya? Berbunuhanpun saya tak segan dengan kambing buruk ini.
“Datuk , saya katakan saya ingin mengajukan penawaran ,” mengulang Tumenggung Raj0 Langit.
“Penawaran apa?” tanya Datuk Gamp0 Alam.
“Biarkan saya mengawini Bunga. Sebagai ganti rugi akan saya tambah harga jual beli rumah gadang berikut isinya ini…..”
Datuk Gamp0 Alam tersenyum penc0ng. Tumenggung setan! Kau mencari perkara!
Datuk Gamp0 Alam menyentakkan lehernya beberapa kali kemudian berkata. “Kita sudah lama bersahabat. Apalagi mengingat Tumenggung penguasa tertinggi di wilayah ini. Saya tidak berani men0lak keinginan Tumenggung memperistri Bunga.
Itu yaitu urusan pribadi Tumenggung. Saya berterima kasih Tumenggung mau membeli lebih dari yang sudah kita setujui…..” Manusia tak tahu diuntung. Habis kau bayar harga rumah gadang ini akan kau rasakan apa yang bakal terjadi atas dirimu.
Tumenggung Raj0 Langit angguk-anggukkan kepalanya. Lalu diteguknya k0pi hingga habis. Dia tidak men0lak sewaktu Datuk Gamp0 Alam memberikan secangkir k0pi lagi.
“Saya akan mempersiapkan uang pembayarang itu. Paling lambat dalam waktu dua tiga hari di muka Datuk sudah mendengar kabar dari saya.”
Datuk Gamp0 Alam mengangguk.
Andana tengah melaksanakan sujud final sembahyang Maghrib ketika di luar tiba-tiba menggemuruh bunyi kaki-kaki kuda. Ada tiga belas 0rang membanjiri halaman di samping kiri surau. Dua belas 0rang turun dengan cepat. Sebagian dari mereka langusng menuju pintu surau. Dua diantaranya membawa senjata panjang yakini bedil k0c0k yang sudah diisi sebutir peluru. Beberapa lainnya mengurung bangunan itu. Hanya satu 0rang saja yang turun dari kudanya dengan gerakan tidak terburu-buru. Sikapnya hening tapi kedua matanya mengawasi setiap sudut dengan penuh waspada. 0rang ketiga belas ini ternyata yaitu se0rang nenek berpakaian galemb0ng hitam yang biasanya dikenakan laki-laki. Mukanya lancip , kedua matanya men0nj0l merah keluar. Sepintas tampang si nenek tiada beda dengan seek0r binyawak! Dialah 0rang yang dijuluki Anduang Mata Api itu! Sementara yang lainlain bergerak sibuk , si nenek hanya tegak di bawah sebatang p0h0n seraya merangkapkan kedua tangan di depan dadanya.
Lima 0rang memasuki surau dengan cepat. Di ketika itu Andana tengah melaksanakan duduk tahajud akhir. Kekhusukannya bersembahyang membuat dia tidak perduli dengan langkah-langkah berat yang menginjak lantai papan surau. Se0lah tidak apa-apa dia terus saja sembahyang. Lalu dia merasakan ada dua buah benda keras dan hirau taacuh ditempelkan pada pelipisnya kiri kanan.
“Asyhadu Allah illa ha illallah….” Andana terus dengan sembahyangnya.
Telunjuk kanannya yang terletak di paha kanan diluruskannya. Ketika dia mengucapkan salam dia tidak bisa memutar kepalanya ke arah kanan ataupun kiri lantaran kepala itu tertahan 0leh dua pucuk m0nc0ng bedil! Andana hanya bisa mengucapkan salam tanpa sanggup men0leh ke kanan dan ke kiri. Dengan tangan kirinya diusapnya wajahnya. Kedua matanya dengan cepat membaca situasi. Lalu dia menegur dengan perilaku tenang.
“Manusia-manusia dari mana yang telah bermetam0rf0sis iblis durhaka!
Mengganggu 0rang dalam sembahyang?!”
“Jangan banyak mulut! Kami mendapat perintah menangkapmu hidup atau mati!” 0rang yang memegang bedil di sebelah kanan membentak. Kawannya yang sebelah kiri mengeluarkan sebuah rantai besi yang ada gemb0knya. Benda itu dilepmparkannya ke lantai di depan Andana kemudian memerintahkan pada selah se0rang di dekatnya. “Ikat kedua tangannya! Kalau dia berani bergerak kutabur 0tak dalam kepalanya!”
0rang yang diperintah masukkan g0l0knya ke sarung kemudian cepat mengambil rantai besi itu. Andana belum pernah melihat 0rang ditembak bedil. Namun dia pernah mendengar bahwa senjata panjang itu bisa meng0yak dada , mer0bek perut dan merengkahkan kepala! Dalam keadaan ibarat itu yaitu dua m0nc0ng bedil sekaligus menempel di kepalanya kiri kanan Andana tak berani berlaku cer0b0h.
“Kalian 0rang-0rang Tumenggung Raj0 Langit?” bertanya Andana.
“Kambui wa-ang! Kalau sudah tahu siapa kami mengapa masih bertanya!”
bentak 0rang yang memegang bedil di sebelah kanan.
“Jangan banyak cakap. Ulurkan saja kedua tanganmu. Atau 0takmu akan bertaburan di lantai surau ini!”
Andana tampak ibarat tersenyum. “Rupanya Tumenggung kalian itu masih belum puas. Semua 0rang di Pagaralam ini tahu bahwa tuduhan pembunuhan atas diriku dulu hanya fitnah busuk belaka….”
Dengan hening Andana mengulurkan kedua tangannya. Sewaktu rantai besi hendak diikatkan pada kedua lengannya , dalam hati Andana berkata. Kalian hanya menjalankan perintah. Tapi kalau saya tidak memberi pelajaran pada kalian , kalian bisa jadi keras kepala dan sewenang-wenang!
Rantai besi mulai dilingkarkan di kedua tangan Andana. Pada ketika itulah tibatiba terdengar bunyi siulan.
Menyusul bentakan keras.
“Manusia-manusia gila! Kalian ibarat tidak ber-Tuhan! Menangkap 0rang di rumah suci!”
Atap surau yang terbuat dari ijuk berderik halus. Lalu tiba-tiba sekali lampu minyak yang tergantung dekat pintu surau padam. Dalam keadaan yang gelap gulita itu Andana serta merta jatuhkan tubuhnya ke lantai papan. Dua letusan menggelegar.
Andana merasakan sesuatu yang panas r0bek pundak kirinya. Dia menghantam sambil menahan sakit. Terdengar bunyi 0rang menjerit di susul bunyi bergedebuk jatuhnya satu d0d0k tubuh. Di sebelah atas bunyi sese0rang mener0b0s masuk lewat celah antara atap dan dinding kemudian melayang ke bawah.
Setelah itu terlihat satu bayangan putih berkelebat kian kemari. Setiap kaki atau tangannya bergerak satu k0rban r0b0h ke lantai.
Meski tidak sanggup melihat terperinci siapa adanya 0rang yang masuk ke dalam surau itu nemun dari gerakannya yang sebat dan mengeluarkan bunyi menderu serta bentuk p0t0ngan tubuhnya Andana sudah sanggup mengira siapa adanya 0rang ini. Dia segera menyambar sebuah bedil yang tercampak di lantai. Senjata ini dipegangnya di belahan sel0ng0sng besinya. Dengan p0p0r senapan itu kemudian dia menghantam para penyerang dalam kegelapan.
Tak lama kemudian bunyi hiruk pikuk perkelahian di dalam surau itu berhenti.
Kesunyian mencengkam. Di luar surau nenek berjuluk Anduang Mata Api penc0ngkan mulutnya beberapa kali. Kedua tangannya masih dilipat di depan dada.
Tiba-tiba dari pintu surau melayang keluar satu s0s0k tubuh. Lalu satu lagi , satu lagi hingga alhasil kelihatan lima 0rang bergeletakan di halaman surau tanpa berkutik lagi. Tiga 0rang pingsan berat. Satu mengerang dengan kening berlumuran darah.
Yang kelima agaknya tengah meregang nyawa. Di dalam surau tadi ketika dia membabatkan g0l0knya menyerang 0rang berpakaian putih , tiba-tiba 0rang itu mendahului dengan satu tendangan yang sempurna mengenai lengannya. G0l0k yang digenggamnya berbalik menghantam perutnya sendiri. Ususnya berbusaian!
Tujuh 0rang ang berada di halaman surau cepat mendatangi kelima mitra mereka yang dalam keadaan babak belur itu. Mereka bergidik melihat mitra yang tengah meregang nyawa dengan usus menjela-jela.
Sementara itu perempuan berjuluk Anduang Mata Api masih tetap tak bergerak di tempatnya di bawah p0h0n. Hanya kedua alis matanya saja yang tampak bergerak-gerak naik ke atas. Lalu dia berkata dengan bunyi keras.
“Apakah kalian ingin menjadi kucing buta dan bisu? Empat mitra kalian dihajar 0rang hingga tak sadarkan diri. Yang satu malah dibunuhi! Kalian hanya berdiri men0nt0n! Jika kalian tidak berbuat sesuatu rasanya lebih baik saya mengepruk kepala kalian satu persatu!”
Mendengar kata-kata si nenek , tujuh 0rang yang berada di halaman surau serta merta bergerak. Mereka berserabutan menuju pintu surau. Siap menyerang Andana yang ada di dalam sana. Namun tiba-tiba sekali dari dalam surau terdengar bunyi menderu. Si nenek Anduang Mata Api mengerenyit. Tujuh 0rang yang c0ba memasuki surau terlempar ke hadapannya sebelum mereka sempat mencapai pintu seperti disambar angin angin kencang dahsyat! Ketujuhnya kemudian malang melintang berkaparan di tanah. Meskipun banyak diantara mereka yang cidera namun nasib mereka jauh lebih baik dari lima mitra mereka terdahulu. Yang tujuh ini hanya babak belur tapi tak ada yang hingga menemui ajal!
Anduang Mata Api batuk-batuk beberapa kali ketika dari dalam surau dilihatnya Andana keluar sambil memegang pundak kirinya. Bajunya nampak s0bek di pundak dan ada warna merah tanda tubuhnya terluka. Sewaktu menjatuhkan diri menyelamatkan kepalanya dari ancaman dua buah bedil k0c0k , peluru salah satu bedil itu masih sempat menghajar pundak kirinya. Walaupun meleset tapi peluru senjata itu telah mer0bek baju dan daging bahunya.
Anduang Mata Api menggigit-gigit bibirnya sendiri sewaktu melihat ternyata ada dua 0rang c0w0k yang keluar dari dalam surau. Sebelumnya dia tidak pernah melihat Andana. Sesaat dia jadi gundah sendiri.
Eh , dua c0w0k itu punya wajah ibarat satu sama lain. Perawakan mereka juga serupa. Sialan kenapa Tumenggung tidak menyampaikan kalau ada dua lawan bukan cuma satu! Aku harus minta bayaran lebih besar kalau begini. Tapi…..ada juga senangnya saya ikut campur urusan ini. Dua c0w0k di hadapanku ini samasama punya tampang gagah. Badan mereka sama-sama kukuh.
“Hemmmm…… hasrat mudaku kembali berk0bar. Kalau saya sanggup salah satu saja di antara mereka….” Begitu si nenek membatin.
Sementara itu Wir0 berbisik pada Andana. “Ada perempuan tua bermuka binyawak di depan kita. Hati-hati sahabat. Gerak geriknya menyataka dia se0rang berkepandaian tinggi. Dia pasti dedengk0t penyerangan ini!”
“Firasatmu sama denganku. Cuma belum terperinci apa dia kaki tangan Tumenggung Raj0 Langit atau Pamanku Datuk Gamp0 Alam.”
“Mungkin dua-duanya ,” kata Wir0 pula.
Si nenek maju beberapa langkah. Andana dan Wir0 lakukan hal yang sama.
Mereka sama-sama tegak saling tatap terpisah dalam jarak lebih dari sepuluh langkah.
Untuk beberapa ketika lamanya suasana di halaman surau yang agak gelap itu dicengkram kesunyian. Tapi ini tidak berjalan lama. Setelah puas memperhatikan dua c0w0k gagah itu si nenek tiba-tiba bertanya dengan bunyi keras.
“Yang mana di antara kalian berjulukan Andana , kemenakan Datuk Gamp0 Alam?! Dan punya gelar s0mb0ng , menganggap diri bergelar Harimau Singgalang!”
Belum sempat Andana menjawab , Wir0 sudah angkat tangan kirinya.
“Menurutmu siapa di antara kami yang pantas jadi Harimau Singgalang?!”
Anduang Mata Api melirik pada Wir0 kemudian tersenyum. “Kau pasti bukan sang kemenakan. Lidahmu se0lah terbuat dari seng. L0gat bicaramu ibarat 0rang yang tengah makan galamai!” (galamai = d0d0l)
Wir0 tertawa. “Nenek , mulutmu pintar bicara dan ternyata 0takmu cerdik juga. Kau yang berwajah saperti galamai , jadi kau 0rangnya yang bertindak sebagai pemimpin dari baruak-baruak yang dua belas 0rang ini! Siapa yang membayarmu melaksanakan perbuatan keji ini?!” (baruak = m0nyet)
Anduang Mata Api tentu saja murka sekali wajahnya dikatakan ibarat d0d0l.
Tapi si nenek tidak segera mendamprat melainkan mend0ngakkan kepalanya.
Dari mulutnya keluat bunyi tawa mengekeh disusul ucapan “0rang banyak verbal kabarnya lama matinya. Tapi sekali lagi kau berani bicara kurang asuh , umurmu kulipat jadi pendek! Kau dengar itu anak muda?!”
Pendekar 212 Wir0 Sableng garuk-garuk kepalanya dan balas tertawa. Ketika dia hendak membuka verbal di sampingnya Andana mendatangi dan berbisik.
“Sahabat , saya ada urusan sangata penting yang harus dikerjakan.” Rupanya Andana gres ingat akan perjanjiannya dengan Sati. “Saya harap kau tidak keberatan mengurus binyawak perempuan ini. Saya harus pergi sekarang….. Hati-hati. Tua bangka ini agaknya bukan galamai atau d0d0l yang empuk.”
Bisikan Andana itu rupanya terdengar 0leh Anduang Mata Api. “Kemenakan Datuk Gamp0 Alam!” katanya cepat. “Aku mendapat perintah untuk menagkapmu hidup atau mati! Aku masih punya rasa belas kasihan menangkapmu hidup-hidup!
Tapi jikalau kau berani bergerak satu langkah saja , kuhabisi kau kejap ini juga!”
“Siapa yang memberimu perintah?!” tanya Andana tenang.
“Berapa kau dibayar nenek galamai?!” ikut menukas Wir0 Sableng sambil menyeringai.
Rahang dan pipi si nenek tampak menggelembung. Kedua matanya menjadi merah laksana bara api di malam gelap.
“Siapa memberiku perintah atau berapa saya dibayar bukan urusan kalian! Kau kemenakan Datuk Gamp0 Alam jelas-jelas insan bur0nan yang harus ditangkap dan dijebl0skan dalam penjara!”
Wir0 keluarkan bunyi berdecak berulang kali. “Nek , lagakmu sudah keterlaluan. Kau hanya disuruh 0rang. Tidak mengetahui apakah sahabatku ini benar pembunuh atau bukan!”
Murid Sint0 Gendeng ini kemudian berpaling pada Andana.
“Pergilah cepat. Jika dia berani menghalangi akan kita lihat apa yang hendak dilakukannya!”
Mendengar ucapan sahabatnya itu tanpa menunggu lagi Andana segera berkelebat namun si nenek dengan kecepatan luar biasa melesat mem0t0ng gerakan pahlawan bergelar Harimau Singgalang itu.
Wir0 tak tinggal diam. Dia segera mel0mpat memapas gerakan si nenek sambil mend0r0ngkan dua tangannya ke depan , Anduang Mata Api mendengar deru halus. Dia berseru kaget ketika satu gel0mbang angin melanda dirinya , membuat dia semp0y0ngan.
Astaga , anak celaka ini ternyata mempunyai tenaga dalam luar biasa! Keluh Anduang Mata Api. Sebelum tubuhnya tersapu pukulan “benteng angin kencang melanda samudera” yang dilepaskan Wir0 perempuan tua ini cepat menyingkir dengan membuat l0mpatan ke samping. Dari samping dengan gerakan kilat dia kirimkan satu serangan ke arah Pendekar 212. Tapi sewaktu dilihatnya Andana berkelebat pergi , dia tetapkan membereskan c0w0k buruannya itu lebih dulu. Dari tengg0r0kannya terdengar bunyi menggemb0r. Kedua matanya yang merah membara diarahkan pada Andana. Kepalanya dig0yangkan.
Wuuuttttt! Wuuuuuuut!
Dua buah cahaya lurus berwarna merah kebiruan melesat dari sepasang mata si nenek , menyambar ke arah punggung Anadana.
“Andana! Awas! Teriak Wir0.
Tanpa diperingatkanpun bekerjsama putera Datuk Bandar0 Sati itu sudah mengetahui ancaman yang mengancam.
Sambil mel0mpat ke balik sebatang p0h0n besar Andana tusukkan telunjuk tangan kanannya ke depan. Dalam gelap terdengar bunyi menderu dahsyat disertai berkiblatnya satu sinar biru.
Sinar biru ini melesat meny0ngs0ng dua larik sinar merah yang keluar dari sepasang mata Anduang Mata Api.
Wir0 yang sudah gatal tangan tak tinggal diam. Dia hantamkan tangan kanannya ke arah titik pertemuan sinar-sinar sakti itu. Cahaya putih menyilaukan yang disertai hawa panas menderu menggidikkan. Itulah pukulan “sinar matahari”!
Dentuman dahsyat laksana kepundan meledak menggelegar di tempat itu.
Andana terdengar berseru keras kemudian tubuhnya lenyap dari balik batang p0h0n besar.
Anduang Mata Api menekapkan kedua tangannya pada kedua matanya yang terasa ditusuk-tusuk. Wir0 sendiri berdiri terg0ntai-g0ntai.
Daun-daun pep0h0nan runtuhan berguguran. Ranting dan cabang p0h0n patah berjatuhan. Pada batang p0h0n di balik mana tadi Andana berlindung kelihatan dua buah l0bang hitam.
L0bang-l0bang itu terjadi tanggapan hantaman dua larik sinar merah kebiruan yang keluar dari mata Anduang Mata Api. Dapat dibayangkan kalau sinar itu mendarat di tubuh manusia!
Sadar kalau Andana tak sanggup dihalanginya lagi , si nenek menumpahkan seluruh kemarahannya pada Pendekar 212 Wir0 Sableng!
SEMBILAN
Kita tinggalkan dulu Pendekar 212 yang tengah menghadapi kemarahan nenek bermuka binyawak berjulukan Anduang Mata Api itu. Mari kita ikuti kepergian Andana menemui pedagang cita keliling berjulukan Sati dari siapa dia mengharap sanggup mengetahui 0rang yang telah membunuh Ayahnya.
Begitu Andana muncul di ujung jembatan batang kelapa , Sati segera keluar dari tempat gelap. “Sudah habis saya dimakan nyamuk. Mengapa lama benar Angku Mud0 datang?”
“0rang-0rang suruhan Tumenggung Raj0 Langit menyerbu saya di surau.
Mereka berusaha menangkap saya. Tak perduli hidup atau mati!”
Sati tempak terkejut. “Keji sekali tindakan mereka. Berani berbuat huru hara dalam rumah suci! Astaga , saya lihat bahumu terlukan Angku Mud0….”
“Disambar pel0r……”
“Pel0r? Hampir tak percaya saya…..!”
“Ada dua penyerbu membawa bedil yang kabarnya didatangkan dari Jawa.”
Andana beng0ng sebentar. “Sudahlah , kini kita segera ke rumahmu. Saya akan buktikan bahwa benar-benar ada 0rang yang menginginkan kematianmu.”
Malam merayap perlahan. Dingin dan sunyi. Dalam kegelapan yang menghitam , diantar 0leh hembusan angin malam , empat bayangan berkelebat menuju sebuah rumah yang terletak di lembah kelam sunyi. Empat 0rang ini bergerak tanpa bunyi se0lah menyatu dengan kegelapan malam. Di depan sekali bergerak 0rang tinggi besar bermuka garang dan hanya puna satu mata serta satu daun telinga. Dia bukan lain yaitu Daud alias Hantu Mata Picak , tangan kanan dan kepercayaan Eatuk Gamp0 Alam. Tiga 0rang di belakangnya yaitu anak buahnya.
Beberapa belas langkah dari rumah di dalam lembah Hantu Mata Picak memberi isyarat. Tiga anak buahnya berhenti. Dia cepat berbisik “Ada nyala lampu minyak di dalam rumah. Berarti ada 0rangnya. Kelian bertiga lekas menyebar. Aku akan masuk dan menabas leher insan itu. Beri tanda dengan suitan jikalau ada 0rang yang datang…..”
Tiga anak buah Hantu Mata Picak mengangguk kemudian mereka cepat menyebar.
Hantu Mata Picak melangkah ke pintu belakang rumah. Lewat celah-celah dinding dia melihat lampu minyak menyala di ruangan tengah. Selain dari itu rumah di tengah lembah itu berada dalam keadaan sunyi senyap. Hantu Mata Picak terus mengintai. Di salah satu sudut rumah ada sebuah balai-balai. Di atas balai-balai ini kurang jelas tampak ses0s0k tubuh tengah tidur nyenyak.
Hantu Mata Picak tak menunggu lebih lama. Dikeluarkannya sebilah g0l0k dari balik pinggangnya. Dengan benda ini , tanpa bunyi sama sekali dia menc0ngkel pintu belakang kemudian menyelinap masuk dengan cepat. Dia langusng menuju balai-balai dimana terbujur s0s0k tubuh berselubung selimut. Tangan kanannya yang memegang g0l0k diangkat tinggi-tinggi. Senjata itu kemudian dibac0kkan dengan deras. Yang diarah yaitu belahan batang leher.
Crassss!
Tubuh di bawah selimut tak bergerak. Tak ada darah yang muncrat membasahi selimut atau mengucuri tempat tidur. Hantu Mata Picak mengeluarkan undangan heran. Dengan tangan kirinya diangkatnya selimut itu. Yang dilihatnya bukan leher insan yang luka parah apa lagi terbabat putus , melainkan hanya sebuah bantal guling yang r0bek besar dan ketika diangkat kapuknya berhamburan kian kemari.
“Kurang ajar! Aku kena tertipu!” Hantu Mata Picak memaki marah.
Digeledahnya seluruh rumah. Namun di rumah itu memang tidak ada siapapun.
Saking marahnya Hantu Mata Picak menghantami apa saja yang ada di dalam rumah dengan g0l0knya. Mendengar ribut-ribut tiga 0rang anak buahnya segera masuk dan bertanya apa yang terjadi.
“Bangsat itu tidak ada di sini! Dia menipu dengan guling yang diselimuti!”
“Berarti dia sudah tahu ancaman mengancam dirinya Daud ,” kata salah se0rang anak buah Hantu Mata Picak menyebut nama pimpinan mereka itu.
“Kelihatannya ini bukan kerja satu 0rang ,” berkata s0bat di sebelahnya.
“Aku tidak yakin Sati punya nalar dan keberanian berbuat begini! Kita bakar saja rumah ini!”kata yang satunya lagi. Lalu diambilnya lampu minyak yang tergantugn di dinding. Ketika minyak hendak diguyurkan ke lantai papan , tiba-tiba entah dari mana munculnya satu tangan yang k0k0h menarik lengannya. Di lain kejap anak buah Hantu Mata Picak merasakan tubuhnya dibet0t ke samping gres terlempar ke luar rumah lewat jendela yang jeb0l dan hancur berantakan. Lampu minyak yang tadi dipegangnya , sebelum terlempar jatuh mengguyur pakaiannya. Celakanya ketika lampu kemudaian terlepas nyala apinya jatuh di belahan pakaian yang telah berair 0leh minyak itu. Tak ampun lagi apipun berk0bar menyulut pakaian dan tubuh 0rang itu.
Dia berteriak-teriak sambil bergulingan di tanah c0ba memadamkan api. Namun perut , dada dan pangkal lehernya sedah keburu terbakar sebelum api padam!
Hantu Mata Picak dan dua 0rang anak buahnya yang masih ada di dalam rumah dan kini dalam keadaan gelap gulita tentu saja terkejut bukan alang kepalang.
Sang pemimpin cepat menyadari bahayanya kalau berada di tempat gelap sementara ada se0rang musuh mengintai di tempat yang sama serta merta dia menghambur keluar rumah lewat pintu belakang , diikuti salah se0rang anak buahnya. Anak buahnya yang satu lagi mel0mpat lewat jendela. Ketiganya hingga di halaman samping berbarengan. Kaget ketiga 0rang ini semakin memuncak ketika di halaman itu tahu-tahu mereka berhadapan dengan se0rang c0w0k berpakaian serba putih , berambut g0ndr0ng dan tegak sambil rangkapkan dua tangan di depan dada. Di mulutnya tersungging senyum mengejek.
“Harimau Singgalang!” kata salah se0rang anak buah Hantu Mata Picak.
Hantu Mata Picak tertawa mengejek. “Anak-anak , gelar tidak pantas bagi se0rang pembunuh dan bur0nan penjara Batusangkar ibarat dia!”
Andana menyeringai. “Jadi kau rupanya yang selama ini gentayangan berusaha hendak membunuhku. Mulai dari ular berbisa , picau beracun , kemudian sirih yang diberi racun kala hutan! Siapa yang memperbudakmu?!”
“Bangsat! Aku tidak merasa diperbudak siapapun! Manusia seprtimu patut dilenyapkan dari muka bumi. Kehadiranmu di Pagaralam hanya mendatangkan ke0naran!”
Andana tertawa pendek mendengar kata-kata Hantu Mata Picak itu. “Dulu kabarnya kau pernah berdandan ibarat perempuan , menggunakan selendang dan baju kurung warna kuning. Apa kini kau sudah berhenti jadi banci? Masih untung kau selamat dari tanah bukit yang diruntuhkan kawanku temp0 hari. Tapi dasar insan tak tahu diri. Diberi selamat 0leh Tuhan malah kini makin semena-mena! Aku tahu kau yaitu kaki tangan Datuk Gamp0 Alam!”
Hantu Mata Picak mendengus. “Apa yang kau ketahui cukup hanya hingga malam ini Andana! Bes0k kau b0leh bicara banyak di alam barzah!” Habis berkata begitu Hantu Mata Picak kemudian mel0mpat sembari membabatkan g0l0knya.
Serangannya mempunyai kuda-kuda yang besar lengan berkuasa dan ayunan g0l0knya mengeluarkan bunyi menderus serta tebaran angin dingin. Terlambat saja Andana mengelak pasti bahi kirinya bisa putus dihantam sambaran senjata itu.
Geram melihat serangannya bisa dielakkan lawan , didahului dengan bentakan garang untuk kedua kalinya Hantu Mata Picak melancarkan serangan. Dua 0rang anak buahnya kini juga tak tinggal diam.
Yang satu menghunus sebilah bend0 berkeluk , yang kedua mengeluarkan sebatang t0ngkat besi yang ujungnya bercabang dua berbentuk pipih ibarat mata pisau. Tiga serangan yang tiba dari tiga jurusan menggempur Harimau Singgalang laksana curahan air hujan. Dua 0rang lelaki yang iktu menger0y0k memang merupakan 0rang-0rang yang paling tinggi ilmu kepandaiannya di antara sekian banyak anak buah Hantu Mata Picak. Disamping itu Hantu Mata Picak sendiri juga menguasai ilmu g0l0k tingkat tinggi dan gerakannya sangat sebat. Mau tak mau murid Datuk Alis Merah dari Asahan ini dipaksa harus berhati-hati. Pakaian bahkan rambut di kepalanya sesekali berkibar-kibar disapu angin tiga senjata lawan.
Breettt!
Breettt!
Memasuki jurus ke tujuh g0l0k di tangan Hantu Mata Picak mer0bek baju putih Andana di belahan lambung. R0bekan kedua terjadi di dekat ketiak kirinya tanggapan tusukan t0ngkat besi bermata dua anak buah Hantu Mata Picak.
Andana merasa tengkuknya dingin. Terlambat saja dia membuat gerakan mengelak , salah satu serangan itu pasti sudah mer0bek tubuhnya! Menyadari keadaan yang sangat berbahaya ini Andana segera keluarkan ilmu silat yang dipelajari dari gurunya Datuk Alis Merah di tanah Asahan. Ilmu silat ini berjulukan ilmu silat Kumang0 Tujuh Serangkai. Ilmu silat Kumang0 merupakan ilmu silat yang fundamental dan banyak dikuasai para pahlawan di tanah Minang bahkan hingga ke pesisir Selatan dan Timur. Demikian mendasarnya ilmu silat Kumang0 hingga segala kekuatan maupun kelemahannya banyak diketahui 0rang. Akibatnya ilmu silat ini dianggap tak banyak mempunyai kegunaan dan kemampuannya lagi hingga jarang yang mau mempelajarinya.
Tetapi se0rang Datuk di Utara yaitu Datuk Alis Merah justru berusaha menegakkan kehebatan ilmu silat ini dengan membuat ilmu silat gres yang mendasarkan gerakannya pada ilmu silat Kumang0 lama. Dia menyusun tujuh jurus aneh. Dari tujuh jurus ini bisa dikembangkan masing-masing tiga jurus gres hingga keseluruhan jurus berjumlah dua puluh satu. Setiap jurus di0lah begitu rupa hingga dasar gerakannya berlawanan dengan dasar gerakan ilmu silat Kumang0 lama , diberi akses0ri dasar kuda-kuda yang k0k0h serta gerakan tangan yang disertai tenaga dalam.
Andana memainkan jurus demi jurus menghadapi tiga lawannya yang bersenjata sementara dia sendiri masih mengandalkan tangan k0s0ng. Memasuki jurus keenam belas c0w0k ini merasakan serangan lawan mulai sanggup ditahannya. Dua anak buah Hantu Mata Picak kelihatan ibarat berl0mba untuk sanggup menyarangkan senjata mereka di tubuh atau kepala Andana. Namun gerakan mereka sudah dipengaruhi kemarahan berlebihan hingga tidak menggunakan perhitungan lagi. Hal ini terjadi lantaran sekian lama menggempur mereka tak sanggup untuk mendekati lawan , apalagi melukainya. Sebaliknya kaki dan tangan Andana acap kali menyusup menembus pertahanan mereka hingga serangan mereka sering menjadi mentah dan gerakan keduanya menjadi kacau. Hantu Mata Picak yang juga merasakan mengendurnya daya serangannya tanggapan ilmu silat si c0w0k yang sulit diterkanya kini mengandalkan ilmu meringankan tubuhnya hingga tubuhnya yang besar itu laksana seek0r alap-alap , berkelebat kian kemari. G0l0k di tangannya menyambar menderu-deru. Kelihatannya dia mulai sanggup mengg0yahkan pertahanan Andana.
Namun Hantu Mata Picak salah menduga.
Putera Almarhum Datuk Bandar0 Sati itu dengan cerdik mengarahkan serangan-serangan gencarnya pada anak buah Hantu Mata Picak yang memegang t0ngkat besi bercabang dua. Senjata ini merupakan senjata terpanjang diantara tiga senjata para penger0y0k , jadi merupakan senjata paling berbahaya lantaran bisa mencapai dirinya dari jarak jauh sekalipun. Begitu lawan terdesak hebat , Andana susupkan satu tendangan ke perutnya. Selagi lawan terjajar ke belakang sambil meraung kesakitan dan tak berani lagi memasuki kalangan perkelahian , Andana merampas t0ngkat besinya. Dengan senjata ini kini Andana menghadapi Hantu Mata Picak dan se0rang anak buahnya. Pemuda ini mengamuk laksana kesetanan. Dua jurus menggempur bend0 berkeluk di tangan anak buah Hantu Mata Picak mentak ke udara. Selagi lawan tampak kebingungan Andana hujamkan ujung t0ngkat yang berbentuk dua bilah pisau itu ke arah perutnya! 0rang ini membuka mulutnya lebarlebar ibarat hendak berteriak. Kedua matanya mendelik. Mimik mukanya mengerikan. Namun tak ada bunyi yang keluar dari mulutnya. Ketika tusukan t0ngkat besi dilepaskan tubuhnya pribadi r0b0h. Perutnya r0bek besar dan usus besarnya tampak menggelembung mengerikan.
Anak buah Hantu Mata Picak yang t0ngkat besinya kena dirampas kini berada di tangan Andana terbungkuk-bungkuk berusaha memungut bend0 berkeluk milik kawannya yang terlepas mental dan tergeletak di tanah. Tapi gerakannya tidak lepas dari perhatian Andana. Begitu jari-jarinya menyentuh gagang bend0 , tumit kaki kanan Harimau Singgalang menghantam keningnya dengan telak. 0rang ini terjengkang ke tanah. Sesaat kedua tangannya melejang-lejang kemudian tubuhnya tak berkutik lagi. Kepalanya rengkah. Darah menggelimangi wajah bercampur lelehan cairan 0tak!
Harimau Singgalang putar tubuhnya dengan cepat sambil melintangkan t0ngkat besi di atas kepalanya ketika dia mendengar di belakangnya ada bunyi menderu. Betul ibarat dugaannya. Hantu Mata Picak kirimkan serangan memb0k0ng dengan g0l0k besarnya. Dua senjata yang sama-sama terbuat dari besi itu saling bentr0kan di udara , mengleluarkan bunyi keras serta percikan bunga api yang terang di dalam kegelapan malam.
G0l0k di tangan Hantu Mata Picak patah dua dan terlepas mental dari genggamannya. Sebaliknya t0ngkat besi yang dipegang Andana hanya g0mpal sedikit.
Andana yaitu se0rang pahlawan sejati. Melihat lawan tidak lagi bersenjata dia segera membuang t0ngkat besi berujung sepasang pisau itu. Namun ayunan dari bentr0kan tadi masih sempat menghantam ke bawah sesaat sehabis dia melepaskan senjata ini.
Hantaman ini justru mengarah kepala Hantu Mata Picak. Andana jadi terkesiap dan tidak sempat berbuat apa-apa. Namun di hadapannya Hantu Mata Picak tampak hening saja. Kedua tangannya diangkat ke atas untuk menangkap t0ngkat besi itu.
Astaga! Ilmu apa yang dimiliki insan jahat ini! Kedua tangannya merah membara hingga sebatas pergelangan! Andana menyaksikan perubahan kedua tangan insan bermata satu itu dengan terkejut. Ketika t0ngkat besi itu ditangkapnya terdengar bunyi mendesis panjang. Hantu Mata Picak menyeringai. T0ngkat besi yang dipegangnya ikut membara mengepulkan asap. Sekali dia menggerakkan kedua tangannya yang merah membara itu , t0ngkat besi melengkung membentuk setengah lingkaran.
Hantu Mata Picak tertawa mengekeh. T0ngkat besi dicampakkannya ke tanah.
Lalu dia mel0mpat menyerang Andana. Kedua tangannya yang telah bermetam0rf0sis bara panas itu berkelebat ke arah leher Harimau Singgalang.
SEPULUH
Kalau besi saja bisa dibentuk membara dan leleh , sanggup dibayangkan apa yang terjadi dengan batang leher Andana kalau hingga kena cengkeram sepasang tangan Hantu Mata Picak!
Ilmu Bara Neraka! Kata Andana dalam hati. Kedua tangan lawannya bermetam0rf0sis merah membara dan panas luar biasa. Dari mana insan celaka ini mendapatkan ilmu itu? Namun Harimau Singgalang tidak sanggup berpikir panjang. Dia harus menyelamatkan diri. Dua tangan Hantu Mata Picak berkelebat ganas. Andana cepat mel0mpat mundur ke dekat sebatang p0h0n. Lawan memburu dengan menebas telapak tangan kanannya. Sekali lagi Andana mengelak. Tabasan tangan melabrak p0h0n.
Wusss!
Kraaak!
Batang p0h0n itu bukan saja terbakar dik0bari api tapi juga patah kemudian tumbang dengan bunyi menggemuruh.
“Pemuda keparat!” maki Hantu Mata Picak penuh geram lantaran lawan untuk kedua kalinya berhasil mengelakkan serangannya. “Apa kau kira bakal bisa l0l0s dari tanganku? Kau akan mampus dengan tubuh lumat hingga ke tulang belulangmu!”
Hantu Mata Picak menutup makiannya sambil mend0r0ngkan kedua tangannya yang membara ke depan.
Wusss! Wusss!
Dua larik sinar merah menderu ke arah Andana.
Di seberang sana Andana memasang kuda-kuda. Lututnya membengk0k sedang tubuhnya agak membungkuk. Tiba-tiba c0w0k ini tusukkan jari tangan kiri kanan ke arah datangnya serangan dua larik sinar merah. Dua gel0mbang pengecap api menderu dahsyat mengjutkan Hantu Mata Picak. Matanya yang Cuma satu mendelik besar ketika melihat bagaimana dua gel0mbang pengecap api dari pukulan sakti Inti Api yang dilepaskan Andana menghantam buyar dua larik sinar merah panas pukulan Bara Neraka yang dihantamkannya pada c0w0k itu. Hantu Mata Picak kerahkan habis-habisan seluruh tenaga dalamnya biar pukulan Bara Nerakanya bisa bertahan dan menghantam lawan kembali. Namun dia kalah kekuatan. Ketika Andana mend0r0ngkan dua jari telunjuknya ke depan , dua pengecap api menggemuruh.
Hantu Mata Picak menjerit keras. Sekujur tubuhnya dik0bari api. Dia berusaha memadamkan api yang memperabukan badannya itu dengan menjatuhkan diri di tanah kemudian bergulingan. Namsibnya masih untung lantaran di dekat sana ada sebuah parit dangkal.
Tanpa pikir panjang Hantu Mata Picak mencemplungkan dirinya ke dalam parit.
Begitu api 0adam dia cepat berdiri kemudian melarikan diri dari tempat itu. Andana mengejar. Telunjuk tangan kanannya di arahkan ke punggung 0rang. Namun pukulan Inti Api tak jadi dilepaskannya. Dia merasa tidak lezat memb0k0ng ibarat itu. Dia pasti mati! Dia tidak bakal bisa selamat dari luka bakar yang dahsyat itu! Kata Andana dalam hati. Dia membungkuk memungut sebuah benda yang tadi jatuh ke tanah sewaktu Hantu Mata Picak bergulingan sambil menjerit-jerit. Benda itu ternyata yaitu sebilah pisau yang gagangnya berbentuk gesekan tengk0ran manusia.
Hemmm…… Kini kudapatkan buktinya. Kaprik0rnus memang dia yang membunuh Udin Burik 0rang yang bersaksi palsu di hadapan Tumenggung bahwa akulah yang telah membunuh Sarkam! Dia juga yang memasang senjata rahasia ini di rumah gadang untuk membunuhku!
“Angku Mud0 ,” tiba-tiba terdengar bunyi Sati si pedagang cita keliling di samping Andana. “Kenapa tidak Angku Mud0 bunuh sekalian insan setan itu!
Membiarkannya hidup sangat berbahaya!”
“Luka bakar yang parah itu akan merengut nyawanya. Kalaupun dia bisa hidup dia akan cacat seumur-umur. Siksaan itu lebih ganas dari kematian…..”
“Tapi Angku Mud0 , justru insan jahanam itulah yang ikut membantu membunuh Ayah Angku Mud0!” kata Sati pula.
Andana membalikkan tubuhnya. Dia ibarat mendengar petir di liang telinganya.
“Apa katamu Sati?! Saya mencarimu justru untuk meminta keterangan menyangkut rahasia kematian Ayah saya! Kalau barusan kau katakan Hantu Mata Picak ikut membantu membunuh Ayah saya , kemudian siapa yang dibantunya? Siapa bekerjsama yang membunuh Ayah saya? Tumenggung Raj0 Langit?!”
Andana terbeliak heran ketika melihat Sati gelengkan kepalanya. Tidak sabaran dipegangnya kedua pundak Sati , dig0yang-g0yangkannya hingga Sati berteriak kesakitan.
“Lekas katakan siapa pembunuh Ayah saya!”
“Datuk Gamp0 Alam. Mamak Angku Mud0 sendiri!” jawab Sati.
Mulut Andana tampak ternganga. “Saya sudah menduganya tapi saya berusaha untuk tidak mempercayainya! Ternyata kini…. Sati , kau melihat sendiri insiden itu? Ceritak pada saya!” kata Harimau Singgalan hampir berteriak. Kembali tubuh pedagang cita keliling yang kerempeng itu diguncangnya.
“Saya menyaksikan sendiri Angku Mud0. Saat itu saya dalam perjalanan ke Bukittinggi. Terjadinya di tepi Ngarai Sian0k. Saya saksikan Ayah Angku Mud0 diker0y0k 0leh Hantu Mata Picak dan Datuk Gamp0 Alam. Satu ketika Hantu Mata Picak berhasil menyergap Ayah Angku Mud0 dari belakang. Dalam keadaan tidak berdaya ibarat itu Datuk Gamp0 alam tiba dari depan. Diambilnya keris Tuanku Ameh Nan Sabatang. Dengan senjata itu ditikamnya tubuh Ayah Angku Mud0 bertubi-tubi secara biadab. Darah mengucur mengerikan dari belasan luka menganga.
Saya lihat Ayah Angku Mud0 r0b0h ke tanah dengan keris masih menancap di dada Datuk Bandar0 Sati…. Sementara itu Datuk Gamp0 Alam dan Hantu Mata Picak sudah melarikan diri.”
“Jahanam! Manusia-manusia biadab itu akan kuhabisi! Tak ada ampunan bagi mereka! Aku bersedia masuk neraka atas d0sa membunuh keduanya!” Suara Andana bergetar keras. Tubuhnya ibarat menggigil dan wajahnya yang ganteng tampak mengelam.
Sati untuk beberapa lamanya hanya bisa mengangguk-anggukkan kepala.
“Setelah itu saya melihat satu insiden aneh Angku Mud0 ,” katanya kemudian.
“Kejadian aneh? Kejadian aneh macam mana maksudmu?” tanya Andana.
“Dari dasar Ngarai Sian0k tiba-tiba saya melihat berkelebat satu s0s0k berpakaian putih ke arah tubuh Datuk Bandar0 Sati yang tergeletak di tanah. Tak sanggup saya pastikan siapa adanya s0s0k tubuh ini. Entah malaikan entah setan.
Mahluk ini membelakangi saya. Sesaat kemudia dia memandangi tubuh Ayah Angku Mud0. Lalu saya lihat dia membungkuk , mencabut keris yang menancap di dada Ayah Angku Mud0. Juga memungut sarung keris yang tercampak di tanah. Setelah itu ibarat terbang dia melesat ke langit. Ke arah matahari. Saya berusaha mengikuti gerakannya. Tapi sinar matahari menyilaukan mata saya. 0rang itu lenyap entah kemana. Saya sendiri sudah tidak sanggup lagi menahan takut kemudian lari dari tempat itu….”
Kedua rahang Andana tampak menggembung. Terbayang kembali di matanya insiden sewaktu ayahnya muncul di atas watu besar di tempat kediaman Datuk Alis Merah.
“Sati , ada satu hal yang ingin saya tanyakan ,” kata Andana sehabis berdiam diri beberapa ketika. “S0al rumah gadang. Saya mendapat keterangan bahwa Mamak saya akan menjual rumah itu pada Tumenggung Raj0 Langit….”
“Saya tahu hal itu. Semua 0rang di Pagaralam ini tahu.”
“Menurut Rukiah , istri termuda Datuk Gamp0 Alam , rumah itu kabarnya akan dijual pada sese0rang dari Jawa. Kau tahu juga hal itu Sati?” Sati mengangguk.
“Saya tidak mengerti. Mengapa Mamak saya tidak pribadi saja menjualnya pada 0rang Jawa itu.”
“Karena Paman Angku Mud0 itu tidak tahu tahasia yang ada di balik semua itu ,” kata Sati pula.
“Rahasia? Rahasia apa maksudmu Sati?” tanya Andana heran.
“Saya mendengar kabar angin. Betul tidaknya walahualam. Kabar itu menyampaikan bahwa sempurna di bawah rumah gadang , terkubur dalam tanah , terdapat sejumlah harta karun berupa p0t0ngan-p0t0ngan emas….”
“Sulit saya mempercayainya!” ujar Andana.
“0rang dari Jawa itu kabarnya mempunyai sebuah peta mengenai letak kuburan harta karun itu. Dalam peta ternyata letaknya sempurna pada titik dimana rumah gadang berdiri.”
Andana hampir tertawa mendengar keterangan itu. “Dari mana pula asal muasalnya harta karun berupa emas itu Sati?”
“Kabarnya , beberapa puluh tahun yang silam ada keluarga Istana di tanah Jawa yang melarikan diri dari pengejaran kaum pember0ntak. Mereka tiba ke pulau ini , tersesat di Pagaralam dengan membawa aneka macam harta kekayaan yang bisa mereka bawa. Diantaranya p0t0nga-p0t0ngan emas itu yang kemudian mereka kubur.
0rang-0rang dari tanah Jawa itu kemudain lenyap satu persatu secara aneh. Ketika rumah gadang milik Ayah Angku Mud0 didirikan , rumah itu dibangun sempurna di atas kubur harta karun.”
Andana ternganga dan menggeleng-gelengkan kepalanya.
“Sulit saya percaya Sati. Benar-benar tidak masuk akal….”
“Dunia jaman kini ini Angku Mud0 , banyak yang tidak masuk akal. Tapi justru itulah kenyataan…..” jawab Sati pula.
Tumenggung Raj0 Langit berkemas-kemas hendak berpamitan ketika tiba-tiba dari arah halaman terdengar bunyi gaduh. Menyusul pekik perempuan. Lalu ada sese0rang berlari menaiki tangga leksana terbang. 0rang ini yaitu pengawal sang Tumenggung yang sebelumnya disuruh menunggu di bawah tanga rumah gadang. Mukanya pucat dan dadanya turun naik.
“Astaga! Ada apa pengawal?!” tanya Tumenggung pula sambil berdiri , diikuti 0leh Datuk Gamp0 Alam. Sang Datuk pribadi mel0mpat ke arah tangga kemudian tergesa-gesa menuruninya. Pekik perempuan tadi dikenalinya sebagai bunyi salah se0rang istrinya. Begitu dia hingga di bawah tangga dilihatnya Zainab , istri tuanya tegak gemetaran dengan muka seputih kafan. Di halaman , sempurna di bawah tangga kelihatan tertelungkup ses0s0k tubuh yang bentuk dan keadaannya sangat mengerikan.
Pakaian hitam yang sebelumnya menempel di tubuhnya kini tak berbentuk pakaian lagi.
R0bek dan hangus. Lalu kulit dan daging tubuhnya tampak merah mengerikan serta membersitkan bau daging yang terpanggang. Mukanya tidak beda dengan muka setan.
Rudak mengerikan. Salah satu matanya mencelet ke luar dan mengucurkan darah.
Hidungnya hampir gerumpung!
“Astaghfirullah!” mengucap Datuk Gamp0 Alam. “Kau Daud? Benar kau Daud?!”
Saat itu Tumenggung Raj0 Langit sudah berada pula di tempat itu , memandang penuh ngeri pada s0s0k tubuh 0rang yang penuh luka bakar.
0rang yang disebut dengan nama Daud alias hantu Mata Picak berusaha bangun hendak merangkang. Tapi begitu tegak ibarat hewan kaki empat pribadi ambruk ke tanah.
“Demi Tuhan! Katakan apa yang terjadi denganmu Daud?!” tanya Datuk Gamp0 Alam setengah berteriak. Lehernya disentak-sentakkan hingga tiga kali.
“Sa….saya ti….tidak berhasil…..” ucapan itu terp0t0ng 0leh bunyi ibarat tercekik. 0rang yang berkelukuran luka bakar itu tak bergerak lagi.
“Daud!” teriak Datuk Gamp0 Alam.
“Saya yakin dia sudah mati Datuk ,” kata Tumenggung Raj0 Langit. Dia menarik nafas panjang. “Buruk sekali pengalaman saya hari ini. Lebih baik saya minta diri saja.” Lalu sang Tumenggung memberi isyarat pada pengawalnya.
Keduanya segera meninggalkan halaman rumah gadang.
SEBELAS
Kita kembali ke halaman surau di mana Wir0 dan nenek berjulukan Anduang Mata Api saling berhadap-hadapan.
Perginya Andana dari tempat itu membuat si nenek berjulukan Anduang Mata Api menjadi murka luar biasa. Sepasang matanya yang merah menyala ibarat bara api. Kini seluruh kemarahannya ditumpahkan pada Pendekar 212 Wir0 Sableng.
“Kau membuat dia l0l0s dari tanganku! Sekarang kau yang bertanggung jawab! Aku minta nyawamu! Dengar?!”
Wir0 tersenyum sinis. “Nyawaku Cuma satu! Buat apa nyawaku untukmu?
Lagi pula kalau kau minta nyawaku , pasti saya akan mati! Kalau saya mati di tempat ini pasti kau tidak mau menguburku. Lalu lantaran jenazahku tidak terurus , r0hku akan gentayangan jadi setan. Kalau sudah begitu kau yang akan kucari pertama sekali!”
Habis berkata begitu Wir0 tertawa gelak-gelak.
“Anak kanciang! Jangan kau berani bergurau padaku!” hardik Anduang Mata Api murka sekali.
“Siapa suka bergurau dengan perempuan tua bangka bermuka ibarat binyawak kali!” jawab Wir0. “Kau lihat sendiri apa yang terjadi dengan semua anak buahmu. Apa kau mau menyusul mereka?!”
“Mandeang! Kau keliwat menghina! S0mb0ng! Kau bakal tahu rasa dan tahu siapa diriku!” hardik Anduang Mata Api. Kedua matanya menatap garang ke arah Wir0. Lalu kepalanya dig0yangkan. Dua larik sinar merah menderu ke arah Wir0.
Yang satu ke jurusan kepala , satunya lagi mengarah dada. Murid Eyang Sint0 Gendeng sudah menyaksikan kehebatan kesaktian si nenek.Karenanya segera saja dia balas menghantam dengan pukulan Sinar Matahari di tangan kanan den pukulan Benteng T0pan Melanda Samudera di tangan kiri.
Dentuman keras untuk kesekian kalinya melanda tempat itu. Daun-daun pep0h0nan luruh kering , banyak yang terbakar. Begitu juga ranting-rantingnya. Atap surau ibarat terb0ngkar. Salah satu dindingnya jeb0l dan hangus. Pendekar 212 Wir0 Sableng tersurut hingga empat langkah. Sedang si nenek hampir terjengkang kalau tidak lekas membuat l0mpatan. Namun waktu dia berdiri kembali tubuhnya tampak terhuyung. Saat itulah pukulan Benteng T0pan Melanda Samudera menerpanya. Tak ampu lagi perempuan tua ini terpental hingga dua t0mbak. Tubuhnya menyangsrang di serumpunan semak belukar. Dari mulutnya kelihatan darah mengucur. Walau dia jelas-jelas menderita luka di dalam namun tidak kelihatan bayangan rasa sakit di wajahnya. Malah dia tampak bertambah garang.
Perlahan-lahan dia membebaskan dirinya dari semak belukar. Sepasang matanya yang merah memandang tak berkesiap.
“Cukup saya melayani 0rang gila ibarat kau! Saatnya kau harus mendekam di penjara kembali. Kau harus bersyukur saya tidak membunuhmu , tapi menyerahkanmu hidup-hidup pada penguasa negeri di Batusangkar!”
Ucapan si nenek itu ditanggapi dengan seringai 0leh Wir0 bahkan sambil garuk-garuk kepala. Namun seringainya mendadak lenyap dan tangannya yang menggaruk kepala cepat diturunkan. Di tangan si nenek kelihatan sebuah gulungan benda berwarna putih halus.
Eh , saya ibarat pernah melihat benda ini , pikir Wir0.
Di hadapannya tiba-tiba si nenek berseru. “Lihat benang!”
Benda yang dipegangnya di tangan kanan melesat ke depan. Ternyata segulungan benang yang dengan cepat melesat dan sebelum murid Eyang Sint0 Gendeng bisa berbuat apa-apa , benang putih halus itu telah melibat sekujur tubuhnya mulai dari dada hingga ke pergelangan kaki! Bagaimanapun dia mengerahkan tenaga untuk memutus atau l0l0s dari gulungan benang itu tetap saja sia-sia.
“Benang Kayangan!” seru Wir0 ketika dia tiba-tiba ingat dan mengenali benda yang menggulung sekujur tubuhnya , membuatnya tak berdaya. Kalau ini benar Benang Kayangan jangan-jangan…..
“Nenek muka binyawak! Apa hubunganmu dengan Tua Gila!” Wir0 ejekan pertanyaan.
Eh , bagaimana anak celaka ini kenal dengan si tua bangka itu? Membatin Anduang Mata Api. Lalu dia berkata. “Dengar anak muda. Kau cukup berharga untuk membuatku bersenang-senang. Sebelum saya serahkan kau pada penguasa negeri di Batusangkar , apa salahnya saya menikmati kehebatan dirimu. Kulihat tubuhmu tegap , 0t0tmu kukuh. Kau tentu sanggup menyenangkan diriku. Hik….hik….hik!
“Tua bangka sinting! Apa yang hendak kau lakukan padaku?!” hardik Wir0.
“Apa yang ada dalam 0takmu?!”
Si nenek semakin keras tawanya. “Lihat saja nanti. Lihat saja nanti….!”
katanya. “Jika kau memang hebat , mungkin kau akan kubiarkan hidup. Mungkin juga tidak akan kuserahkan pada penguasa di Batusangkar. Hik…hik…hik. mudahmudahan rejekiku benar-benar besar kali ini. Hilang harimau singa gantinya!
Hik…hik…hik! saya senang engkau nikmat!” Si nenek mengumbar tawa panjang.
Kedua matanya merah berkilat-kilat. Kilatan itu terasa aneh di mata Wir0. Bukan kilatan lantaran murka tapi 0leh sesuatu yang lain. Rangsangan nafsu!
Setelah tertawa panjang dan puas Anduang MataApi memanggul tubuh Pendekar 212 di pundak kirinya. Lalu dengan cepat dia berkelebat meninggalkan tempat itu.
Udara malam terasa semakin hirau taacuh walau ketika itu tubuh Wir0 hampir kuyup 0leh keringat. Apa yang hendak dilakukan insan ini. Dia punya satu maksud k0t0r.
Dia tidak akan segera membunuhku tapi….
Si nenek berlari kencang sekali. Dalam waktu singkat dia sudah berada di tepi sebuah hutan kecil. Di satu tempat dia membel0k ke kiri. Walau dalam hutan sangat gelap namun perempuan tua itu bisa berlari cepat se0lah matanya bisa melihat dalam gelap. Tak lama memasuki hutan si nenek berhenti. Wir0 merasakan tubuhnya diturunkan. Memandang berkeliling ternyata dia dibaringkan di lantai papan sebuah gubuk tanpa dinding.
“Kita sudah hingga anak muda!” berkata Anduang Mata Api. “Saatnya kau memperlihatkan kejantananmu!” Si nenek susupkan tangannya kian kemari di sela-sela benang yang menggulung dan mengikat sekujur tubuh Wir0. Nafasnya memburu.
Warna merah pada kedua matanya semakin berkilat.
“Hai! Tua bangka gila! Apa-apaan ini?!” teriak Wir0 ketika dilihatnya si nenek membuka celananya kemudian menariknya hingga ke lutut. “Kurang ajar! Tua bangka mesum!”
Anduang Mata Api tertawa perlahan. “Memakilah terus! Berteriaklah! Makian dan teriakanmu membuat saya tambah terangsang!” kata perempuan tua itu.
“Aku bersumpah akan membunuhmu kalau kau berani berlaku keji!”
“Ssssstttt….s0al mati biar kita atur kemudian. Yang penting kini kita bersenang-senang dulu….” kata si nenek pula. Lalu dengan cepat ditanggalkannya semua pakaian yang menempel di badannya. Pendekar 212 kini seperti benar-benar melihat seek0r binyawak hitam tegak di depannya. Dia berteriak dan mengerahkan seluruh tenaga dalamnya tapi sia-sia saja. Ikatan Benang Kayangan tak bisa diputusnya , dibentuk kendurpun tidak bisa.
“Anak muda….” si nenek duduk di atas paha Wir0. “Aku tahu kau tidak akan bernafsu. Tidak akan terangsang melihat wajahku yang buruk dan tubuhku yang kurus pe0t. Jangan kawatir anak muda. Aku akan membuatmu garang dan terangsang!
Lihat saja….!” Anduang Mata Api terdengar ibarat merapal sesuatu. Lalu kedua telapk tangannya disapukan ke wajah serta sekujur badannya hingga ke kaki.
Astaga! Bagaimana mungkin dia bisa berubah ibarat ini?! Ujar Wir0 sewaktu dilihatnya muka buruk si nenek telah bermetam0rf0sis wajah se0rang perempuan muda yang cantik. Lalu tubuh yang tadi kurus kering dan hitam bugil itu kini berganti dengan sebentuk tubuh bagus , putih berisi. Dua buah payudara besar dan kencang terpentang di depan mata Pendekar 212.
“Kekasihku , bagaimana sekarang…..?” tanya si nenek yang telah bermetam0rf0sis se0rang perempuan muda manis jelita , bertubuh bagus mulus dan dalam keadaan bugil! Kedua tangannya merayap ke bawah perut Pendekar 212.
“Hik….hik…hik apa kataku. Kau mulai terangsang! Bagus!” Anduang Mata Api menggeser duduknya ke atas.
“Kurang asuh , kurang asuh kau!”
“Sudahlah , jangan akal-akalan memaki. Jangan akal-akalan tidak suka. Buktinya kulihat kau sudah siap….!”
Wir0 tak berdaya men0lak. Bagaimanapun dia harus mengakui bahwa dalam keadaan sepreti itu dirinya telah dibentuk terangsang 0elh nenek-nenek yang kini bermetam0rf0sis perempuan muda manis itu. Nafas Anduang Mata Api semakin keras laksana 0rang meng0r0k. Tubuh bagus itu berg0yang-g0yang di atas tubuh Wir0.
“Seharusnya saya lepaskan kedua tanganmu.” Berkata Anduang Mata Api.
“Agar kau bisa memelukku , meraba sekujur tubuhku. Tapi saya kawatir kalau kulepaskan kau akan memukulku dan melarikan diri….”
Pendekar 212 pejamkan kedua matanya.
Anduang Mata Api tertawa. “Ah , kau memejamkan mata. Berarti kau juga merasa enak. Nikmat….Kau suka ini. Kau suka!”
Tiba-tiba bunyi tawa Anduang Mata Api ada yang menimpali. Suara tawa lakilaki!
“Dajal perempuan! Berpuas-puaslah sekenyangmu. Aku bisa menunggu. Kali ini kau tak bakal bisa kabur lagi!”
Kagetnya Anduang Mata Api bukan alang kepalang. Keadaan ini membuat keampuhan ilmunya merubah diri menjadi r0nt0k. Saat itu juga sekujur tubuhnya berubah kembali menjadi satu s0s0k kurus kering menjijikkan. Sedang mukanya kembali pada ujud aslinya yakni ibarat muka binyawak! Wir0 kerenyitkan kening bergidik dan berteriak melihat keadaan 0rang yang duduk di atas perutnya itu.
“Tua bangka jahanam! Berani kau membuntuti saya hingga ke sini!” hardik Anduang Mata Api. Tanpa berusaha mengambil pakaiannya untuk menutupi auratnya perempuan tua ini mel0mpat. Sambil membentak dia putar kepalanya ke arah datangnya bunyi tadi. Sekali dia mengg0yangkan kepalanya dua larik sinar merah menderu dahsyat.
“Ilmu Sepasang Mata Api apa hebatnya!” terdengar bunyi berseru disertai berkelebatnya satu bayangan putih.
Dua larik sinar merah api menghantam sebuah p0h0n besar. Tak ampun lagi p0h0n itu hancur berl0bang kemudian tumbang dengan bunyi menggemuruh.
“Apa kataku!” 0rang tadi kembali berseru. Wir0 masih belum sanggup melihat wajahnya dan s0s0k tubuhnya lantaran baik si nenek maupun 0rang yang bicara berada di belakang kepalanya sementara dia tetap tak berdaya terlentang di tanah dalam keadaan terikat dan celananya mer0s0t hingga ke bawah!. “Ilmumu tidak berguna.
Buktinya tidak mau menyentuh diriku! Ha….ha….ha….!”
“Manusia s0mb0ng! Lihat serangan!” teriak Anduang Mata Api merah sekali.kepalanya dig0yangnya berulang kali. Larikan sinar merah melesat bertubi-tubi se0lah tidak putus-putusnya. 0rang yang diserang mengelak dengan berkelebat cepat kian kemari. Si nenek berputar-putar tanda dia mengikuti ke arah mana lawannya berada. Saat itu alhasil Wir0 sanggup melihat siapa adanya 0rang itu.
Astaga! Dia rupanya!
DUA BELAS
Pendekar 212 Wir0 Sableng kini sanggup melihat siapa adanya 0rang yang berkelahi melawan si nenek bermuka binyawak yang ketika itu berada dalam keadaan bugil. Dia bukan lain yaitu kakek aneh yang dulu pernah menghadang perjalannya dengan Andana. Dan kakek ini pula yang pernah ditelanjangi dicurinya celananya.
Serangn api yang menyembur keluar dari sepasang mata Anduang Mata Api dielakkan 0leh si kakek dengan gerakan-gerakan aneh. Kedua kakinya terkadang tampak mel0mpat , sesekali ibarat menendang ke kiri dan ke kanan. Di lain ketika kedua kakinya itu ibarat menari kemudian berjingkrak-jingkrak. Tubuhnya gerabakgerubuk , terhuyung-huyung kian kemari ibarat 0rang mab0k sementara kedua tangannya digerakkan demikian rupa seperti 0rang yang berusaha bertahan biar tidak jatuh.
Ya Tuhan! Aku tidak buta! Gerakan 0rang tua itu yaitu jurus-jurus ilmu silat 0rang Gila. Hanya kakek sakti Tua Gila yang memilikinya dan pernah mengajarkannya padaku. Tapi dia terperinci bukan Tua Gila!
Wir0 ibarat mendapat semangat. Dia percaya 0rang tua itu akan men0l0ngnya.
Sementara pert0l0ngan belum tiba dia berusaha melepaskan diri dari lilitan Benang Kayangan. Tapi tetap tidak berhasil.
Sambil menghadapi serangan maut si nenek , sesekali si kakek berpaling pada Wir0 yang tergeletak di tanah dalam keadaan terikat dan juga setengah talanjang lantaran celananya masih ibarat tadi yaitu mer0s0t hingga ke paha! Setiap kali dia berpaling pada Wir0 , setiap kali pula dia menyeringai lali mencibir.
Ah , jangan-jangan dia masih mendendam padaku atas insiden temp0 hari.
Kutelanjangi dirinya kemudian pernah pula kurampas kudanya!
“Anak muda , kau tenang-tenang saja di situ. Giliranmu untuk mendapatkan eksekusi bakal datang!” si kakek berseru kemudian kembali menghadapi lawannya.
Gerakannya yang gerabak gerubuk kini sambil melepaskan pukulan tangan k0s0ng jarak jauh membuat si nenek tampak berg0yang-g0yang tanda sang kakek mempunyai tenaga dalam luar biasa.
“Betina mesum , saatnya kau mengembalikan barang yang kau curi dariku! Di mana barang itu kau sembunyikan?!” si kakek berseru.
Anduang Mata Api menyeringai. “Kau mau barangmu , cari sendiri!”
“Ah! Kau memang kurang ajar!” si kakek berpaling sebentar pada Wir0 , mencibir kemudian kembali dia menghadapi si nenek. “aku terpaksa tak akan memberi ampun padamu! Kau bukan cuma pembunuh keji tapi juga pencuri tengik!”
“Ah , saya juga memberikan kenikmatan pada setiap lelaki….. hik….hik….hik. c0w0k itu barusan merasakannya! Hik…..hik….hik!”
“Tua bangka sialan!” teriak Wir0.
“Anak muda! Kau bisa jadi kekasihku! Kaprik0rnus tutup verbal dan tunggu hingga nanti kita bersenang-senang lagi. Biar kubereskan dulu kurcaci r0ngs0kan ini!” kata Anduang Mata Api pula. Dia kemudian mengerahkan seluruh tenaga dalamnya.
Serangannya kini bukan saja api yang keluar dari kedua matanya , tetapi juga pukulanpukulan tangan k0s0ng yang tak kalah hebatnya dengan yang dilancarkan lawannya ,.
Walaupun demikian si nenek tetap saja tidak bisa menyentuh atau membuat cidera si kakek. Malah ketika lawannya membuat gerakan-gerakan cepat dan berputar-putar , dia ibarat kena sirap ikut pula berputar-putar. Si kakek keluarkan bunyi tertawa panjang. Tubuhnya tiba-tiba melesat ke udara. Lawan berusaha menghantam tapi luput. Kedua kaki si kakek dengan kecepatan luar biasa , dua kaki itu menendang ke arah pipi si nenek dengan keras.
Raungan setinggi langit melesat keluar dari verbal perempuan tua itu.
Tubuhnya terhuyung-huyung kemudian jatuh berlutut. Daun telinganya hancur dan darah mengucur dari kedua liangnya. Rahangnya rengkah kiri kanan , tulang pelipisnya remuk! Dia megap-megap beberapa kali kemudian tersungkur dan menggeletak di tanah tak berkutik lagi!
“Kek…. Hai!” Wir0 memanggil. Tapi yang dipanggil ibarat tidak mendengar.
Kedua mata kakek itu memperhatikan ujung benang yang mengikat tubuh Pendekar 212. Benang ini lenyap di balik se0ngg0k pakaian , yaitu pakaian milik Anduang Mata Api.
Dengan ujung kakinya si kakek mengungkit dan melemparkan pakaian itu. Di tanah , sebelumnya tertutup 0leh pakaian kelihatan sebuah benda. Inilah yang dicarinya. Dengan cepat si kakek mengambilnya. Lalu dia berpaling ke arah Wir0.
“Kek , t0l0ng lepaskan libatan benang ini!” kata Wir0.
Si kakek mendengus. Tiba-tiba dia gerakkan tangannya menyentakkan benang yang menjulai di tanah. Dua kali sentak tubuh Pendekar 212 terbet0t keras. Lalu tubuh itu berputar laksana gasing. Benang putih yang menggulung di tubuh Wir0 terbuka lepas. Begitu lepas tak ampun lagi Wir0 berdebam ke tanah. Hidungnya menyentuh tanah lebih dulu. Murid Eyang Sint0 Gendeng menjerit keras. Hidungnya serasa remuk. Darah mengucur.
Dalam keadaan sakit dan meng0mel Wir0 masih bisa ingat diri. Cepat-cepat dia berdiri sambil menarik celananya.
Lalu dia mendekati 0rang tua itu. “Kek , walau kau menyakitiku saya berterima kasih. Kau telah men0l0ngku membebaskan ikatan benang keparat itu….”
“Benang keparat katamu? Sialan! Enak saja kau bicara! Lagi pula siapa yang men0l0ngmu! Aku hanya mengambil benang milikku! Perempuan jahat itu mencurinya dariku beberapa waktu yang lalu….”
“Hemmmmm……” Wir0 garuk-garukkan kepalanya. “Kek , kau bilang benang itu milikmu? Mana mungkin?!”
“Apa yang mana mungkin?!” hardik si kakek.
“Aku tahu betul , benang itu yaitu Benang Kayangan. Cuma ada satu pemiliknya. Se0rang kakek sakti menyandang dua julukan yaitu Pendekar Gila Patah Hati dan Iblis Gila Pencabut Jiwa. Namun dia lebih dikenal dengan sebutan Tua Gila!”
“Kau bisa bicara begitu tentu kau kenal padanya!”
“Aku…..aku adalah….” Wir0 tak meneruskan kata-katanya.
Si kakek menyeringai. “Kau bicara terlalu banyak. Aku tahu itu hanya untuk mengalihkan perhatianku! Kau kira saya sudah lupa perbuatan kurang ajarmu temp0 hari?! Kau telanjangi diriku. Kau curi celanaku. Lalu kau juga merampas kudaku!
Malam ini sehabis kau bersenang-senang dengan betina busuk itu , tiba saatnya kau mendapatkan eksekusi dariku! Aku akan mematahkan lima jari tangan kananmu lantaran mencuri celana dan menelanjangi diriku. Lalu saya akan menc0p0t satu kakimu dikarenakan telah merampas kudaku….”
“Kek ,dengar! Aku akan ganti celana dan kudamu itu!” si kakek menyeringai.
“Celana dan kuda itu tidak seberapa nilainya. Tapi sakit hatiku atas kekurang ajaranmu tak bisa impas dengan apapun!”
Habis berkata begitu si 0rang tua mel0mpat ke arah Pendekar 212. Tangan kanannya membuat gerakan mencengkeram ke arah jari-jari tangan kanan Wir0 sedang kaki kirinya menndang ke pangkal paha!
Tentu saja murid Sint0 Gendeng tidak mau menjadi bulan-bulanan serangan.
Secepat kilat dia mengelak. Diluar sadar tak sengaja dia mengeluarkan jurus-jurus ilmu silat 0rang Gila. Sekali bergerak dia berhasil mengelakkan dua serangan itu.
“Eh! Anak setan! Kau memainkan ilmu silat apa?! Siapa yang mengajarkan gerakan itu padamu?!” bertanya si kakek.
“Aku akan katakan. Jawabannya ada di telapak tangan kananku ,” jawab Wir0.
Si 0rang tua mengernyit kemudian mendekat. “C0ba kulihat telapak tanganmu itu!”
Wir0 ulurkan tangan kanannya. Si kakek tundukkan kepala. Tiba-tiba tangan Wir0 bergerak laksana kilat ke arah wajah si 0rang tua. Sebelum kakek ini sempat menjauhkan kepalanya , Wir0 telah berhasil menarik lepas t0peng tipis yang dikenakan 0rang tua itu. Kini kelihatanlah wajahnya yang asli. Mukanya pucat. Pipi dan mata cekung besar , memelihara kumis serta janggut putih. Kepalanya nyaris b0tak lantaran rambutnya sangat jarang. Begitu mengenali wajah 0rang itu pucatlah paras Pendekar 212. buru-buru dia jatuhkan diri , berlutut di tanah seraya berseru.
“Kek! Maafkan muridmu ini! Aku terlanjur berlaku kurang asuh padamu lantaran tidak tahu kau yaitu guru sendiri! Sekarang saya siap mendapatkan hukuman!”
0rang tua di hadapan Wir0 menatap tak berkesip. Wajahnya semakin pucat.
Wir0 menjadi tegang.
“Kek….”
0rang bermuka pucat itu yang bukan lain yaitu Tua Gila si kakek sakti paling ditakuti di Pulau Andalas bertahap menyunggingkan senyum.
“Anak setan! Kelakuanmu seharusnya memang tidak bisa diampuni. Kalau saja kau bukan muridku…. Hemmm , mau kuapakan kau ini!” tangan kiri Tua Gila hinggap di indera pendengaran Pendekar 212 kemudian diputar-putarnya ke depan dan ke belakang sambil tertawa mengekeh. Walau sakitnya jeweran itu setengah mati Wir0 tak berani bersuara. Si kakek menarik tangannya ke atas hingga Wir0 terangkat dan berdiri.
“Ada apa kau jauh-jauh tiba kemari?!” bertanya Tua Gila.
“Saya kangen padamu kek. Ingin menyambangimu. Sekalian membawa pesan dan salam Eyang Sint0 Gendeng di Gunung Gede….”
“Hemmm… apakah gurumu di nenek ceriwis itu ada baik-baik saja!”
“Beliau ada baik-baik dan sehat-sehat.”
“Perjalananmu sekali ini agaknya menemui banyak hal yang tidak menyenangkan , kecuali tadi waktu kau diajak bersuka-suka 0leh si nenek itu…..” Si kakek kemudian terkekeh.
Paras Pendekar 212 jadi merah. Sambil menggaruk-garuk kepala dia berkata.
“Tak sengaja saya terlibat dalam satu pr0blem yang menimpa sahabat saya berjulukan Andana. Dia kep0nakan Datuk Gamp0 Alam…. Yang punya kekerabatan dekat dengan Tumenggung Raj0 Langit di Batusangkar.”
“Tumenggung Raj0 Langit punya kekausaan tapi tak punya ilmu kepandaian berarti. Tak usah takut padanya. Yang harus diperhitungkan justru Datuk Gamp0 Alam. Dia punya beberapa ilmu kesaktian. Dia mempunyai ilmu kepandaian yang disebut ilmu Belut Putih. Lalu ilmu Raja Sebumi. Ilmu ini membuat dia tidak bisa mati selama tubuhnya masih menginjak bumi. Di samping itu dia juga masih punya satu ilmu yang hebat. Dalam keadaan terdesak dia sanggup masuk ke perut bumi….
Beri tahu hal itu pada sahabatmu Andana….”
Wir0 mengangguk. “Terima kasih atas petunjukmu Kek…. Apakah kau mau memaafkan perlakuan saya temp0 hari?” Wir0 bertanya lantaran merasa masih ada ganjalan.
“Sudahlah! Malam begini larut. Tubuh r0ngs0kan ini tak sanggup lama-lama berada di luaran. Kalau urusanmu sudah selesai tiba ke tempatku….”
“Saya pasti tiba Kek….”
Tua Gila memasukkan gulungan Benang Kayangannya ke balik pakaian. Dia hendak melangkah pergi. Tapi tiba-tiba berbalik kembali sambil tersenyum.
“Bagaimana pendapatmu wacana janda Datuk Gamp0 Alam itu….?”
Paras Pendekar 212 untuk kesekian kalinya menjadi merah. Sambil garukgaruk kepala dia berkata. “Saya….saya gres satu kali menemuinya Kek….”
Tua Gila mengekeh. “Baru satu kali menemuinya atau gres sekali menidurinya……?!”
Wir0 menahan nafas. “Anak setan hati-hati kalau berbuat. Sampai anak 0rang kau hamili , kau tak bakal kembali ke tanah Jawa…….”
Tua Gila tertawa lagi kemudian berkelebat pergi. Murid Eyang Sint0 Gendeng kembali hanya bisa garuk-garuk kepala. “Untung 0rang tua itu tidak marah. Kalau tidak pasti habis saya dikerjainya!”
TIGA BELAS
Malam itu Datuk Gamp0 Alam hampir tak bisa memicingkan mata. Kematian Daud alias Hantu Mata Picak yang diandalkannya benar-benar mengenaskan dan merusak semua rencananya. Agaknya kini dia memang harus turun tangan sendiri , tak mungkin meminjam tangan 0rang lain. Ditambah dengan ucapan Tumenggung Raj0 Langit bahwa dia ingin mengambil Bunga jadi istrinya membuat sang Datuk jadi tambah gelisah , mengkal , benci dan marah.
Kalau selesai pembayaran penjualan rumah gadang akan kuhabisi tua bangka keparat itu! Lalu sang Datuk teringat pada Sati. Manusia itu tak bisa dibiarkan hidup lebih lama. Tentu dia akan bercel0teh menebar d0ngeng yang bukanbukan!
Mungkin dia mendendam padaku gara-gara dihajar para pembantuku hingga babak belur di Batusangkar temp0 hari. Setan!
Hanya ada satu hal yang membuat sang datuk agak terhibur. Yaitu bes0k pagi dia akan mendengar kabar dari Mamak Rabiah mengenai lamarannya untuk memperistrikan Bunga. Dia tersenyum-senyum seniri di atas tempat tidur.
Tak ada yang pernah men0lak lamaran Datuk Gamp0 Alam. Semua gadis di Pagaralam ini ingin kuperistrikan! Termasuk Bunga tentunya.
Menjelang pagi alhasil Datuk Gamp0 Alam tertidur juga walau Cuma sebentar. Paginya dia sudah duduk di ruang tengah rumah gadang. Tak lama kemudian perempuan itu tampak di ujung halaman , melangkah menuju rumah gadang , menaiki tangga dan samapi di atasnya.
“Rabiah , kau benar-benar memenuhi janji. Duduklah. Aku ingin sekali cepatcepat mendengar kabar baik darimu….”
Saat itu Rabiah merasakan tubuhnya lemah dan g0ntai. Kalau saja dia tidak menguatkan hati mungkin watu menaiki tangga tadi dia sudah terguling ke bawah.
“Kau ingin minum apa Rabiah? Teh manis? K0pi hangat?”
“Terima kasih Datuk. Saya gres saja minum ,” jawab Mamak Rabiah.
“Hemmm…. kalau begitu kita segera bisa bicara. Kau membawa kabar baik pasti. Bunga bersedia menjadi istriku bukan?”
Sesaat Rabiah tertunduk tak bisa membuka mulut.
“Eh , Rabiah. Ada sesuatu yang perlu kukatakan padamu. Kau maupun Bunga tidak perlu merasa takut akan melanggar adat atau agama. Rukiah telah kuceraikan.
Jadi kalau Bunga menjadi istriku , jumlah istriku tetap empat. Tidak lima ibarat yang mungkin kalian takutkan. Ha …..ha…..ha…..!”
“Datuk , bekerjsama saya….”
“Apakah kau sudah mereka-reka hari dan tanggal serta bulan baik perkawinan anakmu dengan saya Datuk Gamp0 Alam , bengsawan terpandang di Pagaralam ini?”
“Datuk , sebenarnya….. Sebenarnya saya ini bukan Ibu kandung Bunga ,” ucapan itu keluar dari verbal Mamak Rabiah.
“Ah , kau ini hendak bergurau atau bagaimana. Semua 0rang di Pagaralam ini tahu kalau kau yaitu ibunya Bunga. Ibu kandung. Aneh kalau kini kau tidak mengakuinya.”
“Saya tidak berdusta Datuk. Saya memang bukan Ibunya. Saya tidak pernah melahirkannya.”
Datuk Gamp0 Alam menatap wajah perempuan itu beberapa saat. “Sudahlah Rabiah. Apakah kau Ibunya atau bukan tidak penting bagiku. Yang penting Bunga sudah 0ke kujadikan istri. Begitu?”
“Tidak Datuk. Maafkan saya. Saya sudah memberikan maksud Datuk pada gadis itu. Tapi maaf sekali lagi. Bunga men0lak lantaran dia merasa belum cukup umur…..”
“Belum cukup umur? Alasan buta!” belalak Datuk Gamp0 Alam sambil menyentakkan lehernya dua kali. C0ba kau katakan berapa umur anak itu sekarang?”
“Belum lagi dua puluh…..”
“Belum lagi dua puluh. Anak 0rang lain umur sembilan belas sudah jadi janda! Rabiah , apa saya harus menunggu hingga gadis itu jadi se0rang nenek?!” Datuk Gamp0 Alam sentakkan lehernya.
Mamak Rabiah tidak bisa menjawab. Kepalanya tertunduk namun dadanya ibarat menggemuruh.
“Dengar Rabiah. Penghulu sudah kuhubungi. Pasumandan pengiring pengantin sudah disiapkan. Juru masak dan juru rias sudah diberi tahu. Kau dan Bunga tinggal tahu beres saja! Apa lagi? Apa tidak senang menjadi istri Datuk Gamp0 Alam?!”
Perlahan-lahan Rabiah mengangkat kepalanya. Kedua matanya tampak basah.
Air mata bercucuran di kedua pipinya.
“Gila! Apa pula ini Rabiah?! Mengapa kau menangis?!” Datuk Gamp0 Alam terheran-heran tapi juga mulai jengkel.
“Datuk…. Ingin saya memberikan satu rahasia yang selama ini mungkin tidak Datuk ketahui. Sebenarnya Bunga itu adalah…..”
Ucapan Mamak Rabiah terputus ketika di tengah halaman rumah gadang terdengar bunyi 0rang berteriak.
“Datuk Gamp0 Alam! Turunlah ke halaman! Aku ingin bicara denganmu!”
Eh , itu bunyi si Andana , ada apa dia berteriak ibarat itu. Kurang ajar! Setan!
Datuk Gamp0 Alam menyentakkan lehernya kemudian berdiri dan melangkah cepat ke jendela. Dari jendela dia melihat Andana duduk di atas seek0r kuda. Mukanya tampak sangar. Di sebelahnya juga duduk di atas kuda yaitu c0w0k Jawa berjulukan Wir0 Sableng itu. Sesuatu telah terjadi. Jangan-jangan Sati sudah membuka mulut! Rahang Datuk Gamp0 Alam menggembung. Dadanya berdebar keras. Namun dia cepat menguasai diri.
“Kemenakanku Andana , mengapa tidak naik ke atas rumah gadang kalau ingin bicara denganku?”
“Aku ingin kau tiba kemari. Kita bicara di halaman sini!” jawab Andana.
Kurang ajar. Berani dia bicara beraku-aku denganku!
Datuk Gamp0 Alam tidak sanggup menahan amarahnya. Dia mel0mpat menuruni tangga. Begitu hingga di hadapan Andana dia membentak.
“Apapun yang ada di benakmu saya tidak suka melihat kau bicara kurang asuh padaku! Turun dari kuda dan bicara di dalam rumah! Setan apa yang tiba-tiba merasuk dirimu hingga adat s0pan santunmu menjadi hilang lenyap?!”
Andana menyeringai sementara Wir0 tampak cengar-cengir. “Datuk setan!”
bentak Andana tak kalak keras. “Apa masih pantas saya bicara h0rmat dengan insan yang telah membunuh Ayahku? Ay0 jawab!”
Tampang Datuk Gamp0 Alam sesaat tampak memutih namun di lain ketika bermetam0rf0sis kelam merah. Dia merasa se0lah kepalanya menjadi dua. Rahangnya menggembung. Nafasnya ibarat meledak-ledak.
“Anak setan! Ayahmu mati jauh dari sini! Dikubur jauh di puncak Singgalang.
Sungguh kurang asuh kalau kau berani menuduh saya sebagai pembunuh Ayahmu!
Kemenakan keparat! Kau sudah gila rupanya!”
“Kau yang gila!” teriak Andana.
Sang Datuk tersentak ibarat dihenyakkan.
“Kau bukan saja membunuh Ayahku. Tapi juga berusaha membunuh diriku dengan menyuruh kaki tanganmu. Aku tahu semua perbuatanmu. Mulai dari pisau terbang beracun itu. Ular berbisa dan sirih dalam cerana! Semua kau yang merencanakan! Kau membunuh Ayahku! Kini giliranmu sudah tiba! Kau ingat dimana kau membunuh Ayahku , Datuk?!”
“0takmu benar-benar tidak waras! Bicara gila apa ini?!” teriak Datuk Gamp0 Alam. “Kalau tidak memandang kau anak kakak kandungku , sudah kupecahkan kepalamu semenjak tadi-tadi!”
Wir0 Sableng batuk-batuk beberapa kali. Suaranya membuat Datuk Gamp0 alam berpaling padanya dan lantas saja berteriak marah. “Kau juga bangsat! Kau pasti sudah mempengaruhi kemenakanku dengan hasutan-hasutan gila! Kau bakal sanggup belahan dariku!”
Wir0 tertawa lebar. “B0leh saja kau bilang saya bangsat. Jika saya bedebah maka kau yaitu bapak m0yangnya bangsat. Kan begitu! Jangan berlagak yang tidaktidak Datuk! Sahabatku ini ada bukti , ada saksi hidup yang menyampaikan bahwa kaulah yang telah membunuh Ayahnya!”
“Anak setan! Kau berani mencampuri urusan saya dan kemenakanku! Rasakan tanganku!” Datuk Gamp0 Alam mel0mpat dan melancarkan satu j0t0san ke arah pinggang Pendekar 212. Wir0 cepat geser kuda tunggangannya kemudian palangkan lengan kanannya menangkis serangan Datuk Gamp0 Alam.
Dua lengan beradu. Wir0 serasa ibarat dihantam pentungan keras sebaliknya sang Datuk se0lah digebuk dengan besi. Lengan masing-masing kelihatan merah.
Kalau Wir0 terhuyung ke kiri maka Datuk Gamp0 Alam terpental hingga dua langkah! Ketika sang Datuk dengan ingin tau hendak menyerang kembali , Andana cepat meny0r0ngkan kudanya hingga gerakan Datuk Gamp0 Alam terhalang.
“Kau masih ingat dimana kau membunuh Ayahku?!” ujar Andana sambil menatap tajam pada Mamak atau Pamannya itu. “Di situ pula nyawamu akan kau lepas. Kutunggu kau bes0k di Ngarai Sian0k! Jangan menc0ba lari! Selama Merapi dan Singgalang masih tegak menjaga nagari , selama Batang Anai masih mengalir ke maritim dan selama air Danau Singkarak masih tetap biru , selama itu pula saya akan mencarimu!”
“Andana! Jangan kau terpancing hasutan 0rang! 0takmu sedang kacau. Setan mana yang menyampaikan padamu bahwa saya yang membunuh Ayahmu! Gila! Aku Datuk Gamp0 Alam tega membunuh kakak kandung sendiri!”
“Datuk culas! Hatimu lebih jahat dari iblis! Tak ada setan , tak ada hasutan!
Tapi ada se0rang saksi hidup yang melihat insiden waktu kau dan Hantu Mata Picak membunuh Ayahku!”
“Ah! Mana mungkin! Ini pasti fitnah belaka! Jangan hingga kau terjebak Andana!” ujar Datuk Gamp0 Alam sambil mengurut-urut lengannya yang masih terasa sakit.
Rahang Andana menggembung. Dia berpaling ke arah sebatang p0h0n besar di ujung halaman. Lalu berteriak. “Sati! Keluarlah! Berikan kesaksianmu pada Mamak jahanam ini!”
Dari balik p0h0n keluarlah Sati sambil mengangkat tangannya. Sejarak sepuluh langkah dari 0rang-0rang itu dia berkata keras-keras.
“Demi Allah saya bersumpah! Aku menyaksikan dengan mata kepala sendiri Hantu Mata Picak mencekal Datuk Bandar0 Sati dari belakang. Lalu Datuk Gamp0 Alam merampas keris milik kakaknya. Dengan keris itu dia kemudian menusuk sekujur tubuh Datuk Bandar0 Sati bertubi-tubi hingga alhasil menemui janjkematian di tepi Ngarai Sian0k!”
Datuk Gamp0 Alam ibarat mendengar halilintar.
Saat itu terdengar pula dampratan Andana.
“Hanya untuk mendapatkan dan menjual rumah gadang milik Ayahku , kau membuat Surat Wasiat palsu! Kau bunuh Ayahku , kau c0ba membunuh aku! Datuk keparat! Kelak kau akan jadi puntung neraka!”
“Dusta! Fitnah! Kubunuh kau Sati! Kau mendendam padaku lantaran pernah dihajar 0leh anak buahku! Dan kau Andana menjatuhkan tuduhan palsu lantaran kau tidak suka saya memperistri Bunga! Kalau kau merasa benar mengapa tidak melap0r dan mengadu pada Tumenggung di Batusangkar?!”
Wir0 keluarkan bunyi tertawa. “Tumenggung itu sama saja bengsatnya dengan kau! Bukankah dia yang memenjarakan sahabatku ini sesuai dengan planning kalian berdua?! Seharusnya kau tidak perlu banyak bicara Datuk. Makin banyak kau bicara makin terungkap kelicikanmu!”
Pelipis Datuk Gamp0 Alam bergerak-gerak. Dia memandang pada Andana dan berkata. “Andana kemenakanku….”
“Jangan sebut saya kemenekanmu!” sergah Harimau Singgalang. “Hari ini putus kekerabatan mamak dengan kemenakan! Ingat! Aku tunggu kau di Ngarai Sian0k petang ini sebelum matahari tenggelam. Arwah Ayahku akan menyaksikan kematianmu di tempat kau membunuhnya dulu!”
“Anak keparat! Setan haram jadah!” carut Datuk Gamp0 Alam kemudian menyentakkan lehernya dan meludah ke tanah.
Andana memberi isyarat pada Wir0. Keduanya segera meninggalkan tempat itu.
Ketika Datuk Gamp0 Alam naik kembali ke atas rumah gadang , Mamak Rabiah tak ada lagi di situ. Meledaklah kemarahan sang Datuk. Apa saja yang ada di dekatnya pribadi ditendang dan dipukulnya!
Tiga 0rang istrinya tentu saja terkejut dan keluar dari kamar masing-masing.
“Ada apa Datuk? Mengapa mengamuk ibarat ini?” tanya Zainab istri paling tua.
Plaakkk! Jawaban berupa tamparan keras yang dilayangkan Datuk Gamp0 Alam ke pipi istrinya itu membuat Zaenab terpekik dan tersandar ke dinding.
EMPAT BELAS
Mamak Rabiah tidak lagi hanya melangkah tetapi kini berlari secepat yang bisa dilakukannya. Bunga yang sedang menyisir rambut di dalam rumah sangat terkejut ketika di pintu terdengar ketukan beruntun disertai bunyi memanggil-manggil.
“Bunga! Bunga! Lekas buka pintu Naaakk!”
Bunga melemparkan sisir ke atas sebuar rak kemudian bergegas membuka pintu.
“Ada apa Mak? 0rang Datuk Gamp0 Alam menyakiti Mamak lantaran men0lak pinangannya?!”
“Tidak Bunga. Bukan….. Ada hal lain yang lebih gawat dari itu. Malapetaka besar akan terjadi kau harus mencegahnya Nak. Hanya kau yang bisa mencegahnya….!”
“Apa yang harus saya cegah Mak? Malapetaka apa maksud Mamak?” tanya Bunga tak mengerti. “Minum dulu Mak , biar Mamak bisa hening dan bicara jelas….”
lalu gadis itu mengambil segelas air putih. Setelah meneguk hingga setengahnya dia berkata. “Nah , kini Mamak bisa bicara lebih jelas. Apa melapetaka yang Mamak katakan tadi itu. Lalu apa pula yang harus saya cegah….”
“Kakakmu….. Harimau Singgalang… Datuk Gamp0 Alam….” ucapan perempuan itu tersendat dan terputus-putus.
“Harimau Singgalang? Maksud Mamak Andana? Datuk Gamp0 Alam? Ada apa dengan mereka Mak?”
“Mereka akan saling berbunuhan. S0re ini! Di Ngarai Sian0k. Di situ mereka akan saling berbunuhan hingga salah satu dari mereka mati! Kau harus mencegah hal itu Bunga!”
“Aneh , apa pasal Mamak dan Kemenakan itu saling berbunuhan? Kalau itu betul kemudian bagaimana pula saya bisa mencegahnya?”
“Datuk Gamp0 Alam…. Ternyata dia yang membunuh Datuk Bandar0 Sati Ayah Andana. Adiknya itu dibunuhnya di Ngarai Sian0k. Kini Andana akan menuntut balas. Saat ini mereka tentu sudah berada dalam perjalanan….”
Bunga termenung beberapa lamanya. Dengan bunyi perlahan dia kemudian berkata. “Jika mereka memang maunya saling bunuh membunuh biarkan saja Mak.
Bukan urusan kita. Lagi pula saya yakin kakak Andana akan menang lantaran dia berada di pihak yang benar….”
“Justru lantaran itulah Bunga. Kau harus mencegah biar mereka tidak saling bunuh. Kau harus mencegah kakakmu itu tidak membunuh Datuk Gamp0 Alam.
Karena Datuk itu adalah….”
“Karena Datuk itu yaitu apa Mak?” tanya Bunga ketika Mamak Rabiah tidak meneruskan kata-katanya.
Mamak Rabiah tersengguk-sengguk. Air mata bercucuran deras ke pipinya.
Diulurkannya kedua tangannya merangkul Bunga. Lalu diantara sedu sedannya dia berkata. “Karena Datuk Gamp0 Alam bekerjsama Ayah kandungmu sendiri Bunga….”
Si gadis mer0nta melepaskan diri. Melangkah mundur dan memekik keras.
Gelas yang masih dipegangnya lepas terjatuh , pecah berantakan di lantai. Wajahnya tampak pucat sekali.bahunya bergetar menahan g0ncangan. Dia memandang pada Mamak Rabiah ibarat melihat hantu.
“Mamak….. Mamak tidak bicara dusta?”
Mamak Rabiah menggelengkan kepala. “Datuk Gamp0 Alam memang bekerjsama Ayah kandungmu Nak…..”
Bunga merasakan ibarat tulang belulangnya menjadi luluh. Gadis ini jatuh terduduk di lantai. Mamak Rabiah duduk pula di hadapannya.
“Maafkan Mamak Bunga. Selama ini Mamak selalu merahasiakan hal itu lantaran Mamak patuh pada pesan Ibumu….”
“Pesan Ibu saya?” kedua mata Bunga membesar. “Pesan apa Mak?” Bunga mengulurkan kedua tangannya kemudian mengg0cang pundak Mamak Rabiah. Tangis Mamak Rabiah semakin keras. Tidak tahan alhasil dia memeluk Bunga erat-erat.
“Kejadiannya sekitar dua puluh tahun lalu. Waktu itu Datuk Gamp0 Alam sedang berburu di rimba. Dia tersesat dan terpisah dari teman-temannya. Saat itu dalam keadaan terluka di salah satu kakinya , dia terpesat ke p0nd0k tempat kediaman Ibumu. Selama Datuk sakit terjangkit demam panas. Ibumulah yang merawatnya.
Ketika dia sembuh , Datuk Gamp0 Alam merasa berhutang budi. Lalu dia mengawini Ibumu. Selama Ibumu mengandung Datuk Gamp0 Alam tak pernah tiba lagi.
Ibumu melahirkanmu dalam keadaan sangat menderita. Mamak yang waktu itu bertindak sebagai dukun beranak men0l0ng Ibumu. Hanya sayang Ibumu telah kehabisan daya. Dia banyak mengeluarkan darah dan menghembuskan nafas ketika kau keluar dari rahimnya. Namun sebelum meninggal Ibumu sempat berpesan biar Mamak jangan memberi tahu kepadamu siapa Ayahmu. Juga dia berpesan biar saya mengambilmu sebagai anak sendiri dan merawatmu baik-baik….”
Bunga menjatuhkan dirinya ke dalam pangkuan Mamak Rabiah dan menangis keras-keras. Ketika tangisnya mulai reda , dengan bunyi parau gadis ini berkata.
“Seharusnya saya ikut mati bersama Ibu ketika itu…”
“Jangan berkata ibarat itu Nak….”
“Mamak , 0rang ibarat Datuk Gamp0 Alam itu sepantasnya dibiarkan mati dibunuh 0rang….”
“Jangan berpikiran ibarat itu Bunga. Baik atau buruknya dia , bagaimanapun dia yaitu Ayah kandungmu. Kau berasal dari tetesan darahnya Nak….”
Bunga menjerit kemudian meratap. “Saya tidak perduli pada Datuk Gamp0 Alam.
Saya kini menangisi nasib diri yang hina ini. Kalau Datuk Gamp0 Alam ayah saya dan Datuk Bandar0 Sati Ayah Andana berarti kami saudara sebapak. Berarti kami tidak akan pernah bisa…..” Bunga meraung keras.
“Bunga , Mamak sanggup merasakan apa yang ada di hatimu. Kini kau menyadari bahwa kau tak akan pernah bisa bersatu dengan c0w0k yang kau cintai itu. Pertalian darah antara Ayahmu dan Ayah Andana terlalu kuat….. Sekarang kau tahu mengapa Mamak meminta biar kau mencegah mereka saling bunuh. Lakukan sesuatu Bunga….. Selamatkan Ayahmu dan juga c0w0k yang kau kasihi itu….”
Harimau Singgalang dan Pendekar 212 Wir0 Sableng tidak kurang pintar untuk meninggalkan Datuk Gamp0 Alam begitu saja. Bukan tidak mungkin Datuk yang licik itu akan melarikan diri. Karena itu kedua c0w0k ini bersembunyi di satu tempat kelindungan , memperhatikan rumah gadang dari kejauhan. Dua pahlawan ini tidak menunggu lama. Se0rang pelayan kelihatan menuntun seek0r kuda hitam ke dekat tangga rumah gadang. Tak lama kemudian kelihatan Datuk Gamp0 Alam menuruni rumah. Dia mengenakan pakaian galemb0ng serba hitam. Keninngnya diikat dengan sehelai kain hitam pula. Di pinggangsebilah keris terselip sebilah keris emas yang bukan lain yaitu keris Tuanku Ameh Nan Sabatang yang dicurinya dari Andana. Di pinggang kanan terselip sebuah saluang (suling khas Minang)
“Datuk keparat itu sudah siap hendak berangkat. Tapi aneh mengapa dia membawa saluang segala?” membuka verbal Andana di tempat yang kelindungan.
“Bukan tidak mungkin itu bukan suling biasa Andana. Pasti ada tuah kesaktiannya….” menyahuti Wir0.
Saat Datuk Gamp0 Alam naik ke atas kuda hitamnya , tiga istrinya berada di belakang jendela tengah rumah gadang. Zainab istri tua berkata pada dua madunya.
“Saya punya firasat , Datuk Gamp0 Alam tak akan pernah kembali lagi ke rumah gadang ini.”
Begitu Datuk Gamp0 Alam memacu kudanya meninggalkan Pagaralam , Andana dan Wir0 segera menguntit dari kejauhan. Sementara itu dari jurusan lain sebuah kereta tua ditarik 0leh seek0r kuda besar meluncur kencang ke arah Barat Laut di mana berdiri tegak Gunung Merapi. Saisnya se0rang c0w0k berk0piah hitam kupluk sedang di sebelahnya duduk se0rang gadis manis yang menutupi wajahnya dengan sehelai selendang. Dia bukan lain yaitu Bunga anak kandung Datuk Gamp0 Alam.
Ngarai Sian0k diselimuti kesunyian. Sesekali angin bertiup kencang. Di Timur langit tampak kemerahan tanda sang surya berisap-siap untuk masuk ke ufuk tenggelamnya. Datuk Gamp0 Alam turun dari kudanya , membiarkan hewan itu merumput. Dia memandang berkeliling kemudian melangkah ke tepi Ngarai. Sunyi , tak ada siapa-siapa di tempat itu. Sesaat dia memeprhatikan keadaan di sekelilingnya dengan rasa tegang.
Anak keparat itu masih belum muncul rupanya. Atau dia memang tak akan muncul?!
Baru saja dia membatin begitu tiba-tiba dari balik tanah yang ketinggian muncul dua 0rang penunggang kuda yang sama-sama mengenakan pakaian putih.
“Kurang ajar!” rutuk Datuk Gamp0 Alam. “Pemuda Jawa itu apa-apaan dia ikut bersama anak setan ini!”
Begitu Andana dan Wir0 hingga di hadapannya Datuk Gamp0 Alam pribadi menegur sinis sambil bert0lak pinggang.
“Rupanya kau tidak punya nyali untuk tiba sendirian!”
Andana hendak menjawab. Tapi Wir0 cepat mendahului. “Kami memang tiba berdua , tapi yang punya urusan dengan insan buruk licik sepertimu ini Cuma satu. Kemenakanmu sendiri. Apa kau merasa ngeri menghadapainya….?”
Tampang Datuk Gamp0 Alam kelihatan kelam kemerahan. Dia berpaling pada Andana. “Kau inginkan nyawaku. Mengapa masih 0ngkang-0ngkang di atas kuda?
Turunlah untuk menerangkan verbal besarmu bahwa kau memang punya kemampuan membunuhku Andana tersenyum. Dia melirik pada Wir0. Murid Sint0 Gendeng pribadi membuka mulut. “Rupanya Datuk kita ini ingin cepat-cepat menemui kematiannya.
Apa pendapatmu s0bat?”
“Aku masih mau memberi kesempatan padanya untuk bert0bat dan minta ampun pada Tuhan sebelum meregang nyawa menghadap Penguasa Akhirat!”
Muka Datuk Gamp0 Alam ibarat udang direbus. Lehernya disentakkan.
“Anak setan! Kau yang akan jadi cacing tanah lebih dulu!” hardik Datuk Gamp0 Alam. Begitu Andana mel0ncat turun dari kudanya pribadi saja dia menyerang dengan j0t0san keras ke arah pinggang. Andana tidak tinggal diam. Masih melayang di udara kaki kanannya melesat ke arah kepala Pamannya itu. Mau tak mau Datuk Gamp0 Alam terpaksa tarik pulang serangannya. Dia membalik ke kiri dengan cepat.
Begitu tendangan Andana lewat sang Datuk balas menghantam dengan kaki kanan.
Andana berseru kaget. Kaki sang Datuk menyambar begitu cepat dan tak terduga.
Sedang dari mulutnya terdengar bunyi aneh ibarat hewan mencicit. Selanjutnya tubuhnya tampak bergerak kian kemari , melenting-lenting ibarat b0la , tangan dan kakinya berkelebat aneh dalam gerakan-gerakan yang tidak terduga , menggapai mer0bek ganas. Inilah ilmu silat “tupai pesisir” yang sangat berbahaya. Baru dua jurus mengeluarkan ilmu silat aneh itu terdengar bunyi pakaian r0bek. Andana mel0mpat mundur. Pakaian putihnya r0bek di belahan dada dan kulit dadanya kelihatan tergurat cukup dalam hingga tampak darah mengambang.
“Anak setan! Itu peringatan pertama untukmu!” kata Datuk Gamp0 Alam.
“Sebentar lagi akan kuputus urat lehermu! Kini saya yang memberi kesempatan padamu untuk bert0bat sebelum mampus!”
Andana ganda tertawa. Tubuhnya membuat gerakan ibarat merunduk. Tibatiba kakinya melest ke atas kemudian menderu ke bawah. Datul Gamp0 Alam tersentak kaget melihat gerakan silat yang aneh ini. Namun dia tidak berkesempatan memperhatikan lebih lama lantaran ketika itu serangan-serangan si c0w0k tiba bertubi-tubi. Inilah ilmu silat Kumang0 Tujuh Serangkai yang dipelajari Andana dari gurunya Datuk Alis Merah di Asahan.
Dalam ilmu silat Datuk Gamp0 Alam punya pengetahuan dan pengalaman luas. Dia tahu betul kehebtan dan kelemahan masing-masing ilmu silat. Namun sekali ini dia dibentuk tak berdaya dan tak bisa mengira ilmu silat apa yang dimainkan Andana untuk menyerangnya. Saat demi ketika dia merasa tekanan yang berat dan membuatnya terdesak. Satu kali ketika dia terlambat mengelak , pukulan tepi telapak tangan kanan Andana bersarang di bahunya. Sang Datu mengeluh tinggi. Tulang bahunya ibarat remuk. Dalam keadaan termiring-miring Datuk Gamp0 Alam cabut saluang di pinggangnnya.
“S0batku , jikalau saluang itu ditiupnya kau b0leh menyanyi dan saya akan menari!” Pendekar 212 yang berada di tepi kalangan perkelahian. Sementara itu udara di atas Ngarai Sian0k tiba-tiba saja berubah mendung.
“Anak-anak setan!” kata Datuk Gamp0 Alam. “Kalian b0leh menegjek! Lihat saja apa yang akan terjadi dengan diri kalian! Aku sudah mencium kematian kalian!”
Lalu Datuk Gamp0 Alammeniup saluangya kuat-kuat. Bersamaan dengan terdengarnya bunyi lengkingan saluang tiba-tiba dari l0bang sebelah bawah seruling bambu itu keluar dua buah gelembung yang ketika demi ketika semakin besar , semakin besar dan alhasil berubah bentuk menjadi dua mahluk katai berkulit merah dan hanya mengenakan cawat. Kepala b0tak sedang gigi-gigi serta taring-taring yang runcing panjang kelihatan mengerikan. Jari-jari tangannya pendek-pendek tetapi berkuku panjang berwarna hitam legam!
“Anak-anak , kalian sudah lama tidak menghisap darah. Lekas serang c0w0k yang sebelah depan. Jika kawannya berusaha membantu , bunuh keduanya!”
Mahluk katai aneh itu berteriak hingar bingar kemudian melesat ke depan , menger0y0k Andana. Gerakan dua mahluk katai ini cepat bukan main. Sepuluh kuku jari mereka berkelebat ganas. Setiap menyerang , mereka berusaha mendekatkan verbal pada perut atau dada dan leher Andana. Jelas mahluk ini memang ingin menyed0t darah si pemuda. Diker0y0k dua begitu rupa Andana kembali mainkan jurus-jurus ilmu silat Kumang0 Tujuh Serangkai.
Dengan ilmu silatnya ini Andana berhasil menggebuk , menj0t0s dan menendang dua mahluk itu. Tapi anehnya ibarat tidak merasa , keduanya tertawatawa dan berjingkrak-jingkrak setiap kali kena hantaman!
Ilmu iblis! Rutuk Andana dalam hati. Jari tangannya diarahkan lurus-lurus pada dua mahluk katai itu. Ketika did0r0ngkan ke depan , satu larik sinar merah panas menderu ganas ke arah mahluk katai di sebelah kanan. P0h0n bahkan watu sekalipun akan hancur berantakan terkena pukulan “inti api” yang barusan dilepaskan Andana.
Namun yang diserang kelihatan tertawa-tawa. Begitu sinar merah menyambar di depan mukanya , dia membuka mulutnya lebar-lebar. Lalu ibarat se0rang melahap kuliner yang lezat begitulah dia menelan sinar api panas pukulan sakti itu.
Sementara itu kawannya sambil berjingkrak-jingkrak sesekali bergelantungan pada jalus sinar merah panas se0lah benda itu yaitu seutas tali! Di sebelah sana Datuk Gamp0 Alam terus saja tiup saluangnya.
Celaka , saya tak bisa bertahan lebih lama! Keluh Andana dalam hati. Berarti ancaman besar mengancamnya kini. Pemuda ini melirik ke arah Wir0 se0lah minta dibantu. Dalam keadaan ibarat itu Pendekar 212 tidak mau turun tangan dan melaksanakan penger0y0kan. Setelah berpikir keras murid Sint0 Gendeng ini berkata.
“S0batku Harimau Singgalang. Jika ek0rnya tak bisa dihancurkan , mengapa tidak kembali ke asalnya?”
Mula-mula Andana tidak mengerti ucapan itu. Namun begitu dia paham maka pribadi saja dia mel0mpat ke udara. Dua mahluk katai ikut mel0mpat. Dari atas Andana lepaskan lagi pukulan sakti “inti api” Sekali ini bukan diarahkan pada dua mahluk katai berkepala b0tak yang matian-matian berusaha menancapkan taringtaringnya ke belahan tubuh Andana untuk kemudian dised0t darahnya. Kini yang menjadi target Andana yaitu saluang yang ditiup Datuk Gamp0 Alam , sari mana dua mahluk tadi keluar secara aneh.
Wussss!!!
Braaak!!
Saluang yang ditiup sang Datuk hancur berantakan. Datuk Gamp0 Alam sendiri terlempar dua langkah dan terduduk di tanah. Salah satu jarinya tampak mengucurkan darah!
LIMA BELAS
Bersamaan dengan hancurnya saluang di tangan Datuk Gamp0 Alam dua mahluk katai terdengar menjerit keras. Tubuh mereka perlahan-lahan menciut hingga alhasil hanya tinggal seujung jari kelingking untuk kemudian lenyap tanpa bekas!
Datuk Gamp0 Alam cepat bangun berdiri. Mukanya kelam membesi sementara huja mulai turun rintik-rintik di tempat itu. Dari arah Timur ketika itu sebuah kereta meluncur cepat menuju Ngarai Sian0k.
“Anak setan!” tiba-tiba Datuk Gamp0 Alam membentak , tangan kanannya bergerak mencabut keris Tuanku Ameh Nan Sabatang. “Dulu dengan keris sakti bertuah ini kuhabisi Bapakmu! Rupanya sudah menjadi takdir , kaupun akan menemui janjkematian di tanganku , dengan keris ini!” begitu senjata itu digerakkan sinar kuning berkiblat. Andana merasa ada hawa hirau taacuh menyambar. Cepat-cepat dia kerahkan tenaga dalam dan lepaskan satu pukulan tangan k0s0ng. Sang Datuk merasa se0lah did0r0ng 0leh satu temb0k besar. Karenanya dia kerahkan tenaga dalamnya hingga tangannya yang memegang keris bergetar hebat. Pada puncak bentr0kan tenaga dalam dengan cerdik Datuk Gamp0 Alam membuat gerakan menyusup dari samping. Sinar kuning kembali berkiblat. Andana merasakan ada hawa hirau taacuh menyambar wajahnya. Secepat kilat dia mel0mapt ke kiri dan balas menyerang.
Seperti sudah diketahui dalam ilmu silat meskipun mempunyai pengalaman luas , namun Datuk Gamp0 Alam masih kalah jauh dengan kemenakannya itu. Karena untuk mempergunakan keris sebagai senjata harus didasari dengan ilmu silat juga maka walau senjata itu sakti bertuah tetap saja Datuk Gamp0 Alam tak bakal bisa mempecundangi lawannya. Malah dalam satu gebrakan hebat Andana berhasil mennendang lengan kanan Datuk Gamp0 Alam. Keris Tuanku Ameh Nan Sabatang mencelat ke udara. Andana mel0mpat menyambuti selagi keris itu jatuh ke bawah.
“Saatmu mendapatkan kematian Datuk keparat!” teriak Andana. Smbil melayang turun dia tusukkan keris di tangan kanannya ke arah Datuk Gamp0 Alam. Keris menyambar dari arah kiri. Datuk Gamp0 Alam mengelak ke kanan. Mendadak Andana menggebrak ke kanan. Keris sakti bertuah kembali menusuk.
Breettt!
Baju Datuk Gamp0 Alam di belahan pundak kanan r0bek besar. Namun tubuhnya l0l0s dari tusukan keris emas itu. Tiba-tiba Datuk Gamp0 Alam keluarkan bunyi ibarat anjing mel0l0ng. Bersamaan dengan itu kedua tangannya mencekal pergelangan tangan kanan Andana kemudian ditarik kuat-kuat. Terjadilah satu hal yang tidak bisa diterima akal. Tubuh Datuk Gamp0 Alam lenyap amblas ke dalam tanah.
Andana berteriak kesakitan sewaktu tangannya yang memegang keris terseret di atas permukaan tanah. Tubuhnya berguling jungkir balik. Dia berusaha melepaskan tangannya namun sia-sia.
Pendekar 212 berseru kaget melihat insiden itu. Ilmu iblis apa yang dimiliki Datuk keparat itu. Bagaimana dia bisa masuk ke dalam tanah dan menarik tangan Andana.
Pekik Andana semakin keras. Dengan tangan kirinya dia berusaha memukul gunjulan tanah yang bergerak yang rupanya yaitu tubuh atau kepala Datuk Gamp0 Alam. Tapi tidak ada hasilnya. Sementara itu jari-jari tangan dan daging di belahan belakang telapak tangannya telah mengelupas. Dari langit hujan turun mulai lebat.
Anak Datuk Bandar0 Sati itu tak tahu lagi apa yang harus diperbuatnya guna melepaskan tangannya.
Wir0 yang juga dalam keadaan gundah lantaran tidak tahu harus men0l0ng bagaimana , untuk beberapa ketika hanya bisa berlari di samping Andana. Sambil lari alhasil Wir0 keluarkan Kapak Maut Naga Geni 212. Dengan senjata ini dihantamnya belahan tanah yang menggunjul dan bergerak. Cahaya putih menyilaukan yang disertai hamparan hawa panas luar biasa dan dibarengi bunyi ibarat taw0n mengamuk menggema di tempat itu.
Tanah dan pasir serta batu-batu kerikil muncrat berterbangan. Di tanah kelihatan l0bang sedalam satu jengkal. Ternyata hantaman Kapak Maut Naga Geni 212 tidak men0l0ng walau sudah dipukulkan beberapa kali. Tangan kanan Andana semakin parah. Darah mulai mengucur sedang lapisan kulit dan daging sudah terkelupas dalam. Satu hal yang masih bisa dilakukannya , keris Tuanku Ameh Nan Sabatang tidak mau dilepaskannya dari genggamannya. Pada ketika itulah tiba-tiba terdengar bunyi mengaum dahsyat. Dalam udara yang semakin gelap itu sementara hujan bertambah lebat tiba-tiba muncul seek0r harimau besar.
Pendekar 212 hingga tersurut saking kagetnya. Andana tidak kalah kejutnya.
Namun entah mengapa c0w0k ini tiba-tiba saja menjadi tenang. Saling bertatapan begitu dekat Andana membatin.
Binatang ini , saya yakin yaitu harimau yang muncul mengawal Ayahku waktu di Asahan dulu. Ayah , apakah kau mengirimkannya untuk men0l0ngku?
Binatang jejadian itu mengaum sekali lagi. Lalu tubuhnya menukik ke bawah dan astaga! Harimau besar amblas lenyap ke dalam tanah.
Saat itu pula cekalan pada lengan Andana terlepas. Lalu terjadilah hal luar biasa. Di dalam perut bumi terdengar bentakan-bentakan insan dan auman harimau berulang kali. Se0lah tengah terjadi perkelahian antara insan dengan seek0r harimau. Hal itu tidak berlangsung lama. Didahului 0leh satu l0l0ngan panjang dan auman yang menggetarkan tanah , tiba-tiba dari dalam tanah melesat s0s0k tubuh Datuk Gamp0 Alam. Tubuh dan kepalanya hingga ke muka penuh bersel0m0tan tanah hingga kelihatan menyeramkan. Di samping itu pada pundak kiri , pangkal leher dan bawah dagu ada luka panjang ibarat dicakar.
Untuk kedua kalinya dari dalam tanah melesat keluar harimau besar itu.
Telinga kirinya kelihatan mengucurkan darah. Binatang ini memandang Datuk Gamp0 Alam sesaat , mengaum keras membuat sang datuk tersurut gentar kemudian berputar-putar beberapa kali mengelilingi Andana , mengaum sekali lagi dan lenyap!
Pendekar 212 gelengkan kepala dan leletkan lidah.
Kawatir kalau musuh besar pembunuh Ayahnya itu akan masuk kembali ke perut bumi Andana yang masih memegang keris Tuanku Ameh Nan Sabatang cepat menyerbu dan kirimkan satu tikaman ke arah batang leher Datuk Gamp0 Alam.
Perkelahian seru terjadi hingga delapan jurus. Walaupun belum sanggup melukai lawannya dengan senjata sakti bertuah itu namun Andana lagi-lagi membuat sang Datuk terdesak hebat.
Jahanam , ilmu silat apa yang dimiliki anak setan ini hingga saya tidak bisa memecahkan kelemahannya! Maki sang Datuk. Sebelum Andana menyerbunya kembali dia mel0mpat mundur.
“Kau kira kau bisa lari dari kematianmu Datuk celaka!” teriak Andana.
Datuk Gamp0 Alam menyeringai. “Siapa yang lari ,” jawab Datuk Gamp0 Alam sambil menyentakkan leher dua kali. Kedua tangannya disilangkan di depan dada. Mulutnya berk0mat-kamit. Kedua matanya dikejapkan. Wutt….wuuuttt! Dari kedua mata itu tiba-tiba melesat sebuah benda putih panjang , meliuk-liuk ibarat ular.
Selagi Andana dan Wir0 terperangah melihat hal itu sang Datuk g0yangkan kepalanya.
Dua hewan putih lagi melesat keluar. Kini dari indera pendengaran kiri kanan. Ketika dia mendengus , maka sepasang berikutnya melesat keluar dari hidung. Datuk Gamp0 Alam membuka mulutnya lebar-lebar. Benda yang sama dalam ukuran lebih besar menderu keluar dari mulutnya. Benar-benar mengerikan!
“Gila! Ilmu apa ini?!” ujar Wir0 sementara Andana memasang kuda-kuda dan menyiapkan pukulan “inti api” di tangan kiri.
Ternyata masih ada lagi dua benda putih panjang keluar dari tubuh sangDatuk.
Satu dari anusnya dan satu lagi dari l0bang kemaluannya. Ternyata binatang-binatang itu keluar dari setiap l0bang yang ada di tubuhnya!
“Kau takut anak setan?!” ujar Datuk Gamp0 Alam seraya melangkah mendekati Andana. “Ilmu Belut Putih hanya saya yang mempunyai di dunia! Kau merupakan k0rbannya yang pertama!” Habis berkata begitu Datuk Gamp0 Alam
keluarkan bunyi mendengus dari hidungnya. Dua ek0r belut putih yang ada di dua l0bang hidungnya melesat ke arah Andana.
Harimau Singgalang berteriak keras. Tangan kirinya dihantamkan. Pukulan “inti api” menyambar belut putih yang di kiri tapi luput. Belut putih yang kedua dibabatnya dengan keris Tuank Ameh Nan Sabatang.
Crasss! Belut itu terkutung dua. Tapi begitu jatuh ke tanah hidup kembali dan menjadi dua ek0r , terus menyerang Andana. Datuk Gamp0 Alam tertawa mengekeh.
Belut putih besar dimulutnya meluncur semakin panjang dengan kepala tegak siap untuk mematuk.
Belut putih pertama yang l0l0s dari pukulan “inti api” melesat ke muka Andana. Sebelum c0w0k ini sempat mengelak hewan ini telah menyusup masuk ke dalam l0bang hidung kiri Andana! Pemuda ini jadi gelagapan dan berusaha menarik keluar belut yang masuk ke dalam hidungnya itu. Tapi semakin ditarik semakin dalam masuknya hewan ini. Darah mulai mengucur.
“Celaka!” seru Pendekar 212. tanpa menunggu lebih lama dia segera cabut Kapak Maut Naga Geni 212 dan mel0mpat ke hadapan Andana. Sinar terang menyilaukan berkiblat di bawah udara gelap dan curahan hujan.
Crass! Belut putih di hidung Andana putus dua , jatuh ke tanah dan hidup lagi!
Dua hewan ini kini menyerang Wir0!
“Keparat sialan! Apa yang harus kulakukan!” ketika itu salah seek0r dari belut putih itu berhasil menancapkan mulutnya di betis kiri Pendekar 212. Wir0 hendak merambasnya dengan senjata mustikanya. Tapi percuma saja pikirnya lantaran itu hanya akan menambah banyaknya jumlah binatang-binatang jejadian itu! Dengan menggeram Wir0 berpaling pada Datuk Gamp0 Alam. Dia ingat sesuatu. Hatinya meragu. Tadi Andana telah menghantam belut putih itu dengan pukulan “inti api”.
Jika dia menghantam dengan watu apinya , apakah akan mempan? Tak ada jalan lain.
Dia harus menc0ba. Kalau tidak dia akan menemui janjkematian bersama Andana di tempat itu!
Dari balik pakaiannya murid Sint0 Gendeng keluarkan sebuah watu hitam empat persegi yang merupakan pasangan Kapak Maut Naga Geni 212. Batu ini dig0s0kkannya kuat-kuat ke mata kapak dan diarahkan pada Datuk Gamp0 Alam.
Disaat yang sama sang Datuk buka mulutnya lebar-lebar. Belut putih paling besar yang bergelantungan di mulutnya melesat menyambar ke leher Pendekar 212.
Wusss!
Lidah api yang luar biasa panasnya menyambar. Belut putih besar yang menyerang Wir0 mencelat mental , hancur cerai berai di udara. Ketika jatuh ke tanah ternyata hewan jejadian ini tidak berkembang biak menjadi banyak. P0t0nganp0t0ngan tubuhnya bermetam0rf0sis asap dan alhasil sirna.
Datuk Gamp0 Alam tersentak kaget. Kesempatan ini dipergunakan 0leh Wir0 untuk menghantam lagi dengan g0s0kan kapak dan batu. Sekali ini dia mengerahkan seluruh tenaga dalamnya sementara andana berusaha melepaskan diri dari gigitan dua ek0r belut putih yang menancap di pahanya kiri kanan!
Datuk Gamp0 Alam berteriak keras ketika satu gel0mbang api sebesar rumah mengggebubu ke arahnya. Di lain kejap tubuhnya karam dalam k0baran api.
Semua belut putih yang ada di tubuhnya hancur cerai berai. Anehnya yang ada di tempat lain ibarat yang menancap di kaki Wir0 dan Andana ikut-ikutan leleh , berubah jadi asap kemudian lenyap!
Dalam k0baran api kelihatan s0s0k Datuk Gamp0 Alam melesat ke atas.
Begitu k0baran api lenyap kelihatan 0rang ini tegak menyeringai sambil bert0lak pinggang. Tubuhnya tidak cidera sedikitpun. Bahkan pakaiannya sama sekali tidak hangus! Sarung keris emas bertuah yang ada di pinggangnya juga kelihatan tidak mengalami kerusakan. Hanya ilmu “belut putih”-nya saja yang musnah!
Luar biasa! Bagaimana ada insan sehebat bedebah satu ini! Kertak Wir0. Di sampingnya Andana keluarkan bunyi menggeram.
“Anak setan! Kau telah ikut campur urusanku! Berarti kau menentukan mampus bersama kemenakan durhaka itu!” Datuk Gamp0 Alam berkata dengan mimik bengis.
“Kalian berdua silahkan maju bersamaan biar waktuku tidak terbuang percuma!”
Wir0 tertawa gelak-gelak. “Lagakmu hebat amat Datuk! Kau akan mati jadi setan ingin tau lantaran tak sanggup mengawini Bunga! Ha….ha…..ha…..!”
Mendengar kata-kata Wir0 itu mendidihlah amarah Datuk Gamp0 Alam.
Kepalanya disentakkan dua kali kemudian didahului bentakan keras dia mel0mpat ke arah Wir0 dan Andana.
“Sahabat ,” kata Wir0 pada Andana. “Kau pergunakan kapak ini. Kerahkan tenaga dalammu setiap kau melaksanakan serangan!”
Wir0 melemparkan Kapak Maut Naga Geni 212 pada Andana.
ENAM BELAS
Harimau Singgalang ini tak sempat berpikir banyak dan cepat menyambuti senjata mustika itu. Ketika Datuk Gamp0 Alam mel0mpat ke hadapannya sambil melancarkan satu pukulan tangan k0s0ng , Andana segera menyambut dengan salah satu jurus terhebat ilmu silat Kumang0 Tujuh Sarangkai , membuat sang Datuk terpaksa bersurut.
Dua jurus menggebrak Kapak Maut Naga Geni 212 berhasil membabat pundak kiri lawan. Datuk Gamp0 Alam berteriak setinggi langit. Darah muncrat. Bahu kirinya putus dan jatuh ke tanah. Tapi begitu p0t0ngan tangan itu menyentuh tanah , tiba-tiba p0t0ngan itu melesat kembali ke tempatnya semula di pangkal pundak sang Datuk.
Bersamaan dengan itu Datuk Gamp0 Alam tertawa mengekeh.
“Kalian bermimpi kalau mengira bisa membunuh Datuk Gamp0 Alam!”
Habis berkata begitu sang Datuk s0r0ngkan kepalanya ke depan. “Kau b0leh menabas batang leherku! Aku tidak akan melawan! Ha…ha….ha….”
“Kurang ajar!” kertak Andana. Sekali berkelebat dia babatkan Kapak Maut Naga Geni 212. sinar putih menyilaukan berkiblat panas disertai bunyi keras ibarat ratusan taw0n mengamuk. Yang dituju Andana benar-benar batang leher Pamannya itu.
Craaaas!
Lagi-lagi darah menyembur begitu leher Datuk Gamp0 Alam putus.
Kepalanya jatuh dan menggelinding ke tanah. Dan pada ketika kepala itu pula kepala ini melesat kembali ke tempatnya semula! Leher yang putus bersambung kembali tanpa kelihatan sedikit ciderapun!
Datuk Gamp0 Alam tertawa bergealk sementara Andana dan Wir0 Sableng tertegun saling pandang dengan muka pucat. Wir0 tiba-tiba ingat pada keterangan kakek sakti Tua Gila. Yaitu bahwa walau ditabas jadi berapa p0t0nganpun Datuk Gamp0 Alam tidak akan bisa mati selama tubuhnya atau kedua kakinya masih menginjak bumi!
Hujan turun makin lebat. Udara mulai gelap lantaran di Barat sang surya siapi tenggelam. Sementara itu dari arah Selatan Ngarai Sian0k sebuah kereta meluncur cepat ke arah tempat di mana Andana dan Wir0 serta Datuk Gamp0 Alam berada.
“Apa yang harus kita lakukan?” Andana mendekati Wir0 dan berbisik.
Murid Eyang Sint0 Gendeng usap mukanya yang berair 0leh air hujan.
“Sese0rang pernah memberi tahu kelemahan ilmu insan iblis ini. Kita harus memancingnya….” Lalu Wir0 berpaling pada Datuk Gamp0 Alam.
“Datuk ilmumu memang tinggi. Tapi sayang cuma sulapan belaka. Apa kau berani untuk ditabas lehernya sekali lagi?!”
Datuk Gamp0 Alam menyeringai. “Kalian akan segera mampus di tanganku.
Tak ada salahnya mengikuti apa kemauan kalian barang sebentar. Silahkan kau mau membac0k dan menabas di belahan mana saja yang kau sukai!” Sambil tertawa memandang enteng dengan s0mb0ngnya Datuk Gamp0 Alam s0r0ngkan kepalanya ke depan. Wir0 berpaling pada Andana dan anggukkan kepalanya.
Tangan kanan Harimau Singgalang bergerak. Kapak Maut Naga Geni 212 berkelebat. Sinar menyilaukan berkiblat disertai deru keras dab hawa panas.
Crassss!
Untuk kedua kalinya leher Datuk Gamp0 Alam putus. Darah muncrat dan kepalanya menggelinding jatuh di tanah. Saat itu pula Wir0 mel0mpat dan menyambar pinggang sang Datuk. Tubuh 0rang ini kemudian dipanggulnya hingga
kedua kakinya tidak menginjak bumi!
Dari kepala yang tercampak di tanah terdengar bunyi Datuk Gamp0 Alam.
“Turunkan tubuhku! Turunkan saya ke tanah!” Tubuh yang dipanggul Wir0 melejanglejangkan kaki dan tangannya namun tidak berdaya untuk melancarkan serangan lantaran gerakannya makin lama makin lemah.
Dalam ngeri dan tidak percayanya melihat apa yang terjadi Andana hanya bisa tertegak diam. Suara teriakan Datuk Gamp0 Alam semakin perlahan dan mendelik.
Pada ketika itulah sebuah kereta meluncur cepat dan berhenti di tempat itu. Dari atas kereta terdengar jeritan perempuan.
“Bunga!” seru Andana.
Wir0 berpaling. Bunga hampir pingsan melihat kepala ayahnya menggeletak di tanah sedang tubuhnya yang lain dipanggul 0leh Wir0. Dari kutungan leher kelihatan darah mengucur.
“Demi Tuhan! Ya Allah! Apa yang terjadi! Jangan bunuh! Jangan bunuh dia!
Dia Ayah saya…..” Habis berteriak begitu Bunga tersungkur jatuh di tanah yang becek.
Dua mata Datuk Gamp0 Alam yang mendelik berputar ke arah Bunga dan menatap gadis itu dengan pandangan aneh. Mulutnya terbuka. Tapi tak terdengar apa yang diucapkannya.
Akan halnya Wir0 , begitu melihat Bunga dan mendengar ucapan gadis tiu , tubuh Datuk Gamp0 Alam yang dipanggulnya terjatuh lepas. Pada ketika dua kaki sang Datuk menyentuh tanah , tiba-tiba kutungan kepalanya melesat menuju lehernya! Sang Datuk hidup kembali!
“Celaka!” seru Wir0. Andana bersurut mundur. Datuk Gamp0 Alam memandang berkeliling kemudian melangkah ke arah Bunga.
“Jangan dekati gadis itu!” teriak Andana.
Datuk Gamp0 Alam tidak perduli. Dia melangkah terus. Ada rasa takut di hati Bunga ketika melihat Datuk Gamp0 Alam mendekatinya. Dia cepat berdiri.
“Bunga….. Tadi kau menyampaikan aku…..aku….ini Ayahmu…..? Atau telingaku salah mendengar?” Ucapan itu keluar dari verbal Datuk Gamp0 Alam.
“Manusia jahat sepertimu tidak mungkin menjadi Ayah gadis itu!” teriak Andana seraya mendatangi. Keris Tuanku Ameh Nan Sabatang ditusukkannya ke dada sang Datuk.
“Kakak…. Demi Tuhan! Jangan bunuh dia! Sudahi semua permusuhan ini!
Datuk Gamp0 Alam yaitu Ayah kandung saya……”
Pendekar 212 jadi garuk-garuk kepala. Andana ternganga dan membeliak tak berkesip. Datuk Gamp0 Alam keluarkan jeritan keras. Lalu putar tubuhnya dan lari ke arah sebuah bukit kecil di ujung Ngarai Sian0k.
“Ayah! Kau mau kemana?!” teriak Bunga memanggil. Ketika dia hendak mengejar Andana cepat memegang lengan gadis itu. “Ayah…..!”
Datuk Gamp0 Alam tidak perdulikan teriakan Bunga. Dia lari terus hingga alhasil tiba di atas bukit kecil. Pada ketika itu terdengar guntur menggelegar. Langit terang benderang. Petir tampak menyambar di puncak bukit. Bunga terpekik keras ketika melihat bagaimana petir menghantam tubuh Ayahnya. Tubuh Datuk Gamp0 Alam kelihatan mengepulkan asap kemudian terbanting r0b0h ke tanah bukit.
“Ayah!” teriak Bunga. Kali ini Andana tak kuasa lagi menahan gadis itu. Dia mengikuti lari Bunga dari belakang. Begitu juga Wir0. Mereka menuju ke puncak bukit.
“Jangan!” kata Andana ketika Bunga hendak menjatuhkan diri memeluk tubuh Datuk Gamp0 Alam yang masih sangat panas dan mengepulkan asap serta tak karuan bentuknya itu. Anehnya sarung keris Tuanku Ameh Nan Sabatang tampak tergeletak tak jauh dari mayat Datuk Gamp0 Alam. Ketika Bunga mendudukkan dirinya di tanah dan menangis keras. Andana melangkah mengambil sarung keris itu. Lalu dia kembali mendekati Bunga. Beberapa lamanya dipandanginya gadis itu. Lalu terdengar dia berkata.
“Bunga….”
Bunga menurunkan kedua tangannya yang digunakan menutupi wajahnya.
“Saya harus pergi sekarang. Sahabat saya Wir0 akan mengantarkanmu pulang.
Dia juga akan mengurusi mayit Datuk Gamp0 Alam kalau dia memang Ayahmu….”
“Kakak hendak kemana?” tanya Bunga dengan pengecap kelu.
“Saya belum tahu mau pergi kemana. Saya titipkan rumah gadang dan isinya padamu…..”
Gadis itu berusaha berdiri hendak merangkul tubuh Andana. Tapi Harimau Singgalang memutar tubuh dengan cepat dan meninggalkan bukit di tepi Ngarai Sian0k itu menuju ke Timur.
Tak ada perubahan pada telaga di Asahan itu. Suasana sejuk terasa menyegarkan. Tiupan angin se0lah memberikan kekuatan yang ajaib. Di ujung jalan yang menurun Harimau Singgalang sudah sanggup melihat gadis itu duduk membelakanginya , menghadap ke telaga yang jernih. Seperti punya firasat kalau ada sese0rang tegak memperhatikannya dari kejauhan , Halidah berpaling.
Sesaat gadis itu tercengang. Bibirnya yang merah segar terbuka dan terdengar suaranya berkata antara percaya dan tidak.
“Betul Abang yang saya lihat ini….?”
Andana tertawa lebar. Dia melangkah cepat-cepat sambil membuatkan kedua tangannya. Halidah tak sanggup menahan hatinya lagi. Gadis ini berteriak kemudian karam ke dalam pelukan hangat Andana.
“Jangan pergi lagi Bang. Jangan tinggalkan saya lagi untuk selamaselamanya….” bisik Halidah. Air matanya terasa hangat di dada Andana.
“Abang tak akan pergi lagi Halidah. Tak akan Abang tinggalkan lagi kau untuk selama-lamanya ,” bisik Andana kemudian mencium dalam-dalam rambut hitam Halidah.

TAMAT

No comments for "Harimau Singgalang WIRO SABLENG Cerita Silat Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 Karya: Bastian Tito"