Geger Di Pangandaran WIRO SABLENG Cerita Silat Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 Karya: Bastian Tito
WIRO SABLENG
Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya: Bastian Tito
EP : GEGER DI PANGANDARAN
Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya: Bastian Tito
EP : GEGER DI PANGANDARAN
1
SEPASANG mata Pendekar 212 sesaat membesar tak berkesip. Dadanya berdebar keras. “Dewi Payung Tujuh! Akhirnya kutemui kau!” kata Wiro menggeram dalam hati. Kalau dituruti amarahnya , rasanya mau beliau menyerbu si gadis ketika itu juga. Sambil mengepalkan tinju murid Sinto Gendeng berusaha menekan gejolak dendam yang bersarang dalam dirinya semenjak beberapa waktu.Orang renta pemilik rumah makan menyambut kedatangan Wiro kemudian dengan ramah mempersilahkan tamunya ini menentukan tempat duduk. Namun sang tamu sama sekali tidak mengacuhkan. Terus saja memandang melotot ke arah gadis berpakaian biru berkembang-kembang kuning yang duduk di sudut rumah makan , asyik menyantap makanan.
“Kalau kuhajar kini rasanya kurang pantas. Biarkan beliau meneruskan makan dulu. Mungkin ini makan yang terakhir baginya. Akan kutunggu beliau di luar!”Wiro keluar dari rumah makan itu. Dengan cepat beliau menyelinap ke balik sebuah bangunan kayu , mendekam di bawah sebatang pohon. Dari sini beliau sanggup melihat pintu rumah makan hingga orang yang ditunggu tak bakal luput dari pengawasannya.
“Heran…Masuk ke rumah makan kemudian keluar lagi. Jangan-jangan tak punya uang. Pemuda geblek..!" Orang renta pemilik rumah makan mengumpat kemudian berpaling pada gadis baju biru berbunga-bunga. Dia ingat bagaimana tadi cowok tak dikenal itu memandang menyorot seolah murka besar.
“Tidak tidak mungkin cowok tadi punya niat jahat terhadap gadis bagus itu… Lebih baik saya beritahu padanya semoga berlaku hati-hati.” Lalu orang ini mendatangi gadis yang tengah bersantap. Setelah membungkuk beliau memberitahu bencana barusan.
“Mungkin cuma seorang cowok mata keranjang!”kata si gadis dan terus saja menyantap makanannya.
“Bapak sudah tua. Cukup berpengalaman mengartikan pandangan seorang lelaki terhadap perempuan. Pemuda yang Bapak katakan tadi bukan memandang kagum akan kecantikanmu , Nak. Dan kelihatannya bukan seorang cowok mata keranjang. Dia memandang anak seolah melihat seorang yang dibencinya. Cuping hidungnya mengembang , pelipisnya bergerak-gerak. Rahangnya menggembung dan dua matanya tidak berkesip. Urat besar di lehernya kelihatan bergerak-gerak Dia seolah menahan satu dendam besar terhadapmu.”
“Hemm…”Gadis bagus beralis tebal dan berbulu mata lentik itu bergumam kemudian damai saja meneguk minumannya. Tanpa memandang pada pemilik rumah makan beliau berkata. “Bapak , keteranganmu cukup lengkap. Bisakah Bapak menceritakan ciri-ciri orang itu."
“Masih muda , rambut panjang sebegini.. Si orang renta meletakkan tangan kiri dibahu.Lalu meneruskan.“Dia mengenakan pakaian serba hitam. Ikat kepala putih.”
“Kulitnya hitam atau putih? tanya si gadis sambil mengunyah makanannya pelan-pelan.
“Tidak putih , Kuning langsat mirip kulit perempuan. Tapi tubuhnya kekar. Tampangnya mirip orang tolol , tapi berbahaya!".
“Tolol tapi berbahaya! Aneh juga!” kata si gadis. Lalu dalam hati beliau membatin. “Setahuku beliau tidak pernah mengenakan pakaian hitam. Sulit kuduga siapa beliau adanya.”Gadis itu menuntaskan makannya dengan cepat.
Tak lama kemudian beliau tampak muncul di ambang pintu rumah makan. Sesaat beliau memperhatikan seputar halaman kemudian melangkah ke tempat di mana beliau menambatkan kudanya. Begitu berada di atas punggung tunggangannya , sebelum bergerak pergi terlebih dulu diperiksanya bungkusan besar yang tergantung di leher kuda. Parasnya berubah tanda terkejut. Sekali lihat saja beliau sudah maklum sesuatu telah terjadi dengan bungkusannya. Di dalam bungkusan itu beliau menyimpan tujuh buah payung tujuh warna. Setelah diperiksa ternyata hanya ada enam payung.
“Seharusnya bungkusan ini kubawa masuk ke dalam. Heran , mengapa saya terlalu tolol! Kini payung merahku lenyap!”kata si gadis dalam hati menyesali diri.
Dia berpikir keras. “Seorang pencuri tidak akan mengambil cuma satu payung! Manusia jahat macam mana yang berani main-main terhadapku!”
Gadis ini memandang berkeliling. Ada beberapa orang lalu-lalang di sekitar situ namun tidak terlihat hal-hal yang mencurigakan.
“Aku tidak akan meninggalkan tempat ini sebelum menemukan payung merahku kembali!”Si gadis segera hendak turun dari kudanya. Saat itulah dari atas sebatang pohon melayang turun satu sosok tubuh berpakaian hitam.
“Dewi Payung Tujuh! Apakah kamu mencari ini?”Orang yang melompat dari atas pohon menegur dengan pertanyaan. Terdengar bunyi clep! Lalu serangkum angin bergulung-gulung menerpa ke arah gadis di atas kuda. Gerakan gadis berbaju biru tertahan. Sambil mendorongkan tangan kirinya untuk menangkis serangan angin beliau berpaling. Matanya membentur sosok seorang cowok berpakaian hitam. Di tangan kanannya beliau memegang sebuah payung berwarna merah.
“Dugaanku tidak salah.Memang beliau rupanya.” kata sigadis yang memang yaitu Dewi Payung Tujuh alias Puti Andini. Gadis berkepandaian tinggi dari Pulau Andalas yang muncul di tanah Jawa untuk mencari Kitab Putih Wasiat Dewa.
“Pendekar212!”seru Andini kemudian melompat turun dari atas kuda.
Wajahnya membentuk perubahan yang sulit diartikan. Dia melangkah maju. Begitu hingga dihadapan Pendekar 212 beliau berkata "Jadi kamu rupanya si pencuri payung itu?”
Sekuntum senyum menyeruak hingga wajahnya yang bagus tanpa dihias itu tampak tambah jelita. Sesaat murid Sinto Gendeng jadi salah tingkah. Kebenciannya terhadap gadis itu selangit tembus. Tapi wajah yang begitu bagus mau tak mau menciptakan rasa terpesona terselip juga di hatinya.
“Kau mau mengembalikan payung itu atau benar-benar hendak mencurinya?”tanya Puti Andini setengah bergurau.
Wiro masih diam. Sesaat kemudian perlahan-lahan beliau ulurkan tangannya menyerahkan payung sehabis lebih dulu menguncupkannya.
“Terima kasih.”kata Dewi Payung Tujuh begitu mendapatkan kembali payung merahnya.“Lama kita tidak bertemu ,apa kabarmu?”
Seharusnya kamu bertanya apakah saya sudah mendapatkan Kitab Putih Wasiat Dewa. Bukankah itu tujuanmu semenjak berangkat dari pulau Andalas?”
Sesaat si gadis menatap tajam. Dari cara orang bertanya serta nada suaranya gadis ini segera maklum ada sesuatu. Masih sambil tersenyum , sambil mempermainkan ujung payung merah beliau berkata "Kau sudah tahu hal itu semenjak lama. Kalaupun saya bertanya kamu pasti tak akan memberitahu. Biar saya menyidik terus".
“Dewi Payung Tujuh , saya tiba untuk menghukummu!”
Dua bola mata Andini membesar , alisnya yang hitam naik sesaat kemudian dari mulutnya yang berbibir merah keluar bunyi tawa berderai.
“Menghukumku? Ini yaitu aneh! Apa dosa dan kesalahanku? Coba kamu beritahu. Kalau saya sudah mendengar kemudian eksekusi apa yang hendak kamu jatuhkan atas diriku?!”
“Hukuman mati! jawab Pendekar212 tandas.
2
SEPASANG mata Andini terbelalak. Senyum di wajahnya yang bagus serta merta pupus. “Tak percaya saya akan pendengaranku! Pendekar 212 Wiro Sableng muncul hendak menjatuhkan eksekusi mati terhadapku! Hemm…”.Si gadis menyilangkan payung merahnya didepan dada kemudian menyambung.“Aku tidak mengungkit kisah lama. Tapi sehabis saya menyelamatkan nyawamu dari kematian di tangan Tiga Bayangan Setan , apakah itu balas budimu?”
“Dosamu jauh lebih besar dari hutang nyawa dan budi yang kamu tanam terhadapku!”
“Oh begitu? Coba kamu sebutkan apa dosaku!” jawab si gadis. Suaranya keras meradang. Parasnya yang jelita tampak mengeras tapi di mata Pendekar 212 justru membuatnya tambah cantik.
“Gila ! Gadis ini benar-benar cantik” Mau tak mau dalam hatinya murid Sinto Gandeng ini jadi kembali bimbang. Namun kalau ingat kematian mengenaskan yang dialami Raja Obat Delapan Penjuru Angin , orang renta yang telah berjasa besar dalam mendapatkan Kitab Putih Wasiat Dewa serta Bidadari Angin Timur yang hampir menemui maut mati digantung kaki ke atas kepala ke bawah maka darah Pendekar 212 kembali menggelegak.
“Gadis bagus , jauh-jauh tiba dari Andalas kamu bukan cuma memburu kitab sakti tapi juga menebar maut secara keji. Sekarang di hadapanku malah berpura-pura! Jangan mengira saya tidak tahu apa yang telah kamu lakukan! Beberapa waktu kemudian kamu membunuh orang renta bergelar Raja Obat Delapan penjuru Angin dalam sebuah rumah kayu di satu bukit tak jauh dari Kutogede! Lalu kamu juga berusaha membunuh seorang gadis berjuluk Bidadari Angin timur dengan cara menggantungnya kaki ke atas kepala ke bawah… !”
Wajah bagus Dewi Payung Tujuh berubah sebentar putih memucat sebentar memerah saga. Mulutnya ternganga.
“Ini kisah paling hebat yang pernah saya dengar dalam hidupku! Guruku pernah berpesan semoga jangan ragu-ragu membunuh setiap orang jahat yang tak bisa dibentuk sadar. Mengenai dua orang yang kamu sebutkan itu saya pernah mendengar siapa mereka tapi bertemu pun belum! Kau mengarang dusta agaknya Pendekar 212?!”
“Itu bukan kisah kosong atau dusta! Tapi kenyataan! Jangan kamu berani berdalih dan pengecut mengakui kejahatanmu!” hardik Pendekar 212.
“Eh , melihat tampangmu bicara dan nada suaramu agaknya kamu tidak main main!” tukas Andini.
“Sialan! Siapa bilang saya main-main!”
“Hemmm…" begitu sang dara tampak damai saja menciptakan murid Sinto Gendeng menjadi tambah naik darah. “Kalau saya boleh bertanya apa hubunganmu dengan orang renta berjuluk Raja Obat Delapan Penjuru Angin itu?"
“Dia sudah kuanggap kakek sendiri"
“Lalu gadis yang punya julukan hebat si Bidadari Angin Timur itu punya sangkut paut apa kamu dengan dirinya? Kekasihmu?!”
“Apa hubunganku dengan beliau bukan urusanmu!”
Dewi Payung Tujuh menghela nafas dalam. Payung merah dimasukkannya ke dalam bungkusan besar di leher koda. “Aku masih ada urusan lain yang lebih penting! Kau salah alamat menuduhku! Kau harus memutar otak dan bekerja keras untuk mencari siapa pembunuh Raja Obat Delapan Penjuru Angin dan bidadarimu itu… ! Aku harus pergi sekarang… !” Enak saja si gadis lantas putar tubuhnya , siap melompat ke atas punggung kuda.
“Perempuan jahat! Kau kira bisa melarikan diri begitu saja?!” hardik Pendekar 212.
Mendengar bentakan itu si gadis urungkan niat naik ke atas kuda. Dia membalik dan balas membentak. “Siapa mau melarikan diri! Aku cuma tidak mau berurusan dengan orang gila yang tidak tahu juntrungan menuduhku membunuh orang!”
Dari balik pakaian hitamnya Wiro mengeluarkan secarik robekan kain merah. Benda itu dilemparkannya ke hadapan Dewi Payung Tujuh.
“Apa ini?!” tanya si gadis sambil memperhatikan robekan kain itu dengan pandangan setengah acuh.
“Itu robekan pakaianmu yang berhasil digigit hingga robek sewaktu hendak membunuh BidadariAngin Timur!”
“Hebat! Menuduh lengkap dengan bukti! Tapi bukti palsu!” teriak Dewi Payung Tujuh. Dari dalam bungkusan yang tergantung di leher kuda dikeluarkannya sehelai pakaian berwarna merah. Pakaian itu dicampakkannya ke depan kaki Wiro seraya berkata setengah berteriak.
“Itu pakaian merahku yang kamu sebut-sebut. Silahkan buka matamu lebarlebar. Lihat apa ada belahan yang robek?!”
"Perlu apa saya melihat pakaian butut itu” jawab Wiro “Kau bisa saja punya selusin pakaian sepert ini!”
“Pendekar 212! Aku kira kamu memang sengaja membuat-buat alasan! Apa maumu sesungguhnya saya tidak tahu! Tapi kalau kamu terus menuduh mungkin saya akan lebih dulu membunuhmu daripada kamu meminta nyawaku!”
Wiro menyeringai. "Siapa yang bakalan mati duluan di antara kita hanya malaikat maut yang tahu! Tapi saya harus menegakkan kebenaran! Menghukum insan jahat , keji dan penuh dosa sepertimu!" Habis berkata begitu Pendekar 212 segera melompat kirimkan serangan. Tinju kanannya melesat ke arah pelipis kiri Dewi Payung Tujuh!
“Hemmm… Pemuda gila ini benar-benar hendak membunuhku! Dia mengarah salah satu titik kematian dikepalaku!” membatin Dewi Payung Tujuh.
Didahului satu teriakan keras Andini berkelebat ke samping. Dengan satu gerakan kilat beliau menyambar pakaian merahnya yang tercampak di tanah lalu… wut!
Pendekar 212 Wiro Sableng terkejut ketika tiba-tiba di hadapannya menyambar sinar merah disertai dorongan angin yang keras sekali. Kalau beliau tidak cepat menarik pulang tangannya dan melompat ke belakang pasti sekujur tubuhnya akan terjebak dalam pakaian merah yang dipergunakan sebagai senjata oleh Andini. Selagi Wiro terhuyung-huyung mengimbangi diri si gadis cepat melompat ke atas punggung kudanya. Namun sebelum beliau sempat menarik tali kekang menggebrak tunggangannya dari samping menderu selarik angin , menggemuruh laksana kerikil raksasa menggelinding. Ternyata Pendekar 212 telah lepaskan pukulan sakti berjulukan “Kunyuk melempar buah.”
Andini yang tahu ancaman cepat menyambar kantong perbekalannya berisi tujuh payung. Sebelum melompat setinggi satu setengah tombak ke udara gadis ini tendangkan tumit kaki kirinya ke pinggul. Binatang ini melompat ke depan. Meski belahan belakangnya sempat tersambar angin pukulan yang mengakibatkan kuda itu terbanting dan roboh ke kiri namun beliau selamat dari hantaman telak yang bisa menciptakan hancur setengah dari tubuhnya. Setelah meringkik keras kuda ini menghambur ke balik sebuah bangunan dan meringkik lagi beberapa kali.
Pendekar 212 cepat berpaling ketika tiba-tiba terdengar bunyi clep… clep beberapa kali. Delapan langkah di hadapannya Dewi Payung Tujuh tegak dengan kaki terkembang. Di atas kepalanya dua buah payung yakni payung warna biru dan kuning terkembang melayang dan berputar mengeluarkan bunyi bersiuran. Di sebelah kirinya payung hijau dan putih mengambang di udara , berputar kencang. Lalu di sisi kanan dua payung lagi yaitu hitam dan ungu berputar naik turun ke atas. Andini sendiri memegang payung merah dalam keadaan terkembang dengan ujungnya yang runcing menghadap ke arah Wiro. Sepasang matanya yang berbulu lentik memandang tak berkesip ke arah lawan. Rupanya gadis ini sudah siap untuk menghadapi Pendekar 212 dalam satu perkelahian hidup mati.
“Bagus! Kau sudah siap mendapatkan hukuman! Kau akan mati bertabur kembang tujuh payungmu!”
Andini keluarkan bunyi mendengus. “Kesombongan dan otak tolol membawa insan ke liang kubur! Majulah kalau kamu ingin segera mencari mati!”
Dewi Payung Tujuh goyangkan kepalanya. Set… set… Enam buah payung yang melayang di udara menukik ke depan. Bagian runcingnya kini menghadap ke arah Wiro dan putarannya bertambah kencang hingga enam payung itu mengeluarkan bunyi mirip angin prahara yang bertiup membabat dari enam titik kematian!
“Cuma payung kertas siapa takut!”
Baru saja Wiro mengejek enam buah payung melayang di udara , menebar membentuk lingkaran mengurungnya. Di sebelah tengah mengapung di udara tampak Puti Andini bergantung pada payung merah. Tiba-tiba gadis ini jentikkan jari-jari tangannya. Enam buah payung mendadak sontak melesat ke arah Pendekar 212. Tiga menciptakan gerakan menusuk dengan belahan runcing. Tiga lainnya membabat mirip gergaji berputar yang siap untuk menciptakan tubuh Wiro terkutung-kutung!
3
PENDEKAR 212 terbelalak melihat datangnya hujan serangan itu. Sesaat tubuhnya masih terhuyung ke depan. Di lain kejap beliau jatuhkan diri di tanah. Dua kaki membagi serangan berupa tendangan. Tangan kiri kanan serentak melepas dua pukulan sakti.Yaitu “Benteng Topan Melanda Samudera”dengan tangan kiri dan “Sinar Matahari” dengan tangan kanan.“Wusss!Wusss!”
Dua angin sakti menerpa dahsyat. Satu mengeluarkan sinar panas berkilauan. Satunya tidak terlihat oleh mata!
Puti Andini berteriak nyaring. Tangan kanannya diputar dengan cepat. Terdengar bunyi clep-clep berulang kali. Enam payung yang terkembang secara gila serta merta menguncup. Walau payung-payung itu berpelantingan kian kemari namun lolos dari hantaman dahsyat pukulan “Benteng Topan Melanda Samudera” Kini tinggal pukulan “Sinar Matahari”yang oleh Wiro sengaja diarahkan pada Puti Andini.
Untuk kedua kalinya gadis berjuluk Dewi Payung Tujuh itu keluarkan teriakan keras. Sepasang kakinya ditendangkan ke belakang. Tubuhnya menukik ke bawah. Serentak dengan itu gadis ini putar payung merahnya. Sinar merah berkiblat laksana lingkaran setan eksklusif menggulung sinar putih pukulan sakti Sinar Matahari”
“Dess…dess…dess Bum!”
Tempat itu laksana dihantam gelegar petir dihunjam gempa. Di dalam rumah makan orang berteriak dan berlarian keluar! Payung merah hancur berantakan. Setiap hancuran menjelma kepingan-kepingan api yang bertaburan di udara. Dewi Payung Tujuh menjerit keras. Sosoknya mencelat hingga enam tombak. Lengan bajunya tampak terbakar. Mukanya sepucat kain kafan. Hebatnya dalam keadaan mirip itu gadis ini tidak kehilangan akal. Setelah menciptakan jungkiran dua kali berturut turut , dengan sigap beliau menyambar payung hitam yang mental ke arah. Dia menekan tombol pembuka payung. Begitu payung mengembang gadis ini perlahan-lahan melayang turun ke tanah. Lima payung lainnya , dengan jentikan-jentikan jari tangan segera mengembang kemudian bersusun di sebelah bawah , melindunginya jikalau ada serangan dari bawah.
Paras Puti Andini tampak pucat pasi. Di sela bibirnya ada genangan darah tanda beliau menderita luka dalam yang cukup parah. Lima payung menancap di tanah kemudian clep-clep ke enamnya menguncup.
Di tengah-tengah lingkaran payung itu Puti Andini mendarat. Begitu sepasang kakinya menginjak tanah , Dewi Payung Tujuh alias Puti Andini segera mengatur jalan darah dan tenaga dalam Dadanya mendenyut sakit. Dia melirik pada tangan kanannya. Lengan pakaiannya hangus tersambar pukulan “Sinar Matahari”. Masih untung tangannya hanya menderit luka bakarringan. Untuk beberapa ketika lamanya gadis ini tegak dengan tubuh tergontai-gontai , memandang ke arah Wiro dengan bola mata laksana menyala!.
Sepuluh langkah di hadapan Puti Andini , Pendekar 212 terkapar di tanah. Muka dan sebagian pakaian hitamnya tampak kemerahan. Ini akhir hantaman hawa yang keluar dari payung merah yang dipergunakan Puti Andini untuk menyerangnya. Muka dan lehernya terasa panas dan seolah ada puluhan jarum menusuk-nusuk. Walaupun sakit Wiro tidak perduli. Tekadnya sudah bulat untuk membunuh gadis di depannya itu ketika itu juga. Sekali bergerak beliau sudah melompat.
“Pukulan Benteng Topan Melanda Samudera tidak menghancurkannya. Pukulan Sinar Matahari tidak membunuhnya! Ini saatnya saya menjajal pukulan Harimau Dewa!”Wiro dekatkan tangan kanannya ke ekspresi kemudian meniup. Pada ketika itulah berkelebat satu bayangan biru disertai bunyi wanita keras menegur.
“Lawanmu seorang perempuan! Berada dalam keadaan cidera Apakah sudah pantas mengeluarkan ilmu kepandaian untuk melaksanakan pembunuhan?!” Murid Sinto Gendeng berpaling ke kiri.
“Bidadari Angin Timur!” serunya ketika melihat siapa yang tegak hanya beberapa langkah darihadapannya.“Kau tahu mengapa saya membunuhnya! Semua demi kau!”
Di tempat itu kini berdiri seorang gadis berambut pirang panjang sepunggung , mengenakan pakaian biru tipis. Bagaimanapun cantiknya Dewi Payung Tujuh Puti Andini namun yang satu ini benar-benar mempunyai kecantikan luar biasa. Sepasang mata si gadis naik ke atas , keningnya mengernyit. Dari mulutnya yang bagus keluar ucapan heran.
“Kau membunuhnya demi aku? Ah! Inilah satu keganjilan yang tidak pernah kuduga!” kata gadis berbaju biru yang bukan lain memang Bidadari Angin Timur adanya.
“Bidadari! Kau ini bagaimana?!”Kini Pendekar 212 yang jadi heran.
Ketika kedua orang itu bicara , Dewi Payung Tujuh pergunakan kesempatan. Tangannya kiri kanan digerakkan. Lima payung yang menancap di tanah tiba tiba melesat ke atas kemudian melesat ke arah Pendekar 212 Wiro Sableng! Lima ujung payung yang runcing menusuk ke arah lima belahan tubuh sang pahlawan , dua di kepala , dua di belahan dada dan satu lagi di perut!
“Pembokong licik!” teriak Wiro murka sekali. Dia cepat menyingkir sambil siap menghantam dengan pukulan “Sinar Matahari”
Pada ketika itulah Bidadari Angin Timur berkelebat. Tubuh kasarnya lenyap , menjelma bayang-bayang. Tangannya bergerak sulit untuk dilihat. Ketika beliau berhenti berkelebat dan tegak dua langkah di hadapan Dewi Payung Tujuh , lima buah payung yang tadi digunakan menyerang kini tersusun melintang di atas ke dua lengannya yang ketika itu tampak diangsurkan pada si gadis berbaju biru berkembang kuning. Selagi Puti Andini terdiam heran. Bidadari Angin Timur berkata.
“Ambil payungmu dan pergilah dari sini!”
Untuk beberapa ketika lamanya Puti Andini tegak dengan memandang tercengang pada Bidadari Angin Timur. "Bagaimana ini" beliau membatin.
“Katanya saya yang menggantung dia."
“Kau mendengar apa yang saya ucapkan! Mau menunggu apa lagi?!”Bidadari Angin Timur menegur.
Dewi Payung Tujuh ulurkan tangannya untuk mengambil payung. Namun matanya diarahkan pada Pendekar 212.
“Hemmm Kau bimbang. Agaknya kamu mengasihi cowok itu". Paras Dewi Payung Tujuh menjadi sangat merah. Dia menggumamkan sesuatu yang tidak jelas. Lalu secepat beliau mengambil ke lima payung itu , secepat itu pula beliau meninggalkan tempat itu.
“Pembunuh keji! Kau mau lari ke mana?!” teriak Wiro mengejar. Namun gerakannya di halangi Bidadari Angin Timur. Kalau saja bukan gadis yang dicintainya ini yang menghalangi pasti Wiro sudah menerjang bahkan menggebuk.
“Aku tidak mengerti! Betul-betul tidak mengerti!” kata Wiro sambil menggeleng-geleng dan garuk-garuk kepala.
“Apa yang tidak kamu mengerti” tanya BidadariAngin Timur.
Wiro memandang berkeliling. Saat itu tempat tersebut telah penuh dengan kerumunan orang yang menyaksikan apa yang terjadi di situ.
“Dengar , kita tak bisa bicara di sini. Kita perlu bicara di tempat lain… Ikuti aku!”
Wiro segera tinggalkan tempat itu. Sesaat Bidadari Angin Timur hanya memandangi. "Heran…Ada apa dengan dirinya?” Setelah berpikir-pikir sejenak balasannya beliau berkelebat mengejar Wiro.
Di satu tempat sepi Wiro hentikan larinya. Begitu Bidadari Angin Timur hingga si gadis eksklusif bertanya.
“Nah kini coba katakan apa yang tidak kamu mengerti”
“Pertama!”jawab Wiro. “Waktu di penderasan tempo hari mengapa kamu pergi meninggalkan saya begitu saja? Seolah-olah sehabis mendapatkan kitab itu diriku tak ada harganya lagi dimatamu!”
Gadis di depan Wiro tampak tercengang mengambarkan heran mendengar ucapan si pemuda. “Kini saya yang tidak mengerti. Kau bicara wacana air terjun. Air terjun dimana? Kau menyebut wacana kitab. Kitab apa?”
“Jangan bergurau BidadariAngin Timur."
“Kurasa kaulah yang tengah bergurau Pendekar212 Wiro Sableng."
Air muka murid Sinto Gendeng jadi kelam membesi. Dia hendak murka tapi yang keluar justru tawa bergelak.
“Dunia ini sudah gila rupanya!” kata Wiro kemudian setengah berteriak.
“Waktu itu kamu bahkan memberitahu bahwa kamu hendak dibunuh oleh gadis itu. Aku menemukan dirimu digantung kaki ke atas kepala ke bawah. Di sebatang pohon di dalam hutan! Tadi malah kamu yang melarang saya membunuhnya! Padahal demi dirimu dan pembunuhan yang dilakukannya terhadap Raja Obat saya bersumpah untuk membunuhnya!Apa dunia tidak gila menurutmu?!”
Bidadari Angin Timur menggeleng.“Dunia tidak gila. Mungkin otakmu sendiri yang tidak waras!”
“Apa katamu?!’teriak Wiro dengan mata melotot.
“Wiro kamu tidak dalam keadaan sakit ingatan bukan?!”
“Gila , Mengapa kamu hingga berkata begitu?”
“Karena semua ucapanmu sangat gila bagiku!”
“Apa yang aneh?! Aku menyesal menyerahkan kitab itu padamu! Tapi saya tidak aib untuk memintanya kembali! Harap kamu kembalikan kitab yang saya serahkan tempo hari! Pendekar212 ulurkan tangannya.
Sepasang mata gadis jelita itu memandangi Wiro mulai dari ujung rambut hingga ke kaki. Ada yang tidak masuk akal dengan dirinya. "Kapan saya dan kamu berada di air terjun! Kitab apa yang pernah kamu berikan padaku?! Lalu siapa bilang saya pernah menyampaikan bahwa gadis tadi pernah menggantungku di atas pohon! Padahal sehabis sekian lama gres kali ini kita bertemu lagi!”
Wiro garuk kepalanya habis-habisan hingga rambutnya yang gondrong acakacakan tak karuan.
“Bidadari Angin Timur , mari kita bicara sebagai orang waras. Bukan bicara mirip orang gila”
Sigadis tertawa cekikikan.“Siapa yang waras dan siapa yang gila Wiro? Aku bilang gres kini bertemu denganmu. Dan kamu bicara yang saya tidak mengerti.!”
“Taruh kata kamu lupa semua itu. Lalu apakah kamu juga lupa bagaimana kita mandi berdua di telaga dulu? Bagaimana kita berulang kali bercumbu mesra! Bahwa saya menyampaikan cinta padamu dan kau!".
“Kau memang sudah gila!” teriak Bidadari Angin Timur.
“Kau yang gila!” balas berteriak Wiro “Kau mungkin lupa tapi apa kamu lupa apa yang kamu katakan sehabis saya memperlihatkan kitab itu padamu?! Dengar! Aku masih ingat dan akan saya ulang di depanmu ketika ini juga. Kau bilang bahwa kamu ingin menyerahkan tubuh dan kehormatanmu padaku! Lalu kamu merobek pakaianmu hingga berada dalam keadaan setengah tanjang dan..".
Plaaakk!
Tamparan keras yang dilayangkan Bidadari Angin Timur mendarat di pipi kiri Pendekar 212 menciptakan sang pahlawan tergagau menahan sakit disertai rasa tidak percaya. Berulang kali diusapnya pipinya yang kena tampar sementara matanya membeliak tidak berkedip memandangi gadis di depannya.
“Kalau kamu tidak mau mengembalikan kitab itu tak jadi apa". kata Wiro dengan bunyi perlahan. “Tapi saya sangat sedih dan tidak pernah mengira diri seculas ini. Kau menyampaikan cinta padaku".
“Demi Tuhan! Aku tidak pernah menyampaikan hal itu padamu! Tidak ada orang yang menggantungku. Aku belum pernah melihat gadis tadi. Aku tidak mau tahu ada urusan atau silang sengketa apa di antara kalian. Tapi saya menyuruh gadis berbaju kembang-kembang itu pergi lantaran kasihan! Karena beliau terluka di dalam! Aku juga tidak tahu kitab apa yang kamu maksudkan! Dan ini yang penting! Sejak bencana Guci Setan dan terbukanya kedok Ki Ageng Lentut alias Sangkolo Bumi yang bukan lain yaitu Pangeran Matahari , saya tak pernah lagi bertemu denganmu. Baru har ini..” (Baca seri Wiro Sableng berjudul“Guci Setan”)
“Kau berdusta!” hardik Wiro memotong.
“Apa untungnya saya berdusta?!”
“Mana saya tahu”jawab Wiro Tubuhnya bergetar menahan amarah.“Kalau saja saya tidak mencintaimu , ketika ini juga sudah kuhajar kamu habis-habisan!".
Wiro termangu sejenak sementara Bidadari Angin Timur memandanginya dengan wajah merah. Dia seolah tak percaya mendengar ucapan Wiro yang terakhir. “Dia mencintaiku?". kata sigadis dalam hati.
“Sudahlah!" terdengar Wiro berucap perlahan. Nadanya penuh keputusasaan. "Anggap saja saya yang salah. Aku yang memang sudah gila , Kalau saja saya ketika ini bisa mampus alangkah enaknya mati sebagai orang gila” Habis berkata begitu Wiro putar tubuhnya siap untuk melangkah pergi.
“Wiro tunggu!”seru Bidadari Angin Timur.
Wiro melangkah terus malah kini mulai berlari. Si gadis cepat berkelebat. Sekejapan saja beliau sudah menghadang di depan Wiro.
“Apa maumu…?”tanya Pendekar 212.
“Persoalan di antara kita harus diselesaikan dulu hingga jernih!”
Wiro menggeleng. “Aku orang gila! Otakku tidak waras! Aku tidak pernah menyerahkan kitab sakti itu padamu! Kita tidak pernah berkasih sayang. Aku orang gil Gilaaaa..".
“Wiro! Dengar dan jangan pergi dulu! Ada sesuatu yang tidak beres dibalik semua apa yang kamu ucapkan dan kamu sangkakan!”
“Betul! Memang ada yang tidak beres! Aku orang gila inilah yang tidak beres! Nah , kuharap kamu puas! Jangan menghalangi langkahku!Atau…Wiro kepalkan tinjunya , siap untuk dipukulkan ke muka Bidadari Angin Timur. Si gadis membisu tak bergerak. Caranya memandang terasa gila di mata Wiro.
“Wiro , pertama sekali saya ingin kamu menceritakan ciri-ciri gadis itu! Rambutnya , pakaiannya , kulit nya…Apa saja yang kamu ingat!”
Mendengar kata-kata Bidadari Angin Timur Wiro membuka mulut.“Rasanya saya ingin berteriak hingga ke langit! Perlu apa saya memperlihatkan keterangan panjang lebar! Orang yang ingin kamu tanyakan itu ia di hadapanku ketika ini! Kau sendiri".
“Apakah beliau mempunyai lesung pipit di kedua pipinya? Seperti yang saya miliki?”bertanya Bidadari Angin Timur tanpa menghiraukan kemarahan Wiro “Aku sudah lupa lantaran otakku kurang waras. Mungkin beliau punya sepuluh lesung pipit disetiap pipinya!”
Si gadis sesaat terdiam. Tampaknya beliau tengah berpikir keras. Lalu terdengar suaranya berucap perlahan. “Jangan-jangan dia. Tapi bagaimana beliau bisa t lepas!"
Wiro yang hendak melangkah pergi , sesaat tertahan gerakannya. Namun kemudian beliau cepat-cepat membalikkan tubuh.
“Wiro ..!Bidadari Angin Timur berseru.“Aku yakin gadis yang kamu temui dan kamu anggap diriku itu yaitu saudara kembarku!”
Sepasang kaki Pendekar 212 mirip dipantek ke tanah. Langkahnya tertahan. Tubuhnya diputar kembali ke arah si gadis. Matanya membesar penuh selidik namun mulutnya terkancing. Satu senyum gila kemudian menyeruak dibibirnya.“Kalau saja , saya juga punya saudara kembar tentu akan lebih hebat segala bencana di dunia ini!”. Habis berkata begitu Wiro segera berkelebat. Tapi bagaimanapun cepat gerakannya , beliau tak bisa menandingi kecepatan gerakan si gadis yang hingga menciptakan beliau memberi nama Bidadari Angin Timur itu.
“Kalau kamu mau pergi silakan! Tapi saya ingin kamu mendengar dulu keteranganku!” kata si gadis pula. “Aku dilahirkan ke dunia bersama adik kembarku. Sejak kecil kami dititipkan pada seorang wanita yang tinggal bersama seorang pintar di kaki gunung Bromo. Dari orang renta inilah kami menerima segala ilmu kepandaian. Walau kami kembar namun semenjak kecil adikku mempunyai sifat sangat berlainan. Setelah sampaumur kelainan ini menjelma satu hal yang menakutkan. Karena beliau mempunyai kesaktian dan ilmu silat yang sangat tinggi dan telah beberapa kali mempergunakannya secara sesat maka guru menghukumnya. Sampai waktu yang tidak ditentukan beliau tidak diperkenankan meninggalkan tempat kediaman guru. Dia setengah dipenjara dalam sebuah lembah batu. Kalau kamu menyampaikan telah bertemu dengan seorang yang sangat sama dengan diriku , pasti beliau yaitu adik kembarku. Kurasa beliau tah melarikan diri dari lembah kerikil itu..”
Wiro tetap tegak tak bergerak.
“Aku tidak menyalahkanmu kalau kamu tidak mempercayai. Hanya saja saya khawatir seseorang telah memperalatnya. Kau menyampaikan telah menyerahkan sebuah kitab padanya. Kalau saya boleh bertanya kitab apakah?”
Wiro tetap tidak menjawab.
“Kalau kamu tidak mau menerangkan tidak jadi apa! Namun saya sudah bisa mengira-ngira. Aku menyirap kabar bahwa sebuah kitab sakti berjulukan Kitab Putih Wasiat Dewa telah muncul dalam dunia persilatan. Sangat santar terdengar bahwa kitab itu berada di tanganmu. Karena kamu cuma punya satu nyawa rasanya tidak perlu mengingatkan bahwa tiap kejapan mata nyawamu terancam oleh orang yang menginginkan kitab sakti itu".
“Mereka boleh membunuhku hingga seribu kali. Mereka tidak bakal mendapatkan apa-apa. Seperti kuterangkan kitab itu kuberikan pada Bidadari Angin Timur. Entah engkau orangnya entah benar ada yang lain! Aku merasa benar-benar tertipu..!
BidadariAngin Timur tersenyum sinis.“Bukan orang yang menipu tapi kamu sendiri yang telah berlaku bodoh. Cinta bisa saja buta , tapi otak jernih tidak perlu digadaikan pada orang lain!”Wiro terdiam namun si gadis tahu bahwa cowok ini memaki panjang pendek dalam hatinya. Maka diapun segera menyambung ucapannya. “Maafkan , saya tidak bisa bicara lebih lama. Aku harus mencari adikku. Aku yakin beliau berada dalam satu ancaman besar. Bagaimanapun jahatnya dirinya , beliau yaitu saudaraku sedarah sedaging. Aku wajib menolong menyelamatkannya…! Sebelum pergi ada satu hal yang ingin saya tanyakan. Kau boleh menjawab boleh tidak. Di luaran tersiar kabar ada satu pertemuan besar para tokoh persilatan pada hari sepuluh bulan sepuluh di Pangandaran. Berarti kurang satu bulan dari sekarang. Kau tahu pertemuan macam apa adanya?”
“Aku tak bisa mengatakan. Jika kamu merasa sebagai orang persilatan mengapa tidak mencari tahu dan tiba sendiri ke sana?”
“Hemm Begitu? Kalau umurmu masih panjang mudah-mudahan saya bisa melihatmu lagi di Pangandaran!”
“Urusan umur insan ditangan Tuhan. Bukan di tangan insan ataupun setan!”jawab Wiro saking kesalnya dan merasa terhina oleh ucapan Bidadari Angin Timur itu.
Tanpa berkata apa-apa lagi si gadis putar tubuhnya.
“Tunggu!” ujarWiro “Kau tak bisa membuktikan ucapanmu.Aku tidak bisa memastikan bahwa kamu memang punya adik kembar. Tapi satu hal harus kamu ketahui. Jika memang ada dua Bidadari Angin Timur di dunia ini , maka Bidadari Angin Timur yang kucintai itu yaitu dirimu. Karena kaulah yang pertama sekali kukenal..
Ucapan itu menciptakan gadis di hadapan Wiro diselimuti banyak sekali perasaan. Sebetulnya beliau ingin pertemuan itu berlangsung lebih lama. Tanpa berkata apaapa Bidadari Angin Timur tinggalkan tempat itu.
Begitu si gadis pergi Wiro kelihatan mengangkat kepala dan mengendusendus beberapa kali. “Bagaimana saya bisa percaya ucapannya. Bagaimana saya yakin beliau punya saudara kembar. Bau harum tubuh dan pakaiannya tidak berbeda dengan BidadariAngin Timuryang kutemui beberapa waktu lalu".
***
4
PANGERAN Matahari menjambak rambut pirang gadis itu. Dia menggeram beberapa kali gres berkata.“Aku masih mau memberi pengampunan padamu! Yang pertama dan yang terakhir! Lain kali nyawamu tak akan tertolong! Tapi semoga kamu tahu pengampunan ini bukan tanpa syarat! Kau dengar ucapanku?!”“Aku mendengar Pangeran. Harap kamu katakan apa syarat pengampunanmu ,” kata gadis berpakaian biru yang berada dalam keadaan tidak berdaya dan sepertinya ketakutan sekali.
“Pertama kamu harus sanggup mencari Pendekar 212 dan membunuhnya sebelum hari sepuluh bulan sepuluh! Membunuh bedebah itu bukan cuma sekedar membunuh , tapi juga mendapatkan Kitab Putih Wasiat Dewa yang asli! Dia pasti menyembunyikan kitab sakti itu di satu tempat dan memperlihatkan yang palsu padamu!”
“Apa syarat yang ke dua?”
“Gadis sialan! Kau tak perlu bertanya! Aku yang akan mengatakan. Untuk berjaga-jaga , jikalau kamu tidak bisa melaksanakan syarat pertama tadi. Kau harus sanggup menemui Delapan Tokoh Kembar yang kabarnya barusan saja kembali sehabis tujuh tahun gentayangan di lautan sebelah timur. Bujuk mereka semoga mau bergabung dengan kita dan hadir di Pangandaran pada hari sepuluh bulan sepuluh!”
“Setahuku walau mereka tidak terlalu higienis tapi mereka bukan orang-orang golongan hitam. Tidak gampang membujuk mereka".
“Bidadari Angin Timur! Kau punya wajah bagus dan tubuh bagus menggiurkan! Aku dengar Delapan Tokoh Kembar bukanlah manusia-manusia yang punya pantangan bermain-main dengan perempuan!”
Berubahlah paras bagus gadis berambut pirang itu. Pangeran Matahari maklum apa yang ada di benak Bidadari Angin Timur. Sambil menyeringai beliau berkata. “Kau gadis cerdik. Terserah padamu bagaimana melayani mereka. Mau satu-satu atau delapan sekaligus! Ha… ha… ha…!”
Dalam hatinya gadis berpakaian biru itu menyumpah habis-habisan.“Tidak kusangka dirinya sekeji ini. Aku tidak bisa berbuat apa-apa. Aku sudah terlanjur jatuh ke dalam tangannya"
“Pangeran!" , kata si gadis pula sementara rambutnya masih terus dijambak. "Apa perintahmu akan kulaksanakan. Kau sudah menyampaikan syarat untuk pengampunan diriku. Sekarang giliranku untuk meminta satu syarat..!" Pangeran Matahari tertawa lebar.“Kau berada dibawah kekuasaanku! Aku yang mengatur diri ”
“Aku mengerti. Aku hanya ingin memberikan dan minta kamu mau mendengar. Apakah kamu mau memenuhi atau tidak saya tak bisa berbuat apa. Terserah padamu!".
Sang Pangeran menggeram. “Bilang apa yang kamu mau katakan..!" bentaknya.
“Bila semua urusan sudah selesai , saya ingin kamu menikahiku sesuai dengan janjimu"..
“Itu bisa kita bicarakan nanti!"
“Ketahuilah Pangeran , akhir kekerabatan kita selama ini , ketika ini saya telah berbadan dua. Ada jabang bayi seusia tiga puluh hari dalam rahimku.!".
Pangeran Matahari mirip mendengar sambaran halilintar di depannya mendengar ucapan gadis itu. Jambakannya terlepas. Kakinya tersurut mundur dan sepasang matanya memandang mendelik.
“Jahanam! Bagaimana itu bisa terjadi?”teriak sang Pangeran.
“Apakah hal itu perlu kamu tanyakan?”ujar Bidadari Angin Timur.
“Aku tidak ingin punya anak! Kandunganmu harus kamu gugurkan. Aku tahu orang pintar yang bisa melakukannya.Kalau ti ..”
“Kau akan membunuhku! Bukan begitu saluran ucapanmu Pangeran? Aku sudah menyampaikan syarat permintaanku.Terserah padamu untuk memikirkan!”
Pangeran Matahari tersenyum. Dengan mesra dibelainya pipi si gadis kemudian berkata. “Kau salah menduga kekasihku. Bukan itu saluran ucapanku. Yang betul yaitu kalau tidak bisa saya tidak akan lari dari tanggung jawab untuk menikahimu. Kita akan hidup sebagai suami istri , punya anak. Rasanya dalam usiaku yang kini ini sudah saatnya saya harus mempunyai pendamping setia dalam hidupku.”
Sepasang mata Bidadari Angin Timur membesar dan berkaca-kaca.
“Pangeran ,aku benar-benar besar hati mendengar ucapanmu itu! Langsung saja gadis ini merangkul Pangeran Matahari. Keduanya saling berpelukan lama sekali. Dua insan bersatu raga seolah berusaha bersatu hati. Namun dalam benak masing-masing ketika itu telah muncul benih kebusukan dan kekejian. Dalam hatinya si gadis membati “Aku kenal betul diri dan sifatmu Pangeran. Aku mewaspadai apa kamu benar-benar akan melaksanakan apa yang kamu katakan. Aku menaruh firasat kamu akan menghabisi diriku begitu urusan besar di Pangandaran selesai. Aku tidak kurang pintar Pangeran! Aku akan membunuhmu lebih dulu dan merampas Kitab Wasiat dari tanganmu! Kau boleh tertawa ketika ini tapi lihat dan tunggu saja saatnya!”
Firasat yang didapat si gadis ketika itu memang benar lantaran sambil merangkul sang Pangeran dalam hatinya berkata. “Gadis tolol! Apa kamu kira saya benar-benar ingin menikahimu?! Ha… ha… ha! Pangeran Matahari mana mau barang rongsokan sepertimu! Umurmu hanya hingga hari sepuluh bulan sepuluh! Begitu urusan di Pangandaran selesai dan saya telah menjadi raja di raja dunia persilatan , ketika itu pula riwayatmu akan selesai! Aku Pangeran segala cerdik , segala nalar , segala congkak tidak sebodoh yang kamu sangkakan! Ha… ha… ha…!"
Pangeran Matahari mencium kening gadis dalam pelukannya kemudian berbisik.
“Aku ingin membelai perut yang menyimpan jabang bayi calon anakku bolehkah?".
Si gadis angkat kepalanya sedikit kemudian mengangguk. Tangannya bergerak membuka ikat pinggang pakaian birunya. Sesaat kemudian pakaian itu jatuh lepas ke lantai. Dalam pelukan sang Pangeran si gadis tidak lagi mengenakan apa-apa.
***
SEKALI ini agak lama Pangeran Matahari berendam dalam air telaga sejuk dan jernih itu. Kerindangan pohon-pohon besar di sekitar telaga menahan sinarsang surya. Pangeran Matahari menyelam dua kali berturut-turut. Tubuhnya terasa segar. Ketika beliau hendak menyelam untuk kali terakhir tiba-tiba sudut matanya menangkap satu bayangan di tepi kiri telaga. Di situ , di atas sebuah kerikil beliau telah meninggalkan pakaian hitam dan mantelnya. Tergulung dalam mantel hitam beliau menyembunyikan Kitab Wasiat Iblis.Pangeran Matahari cepat berbalik. Dia hanya sempat melihat satu bayangan putih berkelebat. Sebelum bayangan itu lenyap Pangeran Matahari telah menghantam dengan pukulan ‘Telapak Matahari’ Suara angin panas menggemuruh keluar dari telapak tangan kanan sang Pangeran. Batu besar di tebing telaga hancur berkeping-keping hangus menghitam dan mengepulkan asap. Semak belukar rambas berentakan , musnah terbakar. Sebatang pohon besar eksklusif tumbang begitu batangnya yang sebesar pemelukan tangan patah dilabrak pukulan sakti. Tanpa perduli akan keadaan dirinya yang tidak mengenakan apa-apa Pangeran Matahari melompat keluar dari dalam telaga. Dia berkelebat ke balik tumbangan pohon di arah mana tadi dilihatnya bayangan putih itu berkelebat.
“Bangsat pencuri! Jangan kira kamu bisa lolos dari Kematian ”teriak Pangeran Matahari. Begitu hingga di balik reruntuhan pohon besar beliau lepaskan pukulan “Gerhana Matahari”. Siapapun yang bersembunyi di situ dalam keliling lima tombak tak bakal luput dari pukulan maut itu. Udara mendadak redup. Cahaya kuning bercampur merah dan hitam pekat berkiblat menggidikkan. Suara menggemuruh terdengar laksana ada air bah mengamuk. Hawa panas mendadak sontak menyelubung. Kembali pohon-pohon bertumbangan , semak belukar terbakar berhamburan. Pasir dan debu serta pecahan kerikil membubung ke udara!
Pada ketika itulah terdengar bunyi tawa bergelak. Di balik saputan pasir dan debu tampak satu bayangan putih melayang turun dari sebatang pohon besar yang barusan tumbang.
“Pangeran Matahari! Pukulan saktimu hebat tanpa cacat! Tapi kewaspadaanmu berkurang dan gerakanmu kulihat lamban!”Suara keras menggetarkan seantero tempat. Pangeran Matahari tersentak kaget. Kepalanya mendongak dan sepasang matanya memandang tajam tak berkesip ke depan. Begitu pasir , debu dan kerikil surut jatuh ke tanah dan udara kembali terang maka tampaklah terperinci sosok tubuh yang tadi melayang dari atas pohon. Dia ternyata yaitu seorang kakek berpakaian putih kotor dan rombeng. Sepasang matanya yang besar menjorok ke dalam cekungan rongga mata yang mengerikan. Mukanya sangat pucat. Mayat sekalipun tidak akan sepucat itu! Mulutnya yang perot kelihatan berkomat-kamit. Orang ini mempunyai rambut putih menjela hingga ke punggung dan beliau berdiri terbungkuk-bungkuk mengambarkan keadaannya sudah dimakan usia lanjut. Di kempitan tangan kirinya kelihatan pakaian hitam dan mantel milik Pangeran Matahari.
“Guru!”seru Pangeran Matahari ketika beliau mengenali siapa adanya kakek di hadapannya. Si kakek tertawa panjang dan mendongak kemudian goyang-goyangkan kepalanya beberapa kali.
Saat itu Pangeran Matahari sudah melompat ke hadapan si orang renta dan membungkuk satu kali. “Guru! Tidak sangka kamu sekonyong-konyong muncul menciptakan kejutan!”
Si kakek yang memang yaitu guru Pangeran Matahari tertawa panjang. Dalam dunia persilatan insan ini dikenal dengan julukan angker Si Muka Bangkai alias Si Muka Mayat!
“Muridku! Jelas kulihat kewaspadaanmu berkurang dan gerakanmu lamban! Itu satu mengambarkan bahwa ada bisikan hati yang menghipnotis jalan pikiranmu! Apa yang terjadi dengan diri Pangeran Anom?” Sang guru menyebut nama orisinil Pangeran Matahari yang memang terlahir sebagai seorang Pangeran berjulukan Anom , putera Raja dari istri ke tiga berjulukan R. A. Siti Hinggil.
“Terima kasih atas teguranmu Guru. Aku memang tengah menghadapi urusan besar. Tapi saya bisa menghadapi sendiri! Kau tak usah menyusahkan diri ikut campur segala.”Jawaban Pangeran Matahari terperinci memperlihatkan perilaku segala pintar dan segala congkak.
Si Muka Bangkai kembali tertawa bergelak. “Aku senang mendengar jawabanmu. Kau masih mirip dulu! Segala cerdik , segala pintar , segala congkak! Bagus , itu bagus kalau kamu memang bisa mengurus diri sendiri! Tapi yang saya saksikan tadi menciptakan saya ragu apakah kamu benar-benar bisa menjaga diri dan menjaga barang berharga itu!” Habis berkata begitu Si Muka Bangkai lemparkan gulungan pakaian dan mantel hitam Pangeran Matahari yang tadi disambarnya dari atas kerikil di tepi telaga. Pangeran Matahari cepat menyambuti pakaian , mengenakan baju dan celana hitamnya. Terus mengikatkan mantel hitam ke leher dan mengikatkan Kitab Wasiat Iblis ke dadanya.
“Kau harus menyampaikan terus terang apa yang terjadi dengan dirimu. Kau tengah menghadapi urusan besar Muridku. Bukan cuma menyelamatkan nyawamu sendiri tapi juga harus memikirkan cara yang mulus untuk menguasai dunia persilatan!”
“Aku sudah mempunyai Kitab Wasiat Iblis! Siapa yang sanggup melawanku? Siapa yang berani menghalangi diriku menjadi raja diraja dunia persilan?!” jawab Pangeran Matahari dengan congkaknya sambil mendongakkan kepala seolah ketika itu beliau bukan berhadapan dengan guru yang harus dihormatinya.
“Kau betul! Tidak salah! Kitab Wasiat Iblis ada di tanganmu! Siapa yang sanggup melawanmu? Kau hanya tegak berdiam diri , tidak bergerak bahkan tidak bernafas. Dan musuh-musuhmu akan mampus berkaparan. Tapi apakah kamu sudah mendengar kabar wacana sebuah kitab sakti lain berjulukan Kitab Putih Wasiat Dewa? Kitab itu kabarnya sudah jatuh ke tangan musuh besarmu. PendekarKapak MautNaga Geni212!”
“Aku sudah mendengar. Mungkin lebih dulu tahu dari padamu. Guru. Bahkan saya sudah melaksanakan sesuatu walau ketika itu maksudku belum kesampaian… “
Hemmm….Harap kamu memberitahu padaku apa yang kamu lakukan”
“Aku telah menugaskan Tiga Bayangan Setan dan Elang Setan untuk mencari dan membunuh Pendekar 212. Aku juga telah memerintah Bidadari Angin Timur untuk melaksanakan hal yang sama. Kalaupun mereka gagal saya tetap tidak merasa takut! Kitab Wasiat Iblis segala-galanya diatas dunia ini!”
Si Muka Mayat alias Si Muka Bangkai menarik nafas dalam. “Muridku , bagaimanapun hebatnya dirimu saya tetap merasa khawatir. Pertama sekali kamu harus menceritakan apa yang kamu alami ketika ini hingga gerakanmu begitu lamban , kewaspadaanmu jauh di bawah ukuran seorang berkepandaian tinggi mirip ”
Pangeran Matahari terdiam beberapa lamanya. Akhirnya beliau berkata juga.
“Aku telah menghamili seorang gadis. Dia menuntut minta dinikahi!”
“Hemmm Ah… ha… ha… ha… !” Si Muka Bangkai mula-mula terbatuk-batuk beberapa kali kemudian tertertawa bergelak. “Hanya urusan sepele begitu hingga otak dan hatimu menjadi mumet!? Tak sanggup merasa , tak sanggup berpikir? Alangkah bodohnya! Aku yakini gadis yang kamu katakan itu yaitu si bagus yang suka berpakaian biru tipis merangsang itu?”
Pangeran Matahari mengangguk perlahan. Sang guru kembali tertawa gelak-gelak.
“Guru , tak usah mencemooh mentertawai diriku! Aku sudah menemukan jalan untuk menuntaskan urusan yang satu itu”
“Hemmm… Pasti kamu memuslihatinya dan mengakhiri muslihatmu dengan kematian baginya! Ah! Terlalu sayang gadis secantik itu cepat-cepat dikirim ke liang kubur. Serahkan semua urusan padaku asalkan kamu mau menghadiahkan dirinya untukku! Atau kita miliki beliau gotong royong hingga balasannya kita bosan sendiri
“Sekali ini saya tidak bisa memenuhi permintaanmu Guru ,” kata Pangeran Matahari. Gadis itu bisa mengundang ancaman yang tidak terduga. Ular kepala dua. Mungkin lebih! Aku tetap memutuskan. Akan membunuhnya sehabis hari sepuluh bulan sepuluh!”
“Ah saya si renta bangka ini jadi kecewa mendengar penolakanmu itu muridku. Kuharap dalam waktu dekat kamu bisa berubah pikiran… Aku sudah lama tidak menggauli perempuan. Kalau saya sanggup gadis itu walau cuma untuk beberapa hari , hemmm. Apalagi beliau sedang hamil muda. Kata orang…" Si Muka Bangkai tidak meneruskan ucapannya melainkan tertawa mengekeh.
“Guru. ketika ini saya tengah memusatkan segala daya dan pikiran pada hari sepuluh bulan sepuluh! Apakah kamu telah melaksanakan sesuatu untukku?” ujar Pangeran Matahari.
“Hah! Nyatanya kamu tidak melupakan hari itu.Kau tak perlu khawatir. Sesuai permintaanmu dulu saya akan pergi ke Pangandaran untuk menciptakan segala persiapan semoga jalanmu menjadi penguasa rimba persilan bisa lebih mulus!’
“Apa saja yang akan kamu lakukan Guru?”tanya Pangeran Matahari.
“Kau tahu beres sajalah. Mengikuti kemauan dan segala nalar licikmu , tiga ahad kemudian seorang sakti berjuluk Makhluk Pembawa Bala menemuiku di satu tempat. Keadaan insan satu ini mengerikan , hanya menunggu hari kematiannya saja. Ada sebatang kayu menancap di ubun-ubun kepalanya! Dia punya dendam kesumat besar terhadap Pendekar 212. Ternyata beliau punya niat juga untuk mempunyai Kitab Putih Wasiat Dewa. Kutipu dirinya dengan menyampaikan akan membantunya mendapatkan kitab itu. Karenanya beliau mau melaksanakan apa saja yang saya perintahkan. Dibantu oleh spesialis dari Kotaraja beliau akan memasang materi peledak serta banyak sekali senjata rahasia di salah satu bukityang akan menjadi tempat berkumpulnya musuh kita”
Pangeran Matahari menyeringai. Aku tahu insan berjuluk Makhluk Pembawa Bala itu. Jika beliau orangnya memang kita tidak perlu kawatir. Musuhmusuh kita akan menemui maut sebelum sempat melaksanakan sesuatu. Terima kasih Guru , kamu telah bersusah payah melaksanakan sesuatu untukku.” Berbasa kedaluwarsa Pangeran Matahari kemudian membungkuk dalam-dalam.
Si Muka Bangkai alias Si Muka Mayat tertawa kempot-kempot “Sekarang apakah kamu sudah berubah pikiran dan mau menghadiahkan gadis berbaju biru itu padaku?”
“Guru , saya tidak mau mengecewakanmu. Ada satu hadiah memang sudah kusediakan untukmu Masuklah ke ruang dalam. Langsung ke kamar tidur di sebelah kiri.”
Sepasang mata cekung Si Muka Bangkai tampak berkilat. Mulutnya yang perot berkomat-kamit. Tanpa menunggu lebih lama beliau masuk ke ruangan dalam. Pintu kamar dibukanya lebar-lebar. Si Muka Bangkai sesaat mencicipi jantungnya seolah berhenti berdetak. Nafasnya seolah putus! Betapakan tidak. Di atas ranjang putih terbaring sesosok tubuh gadis jelita. Selain rambutnya yang panjang hitam sepinggang gadis ini tidak mengenakan apa-apa lagi. Kakek bungkuk ini tertawa mengekeh. Dengan tumit kaki kirinya ditendangnya pintu kayu di belakangnya!
5
HARI sepuluh bulan sepuluh hanya tinggal dua minggu. Hari itu pantai selatan tampak tenang. Udara di Teluk Penanjung di mana terletak pantai Pangandaran tampak terang dan cerah. Dua bukit kerikil karang menjorok sejajar ke arah maritim , mengapit sebuah pedataran pasir berbatu-batu selebar lima tombak. Satu sosok tubuh bungkuk berkelebat cepat dari arah utara. Setelah melewati beberapa gundukan kerikil karang balasannya beliau hingga di satu tempat ketinggian di mana terpancang sebuah tiang besi. Di ujung tiang besi berkibar sehelai bendera besar berwarna hitam , melambai-lambai ditiup angin. Tepat di bawah bendera itu duduk bersila satu sosok luar biasa mengerikan. Melihat pada keadaannya yang tidak bergerak dan tidak bersuara , jikalau tidak diperhatikan benar sulit diduga apakah sosok ini sudah jadi mayit atau masih hidup!Sosok ini hanya mengenakan sehelai cawat rombeng. Sekujur tubuhnya penuh dengan koreng cacar air menebar anyir busuk. Beberapa belahan tubuhnya tampak hangus hitam mirip pernah terbakar. Perutnya robek besar. Dari robekan ini membusai usus yang bergerak-gerak setiap beliau menarik nafas! Sepasang kakinya hanya merupakan tulang-tulang menghitam dan hancur di beberapa bagian. Dia duduk termiring-miring lantaran belahan dadanya tampak gila mirip pernah putus kemudian disambung tetapi tidak pas betul sambungannya. Makhluk ini tidak mempunyai tangan sama sekali alias buntung!
Kedua daun telinganya sumplung. Hidung gerumpung. Pipi hancur dan pada lehernya ada guratan luka tertutup darah yang telah mengering. Mulutnya yang hancur menciptakan bibirnya bergontai-gontai. Salah satu matanya melesak ke dalam. Mata yang lain hanya merupakan lobang besar mengerikan. Yang paling angker ialah menancapnya sebatang kayu di batok kepala orang ini , sempurna di ubun-ubun! Seperti dituturkan sebelumnya dalam Episode berjudul “Muslihat Cinta Iblis". batangan kayu itu ditancapkan oleh Iblis Putih Ratu Pesolek sewaktu terjadi pertempuran antara Wiro dengan orang di dalam lobang ini yang bukan lain ialah Makhluk Pembawa Bala.
“Muka Bangkai! Apakah itu kamu yang datang?!” tiba -tiba makhluk mengerikan yang duduk di atas kerikil karang tetapi insan juga adanya! Suaranya keras tapi sember lantaran lehernya yang robek.
Tubuh bungkuk yang berkelebat dari arah utara melesat dan jejakkan ke dua kakinya di depan insan angker yang duduk bersila di atas kerikil karang. Lalu terdengar bunyi tawanya keras dan panjang.
“Makhluk Pembawa Bala sobatku bertubuh baja berhati besi! Aku gembira melihat kamu tetap berada di sini! Itu satu mengambarkan kesetiaan yang hebat luar biasa!” Orang renta bungkuk yang barusan tiba ternyata yaitu Si Muka Bangkai alias Si Muka Mayat , guru Pangeran Matahari!
Makhluk Pembawa Bala mendongak ke langit hingga luka besar pada lehernya terkuak dan darah busuk mengalir keluar. "Sobatku Si Muka Bangkai! Bukankah ada ujar-ujar menyampaikan ada ubi ada talas. Ada budi ada balas! Apa yang saya lakukan tidak lepas dari kesepakatan yang kamu ucapkan tempo hari!
“Sobatku kamu tak perlu kawatir Bagiku Si Muka Bangkai , kesepakatan yang diucapkan yaitu titipan nyawaku padamu. Kitab Putih Wasiat Dewa akan menjadi milikmu begitu muridku menamatkan riwayat Pendekar 212!”
Aku percaya pada janjimu! Aku percaya kata Makhluk Pembawa Bala pula. Sekarang saya ingin kamu melaksanakan sesuatu!”
“Hemmm….katakanlah!”
“Aku ingin kamu mencabut batangan kayu yang menancap dibatok kepalaku!”
Kakek bungkuk Si Muka Bangkai tercekat sesaat. Mulutnya yang perot dipencongkan ke kiri. Dia mendongak ke atas menyembunyikan seringai penuh arti. Dalam hati beliau membatin “Makhluk Pembawa Bala , saya tahu kalau kayu yang menancap di ubun-ubunmu itu tidak dicabut , nyawamu hanya tinggal dua puluhan hari saja! Hik… hik! Siapa yang ingin melihat kamu hidup lebih lama! Pada hari sepuluh bulan sepuluh begitu urusan di tempat ini selesai , saya tidak butuh dirimu lagi! Kau hanya tinggal menunggu mampus!!”
“Muka Bangkai kamu tuli atau bisu hingga tidak melaksanakan permintaanku tadi!”
“Sobatku Makhluk Pembawa Bala. Sebelum ke sini saya telah menemui seorang dukun besar di Nusa Kambangan Aku menerima keterangan dan beliau bahwa ketika kini hampir tidak mungkin untuk mencabut kayu itu dan batok kepalamu…
“Tidak mungkin? Tidak mungkin kenapa? Kalau saya punya tangan sudah dari dulu-dulu saya melakukannya! Perempuan sundal berjuluk Iblis Putih Ratu Pesolek itu menciptakan buntung tanganku yang tinggal satu hingga saya tidak bisa berbuat apa-apa! Tunggu saja! Aku akan membunuhnya dengan cara sangat mengerikan! Aku akan sate tubuhnya dari selangkangan hingga ke ubunubun!”
Makhluk Pembawa bala keluarkan bunyi menggerendeng panjang endek.
“Menurut dukun besar itu jikalau kayu dicabut kini maka otakmu akan ikut tertarik. Akibatnya mengerikan sekali. Hanya satu di antara dua. Kau tetap hidup tapi kehilangan kewarasan atau kamu tetap hidup tapi sekujur badanmu lumpuh!”
Sosok tubuh Makhluk Pembawa Bala nampak bergetar begitu mendengar keterangan Si Muka Bangkai. Lama mulutnya yang hancur tak sanggup mengeluarkan suara. Setelah selang beberapa lama balasannya beliau olok-olokan pertanyaan. “Lantas apakah kelak saya akan mampus mengenaskan begitu saja?! Lebih baik kamu bunuh saya ketika ini juga Muka Bangkai!”
Si Muka Bangkai maju selangkah dan pegang pundak Makhluk Pembawa Bala walau rahasia beliau merasa jijik. Lalu beliau berkata. “Sobatku tunjukkan hati besimu! Tunjukkan kesabaranmu yang seatos kerikil karang! Kau masih punya impian untuk hidup. Satu hari sebelum batas waktu kematian dukun besar itu akan kubawa padamu. Karena menurutnya hanya pada ketika itulah kayu bisa dicabutdan nyawamu diselamatkan!”
Makhluk Pembawa Bala menarik nafas panjang.
“Sobatku Makhluk Pembawa Bala , selama kamu mendekam disini apakah kamu pernah melihat Iblis Pemabuk muncul ditempat ini?” tanya Si Muka Bangkai. Yang ditanya menggeleng.“Ada apa kamu tanyakan setan ganjal satu itu? Kau jerih padanya heh…?!”
Si Muka Bangkai tertawa panjang kemudian menjawab. “Puluhan tahun hidup saya tidak pernah merasa takut pada makhluk apapun! Hanya seorang pemabuk mirip beliau siapa takutkan! Aku bertanya lantaran dialah yang jadi biang kerok punya pekerjaan menyebar undangan untuk pesta darah di teluk Penanjung Pangandaran ini! Dia tidak sadar darahnya juga akan tertumpah disini!”
“Muka Bangkai , kamu tahu Iblis Pemabuk itu sesungguhnya berada di pihak kita atau pihak musuh?”
“Tentu saja dipihak kita , Aku akan mendatangkan beberapa gentong besar berisi minuman keras kesukaannya. Kita akan jamu beliau , kemudian memperalatnya untuk menghadapi lawan. Dia boleh menenggak minuman keras hingga perutnya ambrol kemudian mampus!Ha…ha…ha!”
Dua orang di puncak bukit karang itu tertawa gelak-gelak.
Makhluk Pembawa Bala hentikan tawanya kemudian berkata. “Muka Bangkai , sudah dua hari dua malam saya tidak tidur. Aku ingin beristirahat memicingkan mata barang sejenak. Harap kamu jangan mengganggu!”
Habis berkata begitu sosok tubuh Makhluk Pembawa Bala merosot turun ke bawah. Ternyata beliau masuk ke dalam sebuah lobang batu. Kaprikornus semenjak tadi sesungguhnya orang ini duduk di atas lobang! Gerakannya turun berhenti pada ketika tinggal kepalanya saja yang kelihatan. Makhluk Pembawa Bala senderkan belahan belakang kepalanya ke pinggiran lobang kerikil karang. Si Muka Bangkai tidak tahu apakah insan ini telah memejamkan mata dan tidur lantaran ke dua matanya hanya merupakan rongga-rongga mengerikan.
6
SETELAH cukup lama menunggu balasannya abdi dalem berusia lanjut yang ditunggu muncul juga di pendopo yang teduh itu.“Anak muda harap maafkan kalau kamu menunggu cukup lama. Kelihatannya kamu tiba dari jauh. Apa yang bisa saya lakukan untukmu?” Si abdi dalem menyapa ramah dan duduk bersila di hadapan Wiro.
“Saya butuh beberapa keterangan…"
“Menyangkut kerajaan atau apa?"
“Sedikit menyangkut kerajaan ,”jawab Wiro
Orang renta it mengangguk.“Aku akan menjawab sepanjang kemampuanku dan selama tidak menyangkut rahasia kerajaan serta keluarga kerajaan.”
“Orang renta , apakah kamu pernah mengenal seorang Tumenggung berjulukan Sindu Winoto?”
“Tumenggung Sindu Winoto? Hemm… Sindu Winoto…Sindu Winoto.." Abdi dalem itu menyebut nama tersebut berulang-ulang. Akhirnya beliau gelengkan kepala dan berkata.“Ada banyak sekali Tumenggung baik diKeraton maupun yang ditugaskan di banyak sekali Kadipaten. Tapi seingatku tidak ada yang berjulukan Sindu Winoto. Ada satu berjulukan Jarot Winoyo"
"Yang saya cari Sindu Winoto , Bukan Jarot Winoyo” kata Wiro pula.
“Tidak ada Tumenggung dengan nama sepert itu.”
“Kau pasti tahu ,orang tua?’
“Pasti sekali. Mengapa kamu tanyakan orang yang tidak pernah ada itu? Masih punya kekerabatan kerabat atau sanak saudara dengan dia?”
Wiro tidak menjawab.“Tumenggung itu mempunyai seorang putera berjulukan Handoko…”
“Ada seorang berjulukan Handoko di Keraton. Bukan putera seorang Tumenggung. Tapi pelayan kepala membawahi semua urusan di Kaputeran!".
Wiro terdiam.
“Kalau tidak ada lagi yang kamu tanya ,aku terpaksa harus kembali ke tempat pekerjaanku." kata abdi dalem renta itu.
“Tunggu. Ada satu pertanyaan lagi. Putera sang Tumenggung dikabarkan ditemukan telah jadi mayit di hutan Watuireng. Lehernya digorok hampir putus. Ini tentu merupakan satu bencana besar. Apakah kamu tahu atau pernah mendengar hal itu? Kejadiannya belum lama berselang…
“Tidak…tidak pernah ada kudengar bencana mirip itu ” kata siabdi dalem pula.“Kalau memang ada tentu telah terjadi kegegeran di Kotaraja ini.”
“Hanya itu yang ingin saya tanyakan. Terima kasih atas waktumu , orang tua… Abdi dalem itu mengangguk kemudian berdiri dan meninggalkan pendopo dengan cepat.
Di tempat sepi di bawah pohon Pendekar 212 duduk memikirkan dan menghubung-hubungkan semua keterangan dengan kejadian-kejadian yang dialaminya akhir-akhir ini.
“Sebelum mati Raja Obat Delapan Penjuru Angin memberi ahu bahwa pembunuhnya yaitu gadis berpakaian merah , berjulukan Andini alias Dewi Payung Tujuh! Gadis itu katanya menceritakan wacana nasib perjodohannya dengan cowok berjulukan Handoko yang ditemui mayatnya di hutan Watuireng mati digorok! Handoko katanya putera seorang Tumenggung berjulukan Sindu Winoto. Tapi sehabis saya selidiki tidak ada Tumenggung berjulukan Sindu Winoto. Tidak ada cowok berjulukan Handoko dan juga tidak ada orang yang ditemui mati di hutan Watuireng! Gila! Apa artinya semua ini?”Murid Sinto Gendeng garuk-garuk kepala lu melanjutkan berpikir.“Puti Andini belum lama tiba di tanah Jawa ini. Mana mungkin beliau menjalin kekerabatan cinta dengan seorang cowok berjulukan Handoko yang ternyata tidak pernah ada? Hemm Siapa pun adanya orang yang mengaku berjulukan Andini itu pasti telah memalsu diri ..”Lama murid Sinto Gendeng merenung.
“Mungkinkah ketika itu dalam keadaan meregang nyawa Raja Obat bicara tak karuan hingga memperlihatkan keterangan gila yang sesungguhnya tidak ada? Atau memang benar gadis berjulukan Andini itu yang telah mencelakainya? Buktinya sebelum saya sempat menghukumnya beliau melarikan diri begitu saja! Hemmm… Atau mungkin ada gadis lain punya nama sama dengan Dewi Payung Tujuh? Tidak bisa jadi! Andini yang saya kenal itu tiba dari Pulau Andalas memang membawa maksud tertentu. Dia menginginkan Kitab Putih Wasiat Dewa! Itu sebabnya beliau membunuh Raja Obat sehabis mendapatkan keterangan menyangkut diriku! Urusan gila ini benar-benar berbelit!" Wiro kembali garukgaruk kepala Dia kini teringat pada gadis itu.
“Bidadari Angin Timur ,teka-teki apa yang kamu berikan padaku? Kita bercinta… Kuberikan Kitab Putih Wasiat Dewa padamu. Lalu kamu menghilang begitu saja seolah ingin melarikan kitab sakti itu untuk selama-lamanya. Lalu ketika kamu tiba-tiba muncul sikapmu aneh. Kau seolah tidak ingat lagi apa-apa yang telah kita lakukan. Dia bahkan menampar mukaku! Bagaimana saya bisa mendapatkan petunjuk bahwa memang gadis itu mempunyai saudara kembar? Lalu bagaimana saya bisa memastikan yang mana Bidadari Angin Timur orisinil yang membawa kitab itu! Gila… oh gila sekali! Hari sepuluh bulan sepuluh hanya tinggal sepuluh hari lagi! Pangeran Matahari tentu sudah menyiapkan segala sesuatunya. Aku masih saja sibuk dengan dilema gila ini! Ah… saya benar-benar ingin menemui seseorang yang bisa diajak bicara dan memberi petunjuk! Tapi siapa? Guruku entah berada di mana. Kakek Segala Tahu terlalu sulit untuk dicari. Kalau saja…"
Tiba-tiba terdengar derap bunyi kaki kuda mendatangi dari arah kiri. Dalam waktu bersamaan dari arah kanan terdengar bunyi orang menyanyi tak karuan diseling tertawa ha-ha hi-hi.
“Aku punya firasat orang berkuda disebelah kiri dan orang yang menyanyi dari arah kanan akan bertemu di tempat ini. Sesuatu akan terjadi sini!”
Memikir hingga di situ Wiro segera menyelinap di balik serumpunan semak belukar tinggi dan lebat.
Penunggang kuda muncul duluan. Malah hentikan kudanya tak jauh dari semak belukar tempat Pendekar 212 bersembunyi. Sepasang mata murid Sinto Gendeng ini terbeliak besar ketika melihat siapa adanya penunggang kuda itu. Seorang gadis berpakaian merah berparas jelita tanpa riasan dan bukan lain yaitu Dewi Payung Tujuh alias Puti Andini!
Begitu melihat gadis ini Wiro segera saja hendak melompat keluar dari balik semak belukar.“Pembunuh Raja Obat penggantung Bidadari Angin Timur! Kali ini jangan harap bisa lolos dari anganku!”kertaknya sambil kepalkan tangan. Baru saja Wiro hendak bergerak tiba-tiba Dewi Payung Tujuh melompat turun dari kudanya. Setelah menurunkan bungkusan hewan itu dihalaunya ke satu tempat. Lalu dengan cepat beliau menyelinap ke balik semak belukar di tempat mana murid Sinto Gendeng mendekam!
Sadar kalau di sampingnya ada seorang lain Dewi Payung Tujuh perlahanlahan palingkan kepala. Gadis ini jatuh terduduk dan beringsut mundur di tanah saking kagetnya ketika melihat siapa yang ada di dekatnya. Pendekar 212 menyeringai.
“Sekalipun kamu lari ke ujung dunia , ternyata balasannya kamu tiba juga menyerahkan diri untuk mendapatkan hukuman!”
“Pemuda sinting! Siapa bilang saya mau menyerahkan diri!"
Wuttt….!
Kaki kanan Dewi Payung Tujuh melesat ke arah kepala Pendekar 212. Kalau saja Wiro berlaku ayal dan terlambat menyingkir pasti hidungnya akan remuk dan bibirnya akan pecah dihantam tendangan keras itu. Begitu serangannya meleset Dewi Payung Tujuh cepat bergulingan di tanah dan menyambar bungkusan yang tadi diturunkannya dari atas kuda. Sesaat kemudian gadis ini telah tegak sambil memegang payung hitam sementara dua payung lainnya hijau dan putih dilemparkannya ke udara eksklusif mengembang mengapit dirinya satu di kiri satu di kanan.
Ketika Wiro bergerak mendekatinya gadis ini membentak.
“Tetap di tempatmu! Tunggu hingga saya menuntaskan urusan dengan orang gila satunya itu!”
“Eh orang gila satunya siapa yang dimaksudkan gadis ini?!”bertanya Wiro dalam hati.
Saat itu bunyi orang menyanyi diseling tawa tiba semakin dekat. Hanya tinggal beberapa langkah lagi dari depan semak belukar , bunyi orang bernyanyi dan tertawa mendadak lenyap. Lalu terdengar bunyi seruan.
“Tidak ada hujan tidak ada panas terik! Mengapa ada dua payung mengapung di udara? Eh setankah yang memegangi payung-payung itu hingga tidak terlihat ujudnya? Hik… hik… hik! Lucu juga! Coba kuambil yang warna putih”
Wuttt!
Terdengar bunyi orang berkelebat. Satu sosok tubuh muncul di atas rumpun semak belukar sambil mengulurkan tangan untuk menyambar gagang payung putih. Pada ketika itu juga Dewi Payung Tujuh jentikkan tangannya dua kali berturut-turut. Payung putih menukik kemudian melesat ke depan. Ujung runcingnya menyambar ke arah kepala orang yang barusan hendak mengambilnya. Payung ke dua yang berwarna hijau tiba dari samping laksana gerinda besar menyambar ke arah pinggang!
“Oo la la! Hik… hik! Siapa yang berani mengajak bersenda gurau siang bolong begini?! Siapa yang hendak menjebol batok kepalaku , memutus tubuhku?!
Orang yang menerima serangan dua payung keluarkan seruan. Di udara tubuhnya bergerak gila tak karuan seolah jungkir balik ditiup badai. Sesaat kemudian sosok yang jungkir balik itu laksana kerikil jatuh dan masuk menyangsrang ke dalam semak belukar!
Payung hijau membabat ujung semak belukar hingga putus mental laksana ditebas golok tajam. Payung putih membalik dan melesat ke udara. Dewi Payung Tujuh begitu melihat serangannya gagal segera menyergap dan tusukkan payung hitamnya yang telah lebih dulu dikuncupkan.
“O la la! Apa lagi ini!”seru orang yang menyangsrang di dalam semak belukar. Tangan kirinya diangkat melindungi kepalanya yang hendak ditusuk , dengan satu gerakan gila sementara dua kakinya mencak-mencak tak karuan sedang dari mulutnya keluar bunyi tawa ha-ha hi-hi!
Dewi Payung Tujuh mencicipi gerakannya menusuk tertahan. Dia kerahkan tenaga dalam. Tapi sia-sia. Payungnya tak bisa bergerak sedikit pun! Malah tiba-tiba beliau melihat satu tangan kurus kering menyelinap di bawah payung.
Sebelum beliau sempat berbuat sesuatu tahu-tahu tangan kanannya yang memegang payung telah dicengkeram orang! Puti Andini terpekik kaget!
Tiba-tiba tubuhnya terangkat melayang ke atas. Sesaat kemudian melayang turun ke bawah hingga ke dua kakinya menjejak tanah.
“Ha… ha! Sungguh sedap berpayung-payung dengan gadis bagus jelita! Cucuku manis ayo kita menari payung bersama-sama! Aku akan menyanyi sambil kita menari! Ha… ha…ha!”
Lalu terdengar bunyi orang menyanyi membawakan lagu tak karuan. Puti Andini berusaha melepaskan diri tapi dirinya laksana dibungkus satu kekuatan yang tak bisa dilawannya. Tangan kanannya terpentang ke atas memegang gagang payung hitam. Lengan kanannya sendiri dipegang orang. Lalu ada satu tangan merangkul pinggangnya. Sesaat kemudian tubuhnya terdorong kian kemari. Dia mirip tidak menginjak tanah dan mengikut saja ke mana tubuhnya didorong dan ditarik! Secara sadar beliau mengikut saja melaksanakan tarian aneh!
Dewi Payung Tujuh untuk pertama kali palingkan kepala melihat siapa yang mengajaknya menari gerabak-gerubuk secara gila mirip itu. Begitu melihat paras orang maka terpekiklah gadis ini!
Paras itu paras seorang kakek yang bukan mirip paras insan , lebih ibarat tengkorak lantaran kulit yang menutupi sekujur mukanya sangat tipis! Di atas pipi dan rongga mata yang sangat cekung bersarang dua buah mata mendelik besar. Di atas muka tak berdaging itu tumbuh rambut putih jarang. Orang ini memelihara kumis dan janggut putih dan mengenakan pakaian serba putih.
Melihat si gadis menjerit ketakutan orang itu lepaskan rangkulannya dan batuk-batuk beberapa kali. “Ah! Kalau mengikuti kemauan rasanya ingin saya menari bersamamu hingga pagi cucuku! Tapi umurku sudah sangat lanjut.
Badan rongsokan ini sudah tidak mau lagi diajak berleha-leha! Ha… ha… ha…! Anak muda! Apakah kamu mau meneruskan tarian tadi bersama cucuku ini?! Menyesal kalau kamu hingga menolak menggandeng gadis secantik ini! Orang renta bermuka jerangkong itu melambaikan tangannya ke arah Pendekar 212 Wiro Sableng!
7
PENDEKAR 212 yang semenjak tadi menyaksikan apa yang terjadi di depannya dengan mata melotot tiba-tiba berteriak keras.“Guru!” Lalu beliau melompat ke hadapan si orang renta berpakaian putih dan membungkuk dalam.
“Anak tolol! Kusuruh kamu menari dengan gadis bagus cucuku itu kamu malah berbasa-basi! Hilang sudah kesempatanmu!”
“Tua bangka edan! Aku bukan cucumu!” Puti Andini tiba-tiba berteriak tak kalah kerasnya.
“Oo la la!Bagaimana bisa jadi tidak karuan begini?!”si orang renta berkata sambil tertawa dan usap-usap janggut putihnya. Tubuhnya menghuyung kian kemari mirip ilalang ditiup angin.
“Aku Puti Andini , murid Sabai Nan Rancak dari Gunung Singgalang! Guruku memberiugas untuk mencari dan membunuhmu!”
“Gadis keji pembunuh Raja Obat! Jangan kamu berani kurang bimbing di hadapan guruku!”bentak Wiro
“Oh! Kaprikornus renta bangka gila ini gurumu! Bagus! Biar kalian mampus satu kubur berdua!” teriak Dewi Payung Tujuh kemudian menyergap dengan bacokan payung hitam.
Si kakek palangkan tangan kirinya yang kurus kering. Payung hitam melenceng ke kiri.
“Anak gadis! Mari kita bicara dulu!”
“Siapa sudi bicara dengan orang renta gila , Bicara saja nanti dengan malaikat maut!”
“Gadis bermulut kotor! Biar kurobek mulutmu!’ teriak Wiro Gerakannya tertahan lantaran bahunya cepat dipegang oleh orang renta di sebelahnya.
“Tak usah marah! Gadis ini betul! Aku memang orang renta bangka gila! Itu sebabnya saya dipanggil orang Tua Gila!Bukan begit Ha…ha…ha!”
“Sudah jangan banyak bicara ngacok! Hadapi kematian dalam kegilaanmu!” kata Dewi Payung Tujuh pula. Dia gerakan tangannya ke arah bungkusan miliknya yang ada di dekat semak belukar. Sekali beliau menggerakkan tangan , empat buah payung melesat keluar dari dalam bungkusan itu. Enam buah payung kini mengembang di udara. Satu berada dalam genggamannya. Wiro memperhatikan. Ternyata kini Puti Andini telah mempunyai lagi sebuah payung merah yang dulu pernah dihancurkannya.
“Payung bagus! Oo la la! Payung bagus! Ada enam di udara. Satu di tangan! Siapa yang akan menyanyi kalau saya menari”Orang renta yang kelihatannya berotak miring itu tertawa gelak-gelak. Dia bukan lain yaitu Tua Gila dari pulau Andalas yang dikenal dengan dua julukan yaitu Pendekar Gila Patah Hati dan Iblis Gila Pencabut Jiwa!
Puti Andini menciptakan gerakan berputar dengan tangan kirinya. Enam payung yang mengambang di udara melayang berputar ke arah Tua Gila , mengeluarkan bunyi menderu deru. Payung-payung ini bergerak bersusun turun tangga. Berarti ada enam belahan tubuh Tua Gila yang akan menjadi sasarannya.
“Guru Tua Gila Awas!”teriak Wiro memberi ingat.Tangan kanannya serta merta berubah putih menyilaukan tanda beliau siap melepas pukulan “Sinar Matahari”. Namun apa yang kemudian terjadi sangat cepat. Orang renta berpakaian putih itu kelihatan terhuyung-huyung kemudian jatuh berdebam ke tanah. Kakinya melejang-lejang. Dua buah gagang payung kena sambaran kakinya , mencelat ke udara. Seperti membal tubuh si orang renta kemudian mencelat ke atas. Tangannya bergerak laksana kilat.
Settt… sett… sett… sett!
Empat buah payung dilemparkannya tinggi-tinggi ke udara. Melayang bergabung dengan dua payung lain yang ditendangnya sebelumnya. Apa yang diperbuat Tua Gila tidak cuma hingga di sana. Sambil tertawa haha hi-hi beliau jejakkan ke dua kakinya ke tanah. Tubuhnya melesat laksana terbang melewati enam buah payung. Sambil bernyanyi-nyanyi Tua Gila melayang turun. Dengan lincah sepasang kakinya menjejak dari kepala payung satu ke kepala payung lainnya , terus menerus berganti-ganti. Gerakan tubuhnya walau mirip menari tapi tak karuan. Gerabak gerubuk terhuyung malah kadang kala mirip mau terjerembab jatuh atau terperosok tertelentang!
“Hai! Astaga! Hari sudah siang! Aku enak-enak saja menari! Urusanku masih banyak. Cukup bersenang-senang hingga di sini. Aku kawatir ada payung yang rusak.Cucuku pastiakan marah!Ha ha…ha!”
Tua Gila melayang turun Tapi tidak turun begitu saja. Sambil turun tangannya kiri kanan bergerak masing-masing tiga kali. Tahu-tahu enam payung sudah berada dalam pegangannya. Begitu hingga di tanah enam payung itu dikuncupkannya. Lalu beliau melangkah ke hadapan Dewi Payung Tujuh.
“Terima kasih kamu telah meminjamkan payung-payung bagus ini! Silahkan ambil payungmu kembali!" Si kakek ulurkan enam buah payung kepada si gadis. Puti Andini tegak dengan muka merah padam. Dia tidak bergerak , apalagi mengulurkan tangan mengambil payung-payung yang disodorkan. Hanya sepasang matanya yang bagus memandang menyorot pada Tua Gila.
“Oo la la! Cucuku murka berat padaku!’ seru si orang tua. Lalu beliau melangkah ke arah Wiro “Kau saja yang menyerahkan payung-payung ini padanya!” Habis berkata begitu yummy saja Tua Gil emparkan enam buah payung pada Wiro. Mau tak mau Pendekar 212 terpaksa menyambuti. Setelah enam payung berada dalam pegangannya beliau jadi resah sendiri. Bagaimana beliau akan menyerahkan payung-payung itu pada Puti Andini yang sudah dianggapnya sebagai musuh besar dan ingin sekali dihajarnya hingga mati?!
“Hai! Ada apa di antara kalian sebenarnya?! Yang wanita berdiam diri , muka asam cemberut merah padam. Yang lelaki seperti berubah jadi patung tolol!”
“Guru! Gadis itu telah membunuh seorang tokoh rimba persil an sahabat dan penolongku. Dia juga hendak membunuh seorang gadis sahabatku! Aku bermaksud menghukumnya hingga mati!”
“Sampai mati?! Oo la la! Sungguh hebat bencana di rimba persilatan akhirakhir ini! Semakin renta usia dunia semakin banyak terjadi keanehan! Dan hanya manusia-manusia tolol saja yang mau terseret ke dalam keganjilan kemudian mati dalam keganjilan itu” kata Tua Gila Orang renta itu lantas menuding ke arah Puti Andini. Gadis itu tadi bilang beliau ditugaskan gurunya untuk mencari dan membunuhku! Rupanya gurunya berteman dengan malaikat maut. Kau sendiri barusan berkata hendak menghukumnya hingga mati! Aku tidak tahu apa hubunganmu dengan malaikat maut. Tapi membunuh lantaran alasan sepele sungguh perbuatan tidak terpuji!
Puti Andini keluarkan bunyi mendengus keras hingga si orang renta berpaling ke arahnya. “Aku tahu riwayat hidupmu orang tua! Kau pernah menghabisi nyawa insan hingga tiga ratus orang! Apa kamu punya alasan sempurna untuk membunuhi mereka?!”
Paras Tua Gila sesaat tampak tercekat. Tunggu!” katanya seraya mendongak sementara tubuhnya kembali menghuyung tak karuan. Dia memijat-mijat keningnya seolah tengah berpikir keras.“Cucuku..".
“Aku bukan cucumu! Kau bukan kakekku!” hardik Puti Andini.
“Bagaimanapun juga saya tetap akan membunuhmu! Jangan mengira saya takut padamu sehabis melihat kehebatanmu memamerkan ilmu kepandaian menari di udara di atas payung-payungku!”
Tua Gila tertawa pendek kemudian geleng-gelengkan kepala.
“Gadis bagus kamu dengar baik-baik. Mengenai riwayatku kamu tentu mendengar dari seseorang!"
“Guruku yang menceritakan!”
“Tidak salah dugaanku!” kata Tua Gila pula. “Ketika bencana itu terjadi puluhan tahun silam , kamu belum lahir. Kau masih jadi angin! Hik… hik! Kau kemudian mendengar kisah dari gurumu. Apakah beliau menyampaikan semuanya dengan jujur padamu?”
“Guruku tidak mungkin berdusta!”‘
“Aku tidak menyampaikan gurumu si Saban Nan Rancak dari Gunung Singgalang itu berdusta. Tapi saya yakin ada kepentingan pribadi yang menciptakan beliau menyisihkan mana yang baik buat dirinya dan menimpakan mana yang buruk bagi orang lain! Urusanku dengan gurumu biar kami yang tua-tua ini menuntaskan sendiri.”
“Aku tidak akan kembali ke Singgalang berhampa tangan!”jawab Puti Andini keras. Lalu berkelebat kirimkan serangan ganas. Payung hitam disapukan ke udara hingga mengeluarkan angin deras dan sinar redup hitam. Tangan kiri menciptakan gerakan mencengkeram , diarahkan ke leher Tua Gila.
“Gadis laknat! Ambil payungmu!” Pendekar 212 menerjang ke depan menyongsong serangan Puti Andini. Enam buah payung yang semenjak tadi dipegangnya dilemparkan ke arah si gadis. Lemparan ini bukan lemparan biasa lantaran disertai tenaga dalam. Enam payung menjelma enam senjata maut yang melesat ke arah kepala dan bagian-bagian tubuh Puti Andini! Si gadis kertakkan rahang. Dia melesat ke udara untuk menghindari serangan payung miliknya sendiri. Dari udara payung hitam dilemparkannya ke arah Wiro. Begitu melempar beliau menciptakan gerakan jungkir balik. Tahu-tahu tubuhnya menukik menyambar ke arah Tua Gila!
“Hebat! Luar biasa!” memuji Tua Gila.
Sementara Wiro melompat menghindari serangan payung hitam. Tua Gila miringkan tubuh ke samping. Sambaran tangan si gadis lewat di samping pendengaran kirinya. Ketika beliau hendak mencekal tangan itu tiba-tiba kaki kanan lawan menghantam ke arah dadanya.
Bukkk!
“Guru!” teriak Wiro ketika meli Tua Gila terlempar hingga dua tombak akhir tendangan keras yang dilancarkan Puti Andini Tapi si orang renta sendiri hanya senyum-senyum. Dia mengangkat tangan kirinya tinggi-tinggi memperlihatkan sesuatu.
Puti Andini keluarkan seruan tertahan. Wiro melotot kemudian menyeringai sambil garuk-garuk kepala. Di tangan kiri Tua Gila ketika itu ada kasut kaki kanan milik si gadis! Tua Gila dekatkan matanya ke kasut yang dipegangnya seperti meneliti.
“Untung tak ada belahan kasut ini yang rusak. Kalau hingga rusak bagaimana saya menggantinya. Kasut mirip ini tentu mahal sekali harganya!” Tua Gila tersenyum. Dia melangkah ke hadapan Puti Andini yang tegak bergerak dengan muka merah padam. Jika orang renta itu tadi mau mencelakainya pasti gampang saja baginya. Semudah beliau mencabut kasut di kaki kanannya tanpa beliau merasakannya.
Di hadapan Puti Andini Tua Gila membungkuk seraya berkata , “Harap maafkan renta bangka ini. Biar saya tolong mengenakan kasut ini ke kakimu kembali!”
Entah murka entah sangat aib Puti Andini melompat menjauhi Tua Gila. Dia mengumpulkan tujuh payungnya dengan cepat kemudian tanpa berkata apa-apa lagi beliau berlari kencang meninggalkan tempat itu. Di sudut matanya tampak genangan air mata!
Ketika si gadis melarikan diri. Pendekar 212 hendak mengejar tapi lengannya cepat dipegang oleh Tua Gila.“Tak perlu dikejar.Nanti kamu akan bertemu juga dengan dia! Lebih baik kita duduk-duduk dulu di sini. Berbincang-bincang.
Bertahun-tahun saya tidak bertemu denganmu. Tentu banyak kisah yang bakal saya dengardarimu!”
“Tua Gila , apakah selama ini kamu baik-baik saja?”tanya Wiro
“Ya begitulah Banyak perubahan terjadi di Pulau Andalas. Banyak perubahan terjadi pada diri renta ini. Semakin lama saya merasa diri yang sudah rongsokan ini tidak ada harganya lagi. Kadang-kadang saya berpikir mengapa saya tidak segera saja mati! Tapi malaikat rupanya selalu kesasar tiba mencari namun orang lain yang dicabutnya nyawanya.Ha…ha…ha…”
“Tua Gila , saya perlu memberitahu padamu walau tadi kamu sudah mendengar. Gadis tadi berjulukan Puti Andini. Dia juga dari Pulau Andalas…
“Aku sudah tahu siapa beliau adanya!”memotong Tua Gila
“Bagus kalau begitu Siapa pun beliau adanya beliau yaitu pembunuh sahabat dan tuan penolongku Raja Obat Delapan Penjuru Angin. Dia juga yang hendak menggantung gadis yang kucintai."
Tua Gila batuk-batuk beberapa kali.
“Itu isu hebat! Kau punya gadis yang dicintai. Berarti punya kekasih. Punya kekasih berarti punya calon istri! Apakah gurumu si Sinto Gendeng itu sudah kamu beriahu?”
“Memang belum.Saatnya akan tiba!.”
“Yang penting apakah gadis itu mengasihi dirimu?’ tanya Tua Gila seraya senyum-senyum.
“Dia mengaku mencintaiku. Bahkan untuk membuktikan cintanya beliau bersedia menyerahkan tubuhnya dan kehormatannya!”
Tua Gila menyeringai. Lalu keluarkan bunyi berdecak berulang kali. Saat itu hari telah larut petang. Karena tempat itu ditumbuhi banyak pohonpohon rindang , keteduhan menciptakan keadaan di situ lebih cepat menjadi gelap. Tanpa diketahui kedua orang yang asyik bercakap-cakap itu sesosok tubuh mengendap-endap kemudian mendekam di satu tempat mendengarkan pembicaraan mereka.
8
WIRO pandangi orang renta di hadapannya. Lalu bertanya. “Kenapa kamu menyeringai Tua Gila Seperti kamu menganggap cinta it satu ketololan?!”Tua Gila tertawa mengekeh. Dia menepuk nyamuk yang lewat di depan hidungnya. “Cinta tidak tolol. Cinta sesuatu yang suci jikalau saja insan mau berlaku jujur. Justru para insan yang katanya berotak dan lebih tinggi derajatnya dari hewan itulah yang berlaku tolol!”
“Kau menyindirku!”kata Wiro sambil menggaruk kepala.
“Tidak , tidak menyindir.Tapi sekedar untuk menciptakan matamu terbuka dan otakmu bekerja”
“Heh ,apa maksudmu sesungguhnya , Guru?!”
“Kau dengar baik-baik apa yang saya ucapkan! Katamu gadis yang kamu cintai itu menyatakan cintanya dengan bersedia menyerahkan tubuh serta kehormatannya padamu! Hal mirip ini tidak akan ditemui dalam dunia percintaan yang wajar. Muridku! Tidak ada seorang gadis akan mau mengeluarkan ucapan mirip itu bagaimanapun beliau mengasihi seorang pemuda.Kecuali. .”
“Kecuali apa?!’tanya Wiro ketika Tua Gila memutus ucapannya.
“Kecuali ada sesuatu di luar masuk akal dibalik semua itu. Muridku , jikalau kamu tidak keberatan harap kamu menceritakan secara terperinci apa saja yang sesungguhnya telah terjadi.”
“Kalau begitu maumu , oke Tua Gila” Lalu Pendekar212 menceritakan kisah panjang semenjak terbunuhnya Raja Obat Delapan Penjuru Angin , ditemuinya Bidadari Angin Timur yang hampir menemui maut digantung kaki ke atas kepala ke bawah. Lalu lenyapnya Bidadari Angin Timur bersama Kitab Putih Wasiat Dewa , disusul pertempuran dengan Dewi Payung Tujuh di halaman rumah makan dan ditutup dengan pertemuan terakhir kali dengan Bidadari Angin Timur yang dirasakan sangat gila oleh Wiro.
Mendengar kisah Wiro , Tua Gila geleng-geleng kepala. “Puluhan tahun hidup di dunia gres sekali ini saya mendengar kisah begini hebat! Tapi anak muda , jikalau saya boleh mengeluarkan pendapat maka terus terang saya katakan siapa pun gadis binal yang membunuh Raja Obat , beliau bukanlah Puti Andini alias Dewi Payung Tujuh!”
“Tua Gila! Kau membela gadis jahanam itu!” kata Wiro dengan bunyi keras.
“Aku tidak membela siapa pun lantaran tidak ada untungnya bagiku! Tapi coba kamu pikir dalam-dalam. Kau bakal melihat keganjilan dan kejanggalan. Mungkin benar ada dua Bidadari Angin Timur , yang satu jahat yang satu baik. Entah yang mana Bidadari yang kamu cintai itu. Tapi mungkin pula cuma ada satu saja dan menjalankan kiprah ganda. Sekarang tergantung pada kepandaianmu menyelidik!”
Wiro menarik nafas panjang dan menggaruk kepala berulang kali.
“Kau masih hendak membunuh gadis dari Pulau Andalas itu” tanya Tua Gila.
Lama gres Wiro menjawab. “Kedatangannya ke tanah Jawa ini terperinci hendak mendapatkan Kitab Putih Wasiat Dewa dan membunuhku!".
“Tunggu dulu anak muda! Hal yang satu itu jangan kamu sangkut pautkan dengan kematian Raja Obat serta penggantungan kekasihmu. Itu yaitu dua halyang berbeda."
“Ah.semakin resah saya jadinya!" kata Pendekar212 pula.
“Kalau begitu biar kita alihkan pembicaraan pada hal lain. Aku ingin bertanya. Di luar tersebar kabar akan terjadi satu bencana besar di Pengandaran pada hari sepuluh bulan sepuluh! Tolong kamu jelaskan kegilaan apa yang hendak dibentuk orang-orang rimba persilan kali ini!”
“Aku sendiri menerima undangan tiba ke sana dari Iblis Pemabuk."
“Maksudmu si Dewa Tuak renta bangka geblek yang hendak menjodohkan muridnya denganmu?”tanya Tua Gila kemudian tertawa mengekeh.
Wiro menyengir. “Rupanya urusan itu hingga juga ke telingamu! Iblis Pemabuk tidak sama dengan Dewa Tuak. Dia seorang sakti gila yang membunuh insan semudah beliau mengedipkan mata. Aku sendiri hampir jadi korbannya!”
“Hemmm… Mendengar keteranganmu rupanya semakin banyak orang-orang saktiyang ti saya kenal bermunculan dirimba persilan…
“Di tengah semua bencana itu saya paling bernasib jelek. Dua senjataku Kapak Naga Geni 212 dan kerikil hitam pasangannya lenyap dirampas kawanan Tiga Bayangan Setan dan Elang Setan. Senjata-senjata itu diserahkannya pada Pangeran Matahari!
“Kau menyebut nama itu! kata Tua Gila setengah berteiak. “Aku berani bertaruh mengentuti hidung masing-masing! Pangeran keparat itu racun yang menjadi biang kerok semua ini! Berarti… kemudian ada yang mengatur pertemuan kamu dengan beliau di Pangandaran! Ada yang benar-benar menginginkan kematian Pangeran Matahari , tapi ada yang berusaha mencari untung… Kegegeran besar akan berlangsung disana!”
“Kau mungkin benar Tua Gila..”
“Hari sepuluh bulan sepuluh tidak berapa lama lagi. Apakah kamu sudah berkemas-kemas Wiro?”
“Itulah yang saya khawatirkan. Pikiranku banyak tersita pada apa yang terjadi belakangan ini. Dua senjata sakti andalanku tak ada di tanganku. Kitab Wasiat Dewa lenyap begitu saja. Lalu Pangeran Matahari telah menguasai Kitab Wasiat Iblis…
“Tugasmu berat amat.Muridku! Kalau saja nyawamu ada tiga saya tak akan ikut-ikutan bingung." kata Tua Gila dengan nada sedih tapi lantas beliau tertawa mengekeh menciptakan Pendekar 212 jadi jengkel.
“Tiga Bayangan Setan akan menjadi salah satu musuh berat bagiku” kata Wiro."Dia mempunyai ilmu iblis yang membuatnya tidak bisa dikalahkan , tidak bisa mati! Iblis Pemabuk pernah menyampaikan padaku kelemahan insan itu. Tapi saya tak bisa memecahkan petunjuknya!’
“Apa yang dikatakannya padamu?”tanya Tua Gila pula.
“Tepat tengah hari bolong. Pilih yang ditengah.”
“Dasar Iblis Pemabuk! Memberitahu pun tidak karuan!” menggerutu Tua Gila. “Sulit saya memecahkan arti unjuknya itu. Mungkin saya harus mabuk dulu gres bisa menerka… Tapi! berdasarkan keteranganmu beliau mempunyai ilmu hitam aneh. Tiga makhluk jejadian berbentuk raksasa keluar dari kepalanya dan.." Ucapan Tua Gila terputus ketika tiba-tiba beliau melihat sesosok bayangan berkelebat di kegelapan.
“Ada orang mencuri dengar semua pembicaraan kita” seru si orang tua.
Serta merta beliau melompat ke arah kegelapan. Wiro mengikuti.
"Sial!” gerutu Tua Gila. Dia berhasil melarikan diri! Sosoknya mirip sosok perempuan! Wiro mendongak kemudian menghirup udara berulang kali.
“Kulihat kamu mirip babi bunting yang mau beranak!” kata Tua Gila kemudian tertawa mengekeh.“Apa yang tengah kamu lakukan?”
“Aku berusaha membaui. Kalau Bidadari Angin Timur yang muncul biasanya harum tubuh dan pakaiannya masih tertinggal beberapa lama!"..
“Lalu apa kamu mencium anyir harum itu?" Wiro menggeleng.
“Berarti bukan bidadarimu itu!” ujar Tua Gila. Dia memandang berkeliling.
“Astaga!Ternyata malam sudah tiba , Aku harus meninggalkanmu Muridku".
“Tua Gila , Tunggu dulu!” panggil Wiro.
Tapi sang guru sudah lenyap dalam kegelapan malam. (Mengenai Tua Gila harap baca serial Wiro Sableng berjudul Banjir Darah diTambun Tulang”).
Pendekar 212 dudukkan diri di bekas Tua Gila tadi duduk. Saat itu gres disadarinya betapa letihnya sekujur tubuhnya. Dia berusaha mengatur jalan nafas dan peredaran darah namun tidak bisa memusatkan pikiran. Wajah Bidadari Angin Timur muncul silih berganti dengan paras Dewi Payung Tujuh. Siapa di antara kedua gadis itu yang bisa dipercayanya?
“Puti Andini terperinci tak bisa kupercaya. Dia tiba membawa kiprah untuk membunuhku! Tapi Bidadari Angin Timur sendiri sehabis mendapatkan Kitab Putih Wasiat Dewa mengapa bersikap gila terhadapku?! Sampai-sampai saya ditamparnya! Sialan betul!” Wiro bangun berdiri. Saat itu terbayang pula paras Ratu Duyung di pelupuk mata Wiro.
“Bagaimana keadaan gadis itu? Kasihan kalau beliau tidak hingga mendapatkan jalan keluar penyembuhan atas kutukan yang dialaminya… Kalau saja beliau ada di sini mungkin banyak petunjuk yang bisa kudapatkan. Mungkinkah dari sini saya sanggup melihatnya!"..
Pendekar 212 lantas salurkan tenaga dalamnya ke mata. Lalu beliau berdiri menghadap ke arah pantai selatan. Ke dua matanya dikedipkan dua kali. Dia kini mengerahkan ilmu melihat jauh yang disebut “Menembus Pandang” yang didapatnya dari Ratu Duyung. “Ratu , perlihatkan dirimu.” Dalam hati Wiro membatin. Mula-mula hanya kegelapan yang terlihat. Lalu kurang jelas muncul bentangan maritim luas.
“Ratu Duyung.." bisik Pendekar212. Dadanya berdebar ketika tiba-tiba beliau melihat sosok tubuh seorang wanita berjalan membelakanginya. Di kepalanya ada sebuah mahkota biru. Pakaiannya terbuat dari untaian manik-manik berkilauan.
“Aku berhasil melihatnya. Dia melangkah memasuki sebuah ruangan. Aku pernah berada di ruangan itu. Dia keluar dari ruangan… memasuki sebuah lorong. Ah , sayang saya tidak sanggup melihat wajahnya. Di ujung lorong ada satu ruangan aneh… berbentuk bundar. Di tengah ruangan… apa itu. Satu benda setinggi insan tertutup selubung kain… Ratu Duyung menarik kain penutup. Eh…! Astaga… Aku melihat diriku berdiri di tengah ruangan lingkaran itu Bukan… bukan diriku. Tapi sebuah patung. Ratu Duyung memeluki patung diri ..Aku…
Perlahan-lahan Ratu Duyung letakkan kepalanya di dada patung. Tangannya merangkul ke punggung patung. Ketika kepalanya digeserkan ke samping kanan Wiro sanggup melihat sebagian paras sang Ratu. Ada air mata menggelinding jatuh ke pipinya yang licin. Wiro mencicipi tenggorokannya mirip tersekat. Kepalanya mendenyut. Bayangan ruangan lingkaran , Ratu Duyung dan patung dirinya lenyap dengan seketika.
“Patung itu..” kata Wiro dalam hati.Waktu saya di sana tak pernah saya melihat. Berarti sengaja disembunyikan. Sejak kapan diriku dalam bentuk patung berada di tempat itu? Ah anehnya dunia ini!” Wiro bangun berdiri Dengan pikiran dibuncah oleh banyak sekali hal beliau tinggalkan tempat itu.
9
DELAPAN bayangan merah berkelebat laksana topan menuju danau Karang pucung yang terletak di tengah rimba belantara sunyi sepi. Di tengah danau yang cukup luas itu terlihat satu bangunan bambu bertingkat dua. Antara tepi danau dengan bangunan bambu sama sekali tidak ada jembatan penghubung. Juga tidak kelihatan bahtera atau getak di sekitar situ. Yang tampak hanya potongan-potongan bambu menyembul setinggi dua jengkal di atas permukaan air danau yang tenang. Potongan bambu ini ditancap ke dasar danau demikian rupa berjarak satu tombak satu dengan lainnya , membentuk garis-garis patah , mulai dari salah satu tepi danau hingga ke hadapan bangunan bambu.Delapan bayangan tadi yang ternyata mempunyai dispensasi luar biasa , menjejakkan kaki dari satu ujung bambu ke ujung bambu berikutnya hingga balasannya hingga di serambi bawah rumah bambu. Serambi itu tidak seberapa besar. Namun diberati oleh delapan sosok tubuh tinggi besar berjubah merah darah sedikit pun tidak bergerak apalagi miring. Delapan insan ini mempunyai kepala botak plontos bercat kuning. Masing-masing kepala dihias dengan satu angka , mulai dari angka 1 hingga angka 8. Luar biasanya delapan orang berjubah dan botak ini mempunyai wajah mirip satu dengan lainnya. Mereka inilah yang dijuluki Delapan Tokoh Kembar. Selama beberapa tahun mereka malang melintang d tempat timur mencari pengalaman sambil menambah ilmu. Kini mereka muncul di barat sehabis mendengar banyak hal-hal menarik dalam rimba persilatan di tempat ini.
Orang yang kepalanya berangka 1 begitu menjejakkan kaki di lantai bambu memberi tanda pada tujuh kawannya yang menyusul satu persatu.
“Jauh-jauh kita tiba ke sini , ternyata kita sudah kedahuluan orang" kata si nomor1.
“Ada tamu tak diundang menyusup ke tempat kediaman kita”
Si botak bernomor 4 memandang berkeliling. “Aku sudah punya firasat semenjak berada ditepian danau tadi. Kita harus menggeledah seluruh bangunan ini!”
“Mengapa susah-susah menggeledah segala!” kata orang si botak nomor 3.
“Mari kita bermain jingrak-jingkrakan. Ingat waktu kita masih kanak-kanak dulu bermain diatas rakit dimuara Kali Jatiroyo?!”
“Kau betul! Mari kita mulai saja!" menjawab sibotak nomor 8 yakni Delapan Tokoh Kembar paling bungsu.
Delapan orang berjubah angkat tangan mereka ke atas lurus-lurus. Kepala didongakkan. Lalu serentak mereka meniup. Terjadilah satu hal yang hebat. Angin tiupan mereka menggemuruh laksana puting beliung. Langit di atas danau mirip terbongkar. Bangunan bambu bergoncang keras tetapi anehnya tidak ambruk
“Mulai!” Si Botak nomor 1 berteriak memberi aba-aba!.
Delapan pasang kaki di balik jubah merah darah melesat setengah tombak ke atas kemudian turun lagi menjejak lantai bambu. Demikian terus berulang ulang hingga bangunan bambu bertingkat itu sebentar oleng ke kiri , sebentar oleng kekanan seolah , mau roboh dan amblas ke dalam danau! Di lain ketika bangunan berputar keras hingga air danau bergejolak bergelombang keras. Sambil melompat Delapan Tokoh Kembar ini terus saja meniup.
“Meroboh Langit Membuncah Bumi!” teriak Delapan Tokoh Kembar nomor 1 menyebut nama jurus yang mereka lakukan. Tujuh saudaranya menyambut dengan teriakan keras kemudian kembali meniup dan terus berjingkrak-jingkrak. Bangunan bambu berderak-derak. Gelombang air danau semakin membuncah.
“Sambil menyelam minum air! Ha… ha…! Mencari penyusup memunggah ikan! Lihat kita kejatuhan rezeki!” Si botak nomor 6 berseru sambil menunjuk ke seputar air danau. Saat itu di permukaan air danau kelihatan mengambang puluhan ikan besar menggelepar-gelepar. Akibat perbuatan Delapan Tokoh Kembar yang seolah membuncah air danau , ikan-ikan yang ada di danau itu menjadi mabuk , naik ke atas air dalam keadaan setengah mati setengah hidup.
“Saudara saudaraku!” tiba-tiba si bungsu nomor 8 berseru. “Tamu gelap kita sudah ikut mabok! Lihat beliau melayang turun dari bangunan sebelah atas. Aduh harumnya… !”
Delapan pasang mata ditujukan ke bangunan bambu sebelah atas. Dari sebuah jendela yang terbuka tampak melayang turun sosok wanita berambut pirang , berpakaian biru tipis. Angin kencang menebar anyir harum yang keluar dari tubuh dan pakaiannya.
“Amboi! Tamu gelap kita ternyata seorang bidadari!" teriak sibotak nomor 1.
“Pakaiannya tipis sekali! Aku sanggup melihat setiap lekukan tubuhnya!”seru si botak nomor 7.
Sosok yang melayang itu begitu menjejakkan kaki di lantai bambu segera saja dikurung oleh delapan lelaki botak berjubah merah. Karena bangunan itu tidak seberapa besar maka yang terkurung dan mengurung hanya terpisah beberapa jengkal saja! Delapan pasang mata membeliak menyaksikan wajah seorang gadis bagus jelita mengenakan pakaian tipis biru tembus pandang. Delapan Tokoh Kembar berdiri dengan rangkapkan tangan di muka dada , memandang tak berkesip.
Sementara gadis baju biru itu sesaat tampak tegak dalam keadaan masih menghuyung mengambarkan jurus “Meroboh Langit Membuncah Bumi” yang dimainkan oleh Delapan Tokoh Kembar tadi masih mempengaruhinya. Itulah yang mengakibatkan beliau tidak sanggup bertahan lebih lama di bangunan sebelah atas dan terpaksa turun ke bawah.
“Kali semua dengar!” si gadis tiba-tiba berkata sambil rapikan rambutnya yang pirang.
“Jangan salah sangka! Aku bukan tamu gelap!’.
“Ah! Bagus!” Tokoh Kembar nomor 2 menyahuti. Kalau begitu siapa dirimu! Harap beri tahu nama!”
“Aku tiba dengan maksud bersahabat. Mengenai namaku kamu boleh saja menyebut diri Bidadari. Apa kamu rasa itu cukup cocok!" Sambil bertanya gadis berbaju biru itu menarik nafas panjang hingga dadanya yang bahenol membusung. Apa lagi ketika itu belahan atas pakaiannya agak tersingkap hingga semua mata sanggup melihat satu pemandangan mencolok yang mendebarkan.
“Cocok! Kau sangat cocok!” berkata si nomor 2.
“Bidadari berambut pirang! Kami ingin tahu maksud kedatanganmu , masuk ke bangunan ini tanpa setahu dan izin kami!” Tokoh Kembar nomor 5 olok-olokan pertanyaan.
Gadis berpakaian biru lemparkan senyum manis. Lidahnya dijulurkan sedikit untuk membasahi bibirnya. Delapan Tokoh Kembar jadi semakin kelangsangan dan beberapa di antara mereka jadi usap-usap kepala masing-masing.
“Aku tiba kemari membawa pesan erat dari Pangeran Matahari!"
“Astaga! Kaprikornus kamu orangnya Pangeran yang populer itu. Hemmm.." Tokoh Kembar nomor 3 geleng-geleng kepala.
Si botak nomor 1 segera membuka mulut. Selama ini kami tidak pernah bekerjasama dengan Pangeran Matahari! Kami tidak menganggapnya sebagai sobat juga tidak sebagai musuh. Coba kamu katakan apa pesan Pangeranmu itu”
“Kalian sudah mendengar wacana Kitab Wasiat Iblis?”
Delapan kepala botak sama mengangguk.
“Kitab maha sakti itu kini berada di tangan Pangeran Matahari. Ini berarti bahwa sudah ada kepastian bahwa beliau akan menjadi raja diraja dunia persilatan!”
Delapan Tokoh Kembar tertawa kemudian mendongak dan sama meniup ke atas. Suara menggemuruh merobek danau Karangpucung Air danau bergelombang.
“Kalian pernah mendengar satu senjata mustika luar biasa berjulukan Kapak MautNaga Geni212?!” tanya si gadis.
“Itu senjata sakti milik Pendekar 212 dari Gunung Gede!” menyahuti si botak nomor 3.
“Sekarang tidak lagi! Senjata itu sudah jatuh ke tangan Pangeran Matahari!”
“Uuuuhhh….!” Delapan kepala kembali mendongak dan delapan ekspresi kembali meniup. Suara bergemuruh kembali menggelagari seantero danau.
“Apa kalian juga sudah mendengar wacana satu kitab sakti lain berjulukan Kitab Putih Wasiat Dewa?”
“Justru kami jauh-jauh tiba dari timur lantaran tertarik dengan kitab sakti itu…” jawab Tokoh Kembar nomor 1.
“Kitab itu akan menjadi milik kalian!” kata si gadis baju biru.
“Uhhh….!Apa?!” Delapan ekspresi bergumam dan bertanya berbarengan.
“Dengar , pada hari sepuluh bulan sepuluh akan ada satu bencana menggegerkan di Pangandaran. Pangeran Matahari akan menghabisi tokoh tokoh golongan putih dipimpin oleh Pendekar 212. Pangeran merasa kurang berkenan jikalau kalian tidak diberitahu dan tidak diminta bantuannya".
“Ah ,Pangeran segala cerdik segala licik itu hendak memperalat kita” kata si bungsu nomor 8.
“Jangan salah menduga!”gadis baju bir cepat memotong
.“Jasa kali tidak akan dilupakan. Kalian akan menerima kedudukan sangat tinggi begitu Pangeran Matahari berkuasa".
“Kami tidak ingin jabatan setinggi apa pun. Kami lebih suka malang melintang ke mana kami senang..".
“Itu bisa diatur.."
“Tidak! Bukan Pangeranmu yang mengatur , tapi kami Delapan Tokoh Kembar!” tukas Tokoh Kembar nomor1.
“Kalian tidak usah kawatir. Kalau kalian tidak suka jabatan tinggi masih ada imbalan lain yang dijanjikan Pangeran Matahari untuk kalian!.”
“Hemmm…apa?” tanya si nomor 1.
“Diriku” jawab si gadis baju biru seraya merapikan rambut pirangnya dan mengangkat belahan bawah pakaiannya hingga kakinya yang putih tersingkap hingga di atas lutut.
Delapan pasang mata membeliak menyaksikan kaki putih mulus bagus itu.
“Delapan Tokoh Kembar , selesai urusan besar diPangandaran kali bisa mempunyai diriku hingga kali bosan!”
Delapan Tokoh Kembar saling pandang satu sama lain. Beberapa di antara mereka usap-usap kepala botak mereka yang berwarna kuning. Lalu tampak mereka berbisik-bisik.
Sigadis maklum kalau jeratnya mulai mengena. Maka beliau pun berseru. “Hai! Apa yang kalian bisikkan?! Apa wajahku kurang bagus dan tubuhku tidak menarik” Habis berkata begitu si gadis angkat lagi pakaiannya lebih tinggi dengan tangan kiri sementara tangan kanan digunakan untuk mengusap-usap perutnya.
Delapan pasang mata Delapan Tokoh Kembar mirip silau melihat paha yang tersembul putih hampir hingga ke pangkal! Gerakan mengusap perut yang diperagakan si gadis mengkremasi nafsu mereka!
Tenggorokan Delapan Tokoh Kembar nomor1 turun naik.
“Baik! Kami terima proposal Pangeran Matahari. Tapi kami inginkan dirimu kini juga!"
"Tidak sehabis urusan selesai!”
“Kalian boleh tidak percaya pada Pangeran Matahari. Tapi saya tidak berdusta akan menyerahkan diriku untuk kalian! Aku belum pernah melihat delapan orang gagah mirip kalian Aku belum pernah merasakan…"
Tokoh Kembar nomor 4 tiba-tiba melompat ke depan hendak merangkul si gadis penuh nafsu.
“Kalau kalian berlaku kurang bimbing terpaksa saya meninggalkan tempat ini! Kalian akan menyesal dan kecewa besar!” kata sigadis seraya angkat tangan kirinya dan mendorong ke depan. Gerakan Tokoh Kembar nomor 4 tertahan.
Tubuhnya laksana didorong oleh satu tembok kokoh hingga ke dua kakinya bergetar ketika berusaha bertahan. Walau berhasil menolak niat keji orang namun rahasia gadis berbaju biru itu merasa ngeri. Kalau semua lelaki botak di sekelilingnya tidak sanggup mengendalikan nafsunya , celakalah dirinya.
“Baik!” tokoh nomor1 kembali membuka suara.
“Kami percaya pada janjimu. Tapi untuk meyakinkan kami terpaksa memintamu menelan sesuatu!”
“Menelan apa?!”tanya sigadis. Dadanya mendadak berdebar.
“Obat. Obat ini gres bekerja dua hari sehabis hari sepuluh bulan sepuluh. Jika kamu mendustai kami kamu akan menemui ajal! Tapi kalau tidak kami akan memperlihatkan penangkalnya!”
Tengkuk gadis berbaju biru menjadi hambar mendengar ucapan Tokoh Kembar nomor 1 itu.
“Bidadari! Mengapa kamu terdiam?!” sibungsu nomor 8 bertanya.“Jika kamu tidak mendapatkan aturan kami berarti memang kamu tiba ke sini dengan maksud licik!”
“Kalau begitu biar tubuhnya kita pesiangi kini juga!” kata sibotak nomor 2 seraya maju mendekati si gadis.
Gadis yang terkurung di tengah-tengah sunggingkan senyum lebar.
"Tadi sudah kubilang saya suka kalian… Kalian tuan rumah di sini. Aku harus mendapatkan aturan yang kalian buat. Mana obat itu?”
Baru saja si gadis bertanya si botak nomor 1 jentikkan jari-jari tangan kanannya. Sebuah benda hitam seujung jari kelingking melesat. Sebelum gadis itu sempat mengelak benda itu telah masuk ke dalam mulutnya eksklusif tertelan!
“Nah urusan pertama sudah selesai! Sekarang katakan ke mana kami harus mengikutimu?” bertanya Tokoh Kembar nomor 1.
“Pengandaran cukup jauh dari sini. Hari sepuluh bulan sepuluh hanya tinggal beberapa hari saja.Sebaiknya kita segera menuju ke sana ,” menjawab gadis baju biru.
“Bagus , kalau begitu saya akan jalan duluan Kau berikutnya dan saudara saudaraku menyusul dibelakang!”
“Tunggu…!" kata si gadis. Delapan Tokoh Kembar yang siap berkelebat urungkan gerakan mereka.
“Ada apa?” tanya sinomor satu dengan pandangan mata menyelidik.
“Saat ini kepalaku masih pusing akhir jurus Meroboh Langit Membuncah Bumi yang kalian mainkan tadi! Kalau boleh saya minta tolong , harap ada seseorang yang menolong menggendongku membawa ke seberang.."
Delapan Tokoh Silat serentak sama-sama maju berebut rejeki. Si gadis memandang berkeliling sambil tersenyum.
“Aku menentukan saudara kalian yang nomor 4!” katanya.
Si botak nomor 4 tertawa bergelak sambil acung-acungkan tangan kanannya. Tujuh saudaranya tampak kecewa. Si gadis eksklusif saja sandarkan dirinya ke dada si nomor 4. Tidak tunggu lebih lama lelaki ini segera menggendong gadis bagus jelita yang harum tubuhnya menjadikan rangsangan. Si gadis sesungguhnya hanya berpura-pura. Sejak tadi beliau tahu di antara Delapan Tokoh Kembar itu , yang nomor empat yaitu yang paling garang terhadap dirinya.
Selagi berada dalam gendongan dan si nomor 4 itu melompat dari satu ujung bambu ke ujung lainnya gadis berbaju biru berbisik. “Kau tahu , kamu yaitu yang paling gagah dan kekar di antara saudara-saudaramu. Jika ada kesempatan saya ingin berdua-duaan saja denganmu…"
Si botak berangka 4 ini menyeringai. Cuping hidungnya eksklusif mengembang dan darahnya , menjadi panas. "Jangan khawatir , saya akan mencari kesempatan.."
“Ah , senang sekali rasanya membayangkan berdua-dua denganmu. Aku suka lelaki gagah dan berpengaruh sepertimu. Kau pasti sanggup bercumbu berlama lama".
“Apa maumu akan kuturuti. Kau mau kucumbu , satu hari satu malam tidak ada masalah. Sampai tiga hari tiga malam pun akan kulayani” jawab si nomor 4. Lalu tangan kirinya bergerak mengelus belahan belakang tubuh si gadis.
“Ah ,aku benar-benar senang menemui seorang lelaki jantan sepertimu. Namun saya punya satu syarat.." kata si gadis sambil balas membelai tengkuk si nomor 4 ini. "
"Sebutkan saja apa yang harus kulakukan. Kukira malam ini kita bisa memisahkan diri dengan mereka…”
“Berikan padaku obat penangkal racun yang tadi dimasukkan kakakmu ke dalam mulutku…"
“Ah , itu” bunyi si nomor 4 setengah mengeluh. Aku tidak punya obat penangkal itu. Yang mempunyai hanya kakak sulungku si nomor 1 itu"
“Aku tahu. Tapi kamu pasti bisa mencurinya!” tekan si gadis seraya kembali mengusap tengkuk si botak nomor 4 itu.
Kepala kuning si nomor 4 menggeleng. “Tidak mungkin ,” katanya. “Kakakku menyimpan obat penangkal itu di dalam mulutnya. Ditempelkan ke langit-langit diatas lidahnya…
“Jahanam!” maki gadis baju biru.
"Sayang sekali kalau begitu , ternyata kamu tidak sejantan yang saya duga. Lepaskan diriku! Aku sanggup berjalan sendiri.”
Gadis baju biru lepaskan dirinya dari dukungan si nomor 4. Tubuhnya melesat ke udara dan sesaat kemudian tampak beliau berada di belakang Tokoh Kembar nomor 3 , melompat dari ujung bambu satu ke ujung bambu lainnya , berkelebat menuju ke tepi danau.
10
HARI delapan bulan sepuluh , Makhluk Pembawa Bala masih mendekam di dalam lobang batu. Tak jauh dari lobang kerikil Si Muka Bangkai alias Si Muka Mayat duduk bersila terbungkuk bungkuk di ganjal satu gundukan kerikil karang. Sejak tadi malam beliau melaksanakan samadi dan merencana gres akan menuntaskan samadinya sebelum matahari terbit pada hari sepuluh. Saat itu rambutnya yang putih panjang kelihatan bergoyang-goyang. Bukan oleh tiupan angin teluk tetapi oleh kekuatan dahsyat yang keluar dari tubuhnya. Tak lama kemudian kepulan asap tipis berwarna kebiruan tampak mengepul keluar dari batok kepalanya! Ini satu mengambarkan bahwa orang renta guru Pangeran Matahari ini mempunyai satu kekuatan hebat di dalam tubuhnya.Namun agaknya Si Muka Bangkai tidak akan bisa meneruskan samadinya. Dari arah teluk mendadak lapat-lapat terdengar bunyi orang menangis. Suara tangis itu walaupun tiba dari jauh tetapi mengiang masuk ke pendengaran dua orang yang ada di bukit kerikil karang di mana menancap bendera besar warna hitam. Bagaimana pun Makhluk Pembawa Bala dan Si Muka Bangkai menutup jalan pendengarannya tetap saja telinganya mirip tersentak sentak. Si Muka Bangkai buka sepasang matanya. Mulutnya memaki.
“Jahanam! Makhluk Pembawa Bala , kamu dengar bunyi orang menangis itu”
“Aku dengar sobatku!” jawab Makhluk Pembawa Bala. Tubuhnya masih saja mendekam dalam lobang dan kepalanya mendongak ke arah langit.
“Belum hingga hari sepuluh bulan sepuluh. Sudah ada orang yang minta mampus! Makhluk Pembawa Bala , saya minta kamu menyelidik siapa adanya orang itu! Kalau sobat harap diberi pesan tersirat semoga jangan mengganggu dan minta beliau tiba bergabung di sini. Kalau musuh kamu tahu apa yang harus kamu perbuat!”
“Aku cukup tahu sobatku!” kata Makhluk Pembawa Bala pula dengan suaranya yang sember.
“Apa?!” tanya Si Muka Bangkai.
“Membunuhnya!"
Si Muka Bangkai tertawa bergelak. Makhluk Pembawa Bala goyangkan kepalanya yang ditancapi kayu. Lalu tubuhnya melesat keluar dari dalam lobang kerikil karang. Di udara beliau berjumpalitan tiga kali berturut-turut. Pada gerakan berikutnya sepasang kakinya yang hanya merupakan tulang-tulang menghitam menjejak kaki di kerikil karang. Dia mendongak ke langit. Lalu berkata. “Dua telingaku memang sumplung! Tapi pendengaranku tak bisa ditipu! Yang menangis itu seorang lelaki tua! Dia berada di teluk! Sobatku Muka Bangkai. Kau tunggu di sini. Aku tak bakal lama!”
“Hati-hati bergerak! Jangan hingga tubuhmu cerai-berai oleh senjata rahasia yang kamu pasang sendiri!" memperingatkan Si Muka Bangkai.
Makhluk Pembawa Bala ganda tertawa. “Aku tahu setiap sudut di mana senjata rahasia itu saya pasang! Tak perlu kawatir."
Habis berkata begitu Makhluk Pembawa Balai berkelebat menuruni bukit karang. Tak lama kemudian beliau sudah hingga di teluk. Sebuah bahtera kecil kelihatan terdampar di atas pasir pantai teluk Penanjung. Mata Makhluk Pembawa Bala yang cuma satu dan melesak ke dalam sesaat berputar-putar. Lalu dengan gerakan cepat beliau berkelebat menuju perahu. Di atas bahtera duduk seorang kakek mengenakan pakaian selempang kain putih. Kulitnya hitam legam. Rambutnya digulung dan dikonde di atas kepala. Sepasang alis matanya panjang hitam , menjulai hingga ke pipi. Orang renta inilah yang ternyata tengah menangis tersedu-sedu sedih sekali. Untuk beberapa lamanya Makhluk Pembawa Bala tegak memperhatikan.
“Hemm….! Aku rasa-rasanya pernah mendengar dajal yang punya ciri-ciri mirip dia!” si makhluk membatin Lalu beliau membentak “Orang gila! Siapa kau! Mengapa kamu menangis disini?!”
Suara tangisan serta merta lenyap. Kakek di atas bahtera palingkan kepalanya pada Makhluk Pembawa Bala.
“Huk…huk…huk…" beliau terisak-isak beberapa kali. Matanya berputar-putar , sebentar menatap ke langit sebentar menatap pada sosok mengerikan Makhluk Pembawa Bala. Tangan kirinya diangkat. Ibu jarinya ditudingkan tepat-tepat ke hidung gerumpung Makhluk Pembawa Bala.
“Kau…desis sikakek. Lalu bunyi tangisnya meledak kembali. Sambil menangis beliau mengeluarkan ratapan aneh.
“Aku melihat langit. Hik…hik…hik…Uhhhh sedihnya dunia…Aku melihat laut… Hik… hik! Aduh biung sedihnya dunia… Aku melihat bukit-bukit karang…Hemmm… hik… hik… Uhhhh… Sedihnya dunia! Aku melihat kau! Uhhh…"
Kakek di atas bahtera kembali menuding ke arah Makhluk Pembawa Bala kemudian meratap keras. “Aku melihat darah… darah… Sedih… sedih sekali! Aku melihat maut gentayangan… Dan kau… Kau bakal anak insan yang akan mampus pertama kali di tempat ini! Hik… hik… hik! Sedihnya dunia… Aku sedih… Aku sedih!” Orang renta di atas bahtera lantas menangis melolong-lolong.
“Tua bangka jahanam!” teriak Makhluk Pembawa Bala murka sekali. Dia menggembor keras. Lalu melompat setinggi satu tombak. Di udara beliau berjungkir balik. Ketika melayang turun kaki kanannya yang hangus hitam melesat ke arah si renta gila yang menangis dalam perahu.
“Aku sedih…aku sedih…Orang dalam bahtera masih terus menangis dan meratap. Lalu tiba-tiba tubuhnya rubuh sama rata dengan lantai perahu. “Aku sedih…Aku sedih…"
Wuuuttt!
Tendangan Makhluk Pembawa Bala yang sanggup menghancurkan kepala kerbau itu lewat menghantam angin.
“Bangsat rendah! Jangan mengira bisa lolos untuk ke dua kali! Hampir tubuhnya menyentuh air maritim Makhluk Pembawa Bala kembali melesat ke atas. Kini tubuhnya kelihatan seolah terbang satu jengkal di atas permukaan air laut. Sesaat kemudian.
Braakk!
Perahu kayu itu hancur berkeping-keping dihantam tumit kanan Makhluk Pembawa Bala kemudian karam masuk ke dalam laut.
“Mampus kamu sekarang!” ujar si makhluk. “Sebentar lagi mayatmu akan mengambang di permukaan laut!” Dia mengira orang renta dalam bahtera ikut karam bersama hancuran debu.
“Aku melihat laut… saya melihat darah! Hik… hik… hik! Uhh Aku sedih. Sedihnya dunia…! Aku sedih… Aku sedih!”
Makhluk Pembawa Bala tersentak kaget dan cepat berpaling. Orang renta yang disangkanya sudah hancur dan mati karam di dalam air maritim ternyata kini kelihatan duduk di satu gundukan kerikil karang yang banyak bertebaran di teluk! Dan meneruskan tangisnya!.
“Aku sedih…Aku sedih…"
“Manusia iblis!” kertak Makhluk Pembawa Bala. Dua kali melompat beliau sudah hingga dihadapan orang renta berselempang kain putih itu.
“Tamat riwayatmu sekarang!” Teriak Makhluk Pembawa Bala. Tubuhnya melesat ke udara. Kaki kanannya membabat ke arah tenggorokan orang renta yang tengah menangis.
“Makhluk Pembawa Bala! Tahan seranganmu!” Tiba-tiba satu bayangan putih berkelebat. Makhluk Pembawa Bala terdorong ke belakang beberapa langkah. Dia menggembor keras dan hendak menggebut. Tapi batalkan niatnya ketika melihat yang barusan menghalanginya yaitu Si Muka Bangkai alias Si Muka Mayat.
“Sobatku! Apa kamu sudah berubah ingatan hingga menghalangi saya menghajar pengacau itu?!” teriak Makhluk Pembawa Bala. Matanya yang tinggal satu dan melesak ke dalam berputar-putar mengerikan. Tenggorokannya yang robek bergerak-gerak hingga darah busuk kembali mengucur.
“Jangan tolol! Kau tidak tahu tengah berhadapan dengan siapa!” hardik Si Muka Bangkai.
“Eh ,memangnya orang renta gila itu siapa…?" Suara Makhluk Pembawa Bala agak merendah sekarang.
“Dia yaitu sahabat yang akan membantu kita Dia tokoh besar dunia persilatan. Pasang baik-baik dua telingamu yang sumplung! Dia yaitu tokoh hebat dan terhormat Dewa Sedih!”
Dari tenggorokan Makhluk Pembawa Bala keluar bunyi tercekat. "Celaka , saya memang sudah sering mendengar nama besar insan gila ini. Tapi tidak pernah bertemu. Kaprikornus mana saya bisa mengenal!” membatin Makhluk Pembawa Bala. Lalu cepat-cepat beliau mendekat Si Muka Bangkai dan berbisik “Kau aturlah urusan dengan beliau semoga tidak jadi kapiran!"
"Tak usah kawatir saya bisa membujuk orang gila satu ini!” jawab Si Muka Bangkai. Lalu beliau melangkah mendekati Dewa Sedih yang duduk di atas batu. Sambil menjura dalam-dalam hingga mukanya hampir menyentuh lutut orang beliau berkata setengah meratap.
“Sobatku paduka tuhan segala tuhan yang saya panggil dengan julukan hormat Dewa Sedih , sedih hatimu melihat langit , lebih sedih lagi hatiku! Sedih hatimu melihat maritim , lebih sedih lagi hatiku! Hik… hik… Sedih hatimu melihat bukit karang , saya terlebih sedih melihat Dunia penuh kesedihan hik… hik…hik…" Si Muka Bangkai keluarkan bunyi sesenggukan kemudian seolah mengiringi Dewa Sedih beliau pun ikut menangis dan meratap.
Tiba-tiba Dewa Sedih hentikan tangis. Sambi! menilik kedua matanya dengan belakang telapak tangan beliau menatap kearah Si Muka Bangkai. Lalu dari mulutnya terdengar pertanyaan.
“Mayat hidup , siapakah kamu yang lebih pintar menangis dari padaku? Hik…hik!”
“Paduka yang terhormat Dewa Sedih , lama tak bersua mengakibatkan lupa , lama tidak bertemu mengakibatkan mata menjadi semu. Aku yang rendah tiada lain yaitu sahabat lamamu Si Muka Bangkai alias Si Muka Mayat. Harap dimaafkan kalau saya tidak menyambut kedatanganmu sebagaimana mustinya!"
"Tapi ketahuilah kamu yaitu tamu pertamaku di Pangandaran ini. Penghormatan terbesaraku berikan padamu…"
“Hemmm… k… k!” Dewa Sedih mengangguk sedikit kemudian sesenggukan lagi. Dia berpaling ke arah Makhluk Pembawa Bala. Sobatku Muka Bangkai , siapakah sundal yang tubuhnya menebar anyir busuk itu?!”
Dalam hati Makhluk Pembawa Bala menggeram dipanggil sebagai sundal. Namun lantaran sudah tahu gelagat beliau terpaksa berdiam diri saja walau matanya yang cuma satu kelihatan berkilat menahan amarah.
“Sobatku , kamu tak perlu mengacuhkan dirinya!.”
“Kau tahu Muka Bangkai Aku sedih melihatnya… Aku ingin menangis. Kasihan dia…Huk…huk…" Lalu Dewa Sedih meraung dan menangis panjang.
“Kasihan bagaimana maksudmu sobatku Dewa Sedih?” tanya Si Muka Bangkai pula.
“Dia… dia… akan jadi korban pertama pada hari sepuluh bulan sepuluh! Hik…hik!”
Paras pucat Si Muka Bangkai jadi bertambah pucat. Dia melirik sekilas ke arah Makhluk Pembawa Bala dan melihat bagaimana muka angker insan itu mengelam dan tubuhnya bergetar lantaran menindih amarah.
“Sobatku Dewa Sedih ,udara ditempat ini kurang baik.Angin kencang dan hawa maritim menebar garam yang bisa menyesakkan pernafasan. Mari ikut saya ke puncak bukit karang sana. Sambil menunggu hari ke sepuluh ada baiknya kita menghabiskan waktu berbincang-bincang bertukar p ikiran".
Si Muka Bangkai tersenyum dan ulurkan tangannya memegang lengan Dewa Sedih.
“Uhh… hik… hik! Hatiku sedih… Aku sedih… Aku melihat darah… saya sedih…!Aku sedih! Teluk Penanjung akan geger Pengandaran akan geger! Dunia persilatan akan geger! Aku sedih dalam semua kegegeran itu! Hik… hik…hik.” Sambil berjalan , mengikuti Si Muka Bangkai orang renta itu kembali menangis dan meratap.
11
HARI sembilan bulan sepuluh. Dua penunggang kuda bersipacu cepat memasuki Penanjung dari arah utara. Lima tombak sebelum memasuki alur teluk yang diapit oleh dua formasi bukit karang mereka menghentikan kuda masing-masing. Saat itu matahari sedang terik-teriknya. Sambil menadangkan tangan di depan kening menangkis silaunya matahari mereka memandang berkeliling.“Ada bendera hitam dipuncak bukit karang sebelah barat” kata penunggang kuda sebelah kanan. “Sesuai petunjuk itu yaitu tanda bukit tempat berkumpulnya orang-orang Pangeran Matahari! Kaprikornus kita harus segera menuju ke sana!”
“Menurutmu apakah Pangeran Matahari sudah berada di sana ketika ini?” tanya orang di sebelah kanan.
“Tidak bisa kuduga sebelum kita hingga disana. Kalaupun beliau belum tiba , kita harus menunggu hingga beliau muncul!"
“Terus terang saya kawatir. Apakah beliau segera akan menghabisi kita begitu bertemu muka?!”
Kawan si penanya menggeleng. “Dalam urusan besar begini rupa beliau membutuhkan kita. Kita tidak usah aib dan takut minta ampun padanya lantaran kita telah menipunya. Aku akan katakan bahwa kita berdua bersedia menyabung nyawa menghadapi orang-orang golongan putih demi menebus kesalahan kita tempo hari. Menipunya dengan kepala Pendekar 212 bohongan!”
“Kalau begitu katamu saya mengikut saja. Tapi hati-hatilah! Sang Pangeran yaitu insan segala nalar segala licik!”
Ke dua orang itu lantas melanjutkan perjalanan menuju bukit karang sebelah kanan di mana tampak berkibar sehelai bendera hitam besar. Ketika mencapai puncak bukit di satu tempat mereka dikejutkan oleh satu bentakan dahsyat.
“Tidak boleh ada hewan mengotori puncak bukit karang itu!”
Wuuttt!
Wuttt!
Dua gelombang angin laksana prahara menghantam Dua penunggang kuda berseru keras dan cepat melompat selamatkan diri. Kuda-kuda tunggangan mereka meringkik keras. Dua ekor hewan itu kelihatan terlempar. Dari perut mereka yang jebol berbusaian usus dan bermuncratan darah. Binatang hewan yang malang ini balasannya amblas masuk ke dalam laut.
Keheningan hanya terjadi seketika. Sesaat kemudian terdengar bunyi mengekeh ramai sekali. Ada dua orang yang tertawa! Mereka bukan lain yaitu Si Muka Bangkai dan Makhluk Pembawa Bala. Ketika bunyi kekehan lenyap , mendadak terdengar bunyi orang meratapi.
“Sobatku Elang Setan , jangan-jangan kita tiba ke tempat yang salah!” berkata lelaki tinggi besar di sebelah kanan. Orang ini mengenakan jubah hitam , mata sebelah kanan mendelik besar sedang mata kiri tertutup seolah terpejam. Kepala sebelah kanan berambut lebat sebaliknya yang kiri sudah plontos. Ditambah dengan brewok cambang bawuk serta tiga guratan gila di keningnya insan ini sungguh mengerikan untuk dipandang. Dia bukan lain yaitu Tiga Bayangan Setan. Momok golongan hitam yang bersama saudara angkat darahnya berjuluk Elang Setan merupakan makhluk-makhluk ditakuti dan menjadi musuh besar orang-orang golongan putih.
“Dua insan berwajah setan!” Tiba-tiba ada bunyi berseru dari puncak bukit karang. “Teruskan langkah kalian ke puncak sini. Kalian tidak tiba ke tempat yang salah! Ini yaitu tempat yang besok akan menjadi tempat pembantaian para tokoh silat golongan putih!”
Tiga Bayangan Setan dan Elang Setan saling berpandangan. Baru saja mereka hendak melangkah tiba-tiba di atas bukit sana terdengar bunyi orang menangis!
“Jahanam! Apa yang kita takutkan!” kertak Tiga Bayangan Setan.“Ayo!”
Dua orang itu kemudian berkelebat dan sesaat kemudian keduanya sudah berada di puncak bukit karang. Di situ mereka melihat tiga orang yang menciptakan mereka jadi kerenyitkan kening lantaran merasa gila dan juga ngeri!
Orang pertama hanya kepalanya saja yang terlihat. Sebatas leher ke bawah karam dalam lobang batu. Kepalanya ditancapi sebatang kayu. Mukanya yang menakutkan tertutup darah kering. Bau busuk yang bukan alang kepalang membersit dari kepala dan tubuhnya.
Orang kedua seorang kakek berselempang kain putih yang rambutnya dikonde di atas kepala , duduk di atas gundukan kerikil karang dan menangis tiada henti. Orang ke tiga kakek bungkuk bermuka mirip mayit hidup.
“Kalian ini siapa?!" membentak Elang Setan. Dia menutup hidungnya dengan belakang telapak tangan kiri. Tidak tahan oleh anyir busuk yang keluar dari tubuh dan kepala Makhluk Pembawa Bala.
“Manusia-manusia setan tidak tahu peradatan! Kami yang layak bertanya siapa kalian!”
Elang Setan mendengus sedang Tiga Bayangan Setan menyeringai dan meludah ke tanah. “Sobatku , kamu beritahu saja siapa kita semoga renta bangka bungkuk ini tahu diri!”
Elang Setan yang mengenakan pakaian tebal dekil dan rombeng busungkan dada dan angkat ke dua tangannya yang berbentuk cakar elang ke atas.“Aku dikenal dengan julukan Elang Setan. Saudaraku ini menyandang gelar Tiga Bayangan Setan!”
“Hemm…!Julukan-julukan bagus?” memuji kakek bungkuk kemudian tertawa mengekeh.
“Aku melihat langit. Aku sedih… k… ik… hik! Aku melihat laut… Aku sedih…! Aku melihat bukit karang… Ooo sedihnya dunia! Aku sedih… Hik…hik…hik!” Tiba-tiba Dewa Sedih meratap keras menciptakan Tiga Bayangan Setan dan Elang Setan palingkan kepala dan mendelikkan mata.
"Belum pernah saya melihat orang yang gilanya macam begini!" kata Tiga Bayangan Setan.
“Mulutnya pantas disumpal!” tukas Elang Setan!
“Pantatnya sekali ” sambung Tiga Bayangan Setan. Lalu ke dua orang itu tertawa gelak-gelak.
Hekk! Hekk!
Suara tawa ke dua orang itu mendadak sontak lenyap. Keduanya pegangi leher masing-masing yang mirip dicekik oleh tangan-tangan yang tidak kelihatan.
“Aku sedih… hik… hik… hik! Aku melihat dua makhluk biadab… Datang mencari mati! Hari sepuluh bulan sepuluh! Di langit malaikat sudah mengukir nyawa mereka! Oo…dunia! Aku sedih…Hik…hik…hik!”
Dewa Sedih meratap berhiba-hiba. Sambil menangis jari telunjuk tangan kanannya diarahkan lurus-lurus ke leher Tiga Bayangan Setan dan Elang Setan. Saat itu muka-muka menakutkan ke dua orang itu telah membiru. Nafas mereka menyesak. Mereka menggapai-gapai berusaha melepaskan cekikan tangan yang tidak kelihatan. Perlahan-lahan Dewa Sedih turunkan ke dua tangannya ke bawah hingga menyentuh kerikil di depan kakinya. Bersamaan dengan itu pula kepala Tiga Bayangan Setan dan Elang Setan seolah ditarik oleh satu kekuatan dahsyat ikut rebah ke batu.
“Bersujud… bersujud… Nah bagus… bagus! Hik… hik! Kalian telah mencium tanah daerah kematian kalian! Hik… hik… hik. Aku sedih… benar-benar sedih…!” Perlahan-lahan Dewa Sedih tarik tangannya. Bersamaan dengan itu tubuh Tiga Bayangan Setan dan Elang Setan bergelimpangan di atas kerikil karang. Cekikan pada leher masing-masing lenyap secara aneh. Megap-megap keduanya bangun berdiri.
Tiga Bayangan Setan memandang dengan mata menyorot pada Dewa Sedih yang kembali meratap. Mulutnya berkomat-kamit. Tiba-tiba Tiga Bayangan Setan kepalkan kedua tinjunya kemudian diadu satu sama lain. Tiga guratan di keningnya mengeluarkan kilatan-kilatan aneh. Dari ekspresi insan ini kemudian keluar bentakan garang.
“Bunuh!”
Tiga kepulan asap putih kelabu melesat keluar dari kepala Tiga Bayangan Setan. Si kakek yang sudah tahu ilmu andalan lawan , sebelum kepulan asap kelabu menjelma tiga momok yang menakutkan segera dorongkan tangan. Tubuh Tiga Bayangan Setan terjungkal jatuh duduk.
“Anjing tak tahu diri Kau kira kamu berhadapan dengan siapa ketika ini?!” hardik si bungkuk.
“Setan alas! Memangnya kamu siapa?!” balas menghardik Tiga Bayangan Setan. Karena jampai-jampai yang dirapalnya tidak keterusan maka kepulan asap di kepala pupus sirna.
“Aku Si Muka Bangkai alias Si Muka Mayat!Guru Pangeran Matahari! Mendengar ucapan itu. Tiga Bayangan Setan dan Elang Setan menjadi geger. Langsung tampang setan dua insan di depan kakek bungkuk menjadi berubah. Tiga Bayangan Setan cepat bangkit. Elang Setan segera jatuhkan diri. Keduanya terus membual gerakan mirip menyembah.
“Harap dimaafkan dan mohon ampunanmu! Kami berdua tidak pernah mengenalmu. Kami sendiri yaitu teman-teman Pangeran Matahari. Kami tiba ke sini untuk menemuinya. Kami yang tidak punya kepandaian apa-apa ini ingin menyumbangkan sedikit tenaga membantunya menghadapi musuh musuhnya pada harisepuluh besok".
Si Muka Bangkai terdiam sesaat. Bola matanya yang berada dalam rongga mata dan pipi sangat cekung tanpa daging berputar liar. Lalu meledak tawa dari mulutnya. “Muridku belum datang. Tapi saya mewakilinya untuk mendapatkan kedatangan kalian” Si Muka Bangkai kembali tertawa bergelak. Dewa Sedih semakin keras sementara Makhluk Pembawa Bala mendongak ke langit , mengeluarkan bunyi menggembor.
12
HARI sembilan bulan sepuluh malam hari. Langit gelap menghitam. Tak ada bulan bahkan bintang-bintang pun seolah takut menampakkan diri. Angin dari teluk bertiup kencang dan hambar , menciptakan bendera hitam yang menancap di puncak bukit karang Pangandaran berkibar-kibar mengeluarkan bunyi angker. Dalam kegelapan malam , laksana setan-setan bergentayangan tampak berkelebat sosok-sosok tubuh manusia. Ada yang bergerak seorang diri , ada yang berteman satu dua orang. Mereka tiba dan muncul dari banyak sekali jurusan. Begitu hingga di teluk mereka berkelebat menentukan salah satu dari dua puncak bukit karang sebagai tujuan. Satu kali terdengar bunyi aneh. Suara gemeletak roda-roda yang berputar perlahan. Lalu melengking ringkikan kuda. Seolah membangunkan makhluk lainnya , bunyi ringkikan itu disambut oleh bunyi lolongan anjing dan bunyi banyak sekali hewan malam lainnya.Malam merayap damai dan sunyi. Sesekali terusik oleh debur ombak besar yang memecah di pantai teluk. Dibalik ketenangan dan kesunyian itu sosoksosok tubuh yang berkelebat menyelinap menuju puncak dua bukit karang rahasia mencicipi adanya satu ketegangan menggantungan di udara malam yang hitam pekat dan dingin. Datangnya pagi sekali ini terasa lama dan seolah menunggu sesuatu yang menakutkan! Hari sepuluh bulan sepuluh balasannya datang!
Beberapa ketika sebelum sang surya muncul di timur di puncak bukit karang sebelah timur yaitu di mana menancap bendera hitam sekonyong-konyong terdengar bunyi aneh. Dikatakan terompet bukannya terompet. Diduga sebagai bunyi seruling juga bukan. Suara itu mengalun perlahan , tapi menggetarkan pendengaran siapa saja yang mendengar , mencekam hati dan menciptakan bulu tengkuk berdiri. Perlahan-lahan langit di timur tampak kekuningan. Air maritim laksana disepuh sinar keemasan yang ketika demi ketika menjelma putih. Matahari terbit sudah. Dalam terangnya udara pagi ini segala sesuatunya terlihat dengan jelas. Dan tampaklah satu pemandangan luar biasa. Di bukit karang sebelah barat , sempurna di bawah kibaran bendera hitam tegak seorang lelaki gemuk pendek. Mukanya menakutkan dan tambah menakutkan lantaran warnanya yang merah gelap. Pada cuping hidungnya sebelah kiri mencantel sebuah anting terbuat dari akar bahar. Dia tidak mengenakan baju hingga dada dan perutnya yang gemuk berlemak dan juga berwarna merah kelihatan bergoyang-goyang. Orang ini tegak mendongak langit. Di mulutnya ada sebuah kendi yang belahan bawahnya diberi berlobang. Kendi yang ditiup si gemuk pendek inilah ternyata yang mengeluarkan bunyi aneh. Karena di dalam kendi terdapat cairan minuman keras maka alunan bunyi terdengar naik turun menyengat telinga! Orang ini menggunakan sebuah ikat pinggang besar. Dua belas kendi berisi minuman keras bergelantungan seputar ikat pinggang. Dari rambut hingga ke kaki si gemuk pendek ini menebar anyir minuman keras. Di belakang si gemuk pendek yang meniup kendi terletak lima buah gentong besar berisi tuak. Di samping si gemuk tegak Elang Setan memegang sebuah gayung. Sekali-sekali gayung dipakainya untuk menciduk tuak dalam gentong kemudian diguyurkan ke kepala si gemuk. Semakin sering minuman keras itu diguyurkan semakin keras tiupan kendi! Di samping kanan Elang Setan tegaklah saudaranya yaitu Tiga Bayangan Setan dengan mata jelalatan kian kemari.
Satu bayangan hitam berkelebat. Tiupan kendi si gemuk mencuat laksana mau merobek langit.
“Pangeran datang!” Seseorang berseru.
Si gemuk pendek merah segera berhenti meniup kendi. Dia berputar kemudian melangkah mendekati sebuah gentong. Enak saja kemudian beliau mencelupkan kepalanya ke dalam gentong berisi minuman keras itu. Dia tidak hanya membasahi kepala tapi juga mereguk tuak keras itu selahap-lahapnya Seorang cowok bertubuh tinggi kekar , berikat kepala merah , mengenakan pakaian serba hitam lengkap dengan mantel tegak dengan kaki direnggangkan dan dua tangan di pinggang. Tampangnya keren tapi penuh keangkuhan dan tak sanggup menyembunyikan kelicikan yang menjadi sifatnya mendarah daging. Ketika angin teluk menyingkapkan mantel hitamnya , di pinggang cowok ini kelihatan terselip Kapak Maut Naga Geni 212.
Begitu mengetahui siapa yang tiba Tiga Bayangan Setan dan Elang Setan segera mendatangi dan jatuhkan diri.
“Pangeran! Kami tiba kemari untuk minta ampunan darimu!” kata Tiga Bayangan Setan.
Elang Setan kemudian menyambung. “Jika diperkenankan kami ingin ikut menyabung nyawa membunuh musuh-musuhmu. Hitung-hitung sebagai penebus dosa mendustaimu tempo hari”
Pangeran Matahari melihat pun tidak kepada kedua orang itu. Kaki kanannya diangkat. Tumitnya diletakkan di kening Tiga Bayangan Setan kemudian didorongnya hingga orang ini terjengkang menggeletak. Hal yang sama dilakukannya pada Elang Setan. “Kalian kuampuni! Tapi sehabis urusan hari sepuluh bulan sepuluh ini selesai , saya minta kalian dengan suka rela menyerahkan jantung masing masing padaku!”
“Pangeran!” seru Tiga Bayangan Setan dan Elang Setan berbarengan.
“Jangan banyak mulut! Atau kamu ingin saya mempercepat kematian kalian?!" hardik Pangeran Matahari.
Tiga Bayangan Setan dan Elang Setan beringsut mundur. Pangeran Matahari memandang ke arah bukit karang di sebelah barat. Seseorang melangkah mendekatinya. Tanpa menoleh Pangeran Matahari sudah tahu siapa yang datang. Maka beliau pun berkata.
“Guru , terima kasih kamu mau datang!”
“Aku dan teman-teman sengaja tiba duluan. Untuk mengatur segala sesuatunya.Membuat mulus janmu menjadi raja diraja dunia persilan!”
“Sekali lagi terima kasih. Aku ingin tahu siapa saja teman-teman kita itu”
“Kau sudah melihat si peniup sangkakala tadi. Iblis Pemabuk! Dia salah satu andalan kita! Tidak percuma kita susah payah mengirimkan lima gentong besar berisi tuak keras itu kesini!” Sang guru yaitu Si Muka Bangkai tertawa bergelak.
Pangeran Matahari hanya sunggingkan seringai kemudian berkata. “Yang lain lainnya siapa?!”
Si Muka Bangkai angkat tangan kanannya tinggi-tinggi kemudian tukikkan kepalanya ke arah lereng bukit karang di sebelah bawahnya. “Teman-teman! Harap perlihatkan dirimu pada Pangeran Matahari!”
Saat itu juga dari balik gundukan batu-batu karang di lereng bukit sebelah bawah bermunculan sepuluh sosok tubuh. Dua wanita dan delapan orang lelaki. Yang menarik yaitu delapan lelaki ini. Mereka semua mengenakan jubah merah darah. Kepala mereka yang botak licin dicat kuning. Tepat pada ubun-ubun masing-masing tergurat dengan cat hitam angka 1 hingga 8. Yang luar biasanya mereka mempunyai wajah sama semua!
“Delapan Tokoh Kembar.. " desis Pangeran Matahari dengan senyum dikulum.
“Hemm…Dia berpaling ke kiri kearah gundukan kerikil karang lancip di mana berdiri seorang gadis berpakaian serba biru berambut pirang panjang yang melambai-lambai ditiup angin teluk. “Dia berhasil membujuk Delapan Tokoh Kembar dan membawanya ke mari. Kematiannya kelak akan kupilihkan yang paling tidak menyakitkan…”. Sang Pangeran lu palingkan kepalanya ke jurusan kanan. Di situ tegak seorang dara berpakaian merah , membekal sebuah bungkusan beri tujuh buah payung. “Hemm…Yang satu itu sungguh tidak terduga! Ini bakal menambah kegegeran di Pangandaran! Hemmm… apa yang membuatnya menentukan berada di pihakku? Aku akan membalas jasanya dengan kenikmatan… Kembali senyum tersungging di ekspresi Pangeran Matahari. Dia berpaling pada Si Muka Bangkai. “Guru , jadi semua sobat sahabat kita".
“Masih ada satu lagi Muridku! Biar saya panggil! Si Muka Bangkai menoleh kebelakang kemudian berseru. “Sobatku , harap kamu suka keluar dari dalam lobang!”
Baru saja seruan kakek bungkuk itu lenyap sesosok tubuh yang menyebar anyir busuk melesat di udara , jungkir balik dua kali berturut-turut kemudian settt. Dia tegak di hadapan Pangeran Matahari dengan segala keseramannya. Dia bukan lain yaitu Makhluk Pembawa Bala.
“Tokoh besar maha gagah!” berkata Pangeran Matahari. Satu kehormatan bagiku kamu berada di pihakku. Kelak saya akan memperlihatkan satu jabatan tinggi padamu jikalau saya sudah berada ditampuk tertinggi rimba persilatan…"
“Terima kasih Pangeran!” kata Makhluk Pembawa Bala dengan bunyi sembernya.
“Jahanam! Belum pernah saya melihat makhluk mengerikan dan busuk luar biasa mirip ini! Rasanya mau kumuntahi mukanya ketika ini juga!” menyumpah sang Pangeran dalam hati.
Saat itu Si Muka Bangkai terdengar berkata pada muridnya. “Makhluk Pembawa Bala telah mengatur segala peralatan rahasia di tempat ini. Musuhmusuhmu akan menemui maut sebelum mereka sempat menjamahmu!"
“Hemmm… bagus! Hadiah untukmu akan kulipat gandakan. Sekarang harap kamu suka menyingkir dari hadapanku dan bersiaplah menentukan korban yang bakal kamu cabut nyawanya!”
Gluk! Gluk! Gluk!
“Aku tidak perlu jabatan tinggi. Aku tak perlu hadiah berlipat ganda. Aku hanya tahu minuman keras! Gluk! Gluk! Gluk!" Pangeran Matahari berpaling mendengar ucapan itu.
“Ah! Orang hebat tiada tandingan! Aku benar-benar gembira melihat kamu ada di sini membantu perjuanganku! Aku tahu kalau bukan karenamu semua perhelatan besar di Pangandaran yang kelak bakal menggegerkan dunia persilatan tidak bakal kesampaian. Jasamu tidak akan saya lupakan. Begitu urusan di tempat ini selesai saya akan membangunkan satu Istana dikelilingi kolam minuman untukmu. Sekarang , Iblis Pemabuk terimalah hormatku!”
Pangeran Matahari kemudian menjura pada Iblis Pemabuk yang duduk berjuntai di salah satu pinggiran gentong. Yang diajak bicara hanya menyeringai kemudian jatuhkan diri ke dalam gentong berisi tuak keras itu!
Pangeran Matahari hendak melangkah ke kiri ketika tiba-tiba seolah untuk pertama kalinya beliau mendengar bunyi itu. Dia berpaling ke kanan.
“Dewa Sedih! Ternyata kamu tidak melupakan diriku!” seru Pangeran Matahari.
Laksana terbang beliau melompat ke hadapan Dewa Sedih yang duduk di atas satu gundukan kerikil dalam keadaan menangis.
“Aku melihat langit. Aku sedihi…Aku melihat laut..Aku sedih…Hik…hik…”
Pangeran Matahari yang sudah tahu gelagat segera memotong. “Apa yang kamu lihat , juga terlihat olehku Dewa Sedih. Kesedihanmu yaitu juga kesedihanku. Aku akan menyebarkan sebuah puri untukmu. Dipenuhi oleh orang-orang yang mau menangis bersamamu seumur hidupmu!”
Tangis Dewa Sedih tersendat-sendat. Dia manggut-manggut beberapa kali kemudian kembali menyambung ratapannya. Sang Pangeran geleng-gelengkan kepala kemudian beranjak mendekati gurunya.
“Bukit karang di seberang sana! Aku tidak melihat satu orang pun di situ! Apa mereka takut kemudian pengecut untuk datang?!”
“Mereka pasti datang.Muridku! Datang untuk mendapatkan kematian” jawab Si Muka Bangkai kemudian tertawa gelak-gelak.
Mendadak beliau hentikan tawanya dan memandang ke arah bukit kerikil karang di seberang sana "Aku mendengar bunyi sesuatu…" katanya perlahan.Semua mata kemudian diarahkan ke bukit kerikil karang di seberang barat.
Dari balik bukit kerikil karang di sebelah timur kelihatan muncul sebuah kereta kencana berwarna putih , ditarik oleh dua ekor kuda putih pula. Kusir kereta seorang gadis bagus berpakaian panjang warna hitam yang sangat ketat. Di sebelah atas dada pakaiannya dipotong rendah hingga hampir setengah dari payudaranya yang putih tersingkap membusung. Di sebelah bawah pakaian hitam itu dibelah setinggi pinggul. Duduk di atas kereta dengan sendirinya kakinya mulai dari betis hingga ke paha tersingkap lebat. Di sebelah kusir kereta yang bagus ini duduk seorang gadis yang parasnya tak kalah menawan , mengenakan pakaian yang sama dan memegang sebatang tongkat terbuat dari besi.
Dua mata Pangeran Matahari berputar liar. Rahangnya menggembung. Walaupun belum pernah bertemu tapi sang Pangeran sudah bisa menduga siapa adanya orang di dalam kereta putih. Dia dan juga semua orang yang ada di bukit karang sebelah barat tidak menunggu lama. Tepat di puncak bukit kereta berhenti. Pintu kereta terbuka. Sesosok tubuh yang bagus terbungkus pakaian ketat terbuat dari manik-manik merah turun dari kereta kencana. Di atas keningnya ada sebuah mahkota kecil terbuat dari untaian kerang kerang berwarna biru. Kalung serta gelang yang menjadi hiasannya juga terbuat dari benda yang sama. Sepasang matanya yang sangat bagus berwarna biru berkilat cemerlang. Wajahnya secantik bidadari. Di tangan kanannya gadis ini memegang sebuah cermin lingkaran yang memantulkan sinar angker menyilaukan setiap terkena sinar matahari. Dia tegak dengan anggunnya di samping kereta , memandang ke arah bukit di sebelah timur. Semua orang yang ada di bukit karang barat menjadi geger.
“Ratu Duyung…" desis Pangeran Matahari. Suaranya terperinci bergetar tanda hatinya tidak enak.
“Bertahun-tahun beliau tidak pernah muncul di daratan. Kalau kini beliau memperlihatkan diri benar-benar tidak terduga. Dia bisa melaksanakan apa saja merusak keadaan! Perempuan terkutuk! Sejauh mana hubunganmu dengan Pendekar 212 hingga kamu mau-mauan keluar dari sarangmu di maritim selatan?!”
Apa yang terasa di hati Pangeran Matahari terasa juga di hati sang guru Si Muka Bangkai alias Si Muka Mayat.
“Kalau hingga Ratu Duyung muncul urusan muridku tidak akan semulus yang saya perkirakan. Aku harus mencari nalar melumpuhkan musuh yang satu ini!” Orang renta bungkuk bermuka pucat ini berpaling pada muridnya. Untuk membesarkan hati dan semangat sang Pangeran beliau berkata.
“Muridku , gadis itu pantas menjadi pendampingmu seumu rhidup…"
“Kesaktiannya sukar dijajagi. Celakanya beliau berada di pihak musuh!”
“Dengan Kitab Wasiat Iblis berada di tanganmu apa sulitnya menundukkan dirinya!” bisik Si Muka Bangkai. "Lagipula saya punya satu gagasan. Sebelum pertempuran berdarah yang menggegerkan di Pangandaran ini terjadi saya akan mendatanginya. Aku punya nalar untuk mengajaknya menyeberang ke pihak kita”
Tanpa berpaling pada sang guru Pangeran Matahari sunggingkan seringai dan gosok-gosokkan ke dua telapak tangannya.
“Aku percaya padamu Guru.Mengapa kamu tidak segera saja menyeberang ke bukit sana menemui Ratu Duyung?!”
“Pintamu akan segera saya lakukan , Muridku. Namun saya harus memberi nasihat. Harap kamu berlaku tabah. Aku menerima firasat tidak lama lagi akan bermunculan tokoh-tokoh silat golongan putih di bukit sebelah timur sana. Kau tak usah kawatir. Kau sudah ditakdirkan untuk menjadi penguasa tunggal rimba persilatan! Kita akan benar-benar menciptakan kegegeran di tempat ini! Setelah urusan selesai kuharap kamu tidak lagi menolak menyerahkan Bidadarimu itu padaku!Hik…hik…hik!”
Pangeran Matahari hanya mengangguk perlahan. Hatinya tetap saja tidak tenteram. Sebelum pergi Si Muka Mayat mendekati Makhluk Pembawa Bala kemudian berkata.
“Dalam waktu dekat di bukit sana akan segera bermunculan musuh-musuh kita. Harap kamu mengawasi baik-baik peralatan rahasiamu. Begitu mereka muncul lekas kamu hubungkan kawat-kawat penghidup semua peralatan rahasia dan bola-bola peledak!”
Makhluk Pembawa Bala menyeringai kemudian berkata dengan suaranya yang sember. “Kegegeran apa lagi yang paling hebat kalau tidak disertai genangan darah tokoh-tokoh persilatan golongan putih itu!”
TAMAT
SEGERA MENYUSUL
KIAMAT DI PANGANDARAN
SEGERA MENYUSUL
KIAMAT DI PANGANDARAN
No comments for "Geger Di Pangandaran WIRO SABLENG Cerita Silat Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 Karya: Bastian Tito"
Post a Comment