Bujang Asing Tapak Sakti WIRO SABLENG Cerita Silat Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 Karya: Bastian Tito
WIR0 SABLENG
Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya: Bastian Tit0
EP : BUJANG GILA TAPAK SAKTI
SATU
Angin malam bertiup dingin. Tanpa desau dan tak bisa menimbulkan bunyi gemerisik pada daun-daun pep0h0nan di puncak gunung Mahameru. Biasanya kesunyian yang dibalut udara masb0d0h ini akan berlangsung hingga menjelang pagi ketika burung-burung atau hewan hutan lainnya mulai mengeluarkan bunyi meny0ngs0ng terbitnya sang surya. Namun sekali ini gres saja beberapa ketika lewat tengah malam tiba-tiba kesunyian dipecahkan 0leh langkah-langkah ajaib yang tiba dari lereng sebelah selatan. Suara itu bukan bunyi kaki-kaki kuda. Di antara bunyi langkah yang terus berdasarkan itu sesekali terdengar bunyi 0rang tertawa. Manusia gila dari mana yang tertawa di malam buta di puncak gunung yang gelap dan masb0d0h begitu rupa?
Suara dalam kegelapan itu bergerak ke arah puncak gunung. Tak usang kemudian kurang jelas kelihatan satu pemandangan yang sulit dipercaya. Suara langkah-langkah kaki tadi ternyata ialah bunyi langkah kaki seek0r keledai bertubuh pendek dan kurus. Binatang ini bergerak menembus kegelapan malam dan dinginnya udara. Di atas gigih tubuhnya yang kurus dan pendek itu sungguh k0ntras tampak duduk se0rang bertubuh gemuk luar biasa. 0rang ini mengenakan celana hitam yang sangat k0mprang tapi lantaran tubuhnya yang luar biasa gendut itu maka celana besar itu tetap saja kesempitan. Begitu juga baju putihnya yang besar dan tak sanggup dikancing hingga dada dan perutnya yang gembr0t tersembul keluar.
Si gemuk ini mempunyai sepasang mata sipit sedang rambutnya yang berwarna putih disanggul di atas kepala. Melihat keadaan rambutnya terang beliau sudah berusia lanjut.
Dengan berjalan kaki saja se0rang akan mengalami kesulitan untuk mendaki gunung Mahameru apalagi menunggang keledai kurus kecil mirip itu. Dan penunggangnya mempunyai b0b0t gemuk luar biasa pula , lebih dari 200 kati! Namun keledai dan penunggangnya itu kelihatan enak saja mendaki dan bergerak menuju puncak gunung Mahameru. Malah si gendut ini menunggangi hewan itu sambil tertawa-tawa. Di punggungnya beliau memanggul sebuah karung besar yang entah apa isinya. Yang terang isi karung itu kelihatan tiada henti-hentinya bergerak-gerak. Sesekali terdengar bunyi bergedebuk , seperti ada se0rang yang menendang atau meninju dari dalam karung itu. Sebaliknya si genut ini tetap saja tenang-tenang di atas punggung keledainya se0lah tak ada terjadi apa-apa dan gayanya mirip 0rang yang tengah berjalan sambil memperhatikan pemandangan indah di sekelilingnya , padahal ketika itu malam gelap gulita dan dinginya udara menembus jagat dan daging hingga ke tulang belulang. Malah kemudian setiap terdengar bunyi gedebuk beliau keluarkan tawa mengekeh.
“Gebukanmu kurang keras. Tendanganmu kurang kencang! Aku mirip digelitik saja! Ay0 gebuk , pukul lebih kuat! Ha….ha…..ha…..!” si gendut berkata kemudian menutup ucapannya dengan bunyi tawa membahana di seanter0 lereng gunung di mana beliau berada.
Hebatnya , semakin tinggi ke atas gunung semakin cepat langkah keledai pendek dan kurus itu. Si gendut yang menungganginya kini malah tampak cengengesan sambil bersiul-siul kecil. Saat itulah terlihat ada keganjilan lain. Manusia gemuk ini nukan benar-benar duduk menunggang di atas punggung keledai. Tapi ternyata pantatnya hanya sekedar menempel saja lantaran kedua kakinya yang besar berat menjejak tanah! Makara beliau hanya mengepit tubuh hewan tunggangannya sedang kedua kakinya melangkah lincah sambil menjepit dan membimbing langkah si keledai.
Semakin jauh dan tinggi ke atas semakin keras dan sering gerakan-gerakan benda di dalam karung. Gebukan dan tendangan semakin sering menimpa tubuh 0rang gemuk berambut putih itu. Namun beliau tetap anteng-anteng saja. Akhirnya bersama keledainya beliau hingga di puncak sebelah timur gunung Mahameru. Meski dari kawah keluar uap yang menyebar hawa panas , tetapi di tempat di mana si gendut dan keledainya berada udara terasa sangat dingin. Keringatnya yang membasahi tubuh di gendut se0lah telah berubah sedingin es! Gilanya mirip tidak mencicipi udara masb0d0h yang bisa menciptakan 0rang beku itu , si gendut mulai menyanyi-nyanyi kecil sambil menurunkan karung besar yang semenjak tadi dipanggulnya kemudian melemparkannya ke tanah.
Dari dalam karung terdengar bunyi yang tidak jelas. Seperti mengeluh dan meng0mel. Tiba-tiba karung yang berisi benda yang selalu bergerak itu bergulingan ke arah si gendut. Apapun benda yang ada di dalamnya , gerakan berguling itu bukan gerakan biasa. Benda apa saja yang kena ditabraknya pastilah akan mengalami cidera berat.
Si gendut di atas punggung keledai sesaat mengernyitkan kedua matanya yang sipit. Lalu beliau mengumbar bunyi tertawa panjang. “Dasar anak gendeng! Dibungkus dalam karung saja kamu masih hendak melawan! Tidak tahu kesalahan! Tidak sadar telah berbuat d0sa besar! Kau tunggu saja! Sebentar lagi kamu akan terima hukumanmu!” Habis meng0mel mirip itu insan gendut ini kemudian tertawa gelakgelak. Sungguh aneh! Sedang murka atau sedang bagaimanakah beliau ini sebenarnya.
Sementara itu karung yang berguling menyambar ke arah si gendut mengeluarkan bunyi menderu. Si gendut gerakkan kedua kakinya. Tubuhnya secepat kilat berputar aneh. Keledai yang ditungganginya juga ikut berputar. Buntalan karung lewat satu jengkal di sampingnya kemudian menghantam sebatang p0h0n.
Braaak!
Batang p0h0n itu mengeluarkan bunyi berderak. Kulit luarnya hancur berkeping-keping. Dari dalam karung terdengar bunyi mirip 0rang merintih tapi juga mirip menggerendeng!
Si gendut tertawa memecah kesunyian. Dia tampak turun dari keledainya padahal bahwasanya beliau hanya melangkah mundur kemudian bergerak mendekati karung yang terhampar tak jauh dari p0h0n yang barusan ditabraknya. Dia membungkuk membuka tali ikatan karung kemudian dengan gerakan cepat beliau menarik ke atas cuilan bawah karung hingga apa yang menjadi isinya menggelinding jatuh ke tanah. Dan astaga!
Ternyata yang keluar dari karung itu ialah s0s0k tubuh se0rang anak lelaki berusia sekitar 10 tahun. Tak kalah hebatnya dengan lelaki gendut berpakaian sempit itu si anak juga mempunyai tubuh luar biasa gemuknya. Dia hanya mengenakan sehelai cawat hingga dadanya yang gembr0t dan perutnya yang gendut kelihatan terang menggelembung. Saking gendut anak ini kelihatan seperti tak berleher. Dagu dan dadanya menggempal jadi satu. Anehnya wajah dan tubuhnya tampak berkeringatan padahal udara di tempat itu masb0d0h luar biasa!
Keningnya kelihatan benjut. Mungkin ini akhir benturan dengan batang p0h0n tadi. Jika batang p0h0n bisa hancur sedang si anak Cuma benjut keningnya terang ada satu kehebatan pada dirinya.
Dengan sepasang matanya yang besar anak ini memandang murka pada 0rang di depannya. Dia membuka mulutnya lebar-lebar dan terdengar bunyi tidak terang mirip bunyi 0rang gagu. Tubuhnya yang terhampar di tanah bergerak berdiri mirip menc0ba hendak duduk. Tapi tubuh itu kemudian r0b0h kembali. Sepasang tangannya meninju-ninju sedang kedua kakinya yang besar menendang-nendang. Si anak keluarkan bunyi menggerung dari tengg0r0kkannya.
“Buntalan buruk anyir apek! Ha….ha….ha….! Ay0 menarilah terus! Ha…ha…ha…!” Si gendut bermata sipit mengejek dan tertawa gelak-gelak.
Sebaliknya si gendut bermata besar tampak beringas. Dia julurkan lidahnya kemudian tiba-tiba sekali tubuh itu menggelinding cepat ke arah 0rang yang menertawainya. Kedua kakinya berkelebat demikian rupa. Walau gerakan kedua kakinya terang kaku namun dari derasnya bunyi angin terang gerakan anak ini mengandung tenaga yang berbahaya. Apabila setengah jalan menyusul kedua tangannya ikut bergerak.
“B0cah edan!” teriak teriak si gendut yang diserang. Dia meng0mel tapi kemudain tertawa mengekeh. Dengan sekali bergerak saja beliau berhasil mengelakkan serangan si anak. Tetapi sebelum beliau sempat berbalik tahu-tahu b0cah gendut itu telah berputar lebih dulu dan kembali bergulingan menyerbunya!
Bukkk!
Satu tendangan menghantam lekukan kaki tapat di belakang kedua lutut si gendut. Tak ampun lagi tubuh yang berat besar itu ambruk jatuh duduk di tanah.
Jatuh bergedebruk si gendut tampak sangat murka tapi lagi-lagi aneh. Dari mulutnya yang terdengar bukan bunyi caci maki malah bunyi tertawa bergelak!
Tapi tiba-tiba sekali tubuh yang menjelep0k di tanah itu berputar , kemudian melesat dan tahu-tahu tanagn kanan si gendut sudah menjambak rambut anak lelaki gemuk bercawat itu dan plak-plak. Tangan kirinya menampar pipi kiri kanan si anak!
Yang ditampar sama sekali tidak kelihatan kesakitan malah mulutnya menyunggingkan seringai. Tiba-tiba beliau mengulurkan lidahnya panjang-panjang. Mencibir mengejek!
Plak!
Si gendut berambut putih tampar satu kali lagi pipi anak itu. Kali ini si b0cah tidak tinggal diam. Dengan gerakan kaku beliau sentakkan kepalanya hingga jambakan si gendut terlepas. Lalu secepat kilat anak ini susupkan kepalanya ke selangkangan 0rang. Si gendut menjerit keras sewaktu ada yang menggigit salah satu cuilan rahasia di bawah perutnya!
“Putus burungku!” jerit si gendut seraya mel0mpat mundur. Di bawah sebatan p0h0n beliau tanggalkan celana kemudian membulak-balik , menarik-narik memeriksa.
“Ah…. ” beliau menarik nafas lega. “Untung masih utuh ! Anak gila!” Si gendut memaki seraya berpaling pada anak lelaki yang ketika itu terduduk di tanah. “Dalam keadaan tert0t0k saja beliau masih bisa bergerak , memukul dan menendang. Bahkan sempat-sempatnya hendak menggigit perkututku! Aku harus mengakui b0cah sedeng ini memang luar biasa! Kalau saja beliau tidak menciptakan kesalahan besar rasa-rasanya mau saya mengambilnya jadi murid…..” Si gendut memutar tubuh , melangkah mendekati anak itu. “Santik0 b0cah sialan! Aku terpaksa menjatuhkan sanksi kini juga!”
“Ha….huk….hak….huk!” Keluar bunyi mirip 0rang gagu dari verbal anak lelaki sepuluh tahun yang hanya mengenakan cawat itu. Rupanya beliau berusaha mengetakan sesuatu. Tapi lantaran dirinya berada dalam keadaan tert0t0k maka beliau tidak bisa mengucapkan apa-apa. Si gendut bermata sipit tidak perdulikan gelagat itu , beliau kembali menjambak rambtu si anak. Yang dijambak c0ba mer0nta lepaskan diri tapi si gendut tidak mau memberi kesempatan lagi. Dengan cepat beliau berkelebat. Seperti melayang b0cah gembr0t itu ditentengnya menuju puncak gunung. Di satu tempat yang agak datar beliau berhenti dan memandang berkeliling. Kemudian dilihatnya apa yang dicarinya yaitu dua buah watu hitam mirip sepasang t0nggak menancap di tanah. Si gendut membawa b0cah itu ke arah dua t0nggak watu ini. Di antara celah dua watu kelihatan mengepul asap putih yang membersitkan hawa masb0d0h sekali. Walaupun mempunyai daya tahan luar biasa ternyata si gendut masih sempat bergumam kedinginan. Dia katupkan rahangnya kuat-kuat biar gigi-giginya tidak bergemeletakan.
DUA
Berdiri di antara dua buah watu hitam si gendut memandang tajam-tajam ke cuilan tanah di antara celah dua batu. Dia c0ba menembus lapisan asap putih masb0d0h yang terus-terusan menebar di tempat itu. Matanya berhasil melihat sebuah l0bang di tanah antara dua watu hitam. Rupanya dari sinilah sumber asap putih yang masb0d0h luar biasa itu keluar.
Si gendut cekal leher b0cah bercawat dan menyeretnya ke dekat l0bang.
“Ha….huk….ha…..huk…..huk!” Si b0cah kembali keluarkan suara.
Si gendut tertawa lebar. Dia mengusap dagunya sesaat kemudian berdiri di tepi l0bang. “Anak sableng! Sebagai 0rang sanksi kamu masih layak menyampaikan sesuatu sebelum sanksi dijatuhkan. Ucapkan apa yang hendak kamu katakan!”
Lalu si gendut ini bungkukkan badannya , mulutnya didekatkan ke salah satu cuilan leher si b0cah , lantas beliau meniup. Begitu angin tiupan menyambar leher si b0cah , jalan suaranya yang tert0t0k jadi terbuka dan si b0cah itu pribadi bisa bicara. Sungguh ini merupakan kepandaian luar biasa. Melepaskan t0t0kan hanya dengan jalan meniup! Umumnya 0rang di dunia persilatan akan mempergunakan jari-jari tangan untuk memusnahkan t0t0kan. Siapakah bahwasanya si gendut ajaib ini?
“Ay0 ha huk ha huk! T0t0kanmu sudah kulepas! Lekas bicara kalau ada yang mau kamu bilang! Kalau tidak akan segera kupendam kamu dalam l0bang inti es itu!”
Sesaat anak usia sepuluh tahun berjulukan Santik0 itu menatap berang pada si gendut bermata sipit. Kedua matanya yang besar mirip dik0bari api kemarahan. Kemudian perlahan-lahan tatapan kasar itu mengendur , wajahnya yang keringatan kelihatan mirip redup.
“Anak aneh!” membatin si gemuk. “Bagaimana bisa di udara yang begini masb0d0h , dekat l0bang inti es beliau masih saja keringatan. Padahal saya hampir mati kedinginan!”
“Pamanku t0l0l!” tiba-tiba keluar ucapan itu dari verbal si anak yang menciptakan di gendut di hadapannya jadi melengak.
“Sialan! Apa katamu?”
“Pamanku t0l0l!” mengulang si b0cah tanpa rasa takut mendengar bentakan dan melihat tampang 0rang yang murka besar. “Sebetulnya apa salah saya hingga paman hendak memendam diri saya dalam l0bang inti es itu?”
“Dasar anak tak tahu diri! G0bl0k , sableng dan gendeng! Kau masih bertanya apa salahmu! Gila! Apa masih perlu kusebutkan?!”
“Sebutkan saja paman , biar lebih jelas.”
“Baik!” jawab si gendut dengan nada berang tapi kembali dari mulutnya terdengan bunyi tertawa bergelak. “Aku akan katakn biar terang apa kesalahanmu! Hingga kalaupun kamu mati dalam l0bang inti es ini kamu tidak akan mampus penasaran! Ha…ha…ha….!”
“Sudah. Bilang cepetan. Aku b0san mendengar bunyi tawamu!” kata b0cah gemuk berjulukan Santik0.
Si gendut di hadapannya tetap saja mengumbar tawa. Tiba-tiba bunyi tawanya lenyap , berganti dengan bentakan.
“Anak setan! Kau telah melaksanakan kesalahan maha besar! Kau mencuri peralatan gamelan Kerat0n. Sultan sangat marah. Gamelan pusaka tidak bisa dimainkan lagi. Padahal perayaan Sekaten hanya tinggal beberapa ahad lagi! Nah kini kamu tahu apa kesalahanmu! Apa d0samu!”
Santik0 tampak damai saja. Lalu beliau berkata. “Ah , rupanya duduk masalah peralatan gamelan itu yang jadi biang ker0k! T0l0ng paman katakan , bahwasanya peralatan apa yang saya curi?”
“Anak iblis! Mulutmu ternyata licik! Sudah mencuri kamu masih bertanya apa yang kamu curi ! Kau memang pantas dipendam dalam l0bang inti es itu ! ” “Kalau paman tidak mau menyampaikan benda apa yang kucir ya sudah ! Pendam saja saya cepat-cepat dalam l0bang inti es itu!”
Si gendut tertawa bergelak. “Betul , memang betul! Sebaiknya kupendam saja kamu ketika ini juga! Tapi biar kuberi kesempatan lagi! Ada yang masih hendak kamu katakan?!”
“Ya….”
“Apa?!”
“Kau memang paman t0l0l!”
“B0cah sialan!” Si gendut dalam marahnya mengangkat tangan kanannya
tinggi-tinggi. Siap menggebuk kepala si b0cah , yang hendak digebuk tenang-tenang
saja malah ulurkan pengecap mencibir! Melihat hal ini si gendut turunkan tangannya dan tertawa terkekeh-kekeh. “Apa alasanmu menyampaikan saya t0l0l?” tanya si gendut. “Karena kamu tidak mau menyampaikan benda apa yang saya curi? Padahal
sebenarnya kamu sendiri tahu apa yang saya curi! Makara kamu t0l0l!” “Kalau begitu kita berdua t0l0l. Paman dan kep0nakan sama-sama t0l0l!”
menyahuti si b0cah. Plak! Satu tamparan melayang di pipi kanan Santik0 hingga anak ini terpelanting
dan tersandar ke salah satu tiang watu dekat l0bang yang mengeluarkan kepulan asap
putih. “Sakit!” tanya si gendut. “Lumayan….” jawab Santik0 seenaknya yang menciptakan 0rang yang bertanya
jadi kembali tertawa membahak.
“B0cah sialan! Biar ketika ini kukatakan padamu apa yang telah kamu curi. Kau mencuri b0nang penerus slindr0 dan b0nang penerus pel0g. Itu ialah dua peralatan tabuhan gamelan yang sangat penting. Tanpa dua benda itu gamelan pusaka Kerat0n tidak mungkin dimainkan! Nah kamu sudah dengar apa yang saya bilang! Kau mencuri dua buah b0nang!”
“Hanya dua buah kent0ngan besi itu yang saya curi. Bukankah masih banyak b0nang-b0nang yang lain? Mengapa hingga geger begitu?”
“Anak setan! Kalau tidak mengingat siapa ibumu sudah kupatahkan batang lehermu ketika ini juga!” teriak si gendut hampir berteriak kemudian tertawa bergelak. “C0ba kamu katakan , mengapa kamu mencuri dua buah b0nang itu?’
“Saya Cuma iseng saja paman….”
“Mencuri dua buah b0nang suplemen gamelan kramat kamu katakan iseng! Anak sialan! Ha…ha….ha…..! Hai! Katakan pada siapa dua buah b0nang itu kamu berikan?”
Si b0cah tidak menjawab.
“Tak kamu katakanpun saya sudah tahu!” si gendut menjawab sendiri.
“Kalau paman sudah tahu mengapa musti bertanya?”
“Aku hanya memeriksa. Betul dua buah b0nang pusaka itu kamu berikan pada janda muda dan manis berjulukan Nyi Bulan Seruni Pital0ka?!” Si b0cah tertawa gelak-gelak. “Anak setan! Kenapa kamu tertawa!” hardik si gendut.
“Paman ingat sekali nama panjang wanita itu! Hik…..hik! Pasti ada apaapanya.”
“Setan! Jangan kamu berani bicara k0t0r!”
“Rupanya apa yang Nyi Bulan Seruni benar. Banyak 0rang lelaki di dalam dan di luar Kerat0n tergila-gila padanya. Katanya , salah satu dari mereka ialah paman sendiri! Hik…..hik…..hik!”
“Kau benar-benar anak setan! Perempuan itu bukan pasanganku! Usiaku hampir delapan kali usianya!”
“Apakah itu menjadi s0al? Maklum saja lelaki sekarang. Makin renta makin menjadi. Kambing renta mana yang tidak d0yan rumput segar? Hik….hik…..hik!”
“Edan! Makara kamu samakan saya dengan kambing tua?!” teriak si gendut marah. Tapi pada simpulan ucapannya beliau tertawa gelak-gelak. “Anak setan , mangapa kamu mencuri dua b0nang pusaka itu kemudian menyerahkannya pada Nyi Bulan Seruni Pital0ka?”
“Dia meminta t0l0ng kepada saya untuk mengambilkan dua b0nang itu. Mana saya tega men0lak….”
“Diberi hadiah apa kamu 0lehnya? Pati kamu diajak tidur!”
Santik0 menyeringai. “Mauku sih begitu , tapi Nyi Bulan bilang saya masih kecil. Nanti saja sepuluh tahun lagi katanya! Hik…hik…hik…..” Anak itu tertawa gelak-gelak.
Si gendut juga ikut-ikutan tertawa.
“Sepuluh tahun lagi! Kalau kamu masih hidup! Mungkin kamu sudah keburu mampus dalam l0bang inti es itu!”
“Kalau begitu kamu bisa mewakili saya mendapatkan hadiah itu….”
Si gendut kembali tertawa mengekeh mendengar kata-kata Santik0 itu. Lalu beliau membisu dan bertanya. “Kau sudah siap untuk kupendam?!”
“Sudah semenjak tadi paman. Inilah hari sangat bersejarah….”
“Eh , bersejaah bagaimana maksudmu?!”
“Hari ini se0rang paman hendak memendam hidup-hidup kep0nakannya sendiri dalam l0bang! Rasanya belum pernah terjadi di dunia ini….Hanya gara-gara dua buah b0nang!”
“Anak sialan! Kau bisa berkata begitu! Dua b0nang itu bukan alat tetabuhan biasa. Pusaka keramat turunan penguasa Kerajaan! Atau kamu mungkin lebih suka penguasa Kerat0n sendiri yang akan menabas batang lehermu?”
“Dua buah b0nang besi yang tak lebih dari kent0ngan biasa. Apa sulitnya menciptakan dan menggantikannya dengan yang baru? Bukankah banyak andal pembuat gamelan di tanah Jawa ini?”
“Jangan b0d0h! Gamelan pusaka itu bukan buatan manusia. Tapi dibuat dan dikirmkan 0leh para tuhan dari swargal0ka.”
“Paman percaya hal itu?” tanya Santik0.
“Eh!” si gendut tergagu , sesaat jadi terdiam.
“Kalau tak bisa menciptakan yang gres , mengapa tidak mencari saja yang kini memegangnya yaitu Nyi Bulan Seruni ? ”
“Dia mana mau mencari wanita itu. Kabarnya beliau tinggal di dasar lautan dan sering tetirah di langit ke tujuh!”
“Percuma saja paamn digelari Dewa Ketawa. Bisanya Cuma ketawa. C0balah memutar 0tak sedikit.”
“Anak setan! Kau yang berbuat jahat , saya yang kamu suruh susah! Sudah! Jangan banyak bicara lagi. Sebelum kupendam saya tetap ingin tahu alasanmu yang bahwasanya mengapa kamu mau-mauan mencuri b0nang-b0nang itu kemudian menyerahkannya pada Nyi Bulan.”
“Sudah saya bilang janda manis itu minta t0l0ng. Karena merasa tidak ada susahnya , saya menyelinap masuk Kerat0n dan mengambil dua benda yang dimintanya itu.”
“Aku tidak percaya! Semudah itu kamu mau mengerjakan apa yang dimintanya….”
“Baiklah. Akan saya katakan. Dua buah b0nang itu berbentuk mirip sepasang payu dara perempuan. Nah saya anggap saja itu payu daranya Nyi Bulan. Saya kemudian mencurinya. Sebelum menyerahkan dua buah b0nang itu saya usap-usap dulu , saya ciumi. Nah apa tidak sedap? Lalu gres saya serahkan pada Nyi Bulan.”
“Anak kurang ajar!” teriak si gendut yang punya gelar Dewa Ketawa itu. Habis berteriak dan kemudian tertawa gelak-gelak. Tiba-tiba beliau mel0mpat. Sekali sergap saja beliau sudah menjambak rambut Santik0 , kemudian b0cah ini diseretnya ke arah l0bang di antara dua buah watu hitam berbentuk t0nggak. Sampai di dekat l0bang kedua tangannya menciptakan gerakan mirip memijit di seluruh tubuh Santik0. Akibat pijitan ajaib ini tubuh anak itu jadi memanjang kaku laksana sebuah bal0k kayu. Hanya leher dan kepalanya saja yang masih bisa digerakkan. Suaranyapun putus tak bisa bicara lagi. Dewa Ketawa memijit dua telapak tangan si anak. Kedua tangan itu kini tampak mengembang. Lalu dengan gerakan cepat si gendut memegang pinggang Santik0. Anak ini dibaliknya kepala dan tangan ke bawah , kaki di atas. Sebelum membenamkan tubuh Santik0 ke dalam l0bang inti es Dewa Ketawa tertawa panjang dan berkata.
“Hukumanmu tujuh tahun dibenam dalam l0bang inti es yang maha dingin. Setelah tujuh tahun t0t0kan di tubuhmu akan musnah dan kamu bisa bebas. Itu tentu saja kalau umurmu panjang! Selama ini tidak ada mahluk yang sanggup mendekam begitu usang dalam l0bang inti es! Satu tahun di dalam l0bang inti es sama dengan sepuluh tahun hidup di luaran. Kalau nanti kamu masih hidup berarti usiamu sudah delapan puluh tahun! Di dasar l0bang kamu akan menemui sejenis lumut putih. Hanya itu satu-tunya makananmu untuk bertahan hidup. Tapi ketahuilah lumut es itu mengandung racun jahat. Baru makan sedikit saja kamu sudah menemui kematian!”
“Ha…ha…ha…ha!”
Habis tertawa panjang Dewa Ketawa menjebl0skan tubuh Santik0 ke dalam l0bang inti es. Mula-mula kedua tangannya masuk ke dalam l0bang. Ketika kedua telapak tangan anak ini mencapai dasar l0bang ternyata di sebelah atas tubuhnya hanya karam hingga ke batas pinggang.
Dewa Ketawa kembali tertawa gelak-gelak. “Anak sialan! Kau membikin saya susah saja! Kau bisa damai di l0bang itu hingga malaikat maut menjemput. Tapi saya masih terus berurusan dengan Kerajaan ! Ah ! B0nang penerus slindr0 , b0nang penerus pel0g di mana saya bisa mencarimu. Nyi Bulan Seruni Pital0ka di maan kamu bersembunyi ? ”
Setelah memperhatikan sekali lagi ke arah s0s0k tubuh Santik0 yang dipendam kaki ke atas kepala le bawah itu Dewa Ketawa memandang berkeliling. Keadaan di sekitarnya masih gelap gulita serta diselimuti hawa dingin. Dia memasukkan dua jari tangan kirinya ke dalam verbal kemudian meniup. Satu suitan nyaring terdengar mirip membelah kegelapan malam. Dari arah kiri kemudian kelihatan muncul keledai kurus pendek itu. Dewa Ketawa mengusap kepala hewan ini kemudian naik ke atas punggungnya. Seperti tadi datangnya , begitu pula beliau pergi meninggalkan puncak gunung Mahameru. Se0lah duduk menunggangi keledai tetapi bahwasanya beliau hanya menumpangkan tubuh saja sementara kadua kakinya yang menjejak tanah melangkah berjalan mirip biasa.
TIGA
Santik0 merasa tubuhnya mirip bermetam0rf0sis watu , mengeras dan kaku. Darah dalam tubuhnya laksana beku dan berhenti mengalir. Kedua telapak tangannya yang menempel di dasar l0bang inti es disengat hawa masb0d0h luar biasa. Begitu dinginnya hingga lambat laun beliau merasa mirip menempel pada bara api. Keadaannya benarbenar sangat menderita. Apalagi beliau terpendam di l0bang kepala ke bawah kaki ke atas.
Meski l0bang itu agak l0nggar dan beliau bisa bernafas leluasa namun r0ngga dadanya se0lah mau pecah. Setiap beliau menghembuskan nafas yangkeluar ialah asap putih masb0d0h dan membalik menghantam wajahnya yang gembr0t. Anak lelaki berusia sepuluh tahun ini dengan segala kepandaian terbatas yang dimilikinya berusaha mengerahkan tenaga dalam guna memusnahkan t0t0kan yang menguasai tubuhnya. Namun sia-sia belaka. Yang bisa dilakukannya ialah menggerakkan leher dan sedikit kepala serta bernafas!
Ketika pagi tiba dan sinar matahari perlahan-lahan muncul menerangi bumi , puncak gunung Mahameru itu terasa hangat. Tetapi di dalam l0bang inti es hawa tetap saja masb0d0h bukan main. Dari liang hidung Santik0 mulai keluar darah. Darah ini pribadi membeku begitu mengalir ke bibir. Masih untung si anak bisa menggerakkan bibirnya hingga darah yang beku bisa dijatuhkannya ke dasar l0bang. Kalau darah beku itu hingga menutupi kedua l0bang hidungnya maka celakalah beliau lantaran akan sulit untuk bernafas.
Meski kini hari sudah siang dan matahari bersinar terang benderang namun di dalam l0bang inti es Santik0 hanya bisa melihat dasar l0bang secara samar-samar. Perutnya mulai terasa perih minta diisi. Menurut Dewa Ketawa di dasar l0bang itu terdapat sejenis lumut es. Hanya itu satu-satunya benda yang bisa dimakan. Tapi celakanya lumut itu mengandung racum mematikan!
“Nasib diriku memang sialan. Walaupun memang saya mencuri dua buah b0nang itu tapi lenih sialan lagi ada se0rang paman yang tega-teganya memendamku di l0bang keparat ini! Apa yang harus kulakukan? Mati lebih cepat rasanya lebih baik dari pada tersiksa begini! Sialan! Benar-benar sialan!”
Hawa masb0d0h terus mengalir dari sekitar l0bang dan dasar l0bang di mana kedua telapak tangan Santik0 menempel.
Hawa itu mengalir melalui kedua tangannya , terus merasuk ke sekujur tubuhnya hingga beliau mencicipi tubuhnya tidak mirip tubuh lagi melainkan se0lah telah bermetam0rf0sis watu yang keras. Dan celakanya perih dalam perut besarnya semakin menjadi-jadi. Padahal belum setengah harian beliau dipendam di tempat itu.
B0cah ini mulai berpikir-pikir. “Bukankah lebih baik beliau makan saja lumut es yang ada di dasar l0bang ? Hingga beliau segera mati keracunan ?! ”
Tapi setelah menimbang-nimbang , bagaimanapun beraninya Santik0 beliau tetap saja belum dewasa yang punya rasa takut menghadapi kematian. Selama dua hari dua malam beliau bertahan terhadap masb0d0h dan lapar. Namun memasuki hari ketiga beliau tak sanggup lagi. Apapun yang terjadi beliau sudah tidak perduli lagi akan kematian. Meskipun demikian anak bandel ajaib ber0tak cerdik ini tidak begitu saja melahap lumut es beracun yang ada di sekitar dasar l0bang. Mula-mula beliau hanya menjilatjilat saja sekedar melenyapkan dahaga dan lapar yang menggila. Ternyata meskipun hanya menjilat racun jahat lumut es itu menciptakan pengecap , gusi dan bibirnya menjadi nanah tebal , sakit laksana disengat kalajengking. Racun yang sempat terserap air liurnya menjalar ke kepala hingga b0cah sepuluh tahun ini merasa kepalanya se0lah0lah menjadi besar dan mirip diket0k dengan palu g0dam! Pemandangannyapun berkunang-kunang ditambah adanya rasa perih di kedua matanya.
Dua hari lamanya beliau mengalami sengsara mirip itu. Dari indera pendengaran dan hidungnya mengucur darah yang segera membeku. Hari berikutnya nanah di seluruh verbal mulai menciut dan rasa sakit pada kepala mulai berkurang. Dua hari setelah itu keadaanya b0leh dikatakan pulih namun untuk makan lumut es itu Santik0 tidak berani. Setelah dua hari bertahan , tasa lapar dan dahaga menciptakan beliau kembali tak berdaya. Mau tak mau lantaran hanya lumut es itu satu-satunya kuliner yang ada meskipun mengandung racun jahat Santik0 terpaksa kembali menjilati lumut es di dasar l0bang. Dia sudah siap sedia menghadapi apapun yang terjadi. Bahkan matipun beliau sudah pasrah.
Anak itu menjilat permukaan dasar l0bang bebrapa kali. Lalu berhenti. Setelah menunggu sekian usang tak ada yang terjadi. Lidahnya , gusi dan bibirnya tidak bengkak. Tak ada rasa sakit mirip disengat kalajengking. Kepalanya juga tidak berdenyut-denyut atau sakit mirip dikemplang.
“Aneh , apa yang terjadi dengan tubuhku?” membatin Santik0. “Lumut tawar itu tidak mendatangkan cidera seprti pertama kali saya menjilatnya” Santik0 c0ba berpikir terus tapi beliau tidak sanggup memecahkan rahasia apa yang terjadi.
Sebenarnya apakah yang terjadi? Lumut es di dasar l0bang inti es itu jelasjelas mengandung racun. Ketika Santik0 pertama kali menjilatnya , anak ini menjadi nanah mulutnya luar dalam. Kepalanya sakit bukan kepalang sedang kedua matanya menjadi kabur dan perih. Darah mengucur dari l0bang hidung dan liang telinganya. Namun bersamaan dengan itu racun yang menjalar dalam tubuh Santik0 yang jumlahnya tidak seberapa banyak telah menciptakan tubuhnya membentuk kekuatan penangkis kalau racun yang sama dalam kadar yang sama kembali masuk ke dalam tubuhnya. Dengan kata lain tertentu. Tanpa disadari Santik0 inilah rupanya yang terjadi.
Namun celakanya lantaran mengira lumut es itu tidak akan mencelakainya lagi maka si anak menlahapnya dengan rakus. Beberapa ketika kemudian dirasakan sekujur tubuhnya menjadi sangat panas. Bersamaan dengan itu dirasakannya seprti ada ribuan jarum yang menusuki badannya. L0bang yang tadinya l0nggar kini mendadak dirasakannya sempit. Ini satu membuktikan bahwa sekujur tubuh Santik0 telah membengkak.
Perutnya selain panas juga membelit sakit bukan kepalang.
Kepalanya seprti ditindih watu besar. Dari indera pendengaran dan hidungnya keluar darah kental. Nafasnya menyesak sementara dadanya seprti mau pecah! Dia terbatuk-betuk beberapa kali lelu muntah-muntah. Isi perutnya laksana mau terb0ngkar namun yang keluar ternyata gumpalan-gumpalan darah! Dalam keadaan mirip itu anak ini akhirnya jatuh pingsan.
Santik0 tidak tahu berapa usang beliau tidak sadarkan diri. Ketika beliau akhirnya siuman. Dirasakannya hawa masb0d0h mencucuk hingga ke tulang sungsumnya membuktikan hawa panas yang tadi menguasai dirinya telah lenyap. Perutnya tidak sakit lagi dan nafasnya juga tidak sesak. Darah tidak lagi mengucur dari hidung dan telinganya.
Untuk kesekian kalinya anak ini c0ba memutar 0tak , memikirkan apa bahwasanya yang terjadi. “Pertama kali kujilat lumut es itu mendatangkan celaka. Kedua kali kujilat tidak apa-apa. Aku mirip kebal terhadap racun itu. Ketika kulahap mirip 0rang rakus ternyata saya hampir mati dibuatnya…. Jangan-jangan….. Aku harus menc0banya lagi.”
Kalau saya masih hidup berarti dugaanku benar. Kalau saya mati saya sudah pasrah.
Begitulah , setelah menunggu selama tiga hari , begitu tak sanggup lagi menahan lapar dan dahaga beliau kembali melahap lumut es itu. Namun beliau berlaku hatihati. Lumut beracun itu dimakannya sedikit demi sedikit. Tidak melebihi jumlah yang pernah dimakannya sebelumnya. Dengan hati berdebar beliau menunggu. Tubuhnya terasa panas. Tak lebih dari itu. Tak ada hal-hal lain yang terjadi. Tak ada rasa sakit pada kepala dan perut serta dada. Juga tak ada darah yang keluar dari hidung dan telinganya.
“Aku tahu sekarang!” kata Santik0 dalam hati. “Jika kumakan lumut itu bertahap berarti saya punya kekebalan terhadap sedikit racun lumut es. Jika kutelan banyak saya akan kebal terhadap racun lumut es hingga sebanyak yang kutelan…..! Malah tubuhku akan terasa hangat , sanggup melawan dinginnya hawa di l0bang celaka ini! Lumut es beracun! Kau tak akan sanggup membunuhku. Malah kamu memberi kekuatan hebat dalam tubuhku! Aku akan sanggup bertahan dalam l0bang celaka ini hingga kapanpun! Paman Dewa Ketawa! Kau lihat saja nanti! Aku tidak akan menemui kematian dalam l0bang inti es ini! Kau bakal mendapatkan pembalasanku!”
Hari demi hari berlalu. Berganti ahad , berubah jadi bulan. Tanpa terasa tujuh tahun telah berlalu semenjak hari pertama Dewa Ketawa menjebl0skan Santik0 ke dalam l0bang inti es itu. Meskipun lumut es beracun itu selama bertahun-tahun sanggup dekendalikannya hingga tidak mendatangkan celaka , namun kesengsaraan yang dialaminya terpendam sekian usang dalam l0bang itu sulit dibayangkan.
Sekian usang beliau berusaha membebaskan diri dengan mengerahkan tenaga dalam yang dimilikinya , namun sia-sia belaka. Dia tak kunjung bisa untuk membebaskan diri dari t0t0kan Dewa Ketawa. Pada hari terakhir tahun ketujuh , mirip yang dikatakan 0leh Dewa Ketawa dulu , t0t0kan yang menguasai tubuh Santik0 ternyata musnah dengan sendirinya.
Saat itu pagi menjelang siang.
Anak yang kini telah menjadi se0rang perjaka tujuh belas tahun ini dengan susah payah mengeluarkan dirinya dari dalam l0bang. Selama tujuh tahun terpendam dan hanya makan lumut es ternyata Santik0 telah tumbuh menjadi se0rang perjaka bertubuh gemuk luar biasa. Tubuh yang gemuk inilah yang membuatnya susah keluar dari l0bang yang kini menjadi sangat sempit. Begitu beliau akhirnya keluar , Santik0 tertawa gelak-gelak lantaran dapatkan dirinya dalam keadaan tanpa pakaian sama sekali. Pakaian dalam yang menempel di tubuhnya telah semenjak usang hancur. Selain itu banyak cuilan tubuhnya yang telah mengalami perubahan. Dari pinggang ke atas hingga ke wajahnya yaitu cuilan yang selama tujuh tahun terpendam dalam l0bang inti es berwarna putih pucat. Cahaya matahari membaut wajahnya dan dadanya segera menjadi kemerah-merahan.
Dari pinggang ke bawah hingga ke kaki tubuhnya kelihatan kehitam-hitaman. Selain auratnya perubahan juga tampak pada telapak tangannya. Kedua telapak tangan Santik0 kini kelihatan putih se0lah tidak berdarah. Lalu beliau mencicipi tubuhnya yang kini gendut tak karuan itu enteng sekali. Walaupun berat badannya kini mungkin lebih dari 150 kati namun gerakannya terasa tingan.
Dia c0ba berjingkrak-jingkrak. Tubuhnya laksana melayang. Ketika dic0banya mel0mpat tahu-tahu hup! Tubuh gemuk itu melayang tinggi ke udara. Dia jadi takut sendiri. Tapi kembali beliau mel0mpat. Kali ini beliau mel0mpat dari bawah sebatang p0h0n besar. Hup! Enak saja beliau hingga di atas p0h0n dan duduk di salah satu cabang tertinggi. Mula-mula beliau agak merasa gamang. Setelah bebrapa ketika tampak beliau mulai tertawa-tawa dan g0yang-g0yangkan kaki sambil memandang ke mana-mana memperhatikan pemandangan yang indah di sekeliling puncak gunung Mahameru itu.
Puas duduk uncang-uncang kaki di atas p0h0n Santik0 mel0mpat turun.
Hal lain yang terasa ajaib baginya ialah bahwa di udara yang sangat masb0d0h di puncak Mahameru itu tebuhnya terasa hangat. Malah wajahnya selalu keringatan. Tidak sanggup tidak ini tentulah akhir racun lumut es yang kini mengendap dalam darahnya dan menjadi satu kekuatan ajaib yang sanggup melawan hawa sedingin apapun!
“Apa saya kini jadi se0rang perjaka gendut tak karuan. Tapi berdasarkan paman sialan itu kini usiaku sudah delapan puluh tahun! Gila! Aku akan cari dirinya. Akan kuhajar habis-habisan. Tapi , saya punya kepandaian app manghadapinya?”
“Dia begitu sakti!” Santik0 jadi termenung sejurus. Sambil merenung tanpa sadar beliau mengg0s0k-g0s0kkan kedua telapak tangannya yang putih itu satu sama lain. Perlahan-lahan terasa ada aliran hawa masb0d0h di antara beliau telapak tangan. Bersamaan dengan itu telapak tanagn yang tadi putih kini tampak menjadi kemerahan. Tiba-tiba ada satu sinar membersit keluar dari celah dua telapak tangan yang dig0s0k-g0s0kkan itu. Sinar ini menghampar hawa masb0d0h luar biasa dan melesat ke atas. Menyambar cabang p0h0n besar yang tadi didudukinya.
Kraak!
Santik0 gendut terperangah.
Cabang p0h0n itu berderak patah. Bagian yang patah kemudian jatuh ke tanah.
Santik0 bersurut mundur saking kagetnya. Pandangannya pulang balik pada kedua talapak tangannya dan cabang p0h0n yang jatuh ke tanah.
“Tubuhku ringan , se0lah saya mempunyai ilmu meringankan tubuh. Lalu ada angin bercahaya keluar dari kedua telapak tanganku. Sanggup memutus cabang p0h0n sebesar paha! Eh…..apakah saya ketika ini sudah jadi 0rang sakti?” Begitu Santik0 berkata-kata dalam hati saking heran dan bingungnya.
Tapi perjaka ini tidak hilang akal. Praktis saja untuk membuktikan kalau beliau memang benar-benar punya kesaktian. Dia melangkah mendekati p0h0n yang tadi cabangnya dihantamnya hingga tumbang ke tanah. Batang p0h0n ini besarnya hampir sepemelukan . Mula-mula Santik0 agak bimbang.
Namun sambil menggigit bibirnya beliau kemudian menghantam batang p0h0n itu dengan tangan kanannya.
Terjadilah hal yang mengagumkan.
Batang p0h0n besar itu hancur berkeping-keping. Lalu perlahan-lahan p0h0n besar itu tumbang dengan mengeluarkan bunyi menggemuruh!
Santik0 pandangi tangan kanannya. Waktu memukul tadi dan tangannya beradu dengan batang p0h0n yang keras beliau sama sekali tidak merasa sakit. Juga tidak mengalami cidera sedikitpun.
Santik0 berteriak keras kemudian berjingkrak-jingkrak kegirangan. Dada dan perutnya yang gembr0t berg0yang-g0yang.
Tiba-tiba Santik0 hentikan l0mpatannya. Dia sadar. Kedua tangannya ditutupkan ke cuilan bawah perut kemudian beliau memandang berkeliling.
“Ah , untung tak ada siapa-siapa. Kalau hingga ada yang melihat diriku mel0mpat-l0mpat dalam keadaan telanjang mirip ini bisa-bisa saya dianggap setan Mahameru! Ha…ha….ha!”
Puas tertawa perjaka ini mulai berpikir-pikir. “Aku tidak bisa begini terusterusan. Aku harus mencari pakaian.”
“Tapi di mana ada baju dan celana di gunung ini? Berarti saya harus turun gunung! Benar-benar gila!”
Memikir hingga di situ Santik0 berkemas-kemas tinggalkan puncak gunung. Sebelum pergi beliau memandang dulu ke arah l0bang init es yang selama tujuh tahun menjadi tempatnya terpendam penuh siksaan.
“Hemmmm….. Ada baiknya saya melaksanakan sesuatu.” Katanya dalam hati. Dia memandang pada kedua telapak tangannya yang putih kemudian men0leh ke arah batang p0h0n yang tumbang. Di mulutnya tersungging senyum. Santik0 melangkah mendekati batang p0h0n itu. “Mampukah aku….?” pikirnya sambil lagi-lagi memandang pada kedua telapak tangannya.
Dengan agak bimbang beliau berj0ngk0k di dekat batang p0h0n itu sambil mengg0s0k-g0s0k kedua telapak tanagnnya satu sama lain. Lalu dirasakannya ada hawa masb0d0h ajaib tiba dari perutnya , mengalir cepat hingga di ujung-ujung jarinya.
Perlahan-lahan Santik0 letakkan kedua tangannya di atas batang p0h0n. Dia menekan sedikit. Dadanya berdebar ketika melihat cuilan batang yang ditakannya itu jadi melesak!
“Kalau bagini berarti saya bisa melakukannya….” katanya dalam hati. Lalu di gendut ini pergunakan kedua tangannya untuk merubah batang p0h0n itu menjadi sebuah b0neka besar berbentuk se0rang lelaki yang berdiri dengan kedua kaki saling menempel dan sepasang tangan diluruskan.
B0neka kayu ini kemudian dimasukkannya ke dalam l0bang , kepala ke bawah kaki ke atas. Persis mirip yang dilakau Dewa Ketawa terhadap dirinya tujuh tahun yang lalu. Setelah puas memperhatikan b0neka kayu itu sambil tertawa-tawa akhirnya perjaka gendut ini tinggalkan puncak Mahameru.
Hanya beberapa ketika saja setelah Santik0 meninggalkan tampat itu tiba-tiba terdengar bunyi tawa bergelak di sebelah timur puncak gunung. Menyusul bunyi 0rang bernyanyi.
Tujuh tahun dipendam.
Tujuh tahun menjalani hukuman.
Hari ini hari pembebasan.
Hari ini akan kulihat lagi sang insan.
Entah nasih hidup entah sudah berpulang.
Suara nyanyian berakhir. Kembali terndenga bunyi tawa.
Tak usang kemudian muncullah se0rang lelaki bertubuh gemuk besar bermata sipit. Rambutnya yang putih digulung di atas kepala. Dai muncul menunggang seek0r keledai kecil kurus. Langkah hewan dan penunggangnya cepat sekali.
Dalam waktu singkat beliau hingga di depan l0bang inti es yang diapit 0leh dua buah t0nggak watu hitam.
Mendadak si gendut yang bukan lain Dewa Ketawa ini hentikan tawanya. Kedua matanya yang sipit menatap tak berkesip ke arah l0bang inti es. Yang dilihatnya bukan s0s0k tubuh insan yang terpendam dalam l0bang itu tetapi……tak sanggup dipastikannya.
Dewa Ketawa turun dari keledainya. Melangkah menghampiri benda yang terpendam itu Memperhatikannya dari atas hingga ke cuilan yang terpendam. Lalu diulurkannya tangan kanannya meraba-raba. Paras Dewa Ketawa berubah.
“Kayu…..”desisnya. “Gusti Allah!” Si gendut mengucap. “Apakah sanksi ini telah merubah tubuhnya menjadi kayu begini rupa?!” Untuk beberapa lamanya Dewa Ketawa tertegun tak bergerak tak berkesip. Lalu , sekali kedua tangannya bergerak , kayu yang mirip tubuh insan itu ditariknya keluar dari l0bang inti es.
“Gila! Benar-benar kayu!” kata Dewa Ketawa lagi dengan bunyi bergetar. Namun kemudian ada sesuatu yang menciptakan beliau perlahan-lahan memalingkan kepala ke kiri. Pandangannya membentur p0h0n kayu yang tumbang. Lalu meledaklah tawa insan gemuk ini.
“Dia masih hidup! Dia c0ba menipuku dengan menciptakan b0neka kayu ini! Anak setan! Ha….ha…..ha…..ha!” Meski meng0mel panjang pendek namun Dewa Ketawa pada akhirnya kembali mengumandangkan gelak tawanya di puncak gunung Mahameru itu. Puas mengumbar tawa akhirnya beliau tinggalkan pula tempat itu.
EMPAT
Sebetulnya Angling Kamesw0r0 tidak suka melewati hutan Randuabang. Selain banyak dihuni hewan buas di situ juga sering mendekam persekutuan ramp0k ganas yang tidak segan-segan membunh mangsanya hanya untuk sekeping uang. Selain itu bersama r0mb0ngannya yang terdiri dari selusin perajurit pengawal beliau membawa serta salah s0erang puteri patih Kerajaan yang gres saja ikut berburu di daerah timur Pagarej0 yang dikenal sebagai daerah banyaknya menjangan.
Namun wakil patih kerajaan ini tidak punya pilihan lain. Dia harus segera berada di K0taraja. Lewat hutan Randuabang beliau bisa mempersingkat perjalanan. Angling Kamesw0r0 sebelumnya ialah salah se0rang perwira muda di jajaran balatentara pasukan Kerajaan.
Usianya yang belum mencapai tiga puluh , penampilan dan perawakannya yang tinggi kukuh serta ber0t0t ditambah 0tak cerdas dan pengetahuan luas dalam bidang ketentaraan termasuk ilmu silat tinggi yang dimilikinya telah menciptakan patih Kerajaan yang sudah lanjut usia itu pernah memberikan tawaran pada Sultan. Jika beliau kelak mengundurkan diri maka Angling Kamesw0r0lah yang diingininya sebgai penggantinya. Sebgai insan biasa tentu saja Angling Kamesw0r0 mempunyai satudua kekurangan. Salah satu kekurangan itu ialah sifatnya yang s0mb0ng dan tinggi hati. Sifat buruk itu semakin men0nj0l semenjak akhir-akhir ini. Mungkin sekali hal itu timbul lantaran mengetahui kegagahan dan kehebatan ilmunya ditambah jabatannya yang cukup tinggi dengan peluang akan menjadi patih kerajaan dalam waktu beberapa tahun dimuka.
Pagi itu r0mb0ngan mulai menembus hutan Randuabang dan sebelum s0re berharap mereka sudah keluar dari situ. Kalau saja Sekar Mindi , puteri patih kerajaan itu tidak mempergunakan kereta sebagai kendaraanya tetapi menunggang kuda biasa , mungkin r0mb0ngan bisa bergerak lebih cepat.
Setelah ikut berburu selama tiga hari , sang dara merasa sangat letih dan lebih suka naik kereta. Kalau Sekar Mindi adiknya sendiri pasti Angling Kamesw0r0 telah memaksanya biar menunggang kuda saja. Naumn terhadap puteri atasannya beliau tentu saja tidak bisa memaksa. Apalagi secara rahasia bahwasanya perjaka ini telah jatuh hati terhadap Sekar Mindi. Dan ada tanda bahwa gadis itupun suka padanya.
Tak usang memasuki hutan Randuabang r0mb0ngan hingga di dekat sebuah telaga yang dikelilingi 0leh p0h0n-p0h0n besar dan tinggi rimbun serta bunga-bunga hutan hingga tempat itu selain sejuk juga indah pemandangannya. Sekalipun keadaan di situ sangat menarik biasanya tidak ada 0rang yang mau berhenti atau beristirahat. Namun tidak demikian halnya dengan Sekar Mindi. Gadis yang gres sekali ini melihat telaga itu begitu tertarik hingga beliau berseru pada sais kereta biar berhenti.
Melihat kereta berhenti Angling Kamesw0r0 segera mendekati. “Ada apa kamu menghentikan kereta?” tanya perjaka itu. “Saya yang menyuruh ,” yang menjawab Sekar Mindi kemudian membuka pintu
kereta. Angling Kamesw0r0 cepat menahan pintu dan bertanya. “Sekar….Kau hendak kemanakah?’ “Pemandangan di telaga dan sekitarnya sangat indah. Saya ingin turun dan
melihat-lihat barang sebentar.” “Jangan lakukan hal itu Sekar. Kawasan hutan Randuabang ini sangat berbahaya. Banyak hewan buas dan 0rang jahat.”
“Berada bersamamu apa saya perlu menakutkan semua itu , Angling?” tanya sang dara sambil tersenyum yang menciptakan si perjaka jadi leleh hatinya dan tak bisa melarang berbuat apa-apa ketika Sekar Mindi mend0r0ng pintu kereta lebar-lebar kemudian turun. Dia berdiri di tepi telaga , menarik nafas dalam menghirup udara segar. “Indah sekali pemandangan di sini. Udaranya segar.” Si gadis berpaling pada Angling Kamesw0r0. “Kau tidak merasa lapar?’ tanyanya.
Walaupun memang sepagi itu beliau belum makan apa-apa dan perutnya sudah minta diisi namun Angling Kamesw0r0 menggeleng.
“Saya justru lapar ,” kata Sekar Mindi. “Di kant0ng perbekalan dalam kereta masih banyak dendeng kering. Bagaimana kalau kita bakar dan makan sambil menikmati keindahan telaga ini?”
“Saya kira…..”
Sekar Mindi memgang lengan Angling Kamesw0r0. “Saya rasa mungkin hanya sekali ini seumur hidup saya berkesempatan berada di tempat ini. Apakah kamu tega men0lak?”
Pemuda itu menghela nafas dalam. Dia memandang berkeliling kemudian memberi isyarat pada para pengawal dan kusir kereta. Dari dalam kereta segera diturunkan kant0ng perbekalan. Beberapa 0rang pengawal mencari kayu api untuk memanggang dendeng kering sedang Sekar Mindi duduk di atas sebuah watu besar di tepi telaga. Sambil menikmati keindahan telaga dan alam sekitarnya gadis ini mempermainmainkan kakinya dalam air telaga.
Bau harumnya dendeng yang dibakar menebar di seanter0 telaga bahkan jauh ke dalam hutan Randuabang.
“Dendengnya sudah matang Sekar. Ingin saya bawakan beberapa p0t0ngan besar?”
“Kalau kamu tidak keberatan Angling ,” jawab Sekar Mindi tanpa men0leh dan terus mempermainkan kedua kakinya dalam air telaga. Angling Kamesw0r0 memutar tubuh melangkah ke tempat pemanggangan dendeng.
Tiba-tiba terdengar jeritan Sekar Mindi. Ada sesuatu seprti tangan insan menyentuh jari dan telapak kakinya. Bersamaan dengan itu satu benda besar tersembul keluar dari dalam telaga. Air telaga muncrat kemana-mana.
Semua 0rang yang ada di tempat itu tentu saja jadi terkejut besar. Angling Kamesw0r0 mel0mpat ke tempat Sekar Mindi duduk.
“Ada apa Sekar….?” tanya perjaka itu. Namun beliau tak memerlukan jawaban. Dari dalam telaga ketika itu muncul keluar satu s0s0k tubuh insan yang luar biasa gemuknya dan berpakaian aneh.
“Dedemit telaga!” salah se0rang perajurit berteriak. Dia dan kawan-kawannya yang tadi ikut mel0mpat ke tempat Sekar Mindi berada jadi mundur ketakutan.
Angling Kamesw0r0 merangkul Sekar Mindi dan membawa gadis ini ke tempat k0ndusif kemudian dengan cepat membalikkan tubuh , mel0mpat kembali ke tepi telaga. Saat itu s0s0k yang tadi melesat keluar dari dalam telaga tegak berdiri di dekat watu dalam keadaan berair kuyup. Walaupun s0s0k insan bertubuh gemuk luar biasa namun sesaat Angling Kamesw0r0 tambah meragu dan aujkan pertanyaan dengan membentak.
“Siapa kau? Setan atau dedemit?”
Yang dibentak tampak terl0njak kaget tapi sesaat kemudian beliau sunggingkan senyum. Mukanya yang gembr0t tampak kemerahan. Dia mengenakan baju yang kesempitan dan anehnya kancingnya terletak di punggung bukan di sebelah depan. Celananya juga tampak kekecilan. Di cuilan pinggang tarbuka tak terkancing hingga perutnya yang gembr0t kelihatan membuntal keluar. Lalu di kepalanya beliau mengenakan sebuah peci hitam yang kupluk dan berair kuyup.
“Uh….panasnya hari ini!” kata si gendut pula hirau tak hirau mirip tidak mendengar bentakan 0rang dan se0lah tidak melihat Angling Kamesw0r0 serta yang lain-lainnya di tempat itu.
Ucapan si gendut itu tentu saja menciptakan semua 0rang yang ada di situ terheran-heran. Jelas beliau barus keluar dari dalam telaga yang airnya masb0d0h dan ketika itu udara pagi masih terbungkus dinginnya sisa hawa malam hari. Adalah ajaib kalau si gendut yang berair kuyup ini berkata panasnya hari ini!
Sambil terus tersenyum beliau memandang berkeliling. Dari dalam saku bajunya beliau mengeluarkan sebuah benda. Ketika dikembangkannya ternyata benda itu ialah sebuah kipas kertas yang berada dalam keadaan berair tapi sama sekali tidak luruh atau r0bek. Duduk enak-enakan di atas watu kemudian beliau berkipas-kipas sambil tiada hentinya berkata “Huh…..panasnya hari ini. Gila panas betul! Aku hingga keringatan!”
Merasa mirip tidak diacuhkan dan dianggap sepi Angling Kamese0r0 menjadi marah.
“Makhluk edan! Siapapun kamu adanya apa kamu kura saya tidak berani dan tidak tega menggasakmu hingga lumat?!”
“Angling…. Hati-hati. Jangan-jangan beliau mahluk halus rimba belantara yang memperlihatkan diri….” Sekar Mindi berkata dari kejauhan.
Mendengar ucapan Sekar Mindi itu si gendut berhenti berkipas. Dia memandang ke arah sang gadis sesaat kemudian tertawa gelak-gelak. “Aku dibilang mahluk halus. Apa buta dan tidak melihat tubuhku sekasar ini ?! ” Lalu si gendut itu kembali tertawa-tawa dan berkipas-kipas.
Melihat perilaku dan tutur kata si gendut tak dikenal itu marahlah Angling Kamese0r0. Dia bergerak lebih dekat. Tangan kanannya dihantamkan tepat-tepat ke muka si gendut. Pukulan yang dilepaskannya bukanlah sembarang pukulan. Kalau sempat mendarat di hidung pasti akan melesak hancur. Kalau menghantam bibir pasti mulutnya akan pecah. Kalau hingga menghajar mata tak sanggup tidak akan pecah buta !
Sesaat lagi j0t0san keras itu akan mengenai sasarannya tiba-tiba dengan geraka hirau tak hirau si gendut angkat kipasnya. Serangkum angin masb0d0h menyambar dan Angling Kamesw0r0 merasa mirip melabrak tamb0k tak kelihatan. Tangannya yang menj0t0s tertahan. Bagaimanapun beliau mengerahkan tenaga luar dan dalam tetap saja tak bisa meneruskan pukulannya , padahal muka lawan yang jadi sasarannya hanya setengah jengkal di depan tinjunya !
Sadarlah perjaka itu kalau beliau berhadapan dengan 0rang berkepandaian tinggi. Untung saja tak ada se0rang lainpun di situ yang mengetahui apa yang bahwasanya terjadi. Meski sadar kalau yang dihadapinya bukan insan sembarangan , namun lantaran sifatnya yang c0ngkak s0mb0ng , Angling Kamesw0r0 tetap saja tidak mau bersikap merendah. Dia kembali membentak.
“Setan atau dedemit , insan atau jin ! Kalau kamu punya sedikit ilmu jangan berani jual lagak di hadapanku! Sebelum kujatuhkan tangan keras katakan siapa dirimu! Mengapa berani mengganggu kami yang sedang beristirahat di tempat ini! Malah kamu berlaku kurang ajar! Memegang kaki puteri patih kerajaan , membuatnya terkejut dan ketakutan!”
Mendengar ucapan panjang lebar itu si gendut tampak terkejut. Dia hentikan berkipas-kipas. Lalu berdiri dan berpaling pada Sekar Mindi. Dia membungkuk dalam-dalam dan berkata
“Cucuku yang manis jelita harap maafkan kakekmu ini kalau saya sudah membuatmu kaget dan ketakutan. Kakek tidak tahu kalau kamu ialah puteri sinuhun kanjeng patih kerajaan. Tapi terus teran kakek tidak ada niat jahat terhadapmu atau mengganggu istirahat kalian. Terus terang saja tadi kakek sedang enak-enakan bermain di dasat telaga. Kulihat ada benda putih-putih bergerak di permukaan telaga. Kukira ikan , tak tahunya kakimu. Maafkan kalau kakek sudah bertindak kurang didik berani memegang kakimu yang bagus. Itu kakek lakukan lantaran keb0d0hanku dan tidak tahu. Harap maafkan renta bangka t0l0l ini!”
Tentu saja ucapan si gendut berk0piah kupluk itu menciptakan semua 0rang jadi kaget. Dia menyebut dirinya kakek dan memanggil Sekar Mindi sebagai cucu!
“Gendut keparat!” hardik Angling Kamesew0r0. “Jangan kamu berani berlaku kurang didik dan main-main!”
“Ah….. ” si gendut menghela nafas panjang. “Kalau saya kurang didik bukankah sudah minta maaf. Kalau saya dituduh berani main-main , itu sama sekali tidak benar. Masakan saya setua bangka ini mau bergurau yang bukan-bukan dengan cucuku , puteri patih kerajaan pula ! ”
“Gendut sialan ! Kau menyebut dirimu kakek dan menyebut gadis itu cucumu ! Umurmu pasti lebih muda dari gadis itu ! Apa itu namanya bukan mempermainkan secara kurang didik ?! ” hardik Angling Kamesw0r0 dengan bunyi bergetar lantaran sudah tak sanggup menahan marah.
Si gendut tertawa gelak-gelak hingga wajahnya yang keringatan menjadi merah. Dia kemudian menjawab.
“Umur puteri patih kerajaan itu paling tinggi dua puluh dua tahu. Cucuku , kamu tahu berapa usiaku ?! ”
“Setan gemuk ! Kau jawablah sendiri ! ” teriak Angling Kamesw0r0.
“Baik ! Akan kujawab ! ” sahut si gendut pula. “Kalau kamu mau tahu , usiaku sudah delapan puluh ! Kau dengar ?! ”
Kedua mata Angling Kamesw0r0 mel0t0t. Yang lain-lain juga terkeisap kaget mendengar ucapan si gendut itu. Jelas kalau beliau tidak main-main maka beliau ialah se0rang gila yang kesasar. Melihat kepada wajahnya paling tidak usianya hanya dua puluh tahun , mungkin kurang. Bagaimana beliau enak saja berkata bahwa beliau berusia delapan puluh tahun ?!
Angling Kamesw0r0 kalau menurutkan hawa amarahnya mau beliau segera menghantam si gendut berpeci kupluk itu habis-habisan. Namun sebagai 0rang berkepandaian beliau masih bisa berpikir. Tadi waktu beliau melancarkan j0t0san si gendut ini mengangkat kipasnya secara hirau tak acuh. Tapi dari benda itu membersit hawa masb0d0h yang sanggup menahan gerakannya. Lalu tadi beliau berkata sedang main-main di dalam telaga. Saat beliau dan r0mb0ngan berhenti di telaga hingga ketika si gendut muncul di permukaan telaga cukup lama. Manusia mana yang bisa mendekam dalam air selama itu?
“Gendut mengaku kakek berusia delapan puluh tahun. Sebenarnya siapa sirimu. Siapa namamu?” tanya Angling Kamesw0r0.
“Ah , cucuku , ternyata kamu bisa berbasa bau , bisa bicara baik-baik dan s0pan. Baik saya jawab pertanyaanmu ,” kata si gendut pula. “Namaku nama kampung. Santik0. Ada juga yang menyebutku dengan gelaran muluk. Bujang Gila Tapak Sakti.”
“Dari mana kamu berasal dan apa kerjamu di dalam telaga itu?!” tanya Angling Kamesw0r0.
“Asalku dari kampung sekitar sini. Aku berada di dalam telaga lantaran kepanasan. C0ba mencari kesejukan. Tidakkah kamu dan yang lain-lain merasa betapa panasnya hari ini?” Lalu si gendut mengipas-ngipaskan kipas kertasnya.
Sesaat Angling Kamesw0r0 memperhatikan kedua tangan si gendut. Jelas terlihat kedua telapak tangannya berwarna putih pucat. Diam-diam perjaka ini jadi merasa tidak enak.
“Gendut , dengar ucapanku. Aku tidak senang kamu berada di sini. Lekas angkat kaki dan pergi…..”
“Ah , nasibku malang. Dihina dan diusir 0rang. Tapi 0ke saya akan pergi. Apa susahnya angkat pantat dari watu dan angkat kaki pergi? Tapi tunggu….” Si gendut yang berjulukan Santik0 dan bergelar Bujang Gila Tapak Sakti itu mend0ngakkan kepalanya. Hidungnya kembang kempis menghirup-hirup. “Aku mencium harumnya anyir daging panggang. Tapi sudah hampir hangus. Mengapa tidak cepat-cepat disantap?!”
Astaga!
Semua 0rang gres sadar kalau dendeng yang mereka panggang hampir hangus. Semua segera menghampiri tempat pemanggangan kecuali Angling Kamesw0r0. Sekar Mindi membagi-begikan p0t0ngan dendeng panggang pada 0rang-0rang yang ada di tempat itu. Ketika beliau menghampiri Angling , perjaka ini memberi isyarat biar si gadis tidak melangkah lebih dekat. Angling berpaling pada Bujang Gila Tapak Sakti.
“Kau sudah mendengar kata-kataku tadi. Kenapa tidak lekas angkat kaki dari sini?’
“Begitu? Baik saya segera pergi.” Menjawab si gendut. Dia berpaling pada Sekar Mindi. “Cucuku , sudah tujuh puluh tahun saya tak pernah menikmati daging. Apalagi dendeng panggang mirip itu. Apakah saya b0leh minta barang sep0t0ng kecil?”
Sekar Mindi tampak ragu-ragu. Namun sesaat kemudian gadis ini melangkah juga ke arah Bujang Gila Tapak Sakti sambil membawa p0t0ngan dendeng bakar yang tadi hendak diberikannya pada Angling Kamesw0r0.
Setengah jalan Angling mencegatnya. Dendeng panggang yang ada di tangan si gadis dirampasnya kemudian dibantingkannya ke tanah. Tak cukup hingga di situ. Daging yang jatuh di tanah itu kemudian diinjak-injaknya dengan kakinya yang menggunakan kasut dari kulit hingga hancur dan k0t0r.
“Kau lapar gendut?! Makanlah!” katanya kemudian Angling Kamesw0r0 tertawa gelak-gelak. Dua belas perajurit lainnya ikut-ikutan tertawa. Hanya kusir kereta yang sudah lanjut usia dan Sekar Mindi yang tidak tertawa , senyumpun tidak.
Si gendut tenang-tenang saja malah menyeringai. Dia membungkuk mengambil dendeng panggang yang sudah hancur dan k0t0r bergelimang tanah itu dengan tangan kanannya. Lalu sambil membejak-bejak daging itu dalam genggaman telapak tangannya beliau berkata “Sayang , dagingnya seenak ini dibuang begitu saja , diinjak , dik0t0ri dengan tanah. Padahal banyak 0rang miskin yang kelaparan sekitar sini. Termasuk aku…..”
Tangan yang membejak-bejak dendeng panggang itu perlahan-lahan dibuka. Semua 0rang terkejut ketika menyaksikan bagaimana dendeng bakar yang tadi sudah hancur dan k0t0r diinjak-injak kini bermetam0rf0sis sep0t0ng besar daging panggang segar yang mengepulkan asap dan menebar anyir harum bukan main.
“Cucuku ,” kata si Bujang Gila Tapak Sakti sambil memandang pada Sekar Mindi. “Terima kasih atas pemberianmu ini. Kakek tidak akan melupakan kebaikan hatimu….” Habis berkata begitu si gendut berk0piah kupluk itu melahap daging panggang itu sambil tangan kiri mengipas-ngipaskan kipas kertasnya. Di satu tempat beliau berpaling lagi pada Sekar Mindi dan menjura dalam-dalam. Lalu hup! Sekali beliau menggenj0t kedua kakinya tubuhnya yang seprti buntalan raksasa itu melayang ke atas. Sesaat kemudian kelihatanlah si gendut itu duduk berjuntai g0yang-g0yang kaki di atas cabang sebuah p0h0n. Cabang ini tak seberapa besarnya. Dibandingkan dengan tubuh si gendut yang berat seharusnya cabang itu akan menekuk ke bawah behkan bisa patah. Tapi nyatanya cabang p0h0n tersebut hanya melentur berg0yangg0yang mengikuti gerakan atau uncangan kaki si gendut!
Selusin perajurit dan Sekar Mindi terkagum-kagum melihat apa yang terjadi. Sebaliknya Angling Kamesw0r0 tampak merah mukanya. Apa yang dilakukan Bujang Gila Tapak Sakti seperti mempermainkan dan mengejek dirinya. Dia hendak meneriakkan sesuatu tetapi tak jadi lantaran dengan tiba-tiba kusir renta menghampirinya dan berkata. “Raden , kalau saya tidak salah insan gendut berjulukan Santik0 bergelar Bujang Gila Tapak Sakti ini tujuh tahun dulu ialah b0cah yang mencuri dua buah b0nang perangkat gamelan kerat0n.”
Tentu saja keterangan itu menciptakan Angling Kamesw0r0 jadi terkejut. Tujuh tahun kemudian beliau belum masuk ke dalam jajaran pasukan Kerajaan. Namun beberapa waktu setelah bergabung dengan alat kerajaan beliau pernah mendengar perihal dicurinya dua buah b0nang itu.
“Kenapa tidak kamu katakan dari tadi?!” ujar Angling Kamesw0r0 pula dengan
suara keras yang ditekan. “Maafkan saya. Ingatan saya berjalan lamban….” “Kalau begitu beliau harus segera kita tangkap!” kata Angling Kamesw0r0 pula
seraya memandang ke arah cabang p0h0n dimana si gendut duduk masih enak-enakan menyantap daging panggang sambil uncang-uncang kaki dan berkipas-kipas. “Bujang Gila Tapak Sakti! Lekas turun dari p0h0n! Aku mau bicara denganmu!” berteriak Angling Kamesw0r0.
Baru saja beliau berteriak begiut dan belum sempat si gendut memperlihatkan jawaban tiba-tiba ada derap kaki kuda sekitar telaga. Tahu-tahu lima penunggang kuda bertampang sangar beringas dan kasar muncul di tempat itu. Kelimanya menebar demikian rupa dalam perilaku mengurung r0mb0ngan. Masing-masing duduk di atas kuda sambil menekankan tangan ke gagang g0l0k besar yang tersisip di pinggang.
LIMA
Angling Kamesw0r0 segera maklum siapa adanya kelima 0rang itu. Tak sanggup tidak pastilah ger0mb0lan peramp0k jahat hutan Randuabang.
“Salan!” maki Angling Kamesw0r0 dalam hati. “Urusan dengan si gendut gila itu belum selesai. Kini tiba lagi penyakit baru!”
“Kalian siapa dan mau apa?!” tiba-tiba Angling Kamesw0r0 bertanya dengan bunyi keras hingga lima penunggang kuda tersentak. Lalu berbarengan kelimanya tertawa gelak-gelak.
“Anak muda. Caramu bertanya galak amat!” salah se0rang dari lima penunggang kuda membuka mulut. Barisan gigi-giginya kelihatan besar-besar dan berwarna hitam.
“Jika kamu dan kawan-kawanmu tiba membawa maksud jahat , jangan berani lakukan disini. Kepala kalian akan kubuat menggelinding di tanah!”
Lima penunggang kuda kembali tertawa bergelak. Yang tadi bicara membuka mulut.
“Aku War0k Wesi Randuabang , penguasa rimba belantara ini.Empat 0rang ini ialah sahabat-sahabat dan anak buahku. Bertemu gres satu kali , bagaimana kamu bisa menuduh kami tiba membawa maksud jahat , anak muda?!”
“Sudah! Aku tak ada waktu panjang lebar dengan kalian! Harap tinggalkan tempat ini. Kamipun segera akan berlalu dari sini!” Habis berkata begitu wakil patih kerajaan ini memberi isyarat pada semua angg0ta r0mb0ngan. Lalu beliau melangkah mendekati Sekar Mindi dan dengan cepat membimbing gadis itu masuk ke dalam kereta.
“Tunggu dulu!” seru War0k Wesi Randuabang.
Angling Kamesw0r0 menutupkan pintu kereta. Pada Sekar Mindi beliau berkata. “Apapun yang terjadi jangan keluar dari dalam kereta!” kemudian beliau berpaling pada lima penunggang kuda.
“Kami tiba lantaran mencium anyir dendeng panggang yang harum itu. Karena lapar dan ada rejeki terang kami mau minta bagian! Apakah kalian mau memberi atau terlalu pelit tak mau berbagi-bagi?”
“Wesi Randuabang ,” penunggang kuda di samping sang war0k berkata “Yang kita temui di tempat ini ternyata bukan cuma dendeng panggang yang yummy tapi ada se0rang gadis cantik. Hanya sayang si jelita itu buru-buru disembunyikan ke dalam kereta!”
Lima 0rang berwajah kasar itu kembali tertawa bergelak.
Angling Kamesw0r0 yang merasa semakin tidak enak cepat berkata.
“KAu dan kawan-kawanmu mau dendeng panggang silahkan saja ambil. Tapi ingat , jangan ganggu r0mb0ngan ini!”
“Anak muda , hatimu ternyata sangat baik. Bersedia memperlihatkan dendeng panggang yang enak itu. Tapi kenapa buru-buru mau pergi?” War0k Wesi Randuabang.
Angling Kamesw0r0 tidak menjawab. Dia mel0mpat ke atas kudanya dan memberi isyarat pada kusir kereta serta dua belas perajurit untuk segera bergerak meninggalkana tempat itu.
War0k Wesi Randuabang cepat menggerakkan kudanya. Empat kawannya mengikuti. Kelimanya kini berada di depan r0mb0ngan dan jelas-jelas menghadang.
“Anak muda , kalau saya bilang jangan buru-buru pergi kamu harus patuh!” membentak War0k Wesi Randuabang. “Apa kamu tidak tahu berhadapan dengan siapa?!”
“Kau yang buta tidak tahu berhadapan dengan siapa!” balas membentak Angling Kamesw0r0.
“Aku tidak buta anak muda! Kau mengenakan pakaian perwira dan ada dua belas 0rang berseragam perajurit. Jelas kalian ialah sekel0mp0k pasukan kerajaan.” War0k Wesi Randuabang berpaling pada teman-temannya. Lalu bertanya “KAwankawan , apakah ada bedanya bagi kita kalau mereka ialah cecunguk-cecunguk kerajaan atau bukan?”
“Tentu saja tidak!” menyahuti salah se0rang anak buah War0k Wesi Randuabang.
“Sekalipun mereka sr0mb0ngan setan atau jin pelayangan tentu saja tak ada artinya bagi kita!” menyahuti anak buah yang lain.
War0k Wesi Randuabang menyeringai. “Anak muda , kamu dengar apa yang dikatakan teman-temanku.”
“Kalian membuatku jijik dan lama-lama saya bisa jengkel! Lekas menyingkir. Jangan menghalangi jalan!” hardik Angling Kamesw0r0.
“Lagakmu memuakkan!” tukas War0k Wesi Randuabang , Kepala ramp0k hutan Randuabang ini menarik tali kekang mudanya , hendak bergerak ke arah Angling Kamesw0r0. Tapi salah se0rang anak buahnya cepat mendahului seraya berkata.
“Gembel kerajaan ini biarkan saya yang membereskan!”
Anak buah War0k Wesi Randuabang yang satu ini segera menggebrak kudanya. Bersamaan dengan itu beliau mencabut g0l0knya. Senjata ini membabat begitu beliau hingga di hadapan Angling Kamesw0r0.
Perwira muda kerajaan ini cepat merunduk. Kelihatannya beliau mirip hendak menysupkan satu j0t0san ke dada lawan.
Melihat gelagat ini anak buah War0k Wesi putar pergelangan tangannya. Senjatanya kini menderu ke bawah. Siap untuk membabat putus tangan Angling Kamesw0r0. Semua 0rang di pihak r0mb0ngan kerajaan yang menyaksikan itu menjadi terpaku tegang. Sekar Mindi pejamkan mata dan tekap mulutnya kuat-kuat biar tidak mengeluarkan bunyi jeritan. Kalau perjaka pelindungnya itu hingga celaka dan tewas di tangan kawanan ramp0k hutan berarti dirinya sendiri tak bisa diselamatkan dan akan jatuh ke tangan ger0mb0lan ramp0k War0k Wesi Randuabang. Tubuh gadis ini jadi menggigil dan wajahnya pucat tak berdarah menghadapi kenyataan ini.
Tetapi apa yang terjadi kemudian justru mengejutkan War0k Wesi dan kawankawannya. Di kala mereka sudah memperkirakan lengan perwira muda itu akan dibabat putus tiba-tiba tubuh Angling Kamesw0r0 merunduk hampir sama datar dengan punggung kuda. Bersamaan dengan itu kaki kirinya melesat ke depan.
Bukkk!
Ujung kaki Angling Kamesw0r0 menghantam lambung anak buah War0k Wesi hingga mengeluarkan bunyi bergedebukan sedang dari mulutnya meledak bunyi jeritan keras. Tubuhnya terpental dari punggung kuda kemudian jatuh punggung terkapar di tanah , g0l0knya terlepas mencelat ke udara yang dengan cepat segera disambar 0leh sang perwira muda.
Selagi War0k Wesi dan tiga 0rang anak buahnya terkesiap melihat kejadian itu dari atas p0h0n terdengar bunyi tertawa bergelak. Jika kita layangkan pandang ke arah p0h0n itu ternyata di cabang p0h0n kini bukan hanya Santik0 alias Bujang Gila Tapak Sakti saja yang kelihatan duduk di sana melainkan di sebelahnya kini tampak ikut duduk se0rang perjaka berambut g0ndr0ng mengenakan pakaian putih-putih.
“Dut , bagi lagi saya daging panggangnya ,” kata si g0ndr0ng.
“Ah , dagingku tinggal sedikit. Tapi baiklah. Kuberikan secuil lagi!” Lalu Bujang Gila Tapak Sakti memberika sep0t0ng kecil lagi daging panggangnya pada perjaka di sampingnya. Keduanya mengunyah daging itu sambil tertawa-tawa.
“Aku sudha usang mencarimu , syukur-syukur kini bisa ketemu!” kata si g0ndr0ng.
“Aku merasa tidak perlu mencarimu. Karena saya yakin kamu pasti mencariku! Buktinya kini kita ketemu! Ha…ha…ha….!” Bujang Gila Tapak Sakti mengipasngipaskan kipas kertasnya ke wajahnya yang keringatan. Saat itulah tendangan Angling Kamesw0r0 mendarat di lambung anak buah War0k Wesi hingga ramp0k satu ini jatuh ke tanah. Tak berkutik lagi lantaran tulang punggungnya patah. Bujang Gila Tapak Sakti dan si g0ndr0ng tertawa gelak-gelak melihat kejadian itu. War0k Wesi Randuabang melirik ke arah cabang p0h0n. Dia tidak mengenali siapa adanya si gendut berk0piah kupluk dan berbaju yang kancingnya terbalik itu. Namun beliau segera mengenali perjaka satunya yang berambut g0ndr0ng.
“Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 Wir0 Sableng…..” membatin War0k Wesi. Hatinya mendadak santak jadi tidak enak. Dia memberi isyarat pada tiga 0rang anak buahnya. “Kalian lekas ker0y0k perwira muda itu. Aku akan melaksanakan sesuatu.” Habis berkata begitu War0k Wesi menggebrak kudanya ke kanan se0lah0lah beliau hendak meninggalkan tempat itu. Namun di satu tempat beliau membel0k lagi dan memacu kudanya ke arah kereta.
“Lindungi kereta!” teriak Angling Kamesw0r0.
Sua belas perajurit segera bergerak mengamankan kereta dimana puteri patih kerajaan berada.
Angling Kamesw0r0 sendiri segera menyambut serangan tiga 0rang anak buah War0k Wesi. Ketiganya menyerang dengan g0l0k di tangan.
“Kalian mencari mampus!” hardik perwira muda itu.
G0l0k di tangannya berputar aneh. Tiga 0rang anak buah War0k Wesi merupakan penjahat-penjahat yang mempunyai kepandaian memainkan g0l0k tingkat tinggi. Selama bertahun-tahun malang melintang dalam rimba Randuababng dan sekitarnya War0k Wesi menyempatkan diri untuk mengajarkan ilmu g0l0k itu pada empat 0rang anak buahnya. Walau masih belum tepat betul namun kehebatan mereka memainkan senjata tajam itu tidak bisa dianggap rendah. Namun sekali ini ketiganya kena batunya. Yang mereka hadapi ialah se0rang perwira muda berkepandaian tinggi cal0n patih kerajaan!
Tiga anak buah War0k Wesi sesaat jadi terkesiap ketika melihat g0l0k yang ada di tangan perwira muda itu se0lah bermetam0rf0sis sepuluh buah , menyambar dengan mengeluarkan bunyi berdesing menggidikkan.
Trang….trang….trang!
Tiga kali bunga api berpijar di udara pagi. Tiga seruan tertahan keluar dari verbal tiga 0rang anak buah War0k Wesi. Telapak tangan yang memegang g0l0k terasa pedas. Senjata di tangan masing-masing hampir saja terlepas mental dalam satu bentr0kan g0l0k secara kilat tadi.
Sadar kalau lawan mereka mempunyai kepandaian tinggi , salah se0rang dari penger0y0k berseru.
“Keluarkan jurus bintang bertabur!”
Ilmu silat mengandalkan g0l0k yang disebut jurus bintang bertabur itu bahwasanya harus dimainkan 0leh lima 0rang. Namun lantaran mencicipi adanya ancaman maka tiga 0rang peramp0k hutan Randuabang itu lekas-lekas saja mengeluarkannya dengan maksud sanggup menghabisi lawannya.
Begitu jurus bintang bertabur itu dimainkan walau Cuma 0leh tiga 0rang saja , Angling Kamesw0r0 mencicipi dirinya menghadapi serangan laksana curahan hujan yang bertabur dari arah berbeda-beda. Baru saja beliau mementahkan atau menangkis satu serangan lawan , dari jurusan lain tiba pula serangan baru. Dihadapinya serangan satu ini , gempuran tiba menderu dari jurusan lain. Hanya dengan kehebatan dan kecepatannya bergerak perwira muda itu sanggup l0l0s dari seranganserangan maut walau dua kali pakaiannya r0bek besar disambar ujung senjata lawanlawannya.
Angling Kamesw0r0 kertakkan rahang. Dia keluarkan bunyi membentak nyaring kemudian menghadapi ker0y0kan tiga lawannya dengan gebrakan-gebrakan ajaib yang secara perlahan-lahan menciptakan beliau sanggup bertahan kemudian balas mendesak lawan dengan tusukan atau babatan maut!
Di cuilan lain , ketika melihat dua belas perajurit melindungi kereta , War0k Wesi Randuabang segera hunus g0l0k besarnya. Tanpa tedeng aling-aling beliau menggebrak ke arah kereta. Para perajurit yang mengawal tentu saja tidak mau tinggal diam. Enam 0rang pribadi meny0ngs0ng sedang enam lainnya tetap bersiaga menjaga keselamatan kereta.
Enam perajurit yan gmnyambut kedatangan War0k Wesi Randuabang itu dua memegang g0l0k , tiga menggenggam pedang dan satu lagi bersenjatakan t0mbak. Enam senjata berserabutan ke arah kepala , dada dan perut War0k Wesi. Sang War0k ganda tertawa. G0l0k besar di tangannya berkiblat lenyap. Terdengar bunyi berdentrangan. Lalu dua jeritan mer0bek langit. Dua s0s0k tubuh r0b0h ke tanah bermandikan darah. Mereka ialah perajurit yang memegang g0l0k dan pedang. Empat temannya karuan menjadi gugup. Tapi sadar akan kewajiban dan tanggung jawab besar mereka atas keselamatan puteri patih kerajaan maka keempat perajurit ini kembali menyerbu War0k Wesi. Namun keberanian meraka hanya satu kesia-siaan belaka. Sekali lagi g0l0k di tangan kepala ramp0k hutan Randuabang itu berkiblat , dua perajurit lagi r0b0h ke tanah meregang nyawa. Dua kawannya yang hampir putus nyali segera memberi isyarat pada enam temannya yang berada di sekitar kereta. Tiga 0rang segera bergerak , tiga lagi tetap berjaga-jaga. Kini ada lima perajurit menghadapi War0k Wesi.
“Kalau kalian sayang jiwa lekas minggat dari sini. Kalau tidak kalian akan mencicipi akibatnya!”
Lima perajurit itu rupanya tidak takut akan gertakan War0k Wesi. Dengan cepat mereka menggebrak memulai serangan. Kali ini mereka menjaga jarak dan bertindak hati-hati. Tiga jurus pertama mereka bisa bertahan bahkan sesekali melancarkan serangan yang cukup menciptakan kepala ramp0k itu sibuk. Namun jurusjurus berikutnya satu persatu mereka menemui kematian dibabat atau ditusuk g0l0k besar di tanagn War0k Wesi.
Dati tiga 0rang sisa perajurit yang mengawal kereta hanya satu saja yang menc0ba berjibaku menusukkan g0l0knya ke punggung War0k Wesi yang ketika itu lengah ketika sibuk membunuhi kawan-kawannya yang lima. Dua lainnya sudah kabur ketakutan. Perajurit yang satu ini berhasil menusukkan senjatanya ke punggung kepala peramp0k itu. Namun alangkah kagetnya ketika menyaksikan bagaimana beliau se0lah menusuk watu yang keras. Ternyata sang war0k tidak mempan senjata tajam! Tidak percuma beliau menyebut diri sebagai War0k Wesi.
“Pemb0k0ng sialan!” rutuk War0k Wesi. Dia memutar tubuh. Tangan kirinya bergerak mencekik leher si perajurit. Lalu mirip se0rang membelah kelapa , g0l0k di tangannya menetak bat0k kepala perajurit itu!
“Keparat!” maki War0k Wesi ketika muncratan darah membasahi muka dan pakaiannya. Dengan lengan bajunya beliau menyeka n0da darah kemudian mel0mpat turun dari atas kuda dan lari ke arah kereta.
Di atas p0h0n si gendut berpeci hitam kupluk menepuk pundak si g0ndr0ng.
“S0batku g0ndr0ng! Aku mau tanya , sebetulnya kenapa kamu mencariku?!”
“S0al kecil saja ,” jawab Pendekar 212 Wir0 Sableng. “Aku dimintakan derma 0leh si Kerbau Bunting itu…..”
“Kerbau Bunting katamu?” tanya Bujang Gila Tapak Sakti. Dia berpikir sejenak. Lalu beliau berkata.
“Ah! Pasti si Dewa Ketawa itu! Paman sialan! Dia yang memendam saya hingga karatan di l0bang inti es di puncak gunung Mahameru! Bantuan apa yang dimintanya? Sudah! Kau tak usah menjawab! Aku sudah tahu!”
“Tahu apa?” tanya Wir0 menguji.
“0rang renta itu pasti minta bantuanmu untuk mendapatkan dua buah b0nang kelengkapan gamelan kerat0n! Betulkan…….?!”
Wir0 mengangguk kemudian cepat berkata “Sudah dulu. Urusan dua buah b0nang itu kita tunda dulu. Ada hal yang lebih penting!”
“Apa maksudmu?”
Pendekar 212 menunjuk ke arah kereta.
“Kau lihat sendiri. 0rang jahat itu berhasil mer0b0hkan dua belas pengawal. Kini beliau tengah menuju kereta hendak menculik puteri patih kerajaan berjulukan Sekar Mindi. Apakah kamu tidak akan men0l0ngnya?!”
“Perduli amat dengan gadis itu. 0rang-0rangnya tadi menghinaku habishabisan….”
“Tapi gadis itu tidak jahat padamu.”
Si gendut tertawa sambil berkipas-kipas. “Kau suka padanya. Pasti!”
Wir0 menyeringai. Dia memandang ke bawah p0h0n. Ke arah kereta. “Lihat , War0k Wesi tengah menarik tubuh Sekar Mindi dengna paksa dari dalam kereta….. Kau masih tak mau men0l0ng gadis itu?”
“Kalau kamu suka padanya , kamu saja yang men0l0ngnya!” jawab Bujang Gila Tapak Sakti.
“Kau gendut sialan!” maki Wir0 sambil menggaruk kepala. Sekali beliau berkelebat tubuhnya melayang ke arah kereta dan menjejak tanah tepat di belakang War0k Wesi yang tengah berusaha menarik Sekar Mindi keluar dari dalam kereta. Gadis ini berusaha bertahan sambil berpegangan pada pinggiran pintu. Namun apalah artinya kekuatan se0rang wanita dibanding dengan kekuatan War0k Wesi se0rang lelaki bertubuh k0k0h besar yang sudah dirasuk setan. Sekali lagi beliau merengut maka Sekar Mindi akhirnya keluar dari kereta. Dengan cepat hendak men0t0k gadis ini kemudian mendukungnya di pundak kiri. Namun tiba-tiba beliau mencicipi ada sese0rang menepuk bahunya sambil memanggil.
“War0k….”
War0k Wesi men0leh. Begitu kepalanya menghadap ke belakang satu j0t0san melanda hidungnya. Pegangannya pada pinggang Sekar Mindi terlepas. Kepalanya mirip dihantam palu g0dam. Sakitnya bukan main hingga beliau menjerit keras. Tetapi hebatnya jangankan berdarah atau cidera , hidung itu tidak berubah sedikitpun kecuali hanya berwarna kemerah-merahan.
“Kurang ajar! Setan ganjal ini ternyata kebal senjata tajam kebal pukulan!” kata Wir0 dalam hati. “Tak ada jalan lain ,aku harus melumpuhkannya dengna t0t0kan!” kemudian Wir0 hendak men0t0k. Rupanya War0k Wesi tahu apa yang hendak dikerjakan lawan. Didahului dengan bentakan kasar kepala ramp0k ini menerkam ke depan. Kedua tangannya mirip hendak mencengkeram leher Pendekar 212. Tapi tahu-tahu salah satu tangannya menggebuk ke arah perut.
Bukkk!
Murid Eyang Sint0 Gendeng dari Gunung Gede itu mengeluh tinggi. Tubuhnya terangkat hingga setengah t0mbak sebelum mencelat beberapa langkah.
Dari atas p0h0n terdengar bunyi tertawa bergelak. Yang tertawa bukan lain ialah Bujang Gila Tapak Sakti.
“S0batku Wir0. Bagaimana rasanya digelitik si War0k?!” mengejek si gendut.
“Kentut busuk!” maki Pendekar 212 seraya berdiri berdiri. Baru saja tegak , War0k Wesi sudah berada di hadapannya melancarkan satu tendangan deras. Untung Wir0 masih sempat jatuhkan diri dan berguling menjauh. Namun lagilagi begitu beliau berdiri kembali kepala penjahat itu sudah berada di dekatnya dan siap melancarkan serangan ganas. Kali ini Pendekar 212 tidak mau memberi hati lagi. Dia menahan serangan lawan dengan jurus-jurus ilmu silat 0rang gila yang didapatnya dari Tua Gila dari pulau Andalas. Begitu lawan kebingungan dan frustasi lantaran semua serangannya luput maka Wir0 kemudian menggempur dengan jurus-jurus kilat : membuka jendela memanah matahari , di balik gunung memukul halilintar , kincir padi berputar dan kepala naga menyusup awan. Empat pukulan melanda muka , dada dan perut War0k Wesi. Mukanya babak belur. Tubuhnya yang tinggi besar terbanting ke tanah. Untuk beberapa usang War0k Wesi terkapa tak bergerak.
“Tamat riwayatmu!” kata Wir0 puas. Tapi kedua matanya jadi mendelik sewaktu perlahan-lahan tubh yang terkapar itu bergerak. Lalu tiba-tiba War0k Wesi menciptakan satu l0mpatan dan tahu-tahu beliau sudah berdiri di hadapan murid Sint0 Gendeng itu.
“Iblis satu ini benar-benar kebal!” desis Pendekar 212. Dia mengerahkan tenaga dalam siap untuk menghantam dengan pukulan sakti sinar matahari. Justru pada ketika itulah terdenga bunyi tawa bergelak dari atas p0h0n.
“S0batku Pendekar 212! C0ba kamu bawa setan ganjal itu ke bawah p0h0n ini. Aku akan tunjukkan padamu bagaimana memusnahkan kekebalan dirinya!”
Wir0 mend0ngak ke atas p0h0n di mana si gendut Bujang Gila Tapak Sakti duduk berjuntai uncang-uncang kaki sambil berkipas-kipas.
Melihat ke atas p0h0n , melupakan kedudukan lawan merupakan satu kesalahan besar yang dibuat Wir0 Sableng. Di ketika dai bertindak lengah itu War0k Wesi mel0mpat sambil melayangkan j0t0sannya ke muka Wir0.
Pendekar212 mencicipi kepalanya se0lah meledak dan tanggal dari lehernya. Tubuhnya mencelat jauh dan terbanting tepat di batang p0h0n di mana Bujang Gila Tapak Sakti duduk berjuntai. Untuk beberapa lamanya pemandangannya gelap berkunang-kunang. Dia hanya melihat kurang jelas War0k Wesi melangkah mendekatinya. Tangan kanannya memegang sebilah g0l0k berdarah.
Di hadapan Wir0 , War0k Wesi tegak sesaat. Mukanya seganas iblis. Seringai setan bermain di mulutnya.
“Aku tidak pernah memimpikan hari ini akan membunuh t0k0h paling p0puler dalam dunia persilatan. Pendekar 212 hari ini tamat riwayatmu!”
Tangan War0k Wesi yang memegang g0l0k mengayun ke bawah. Tapi gres setengah jalan tusukan maut itu berjalan tiba-tiba dari atas p0h0n mencurah jatuh cairan kuning. Cairan ini jatuh tepat menimpa kepala dan tubuh War0k Wesi Randuabang , malah bermuncratan mengenai Pendekar 212 yang duduk tersandar di batang p0h0n.
Dari verbal War0k Wesi keluar bunyi raungan dahsyat. 0rang ini melangkah mundur dengan muka pucat kemudian mencak-mencak mirip 0rang gila. Kedua tangannya berulang kali memegangi kepala dan cuilan tubuhnya yang kecurahan cairan kuning dari atas p0h0n. Lain halnya dengan Pendekar 212 Wir0 Sableng. Begitu muncratan air kuning dan hangat itu menerpa tubuhnya , beliau segera tahu apa yang terjadi.
“Bujang Gila keparat! Apa yang kamu lakukan? Kuputus burungmu!” Wir0 berteriak kemudian berdiri.
Si gendut di cabang p0h0n tertawa gelak-gelak. “Kau harus berterima kasih telah kukencingi!” berseru Bujang Gila Tapak Sakti.
“Setan alas! Enak saja kamu bicara begitu! Lihat mukaku berair kejatuhan cipratan air kencingmu di kepala War0k sialan itu!”
“Anak t0l0l! Justru itu saya bilang kamu harus berterima aksih. Kau Cuma kecipratan. Lihat si War0k. Dia malah berair kuyup. Air kencingku menciptakan ilmu kebalnya musnah tak manjur lagi ! ”
“Pemb0h0ng besar ! K0ny0l ! ” teriak Wir0 masih sangat jengkel. “Turunlah biar kugebuk tubuhmu hingga jadi pepes ! ”
Bujang Gila Tapak Sakti tertawa mengekeh. “Kalau kamu tak percaya mengapa tidak dic0ba ? C0ba kamu hajar War0k itu sekali lagi ! ”
Pendekar 212 garuk-garuk kepala. Diperhatikannya keadaan War0k Wesi yang mencak-mencak , meraung sambil c0ba mengeringkan kepala dan tubuhnya yang berair dengan kedua tangan. Tentu saja tidak mungkin baginya untuk mengeringkan air kencing Bujang Gila Tapak Sakti itu. Dengan wajah sangat ketakutan beliau lari ke kudanya , berusaha melarikan diri dari tempat itu. Apalagi tiga 0rang anak buahnya yang terakhir sudah menemui kematian pula di tangan Angling Kamesw0r0.
“Mungkin apa yang diucapkan si gendut sialan itu benar. Kalau tidak mengapa War0k Wesi hingga berusaha melarikan diri dengan sangat ketakutan mirip itu. ” Memikir hingga disitu Pendekar 212 segera mel0mpat mengejar War0k Wesi yang ketika itu gres saja menggebrak kudanya hendak melarikan diri. Murid Sint0 Gendeng ini masih sempat mencekal pergelangan kaki kiri War0k Wesi kemudian ditariknya kencang-kencang , Tubuh War0k Wesi terbet0t dari kuda tunggangannya. Binatang ini terus saja berlari. Akibatnya sang War0k jatuh terbanting ke tanah. Sebelum beliau sempat berdiri tendangann kaki kanan Wir0 bersarang di sisi kanannya.
Kraaakk !
War0k Wesi meraung keras. Empat tulang iganya berpatahan ! Dia berusaha bangkit. Namun gres setengah duduk sebilah g0l0k berkelebat membac0k lehernya. Sekali lagi terdengar bunyi raungan keluar dari tengg0r0kan War0k Wesi. Lalu tubuhnya r0b0h kembali. Sekali ini tak bergerak lagi. Mati dengna leher hampir putus.
Perlahan-lahan Angling Kamesw0w0 menjatuhkan g0l0k yang dipegangnya yang barusan dipakainya untuk membunuh kepala ramp0k hutan Randuabang yaitu War0k Wesi Randuabang. Lalu beliau men0leh ke atas p0h0n.
“Anak muda berjulukan Bujang Gila Tapak Sakti , turunlah. Kau telah berbuat jasa pada kerajaan. Menyelamatkan puteri patih. ”
“Ah siapa bilang saya men0l0ng. Tadi saya kan Cuma kencing saja ! ”
Pendekar 212 tersenyum sambil garuk-garuk kepala.
“Gendut!” seru Wir0. “Kau turun sajalah! 0rang mau bicara padamu ! ”
Mendengar ucapan murid Sint0 Gendeng itu Bujang Gila Tapak Sakti mel0mpat turun dari atas p0h0n. Tapi beliau tidak mel0mpat turun ke tempat di mana Wir0 dan Angling Kamesw0r0 berada melainkan ke jurusan lain. Begitu beliau
berkelebat si gendut inipun lenyap dari pemandangan.
“Astaga! Dia kabur!” seru Wir0. “Aku harus mengejarnya!”
“Tunggu!” kata Angling Kamesw0r0.
“Ada apa perwira?” tanya Wir0.
“S0bat muda berjuluk Pendekar 212 , kamu sudah kenal usang dengan anak gendut ajaib itu?”
“Belum lama. Tapi beliau telah beberapakali men0l0ngku.”
“Kau tahu dimana bisa mencarinya? Tahu tempat kediamannya mungkin?”
Wir0 gelengkan kepala.
“Ada perlu apa kamu hendak mengejarnya?” tanya Angling Kamesw0r0 lebih lanjut.
“Ada urusan besar yang harus diselesaikannya.”
“Menyangkut dua b0nang milik kerat0n itu bukan?”
Wir0 jadi garuk-garuk kepala.
“Pendekar 212. Ketahuilah , kamu juga ikut berjasa menyelamatkan puteri patih kerajaan. Jika kamu mau ikut saya ke k0taraja , pasti patih kerajaan akan memperlihatkan hadiah besar padamu……”
Wir0 tersenyum. “Perwira , saya harus segera mengejar si gendut itu.”
“Baiklah s0bat. Atas nama kerajaan saya berterima kasih padamu. Satu hal harap kamu ingat baik-baik. Jika dua buah b0nang pusaka itu kamu temui , harap kamu suka mengembalikannya ke kerat0n.”
Murid Eyang Sint0 Gendeng mengangguk kemudian tinggalkan tempat itu. Dia tak tahu harus mengejar si gendut ke mana.
Sambil berlari beliau menggerutu se0rang diri. “Kalau tidak diminta 0leh Dewa Ketawa , saya tak akan mau menangani urusan gila brengsek ini ! ”
ENAM
Biduk kecil itu meninggalkan Tanjung Lenggasana tepat dipertengahan malam Jum’at Wage ketika bulan purnama empat belsa hari tertutup 0leh ketebalan awan kelabu kehitaman. Laut ber0mbak tenang. Angin bertiup datar. Penumpang biduk , se0rang kakek berambut panjang riap-riapan hingga ke punggung duduk di cuilan belakang biduk. Tangan kirinya yang kurus tinggal kulit pembalut tulang hanya sesekali saja mengayuh kayu pendayung. Namun hebatnya biduk kecil itu sekali didayung bisa meluncur jauh.
Berlainan dengan tangan kirinya si kakek mempunyai tangna kanan yang tidak pantas disebut tangan. Karena sebatas siku ke bawah tangan itu berbentuk sebuah gergaji besi dengan gigi-giginya yang besar runcing berkilau mengerikan.
Kakek ini duduk memandang ke arah kejauhan dalam kegelapan malam. Dia rupanya tengah memusatkan pikirannya ke suatu titik yang ketika itu masih belum terlihat.
Makin jauh ke tengah maritim beliau mulai melihat apa yang dibayangkannya dalam pikiran dan c0ba dilihat dan ditembusnya dalam kegelapan malam.
“Perempuan itu pasti ada di sana. Firasatku menyampaikan demikian. ” membatin si kakek. Lalu dikayuhnya biduknya dua kali berturu-turut. Biduk kayu itu laksana terbang , meluncur di permukaan air maritim menembus kegalapan malam. Dia c0ba sekali lagi untuk memastikan kebenaran firasatnya. Segala pikiran dan titik pandang dipusatkan. Setelah beberapa usang apa yang dipusatkannya itu mendadak buyar. “Aneh ! Aku tidak bisa memusatkan pikiran sepenuhnya. Pasti ada yang tidak beres. ”
Si kakek memandang ke timur. Laut tampak gelap. Dia berpaling ke barat. Sunyi dan gelap. Perlahan-lahan beliau men0leh ke belakang. “Hemm….ini sebabnya…… ” katanya dalam hati. Jauh di belakangnya tampak sebuah perahu. Berlayar searah dengan tujuannya. “Ada yang mengikuti. Aku akan c0ba membuktikan betul tidaknya. ” Lalu kakek berambut panjang itu mengayuh tiga kali pada cuilan kanan biduk dan tiga kali pula pada samping kiri.
Terdengar bunyi bersiur ketika biduk melesat laksana anak panah lepas dari busurnya. Beberapa ketika kemudian si kakek kembali men0leh ke belakang. Perahu yang tadi berada di belakang sana lenyap tak kelihatan lagi. Si kaakek tersenyum. Hatinya lega. Kini tak ada lagi yang dirisaukannya. Tapi astaga ! Ketika beliau berpaling ke timur ternyata dilihatnya bahtera tadi kini berada sejajar di sebelah kanannya.
“Kurang didik ! Siapa 0rang dalam bahtera itu. Kalau beliau bisa bermain-main di atas maritim dengan perahunya berarti beliau bukan insan sembarangan. Dia c0ba mengikutiku. Bahkan sengaja berlayar mendampingi. Dia hendak mengejekku ! Awas ! Akan kuberi pelajaran padanya ! ”
Kakek itu kemudian memegang kayu pendayung erat-erat di tangan kiri. Kedua matanya dipejamkan. Mulutnya k0mat-kamit. Perutnya menggembung kemudian mengempis. Hawa sakti yang mengalir dari perut 0rang renta itu bergerak memasuki kayu pendayung melalaui tangan kirinya yang tampak bergetar keras. Sesaat kemudian perlahan-lahan dibukanya kedua matanya kemudian memandang lagi ke arah timur. Perahu tadi kelihatan di arah itu malah kini tampak lebih memepet mendekat. Si kakek berusaha memperhatikan siapa penumpang bahtera itu adanya. Namun kegelapan malam sulit ditembus.
“Sekarang kamu terima hadiah dariku , penguntit gelap ! ” si kakek berkata. Tangan kirinya yang memegang kayu pendayung diturunkan ke dalam air laut. Ujung kayu pendayung diarahkannya tepat-tepat ke jurusan bahtera di kejauhan. Lalu genggamannya dilepaskan. Pendayung itu meluncur satu jengkal di bawah permukaan air laut. Laksana seek0r ikan hantu pendayung melesat ke arah perahu. Tak usang kemudian kelihatan bahtera di jauhan sana hancur awut-awutan cuilan samping kirinya terkena hantaman pendayung !
Si kakek tertawa mengekeh. “Tamat riwayatmu penguntit t0l0l ! ”
Menjelang dinihari si kakek mulai sanggup melihat satu titik hitam di kajauhan. Makin sering beliau pergunakan tangan kiri mengayuh , makin cepat biduk itu meluncur makin tambah besar titik yang dilihatnya itu. Lama-lama titik itu telah bermetam0rf0sis sebuah n0ktah hitam dan akhirnya terlihat jelas. Ternyata ialah sebuah pulau.
Biduk kecil medarat di tepi pantai. Dia memandang berkeliling. Juga men0leh ke tengah lautan di belakangnya. Tak kelihatan apa-apa. Debur 0mbak yang memecah di pantai pulau menimbulkan bunyi menggidikkan. Merasa k0ndusif si kakek turun dari atas biduknya. Lalu dengan langkah bergegas beliau memasuki cuilan pulau yang ditumbuhi aneka macam macam pep0h0nan dan semak belukar. Melihat caranya berjalan yang begitu cepat tampaknya kakek ini sudah mengenal seluk beluk pulau itu. Dalam waktu singkat beliau sudah hingga di pertengahan pulau dimana terdapat sebuah gubuk berdinding kajang beratap rumbia. Anehnya gubuk ini sama sekali tidak ada jendela ataupun pintunya.
“Nyi bulan , kamu masih saja berlaku ajaib mirip dulu-dulu….” Kata si kakek dalam hati. Setelah memandang berkeliling dan menunggu sesaat maka 0rang renta ini kemudian berseru. “Nyi Bulan Seruni Pital0ka! Aku tahu kamu ada dalam gubuk. Begini caramu menyambut tamu yang tiba dari jauh?!”
Sunyi sejenak kemudian kesunyian itu dipecahkan 0leh bunyi 0rang tertawa. Suara tawa perempuan. Bagitu bunyi tawa lenyap terdengar sesuatu berkereketan. Bagian atap gubuk yang terbuat dari rumbia tampak menguak. Tiba-tiba dari celah atap dan dinding melesat keluar satu s0s0k tubuh. Di udara beliau berjungkir balik beberapa kali sebelum menjejakkan kedua kaki di tanah dan berdiri tegak hanya satu langkah di hadapan si kakek hingga 0rang renta itu sesaat jadi tergagau dan mundur. Betapa tidak. Yang berdiri di depannya ialah se0rang nenek berwajah buruk kalau tidak mau dikatakan menyeramkan. Hidungnya yang panjang bengk0k dicanteli sebuah anting bulat berwarna merah. Mulutnya yang berbibir tebal kelihatan penc0ng per0t. Yang menggidikkan ialah sepasang matanya. Mata si nenek berwarna hitam semua , tak ada putihnya! Lalu rambutnya panjang berkeriting ajaib dan menebar anyir busuk.
Melihat si kakek tergagau atas kemunculannya yang mendadak si nenek tertawa mengekeh sambil mengg0yang-g0yangkan kepalanya hingga rambutnya yang busuk menebar anyir tak sedap ke seanter0 tempat.
“Siapa kau?!” sentak si kakek.
Si nenek menjawab dengan tawa melengking.
“Kakek jelek. Kalau kamu punya peradatan sebagai pendatang kaulah yang
harus memperkenalkan diri lebih dulu. Tapi malam ini saya sedang senang. Aku bisa memaafkan keteled0ranmu. Biar saya yang menyebut siapa dirimu. Kakek buruk , bukankah kamu 0rangnya yang dikenal dengan gelar si Gergaji Setan?!”
Dalam hatinya si kakek merasa terkejut. “Aku belum pernah mengenal wanita celaka ini. Bagaimana beliau tahu namauku?” “Gergaji Setan , lekas bilang apa keperluanmu menginjakkan kaki di pulau Sempu ini!” “Aku ke sini untuk mencari wanita berjulukan Nyi Bulan Seruni Pital0ka!” jawab si kakek.
“Hemm….. Rupanya kamu satu dari sekian banyak lelaki hidung belang yang tergila-gila pada Nyi Bulan!”
“Jangan bicara ngac0! Aku tiba atas kiprah yang diberikan kerajaan!”
“Ah! Hebat betul! Kerajaan mempercayai satu kiprah padamu 0rang yang selama ini dikenal bukan sebagai t0k0h silat baik-baik….”
“Siapa saya tidak usah dipers0alkan! Tugasku lebih penting!”
“Kalau kamu memang menerima kiprah dari kerajaan , apakah kamu bisa memperlihatkan surat tugasmu?”
“Kau tidak layak memeriksa! Apalagi melihat surat kiprah kerajaan!”
“Hemmm….. Beigut? Kalau begitu lekas putar jidatmu , angkat kaki dan pantatmu dari sini. Tinggalkan pulau Sempu selagi kamu bisa bernafas!”
Dalam dunia persilatan si Gergaji Setan cukup dikenal dan merupakan satu t0k0h silat yang disegani walaupun beliau bukan termasuk g0l0ngan putih. Ucapan si nenek tadi terang dirasakannya sangat merendahkan dan menghina dirinya. Namun lantaran beliau belum mengenal dan mengetahui siapa adanya nenek ini maka beliau tidak mau bertindak cer0b0h.
“S0al pergi bukan s0al susah. Hanya saja saya ingin tahu siapa kamu bahwasanya dan saya tidak akan pergi sebelum ketemu dengan Nyi Bulan Seruni Pital0ka.”
“Kau ternyat renta bangka keras kepala. Tidak melihat tingginya gunung Mahameru di depan mata! Ketahuilah saya ialah pembantu Nyi Bulan Seruni. Semua urusan dengan Nyi Bulan harus disampaikan lewat diriku!”
Si kakek manggut-manggut. Tangan kirinya menusap-usap mata gergaji pada sambungan tangan sebelah kanan.
“Ternyata kamu cuma se0rang pembantu. Siapa sudi berurusan dengan se0rang kacung buruk sepertimu?!”
Paras buruk si nenek kelihatan berubah jadi tambah buruk. Matanya bersitkan sinar hitam. Lalut erdengar tawanya melengking panjang.
“Tamu tak tahu diri. Menyingkirlah sebelum saya menajdi marah!”
“Nenek buruk! Jangan t0l0l! Lebih baik lekas kamu panggilkan majikanmu! Aku kamu muntah bicara terlalu usang dengan wanita busuk anyir sepertimu!”
“Tua bangka keparat! Lihat rambutku!” teriak si nenek murka sekali.
Perempuan renta itu kemudian g0yangkan kepalanya. Rambutnya yang panjang keriting bergerak ajaib , tidak ubahnya mirip senjata yang membabat ke arah kepala si Gergaji Setan.
Si kakek yang mengenakan jubah biru tak tinggal diam. Dia kebutkan lengan jubahnya sebelah kiri. Terdengar bunyi berkesiuran. Serangan tangan k0s0ng si nenek buyar berantakan. Tubuhnya terjajar hingga tiga langkah. Di ketika itu si Gergaji Setan menekan. Dengan ganas tanagn kanannya yang berupa gergaji besi itu membabat ke dada si nenek. Perempuan renta ini terlambat mengelak. Gergaji Setan melanda dadanya. Tak sanggup tidak dada itu akan terbabat dalam hingga setengahnya. Tapi apa yang terjadi satu keanehan. Terdengar bunyi berkeresakan yang keras se0lah gergaji besi memapas benda keras.
Si Gergaji Setan terbelalak kaget dan mel0mpat mundur. Diperhatikannya mata gergajinya ternyata semua masih utuh. Lalu beliau memperhatikan ke depan. Pakaian si nenek r0bek besar di cuilan dada. Tapi beliau sama sekali tidak terluka. Mata si kakek memebelalak ketika melihat pada dada kiri kanan si nenek menempel dua buah benda bulat kuning yang ada t0nj0lannya di cuilan tengah.
“B0nang penerus slindr0 dan b0nang penerus pel0g!” seru si kakek ketika beliau mengenali benda paa yang ada di dada si nenek. Justru kemunculannya di pulau itu ialah dalan kiprah mencari dua buah bebunyian suplemen gemelan kerat0n itu!
“Kacung Nyi Bulan!” seru si Gergaji Setan. “Jika kamu mau menyerahkan dua buah b0nang itu secara baik-baik , saya berjanji mengampuni selembar nyawamu!”
“Ha….ha hebatnya! Bagaimana kalau saya punyai dua lembar nyawa?!” ujar si nenek pula mengejek kemudian tertawa gelak-gelak.
“Kalau begitu biar saya ambil dua-duanya!” kata si kakek dengan marah. Sekali berkelebat maka beliau sudah menyerang wanita renta itu dengan teramat ganas. Serangannya susul menyusul laksana deru 0mbak menghempas karang. Si nenek dibuat sibuk dan harus bertindak cepat kalau tidak mau kehilangan angg0ta badannya putus digilas tangan gergaji. Senjata yang menjadi satu cuilan dengan tangan yang buntung itu menggerus ke dada , membabat ke lengan , adakala menukik ke perut kemudian berbalik tidak terduga ke arah leher!
Dalam satu gebrakan hebat pada jurus kedua puluh sembilan kaki kiri nenek pembantu Nyi Bulan terpeleset. Tubuhnya tak ampun lagi jatuh terduduk di tanah. Sebelum beliau sempat berdiri lawan meny0r0ngkan gergaji mautnya ke leher si nenek.
“Berani kamu bergerak putus lehermu!” ancam si Gergaji Setan.
“Berani kamu membunuhnya kubuat leleh sekujur tubuhmu!” satu bunyi tibatiba terdengar membentak.
TUJUH
Si Gergaji Setan terkejut kemudian berpaling. Si nenek yang lehernya hampir dig0r0k juga berusaha memalingkan kepala ke arah datangnya bunyi membentak itu. Saat itu malam mulai menjelang pagi. Udara mulai terang-terang tanah. Si kakek dan si nenek melihat se0rang perjaka bertubuh kekar , berambut g0ndr0ng tegak sekitar sepuluh langkah kanan. Kedua kakinya terkembang sedagn tangan kanannya mulai dari siku hingga ke ujung jari kelihatan memancarkan sinar putih perak menyilaukan. Tak berapa jauh dari perjaka ini , sedikit agak ke belakang berdiri pula se0rang perjaka lain berbadan gemuk luar biasa , mengenakan baju kesempitan dan menggunakan peci hitam kupluk di atas kepalanya hampir menutupi alis.
Mata dan kulit kening si nenek tampak berkerenyit. Dia mengenali siapa perjaka gendut gembr0t itu tapi tidak mengetahui siapa adanya perjaka gagah berambut g0ndr0ng yang tengah mengancam si Gergaji Setan dengan satu pukulan sakti.
Sebaliknya si Gergaji Setan mengenali siapa adanya si perjaka g0ndr0ng dan tidak tahu siapa adanya si gendut.
“Pendekar Kapak Maut 212 Wir0 Sableng…. ” berkata Gergaji Setan. “Bagaimanadi abisa muncul di pulau ini ! Apa keperluannya ! Jangan-jangan…. Dia mengancamku dengan pukulan sinar matahari ! Gila betul!. Sekalipun saya bisa mengg0r0k leher wanita celaka ini tapi rasanya saya tak bakal bisa l0l0s dari hantaman pukulan sakti itu!” Gergaji Setan berpikir sesaat.
Si nenek yang mengaku pembantu Nyi Bulan Seruni Pital0ka capat membaca situasi. Kalaupun perjaka gagah itu bisa membunuh si Gergaji Setan dengan pukulan saktinya , lehernya sendiri tak mungkin l0l0s dari kematian dig0r0k gergaji lawan. Maka sebelum si kakek mengambil keputusan beliau cepat mengangkat tangan kirinya dan melambai memberi tanda pada semua 0rang.
“Pemuda rambut g0ndr0ng! Jangan teruskan seranganmu! Kau tak bakal bisa menyelamatkan nyawaku. Kakek setan keparat ini 0rangnya nekad! Biar saya serahkan dua buah barang milik Nyi Bulan yang dicari dan diinginkannya! Asal saja beliau tidak mengg0r0kku! Gergaji Setan , kamu mau bersumpah tidak akan membunuhku kalau dua buah b0nang yang ada di balik pakaianku saya serahkan padamu?!”
Gergaji Setan idak berpikir panjang. Jika 0rang sudah berkata begitu mengapa beliau harus memperpanjang urusan? Maka cepat beliau berkata.
“Aku bersumpah! Tapi awas kalau kamu berani menipu!”
Si nenek menyeringai. Kedua tangannya bergerak ke arah dada. Dari balik pakaiannya beliau mengeluarkan dua buah benda bulat berwarna kuning ang cuilan tengahnya men0nj0l ke atas.
Pendekar 212 dan Bujang Gila Tapak Sakti yang tegak tak jauh dari tempat itu sama-sama saling pandang.
“B0nang penerus slindr0 dan b0nang penerus pel0g…..?” bisik Bujang Gila Tapak Sakti. Wir0 mengangguk. “Heran. Bagaimana dua peralatan kerat0n yang hilang itu berada di tangan si nenek tak dikenal ini?’
“Nenek!” Bujang Gila Tapak Sakti berseru. “Kau harus menyerahkan dua buah b0nang milik Kerat0n itu padaku!”
“Gendut! Aku tidak berurusan denganmu! Tapi dengan kakek berjuluk Gergaji Setan ini! Dia utusan Kerajaan yang ditugasi mencari dua buah b0nang ini! Aku merasa tidak ada gunanya menahan alat bebunyian ini lebih lama…..” Lalu si nenek serahkan dua buah b0nang itu pada si Gergaji Setan yang segera diterima dan cepatcepat dimasukkan ke dalam jubah birunya. Perlahan-lahan tangan gergajinya dijauhkan dari leher si nenek.
“Nenek!” kini Wir0 yang berseru. “Bagaimana kamu tahu kalau beliau memang betul-betul utusan Kerajaan?!”
“Apa perdulimu!” menyahuti si nenek yang merasa nyawanya kembali setelah senjata maut yang tadi menempel di lehernya diangakt ke atas.
Gergaji Setan menyeringai. Dengan tangan kirinya dikeluarkan secarik kertas kemudian dilemparkannya ke arah Pendekar 212 Wir0 Sableng.
“Itu surat tugasku! Ada cap Kerajaan! Kau lihat dan baca sendiri kalau tidak percaya!” kata si Gergaji Setan. Lalu sekali beliau bergerak , tubuhnya sudah melesat lima langkah.
“Gergaji Setan! Kau membatalkan niatmu menemui majikanku Nyi Bulan Seruni Pital0ka?!” berseru si nenek.
Tanpa berpaling si Gergaji Setan menyahuti. “Perlu apa lagi saya menemui janda itu. Dua buah b0nang pusaka Kerat0n sudah ada padaku!”
Sementara itu begitu si Gergaji Setan berkelebat pergi Wir0 memberi isyarat pada Bujang Gila Tapak Sakti yang tegak di sampingnya biar si gendut ini segera mengambil kertas yang tadi dilemparkan si Gergaji Setan. Pemuda gendut ini cepat mengambil kertas itu. Dia kelihatan memutar-mutar dan keningnya berkerut-kerut.
“Sialan!” damprat Wir0. “Kalau tidak bisa baca bilang saja!” Wir0 kemudian menarik kertas itu dari tangan Bujang Gila Tapak Sakti yang hanya bisa menyeringai tersipu-sipu.
Cepta Wir0 meneliti dan membaca surat kiprah itu. Di cuilan bawah memang ada cap Kerajaan. Sebelumnya murid Eyang Sint0 Gendeng sudah sering melihat surat-surat penting yang dikeluarkan Kerajaan. Sekali melihat saja beliau segera mengetahui bahwa cap Kerajaan itu palsu. Berarti surat kiprah itupun palsu!
“Surat ini palsu!” teriak Pendekar 212 kemudian berpaling ke arah larinya si Gergaji Setan. Saat itu si kakek sudah bergerak sejauh dua puluh langkah. Wir0 dan Bujang Gila Tapak Sakti kemudian sama men0leh pada si nenek berhidung bengk0k.
Anehnya wanita renta berwajah buruk ini tampak menyeringai kemudian terdengar bunyi tawanya mula-mula perlahan kemudian mengeras tinggi.
“Pagi-pagi saya sudah tahu kalau surat itu palsu! Siapa yang tidak kenal dengan si Gergaji Setan? T0k0h silat berhati culas yang bisa jadi ular kepala lima!”
“Tapi dua buah b0nang itu sudah jatuh ke tangannya! Apa yang hendak kamu lakukan?!” ujar Wir0 sambil garuk-garuk kepala.
“Betul! Kalau kamu sudah tahu surat itu palsu , mengapa dua buah b0nang pusaka itu kamu serahkan padanya. Jangan-jangan kamu berk0mpl0t dengan dia. Karena melihat kedatangan kami! Hay0 lekas katakan apa yang akan kamu lakukan?!” menukas Bujang Gila Tapak Sakti.
“Lihat saja!” jawab si nenek tak acuh. Lalu beliau mel0mpat bangkit. Pandangannya diarahkan pada si Gergaji Setan yang ketika itu berada hampir dua puluh langkah di kejauhan dan siap lenyap di balik serumpunan semak belukar.
Dari tempatnya berdiri baik Pendekar 212 maupun Bujang Gila Tapak Sakti sanggup melihat bagaimana sepasang mata si nenek yang keseluruhannya berwarna hitam mengeluarkan kilatan menggidikkan. Lalu wanita ini tampak anggukkan kepalanya dua kali berturut-turut.
Wuss!
Wusss!
Dari kedua mata si nenek melesat keluar dua larik sinar hitam berbentuk dua garis lurus. Udara di tempat itu serta merta terasa panas. Dua larik sinar hitam berkiblat ke arah si Gergaji Setan. Kakek ini gres sadar kalau dirinya diancam ancaman ketika dua larik sinar sudah begitu dekat. Dia berpaling dan berseru keras kemudian cepat menyingkir. Namun terlambat. Dua larik sinar hitam keburu menghantam punggung dan pinggangnya.
Terdengar jeritan si Gergaji Setan sekali lagi. Tubuhnya terkapar di samping semak belukar. Bagian punggung berl0bang besar dan mengepulkan asap berbau sangitnya daging tubuh yang terbakar. Bagian pinggang laksana dipanggang dan hampir putus. Si Gergaji Setan menemui kematian secara sangat mengerikan.
Bujang Gila Tapak Sakti leletkan pengecap sementara Pendekar 212 Wir0 Sableng hanya bisa menyaksikan kejadian itu sambil garuk-garuk kepala.
“Panasnya udara ini! Aku tak tahan!” kata Bujang Gila Tapak Sakti kemudian keluarkan kipas kertasnya dan mulai berkipas-kipas. “Aku harus pergi dari sini tapi beliau buah b0nang itu harus kuselamatkan lebih dulu!” Lalu si gendut ini hendak melangkah ke arah mayit si Gergaji Setan. Namun langkahnya tertahan ketika beliau mendengar bunyi tertawa bergerak dari arah depan sementara Wir0 dan si nenek tampak tercekat.
Sesaat kemudian dari balik semak belukar di dekat mana mayit si Gergaji Setan terkapar muncul satu s0s0k tubuh gendut , berambut putih yang digulung ke atas , bermata sipit dan menunggangi seek0r keledai kurus pendek.
“Dewa Ketawa!” ujar Wir0.
0rang gendut yang barusan tiba menunggang keledai memang benar si kakek ajaib yang dikenal dengan panggilan Dewa Ketawa adanya. Dengan matanya yang sipit beliau memandang si neenk , Wir0 dan agak terkejut ketika melihat Bujang Gila Tapak Sakti juga ada di situ.
“Kerbau Bunting! Ada apa kamu tahu-tahu muncul di sini?!” Wir0 menegur.
Si kakek meledak tawanya.
“Aku senang kamu masih mau memanggil saya dengan sebutan Kerbau Bunting itu ! Ha…ha….ha… ! Pendekar 212 apakah kamu ada baik-baik saja ? Ketahuilah kita semua berada di sini dengan tujuan yang sama. Mencar dan menemukan kembali dua buah b0nang pusaka milik Kerat0n. Gusti Allah men0l0ngku dan memberi keberuntungan padaku hingga saya tidak terlambat !” Lalu si kakek gendut ini turun dari keledainya. Dengan cepat beliau menyidik dada pakaian si Gergaji Setan. Lalu tampak beliau mengeluarkan dua buah b0nang yang terbuat dari besi kuning itu dan memasukkannya ke dalam kant0ng perbekalan yang tergantung di leher keledai. Sambil tertawa-tawa si kakek lambaikan tangannya. “Selamat tinggal kalian bertiga. Aku merasa tak ada kepentingan lain lagi di pulau ini !”
“Tunggu ! Aku punya kepentingan !” teriak Bujang Gila Tapak Sakti.
Dewa Ketawa men0leh pada perjaka gendut itu. Sambil naik ke punggung keledainya beliau berkata. “Ah , kamu rupanya. Kucari ke puncak Mahamer. Kukira kamu sudah jadi batu. Mungkin juga sudah jadi santapan hewan buas. Nyatanya kamu masih hidup dan ada di sini ! Ha….ha…..ha…. ! C0ba kamu katakan apa kepentinganmu !”
“Pertama , kamu harus serahkan kedua b0nang itu padaku ! Kedua saya ingin menggebukmu. Tujuh tahun kamu memendamku dalam l0bang inti es !”
Dewa Ketawa tertawa gelak-gelak. “Apa yang kamu katakan itu bukan kepentingan ! Pertama , dua buah b0nang itu bukan milikmu. Kedua kamu kuhukum lantaran memang berbuat salah yaitu mencuri dua buah b0nang ini ! Ciluk baaaaa. Maluuuuu…… !”
Diejek begitu rupa Bujang Gila Tapak Sakti jadi naik darah. Sekali l0mpat saja beliau sudah hingga di depan Dewa Ketawa. Tapi si kakek gendut tidak kalah cepat. Dia menggebrak pinggul keledainya. Binatang dan penunggangnya melesat ke depan , lenyap di balik pep0h0nan.
“Paman jahat sialan ! Apa kamu kira bisa kabur seenaknya ?!” teriak Bujang Gila Tapak Sakti. Dia c0ba mengejar. Tapi dari arah depan ada satu gel0mbang angin menghantam dengan tiba-tiba. Demikian derasnya gel0mbang ini hingga perjaka gemuk itu walaupun mempunyai b0b0t hampir 150 kati tetap saja terpelanting dan jatuh tunggang langgang.
Bujang Gila Tapak Sakti membalas dengan mend0r0ngkan telapak tangan kanannya. Terdengar bunyi berkesiuran ketika ada angin puting-beliung menggebubu keluar dari telapak tangan si pemuda. Braak….! Braaaakkkkkk! Semak belukar rambas berpelantingan. P0h0n-p0h0n kecil bertumbangan. Namun selanjutnya serangan angin sakti yang dilepaskan Bujang Gila Tapak Sakti itu hanya melanda tampat k0s0ng.
“Keparat sialan! Paman celaka itu akan kukejar kemanapun beliau pergi!” serapah si perjaka kemudian mel0mpat dan berkelebat ke arah lenyapnya Dewa Ketawa. Mengejar hingga puluhan t0mbak Bujang gila Tapak Sakti masih belum menemukan si 0rang tua. Dia terus mengejar hingga akhirnya hingga di tepi pantai. Saat itu udara telah semakin terang. Langit di ufuk timur tampak benderang. Memandang ke tengah maritim Bujang Gila Tapak Sakti jadi melengak , tarik nafas dalam dan bantingkan kakinya ke pasir pantai.
Saat itu jauh di tengah maritim tampak sebuah bahtera meluncur dengan cepat memecah gel0mbang pagi. Di atas bahtera ada seek0r keledai dan di cuilan belakang tampak 0rang renta gendut berjuluk Dewa Ketawa itu!
“Setan! Setaaaannnnnn!” teriak Bujang Gila Tapak Sakti sambil meninjuninjukan tangan kanannya ke telapak tangan kiri. Dia mencebur masuk ke dalam air laut. Kedua tangannya dipukulkan ke atas air. Terjadilah suatu yang luar biasa. Dengan kesaktiannya air maritim yang dipukul itu bergulung besar membentuk gel0mbang tinggi kemudian menghantam ke tengah maritim tempat beradanya bahtera Dewa Ketawa. Perahu itu sempat berg0ncang keras 0leh hantaman gel0mbang yang memukulnya. Namun bahtera itu sudah berada terlalu jauh ke tengah. Hantaman pukulan sakti Bujang Gila yang menciptakan gel0mbang besar itu hanya bisa mengg0ncangkannya , sama sekali tidak bisa membuatnya terbalik!
Sadar beliau tidak bisa berbuat banyak lagi , sambil memaki panjang pendek Bujang Gila Tapak Sakti keluar dari laut. Dia menghampiri sebatang p0h0n kelapa besar.
Tangan kanannya bergerak.
Braaakk!
P0h0n kelapa itu berderak patah kemudian tumbang. Si perjaka g0s0k-g0s0kkan
kedua tangannya hingga ada hawa masb0d0h mengalir. Lalu dengan kesaktian luar biasa yang dimilikinya , hanya dengan mempergunakan tangan k0s0ng , batang kelapa besar itu dibentuknya menjadi sebuah bahtera ramping. Selesai menciptakan bahtera beliau mematahkan dua batang kayu untuk dijadikan pendayung.
Ketika Pendekar 212 Wir0 Sableng yang mengikuti Bujang Gila Tapak Sakti hingga pula di tepi pantai , dilihatnya perjaka gendut itu sudah berada di tengah lautan , duduk di atas batang kelapa berbentuk bahtera mirip menunggang kuda. Kedua tangannya kiri kanan bergerak cepat mendayung hingga sebentar saja bahtera itu semakin jauh ke tengah dan akhirnya lenyap dari pemandangan Pendekar 212 Wir0 Sableng.
Kini murid Eyang Sint0 Gendeng dari gunung Gede inilah yang memaki panjang pendek lantaran ditinggal begitu saja. Padahal sebelumnya mereka tiba ke pulau itu bersama-sama. Di tengah maritim bahtera mereka hancur awut-awutan 0leh pendayung yang dihantamkan si Gergaji Setan dan mati-matian keduanya terpaksa berenang untuk mencapai pulau Sempu yang menjadi tujuan mereka di mana diketahui beradanya Nyi Bulan Seruni Pital0ka yang menguasai dua buah b0nang perlengkapan gamelan Kerat0n.
Selagi Wir0 meng0mel se0rang diri mirip itu tiba-tiba satu bunyi menegurnya.
“Tak ada gunanya meng0mel anak muda berambut g0ndr0ng. Dewa Ketawa dan kep0nakannya sudah pergi jauh. Dua buah b0nang yang kamu cari juga tak ada lagi di sini.”
Tanpa berpaling Wir0 menjawab.”Kalau saja ada bahtera di tempat ini pasti sudah kukejar paman dan kep0nakan sialan itu. Gara-gara mereka saya jadi tersesat ke pulau ini!”
Di belakangnya terdengar bunyi 0rang tertawa.
“Dalam hidup ini memang banyak hal yang menciptakan kita kecewa. Tapi apa kamu tahu justru banyak insan yang sengaja mencari kekecewaan….?”
Ucapan ini menciptakan Pendekar 212 Wir0 Sableng jadi memutar tubuh. Kini beliau berhadap-hadapan dengan nenek berwajah buruk yang mengaku pembantu Nyi Bulan Seruni Pital0ka itu.
DELAPAN
Kau rupanya….. kataWir0 agak kaget. Kedua matanya menatap lekat-lekat pada wajah buruk wanita renta itu.
“Kau terkejut anak muda?” tanya si nenek.
“Ya , kukira siapa…..” jawab Wir0 kemudian mulutnya menyunggingkann senyum.
“Kau insan aneh. Barusan kamu memperlihatkan rasa kaget , kini malah tersenyum. Apa ada yang lucu? Atau kamu menertawaiku? Awas kau….”
“Sabar nek ,” kata Wir0 cepat seraya mundur satu langkah lantaran dilihatnya si nenek menggerakkan tangan kanan. “Dari jauh wajahmu kelihatan seram. Tapi setelah dekat begini rupa kurasa bahwasanya wajahmu bukan angker tapi malah lucu!”
“Kurang didik , apakah kamu hendak mempermainkan 0rang renta yang umurnya lima kali usiamu?!” hardik si nenek.
“Maafkan saya ,” kata Wir0 sambil garuk-garuk kepala. “Aku tersenyum lantaran belum pernah melihat 0rang pakai anting di cuping hidung sepertimu. Setahuku 0rang pakai anting di telinga. Hidungmu walau bengk0k kulihat bagus. Sayang hidung dil0bangi untuk dicanteli anting. Eh , apa kamu pernah punya kekasih nek?”
“Sialan! Apa maksud pertanyaanmu?!” sentak si nenek.
“Tidak ada maksud apa-apa. Cuma saya mau tahu saja kalau kekasihmu menciummu apa beliau tidak rep0t lantaran ada anting besar merah di hidungmu itu?!”
Si nenek kelihatan murka namun sesaat kemudian beliau tersenyum kemudian meledak tawanya tinggi dan panjang.
“Sekarang saya yang bertanya nek. Mengapa kamu tertawa begini rupa?”
Perempuan renta itu geleng-geleng kepala. “Aku mau tanya dulu , apa betul kamu 0rangnya yang berjuluk Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 mirip yang diucapkan si Gergaji Setan tadi?”
Wir0 kembali garuk-garuk kepala.
“Hai! Kulihat dari tadi kamu menggaruk kepala berulang kali. Pasti kamu sudah usang tidak mandi. Cuci mukapun mungkin juga tidak…..”
Si nenek kemudian tertawa mengekeh sementara Wir0 hanya tegak tersipu-sipu.
“Ah , seharusnya saya tidak layak bicara dan tertawa-tawa dengan 0rang yang pantas jadi cucuku…..”
“Aku yakin kamu bahwasanya se0rang ramah , nek.” Kata Wir0 memuji kemudian perjaka ini melihat ada kerlipan sinar ajaib pada kedua mata yang hitam dari si nenek.
“Kau belum menjawab pertanyaanku tadi. Apa benar kamu Pendekar 212 Wir0 Sableng?”
“Sebetulnya saya 0rang biasa saja. 0rang lain saja yang macam-macam menjuluki diriku yang bukan-bukan.”
“Kau tiba ke pulau Sempu ini ada keperluan apa?”
“Aku tiba bersama si gendut brengsek itu…..”
“Ya , saya tahu siapa dirinya. Namanya Santik0 , dipanggil 0rang dengan nama Bujang Gila Tapak Sakti. Kau dekat dengan dia….?”
“Bersahabat benar ya tidak. S0alnya beliau sering mengencingiku. Kalau sahabat kuliner tega mengencingi mitra sendiri!”
Si nenek tak sanggup menahan tawanya. Dia tertawa hingga kedua matanya yang hitam berair. Wir0 memperhatikan wajah dan sepasang mata wanita itu.
“Aku tahu! Seperti si gendut itu kamu kemari untuk mencari dua buah b0nang milik Kerajaan. Betul?!”
Wir0 mengangguk. “Dewa Ketawa , paman Bujang Gila Tapak Sakti yang meminta saya untuk mendapatkan dua buah peralatan gamelan itu , Kerat0n kini dilanda kebingungan besar dengan lenyapnya dua buah alat berbunyian itu. Kabarnya Nyi Bulan Seruni Pital0ka yang mencurinya….”
“Dari mana kamu tahu janda itu yang mencurinya?”
“Dia bukan mencuri , beliau hanya menyuruh sese0rang untuk mengambilnya. Yaitu si gendut Bujang Gila Tapak Sakti itu!”
Wir0 menyeringai. “Kalau begitu , si Bujang Gila ialah maling kecil lantaran beliau hanya disuruh saja. Dan Nyi Bulan berarti yang jadi maling besarnya lantaran beliau biang ker0knya!”
“Enak saja kamu menyampaikan majikanku biang ker0k. Kutampar pecah kepalamu!” si nenek mengancam.
Wir0 angkat tangannya. “Jangan saya ditampar nek. Aku hanya ingin bertanya satu kali lagi. Setelah itu akan pergi dari sini.”
“Apa yang hendak kamu tanyakan…..?” Dua mata si nenek meny0r0t ke arah Wir0.
“Apa betul kamu pembantunya Nyi Bulan Seruni Pital0ka itu?”
Si nenek mel0ng0 sesaat. Lalu “Eh , ada perlu apa kamu bertanya begitu?!”
“Kalau kamu tak mau menjawab sudahlah. Aku pergi. Tapi…..” Wir0 memandang berkeliling. “Laut begini luas. Tak punya bahtera tak mungkin berenang. Bagaimana saya bisa pergi dari sini….” Wir0 memandang pada si nenek. “Jika kamu berada di pulau ini berarti kamu punya bahtera untuk tiba ke sini. Apa saya b0leh meminjam perahumu nek?”
“Enak bicaramu! Kalau saya pinjami kemudian saya mau pakai apa nanti?”
“Bukankah di sini ada dua buah perahu?” ujar Wir0 pula.
“Dari mana kamu tahu?!”
“Bukankah kamu tinggal di sini bersama Nyi Bulan? Berarti paling tidak ada dua buah bahtera di tempat ini.”
“Nyi Bulan sedang tidak ada di pulau ini. Dia pergi dengan perahunya. Hanya ada satu bahtera di sini. Kalaupun ada dua saya tak akan memeberikannya padamu. Kau tiba mau-maumu sendiri. Silahkan pergi semaumu pula!”
“Ah , nasibku buruk amat kalau begitu!” ujar Wir0 seraya garuk-garuk kepala. “Nek , kamu pernah melihat kuda melahirkan?’
“Apa-apaan kamu bertanya mirip itu?”
“Jikalau kamu tertarik , saya punya seek0r kuda betina di teluk. Sedang hamil besar. Kurasa hari ini ialah hari beliau akan melahirkan. Paling tidak bes0k. Kalau kamu ingin melihat kita bisa pergi bersama-sama….”
“Itu hanya akalmu saja biar kamu bisa meninggalakan pulau ini , naik bahtera bersamaku. Kau cerdik tapi ket0l0lanmu bisa kubaca!”
Wir0 menghela nafas dalam kemudian berkata. “Aku mau pergi. Makara kamu tak bersedia men0l0ng?’
“Dari tadi kamu selalu bilang mau pergi. Mau pergi. Tapi tidak pergi-pergi. Sudah pergi sana !”
“Sebelum pergi saya ingin melihat tempat kediaman Nyi Bulan dulu. Mungkin beliau bisa men0l0ngku.”
“Kau tak layak melihat. Bukan sembarang 0rang b0leh masuk !”
“Hemmm begitu?” kata Wir0 seraya usap-usap dagunya. “Tadi kulihat kamu keluar dari dalam gubuk kajang beratap rumbia tak ada pintu tak ada jendela. Apa di gubuk ajaib itu kediamanmu bersama Nyi Bulan? Tadi saya rahasia c0ba mengintip ke dalam gubuk. Di dalam ternyata k0s0ng mel0mp0ng. Tak ada apa-apanya. Tapi di bawah lantai tanah saya merasa ada sesuatu tersembunyi. Mungkin kamu dan majikanmu itu tinggal di bawah tanah mirip undur-undur!”
Paras si nenek berubah. Wir0 menatapnya dengan tersenyum kemudian berkata “Aku suka melihat kedua matamu yang hitam semua tak ada putihnya itu. Apakah Nyi Bulanmu yang membuatkan mata itu untukmu? Jangan-jangan pendanganmu bisa tembus hingga kamu bisa melihat auratku sebelah dalam….!”
“Pemuda lancang! Mulutmu kurang ajar!” teriak si nenek. Dia maju selangkah hendak memukul. Wir0 hanya tegak diam. Perlahan-lahan si nenek tarik pula tangannya. Dia membalikkan tubuh dan terdengar berucap. “Lekas tinggalkan pulau Sempu ini sebelum saya berna-benar marah!”
“Aku tidak akan mau pergi sebelum tahu siapa kamu sebenarnya. Jangan-jangan kamu ialah Nyi Bulan janda yang ters0h0r hingga di K0taraja itu.”
Terdengar bunyi tercekat. Si nenek membalik dan kini kedua matanya yang hitam pekat tampak berkilat-kilat memandang pada Pendekar 212.
“Nek….” kata Wir0 perlahan seraya mengulurkan tangan memegang lengan wanita renta itu.
“Eh! Berani-beraninya kamu memegang diriku!” tangan si nenek kemudian menampik tangan si pemuda.
“Nek , kalau kamu tak mau menyampaikan siapa dirimu bahwasanya tak jadi apa. Terus terang saya sudah tahu keadaan dirimu sebenarnya. Nah , saya memang harus pergi. Aku terpaksa mencari batang p0h0n dulu untuk kujadikan perahu!”
Wir0 membalikkan diri kemudian melangkah ke arah sederet pep0h0nan.
“Tunggu dulu!” seru si nenek.
Wir0 hentikan langkah dan berpaling.
“Apa yang kamu ketahui perihal diriku?! Lekas jawab !”
Wir0 mel0ng0 sesaat. Kedua matanya menatap wajah dan sepasang mata hitam si nenek. Dipandang usang dan lekat seprti itu menciptakan si nenek mirip gelisah kemudian palingkan wajahnya ke jurusan lain.
“Aku tahu kamu bukan pembantu atau kacungnya Nyi Bulan Seruni Pital0ka !” kata Wir0.
Bahu si nenek tampak bergetar.
“Apa lagi yang kamu ketahui?”
“Sudahlah! Buat apa kita bertanya jawab panjang lebar. Akan mulai menciptakan bahtera sebisaku.” Lalu Wir0 keluarkan Kapak Maut Naga Geni 212 dari balik pakaiannya. Si nenek terkesiap melihat kapak sakti bermata dua yang memancarkan sinar menyilaukan itu. Dalam hati wanita renta ini berkata. “Mungkin senjata mustika itu bisa men0l0ngku memecahkan masalah. Tapi apakah perjaka ini bisa dipercaya…..? Kadang-kadang kulihat beliau mirip kurang waras. Kadang-kadang ucapannya kurang didik seenaknya….. Bagaimana ini? Tapi kalau tidak kuc0ba rasanya tidak puas hatiku.”
“Pendekar 212!” memanggil si nenek.
“Eh , ada apa lagi ini?”
“Aku ingin menciptakan perjanjian denganmu!”
“Perjanjian? Perjanjian apa?” tanya Wir0.
“Temui saya tengah malam dua hari dari kini di Candi Gajah di bukit Im0giri….”
Wir0 tersenyum kemudian tertawa panjang. “Jika kamu se0rang gadis manis jelita tanpa dimintapun saya malah berharap sanggup bertemu denganmu. Siapa sudi berjanji denganmu nek.”
“Jangan bergurau. Aku tidak main-main….”
“Aku juga tidak main-main ,” sahut Wir0.
Si nenek tampak murka sekali. Tiba-tiba tanagn kanannya bergerak ke arah wajahnya. Dia menciptakan gerakan mirip merenggutkan sesuatu. Di lain ketika Wir0 jadi melengak kaget. Si nenek ternyata telah menarik lepas sehelai t0peng kulit yang halus sekali dari kepalanya. Kini kelihatanlah satu wajah wanita muda luar biasa cantiknya. Bahkan kedua mata si nenek yang semula hitam pekat kini tampak putih hitam bening berkilat indah sekali.
“Siapa kamu sebenarnya….?” Tanya Wir0 masih setengah tercekat dan kagum.
“Apa kamu masih tak menciptakan kesepakatan bertemu denganku di bukit Im0giri?!”
“Ah…!” Wir0 menyeringai. “Katakan dulu siapa dirimu sebenarnya. Janganjangan kamu ialah setan pulau atau jin maritim yang memperlihatkan diri sebagai nenek kemudian bermetam0rf0sis wanita muda dan cantik…”
“Kau selidikilah sendiri!” kata si jelita. Lalu beliau menggerakkan kedua kakinya. Tubuhnya melesat ke atas atap gubuk. Bersamaan dengna itu atap gubuk terbuka dan tubuh wanita itupun lenyap masuk ke dalam gubuk. Wir0 mengejar , mel0mpat dan c0ba ikut menyusup tapi atap gubuk yang terbuat dari rumbia itu sudah menutup kembali.
“Sialan!” maki Wir0. Karena masih menggenggam Kapak Maut Naga Geni 212 di tangannya , semula murid Eyang Sint0 Gendeng ini hendak pergunakan senjata itu untuk menghancurkan atap. Tapi beliau berpikir. “Si nenek tampaknya tidak berniat jahat terhadapku. Ada satu rahasia yang disembunyikannya. Kalau saya merusak gubuk ini mungkin beliau akan murka besar dan saya bisa sanggup kesulitan.” Setelah berpikir lagi sesaat akhirnya Pendekar 212 turun dari atas atap. Dia meng0rek dinding gubuk sedikit kemudian mengintai ke dalam. Tak ada benda apapun di situ , kecuali hanya lantai tanah. “aneh , kesaktian apa yang dimiliki wanita itu hingga bisa lenyap begitu rupa? Apakah beliau amblas menembus tanah?”
Sambil geleng-geleng kepala Wir0 akhirnya tinggalkan tempat itu. Tiga langkah beliau berjalan dari arah gubuk terdengar bunyi 0rang berseru. Suara perempuan.
“Pendekar 2121! Berjalanlah dua ratus langkah ke arah timur! Kau akan menemukan tiga buah perahu. Kau b0leh mengambil salah satu untuk menyeberang ke daratan”!
Wir0 tertawa perlahan kemudian menjawab. “Terima kasih nek! Eh , siapa kau. Nenek atau gadis jelita adi. Ya sudah terima kasih nek gadis!” Wir0 tertawa gelakgelak kemudian melangkah cepat ke jurusan sesuai petunjuk bunyi tadi.
SEMBILAN
Keledai kurus dan pendek itu kelihatan mirip terbang memasuki pintu gerbang K0taraja di sebelah timur. Dewa Ketawa yang berada di atas punggung hewan ini tampak tersenyum-senyum.
“Kalau malam ini bisa kutemui sang Patih berarti selesailah urusan gila ini! Sialan betul! Lebih dari tujuh tahun saya dibuat tersiksa. Gara-gara kep0nakan kurang didik itu!”
Dalam waktu singkat Dewa Ketawa hingga di hadapan sebuah gedung bagus yang di cuilan depannya tampak menyala sebuah lampu minyak besar. Inilah gedung kediaman Patih Kerajaan. Dua 0rang pengawal yang tengah bertugas segera menghadang di pintu masuk.
“0rang renta penunggang keledai. Kami tidak kenal siapa dirimu. Apa keperluanmu malam-malam mendatangi tempat kediaman Patih Kerajaan?”
Dewa Ketawa menatap tampang pengawal yang barusan menegur kemudian tertawa perlahan. “Pengawal k0ny0l , kamu tidak perlu mengenal aku. Adapun keperluanku ialah hendak menemui Patih Kerajaan. Katakan padanya Dewa Ketawa tiba menghadap.”
“Apa? Siapa? Namamu Dewa Ketawa. Eh , betul….?” Pengawal satunya bertanya terheran-heran.
0rang renta gendut di atas keledai itu menjawab dengan bunyi gelak berderai. “Lekas beri tahu Patih Kerajaan. Aku tiba membawa urusan penting. Disamping itu saya juga ingin minta k0pi manis. Minum k0pi malam-malam begini tentu nikmat sekali!”
“0rang renta , maan mungkin kami akan memberi tahu Patih bahwa ada 0rang yang hendak menghadap malam-malam buta begini. Salah-salah kami bisa kena tendangan!”
“Kalau begitu biar saya yang memberitahu langsung!” Dewa Ketawa kemudian menggebrak keledainya. Dua 0rang pengawal cepat mencegah namun keduanya segera terpental jungkir balik di tanah. Ketika Dewa Ketawa mencapai tangga dan hendak bertindak turun tiba-tiba se0rang perjaka bertubuh tinggi tegap muncul dan menegur s0pan.
“0rang renta , keu tentu tiba dari jauh dan membawa urusan penting. Mari kusuruh 0rang menjaga keledaimu. Kau harap memberi tahu apa keperluanmu.”
“Kau betul. Aku membawa satu urusan maha penting. Aku ingin menghadap Patih Kerajaan ,” jawab Dewa Ketawa.
“Ah , kamu tentu 0rang penting yang tengah ditunggu-tunggu 0leh Patih. Namun patut saya beritahu semenjak s0re tadi Patih kurang sehat. Saat ini beliau gres saja pulas. Tentu kamu sependapat denganku bahwa terlalu tidak s0pan kalau beliau dibangunkan. Apakah kamu tidak keberatan menunggu hingga pagi datang. Lalu kita sama-sama menghadapnya. Di samping itu kamu tentu sangat letih , ingin istirahat. Paling tidak sebelum merebahkan diri di kasur yang empuk kamu juga ingin menikmati k0pi hangat barang seteguk dua teguk.”
Melihat 0rang menyapa dengan ramah dan s0pan serta tampang si perjaka yang gagah disertai p0t0ngan tubuh yang kekar , Dewa Ketawa tertawa bergelak dan angguk-anggukkan kepala.
“Tawaran bagus , siapa mau men0lak?!” katanya. Diambilnya buntalan yang tergantung di leher keledai.
“Kalau begitu ikuti saya ,” kata si perjaka pula. Dia memanggil se0rang pengawal dan memerintahkan biar mengurus keledai Dewa Ketawa. Lalu perjaka ini memberi tanda biar Dewa Ketawa mengikutinya.
“Anak muda , siapa namamu dan apa jabatanmu di gedung kepatihan ini?” bertanya si gendut bermata sipit Dewa Ketawa.
“Saya Angling Kamesw0r0 , hanya se0rang pembantu Patih Kerajaan….” jawab si pemuda.
“Ah sungguh luar biasa. Semuda ini kamu sudah menduduki jabatan yang begitu tinggi.Tak usang lagi kamu tentu akan diangkat menjadi Patih menggantikan Patih yang sekarang…..”
“Aku masih harus banyak belajar….” jawab Angling Kamesw0r0. Dia membawa 0rang renta itu ke dalam sebuah kamar yang cukup luas. Selain ada seperangkatan dingklik juga ada sebuah ranjang berkasur tebal dan empuk.
“0rang renta , kamu belum memperkenalkan dirimu. Harap kamu suka memberi tahu….”
“Panggil saya Dewa Ketawa….”
“Astaga! Sungguh mataku buta tidak melihat Mahameru di depan mata!” kata Angling Kamesw0r0 kemudian membungkuk dalam-dalam. “Dewa Ketawa , silahkan duduk. Kalaupun kamu hendak pribadi istirahat dan tidur silahkan naik ke atas ranjang itu….”
Dewa Ketawa tertawa dulu kemudian meletakkan buntalan yang dibawanya di atas meja. Dari dalam buntalan terdengar bunyi mirip dua benda keras saling beradu atau bergesekan.
“Dewa Ketawa , saya lihat kamu membawa dan meletakkan buntalan itu dengan sangat hati-hati. Isinya tentu benda sangat berharga….” kata Angling Kamesw0r0 yang semenjak tadi memeperhatikan buntalan buruk yang dibawa si renta gendut ini .
Dewa Ketawa mengekeh. “Pandangan matamu tajam , kamu terang 0rang cerdik. Tidak salah kalau kamu dipercayakan Sultan jabatan yang tinggi. Karena kamu 0rang baik dan setelah saya tahu kamu ternyata 0rang kepercayaan kerajaan maka saya tidak akan menyembunyikan rahasia lagi apa yang kubawa dalam buntalan itu. Tapi saya ingin kamu menerkanya lebih dulu Angling Kamesw0r0.”
Si perjaka tersenyum. “Kalau saja saya mempunyai kesaktian untuk sanggup melihat tembus , tentu saya bisa menduga isi buntalanmu itu Dewa Ketawa. Sayang saya tidak pnya kepandaian itu….”
Dewa Ketawa tertawa panjang. Dia merasa semakin suka pada perjaka ini. “Baiklahm akan kukatakan padamu. Buntalan butut ini berisi dua buah benda maha berharga bagi Kerajaan. Dua buah b0nang suplemen perangkat gamelan Krat0n yang hilang ada di dalamnya! Akan kuserahkan pada Sultan melalui Patih Kerajaan!”
“Gusti Allah Maha Kuasa!” kata Angling Kamesw0r0.
“Dua buah b0nang pusaka dan sangat keramat itu akhirnya ditemui juga. Dewa Ketawa , Sultan pasti akan memperlihatkan hadiah besar luar biasa padamu. Bukan tidak mungkin kamu akan diangkatnya menjadi Adipati di satu wilayah penting!”
Dewa Ketawa tertawa bergelak.
“Tua bangka yang sudah anyir tanah sepertiku ini sama sekali tidak mengharapkan hadiah besar , juga tidak menginginkan jabatan. Kalau dua benda pusaka itu sudah kembali patut kita semua bersyukur. Lenyapnya dua buah b0nang ini ada hikmahnya Angling. Yaitu biar kita semua lebih waspada biar jangan terjadi lagi hal mirip itu. 0m0ng-0m0ng , b0lehkah saya minta k0pi hangat berang secangkir? /aku memang letih tapi belum mengantuk benar.”
“Akan saya suruh 0rang menyiapkannya. Saya sendiri nanti yang akan membawanya ke mari.”
Si gendut kembali tertawa panjang sementara Angling Kamesw0r0 membuka pintu kamar dan segera keluar.
Tak usang kemudian perjaka ini muncul kembali membawa sebuah cangkir besar. Bau harumnya k0pi menebar dalam kamar itu. Dewa Ketawa tertawa lebar menyambuti cangkir yang diserahkan padanya.
“Silahkan menikmati k0pinya. Sehabis minum kamu bisa istirahat. Bes0k pagipagi sekali saya akan menghubungi Patih dan memberi tahu kedatanganmu….”
“Terima kasih anak muda ,” kata Dewa Ketawa. K0pi yang masih sangat panas itu pribadi saja diteguknya , menciptakan Angling Kamesw0r0 terkesiap lantaran ternyata panasnya minuman itu tidak menciptakan bibir , verbal ataupun pengecap si kakek gendut melepuh. Dari situ saja beliau sudah mengetahui begaimana saktinya 0rang ini.
“Saya minta diri dulu. Sampai bes0k pagi….” kata Angling Kamesw0r0 seraya membungkuk kemudian melangkah ke pintu.
“Sampai bes0k pagi !” menyahuti Dewa Ketawa. Sesaat beliau memperhatikan perjaka itu menutup pintu kamar kemudian kembali meneguk k0pinya hingga habis. 0rang renta ini meletakkan cangkir di atas meja kemudian menggeliat beberapa kali. Perlahan-lahan beliau berdiri dari kursi. Sekujur tubuhnya yang gemuk terasa letih ada perasaan ajaib di dada dan perutnya menjalar ke seluruh tubuh. 0rang renta bertubuh gemuk ini kelihatan mengernyit kemudian memegangi dada dan perutnya. Sesaat kemudia satu jeritan keras keluar dari mulutnya. Bersamaan dengan itu darah segar ikut menyembur.
“Kurang didik ! Aku diracun….” Hanya kata-kata itu yang sempat diucapkannya. Lalu tubuhnya yang hampir 200 kati itu r0b0h ke pinggiran ranjang. Sepasang matanya yang sipit mendelik.
Begitu Dewa Ketawa r0b0h ke ranjang , pintu kamar tampak terbuka. Angling Kamesw0r0 muncul bersama sepuluh 0rang perajurit. Dua diantara memebawa sebuah tandu.
“G0t0ng 0rang itu ke luar. Naikkan ke atas ger0bak bersama keledainya. Buang mayatnya dan keledai di jurang dalam dekat Candi Gajah ! Ingat baik-baik apa yang kalian lakukan ialah rahasia besar. Jika hingga b0c0r kepala kalian semua akan kupancung tanpa ampun !”
Sepuluh 0rang perajurit itu segera masuk ke dalam kamar. Tubuh gemuk Dewa Ketawa dibujurkan di atas tandu kemudian dig0t0ng keluar kamar. Angling Kamesw0r0 kemudian mengambil buntalan di atas meja. Ketika diperiksanya isinya ternyata memang dua buah b0nang milik Kerat0n yang lenyap dicuri 0rang lebih dari tujuh tahun silam. Pemuda ini menyeringai. Dua buah b0nanag itu dipegangnya satu di tangan kiri satu lagi di tangan kanan. Lalu perlahan-lahan dua buah t0nj0lan b0nang diadunya satu sama lain. Terdengar bunyi tidak seberapa keras tetapi diikuti gema yang panjang tanda dua buah peraltan itu memang dibuat dari l0gam yang bukan sembarangan.
Angling Kamesw0r0 memasukkan dua buah b0nang itu kembali ke dalam buntalan.Lalu cepat-cepat keluar dari kamar , kembali ke kamarnya sendiri. Ketika keluar perjaka ini seudah berganti pakaian. Tak usang kemudian dalam kegelapan tampak beliau memacu seek0r kuda menuju selatan yaitu berlawanan arah dari arah yang ditempuh r0mb0ngan yang membawa s0s0k tubuh Dewa Ketawa dan keledainya. Di luar K0taraja wakil patih kerajaan ini membel0k ke timur mengikuti sebuah sungai kecil. Di satu tempat dimana air sungai cukup dangkal beliau menyeberang kemudain memacu tunggangannya menuju daerah bebukitan yang jarang didatangi 0rang.
SEPULUH
Candi Gajah di bukit Im0giri kini tak lebih dari sebuah reruntuhan saja. Patung Gajah besar di halaman depan hanya tinggal cuilan tubuh dan empat kaki dalam keadaan rusak sedang kepalanya lenyap entah kemana.
Jauh sebelum tengah malam se0rang lelaki muda berkumis dan berjanggut lebat kelihatan berada di tempat. Dia sengaja naik ke atas sebatang p0h0n berdaun rimbun kemudian duduk di sebuah cabangnya yang gelap kelindungan. 0rang ini agaknya tengah menunggu sese0rang.
Tapi yang dinantikan tidak muncul-muncul. 0rang ini mulai kesal. Waktu berjalan se0lah merayap. Apalagi udara malam di bukit Im0giri itu cukup masb0d0h dan nyamuk hutan menyengat laksana menyerbu.
“Sialan , tak ada yang muncul. Jangan-jangan saya ditipu wanita berwajah nenek dan gadis itu ,” pikir si pemuda.
Dari atas p0h0n beliau memandang berkeliling ke bawah.
Gelap dan sepi. Tapi tidak. Kesepian itu dipecahkan 0leh bunyi derap kakikaki kuda.
0rang di atas p0h0n sekali lagi memandang ke bawah.
Dari kegelapan malam muncul se0rang penunggang kuda. 0rang ini mengenakan jubah putih , menggunakan tapi merah berbentuk tarbus. Sebuah kumis tipis menghias mulutnya sedang di dagunya ada secuil janggut berkeluk. Di leher dan hampir seluruh tubuh kuda bergelantungan aneka macam macam buntalan kain.
0rang ini berhenti di depan reruntuhan candi Gajah kemudian turun dari kudanya. Sesaat beliau memandangi keadaan candi itu termasuk patung gajah. “Sayang…..” terdengar beliau berkata sendirian. “Dulunya candi ini pasti megah dan bagus.”
“Sekarang rusak tak ada yang memelihara. Sebaiknya saya istirahat dulu di tempat ini.”
Dari dalam salah satu buntalan 0rang ini mengeluarkan sep0t0ng kuliner kemudian pergi duduk di tangga candi menyantap kuliner ini.
0rang di atas p0h0n untuk beberapa lamanya masih mendekam memperhatikan 0rang yang duduk di tangga candi.
“Siapa kiranya 0rang yang membawa begitu banyak buntalan di kudanya?”
Setelah menunggu sesaat lagi akhirnya 0rang di atas p0h0n mel0mpat turun. Langsung menghampiri 0rang berjubah putih yang sedang enak-enak istirahat sambil makan.
Munculnya 0rang tak dikenal apalagi mel0mpat turun dari atas p0h0n ditambah 0rangnya mempunyai kumis dan janggut tebal , tentu saja mengejutkan 0rang yang duduk di tangga. Dia mel0mpat dan bergerak cepat ke arah kudanya.
“Saudara , kamu siapa…..?” tanya si kumis tebal.
“Katakan dulu kamu siapa ,” jawab si kumis tipis.
“Aku gelandangan yang kebetulan tersesat di tempat ini.”
Si kumis tipis memperhatikan 0rang di hadapannya sesaat. Dia menaruh syak wasangka. “Sulit dipercaya ada gelandangan tersesat ke tempat sepi begini , malam buta pula !”
“Lalu kamu anggap siapa kamu ini ? 0rang jahat ? Ramp0k ?!”
“Mungkin sekali ! Kalau tidak mengapa tadi kamu sembunyi di atas p0h0n sana. Berarti kamu sengaja mencegat jalan 0rang. Jika kabu berani berbuat jahat padaku , kamu akan menyesal ! "
“Hem… begitu ? Kulihat kamu membawa banyak buntalan. Apa isinya?”
“Perlu apa kamu mau tahu? Kalau mau lihat harus ada uang !”
“Gila ! Mau lihat saja pakai uang !”
“Kalau kamu tak mau membeli buat apa melihat-melihat segala ?!”
“Nah , rupanya kamu se0rang pedagang keliling. Pantas begini banyak dan sarat buntalanmu.”
“Kalau sudah tahu , apakah kamu punya uang untuk membeli selembar baju ?”
“Aku tak punya uang ,” jawab sikumis tebal.
“Kau tak punya uang tak usah bicara denganku. Jangan ganggu , saya ingin istirahat barang sebentar.” 0rang berjubah putih dab bertarbus merah itu menghabiskan makanannya cepat-cepat. Lalu beliau berpaling pada lelaki berkumis tebal. “Kenapa kamu masih di sini ?”
“Memangnya ada yang melarang saya tak b0leh di sini ?!”
“Ada !”
“Siapa ?!”
“Aku !” jawab si jubah putih yang pedagang keliling.
Lelaki berkumis tebal tertawa gelak-gelak. “Bicaramu enak amat. Sepertinya tempat ini nenek m0yangmu yang punya!”
“Jangan bicara seenakmu!” hardik si pedagang keliling.
“Jangan mengatur 0rang seenaknya!”
“Sudah! Aku tak mau bicara denganmu!”
“Siapa bilang saya suka bicara dengan 0rang sepertimu!” balas si kumis lebat.
Kedua 0rang itu sama-sama membuang muka dan berdiam diri. Tapi tak sengaja keduanya sama-sama berpaling dan saling pandang. Lalu cepat-cepat keduanya memalingkan wajah lagi. Beberapa ketika berlalu. Lelaki berkumis lebat memutar kepalanya , memeperhatikan 0rang yang duduk di tangga. Tak tahan rupanya beliau duduk rahasia saja.
“Hai!” tegurnya. Si kumis tipis membisu saja. “Hai! Kalau mau dagang jangan ke tampat sunyi begini. Malam hari pula! Siapa yang mau beli?! Hantu?!”
“Kau tentu saja tidak bakal membeli lantaran tidak punya uang. Aku mau dagang saya pergi kemana sukaku. Rejeki sese0rang datangnya tidak pandang waktu dan tempat! Kau sendiri apa keperluanmu malam-mamal buta berada di sini?!”
“Itu bukan urusanmu…..”
“Agaknya kamu tengah menunggu sese0rang. Siapa yang kamu tunggu?”
“Si kumis tebal jadi kesal. “Apa urusanmu tanya-tanya?!”
“Di sini hanya kita berdua. Bicara dan saling tanya apa salahnya!” balas si pedagang.
“Tadi kamu sendiri yang bilang tidak suka bicara denganku. Kini malah mengajak 0m0ng!”
“Aku berubah pikiran!” jawab si kumis tipis kemudian tersenyum. Kedua matanya menatap tajam pada 0rang yang tegak di bawah p0h0n itu. Sebaliknya 0rang yang di bawah p0h0n juga memandang dengan cara yang sama.
“Dengar saya tahu siapa kamu adanya ,” kata si pedagang keliling.
“Aku juga tahu siapa kamu bahwasanya ,” balas si kumis lebat.
Keduanya sama-sama mel0ng0 sesaat. Lalu mereka sama-sama tertawa bergelak.
“Kau Pendekar 212 Wir0 Sableng! Pasti! Jangan mungkir! Tanggalkan kumis dan janggut palsumu!”
Lelaki di bawah p0h0n tampak menggaruk kepalanya.
Perlahan-lahan kedua tangannya digerakkan ke wajahnya. Srett….srett! Kumis tebal yang tadi menempel di bawah hidung tanggal kemudian dicampakkannya ke tanah. Begitu wajah 0rang ini licin klimis kecuali tambutnya yang kemudian dikeluarkannya dari balik epil0g kepala. Ternyata beliau berambut g0ndr0ng dan memang bukan lain ialah Wir0 Sableng Pendekar 212.
Sambil menyengir Wir0 berkata. “Sekarang giliranmu. Kau pasti si nenek yang mengaku pembantu Nyi Bulan Seruni Pital0ka. Nenek-nenek yang wajahnya bisa bisa berubah jadi se0rang gadis manis jelita!”
0rang yang duduk di tangga candi tertawa geli. Sekali tangannya bergerak maka lepaslah t0peng tipis yang menutupi mukanya. Kini kelihatan wajahnya yang 0risinil yaitu wajah se0rang wanita muda berparas manis jelita.
“Nah apa kataku! Kau memang nenek gadis itu!” kata Wir0.
“Aku bukan nenek , juga bukan gadis…..”
“Jadi….?” Wir0 berpikir sejenak. “Astaga! Sekali ini pasti tidak akan salah. Kau pastilah janda muda berjulukan Nyi Bulan Seruni Pital0ka itu!”
Perempuan manis yang duduk di tangga mengangguk. Lalu dibukanya tarbus merah di atas kepalanya. Sekali beliau menggerakkan kepalanya maka tergerailah rambutnya yang hitam berkilat hingga ke bahu.
Untuk kedua kalinya murid Eyang Sint0 Gendeng terpes0na 0leh kecantikan wanita muda itu. Pertama kali dulu ketika janda ini membuka samaran sebagai se0rang nenek. “Ah , wajahnya memang seindah rembulan empat belas hari. Malah lebih indah dari rembulan. Rembulan masih ada peny0k-peny0knya , yang ini justru mulus tanpa cacat!” membatin Wir0.
“Nyi Seruni kini saya ingin tahu mengapa kamu melaksanakan semua ini…..” bertanya Pendekar 212.
“Apa yang kamu maksud melaksanakan semua ini?” balik bertanya Nyi Bulan Seruni Pital0ka.
“Ringkasnya saja yaitu mengapa kamu menyuruh b0cah berjulukan Santik0 mencuri dua buah b0nang milik Krat0n hingga anak itu dipendam dalam l0bang inti es selama tujuh tahun. Lalu mengapa kamu meminta saya menemuimu di tempat ini? Kuminta kamu jangan menjebakku….”
Nyi Bulan Seruni tertawa kecil.
“Aku bukan 0rang jahat. Aku menyesal mendengar Santik0 yang kini jadi perjaka berjuluk Bujang Gila Tapak Sakti itu hingga pernah dieksekusi sandiri 0leh pamannya si Dewa Ketawa. Tujuh tahun kemudian memang saya pernah menyuruhnya mencuri dua buah b0nang perlengkapan gamelan Kerat0n. Itu saya lakukan demi undangan suamiku…..”
“Suamimu kini berada di mana?” bertanya Wir0.
“Kau ini bagaimana. Kalau saya disebut 0rang janda tentu saya sudah tak punyai suami lagi.”
Wir0 menyeringai. “Maksudku , apakah kamu janda ditinggal mati suami atau dicerai atau bagaimana….”
“Kau ini ada-ada saja. Suamiku tewas di tangan se0rang dikenal dengan julukan Sepasang Pedang Dewa. Kematiannya justru ada sangkut pautnya dengan dua buah b0nang itu. Dulu beliau ialah spesialis pembuat b0nang. Suatu hari seperangkatan b0nang milik Kerat0n minta dibersihkkan dan diperbaiki bagianbagiannya yang rusak atau peny0k. Ketika sedang melaksanakan pekerjaan itu Sepasang Pedang Dewa muncul. Mula-mula merela bicara baik-baik , kemudian terjadi pertengkaran yang diakhiri dengan perkelahian.
Suamiku kalah dan tewas di tangan lawan. Namun apa yang hendak dirampas 0leh Sepasang Pedang Dewa itu berhasil diselamatkan nya lantaran sebelum Sepasang Pedang Dewa muncul beliau telah menyembunyikannya di dalam dua buah b0nang yaitu b0nang penerus slindr0 dan b0nang penerus pel0g. Sebelum mati beliau berpesan biar dua buah b0nang itu diselamatkan dan apa yang disembunyikannya di dalam b0nang harus segera diambil. Namun saya terlupa. Ketika 0rang-0rang dari Kerat0n tiba mengambil seperangkat b0nang itu , saya menyerahkannya begitu saja. Ini di sebabkan lantaran saya sangat berduka atas kematian suamiku. Walau beliau tiga puluh tahun lebih renta dari ku , tapi beliau se0rang suami sekaligus ayah yang baik. Satu ahad kemudian saya gres ingat akan pesan mendiang suamiku. Itupun setelah saya menerima mimpi. Tidak gampang untuk masuk ke dalam Krat0n , apalagi harus mencuri dua buah b0nang itu. Aku menerima akal. Karena bentuknya yang gemuk bulat dan lucu Santik0 menjadi kesayangan 0rang-0rang dalam Krat0n. Dia gampang pergi dan masuk kemana saja. Maka saya menyuruhnya mencurinya.
Kasihan , bahwasanya beliau anak baik walaupun suak usil dan kurang ajar. Pamannya menangkapnya dan menghukumnya di puncak gunung Mahameru. Aku sendiri menyembunyikan diri dan berusaha memperdalam semua pelajaran ilmu kesaktian yang kudapat dari suamiku. Jika saja saya sanggup mengeluarkan apa yang disembunyikan suamiku dari dalam dua buah b0nang itu , mungkin kepandaianku sudah stinggi langit sedalam lautan. Itu sebabnya saya menyuruhmu tiba kemari untuk dimintai t0l0ng…..”
“Tunggu dulu ,” mem0t0ng Wir0. “Jika dua buah b0nang itu begitu berharganya bagimu , mengapa kamu serahkan pada si Gergaji Setan dan akhirnya dilarikan 0leh Dewa Ketawa?”
Nyi Bulan Seruni Pital0ka tersenyum yang menciptakan Pendekar 212 rahasia jadi blingsatan melihatnya. Janda yang ditinggal mati suaminya ketika berusia 13 tahun itu berdiri dari tangga candi kemudian melangkah mendekati kudanya.
Dari dalam salah satu buntalan barang yang bergantung di leher serta tubuh kuda itu dikeluarkannya dua buah benda berwarna kuning kemudian diperlihatakannya pada Wir0. Ketika Wir0 memperhatikan ternyata dua buah benda itu ialah dua buah b0nang.
Murid Eyang Sint0 Gendeng jadi terheran-heran. “Aku tak mengerti. Sebelumnya saya menyaksikan sendiri kamu menyerahkan dua buah benda mirip itu pada si Gergaji Setan. Kini mengapa kamu masih mempunyai dua buah lagi?”
“Pendekar 212 , selama saya mempunyai dua buah b0nang itu keselamatanku selalu terancam. Banyak 0rang-0rang pintar yang baik dan yang jahat mencariku. Bukan saja untuk mendapatkan tubuhku. Aku ingin dua buah b0nang dan rahasia yang tersembunyi di dalamnya tidak jatuh ke tangan 0rang sebisa-bisanya saya buat dua buah b0nang tiruan….”
“Aku mengerti sekarang. Dua buah b0nang yang kamu berikan pada si Gergaji Setan ialah b0nang-b0nang palsu sedang yang 0risinil tetap kamu sembunyikan di tempat aman!”
“Apa yang kamu katakan memang betul ,” jawab Nyi Bulan Seruni Pital0ka. “Kau benar-benar cerdik. Sekarang apa yang hendak kamu lakukan dengan dua buah b0nang itu?” bertanya Wir0.
“Aku akan mengembalikannya ke Kerat0n. Mungkin dengan minta t0l0ng lagi pada Bujang Gila Tapak Sakti. Namun sebelum kukembalikan saya ingin mengambil dulu apa yang tersembunyi di dalamnya , lalu…..”
“Nyi Bulan! Kau memang cerdik. Tapi kecerdikanmu hari ini berakhir sudah. Jika kamu sayang nyawa lekas serahkan dua buah b0nang dalam buntalan itu padaku !”
Satu bunyi bergema keras di tempat sunyi itu. Dua buah bayangan berkelebat. Tahutahu Nyi Bulan sudah diapit 0elh dua 0rang bertubuh tinggi kekar. Satu sudah berusia lanjut satunya lagi masih muda.
Nyi Bulan Seruni Pital0ka terkejut besar. Dia cepat berpaling dan segera mengenali 0rang yang ada di sebelah kanannya , yakni lelaki berusia lanjut berambut putih dan mengenakan jubah merah. Pada pinggang jubahnya kiri kanan tergantung masing-masing sebilah pedang. Lelaki yang lebih muda bukan lain ialah Angling Kamesw0r0 , wakil Patih Kerajaan. Yang satu ini memang segera pula dikenali 0elh Pendekar 212. Ada apa perjaka ini tiba-tiba berada di tempat ini , begitu Wir0 berpikir. Di samping itu beliau mencium adanya ancaman mengancam Nyi Bulan. “Nyi Bulan ada k0relasi apa antara kamu dengan 0rang-0rang ini?’
“Yang ini ialah Sepasang Pedang Dewa ,” jawab Nyi Bulan seraya menunjuk tepat-tepat ke arah lelaki berambut putih yang mengenakan jubah merah. “Pembunuh keparat ini berani muncul! Hari ini akan membalaskan dendam kesumat kematian suamiku!”
Sepasang Pedang Dewa ganda tertawa. “Tadi saya sudah bilang. Kalau sayang nyawa lekas serahkan dua buah b0nang itu !”
“Langkahi dulu mayatku gres kamu bisa mendapatkan benda-benda itu !” teriak Nyi Bulan. “Kalau begitu bersiaplah untuk mati !” hardik Sepasang Pedang Dewa. Sret ! Srett ! Dua pedang yang tergantung di pinggangnya melesat keluar.
SEBELAS
Kita kembali dulu pada beberapa insiden yang terjadi sebelum munculnya Sepasang Pedang Dewa dan Angling Kamesw0r0 di Candi Gajah.
Angling Kamesw0r0 melarikan kudanya mendaki puncak salah satu bukit luat K0taraja yang jarang didatangi manusia. Kuda tunggangannya rupanya sudah sering menempuh jalan itu hingga hewan ini bisa berlari dengan kencang dan dalam waktu singkat hingga di puncak bukit paling tinggi. Dalam kegelapan tampak sebuah bangunan kayu berbentuk panggung. Di k0l0ng bangunan enam ek0r anjing besar mel0mpat dan menggarang kemudian mulai menyalak begitu Angling Kamesw0r0 muncul bersama kudanya. Anjing-anjing itu menyalak terus sambil mengurung kuda bahkan terang siap hendak menyerang.
Tiba-tiba dari dalam rumah terdengar bunyi 0rang bertanya “Siapa yang tiba ?!”
“Saya guru! Angling Kamesw0r0!”
Lalu dari dalam rumah panggung terdengar bunyi suitan keras. Enam ek0r anjing menggerang pendek dan berbalik kemudian lari kembali mendekam di bawah k0l0ng rumah. Angling Kamesw0r0 tidak turun dari kudanya. Dari atas panggung hewan ini beliau pribadi mel0mpat ke serambi depan rumah.
Di tangan kirinya tergenggam buntalan berisi dua buah b0nang hasil meracuni 0rang renta itu hingga mati!
Begitu kakinya menginjak lantai srambi begitu pintu depan bangunan terbuka. Angling Kamesw0r0 segera masuk. Pintu tertutup kembali. Di dalam rumah , di bawah penerangan lampu minyak besar tampak duduk di dingklik g0yang se0rang lelaki berusia lebih dari setengah kala berambut putih. Sese0rang wanita berwajah ayu , berkulit hitam manis terbaring melintang di atas pahanya dan lengan-lengan dingklik g0yang.
Perempuan ini mengenakan pakaian yang sangat minim hingga Angling Kamesw0r0 sanggup melihat setiap lekuk dan sudut tubuhnya. Begitu si perjaka masuk , 0rang di atas dingklik g0yang mengelus paha si hitam manis itu seraya berkata. “Masuklah dulu ke kamar. Aku ada tamu yang membawa urusan penting!”
Si jelita hitam manis itu turun dari pangkuan 0rang berjubah merah. Ketika berdiri pakaian minim yang menutupi tubuhnya jatuh dan tercampak di lantai. Tapi beliau tidak berusaha memungutnya malah enak saja beliau melangkah menuju ke kamar , menciptakan Angling Kamesw0r0 sesaat jadi tertegun.
“Angling , kamu membawa kabar apa untukku?!” si jubah merah yang ialah Sepasang Pedang Dewa bertanya.
“Saya membawa kabar baik , guru. Saya telah mendapatkan dua buah b0nang itu.”
Sepasang Pedang Dewa mel0mpat dari duduknya. Langsung saja beliau menyambar buntalan yang dibawa muridnya dan mengeluarkan isinya.
“Kau hebat!” memuji Sepasang Pedang Dewa sambil tersenyum lebar dan menimang-nimang dua buah b0nang itu. Parasnya tiba-tiba berubah.
“Ada apa guru?”
“Ceritakan dulu bagaimana kamu mendapatkan dua buah benda ini.”
Angling Kamesw0r0 kemudian bercerita.
“Ceritamu meyakinkan. Tapi saya merasa was-was. C0ba kuperiksa dulu dua b0nang ini.” Lalu Sepasang Pedang Dewa malangkah ke dekat lampu. Nyala api lampu diperbesarnya. Dua buah b0nang ditelitinya berulang kali , dib0lak-baliknya tiada henti. Jari-jari tangannya berkali-kali mengusap cuilan bawah dua buah b0nang itu. Tiba-tiba b0nang-b0nang itu dibantingkannya ke lantai.
“Palsu! Dua buah b0nang itu palsu!” teriaknya. Lalu beliau berpaling dengan murka pada Angling Kamesw0r0. “Kau yang mempermainkan saya atau kamu yang t0l0l dipermainkan 0rang!”
Paras Angling Kamesw0r0 berubah pucat. “Mana saya berani mempermainkan guru. Saya menerima dua buah b0nang itu malah hingga membunuh Dewa Ketawa dengan racun yang dimasukkan dalam k0pinya…..”
“Aku tidak perduli bagaimana kamu mendapatkan b0nang-b0nang palsu itu. Lekas ikuti aku! Kita harus mendapatkan b0nang-b0nang yang asli!” teriak Sepasang Pedang Dewa kemudian did0r0ngnya tubuh muridnya ke arah pintu hingga Angling Kamesw0r0 hampir terjengkang.
Bujang Gila Tapak Sakti walaupun tertinggal jauh di belakang namun beliau
sudah bisa menduga kemana Dewa Ketawa akan membawa dua buah b0nang yang didapatnya dari pembantu Nyi Bulan Seruni Pital0ka itu. Maka beliau segera menuju K0taraja dengan tujuan terus mendatangi gedung Kepatihan.
Namun di luar k0ta perjaka gendut berpeci kupluk ini berpapasan dengan ser0mb0ngan perajurit yang memacu sebuah ger0bak. Di atas ger0bak itu dilihatnya seek0r hewan yang bukan lain ialah keledai milik pamannya. Terheran-heran Bujang Gila Tapak Sakti berhenti di tepi jalan dan memeperhatikan r0mb0ngan itu berlalu hingga akhirnya lenyap di kejauhan. Dia sama sekali tidak tahu kalau di lantai ger0bak tergeletak s0s0k tubuh pamannya si Dewa Ketawa.
Untuk beberapa lamanya Bujang Gila Tapak Sakti berdiri bimbang apakah beliau akan terus ke K0taraja atau mengikuti r0mb0ngan itu. Akhirnya beliau memutuskan untuk mengejar r0mb0ngan saja. Walau tubuhnya hampir 150 kati namun berkat kesaktiannya Bujang Gila Tapak Sakti bisa berlari secepat angin. Dalam waktu singkat beliau berhasil mengejar r0mb0ngan yang membawa keledai itu tak berapa jauh dari bukit Im0giri.
“R0mb0ngan harap berhenti!” teriak Bujang Gila Tapak Sakti.
Se0rang perajurit yang ditugaskan memimpin r0mb0ngan berpaling. Dia terkejut sekali ada se0rang perjaka luar biasa gemuk bisa berlari sekencang itu dan memerintahkan r0mb0ngannya berhenti. Karena curiga maka beliau memerintahkan kawan-kawannya untuk bergerak terus. Ketika Bujang Gila Tapak Sakti akhirnya berhasil menyusul dan menghadang di depan mau tak mau r0mb0ngan itu terpaksa berhenti.
“Babi gendut ada apa kamu menghadang perjalanan 0rang! Apa kamu tidak tahu kami ialah perajurit-perajurit Kepatihan?!”
Plaaakkkk!
Perajurit pemimpin r0mb0ngan yang barusan membentak terpelanting dari kudanya begitu disambar tamparan Bujang Gila Tapak Sakti. Mulutnya pecah , beliau mengerang sebelum pingsan. Melihat kejadian ini dua 0rang perajurit yang hendak bertindak jadi bimbang. Mereka maklum kalau tengah berhadapan bukan saja dengan se0rang berkepandaian tinggi tapi mungkin pula ber0tak miring.
“Kalian mau bawa kemana keledai itu?” bertanya Bujang Gila Tapak Sakti.
Tak ada yang menjawab.
Plaaakkk!
Untuk kedua kalinya tamparan Bujang Gila Tapak Sakti menyambar. Satu k0rban lagi menggelinding jatuh dari punggung kuda.
“Jika tidak ada yang mau menjawab , satu demi satu kalian akan kuhajar!” mengancam Bujang Gila Tapak Sakti.
Beberapa 0rang perajurit memang tampak takut. Tapi empat 0rang diantaranya memperlihatkan perilaku lain. Melihat dua kawannya terkapar di tanah mirip itu keempatnya segera mencabut senjata masing-masing kemudian menyerang Bujang Gila Tapak Sakti. Si gendut yang merasa menerima jalan untuk melampiaskan amarahnya segera saja menyambut ker0y0kan 0rang. Tangan kiri kanan berkelebat kian kemari.
Terdengar bunyi bak-buk-bak-buk disertai jerit kesakitan empat perajurit yang jatuh saling tindih di tanah.
Keempatnya menderita cidera berat. Ada yang hancur pipinya , remuk tulang dada atau berpatahan tulang–tulang iganya.
Justru pada ketika mengamuk itulah Bujang Gila Tapak Sakti mendekati ger0bak dan tiba-tiba melihat s0s0k tubuh Dewa Ketawa yang menggeletak di lantai ger0bak. Pemuda ini menjerit keras kemudian mel0mpat ke atas ger0bak. Dia melengak ketika melihat sekujur kulit tubuh pamannya itu hingga ke wajahnya yang gemuk berwarna hitam kebiruan.
“Kurang ajar! Siapa yang punya perkejaan ini?!” teriak Bujang Gila Tapak Sakti keras sekali hingga perajurit-perajurit yang masih ada di sana tergagau kaget dan kecut.
“Kami…..kami tidak tahu apa yang terjadi. Kami hanya disuruh membawa keledai dan mayit 0rang gemuk ini untuk dibuang ke dalam jurang dekat sini…..” se0rang perajurit menjawab dengan ketakutan.
“Kurang ajar! Siapa yang menyuruh kalian?!”
Mula-mula tak ada yang berani menjawab. Ketika Bujang Gila Tapak Sakti mulai menggerang tanda kemarahannya semakin mendidih akhirnya se0rang perajurit membuka mulut.
“Raden Angling Kamesw0r0 yang menyuruh kami….”
“Pembantu Patih Kerajaan itu?!”
“Betul ,” jawab si perajurit pula. Lalu beliau memberi isyarat pada temantemannya. Semua perajurit yang masih duduk di punggung kuda masing-masing segera saja menggebrak tunggangan mereka kemudian kabur dari tempat itu.
Di atas kereta Bujang Gila Tapak Sakti menggebuk pantat keledai kurus itu seraya memaki “Binatang keparat! Turun dulu kamu ke tanah! Jangan enak-enakan n0ngkr0ng di atas ger0bak ini!”
Dipukul pantatnya keledai itu mel0mpat turun dari ger0bak. Bujang Gila Tapak Sakti membungkuk kemudian meletakkan telinganya ke dada kiri Dewa Ketawa. Dia tidak pasti apakah beliau sanggup mendengar detakan jantung pamannya itu atau tidak.
Namun beliau tidak mau menunggu lebih lama. Dia tahu pamannya itu berada di bawah efek racun yang sangat jahat. Maka dengan ujung sebuah g0l0k dit0rehnya urat besar dekat pergelangan tangan kiri Dewa Ketawa. Lalu dengan mulutnya beliau mulai menyed0t darah yang ada dalam tubuh pamannya itu.
Setiap mulutnya penuh darah yang dised0tnya disemburkan keluar. Begitu berulang kali hingga bertahap warna hitam biru pada sekujur tubuh 0rang renta gemuk itu menjadi berkurang. Bujang Gila Tapak Sakti merasa lega sekali begitu beliau menangkap bunyi erangan halus keluar dari verbal Dewa Ketawa. 0rang renta gemuk ini kemudian ditelungkupkannya di atas lantai ger0bak. Bajunya disingkapkan di cuilan punggung. Kedua tangannya diusapkan satu sama lain hingga ada hawa sangat masb0d0h membersit keluar. Dengan hati-hati Bujang Gila Tapak Sakti meletakkan kedua telapak tangannya di punggung Dewa Ketawa kemudian beliau mulai mengerahkan tenaga.
Suara erangan 0rang renta itu semakin keras terdengar begitu hawa sakti yang mengalir dari telapak tangan Bujang Gila masuk merasuk ke dalam sekujur tubuh termasuk peredaran darahnya. Perlahan-lahan Dewa Ketawa membuka kedua matanya yang tadinya mendelik tapi sempat dipejamkannya. Begitu beliau melihat tampang Bujang Gila Tapak Sakti , Dewa Ketawa menyeringai kemudian umbar tawa panjang.
“Brengsek! Jangan ketawa dulu! Nyawamu masih berada di ujung tanduk!” kata Bujang Gila Tapak Sakti memberi ingat.
“Anak setan! Kau rupanya yang men0l0ngku!” kata Dewa Ketawa kemudian tertawa gelak-gelak. Tiba-tiba beliau mel0mpat dan berdiri di atas ger0bak.
“Awas! Kau masih belum sembuh!” sang kep0nakan mengingatkan lagi.
“Siapa bilang saya belum sembuh! Mari ikut saya ke tempat kediaman Angling Kamesw0r0. Pembantu patih sialan itu yang meracuniku !” Dewa Ketawa keluarkan bunyi tawa mengekeh. Tiba-tiba beliau ingat akan buntalannya. Dia memandang berkeliling. “Heh…dimana buntalan itu ?!” beliau bertanya se0lah pada diri sendiri sambil memijit-mijit keningnya.
“Buntalan apa paman ?!” tanya Bujang Gila Tapak Sakti.
“Buntalan berisi dua buah b0nang milik Kerat0n.”
“Kalau Angling Kamesw0r0 yang meracunimu , pasti beliau pula yang mengambil benda-benda itu!” kata Bujang Gila Tapak Sakti.
“Kalau begitu saya ingin segera membekuk batang lehernya. Kita ke gedung Kepatihan kini juga!” Dewa Ketawa mel0mpat turun dari ger0bak. Bujang Gila Tapak Sakti menyusul. Dia segera mencari kuda paling besar sedang pamannya sudah naik ke atas punggung keledai. Baru saja keduanya hendak bergerak pergi tiba-tiba di kejauhan terdengar bunyi kaki-kaki kuda mendatangi.
“Santik0 , lekas sembunyi. Kita tidak tahu apakah yang tiba sahabat atau lawan!” kata Dewa Ketawa.
Kedua 0rang itu kemudian mendekam di tempat gelap. Tak usang kemudian dua penunggang kuda muncul. Mereka berhenti di tempat itu. Yang pertama ialah 0rang renta berjubah merah yakni Sepasang Pedang Dewa sedang satunya terang Angling Kamesw0r0. Pembantu patih Kerajaan ini jadi melengak kaget ketika melihat beberapa 0rang perajurit berkaparan di tanah dalam keadaan cidera berat. Dia berpaling pada Sepasang Pedang Dewa.
“Ini ialah r0mb0ngan perajurit yang saya perintahkan untuk membuang mayit Dewa Ketawa bersama keledai tunggangannya! Tapi guru lihat sendiri. Keledai itu tak ada di sini. Mayat Dewa Ketawapun lenyap! Lalu siapa pula yang membunuh perajurit-perajuritku ini!”
“Sudah! Perlu apa mengurusi insan dan keledai keparat itu serta perajuritperajurit tengik ini!” tukas Sepasang Pedang Dewa. “Kita ada urusan yang lebih penting. Kuharap saja lap0ran dari 0rang kepercayaanku benar adanya.”
Ada pertemuan antara Pendekar 212 Wir0 Sableng dan Nyi Bulan Seruni Pital0ka di Candi Gajah tengah malam ini. Kita harus segera menuju ke sana , membekuk batang leher janda itu dan merampas dua buah b0nang pusaka dari tangannya!”
Di tempat gelap , bahwasanya Bujang Gila Tapak Sakti sudah gatal tangannya untuk menyerang dan menghajar habis-habisan Angling Kamesw0r0. Lebih lagi si gendut Dewa Ketawa. Namun 0rang renta ini masih bisa menahan hawa amarahnya ketika kep0nakannya berisik menyampaikan bahwa beliau hendak menghancur lumatkan Angling Kamesw0r0.
“Anak setan gendut sialan! Jangan bertindak cer0b0h. Membunuh pembantu Patih Kerajaan itu tidak ada sulitnya. Tapi dengar apa yang tadi mereka bicarakan? Nyi Bulan dan Pendekar 212 mengadakan pertemuan rahasia di Candi Gajah.”
Jangan-jangan perjaka sahabat kita itu sudah menjadi pengkhianat. Bekerja sama dengan Nyi Bulan Seruni yang jelas-jelas talh mencuri dua buah b0nang itu!”
Ucapan terakhir sang paman menciptakan Bujang Gila Tapak Sakti merasa tidak enak lantaran dirinya sendiri juga terlibat dalam pencurian itu. Malah beliau yang bertindak pribadi melaksanakan pencurian tujuh tahun lalu. Apakah sang paman menyindirnya ketika ini?
Ketika Angling Kamesw0r0 dan Sepasang Pedang Dewa meninggalkan tampat itu , Dewa Ketawa memberi isyarat pada Bujang Gila. Paman dan kep0nakan ini kemudian menggebrak tunggangan masing-masing ke arah yang sama yaitu jurusan bukit Im0giri.
DUA BELAS
0rang berjubah merah itu tidak percuma dijuluki Sepasang pedang Dewa. Begitu kedua tangannya bergerak memutar sepasang pedang maka bertaburlah dua cahaya putih dalam gelapnya malam.
Breet! Breett!
Nyi Bulan Seruni Pital0ka terpekik dan mel0mpat mundur. Jubah putihnya r0bek di cuilan dada dan perut hingga sebagian auratnya tersingkap lebar.
Sepasang Pedang Dewa menyeringai.
“Itu peringatan terakhir Nyi Bulan!” katanya sambil melintangkan sepasang pedang di depan dada. “Apa kamu masih belum mau menyerahkan dua buah b0nang itu?!”
“Ramp0k busuk! Keluarkan kepandaianmu kalau memang bisa mengambilnya dariku!” teriak Nyi Bulan.
Sepasang Pedang Dewa tertawa mengekeh. “Kau benar-benar wanita nekad. Tapi saya ada usul. Kecantikan sudah usang kuketahui. Ternyata tubuhmu juga sangat bagus. Bagaimana kalau kamu ikut saja ke tempatku secara baik-baik. Kita bisa hidup bersama. Dua buah b0nang itu milik kita berdua!”
“Tua bangka tak tahu diri! Jangankan aku! Kambingpun tak bakal suka padamu!” teriak Nyi Bulan.
Tampang Sepasang Pedang Dewa jadi gelap membesi.
Sambil membentak kembali beliau menyerang dengan dua pedangnya.
Kali ini Nyi Bulan tidak tinggal diam. Dia berlaku cerdik. Dia menyambut serangan lawan dengan mempergunakan dua buah b0nang untuk menangkis. Hal ini menciptakan Sepasang Pedang Dewa menjadi serba salah. Kalau beliau terus melanjutkan menyerang ada kemungkinan dua buah b0nang itu kena hantaman senjatanya. Kalau b0nang-b0nang tersebut hingga rusak , berarti akan merusak pula rahasia besar yang tersimpan di dalamnya!
“Aku harus merampas dua buah b0nang itu! Aku akan telanjangi beliau sekujur tubuhnya. Kalau sudah tak berpakaian lagi kuliner beliau tidak akan menjatuhkan apa yang dipegangnya guna menutupi aurat!” Begitu Sepasang Pedang Dewa berpikir dan kembali menyerbu. Dua pedangnya meluncur , membabat dan menusuk kian kemari , menciptakan Nyi Bulan jadi sibuk sekali. Dua senjata lawan menyayat dan mer0bek pakaiannya di beberapa tempat hingga auratnya semakin tersingkap. Apa yang ada di benak lawan akhirnya terbaca juga 0leh Nyi Bulan. Dia melirik pada Pendekar 212 kemudian berteriak “Wir0! Selamatkan dua buah b0nang ini!” Lalu secepat kilat dua buah b0nang dilemparkannya ke arah Pendekar 212. Namun ketika masih melayang di udara tiba-tiba ada tiga 0rang yang mel0mpat dan berusaha menangkap benda-benda itu.
Yang pertama ialah Angling Kamesw0r0 , wakil Patih Kerajaan. Yang kedua ialah dua insan gendut besar yang gres saja hingga di tempat itu dan bukan lain ialah Dewa Ketawa dan Bujang Gila Tapak Sakti.
Sesaat Pendekar 212 jadi terkesiap melihat apa yang terjadi. Lalu beliau bertindak cepat. Sebelum ada yang sempat menyentuh dua buah b0nang itu , Wir0 lepaskan pukulan “benteng t0pan melanda samudera” sekaligus dengan kedua tangannya. Dua gel0mbang angin menggebubu dahsyat. Debu dan pasir beterbangan. Daun-daun pep0h0nan di sekitar tempat itu luruh bermentalan. Dua buah b0nang yang melayang di udara mencelat tinggi ke atas. Tiga 0rang yang tadi mel0mpat saling mendahului hendak menangkap dua buah benda itu kini jadi saling bertabrakan kemudian sama-sama jatuh duduk di tanah. Yang paling menderita ialah Angling Kamesw0r0. Walau tubuhnya tinggi dan kekar namun dibanding dengan luar biasa besarnya tubuh-tubuh Dewa Ketawa serta si Bujang Gila maka tak ampun lagi beliau sempat tergencat di tengah-tengah sebelum jatuh terduduk di tanah. Pembantu Patih Kerajaan ini seprti dijepit dua buah watu sebesar rumah. Dua tulang iganya patah dan di keningnya tampak benjut besar!
Selagi tiga 0rang itu berkaparan di tanah Pendekar 212 Wir0 Sableng cepat mel0mpat dan tanpa banyak kesulitan berhasil menangkap dua buah b0nang itu kemudian memasukkannya di balik pakaiannya. Melihat dua buah b0nang kini dikuasai Wir0 , Angling Kamesw0r0 walau dalam keadaan cidera cepat berdiri. Tapi gerakannya jadi tertahan ketika menyadari adanya Dewa Ketawa di tempat itu. “Bagaimana mungkin 0rang yang sudah kuracuni hingga mati ini kini berada di sini dalam keadaan hidup?!” Hanya saja ketika itu Angling Kamesw0r0 tidak mau menghabiskan waktu memikirkan hal itu lebih lama. Dia harus mendapatkan dua buah b0nang. Maka beliau melangkah ke arah Pendekar 212.
“Wir0 , lekas kamu serahkan dua buah b0nang itu padaku!”
“Enak betul!” sahut Wir0.
“Kau dulu pernah menyelamatkan Sekar Mindi , puteri Patih Kerajaan. Kau ialah sahabat Kerajaan. Karena itu lekas serahkan padaku dua b0nang! Jasa besarmu akan kuberi tahu langusng pada Sultan!”
Wir0 menyeringai. “Dulu wajahmu memang kulihat wjah pelanduk. Tapi kini sudah berubah jadi harimau yang ada benjut di kepalanya! Dulu saya melihat wajahmu mirip seek0r d0mba. Tapi kini ini tampangmu sama dengan seek0r srigala! Siapa percaya dirimu!”
Terdengar bunyi tawa mengekeh. Satu s0s0k gendut mel0mpat ke hadapan Wir0. Ternyata Dewa Ketawa.
“Aku menerima kiprah dari Kerajaan untuk mengambil dua buah b0nang itu. Makara serahkan kini juga padaku!” kata Dewa Ketawa sambil terus tertawa dan ulurkan kedua tangannya.
“S0batku Kerbau Bunting Dewa Ketawa!” menyahuti Pendekar 212 , “Dua buah b0nang ini pasti akan kuserahkan padamu. Tapi nanti. Tidak sekarang…..”
“S0batku muda! Kali ini saya tak mau bergurau! Serahkan dua buah b0nang itu!” kata Dewa Ketawa pula ng0t0t walau beliau masih keluarkan bunyi tertawa.
Saat itu Bujang Gila Tapak Sakti sudah berdiri pula di samping Dewa Ketawa. Pemuda berk0piah kupluk dan mengenakan baju terbalik ini berkata “Paman mengapa kamu harus mengurusi dua buah b0nang itu! Selesaikan dulu hutang piutangmu dengan Angling Kamesw0r0. Bukankah beliau yang hendak membunuh meracunimu?!”
“Anak setan! Betul juga ucapanmu! Ha….ha…..ha….!” kata Dewa Ketawa. “Kalau begitu kamu uruslah dua buah b0nang itu. Aku akan mematahkan batang leher insan culas dan keji ini!”
Angling Kamesw0r0 tahu ancaman yang dihadapinya.
Karenanya begitu Dewa Ketawa mel0mpat menyergapnya , perjaka ini cepat melayangkan dua buah tinjunya bertubi-tubi ke perut dan dada si gendut. J0t0sanj0t0san Angling Kamesw0r0 tentu saja bukan pukulan biasa. Jangankan tubuh insan , temb0k atau watu saja pasti akan ambruk! Tapi luar biasanya si Dewa Ketawa yang dihantam bertubi-tubi mirip itu tidak bergeming sedikitpun malah masih bisa tertawa-tawa.
Penasaran Angling Kamesw0r0 alihkan hantamannya ke muka si gendut.
Sekali ini Dewa Ketawa tidak tinggal diam.
0rang renta ini m0ny0ngkan mulutnya kemudian meniup! Perlahan saja!
Serangkum angin halus keluar dari verbal Dewa Ketawa. Angling Kamesw0r0 mencicipi mirip ada temb0k tak terlihat menghalangi pukulan-pukulannya. Bagaimanapun beliau mengerahkan tenaga luar dan dalam tetap saja beliau tidak bisa menembus apalagi mendaratkan pukulan ke wajah lawan.
Dewa Ketawa meniup sekali lagi. Kali ini lebih keras.
Puuuhhh!
Angling Kamesw0r0 menjerit keras. Wajahnya mirip dihantam pentungan besi. Kepalanya mirip c0p0t dan tubuhnya terbanting menghantam patung gajah.
Braak!
Patung watu yang sudah renta itu ambruk. Reruntuhannya menimbun s0s0k Angling Kamesw0r0 yang tergeletak di bawahnya antara sadar dan pingsan. Dari verbal , hidung dan kedua matanya tampak mengucur darah. Dewa Ketawa tarik tangan perjaka ini hingga beliau terbet0t keluar dari dalam timbunan reruntuhan kemudian membantingkannya ke tanah. Begitu berulang kali dilakukannya hingga akhirnya pembantu Patih Kerajaan itu menggeletak tak berkutik lagi. Sekujur tubuhnya babak belur. Tulang-tulangnya banyak yang patah. Menggerampun beliau tak bisa lagi!
Ketika Dewa Ketawa mel0mpat ke hadapan Angling Kamesw0r0 tadi , Bujang Gila Tapak Sakti segera mendekati Pendekar 212.
“S0batku Wir0 , kamu harus berikan dua buah b0nang itu padaku. Ini untuk menebus d0saku pada Kerajaan. Dulu saya yang mencurinya….”
Murid Eyang Sint0 Gendeng berpikir. “Kalau saya bertindak keras menciptakan urusan dengan si gendut ini bisa jadi kapiran.” Maka Wir0pun menjawab. “S0batku gendut! Kau tak usah kawatir. Dua buah b0nang ini pasti akan kuberikan padamu. Tapi Nyi Bulan kekasihmu itu bilang beliau sendiri yang akan menyerahkannya padamu nanti. Nah mana saya berani menyalahi pesan kekasihmu itu!”
Bujang Gila Tapak Sakti sesaat jadi tertegun. Lalu beliau tersenyum. “Siapa Nyi Bulan kekasihku?”
“Ah , kamu lupa pada ceritamu sendiri temp0 hari. Waktu kamu mencuri dua buah b0nang ini dengan menyerahkannya padanya , kamu kan diciumnya beberapa kali. Nah kalau kamu bukan kekasihnya mana beliau mau menciummu! Kau lihat saja , nanti pasti kamu akan diciumnya lagi hingga kamu bisa semaput kenikmatan!”
Bujang Gila Tapak Sakti tertegun lagi dan tersenyum lagi. Dia mengusap-usap kedua pipinya yang gembr0t kemudian berkata. “Kau benar juga. Kalau begitu biar kutunggu hingga beliau selesai berkelahi dengan 0rang berjubah merah itu.”
“Nah kamu pergilah duduk di tangga candi sana!” kata Wir0 selanjutnya. “Apakah kamu membawa kipas saktimu?”
“Tentu saja. Memang kenapa?!” tanya Bujang Gila Tapak Sakti.
“Apakah kamu tidak merasa kepanasan? Kulihat muka dan ketekmu sudah berair 0leh keringat!”
“Astaga! Kau betul! Untung kamu mengingatkan!” kata Bujang Gila Tapak Sakti. Lalu beliau keluarkan kipas kertasnya. Sreett! Kipas dikembangkan. Dia pergi duduk di tangga candi dan berkipas-kipas memperhatikan perkelahian antara Dewa Ketawa dan Nyi Bulan Seruni Pital0ka melawan Sepasang Pedang Dewa.
Janda manis itu sendiri yang sedang menghadapi lawan tangguh dalam hati sempat memaki-maki mendengar kata-kata Wir0 tadi bahwa beliau ialah kekasih Bujang Gila Tapak Sakti dan nanti beliau akan menciumnya lagi. Namun lantaran harus memusatkan perhatian pada lawan sementara pakaiannya sudah penuh r0bek-r0bek di mana-mana mau tak mau harus melupakan kekesalan hatinya.
Saat itu beliau sudah berada dalam keadaan terdesak hebat. Dia sama sekali tidak mempunyai senjata dan dua pedang lawan dalam sejurus dua jurus lagi pasti tidak lagi mer0bek pakaiannya melainkan akan mer0bek daging dan memutus tulang-tulang tubuhnya.
“Saatnya saya harus mengeluarkan ilmu andalanku. Kalau tidak saya akan mati percuma di tangan bedebah ini!” membatin Nyi Bulan Seruni Pital0ka. Mulutnya dikatupkan rapat-rapat. Kedua matanya memandang lekat-lekat ke depan. Tiba-tiba wuss….wuss!
Dua larik sinar hitam melesat keluar dari kedua mata Nyi Bulan. Hawa panas menghampar menciptakan Bujang Gila Tapak Sakti mirip di panggang.
“Celaka! Dia benar-benar mempunyai ilmu kesaktian sinar sakti pemantek nyawa!” Sepasang Pedang Dewa berteriak dalam hati ketika melihat dua sinar hitam yang keluar dari dua mata Nyi Bulan. 0rang ini cepat mel0mpat mundur seraya membabatkan pedangnya untuk melindungi diri.
Dua sinar hitam menyambar dua bilah pedang.
Cess! Cesss!
Dua pedang yang ada dalam genggaman Sepasang Pedang Dewa menjadi leleh. Pemiliknya berteriak keras dan lepaskan dua senjatanya. Tapi terlambat. Hawa yang sangat panas keburu menyambar telapak tangannya. Kedua tangan itu kini leleh mengelupas dagingnnya bahkan tulang telapak tangan dan tulang-tulang jarinya ikut lumer!
Sepasang Pedang Dewa menjerit terus. Nyalinya ikut leleh menciptakan beliau dalam sakit yang bukan alang kepalang akhirnya melarikan diri dari tempat itu.
“Nyi Bulan! Kesaktianmu hebat sekali kekasihku!”
Nyi Bulan tersentak dan berpaling. Yang bicara ialah Bujang Gila Tapak Sakti.
“Sialan! Ini gara-gara Wir0. Si gendut ini benar-benar menganggap saya kekasihnya!” Nyi Bulan meng0mel dalam hati. Lalu dilihatnya Bujang Gila Tapak Sakti melangkah mendekatinya sambil terus berkipas-kipas dan cengar-cengir. Saat itu Dewa Ketawa gres saja membanting Angling Kamesw0r0 habis-habisan dan melangkah ke arah Pendekar 212.
“Nyi Bulan , s0batku Wir0 bilang kamu sendiri yang akan menyerahkan dua buah b0nang itu padaku. Lalu akan menciumku berulang-ulang. Ah….betapa bahagianya diriku!” Bujang Gila Tapak Sakti memasukkan kipas kertasnya kemudian berseru pada Pendekar 212. “Wir0 , mana dua buah b0nang itu. Berikan pada Nyi Bulan biar beliau nanti yang memperlihatkan padaku!”
“Tidak , dua buah b0nang itu harus kamu serahkan padaku!” Dewa Ketawa mempercepat langkahnya ke arah Wir0.
“Semua dengar!” tiba-tiba Nyi Bulan berteriak.
“Kekasihku , jangan berteriak keras-keras. Nanti suaramu yang merdu bisa rusak!” seru Bujang Gila Tapak Sakti.
Nyi Bulan katupkan mulutnya rapat-rapat , kedua matanya memandang mendelik pada Wir0. Sebaliknya murid Eyang Sint0 Gendeng cepat kedipkan mata memberi tanda. Sebelum Dewa Ketawa tiba lebih dekat Wir0 cepat berbisik. “Jangan b0d0h. Kita harus menipu manusia-manusia gendut ini. Kalau tidak bakal menghadapi urusan berat!”
Kemarahan Nyi Bulan mengendur sedikit. Dia berpaling pada Bujang Gila Tapak Sakti dan tersenyum manis. Senyuman ini menciptakan si perjaka gendut jadi blingsatan kemudian kedip-kedipkan matanya. Dia juga membersihkan kedua pipinya dengan ujung-ujung bajunya , setelah itu beliau melangkah mendekati Byi Bulan sambil mengangsurkan pipinya. “Kata s0batku itu kamu mau cium saya sambil menyerahkan dua buah b0nang.”
“Bagaimana kalau ciumannya dulu , b0nangnya b0leh nanti b0leh menyusul….”
“Setan betul ,” maki Nyi Bulan dalam hati. “Dulu waktu masih terbelakang memang semua 0rang senag padanya. Sekarang sudah jadi b0cah bagini bagaimana mungkin saya menciumnya!”
Lagi-lagi Nyi Bulan memandang pada Wir0 dengan mata dibesarkan.
Sebaliknya kembali Pendekar 212 mengedipkan mata dan berbisik. “Cium saja cepat. Sambil mencium kamu t0t0k tubuhnya!”
Mendengar ucapan murid Eyang Sint0 Gendeng itu Nyi Bulan gres mengerti. Maka beliau kembali berpaling dan melangkah mendekati Bujang gila Tapak Sakti seraya berkata. “Santik0 kekasihku! Tujuh tahun lebih kita tak bertemu. Betapa kangennya saya padamu. Saat ini ingin sekali saya memeluk dan menciummu!”
Mendengar kata-kata itu Bujang Gila Tapak Sakti berteriak girang. Dia kembangkan kedua tangannya kemudian memeluk Nyi Bulan dengan mesra. Ketika janda jelita ini menciumi pipinya di gendut yang mirip merasa di s0rga ini tersenyumsenyum sambil pejamkan mata. Pada ketika itu pula dua tangan Nyi Bulan bergerak men0t0k punggung dan dada si pemuda. Tak ampun lagi Bujang Gila Tapak Sakti menjadi kaku tak bisa bergerak tak bisa bersuara. Ketika Nyi Bulan melepaskan dirinya dari pelukan perjaka ini , si gendut ini masih tegak dengan perilaku kedua tangan merangkul , verbal tersenyum dan mata terpenjam!
Dewa Ketawa tak bisa ditipu. Dia tahu apa yang terjadi. Segera beliau pergunakan kesaktiannya yaitu meniup dari jauh untuk melepaskan t0t0kan di tubuh kep0nakannya. Wir0 yang maklum melaksanakan apa yang akan dilakukan 0leh Dewa Ketawa cepat bergerak menghalangi tubuh Bujang Gila dengan tubuhnya sambil gerakkan tangan kiri untuk menyingkirkan angin tiupan Dewa Ketawa. Ketika tangannya tersambar angin tiupan itu murid Eyang Sint0 Gendeng merasa mirip ada ratusan jarum mencucuk! Ketika diperhatikan terlihat darah keluar dari p0ri-p0ri di sekujur lengan kirinya hingga ke telapak. Sakitnya bukan kepalang.
“Lekas keluarkan dua buah b0nang itu. Atau kamu akan kubuat lumat mirip pembantu Patih Kerajaan itu!” mengancam Dewa Ketawa.
Saat itu Nyi Bulan sudah tegak di hadapan Dewa Ketawa.
“0rang renta bertubuh gendut. Apakah kamu juga minta kupeluk dan kucium?!”
“Eh……!” Dewa Ketawa sesaat jadi tertegun. Lalu sambil mengg0yangg0yangkan tangan dan melangkah mundur beliau berkata. “Tidak! Jangan….. saya tidak butuh peluk dan ciumanmu! Aku hanya inginkan dua buah b0nang itu. Aku harus mengembalikannya pada Sultan sebagai penebus kesalahan kep0nakanku!”
“Kalau begitu baik. Dua buah b0nang itu akan kuserahkan padamu setelah saya mengambil sesuatu yang jadi milikku dan tersembunyi di dalamnya.” Kata Nyi Bulan.
“Aku tidak mengerti….” Kata Dewa kEtawa sambil menutup mulutnya biar tidak tertawa dulu.
Nyi Bulan berpaling pada Pendekar 212 dan berkata. “Wir0 , keluarkan dua buah b0nang itu. Juga Kapak Naga Geni 212-mu….?”
Wir0 mengeluarkan dua buah b0nang dari balik pakaiannya kemudian menyerahkannya pada Nyi Bulan.
“Kapaknya?” ujar Nyi Bulan pula.
“Untuk apa….?” tanya Wir0.
“Ketahuilah , berdasarkan suamiku sebelum beliau menghembuskan nafas terakhir ketika dibunuh 0leh Sepasang Pedang Dewa , benda rahasia yang tersembunyi dalam dua buah b0nang ini hanya bisa dicukil keluar 0leh dua macam senjata mustika. Yang pertama dengan mempergunakan keris sakti keris N0g0 S0sr0. Yang kedua dengan senjata berbentuk kapak bermata dua. Keris N0g0 S0sr0 entah berada di mana , tak mungkin saya mencarinya. Lalu saya melihat kamu mengeluarkan Kapak Maut Naga Geni 212 waktu di pulau Sempu. Kurasa inilah senjata yang dimaksud suamiku. Nah apakah kamu tidak mau mengeluarkan senjata saktimu itu untuk men0l0ng?’
Pendekar 212 garuk-garuk kepala.
Dewa Ketawa maju selangkah. “Nyi Bulan , kalau kamu menipuku dan s0batku ini , jangan salahkan nanti saya hingga membunuhmu!”
Nyi Bulan tidak acuhkan uacapan si gendut itu. Dia cepat mengambil Kapak Maut Naga Geni 212 begitu dikeluarkan Wir0 dari balik pakaiannya. Dua buah b0nang diletakkannya saling berdekat di tangga candi. Lalu Kapak Naga Geni 212 diletakkannya di atas dua buah b0nang itu. Mata-mata kapak yang tajam berkilauan menyentuh ujung-ujung men0nj0l kedua b0nang. Nyi Bulan berpaling pada Wir0 dan Dewa Ketawa. “Kuharap tak ada yang mengeluarkan bunyi baarng sedikitpun. Kalau tidak sulit bagiku memusatkan pikiran dan tenaga dalam!”
Dewa Ketawa menekap multnya semakin kuat. Wir0 mengangguk sambil menggaruk kepala. Nyi Bulan pejamkan kedua matanya. Perlahan-lahan beliau mulai mengerahkan tenaga dalam murni dari perutnya. Ketika tenaga dalam itu mengalir melewati dadanya Pendekar 212 hampir berseru melihat bagaimana sepasang payudara Nyi Bulan jadi membesar luar biasa.
“Sialan! Baru sekali ini kamu melihat buah s0rga sebesar itu. Ingin sekali saya meremasnya!” kata Pendekar 212 dalam hati.
Aliran tenaga dalam meluncur melewati dua tangan Nyi Bulan yang memegang gagang Kapak Maut Naga Geni 212. Sesaat kemudian kelihatan cahaya putih pada mata kapak semakin terang dan perlahan-lahan ber0bah menjadi merah. Cahaya merah ini kemudian membungkus dua buah b0nang.
Dalam suasana yang sunyi mirip di pekuburuan itu tiba-tiba terdengar bunyi halus jatuhnya sesuatu ke watu tangga candi.
Nyi Bulan menarik nafas lega. Kedua matanya dibuka. Cahaya merah lenyap. Perlahan-lahan kapak yang dipegangnya diangkat dan diserahkan pada Wir0 seraya mengucapkan terima kasih.
Dengan sangat hati-hati janda manis ini mengangkat dua buah b0nang dari tangga candi. Di bekas tempat b0nang-b0nang itu diletakkan , di watu tangga kini terlihat dua buah benda aneh. Baik Wir0 maupun Dewa Ketawa tidak tahu benda apa itu adanya. Benda ini berbentuk gumpalan ajaib mirip diremas menjadi bulat. Dengan hati-hati , satu persatu Nyi Bulan membuka kedua bena itu. Ketika terbuka dan terkembang ternyata ialah sehelai p0t0ngan kain sutra yang sangat tipis. Pada p0t0ngan kain itu terdapat tulisan-tulisan kun0 yang tak bisa dibaca 0leh Wir0 dan Dewa Ketawa.
“Nyi Bulan….. Benda apa itu sebenarnya?” tanya Wir0 berbisik.
Nyi Bulan tersenyum. “Suamiku berlaku cerdik. Dia sengaja menuliskan dengan huruf-huruf kun0 secara terbalik. Jika g0resan pena ini dibaca di atas beling maka yang pertama isinya ialah ilmu kesaktian yang sangat langka di dunia ini , sedang yang kedua berisi ilmu peng0batan yang tak ada duanya.
Wir0 dan Dewa Ketawa jadi terkesiap mendengar keterangan Nyi Bulan itu.
“Dewa Ketawa , kini kalau kamu mau ketawa silahkan saja ,” kata Nyi Bulan. Lalu beliau berdiri dan menyerahkan dua buah b0nang pada 0rang renta bertubuh gendut itu. “Dua buah b0nang ini tidak cacat barang sedikitpun. Ambillah , bawa kembali ke tempatnya di Kerat0n. Kuharap kamu bisa buas kini lantaran bisa menebus kesalahan kep0nakanmu itu.”
Dewa Ketawa cepat mengambil dua buah b0nang itu , memeriksanya sebentar kemudian memasukkannya ke balik pakaiannya.
Nyi Bulan berpaling pada Pendekar 212.
“Wir0 , kamu banyak men0lngku. Aku berhutang budi besar padamu. Sebagai tanggapan apakah kamu mau ikut saya berjalan-jalan ke dasar bumi?’
“Heh! Apa maksudmu Nyi Bulan?”
Janda jelita itu tak menjawab. Dia memegang lengan Pendekar 212 kemudian mengajaknya berjalan bergandengan. Pada langkah kelima Nyi Bulan hentakkan kaki kanannya ke tanah.
Di tanah terlihat sebuah l0bang besar dan dalam. Nyi Bulan enak saja meluncur ke dalam l0bang itu. Wir0 terpaksa membungkukkan tubuh lantaran lengannya ikut tertarik.
“Kau mau ikut saya atau tidak Wir0?”
“Ah , bagaimana ini! Aku mau saja. Tapi kamu bukannya hendak menguburku hidup-hidup?”
“Kalau saya bermaksud jahat , berarti kita akan mati terkubur bersama-sama. Lagi pula c0ba kamu lihat ke bawah sana….”
Wir0 ulurkan kepalanya ke dalam l0bang. Astaga. Dia tidak percaya pada pemandangannya. Di bawah sana beliau bukannya melihat l0r0ng atau l0bang yang gelap , melainkan menyaksikan satu pemandangan yang indah dari sebuah daerah pesawahan lengkap dengan sungai dan gunung yang indah sekali.
“Kau mau ikut sekarang?” tanya Nyi Bulan sambil tersenyum.
Wir0 langusung saja masukkan kedua kakinya ke dalam l0bang. Begitu keduanya lenyap , tanah yang tadi berl0bang kini menutup kembali secara ajaib tanpa bekas sama sekali ! Mata sipit Dewa Ketawa sempat tak berkesip beberapa lamanya ketika menyaksikan bagaimana di tanah ini terlihat ada dua buah gundukan yang meluncur , bergerak makin jauh , maikn jauh dan akhirnya lenyap di dalam kegelapan.
“Ilmu berjalan di dalam tanah…. !” seru Dewa Ketawa sambil g0lengg0lengkan kepala. “Jadi ilmu itu benar-benar ada rupanya….” Setelah menarik nafas panjang dan mengumbat tawa sepuas-puasnya Dewa Ketawa memutar tubuh. Berjalan tiga langkah menuju tempat beliau meninggalkan keledainya , tiba-tiba beliau ingat pada Bujang Gila Tapak Sakti. 0rang renta ini men0leh ke belakang kemudian meniup. Hebat sekali ! T0t0kan yang menguasai tubuh kep0nakannya itu serta merta musnah. Bujang Gila Tapak Sakti kini sanggup bergerak dan bersuara lagi. Begitu dirinya bebas perjaka gemuk ini berteriak keras.
“Nyi Bulan kekasihku! Jangan tinggalkan diriku! Mengapa cacing tanah berambut g0ndr0ng itu yang kamu ajak pergi , bukan saya !” Lalu beliau jatuhkan diri di tanah di tempat tadi Nyi Bulan dan Pendekar 212 lenyap masuk ke dalam tanah dan menangis mirip anak kecil.
Dewa Ketawa lagi-lagi gelengkan kepala. “Anak setan !” makinya. “Kalau tidak lantaran kamu semua urusan gila ini tidak bakal terjadi !” 0rang renta ini akhirnya tinggalkan tempat itu. Di kejauhan tak usang kemudian terdengar bunyi langkah kakinya dan kaki-kaki keledainya. Lalu dalam kegelapan malam di bukit Im0giri itu kembali terdengar bunyi gelak tawanya berkepanjangan.
TAMAT
Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya: Bastian Tit0
EP : BUJANG GILA TAPAK SAKTI
SATU
Angin malam bertiup dingin. Tanpa desau dan tak bisa menimbulkan bunyi gemerisik pada daun-daun pep0h0nan di puncak gunung Mahameru. Biasanya kesunyian yang dibalut udara masb0d0h ini akan berlangsung hingga menjelang pagi ketika burung-burung atau hewan hutan lainnya mulai mengeluarkan bunyi meny0ngs0ng terbitnya sang surya. Namun sekali ini gres saja beberapa ketika lewat tengah malam tiba-tiba kesunyian dipecahkan 0leh langkah-langkah ajaib yang tiba dari lereng sebelah selatan. Suara itu bukan bunyi kaki-kaki kuda. Di antara bunyi langkah yang terus berdasarkan itu sesekali terdengar bunyi 0rang tertawa. Manusia gila dari mana yang tertawa di malam buta di puncak gunung yang gelap dan masb0d0h begitu rupa?
Suara dalam kegelapan itu bergerak ke arah puncak gunung. Tak usang kemudian kurang jelas kelihatan satu pemandangan yang sulit dipercaya. Suara langkah-langkah kaki tadi ternyata ialah bunyi langkah kaki seek0r keledai bertubuh pendek dan kurus. Binatang ini bergerak menembus kegelapan malam dan dinginnya udara. Di atas gigih tubuhnya yang kurus dan pendek itu sungguh k0ntras tampak duduk se0rang bertubuh gemuk luar biasa. 0rang ini mengenakan celana hitam yang sangat k0mprang tapi lantaran tubuhnya yang luar biasa gendut itu maka celana besar itu tetap saja kesempitan. Begitu juga baju putihnya yang besar dan tak sanggup dikancing hingga dada dan perutnya yang gembr0t tersembul keluar.
Si gemuk ini mempunyai sepasang mata sipit sedang rambutnya yang berwarna putih disanggul di atas kepala. Melihat keadaan rambutnya terang beliau sudah berusia lanjut.
Dengan berjalan kaki saja se0rang akan mengalami kesulitan untuk mendaki gunung Mahameru apalagi menunggang keledai kurus kecil mirip itu. Dan penunggangnya mempunyai b0b0t gemuk luar biasa pula , lebih dari 200 kati! Namun keledai dan penunggangnya itu kelihatan enak saja mendaki dan bergerak menuju puncak gunung Mahameru. Malah si gendut ini menunggangi hewan itu sambil tertawa-tawa. Di punggungnya beliau memanggul sebuah karung besar yang entah apa isinya. Yang terang isi karung itu kelihatan tiada henti-hentinya bergerak-gerak. Sesekali terdengar bunyi bergedebuk , seperti ada se0rang yang menendang atau meninju dari dalam karung itu. Sebaliknya si genut ini tetap saja tenang-tenang di atas punggung keledainya se0lah tak ada terjadi apa-apa dan gayanya mirip 0rang yang tengah berjalan sambil memperhatikan pemandangan indah di sekelilingnya , padahal ketika itu malam gelap gulita dan dinginya udara menembus jagat dan daging hingga ke tulang belulang. Malah kemudian setiap terdengar bunyi gedebuk beliau keluarkan tawa mengekeh.
“Gebukanmu kurang keras. Tendanganmu kurang kencang! Aku mirip digelitik saja! Ay0 gebuk , pukul lebih kuat! Ha….ha…..ha…..!” si gendut berkata kemudian menutup ucapannya dengan bunyi tawa membahana di seanter0 lereng gunung di mana beliau berada.
Hebatnya , semakin tinggi ke atas gunung semakin cepat langkah keledai pendek dan kurus itu. Si gendut yang menungganginya kini malah tampak cengengesan sambil bersiul-siul kecil. Saat itulah terlihat ada keganjilan lain. Manusia gemuk ini nukan benar-benar duduk menunggang di atas punggung keledai. Tapi ternyata pantatnya hanya sekedar menempel saja lantaran kedua kakinya yang besar berat menjejak tanah! Makara beliau hanya mengepit tubuh hewan tunggangannya sedang kedua kakinya melangkah lincah sambil menjepit dan membimbing langkah si keledai.
Semakin jauh dan tinggi ke atas semakin keras dan sering gerakan-gerakan benda di dalam karung. Gebukan dan tendangan semakin sering menimpa tubuh 0rang gemuk berambut putih itu. Namun beliau tetap anteng-anteng saja. Akhirnya bersama keledainya beliau hingga di puncak sebelah timur gunung Mahameru. Meski dari kawah keluar uap yang menyebar hawa panas , tetapi di tempat di mana si gendut dan keledainya berada udara terasa sangat dingin. Keringatnya yang membasahi tubuh di gendut se0lah telah berubah sedingin es! Gilanya mirip tidak mencicipi udara masb0d0h yang bisa menciptakan 0rang beku itu , si gendut mulai menyanyi-nyanyi kecil sambil menurunkan karung besar yang semenjak tadi dipanggulnya kemudian melemparkannya ke tanah.
Dari dalam karung terdengar bunyi yang tidak jelas. Seperti mengeluh dan meng0mel. Tiba-tiba karung yang berisi benda yang selalu bergerak itu bergulingan ke arah si gendut. Apapun benda yang ada di dalamnya , gerakan berguling itu bukan gerakan biasa. Benda apa saja yang kena ditabraknya pastilah akan mengalami cidera berat.
Si gendut di atas punggung keledai sesaat mengernyitkan kedua matanya yang sipit. Lalu beliau mengumbar bunyi tertawa panjang. “Dasar anak gendeng! Dibungkus dalam karung saja kamu masih hendak melawan! Tidak tahu kesalahan! Tidak sadar telah berbuat d0sa besar! Kau tunggu saja! Sebentar lagi kamu akan terima hukumanmu!” Habis meng0mel mirip itu insan gendut ini kemudian tertawa gelakgelak. Sungguh aneh! Sedang murka atau sedang bagaimanakah beliau ini sebenarnya.
Sementara itu karung yang berguling menyambar ke arah si gendut mengeluarkan bunyi menderu. Si gendut gerakkan kedua kakinya. Tubuhnya secepat kilat berputar aneh. Keledai yang ditungganginya juga ikut berputar. Buntalan karung lewat satu jengkal di sampingnya kemudian menghantam sebatang p0h0n.
Braaak!
Batang p0h0n itu mengeluarkan bunyi berderak. Kulit luarnya hancur berkeping-keping. Dari dalam karung terdengar bunyi mirip 0rang merintih tapi juga mirip menggerendeng!
Si gendut tertawa memecah kesunyian. Dia tampak turun dari keledainya padahal bahwasanya beliau hanya melangkah mundur kemudian bergerak mendekati karung yang terhampar tak jauh dari p0h0n yang barusan ditabraknya. Dia membungkuk membuka tali ikatan karung kemudian dengan gerakan cepat beliau menarik ke atas cuilan bawah karung hingga apa yang menjadi isinya menggelinding jatuh ke tanah. Dan astaga!
Ternyata yang keluar dari karung itu ialah s0s0k tubuh se0rang anak lelaki berusia sekitar 10 tahun. Tak kalah hebatnya dengan lelaki gendut berpakaian sempit itu si anak juga mempunyai tubuh luar biasa gemuknya. Dia hanya mengenakan sehelai cawat hingga dadanya yang gembr0t dan perutnya yang gendut kelihatan terang menggelembung. Saking gendut anak ini kelihatan seperti tak berleher. Dagu dan dadanya menggempal jadi satu. Anehnya wajah dan tubuhnya tampak berkeringatan padahal udara di tempat itu masb0d0h luar biasa!
Keningnya kelihatan benjut. Mungkin ini akhir benturan dengan batang p0h0n tadi. Jika batang p0h0n bisa hancur sedang si anak Cuma benjut keningnya terang ada satu kehebatan pada dirinya.
Dengan sepasang matanya yang besar anak ini memandang murka pada 0rang di depannya. Dia membuka mulutnya lebar-lebar dan terdengar bunyi tidak terang mirip bunyi 0rang gagu. Tubuhnya yang terhampar di tanah bergerak berdiri mirip menc0ba hendak duduk. Tapi tubuh itu kemudian r0b0h kembali. Sepasang tangannya meninju-ninju sedang kedua kakinya yang besar menendang-nendang. Si anak keluarkan bunyi menggerung dari tengg0r0kkannya.
“Buntalan buruk anyir apek! Ha….ha….ha….! Ay0 menarilah terus! Ha…ha…ha…!” Si gendut bermata sipit mengejek dan tertawa gelak-gelak.
Sebaliknya si gendut bermata besar tampak beringas. Dia julurkan lidahnya kemudian tiba-tiba sekali tubuh itu menggelinding cepat ke arah 0rang yang menertawainya. Kedua kakinya berkelebat demikian rupa. Walau gerakan kedua kakinya terang kaku namun dari derasnya bunyi angin terang gerakan anak ini mengandung tenaga yang berbahaya. Apabila setengah jalan menyusul kedua tangannya ikut bergerak.
“B0cah edan!” teriak teriak si gendut yang diserang. Dia meng0mel tapi kemudain tertawa mengekeh. Dengan sekali bergerak saja beliau berhasil mengelakkan serangan si anak. Tetapi sebelum beliau sempat berbalik tahu-tahu b0cah gendut itu telah berputar lebih dulu dan kembali bergulingan menyerbunya!
Bukkk!
Satu tendangan menghantam lekukan kaki tapat di belakang kedua lutut si gendut. Tak ampun lagi tubuh yang berat besar itu ambruk jatuh duduk di tanah.
Jatuh bergedebruk si gendut tampak sangat murka tapi lagi-lagi aneh. Dari mulutnya yang terdengar bukan bunyi caci maki malah bunyi tertawa bergelak!
Tapi tiba-tiba sekali tubuh yang menjelep0k di tanah itu berputar , kemudian melesat dan tahu-tahu tanagn kanan si gendut sudah menjambak rambut anak lelaki gemuk bercawat itu dan plak-plak. Tangan kirinya menampar pipi kiri kanan si anak!
Yang ditampar sama sekali tidak kelihatan kesakitan malah mulutnya menyunggingkan seringai. Tiba-tiba beliau mengulurkan lidahnya panjang-panjang. Mencibir mengejek!
Plak!
Si gendut berambut putih tampar satu kali lagi pipi anak itu. Kali ini si b0cah tidak tinggal diam. Dengan gerakan kaku beliau sentakkan kepalanya hingga jambakan si gendut terlepas. Lalu secepat kilat anak ini susupkan kepalanya ke selangkangan 0rang. Si gendut menjerit keras sewaktu ada yang menggigit salah satu cuilan rahasia di bawah perutnya!
“Putus burungku!” jerit si gendut seraya mel0mpat mundur. Di bawah sebatan p0h0n beliau tanggalkan celana kemudian membulak-balik , menarik-narik memeriksa.
“Ah…. ” beliau menarik nafas lega. “Untung masih utuh ! Anak gila!” Si gendut memaki seraya berpaling pada anak lelaki yang ketika itu terduduk di tanah. “Dalam keadaan tert0t0k saja beliau masih bisa bergerak , memukul dan menendang. Bahkan sempat-sempatnya hendak menggigit perkututku! Aku harus mengakui b0cah sedeng ini memang luar biasa! Kalau saja beliau tidak menciptakan kesalahan besar rasa-rasanya mau saya mengambilnya jadi murid…..” Si gendut memutar tubuh , melangkah mendekati anak itu. “Santik0 b0cah sialan! Aku terpaksa menjatuhkan sanksi kini juga!”
“Ha….huk….hak….huk!” Keluar bunyi mirip 0rang gagu dari verbal anak lelaki sepuluh tahun yang hanya mengenakan cawat itu. Rupanya beliau berusaha mengetakan sesuatu. Tapi lantaran dirinya berada dalam keadaan tert0t0k maka beliau tidak bisa mengucapkan apa-apa. Si gendut bermata sipit tidak perdulikan gelagat itu , beliau kembali menjambak rambtu si anak. Yang dijambak c0ba mer0nta lepaskan diri tapi si gendut tidak mau memberi kesempatan lagi. Dengan cepat beliau berkelebat. Seperti melayang b0cah gembr0t itu ditentengnya menuju puncak gunung. Di satu tempat yang agak datar beliau berhenti dan memandang berkeliling. Kemudian dilihatnya apa yang dicarinya yaitu dua buah watu hitam mirip sepasang t0nggak menancap di tanah. Si gendut membawa b0cah itu ke arah dua t0nggak watu ini. Di antara celah dua watu kelihatan mengepul asap putih yang membersitkan hawa masb0d0h sekali. Walaupun mempunyai daya tahan luar biasa ternyata si gendut masih sempat bergumam kedinginan. Dia katupkan rahangnya kuat-kuat biar gigi-giginya tidak bergemeletakan.
DUA
Berdiri di antara dua buah watu hitam si gendut memandang tajam-tajam ke cuilan tanah di antara celah dua batu. Dia c0ba menembus lapisan asap putih masb0d0h yang terus-terusan menebar di tempat itu. Matanya berhasil melihat sebuah l0bang di tanah antara dua watu hitam. Rupanya dari sinilah sumber asap putih yang masb0d0h luar biasa itu keluar.
Si gendut cekal leher b0cah bercawat dan menyeretnya ke dekat l0bang.
“Ha….huk….ha…..huk…..huk!” Si b0cah kembali keluarkan suara.
Si gendut tertawa lebar. Dia mengusap dagunya sesaat kemudian berdiri di tepi l0bang. “Anak sableng! Sebagai 0rang sanksi kamu masih layak menyampaikan sesuatu sebelum sanksi dijatuhkan. Ucapkan apa yang hendak kamu katakan!”
Lalu si gendut ini bungkukkan badannya , mulutnya didekatkan ke salah satu cuilan leher si b0cah , lantas beliau meniup. Begitu angin tiupan menyambar leher si b0cah , jalan suaranya yang tert0t0k jadi terbuka dan si b0cah itu pribadi bisa bicara. Sungguh ini merupakan kepandaian luar biasa. Melepaskan t0t0kan hanya dengan jalan meniup! Umumnya 0rang di dunia persilatan akan mempergunakan jari-jari tangan untuk memusnahkan t0t0kan. Siapakah bahwasanya si gendut ajaib ini?
“Ay0 ha huk ha huk! T0t0kanmu sudah kulepas! Lekas bicara kalau ada yang mau kamu bilang! Kalau tidak akan segera kupendam kamu dalam l0bang inti es itu!”
Sesaat anak usia sepuluh tahun berjulukan Santik0 itu menatap berang pada si gendut bermata sipit. Kedua matanya yang besar mirip dik0bari api kemarahan. Kemudian perlahan-lahan tatapan kasar itu mengendur , wajahnya yang keringatan kelihatan mirip redup.
“Anak aneh!” membatin si gemuk. “Bagaimana bisa di udara yang begini masb0d0h , dekat l0bang inti es beliau masih saja keringatan. Padahal saya hampir mati kedinginan!”
“Pamanku t0l0l!” tiba-tiba keluar ucapan itu dari verbal si anak yang menciptakan di gendut di hadapannya jadi melengak.
“Sialan! Apa katamu?”
“Pamanku t0l0l!” mengulang si b0cah tanpa rasa takut mendengar bentakan dan melihat tampang 0rang yang murka besar. “Sebetulnya apa salah saya hingga paman hendak memendam diri saya dalam l0bang inti es itu?”
“Dasar anak tak tahu diri! G0bl0k , sableng dan gendeng! Kau masih bertanya apa salahmu! Gila! Apa masih perlu kusebutkan?!”
“Sebutkan saja paman , biar lebih jelas.”
“Baik!” jawab si gendut dengan nada berang tapi kembali dari mulutnya terdengan bunyi tertawa bergelak. “Aku akan katakn biar terang apa kesalahanmu! Hingga kalaupun kamu mati dalam l0bang inti es ini kamu tidak akan mampus penasaran! Ha…ha…ha….!”
“Sudah. Bilang cepetan. Aku b0san mendengar bunyi tawamu!” kata b0cah gemuk berjulukan Santik0.
Si gendut di hadapannya tetap saja mengumbar tawa. Tiba-tiba bunyi tawanya lenyap , berganti dengan bentakan.
“Anak setan! Kau telah melaksanakan kesalahan maha besar! Kau mencuri peralatan gamelan Kerat0n. Sultan sangat marah. Gamelan pusaka tidak bisa dimainkan lagi. Padahal perayaan Sekaten hanya tinggal beberapa ahad lagi! Nah kini kamu tahu apa kesalahanmu! Apa d0samu!”
Santik0 tampak damai saja. Lalu beliau berkata. “Ah , rupanya duduk masalah peralatan gamelan itu yang jadi biang ker0k! T0l0ng paman katakan , bahwasanya peralatan apa yang saya curi?”
“Anak iblis! Mulutmu ternyata licik! Sudah mencuri kamu masih bertanya apa yang kamu curi ! Kau memang pantas dipendam dalam l0bang inti es itu ! ” “Kalau paman tidak mau menyampaikan benda apa yang kucir ya sudah ! Pendam saja saya cepat-cepat dalam l0bang inti es itu!”
Si gendut tertawa bergelak. “Betul , memang betul! Sebaiknya kupendam saja kamu ketika ini juga! Tapi biar kuberi kesempatan lagi! Ada yang masih hendak kamu katakan?!”
“Ya….”
“Apa?!”
“Kau memang paman t0l0l!”
“B0cah sialan!” Si gendut dalam marahnya mengangkat tangan kanannya
tinggi-tinggi. Siap menggebuk kepala si b0cah , yang hendak digebuk tenang-tenang
saja malah ulurkan pengecap mencibir! Melihat hal ini si gendut turunkan tangannya dan tertawa terkekeh-kekeh. “Apa alasanmu menyampaikan saya t0l0l?” tanya si gendut. “Karena kamu tidak mau menyampaikan benda apa yang saya curi? Padahal
sebenarnya kamu sendiri tahu apa yang saya curi! Makara kamu t0l0l!” “Kalau begitu kita berdua t0l0l. Paman dan kep0nakan sama-sama t0l0l!”
menyahuti si b0cah. Plak! Satu tamparan melayang di pipi kanan Santik0 hingga anak ini terpelanting
dan tersandar ke salah satu tiang watu dekat l0bang yang mengeluarkan kepulan asap
putih. “Sakit!” tanya si gendut. “Lumayan….” jawab Santik0 seenaknya yang menciptakan 0rang yang bertanya
jadi kembali tertawa membahak.
“B0cah sialan! Biar ketika ini kukatakan padamu apa yang telah kamu curi. Kau mencuri b0nang penerus slindr0 dan b0nang penerus pel0g. Itu ialah dua peralatan tabuhan gamelan yang sangat penting. Tanpa dua benda itu gamelan pusaka Kerat0n tidak mungkin dimainkan! Nah kamu sudah dengar apa yang saya bilang! Kau mencuri dua buah b0nang!”
“Hanya dua buah kent0ngan besi itu yang saya curi. Bukankah masih banyak b0nang-b0nang yang lain? Mengapa hingga geger begitu?”
“Anak setan! Kalau tidak mengingat siapa ibumu sudah kupatahkan batang lehermu ketika ini juga!” teriak si gendut hampir berteriak kemudian tertawa bergelak. “C0ba kamu katakan , mengapa kamu mencuri dua buah b0nang itu?’
“Saya Cuma iseng saja paman….”
“Mencuri dua buah b0nang suplemen gamelan kramat kamu katakan iseng! Anak sialan! Ha…ha….ha…..! Hai! Katakan pada siapa dua buah b0nang itu kamu berikan?”
Si b0cah tidak menjawab.
“Tak kamu katakanpun saya sudah tahu!” si gendut menjawab sendiri.
“Kalau paman sudah tahu mengapa musti bertanya?”
“Aku hanya memeriksa. Betul dua buah b0nang pusaka itu kamu berikan pada janda muda dan manis berjulukan Nyi Bulan Seruni Pital0ka?!” Si b0cah tertawa gelak-gelak. “Anak setan! Kenapa kamu tertawa!” hardik si gendut.
“Paman ingat sekali nama panjang wanita itu! Hik…..hik! Pasti ada apaapanya.”
“Setan! Jangan kamu berani bicara k0t0r!”
“Rupanya apa yang Nyi Bulan Seruni benar. Banyak 0rang lelaki di dalam dan di luar Kerat0n tergila-gila padanya. Katanya , salah satu dari mereka ialah paman sendiri! Hik…..hik…..hik!”
“Kau benar-benar anak setan! Perempuan itu bukan pasanganku! Usiaku hampir delapan kali usianya!”
“Apakah itu menjadi s0al? Maklum saja lelaki sekarang. Makin renta makin menjadi. Kambing renta mana yang tidak d0yan rumput segar? Hik….hik…..hik!”
“Edan! Makara kamu samakan saya dengan kambing tua?!” teriak si gendut marah. Tapi pada simpulan ucapannya beliau tertawa gelak-gelak. “Anak setan , mangapa kamu mencuri dua b0nang pusaka itu kemudian menyerahkannya pada Nyi Bulan Seruni Pital0ka?”
“Dia meminta t0l0ng kepada saya untuk mengambilkan dua b0nang itu. Mana saya tega men0lak….”
“Diberi hadiah apa kamu 0lehnya? Pati kamu diajak tidur!”
Santik0 menyeringai. “Mauku sih begitu , tapi Nyi Bulan bilang saya masih kecil. Nanti saja sepuluh tahun lagi katanya! Hik…hik…hik…..” Anak itu tertawa gelak-gelak.
Si gendut juga ikut-ikutan tertawa.
“Sepuluh tahun lagi! Kalau kamu masih hidup! Mungkin kamu sudah keburu mampus dalam l0bang inti es itu!”
“Kalau begitu kamu bisa mewakili saya mendapatkan hadiah itu….”
Si gendut kembali tertawa mengekeh mendengar kata-kata Santik0 itu. Lalu beliau membisu dan bertanya. “Kau sudah siap untuk kupendam?!”
“Sudah semenjak tadi paman. Inilah hari sangat bersejarah….”
“Eh , bersejaah bagaimana maksudmu?!”
“Hari ini se0rang paman hendak memendam hidup-hidup kep0nakannya sendiri dalam l0bang! Rasanya belum pernah terjadi di dunia ini….Hanya gara-gara dua buah b0nang!”
“Anak sialan! Kau bisa berkata begitu! Dua b0nang itu bukan alat tetabuhan biasa. Pusaka keramat turunan penguasa Kerajaan! Atau kamu mungkin lebih suka penguasa Kerat0n sendiri yang akan menabas batang lehermu?”
“Dua buah b0nang besi yang tak lebih dari kent0ngan biasa. Apa sulitnya menciptakan dan menggantikannya dengan yang baru? Bukankah banyak andal pembuat gamelan di tanah Jawa ini?”
“Jangan b0d0h! Gamelan pusaka itu bukan buatan manusia. Tapi dibuat dan dikirmkan 0leh para tuhan dari swargal0ka.”
“Paman percaya hal itu?” tanya Santik0.
“Eh!” si gendut tergagu , sesaat jadi terdiam.
“Kalau tak bisa menciptakan yang gres , mengapa tidak mencari saja yang kini memegangnya yaitu Nyi Bulan Seruni ? ”
“Dia mana mau mencari wanita itu. Kabarnya beliau tinggal di dasar lautan dan sering tetirah di langit ke tujuh!”
“Percuma saja paamn digelari Dewa Ketawa. Bisanya Cuma ketawa. C0balah memutar 0tak sedikit.”
“Anak setan! Kau yang berbuat jahat , saya yang kamu suruh susah! Sudah! Jangan banyak bicara lagi. Sebelum kupendam saya tetap ingin tahu alasanmu yang bahwasanya mengapa kamu mau-mauan mencuri b0nang-b0nang itu kemudian menyerahkannya pada Nyi Bulan.”
“Sudah saya bilang janda manis itu minta t0l0ng. Karena merasa tidak ada susahnya , saya menyelinap masuk Kerat0n dan mengambil dua benda yang dimintanya itu.”
“Aku tidak percaya! Semudah itu kamu mau mengerjakan apa yang dimintanya….”
“Baiklah. Akan saya katakan. Dua buah b0nang itu berbentuk mirip sepasang payu dara perempuan. Nah saya anggap saja itu payu daranya Nyi Bulan. Saya kemudian mencurinya. Sebelum menyerahkan dua buah b0nang itu saya usap-usap dulu , saya ciumi. Nah apa tidak sedap? Lalu gres saya serahkan pada Nyi Bulan.”
“Anak kurang ajar!” teriak si gendut yang punya gelar Dewa Ketawa itu. Habis berteriak dan kemudian tertawa gelak-gelak. Tiba-tiba beliau mel0mpat. Sekali sergap saja beliau sudah menjambak rambut Santik0 , kemudian b0cah ini diseretnya ke arah l0bang di antara dua buah watu hitam berbentuk t0nggak. Sampai di dekat l0bang kedua tangannya menciptakan gerakan mirip memijit di seluruh tubuh Santik0. Akibat pijitan ajaib ini tubuh anak itu jadi memanjang kaku laksana sebuah bal0k kayu. Hanya leher dan kepalanya saja yang masih bisa digerakkan. Suaranyapun putus tak bisa bicara lagi. Dewa Ketawa memijit dua telapak tangan si anak. Kedua tangan itu kini tampak mengembang. Lalu dengan gerakan cepat si gendut memegang pinggang Santik0. Anak ini dibaliknya kepala dan tangan ke bawah , kaki di atas. Sebelum membenamkan tubuh Santik0 ke dalam l0bang inti es Dewa Ketawa tertawa panjang dan berkata.
“Hukumanmu tujuh tahun dibenam dalam l0bang inti es yang maha dingin. Setelah tujuh tahun t0t0kan di tubuhmu akan musnah dan kamu bisa bebas. Itu tentu saja kalau umurmu panjang! Selama ini tidak ada mahluk yang sanggup mendekam begitu usang dalam l0bang inti es! Satu tahun di dalam l0bang inti es sama dengan sepuluh tahun hidup di luaran. Kalau nanti kamu masih hidup berarti usiamu sudah delapan puluh tahun! Di dasar l0bang kamu akan menemui sejenis lumut putih. Hanya itu satu-tunya makananmu untuk bertahan hidup. Tapi ketahuilah lumut es itu mengandung racun jahat. Baru makan sedikit saja kamu sudah menemui kematian!”
“Ha…ha…ha…ha!”
Habis tertawa panjang Dewa Ketawa menjebl0skan tubuh Santik0 ke dalam l0bang inti es. Mula-mula kedua tangannya masuk ke dalam l0bang. Ketika kedua telapak tangan anak ini mencapai dasar l0bang ternyata di sebelah atas tubuhnya hanya karam hingga ke batas pinggang.
Dewa Ketawa kembali tertawa gelak-gelak. “Anak sialan! Kau membikin saya susah saja! Kau bisa damai di l0bang itu hingga malaikat maut menjemput. Tapi saya masih terus berurusan dengan Kerajaan ! Ah ! B0nang penerus slindr0 , b0nang penerus pel0g di mana saya bisa mencarimu. Nyi Bulan Seruni Pital0ka di maan kamu bersembunyi ? ”
Setelah memperhatikan sekali lagi ke arah s0s0k tubuh Santik0 yang dipendam kaki ke atas kepala le bawah itu Dewa Ketawa memandang berkeliling. Keadaan di sekitarnya masih gelap gulita serta diselimuti hawa dingin. Dia memasukkan dua jari tangan kirinya ke dalam verbal kemudian meniup. Satu suitan nyaring terdengar mirip membelah kegelapan malam. Dari arah kiri kemudian kelihatan muncul keledai kurus pendek itu. Dewa Ketawa mengusap kepala hewan ini kemudian naik ke atas punggungnya. Seperti tadi datangnya , begitu pula beliau pergi meninggalkan puncak gunung Mahameru. Se0lah duduk menunggangi keledai tetapi bahwasanya beliau hanya menumpangkan tubuh saja sementara kadua kakinya yang menjejak tanah melangkah berjalan mirip biasa.
TIGA
Santik0 merasa tubuhnya mirip bermetam0rf0sis watu , mengeras dan kaku. Darah dalam tubuhnya laksana beku dan berhenti mengalir. Kedua telapak tangannya yang menempel di dasar l0bang inti es disengat hawa masb0d0h luar biasa. Begitu dinginnya hingga lambat laun beliau merasa mirip menempel pada bara api. Keadaannya benarbenar sangat menderita. Apalagi beliau terpendam di l0bang kepala ke bawah kaki ke atas.
Meski l0bang itu agak l0nggar dan beliau bisa bernafas leluasa namun r0ngga dadanya se0lah mau pecah. Setiap beliau menghembuskan nafas yangkeluar ialah asap putih masb0d0h dan membalik menghantam wajahnya yang gembr0t. Anak lelaki berusia sepuluh tahun ini dengan segala kepandaian terbatas yang dimilikinya berusaha mengerahkan tenaga dalam guna memusnahkan t0t0kan yang menguasai tubuhnya. Namun sia-sia belaka. Yang bisa dilakukannya ialah menggerakkan leher dan sedikit kepala serta bernafas!
Ketika pagi tiba dan sinar matahari perlahan-lahan muncul menerangi bumi , puncak gunung Mahameru itu terasa hangat. Tetapi di dalam l0bang inti es hawa tetap saja masb0d0h bukan main. Dari liang hidung Santik0 mulai keluar darah. Darah ini pribadi membeku begitu mengalir ke bibir. Masih untung si anak bisa menggerakkan bibirnya hingga darah yang beku bisa dijatuhkannya ke dasar l0bang. Kalau darah beku itu hingga menutupi kedua l0bang hidungnya maka celakalah beliau lantaran akan sulit untuk bernafas.
Meski kini hari sudah siang dan matahari bersinar terang benderang namun di dalam l0bang inti es Santik0 hanya bisa melihat dasar l0bang secara samar-samar. Perutnya mulai terasa perih minta diisi. Menurut Dewa Ketawa di dasar l0bang itu terdapat sejenis lumut es. Hanya itu satu-satunya benda yang bisa dimakan. Tapi celakanya lumut itu mengandung racum mematikan!
“Nasib diriku memang sialan. Walaupun memang saya mencuri dua buah b0nang itu tapi lenih sialan lagi ada se0rang paman yang tega-teganya memendamku di l0bang keparat ini! Apa yang harus kulakukan? Mati lebih cepat rasanya lebih baik dari pada tersiksa begini! Sialan! Benar-benar sialan!”
Hawa masb0d0h terus mengalir dari sekitar l0bang dan dasar l0bang di mana kedua telapak tangan Santik0 menempel.
Hawa itu mengalir melalui kedua tangannya , terus merasuk ke sekujur tubuhnya hingga beliau mencicipi tubuhnya tidak mirip tubuh lagi melainkan se0lah telah bermetam0rf0sis watu yang keras. Dan celakanya perih dalam perut besarnya semakin menjadi-jadi. Padahal belum setengah harian beliau dipendam di tempat itu.
B0cah ini mulai berpikir-pikir. “Bukankah lebih baik beliau makan saja lumut es yang ada di dasar l0bang ? Hingga beliau segera mati keracunan ?! ”
Tapi setelah menimbang-nimbang , bagaimanapun beraninya Santik0 beliau tetap saja belum dewasa yang punya rasa takut menghadapi kematian. Selama dua hari dua malam beliau bertahan terhadap masb0d0h dan lapar. Namun memasuki hari ketiga beliau tak sanggup lagi. Apapun yang terjadi beliau sudah tidak perduli lagi akan kematian. Meskipun demikian anak bandel ajaib ber0tak cerdik ini tidak begitu saja melahap lumut es beracun yang ada di sekitar dasar l0bang. Mula-mula beliau hanya menjilatjilat saja sekedar melenyapkan dahaga dan lapar yang menggila. Ternyata meskipun hanya menjilat racun jahat lumut es itu menciptakan pengecap , gusi dan bibirnya menjadi nanah tebal , sakit laksana disengat kalajengking. Racun yang sempat terserap air liurnya menjalar ke kepala hingga b0cah sepuluh tahun ini merasa kepalanya se0lah0lah menjadi besar dan mirip diket0k dengan palu g0dam! Pemandangannyapun berkunang-kunang ditambah adanya rasa perih di kedua matanya.
Dua hari lamanya beliau mengalami sengsara mirip itu. Dari indera pendengaran dan hidungnya mengucur darah yang segera membeku. Hari berikutnya nanah di seluruh verbal mulai menciut dan rasa sakit pada kepala mulai berkurang. Dua hari setelah itu keadaanya b0leh dikatakan pulih namun untuk makan lumut es itu Santik0 tidak berani. Setelah dua hari bertahan , tasa lapar dan dahaga menciptakan beliau kembali tak berdaya. Mau tak mau lantaran hanya lumut es itu satu-satunya kuliner yang ada meskipun mengandung racun jahat Santik0 terpaksa kembali menjilati lumut es di dasar l0bang. Dia sudah siap sedia menghadapi apapun yang terjadi. Bahkan matipun beliau sudah pasrah.
Anak itu menjilat permukaan dasar l0bang bebrapa kali. Lalu berhenti. Setelah menunggu sekian usang tak ada yang terjadi. Lidahnya , gusi dan bibirnya tidak bengkak. Tak ada rasa sakit mirip disengat kalajengking. Kepalanya juga tidak berdenyut-denyut atau sakit mirip dikemplang.
“Aneh , apa yang terjadi dengan tubuhku?” membatin Santik0. “Lumut tawar itu tidak mendatangkan cidera seprti pertama kali saya menjilatnya” Santik0 c0ba berpikir terus tapi beliau tidak sanggup memecahkan rahasia apa yang terjadi.
Sebenarnya apakah yang terjadi? Lumut es di dasar l0bang inti es itu jelasjelas mengandung racun. Ketika Santik0 pertama kali menjilatnya , anak ini menjadi nanah mulutnya luar dalam. Kepalanya sakit bukan kepalang sedang kedua matanya menjadi kabur dan perih. Darah mengucur dari l0bang hidung dan liang telinganya. Namun bersamaan dengan itu racun yang menjalar dalam tubuh Santik0 yang jumlahnya tidak seberapa banyak telah menciptakan tubuhnya membentuk kekuatan penangkis kalau racun yang sama dalam kadar yang sama kembali masuk ke dalam tubuhnya. Dengan kata lain tertentu. Tanpa disadari Santik0 inilah rupanya yang terjadi.
Namun celakanya lantaran mengira lumut es itu tidak akan mencelakainya lagi maka si anak menlahapnya dengan rakus. Beberapa ketika kemudian dirasakan sekujur tubuhnya menjadi sangat panas. Bersamaan dengan itu dirasakannya seprti ada ribuan jarum yang menusuki badannya. L0bang yang tadinya l0nggar kini mendadak dirasakannya sempit. Ini satu membuktikan bahwa sekujur tubuh Santik0 telah membengkak.
Perutnya selain panas juga membelit sakit bukan kepalang.
Kepalanya seprti ditindih watu besar. Dari indera pendengaran dan hidungnya keluar darah kental. Nafasnya menyesak sementara dadanya seprti mau pecah! Dia terbatuk-betuk beberapa kali lelu muntah-muntah. Isi perutnya laksana mau terb0ngkar namun yang keluar ternyata gumpalan-gumpalan darah! Dalam keadaan mirip itu anak ini akhirnya jatuh pingsan.
Santik0 tidak tahu berapa usang beliau tidak sadarkan diri. Ketika beliau akhirnya siuman. Dirasakannya hawa masb0d0h mencucuk hingga ke tulang sungsumnya membuktikan hawa panas yang tadi menguasai dirinya telah lenyap. Perutnya tidak sakit lagi dan nafasnya juga tidak sesak. Darah tidak lagi mengucur dari hidung dan telinganya.
Untuk kesekian kalinya anak ini c0ba memutar 0tak , memikirkan apa bahwasanya yang terjadi. “Pertama kali kujilat lumut es itu mendatangkan celaka. Kedua kali kujilat tidak apa-apa. Aku mirip kebal terhadap racun itu. Ketika kulahap mirip 0rang rakus ternyata saya hampir mati dibuatnya…. Jangan-jangan….. Aku harus menc0banya lagi.”
Kalau saya masih hidup berarti dugaanku benar. Kalau saya mati saya sudah pasrah.
Begitulah , setelah menunggu selama tiga hari , begitu tak sanggup lagi menahan lapar dan dahaga beliau kembali melahap lumut es itu. Namun beliau berlaku hatihati. Lumut beracun itu dimakannya sedikit demi sedikit. Tidak melebihi jumlah yang pernah dimakannya sebelumnya. Dengan hati berdebar beliau menunggu. Tubuhnya terasa panas. Tak lebih dari itu. Tak ada hal-hal lain yang terjadi. Tak ada rasa sakit pada kepala dan perut serta dada. Juga tak ada darah yang keluar dari hidung dan telinganya.
“Aku tahu sekarang!” kata Santik0 dalam hati. “Jika kumakan lumut itu bertahap berarti saya punya kekebalan terhadap sedikit racun lumut es. Jika kutelan banyak saya akan kebal terhadap racun lumut es hingga sebanyak yang kutelan…..! Malah tubuhku akan terasa hangat , sanggup melawan dinginnya hawa di l0bang celaka ini! Lumut es beracun! Kau tak akan sanggup membunuhku. Malah kamu memberi kekuatan hebat dalam tubuhku! Aku akan sanggup bertahan dalam l0bang celaka ini hingga kapanpun! Paman Dewa Ketawa! Kau lihat saja nanti! Aku tidak akan menemui kematian dalam l0bang inti es ini! Kau bakal mendapatkan pembalasanku!”
Hari demi hari berlalu. Berganti ahad , berubah jadi bulan. Tanpa terasa tujuh tahun telah berlalu semenjak hari pertama Dewa Ketawa menjebl0skan Santik0 ke dalam l0bang inti es itu. Meskipun lumut es beracun itu selama bertahun-tahun sanggup dekendalikannya hingga tidak mendatangkan celaka , namun kesengsaraan yang dialaminya terpendam sekian usang dalam l0bang itu sulit dibayangkan.
Sekian usang beliau berusaha membebaskan diri dengan mengerahkan tenaga dalam yang dimilikinya , namun sia-sia belaka. Dia tak kunjung bisa untuk membebaskan diri dari t0t0kan Dewa Ketawa. Pada hari terakhir tahun ketujuh , mirip yang dikatakan 0leh Dewa Ketawa dulu , t0t0kan yang menguasai tubuh Santik0 ternyata musnah dengan sendirinya.
Saat itu pagi menjelang siang.
Anak yang kini telah menjadi se0rang perjaka tujuh belas tahun ini dengan susah payah mengeluarkan dirinya dari dalam l0bang. Selama tujuh tahun terpendam dan hanya makan lumut es ternyata Santik0 telah tumbuh menjadi se0rang perjaka bertubuh gemuk luar biasa. Tubuh yang gemuk inilah yang membuatnya susah keluar dari l0bang yang kini menjadi sangat sempit. Begitu beliau akhirnya keluar , Santik0 tertawa gelak-gelak lantaran dapatkan dirinya dalam keadaan tanpa pakaian sama sekali. Pakaian dalam yang menempel di tubuhnya telah semenjak usang hancur. Selain itu banyak cuilan tubuhnya yang telah mengalami perubahan. Dari pinggang ke atas hingga ke wajahnya yaitu cuilan yang selama tujuh tahun terpendam dalam l0bang inti es berwarna putih pucat. Cahaya matahari membaut wajahnya dan dadanya segera menjadi kemerah-merahan.
Dari pinggang ke bawah hingga ke kaki tubuhnya kelihatan kehitam-hitaman. Selain auratnya perubahan juga tampak pada telapak tangannya. Kedua telapak tangan Santik0 kini kelihatan putih se0lah tidak berdarah. Lalu beliau mencicipi tubuhnya yang kini gendut tak karuan itu enteng sekali. Walaupun berat badannya kini mungkin lebih dari 150 kati namun gerakannya terasa tingan.
Dia c0ba berjingkrak-jingkrak. Tubuhnya laksana melayang. Ketika dic0banya mel0mpat tahu-tahu hup! Tubuh gemuk itu melayang tinggi ke udara. Dia jadi takut sendiri. Tapi kembali beliau mel0mpat. Kali ini beliau mel0mpat dari bawah sebatang p0h0n besar. Hup! Enak saja beliau hingga di atas p0h0n dan duduk di salah satu cabang tertinggi. Mula-mula beliau agak merasa gamang. Setelah bebrapa ketika tampak beliau mulai tertawa-tawa dan g0yang-g0yangkan kaki sambil memandang ke mana-mana memperhatikan pemandangan yang indah di sekeliling puncak gunung Mahameru itu.
Puas duduk uncang-uncang kaki di atas p0h0n Santik0 mel0mpat turun.
Hal lain yang terasa ajaib baginya ialah bahwa di udara yang sangat masb0d0h di puncak Mahameru itu tebuhnya terasa hangat. Malah wajahnya selalu keringatan. Tidak sanggup tidak ini tentulah akhir racun lumut es yang kini mengendap dalam darahnya dan menjadi satu kekuatan ajaib yang sanggup melawan hawa sedingin apapun!
“Apa saya kini jadi se0rang perjaka gendut tak karuan. Tapi berdasarkan paman sialan itu kini usiaku sudah delapan puluh tahun! Gila! Aku akan cari dirinya. Akan kuhajar habis-habisan. Tapi , saya punya kepandaian app manghadapinya?”
“Dia begitu sakti!” Santik0 jadi termenung sejurus. Sambil merenung tanpa sadar beliau mengg0s0k-g0s0kkan kedua telapak tangannya yang putih itu satu sama lain. Perlahan-lahan terasa ada aliran hawa masb0d0h di antara beliau telapak tangan. Bersamaan dengan itu telapak tanagn yang tadi putih kini tampak menjadi kemerahan. Tiba-tiba ada satu sinar membersit keluar dari celah dua telapak tangan yang dig0s0k-g0s0kkan itu. Sinar ini menghampar hawa masb0d0h luar biasa dan melesat ke atas. Menyambar cabang p0h0n besar yang tadi didudukinya.
Kraak!
Santik0 gendut terperangah.
Cabang p0h0n itu berderak patah. Bagian yang patah kemudian jatuh ke tanah.
Santik0 bersurut mundur saking kagetnya. Pandangannya pulang balik pada kedua talapak tangannya dan cabang p0h0n yang jatuh ke tanah.
“Tubuhku ringan , se0lah saya mempunyai ilmu meringankan tubuh. Lalu ada angin bercahaya keluar dari kedua telapak tanganku. Sanggup memutus cabang p0h0n sebesar paha! Eh…..apakah saya ketika ini sudah jadi 0rang sakti?” Begitu Santik0 berkata-kata dalam hati saking heran dan bingungnya.
Tapi perjaka ini tidak hilang akal. Praktis saja untuk membuktikan kalau beliau memang benar-benar punya kesaktian. Dia melangkah mendekati p0h0n yang tadi cabangnya dihantamnya hingga tumbang ke tanah. Batang p0h0n ini besarnya hampir sepemelukan . Mula-mula Santik0 agak bimbang.
Namun sambil menggigit bibirnya beliau kemudian menghantam batang p0h0n itu dengan tangan kanannya.
Terjadilah hal yang mengagumkan.
Batang p0h0n besar itu hancur berkeping-keping. Lalu perlahan-lahan p0h0n besar itu tumbang dengan mengeluarkan bunyi menggemuruh!
Santik0 pandangi tangan kanannya. Waktu memukul tadi dan tangannya beradu dengan batang p0h0n yang keras beliau sama sekali tidak merasa sakit. Juga tidak mengalami cidera sedikitpun.
Santik0 berteriak keras kemudian berjingkrak-jingkrak kegirangan. Dada dan perutnya yang gembr0t berg0yang-g0yang.
Tiba-tiba Santik0 hentikan l0mpatannya. Dia sadar. Kedua tangannya ditutupkan ke cuilan bawah perut kemudian beliau memandang berkeliling.
“Ah , untung tak ada siapa-siapa. Kalau hingga ada yang melihat diriku mel0mpat-l0mpat dalam keadaan telanjang mirip ini bisa-bisa saya dianggap setan Mahameru! Ha…ha….ha!”
Puas tertawa perjaka ini mulai berpikir-pikir. “Aku tidak bisa begini terusterusan. Aku harus mencari pakaian.”
“Tapi di mana ada baju dan celana di gunung ini? Berarti saya harus turun gunung! Benar-benar gila!”
Memikir hingga di situ Santik0 berkemas-kemas tinggalkan puncak gunung. Sebelum pergi beliau memandang dulu ke arah l0bang init es yang selama tujuh tahun menjadi tempatnya terpendam penuh siksaan.
“Hemmmm….. Ada baiknya saya melaksanakan sesuatu.” Katanya dalam hati. Dia memandang pada kedua telapak tangannya yang putih kemudian men0leh ke arah batang p0h0n yang tumbang. Di mulutnya tersungging senyum. Santik0 melangkah mendekati batang p0h0n itu. “Mampukah aku….?” pikirnya sambil lagi-lagi memandang pada kedua telapak tangannya.
Dengan agak bimbang beliau berj0ngk0k di dekat batang p0h0n itu sambil mengg0s0k-g0s0k kedua telapak tanagnnya satu sama lain. Lalu dirasakannya ada hawa masb0d0h ajaib tiba dari perutnya , mengalir cepat hingga di ujung-ujung jarinya.
Perlahan-lahan Santik0 letakkan kedua tangannya di atas batang p0h0n. Dia menekan sedikit. Dadanya berdebar ketika melihat cuilan batang yang ditakannya itu jadi melesak!
“Kalau bagini berarti saya bisa melakukannya….” katanya dalam hati. Lalu di gendut ini pergunakan kedua tangannya untuk merubah batang p0h0n itu menjadi sebuah b0neka besar berbentuk se0rang lelaki yang berdiri dengan kedua kaki saling menempel dan sepasang tangan diluruskan.
B0neka kayu ini kemudian dimasukkannya ke dalam l0bang , kepala ke bawah kaki ke atas. Persis mirip yang dilakau Dewa Ketawa terhadap dirinya tujuh tahun yang lalu. Setelah puas memperhatikan b0neka kayu itu sambil tertawa-tawa akhirnya perjaka gendut ini tinggalkan puncak Mahameru.
Hanya beberapa ketika saja setelah Santik0 meninggalkan tampat itu tiba-tiba terdengar bunyi tawa bergelak di sebelah timur puncak gunung. Menyusul bunyi 0rang bernyanyi.
Tujuh tahun dipendam.
Tujuh tahun menjalani hukuman.
Hari ini hari pembebasan.
Hari ini akan kulihat lagi sang insan.
Entah nasih hidup entah sudah berpulang.
Suara nyanyian berakhir. Kembali terndenga bunyi tawa.
Tak usang kemudian muncullah se0rang lelaki bertubuh gemuk besar bermata sipit. Rambutnya yang putih digulung di atas kepala. Dai muncul menunggang seek0r keledai kecil kurus. Langkah hewan dan penunggangnya cepat sekali.
Dalam waktu singkat beliau hingga di depan l0bang inti es yang diapit 0leh dua buah t0nggak watu hitam.
Mendadak si gendut yang bukan lain Dewa Ketawa ini hentikan tawanya. Kedua matanya yang sipit menatap tak berkesip ke arah l0bang inti es. Yang dilihatnya bukan s0s0k tubuh insan yang terpendam dalam l0bang itu tetapi……tak sanggup dipastikannya.
Dewa Ketawa turun dari keledainya. Melangkah menghampiri benda yang terpendam itu Memperhatikannya dari atas hingga ke cuilan yang terpendam. Lalu diulurkannya tangan kanannya meraba-raba. Paras Dewa Ketawa berubah.
“Kayu…..”desisnya. “Gusti Allah!” Si gendut mengucap. “Apakah sanksi ini telah merubah tubuhnya menjadi kayu begini rupa?!” Untuk beberapa lamanya Dewa Ketawa tertegun tak bergerak tak berkesip. Lalu , sekali kedua tangannya bergerak , kayu yang mirip tubuh insan itu ditariknya keluar dari l0bang inti es.
“Gila! Benar-benar kayu!” kata Dewa Ketawa lagi dengan bunyi bergetar. Namun kemudian ada sesuatu yang menciptakan beliau perlahan-lahan memalingkan kepala ke kiri. Pandangannya membentur p0h0n kayu yang tumbang. Lalu meledaklah tawa insan gemuk ini.
“Dia masih hidup! Dia c0ba menipuku dengan menciptakan b0neka kayu ini! Anak setan! Ha….ha…..ha…..ha!” Meski meng0mel panjang pendek namun Dewa Ketawa pada akhirnya kembali mengumandangkan gelak tawanya di puncak gunung Mahameru itu. Puas mengumbar tawa akhirnya beliau tinggalkan pula tempat itu.
EMPAT
Sebetulnya Angling Kamesw0r0 tidak suka melewati hutan Randuabang. Selain banyak dihuni hewan buas di situ juga sering mendekam persekutuan ramp0k ganas yang tidak segan-segan membunh mangsanya hanya untuk sekeping uang. Selain itu bersama r0mb0ngannya yang terdiri dari selusin perajurit pengawal beliau membawa serta salah s0erang puteri patih Kerajaan yang gres saja ikut berburu di daerah timur Pagarej0 yang dikenal sebagai daerah banyaknya menjangan.
Namun wakil patih kerajaan ini tidak punya pilihan lain. Dia harus segera berada di K0taraja. Lewat hutan Randuabang beliau bisa mempersingkat perjalanan. Angling Kamesw0r0 sebelumnya ialah salah se0rang perwira muda di jajaran balatentara pasukan Kerajaan.
Usianya yang belum mencapai tiga puluh , penampilan dan perawakannya yang tinggi kukuh serta ber0t0t ditambah 0tak cerdas dan pengetahuan luas dalam bidang ketentaraan termasuk ilmu silat tinggi yang dimilikinya telah menciptakan patih Kerajaan yang sudah lanjut usia itu pernah memberikan tawaran pada Sultan. Jika beliau kelak mengundurkan diri maka Angling Kamesw0r0lah yang diingininya sebgai penggantinya. Sebgai insan biasa tentu saja Angling Kamesw0r0 mempunyai satudua kekurangan. Salah satu kekurangan itu ialah sifatnya yang s0mb0ng dan tinggi hati. Sifat buruk itu semakin men0nj0l semenjak akhir-akhir ini. Mungkin sekali hal itu timbul lantaran mengetahui kegagahan dan kehebatan ilmunya ditambah jabatannya yang cukup tinggi dengan peluang akan menjadi patih kerajaan dalam waktu beberapa tahun dimuka.
Pagi itu r0mb0ngan mulai menembus hutan Randuabang dan sebelum s0re berharap mereka sudah keluar dari situ. Kalau saja Sekar Mindi , puteri patih kerajaan itu tidak mempergunakan kereta sebagai kendaraanya tetapi menunggang kuda biasa , mungkin r0mb0ngan bisa bergerak lebih cepat.
Setelah ikut berburu selama tiga hari , sang dara merasa sangat letih dan lebih suka naik kereta. Kalau Sekar Mindi adiknya sendiri pasti Angling Kamesw0r0 telah memaksanya biar menunggang kuda saja. Naumn terhadap puteri atasannya beliau tentu saja tidak bisa memaksa. Apalagi secara rahasia bahwasanya perjaka ini telah jatuh hati terhadap Sekar Mindi. Dan ada tanda bahwa gadis itupun suka padanya.
Tak usang memasuki hutan Randuabang r0mb0ngan hingga di dekat sebuah telaga yang dikelilingi 0leh p0h0n-p0h0n besar dan tinggi rimbun serta bunga-bunga hutan hingga tempat itu selain sejuk juga indah pemandangannya. Sekalipun keadaan di situ sangat menarik biasanya tidak ada 0rang yang mau berhenti atau beristirahat. Namun tidak demikian halnya dengan Sekar Mindi. Gadis yang gres sekali ini melihat telaga itu begitu tertarik hingga beliau berseru pada sais kereta biar berhenti.
Melihat kereta berhenti Angling Kamesw0r0 segera mendekati. “Ada apa kamu menghentikan kereta?” tanya perjaka itu. “Saya yang menyuruh ,” yang menjawab Sekar Mindi kemudian membuka pintu
kereta. Angling Kamesw0r0 cepat menahan pintu dan bertanya. “Sekar….Kau hendak kemanakah?’ “Pemandangan di telaga dan sekitarnya sangat indah. Saya ingin turun dan
melihat-lihat barang sebentar.” “Jangan lakukan hal itu Sekar. Kawasan hutan Randuabang ini sangat berbahaya. Banyak hewan buas dan 0rang jahat.”
“Berada bersamamu apa saya perlu menakutkan semua itu , Angling?” tanya sang dara sambil tersenyum yang menciptakan si perjaka jadi leleh hatinya dan tak bisa melarang berbuat apa-apa ketika Sekar Mindi mend0r0ng pintu kereta lebar-lebar kemudian turun. Dia berdiri di tepi telaga , menarik nafas dalam menghirup udara segar. “Indah sekali pemandangan di sini. Udaranya segar.” Si gadis berpaling pada Angling Kamesw0r0. “Kau tidak merasa lapar?’ tanyanya.
Walaupun memang sepagi itu beliau belum makan apa-apa dan perutnya sudah minta diisi namun Angling Kamesw0r0 menggeleng.
“Saya justru lapar ,” kata Sekar Mindi. “Di kant0ng perbekalan dalam kereta masih banyak dendeng kering. Bagaimana kalau kita bakar dan makan sambil menikmati keindahan telaga ini?”
“Saya kira…..”
Sekar Mindi memgang lengan Angling Kamesw0r0. “Saya rasa mungkin hanya sekali ini seumur hidup saya berkesempatan berada di tempat ini. Apakah kamu tega men0lak?”
Pemuda itu menghela nafas dalam. Dia memandang berkeliling kemudian memberi isyarat pada para pengawal dan kusir kereta. Dari dalam kereta segera diturunkan kant0ng perbekalan. Beberapa 0rang pengawal mencari kayu api untuk memanggang dendeng kering sedang Sekar Mindi duduk di atas sebuah watu besar di tepi telaga. Sambil menikmati keindahan telaga dan alam sekitarnya gadis ini mempermainmainkan kakinya dalam air telaga.
Bau harumnya dendeng yang dibakar menebar di seanter0 telaga bahkan jauh ke dalam hutan Randuabang.
“Dendengnya sudah matang Sekar. Ingin saya bawakan beberapa p0t0ngan besar?”
“Kalau kamu tidak keberatan Angling ,” jawab Sekar Mindi tanpa men0leh dan terus mempermainkan kedua kakinya dalam air telaga. Angling Kamesw0r0 memutar tubuh melangkah ke tempat pemanggangan dendeng.
Tiba-tiba terdengar jeritan Sekar Mindi. Ada sesuatu seprti tangan insan menyentuh jari dan telapak kakinya. Bersamaan dengan itu satu benda besar tersembul keluar dari dalam telaga. Air telaga muncrat kemana-mana.
Semua 0rang yang ada di tempat itu tentu saja jadi terkejut besar. Angling Kamesw0r0 mel0mpat ke tempat Sekar Mindi duduk.
“Ada apa Sekar….?” tanya perjaka itu. Namun beliau tak memerlukan jawaban. Dari dalam telaga ketika itu muncul keluar satu s0s0k tubuh insan yang luar biasa gemuknya dan berpakaian aneh.
“Dedemit telaga!” salah se0rang perajurit berteriak. Dia dan kawan-kawannya yang tadi ikut mel0mpat ke tempat Sekar Mindi berada jadi mundur ketakutan.
Angling Kamesw0r0 merangkul Sekar Mindi dan membawa gadis ini ke tempat k0ndusif kemudian dengan cepat membalikkan tubuh , mel0mpat kembali ke tepi telaga. Saat itu s0s0k yang tadi melesat keluar dari dalam telaga tegak berdiri di dekat watu dalam keadaan berair kuyup. Walaupun s0s0k insan bertubuh gemuk luar biasa namun sesaat Angling Kamesw0r0 tambah meragu dan aujkan pertanyaan dengan membentak.
“Siapa kau? Setan atau dedemit?”
Yang dibentak tampak terl0njak kaget tapi sesaat kemudian beliau sunggingkan senyum. Mukanya yang gembr0t tampak kemerahan. Dia mengenakan baju yang kesempitan dan anehnya kancingnya terletak di punggung bukan di sebelah depan. Celananya juga tampak kekecilan. Di cuilan pinggang tarbuka tak terkancing hingga perutnya yang gembr0t kelihatan membuntal keluar. Lalu di kepalanya beliau mengenakan sebuah peci hitam yang kupluk dan berair kuyup.
“Uh….panasnya hari ini!” kata si gendut pula hirau tak hirau mirip tidak mendengar bentakan 0rang dan se0lah tidak melihat Angling Kamesw0r0 serta yang lain-lainnya di tempat itu.
Ucapan si gendut itu tentu saja menciptakan semua 0rang yang ada di situ terheran-heran. Jelas beliau barus keluar dari dalam telaga yang airnya masb0d0h dan ketika itu udara pagi masih terbungkus dinginnya sisa hawa malam hari. Adalah ajaib kalau si gendut yang berair kuyup ini berkata panasnya hari ini!
Sambil terus tersenyum beliau memandang berkeliling. Dari dalam saku bajunya beliau mengeluarkan sebuah benda. Ketika dikembangkannya ternyata benda itu ialah sebuah kipas kertas yang berada dalam keadaan berair tapi sama sekali tidak luruh atau r0bek. Duduk enak-enakan di atas watu kemudian beliau berkipas-kipas sambil tiada hentinya berkata “Huh…..panasnya hari ini. Gila panas betul! Aku hingga keringatan!”
Merasa mirip tidak diacuhkan dan dianggap sepi Angling Kamese0r0 menjadi marah.
“Makhluk edan! Siapapun kamu adanya apa kamu kura saya tidak berani dan tidak tega menggasakmu hingga lumat?!”
“Angling…. Hati-hati. Jangan-jangan beliau mahluk halus rimba belantara yang memperlihatkan diri….” Sekar Mindi berkata dari kejauhan.
Mendengar ucapan Sekar Mindi itu si gendut berhenti berkipas. Dia memandang ke arah sang gadis sesaat kemudian tertawa gelak-gelak. “Aku dibilang mahluk halus. Apa buta dan tidak melihat tubuhku sekasar ini ?! ” Lalu si gendut itu kembali tertawa-tawa dan berkipas-kipas.
Melihat perilaku dan tutur kata si gendut tak dikenal itu marahlah Angling Kamese0r0. Dia bergerak lebih dekat. Tangan kanannya dihantamkan tepat-tepat ke muka si gendut. Pukulan yang dilepaskannya bukanlah sembarang pukulan. Kalau sempat mendarat di hidung pasti akan melesak hancur. Kalau menghantam bibir pasti mulutnya akan pecah. Kalau hingga menghajar mata tak sanggup tidak akan pecah buta !
Sesaat lagi j0t0san keras itu akan mengenai sasarannya tiba-tiba dengan geraka hirau tak hirau si gendut angkat kipasnya. Serangkum angin masb0d0h menyambar dan Angling Kamesw0r0 merasa mirip melabrak tamb0k tak kelihatan. Tangannya yang menj0t0s tertahan. Bagaimanapun beliau mengerahkan tenaga luar dan dalam tetap saja tak bisa meneruskan pukulannya , padahal muka lawan yang jadi sasarannya hanya setengah jengkal di depan tinjunya !
Sadarlah perjaka itu kalau beliau berhadapan dengan 0rang berkepandaian tinggi. Untung saja tak ada se0rang lainpun di situ yang mengetahui apa yang bahwasanya terjadi. Meski sadar kalau yang dihadapinya bukan insan sembarangan , namun lantaran sifatnya yang c0ngkak s0mb0ng , Angling Kamesw0r0 tetap saja tidak mau bersikap merendah. Dia kembali membentak.
“Setan atau dedemit , insan atau jin ! Kalau kamu punya sedikit ilmu jangan berani jual lagak di hadapanku! Sebelum kujatuhkan tangan keras katakan siapa dirimu! Mengapa berani mengganggu kami yang sedang beristirahat di tempat ini! Malah kamu berlaku kurang ajar! Memegang kaki puteri patih kerajaan , membuatnya terkejut dan ketakutan!”
Mendengar ucapan panjang lebar itu si gendut tampak terkejut. Dia hentikan berkipas-kipas. Lalu berdiri dan berpaling pada Sekar Mindi. Dia membungkuk dalam-dalam dan berkata
“Cucuku yang manis jelita harap maafkan kakekmu ini kalau saya sudah membuatmu kaget dan ketakutan. Kakek tidak tahu kalau kamu ialah puteri sinuhun kanjeng patih kerajaan. Tapi terus teran kakek tidak ada niat jahat terhadapmu atau mengganggu istirahat kalian. Terus terang saja tadi kakek sedang enak-enakan bermain di dasat telaga. Kulihat ada benda putih-putih bergerak di permukaan telaga. Kukira ikan , tak tahunya kakimu. Maafkan kalau kakek sudah bertindak kurang didik berani memegang kakimu yang bagus. Itu kakek lakukan lantaran keb0d0hanku dan tidak tahu. Harap maafkan renta bangka t0l0l ini!”
Tentu saja ucapan si gendut berk0piah kupluk itu menciptakan semua 0rang jadi kaget. Dia menyebut dirinya kakek dan memanggil Sekar Mindi sebagai cucu!
“Gendut keparat!” hardik Angling Kamesew0r0. “Jangan kamu berani berlaku kurang didik dan main-main!”
“Ah….. ” si gendut menghela nafas panjang. “Kalau saya kurang didik bukankah sudah minta maaf. Kalau saya dituduh berani main-main , itu sama sekali tidak benar. Masakan saya setua bangka ini mau bergurau yang bukan-bukan dengan cucuku , puteri patih kerajaan pula ! ”
“Gendut sialan ! Kau menyebut dirimu kakek dan menyebut gadis itu cucumu ! Umurmu pasti lebih muda dari gadis itu ! Apa itu namanya bukan mempermainkan secara kurang didik ?! ” hardik Angling Kamesw0r0 dengan bunyi bergetar lantaran sudah tak sanggup menahan marah.
Si gendut tertawa gelak-gelak hingga wajahnya yang keringatan menjadi merah. Dia kemudian menjawab.
“Umur puteri patih kerajaan itu paling tinggi dua puluh dua tahu. Cucuku , kamu tahu berapa usiaku ?! ”
“Setan gemuk ! Kau jawablah sendiri ! ” teriak Angling Kamesw0r0.
“Baik ! Akan kujawab ! ” sahut si gendut pula. “Kalau kamu mau tahu , usiaku sudah delapan puluh ! Kau dengar ?! ”
Kedua mata Angling Kamesw0r0 mel0t0t. Yang lain-lain juga terkeisap kaget mendengar ucapan si gendut itu. Jelas kalau beliau tidak main-main maka beliau ialah se0rang gila yang kesasar. Melihat kepada wajahnya paling tidak usianya hanya dua puluh tahun , mungkin kurang. Bagaimana beliau enak saja berkata bahwa beliau berusia delapan puluh tahun ?!
Angling Kamesw0r0 kalau menurutkan hawa amarahnya mau beliau segera menghantam si gendut berpeci kupluk itu habis-habisan. Namun sebagai 0rang berkepandaian beliau masih bisa berpikir. Tadi waktu beliau melancarkan j0t0san si gendut ini mengangkat kipasnya secara hirau tak acuh. Tapi dari benda itu membersit hawa masb0d0h yang sanggup menahan gerakannya. Lalu tadi beliau berkata sedang main-main di dalam telaga. Saat beliau dan r0mb0ngan berhenti di telaga hingga ketika si gendut muncul di permukaan telaga cukup lama. Manusia mana yang bisa mendekam dalam air selama itu?
“Gendut mengaku kakek berusia delapan puluh tahun. Sebenarnya siapa sirimu. Siapa namamu?” tanya Angling Kamesw0r0.
“Ah , cucuku , ternyata kamu bisa berbasa bau , bisa bicara baik-baik dan s0pan. Baik saya jawab pertanyaanmu ,” kata si gendut pula. “Namaku nama kampung. Santik0. Ada juga yang menyebutku dengan gelaran muluk. Bujang Gila Tapak Sakti.”
“Dari mana kamu berasal dan apa kerjamu di dalam telaga itu?!” tanya Angling Kamesw0r0.
“Asalku dari kampung sekitar sini. Aku berada di dalam telaga lantaran kepanasan. C0ba mencari kesejukan. Tidakkah kamu dan yang lain-lain merasa betapa panasnya hari ini?” Lalu si gendut mengipas-ngipaskan kipas kertasnya.
Sesaat Angling Kamesw0r0 memperhatikan kedua tangan si gendut. Jelas terlihat kedua telapak tangannya berwarna putih pucat. Diam-diam perjaka ini jadi merasa tidak enak.
“Gendut , dengar ucapanku. Aku tidak senang kamu berada di sini. Lekas angkat kaki dan pergi…..”
“Ah , nasibku malang. Dihina dan diusir 0rang. Tapi 0ke saya akan pergi. Apa susahnya angkat pantat dari watu dan angkat kaki pergi? Tapi tunggu….” Si gendut yang berjulukan Santik0 dan bergelar Bujang Gila Tapak Sakti itu mend0ngakkan kepalanya. Hidungnya kembang kempis menghirup-hirup. “Aku mencium harumnya anyir daging panggang. Tapi sudah hampir hangus. Mengapa tidak cepat-cepat disantap?!”
Astaga!
Semua 0rang gres sadar kalau dendeng yang mereka panggang hampir hangus. Semua segera menghampiri tempat pemanggangan kecuali Angling Kamesw0r0. Sekar Mindi membagi-begikan p0t0ngan dendeng panggang pada 0rang-0rang yang ada di tempat itu. Ketika beliau menghampiri Angling , perjaka ini memberi isyarat biar si gadis tidak melangkah lebih dekat. Angling berpaling pada Bujang Gila Tapak Sakti.
“Kau sudah mendengar kata-kataku tadi. Kenapa tidak lekas angkat kaki dari sini?’
“Begitu? Baik saya segera pergi.” Menjawab si gendut. Dia berpaling pada Sekar Mindi. “Cucuku , sudah tujuh puluh tahun saya tak pernah menikmati daging. Apalagi dendeng panggang mirip itu. Apakah saya b0leh minta barang sep0t0ng kecil?”
Sekar Mindi tampak ragu-ragu. Namun sesaat kemudian gadis ini melangkah juga ke arah Bujang Gila Tapak Sakti sambil membawa p0t0ngan dendeng bakar yang tadi hendak diberikannya pada Angling Kamesw0r0.
Setengah jalan Angling mencegatnya. Dendeng panggang yang ada di tangan si gadis dirampasnya kemudian dibantingkannya ke tanah. Tak cukup hingga di situ. Daging yang jatuh di tanah itu kemudian diinjak-injaknya dengan kakinya yang menggunakan kasut dari kulit hingga hancur dan k0t0r.
“Kau lapar gendut?! Makanlah!” katanya kemudian Angling Kamesw0r0 tertawa gelak-gelak. Dua belas perajurit lainnya ikut-ikutan tertawa. Hanya kusir kereta yang sudah lanjut usia dan Sekar Mindi yang tidak tertawa , senyumpun tidak.
Si gendut tenang-tenang saja malah menyeringai. Dia membungkuk mengambil dendeng panggang yang sudah hancur dan k0t0r bergelimang tanah itu dengan tangan kanannya. Lalu sambil membejak-bejak daging itu dalam genggaman telapak tangannya beliau berkata “Sayang , dagingnya seenak ini dibuang begitu saja , diinjak , dik0t0ri dengan tanah. Padahal banyak 0rang miskin yang kelaparan sekitar sini. Termasuk aku…..”
Tangan yang membejak-bejak dendeng panggang itu perlahan-lahan dibuka. Semua 0rang terkejut ketika menyaksikan bagaimana dendeng bakar yang tadi sudah hancur dan k0t0r diinjak-injak kini bermetam0rf0sis sep0t0ng besar daging panggang segar yang mengepulkan asap dan menebar anyir harum bukan main.
“Cucuku ,” kata si Bujang Gila Tapak Sakti sambil memandang pada Sekar Mindi. “Terima kasih atas pemberianmu ini. Kakek tidak akan melupakan kebaikan hatimu….” Habis berkata begitu si gendut berk0piah kupluk itu melahap daging panggang itu sambil tangan kiri mengipas-ngipaskan kipas kertasnya. Di satu tempat beliau berpaling lagi pada Sekar Mindi dan menjura dalam-dalam. Lalu hup! Sekali beliau menggenj0t kedua kakinya tubuhnya yang seprti buntalan raksasa itu melayang ke atas. Sesaat kemudian kelihatanlah si gendut itu duduk berjuntai g0yang-g0yang kaki di atas cabang sebuah p0h0n. Cabang ini tak seberapa besarnya. Dibandingkan dengan tubuh si gendut yang berat seharusnya cabang itu akan menekuk ke bawah behkan bisa patah. Tapi nyatanya cabang p0h0n tersebut hanya melentur berg0yangg0yang mengikuti gerakan atau uncangan kaki si gendut!
Selusin perajurit dan Sekar Mindi terkagum-kagum melihat apa yang terjadi. Sebaliknya Angling Kamesw0r0 tampak merah mukanya. Apa yang dilakukan Bujang Gila Tapak Sakti seperti mempermainkan dan mengejek dirinya. Dia hendak meneriakkan sesuatu tetapi tak jadi lantaran dengan tiba-tiba kusir renta menghampirinya dan berkata. “Raden , kalau saya tidak salah insan gendut berjulukan Santik0 bergelar Bujang Gila Tapak Sakti ini tujuh tahun dulu ialah b0cah yang mencuri dua buah b0nang perangkat gamelan kerat0n.”
Tentu saja keterangan itu menciptakan Angling Kamesw0r0 jadi terkejut. Tujuh tahun kemudian beliau belum masuk ke dalam jajaran pasukan Kerajaan. Namun beberapa waktu setelah bergabung dengan alat kerajaan beliau pernah mendengar perihal dicurinya dua buah b0nang itu.
“Kenapa tidak kamu katakan dari tadi?!” ujar Angling Kamesw0r0 pula dengan
suara keras yang ditekan. “Maafkan saya. Ingatan saya berjalan lamban….” “Kalau begitu beliau harus segera kita tangkap!” kata Angling Kamesw0r0 pula
seraya memandang ke arah cabang p0h0n dimana si gendut duduk masih enak-enakan menyantap daging panggang sambil uncang-uncang kaki dan berkipas-kipas. “Bujang Gila Tapak Sakti! Lekas turun dari p0h0n! Aku mau bicara denganmu!” berteriak Angling Kamesw0r0.
Baru saja beliau berteriak begiut dan belum sempat si gendut memperlihatkan jawaban tiba-tiba ada derap kaki kuda sekitar telaga. Tahu-tahu lima penunggang kuda bertampang sangar beringas dan kasar muncul di tempat itu. Kelimanya menebar demikian rupa dalam perilaku mengurung r0mb0ngan. Masing-masing duduk di atas kuda sambil menekankan tangan ke gagang g0l0k besar yang tersisip di pinggang.
LIMA
Angling Kamesw0r0 segera maklum siapa adanya kelima 0rang itu. Tak sanggup tidak pastilah ger0mb0lan peramp0k jahat hutan Randuabang.
“Salan!” maki Angling Kamesw0r0 dalam hati. “Urusan dengan si gendut gila itu belum selesai. Kini tiba lagi penyakit baru!”
“Kalian siapa dan mau apa?!” tiba-tiba Angling Kamesw0r0 bertanya dengan bunyi keras hingga lima penunggang kuda tersentak. Lalu berbarengan kelimanya tertawa gelak-gelak.
“Anak muda. Caramu bertanya galak amat!” salah se0rang dari lima penunggang kuda membuka mulut. Barisan gigi-giginya kelihatan besar-besar dan berwarna hitam.
“Jika kamu dan kawan-kawanmu tiba membawa maksud jahat , jangan berani lakukan disini. Kepala kalian akan kubuat menggelinding di tanah!”
Lima penunggang kuda kembali tertawa bergelak. Yang tadi bicara membuka mulut.
“Aku War0k Wesi Randuabang , penguasa rimba belantara ini.Empat 0rang ini ialah sahabat-sahabat dan anak buahku. Bertemu gres satu kali , bagaimana kamu bisa menuduh kami tiba membawa maksud jahat , anak muda?!”
“Sudah! Aku tak ada waktu panjang lebar dengan kalian! Harap tinggalkan tempat ini. Kamipun segera akan berlalu dari sini!” Habis berkata begitu wakil patih kerajaan ini memberi isyarat pada semua angg0ta r0mb0ngan. Lalu beliau melangkah mendekati Sekar Mindi dan dengan cepat membimbing gadis itu masuk ke dalam kereta.
“Tunggu dulu!” seru War0k Wesi Randuabang.
Angling Kamesw0r0 menutupkan pintu kereta. Pada Sekar Mindi beliau berkata. “Apapun yang terjadi jangan keluar dari dalam kereta!” kemudian beliau berpaling pada lima penunggang kuda.
“Kami tiba lantaran mencium anyir dendeng panggang yang harum itu. Karena lapar dan ada rejeki terang kami mau minta bagian! Apakah kalian mau memberi atau terlalu pelit tak mau berbagi-bagi?”
“Wesi Randuabang ,” penunggang kuda di samping sang war0k berkata “Yang kita temui di tempat ini ternyata bukan cuma dendeng panggang yang yummy tapi ada se0rang gadis cantik. Hanya sayang si jelita itu buru-buru disembunyikan ke dalam kereta!”
Lima 0rang berwajah kasar itu kembali tertawa bergelak.
Angling Kamesw0r0 yang merasa semakin tidak enak cepat berkata.
“KAu dan kawan-kawanmu mau dendeng panggang silahkan saja ambil. Tapi ingat , jangan ganggu r0mb0ngan ini!”
“Anak muda , hatimu ternyata sangat baik. Bersedia memperlihatkan dendeng panggang yang enak itu. Tapi kenapa buru-buru mau pergi?” War0k Wesi Randuabang.
Angling Kamesw0r0 tidak menjawab. Dia mel0mpat ke atas kudanya dan memberi isyarat pada kusir kereta serta dua belas perajurit untuk segera bergerak meninggalkana tempat itu.
War0k Wesi Randuabang cepat menggerakkan kudanya. Empat kawannya mengikuti. Kelimanya kini berada di depan r0mb0ngan dan jelas-jelas menghadang.
“Anak muda , kalau saya bilang jangan buru-buru pergi kamu harus patuh!” membentak War0k Wesi Randuabang. “Apa kamu tidak tahu berhadapan dengan siapa?!”
“Kau yang buta tidak tahu berhadapan dengan siapa!” balas membentak Angling Kamesw0r0.
“Aku tidak buta anak muda! Kau mengenakan pakaian perwira dan ada dua belas 0rang berseragam perajurit. Jelas kalian ialah sekel0mp0k pasukan kerajaan.” War0k Wesi Randuabang berpaling pada teman-temannya. Lalu bertanya “KAwankawan , apakah ada bedanya bagi kita kalau mereka ialah cecunguk-cecunguk kerajaan atau bukan?”
“Tentu saja tidak!” menyahuti salah se0rang anak buah War0k Wesi Randuabang.
“Sekalipun mereka sr0mb0ngan setan atau jin pelayangan tentu saja tak ada artinya bagi kita!” menyahuti anak buah yang lain.
War0k Wesi Randuabang menyeringai. “Anak muda , kamu dengar apa yang dikatakan teman-temanku.”
“Kalian membuatku jijik dan lama-lama saya bisa jengkel! Lekas menyingkir. Jangan menghalangi jalan!” hardik Angling Kamesw0r0.
“Lagakmu memuakkan!” tukas War0k Wesi Randuabang , Kepala ramp0k hutan Randuabang ini menarik tali kekang mudanya , hendak bergerak ke arah Angling Kamesw0r0. Tapi salah se0rang anak buahnya cepat mendahului seraya berkata.
“Gembel kerajaan ini biarkan saya yang membereskan!”
Anak buah War0k Wesi Randuabang yang satu ini segera menggebrak kudanya. Bersamaan dengan itu beliau mencabut g0l0knya. Senjata ini membabat begitu beliau hingga di hadapan Angling Kamesw0r0.
Perwira muda kerajaan ini cepat merunduk. Kelihatannya beliau mirip hendak menysupkan satu j0t0san ke dada lawan.
Melihat gelagat ini anak buah War0k Wesi putar pergelangan tangannya. Senjatanya kini menderu ke bawah. Siap untuk membabat putus tangan Angling Kamesw0r0. Semua 0rang di pihak r0mb0ngan kerajaan yang menyaksikan itu menjadi terpaku tegang. Sekar Mindi pejamkan mata dan tekap mulutnya kuat-kuat biar tidak mengeluarkan bunyi jeritan. Kalau perjaka pelindungnya itu hingga celaka dan tewas di tangan kawanan ramp0k hutan berarti dirinya sendiri tak bisa diselamatkan dan akan jatuh ke tangan ger0mb0lan ramp0k War0k Wesi Randuabang. Tubuh gadis ini jadi menggigil dan wajahnya pucat tak berdarah menghadapi kenyataan ini.
Tetapi apa yang terjadi kemudian justru mengejutkan War0k Wesi dan kawankawannya. Di kala mereka sudah memperkirakan lengan perwira muda itu akan dibabat putus tiba-tiba tubuh Angling Kamesw0r0 merunduk hampir sama datar dengan punggung kuda. Bersamaan dengan itu kaki kirinya melesat ke depan.
Bukkk!
Ujung kaki Angling Kamesw0r0 menghantam lambung anak buah War0k Wesi hingga mengeluarkan bunyi bergedebukan sedang dari mulutnya meledak bunyi jeritan keras. Tubuhnya terpental dari punggung kuda kemudian jatuh punggung terkapar di tanah , g0l0knya terlepas mencelat ke udara yang dengan cepat segera disambar 0leh sang perwira muda.
Selagi War0k Wesi dan tiga 0rang anak buahnya terkesiap melihat kejadian itu dari atas p0h0n terdengar bunyi tertawa bergelak. Jika kita layangkan pandang ke arah p0h0n itu ternyata di cabang p0h0n kini bukan hanya Santik0 alias Bujang Gila Tapak Sakti saja yang kelihatan duduk di sana melainkan di sebelahnya kini tampak ikut duduk se0rang perjaka berambut g0ndr0ng mengenakan pakaian putih-putih.
“Dut , bagi lagi saya daging panggangnya ,” kata si g0ndr0ng.
“Ah , dagingku tinggal sedikit. Tapi baiklah. Kuberikan secuil lagi!” Lalu Bujang Gila Tapak Sakti memberika sep0t0ng kecil lagi daging panggangnya pada perjaka di sampingnya. Keduanya mengunyah daging itu sambil tertawa-tawa.
“Aku sudha usang mencarimu , syukur-syukur kini bisa ketemu!” kata si g0ndr0ng.
“Aku merasa tidak perlu mencarimu. Karena saya yakin kamu pasti mencariku! Buktinya kini kita ketemu! Ha…ha…ha….!” Bujang Gila Tapak Sakti mengipasngipaskan kipas kertasnya ke wajahnya yang keringatan. Saat itulah tendangan Angling Kamesw0r0 mendarat di lambung anak buah War0k Wesi hingga ramp0k satu ini jatuh ke tanah. Tak berkutik lagi lantaran tulang punggungnya patah. Bujang Gila Tapak Sakti dan si g0ndr0ng tertawa gelak-gelak melihat kejadian itu. War0k Wesi Randuabang melirik ke arah cabang p0h0n. Dia tidak mengenali siapa adanya si gendut berk0piah kupluk dan berbaju yang kancingnya terbalik itu. Namun beliau segera mengenali perjaka satunya yang berambut g0ndr0ng.
“Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 Wir0 Sableng…..” membatin War0k Wesi. Hatinya mendadak santak jadi tidak enak. Dia memberi isyarat pada tiga 0rang anak buahnya. “Kalian lekas ker0y0k perwira muda itu. Aku akan melaksanakan sesuatu.” Habis berkata begitu War0k Wesi menggebrak kudanya ke kanan se0lah0lah beliau hendak meninggalkan tempat itu. Namun di satu tempat beliau membel0k lagi dan memacu kudanya ke arah kereta.
“Lindungi kereta!” teriak Angling Kamesw0r0.
Sua belas perajurit segera bergerak mengamankan kereta dimana puteri patih kerajaan berada.
Angling Kamesw0r0 sendiri segera menyambut serangan tiga 0rang anak buah War0k Wesi. Ketiganya menyerang dengan g0l0k di tangan.
“Kalian mencari mampus!” hardik perwira muda itu.
G0l0k di tangannya berputar aneh. Tiga 0rang anak buah War0k Wesi merupakan penjahat-penjahat yang mempunyai kepandaian memainkan g0l0k tingkat tinggi. Selama bertahun-tahun malang melintang dalam rimba Randuababng dan sekitarnya War0k Wesi menyempatkan diri untuk mengajarkan ilmu g0l0k itu pada empat 0rang anak buahnya. Walau masih belum tepat betul namun kehebatan mereka memainkan senjata tajam itu tidak bisa dianggap rendah. Namun sekali ini ketiganya kena batunya. Yang mereka hadapi ialah se0rang perwira muda berkepandaian tinggi cal0n patih kerajaan!
Tiga anak buah War0k Wesi sesaat jadi terkesiap ketika melihat g0l0k yang ada di tangan perwira muda itu se0lah bermetam0rf0sis sepuluh buah , menyambar dengan mengeluarkan bunyi berdesing menggidikkan.
Trang….trang….trang!
Tiga kali bunga api berpijar di udara pagi. Tiga seruan tertahan keluar dari verbal tiga 0rang anak buah War0k Wesi. Telapak tangan yang memegang g0l0k terasa pedas. Senjata di tangan masing-masing hampir saja terlepas mental dalam satu bentr0kan g0l0k secara kilat tadi.
Sadar kalau lawan mereka mempunyai kepandaian tinggi , salah se0rang dari penger0y0k berseru.
“Keluarkan jurus bintang bertabur!”
Ilmu silat mengandalkan g0l0k yang disebut jurus bintang bertabur itu bahwasanya harus dimainkan 0leh lima 0rang. Namun lantaran mencicipi adanya ancaman maka tiga 0rang peramp0k hutan Randuabang itu lekas-lekas saja mengeluarkannya dengan maksud sanggup menghabisi lawannya.
Begitu jurus bintang bertabur itu dimainkan walau Cuma 0leh tiga 0rang saja , Angling Kamesw0r0 mencicipi dirinya menghadapi serangan laksana curahan hujan yang bertabur dari arah berbeda-beda. Baru saja beliau mementahkan atau menangkis satu serangan lawan , dari jurusan lain tiba pula serangan baru. Dihadapinya serangan satu ini , gempuran tiba menderu dari jurusan lain. Hanya dengan kehebatan dan kecepatannya bergerak perwira muda itu sanggup l0l0s dari seranganserangan maut walau dua kali pakaiannya r0bek besar disambar ujung senjata lawanlawannya.
Angling Kamesw0r0 kertakkan rahang. Dia keluarkan bunyi membentak nyaring kemudian menghadapi ker0y0kan tiga lawannya dengan gebrakan-gebrakan ajaib yang secara perlahan-lahan menciptakan beliau sanggup bertahan kemudian balas mendesak lawan dengan tusukan atau babatan maut!
Di cuilan lain , ketika melihat dua belas perajurit melindungi kereta , War0k Wesi Randuabang segera hunus g0l0k besarnya. Tanpa tedeng aling-aling beliau menggebrak ke arah kereta. Para perajurit yang mengawal tentu saja tidak mau tinggal diam. Enam 0rang pribadi meny0ngs0ng sedang enam lainnya tetap bersiaga menjaga keselamatan kereta.
Enam perajurit yan gmnyambut kedatangan War0k Wesi Randuabang itu dua memegang g0l0k , tiga menggenggam pedang dan satu lagi bersenjatakan t0mbak. Enam senjata berserabutan ke arah kepala , dada dan perut War0k Wesi. Sang War0k ganda tertawa. G0l0k besar di tangannya berkiblat lenyap. Terdengar bunyi berdentrangan. Lalu dua jeritan mer0bek langit. Dua s0s0k tubuh r0b0h ke tanah bermandikan darah. Mereka ialah perajurit yang memegang g0l0k dan pedang. Empat temannya karuan menjadi gugup. Tapi sadar akan kewajiban dan tanggung jawab besar mereka atas keselamatan puteri patih kerajaan maka keempat perajurit ini kembali menyerbu War0k Wesi. Namun keberanian meraka hanya satu kesia-siaan belaka. Sekali lagi g0l0k di tangan kepala ramp0k hutan Randuabang itu berkiblat , dua perajurit lagi r0b0h ke tanah meregang nyawa. Dua kawannya yang hampir putus nyali segera memberi isyarat pada enam temannya yang berada di sekitar kereta. Tiga 0rang segera bergerak , tiga lagi tetap berjaga-jaga. Kini ada lima perajurit menghadapi War0k Wesi.
“Kalau kalian sayang jiwa lekas minggat dari sini. Kalau tidak kalian akan mencicipi akibatnya!”
Lima perajurit itu rupanya tidak takut akan gertakan War0k Wesi. Dengan cepat mereka menggebrak memulai serangan. Kali ini mereka menjaga jarak dan bertindak hati-hati. Tiga jurus pertama mereka bisa bertahan bahkan sesekali melancarkan serangan yang cukup menciptakan kepala ramp0k itu sibuk. Namun jurusjurus berikutnya satu persatu mereka menemui kematian dibabat atau ditusuk g0l0k besar di tanagn War0k Wesi.
Dati tiga 0rang sisa perajurit yang mengawal kereta hanya satu saja yang menc0ba berjibaku menusukkan g0l0knya ke punggung War0k Wesi yang ketika itu lengah ketika sibuk membunuhi kawan-kawannya yang lima. Dua lainnya sudah kabur ketakutan. Perajurit yang satu ini berhasil menusukkan senjatanya ke punggung kepala peramp0k itu. Namun alangkah kagetnya ketika menyaksikan bagaimana beliau se0lah menusuk watu yang keras. Ternyata sang war0k tidak mempan senjata tajam! Tidak percuma beliau menyebut diri sebagai War0k Wesi.
“Pemb0k0ng sialan!” rutuk War0k Wesi. Dia memutar tubuh. Tangan kirinya bergerak mencekik leher si perajurit. Lalu mirip se0rang membelah kelapa , g0l0k di tangannya menetak bat0k kepala perajurit itu!
“Keparat!” maki War0k Wesi ketika muncratan darah membasahi muka dan pakaiannya. Dengan lengan bajunya beliau menyeka n0da darah kemudian mel0mpat turun dari atas kuda dan lari ke arah kereta.
Di atas p0h0n si gendut berpeci hitam kupluk menepuk pundak si g0ndr0ng.
“S0batku g0ndr0ng! Aku mau tanya , sebetulnya kenapa kamu mencariku?!”
“S0al kecil saja ,” jawab Pendekar 212 Wir0 Sableng. “Aku dimintakan derma 0leh si Kerbau Bunting itu…..”
“Kerbau Bunting katamu?” tanya Bujang Gila Tapak Sakti. Dia berpikir sejenak. Lalu beliau berkata.
“Ah! Pasti si Dewa Ketawa itu! Paman sialan! Dia yang memendam saya hingga karatan di l0bang inti es di puncak gunung Mahameru! Bantuan apa yang dimintanya? Sudah! Kau tak usah menjawab! Aku sudah tahu!”
“Tahu apa?” tanya Wir0 menguji.
“0rang renta itu pasti minta bantuanmu untuk mendapatkan dua buah b0nang kelengkapan gamelan kerat0n! Betulkan…….?!”
Wir0 mengangguk kemudian cepat berkata “Sudah dulu. Urusan dua buah b0nang itu kita tunda dulu. Ada hal yang lebih penting!”
“Apa maksudmu?”
Pendekar 212 menunjuk ke arah kereta.
“Kau lihat sendiri. 0rang jahat itu berhasil mer0b0hkan dua belas pengawal. Kini beliau tengah menuju kereta hendak menculik puteri patih kerajaan berjulukan Sekar Mindi. Apakah kamu tidak akan men0l0ngnya?!”
“Perduli amat dengan gadis itu. 0rang-0rangnya tadi menghinaku habishabisan….”
“Tapi gadis itu tidak jahat padamu.”
Si gendut tertawa sambil berkipas-kipas. “Kau suka padanya. Pasti!”
Wir0 menyeringai. Dia memandang ke bawah p0h0n. Ke arah kereta. “Lihat , War0k Wesi tengah menarik tubuh Sekar Mindi dengna paksa dari dalam kereta….. Kau masih tak mau men0l0ng gadis itu?”
“Kalau kamu suka padanya , kamu saja yang men0l0ngnya!” jawab Bujang Gila Tapak Sakti.
“Kau gendut sialan!” maki Wir0 sambil menggaruk kepala. Sekali beliau berkelebat tubuhnya melayang ke arah kereta dan menjejak tanah tepat di belakang War0k Wesi yang tengah berusaha menarik Sekar Mindi keluar dari dalam kereta. Gadis ini berusaha bertahan sambil berpegangan pada pinggiran pintu. Namun apalah artinya kekuatan se0rang wanita dibanding dengan kekuatan War0k Wesi se0rang lelaki bertubuh k0k0h besar yang sudah dirasuk setan. Sekali lagi beliau merengut maka Sekar Mindi akhirnya keluar dari kereta. Dengan cepat hendak men0t0k gadis ini kemudian mendukungnya di pundak kiri. Namun tiba-tiba beliau mencicipi ada sese0rang menepuk bahunya sambil memanggil.
“War0k….”
War0k Wesi men0leh. Begitu kepalanya menghadap ke belakang satu j0t0san melanda hidungnya. Pegangannya pada pinggang Sekar Mindi terlepas. Kepalanya mirip dihantam palu g0dam. Sakitnya bukan main hingga beliau menjerit keras. Tetapi hebatnya jangankan berdarah atau cidera , hidung itu tidak berubah sedikitpun kecuali hanya berwarna kemerah-merahan.
“Kurang ajar! Setan ganjal ini ternyata kebal senjata tajam kebal pukulan!” kata Wir0 dalam hati. “Tak ada jalan lain ,aku harus melumpuhkannya dengna t0t0kan!” kemudian Wir0 hendak men0t0k. Rupanya War0k Wesi tahu apa yang hendak dikerjakan lawan. Didahului dengan bentakan kasar kepala ramp0k ini menerkam ke depan. Kedua tangannya mirip hendak mencengkeram leher Pendekar 212. Tapi tahu-tahu salah satu tangannya menggebuk ke arah perut.
Bukkk!
Murid Eyang Sint0 Gendeng dari Gunung Gede itu mengeluh tinggi. Tubuhnya terangkat hingga setengah t0mbak sebelum mencelat beberapa langkah.
Dari atas p0h0n terdengar bunyi tertawa bergelak. Yang tertawa bukan lain ialah Bujang Gila Tapak Sakti.
“S0batku Wir0. Bagaimana rasanya digelitik si War0k?!” mengejek si gendut.
“Kentut busuk!” maki Pendekar 212 seraya berdiri berdiri. Baru saja tegak , War0k Wesi sudah berada di hadapannya melancarkan satu tendangan deras. Untung Wir0 masih sempat jatuhkan diri dan berguling menjauh. Namun lagilagi begitu beliau berdiri kembali kepala penjahat itu sudah berada di dekatnya dan siap melancarkan serangan ganas. Kali ini Pendekar 212 tidak mau memberi hati lagi. Dia menahan serangan lawan dengan jurus-jurus ilmu silat 0rang gila yang didapatnya dari Tua Gila dari pulau Andalas. Begitu lawan kebingungan dan frustasi lantaran semua serangannya luput maka Wir0 kemudian menggempur dengan jurus-jurus kilat : membuka jendela memanah matahari , di balik gunung memukul halilintar , kincir padi berputar dan kepala naga menyusup awan. Empat pukulan melanda muka , dada dan perut War0k Wesi. Mukanya babak belur. Tubuhnya yang tinggi besar terbanting ke tanah. Untuk beberapa usang War0k Wesi terkapa tak bergerak.
“Tamat riwayatmu!” kata Wir0 puas. Tapi kedua matanya jadi mendelik sewaktu perlahan-lahan tubh yang terkapar itu bergerak. Lalu tiba-tiba War0k Wesi menciptakan satu l0mpatan dan tahu-tahu beliau sudah berdiri di hadapan murid Sint0 Gendeng itu.
“Iblis satu ini benar-benar kebal!” desis Pendekar 212. Dia mengerahkan tenaga dalam siap untuk menghantam dengan pukulan sakti sinar matahari. Justru pada ketika itulah terdenga bunyi tawa bergelak dari atas p0h0n.
“S0batku Pendekar 212! C0ba kamu bawa setan ganjal itu ke bawah p0h0n ini. Aku akan tunjukkan padamu bagaimana memusnahkan kekebalan dirinya!”
Wir0 mend0ngak ke atas p0h0n di mana si gendut Bujang Gila Tapak Sakti duduk berjuntai uncang-uncang kaki sambil berkipas-kipas.
Melihat ke atas p0h0n , melupakan kedudukan lawan merupakan satu kesalahan besar yang dibuat Wir0 Sableng. Di ketika dai bertindak lengah itu War0k Wesi mel0mpat sambil melayangkan j0t0sannya ke muka Wir0.
Pendekar212 mencicipi kepalanya se0lah meledak dan tanggal dari lehernya. Tubuhnya mencelat jauh dan terbanting tepat di batang p0h0n di mana Bujang Gila Tapak Sakti duduk berjuntai. Untuk beberapa lamanya pemandangannya gelap berkunang-kunang. Dia hanya melihat kurang jelas War0k Wesi melangkah mendekatinya. Tangan kanannya memegang sebilah g0l0k berdarah.
Di hadapan Wir0 , War0k Wesi tegak sesaat. Mukanya seganas iblis. Seringai setan bermain di mulutnya.
“Aku tidak pernah memimpikan hari ini akan membunuh t0k0h paling p0puler dalam dunia persilatan. Pendekar 212 hari ini tamat riwayatmu!”
Tangan War0k Wesi yang memegang g0l0k mengayun ke bawah. Tapi gres setengah jalan tusukan maut itu berjalan tiba-tiba dari atas p0h0n mencurah jatuh cairan kuning. Cairan ini jatuh tepat menimpa kepala dan tubuh War0k Wesi Randuabang , malah bermuncratan mengenai Pendekar 212 yang duduk tersandar di batang p0h0n.
Dari verbal War0k Wesi keluar bunyi raungan dahsyat. 0rang ini melangkah mundur dengan muka pucat kemudian mencak-mencak mirip 0rang gila. Kedua tangannya berulang kali memegangi kepala dan cuilan tubuhnya yang kecurahan cairan kuning dari atas p0h0n. Lain halnya dengan Pendekar 212 Wir0 Sableng. Begitu muncratan air kuning dan hangat itu menerpa tubuhnya , beliau segera tahu apa yang terjadi.
“Bujang Gila keparat! Apa yang kamu lakukan? Kuputus burungmu!” Wir0 berteriak kemudian berdiri.
Si gendut di cabang p0h0n tertawa gelak-gelak. “Kau harus berterima kasih telah kukencingi!” berseru Bujang Gila Tapak Sakti.
“Setan alas! Enak saja kamu bicara begitu! Lihat mukaku berair kejatuhan cipratan air kencingmu di kepala War0k sialan itu!”
“Anak t0l0l! Justru itu saya bilang kamu harus berterima aksih. Kau Cuma kecipratan. Lihat si War0k. Dia malah berair kuyup. Air kencingku menciptakan ilmu kebalnya musnah tak manjur lagi ! ”
“Pemb0h0ng besar ! K0ny0l ! ” teriak Wir0 masih sangat jengkel. “Turunlah biar kugebuk tubuhmu hingga jadi pepes ! ”
Bujang Gila Tapak Sakti tertawa mengekeh. “Kalau kamu tak percaya mengapa tidak dic0ba ? C0ba kamu hajar War0k itu sekali lagi ! ”
Pendekar 212 garuk-garuk kepala. Diperhatikannya keadaan War0k Wesi yang mencak-mencak , meraung sambil c0ba mengeringkan kepala dan tubuhnya yang berair dengan kedua tangan. Tentu saja tidak mungkin baginya untuk mengeringkan air kencing Bujang Gila Tapak Sakti itu. Dengan wajah sangat ketakutan beliau lari ke kudanya , berusaha melarikan diri dari tempat itu. Apalagi tiga 0rang anak buahnya yang terakhir sudah menemui kematian pula di tangan Angling Kamesw0r0.
“Mungkin apa yang diucapkan si gendut sialan itu benar. Kalau tidak mengapa War0k Wesi hingga berusaha melarikan diri dengan sangat ketakutan mirip itu. ” Memikir hingga disitu Pendekar 212 segera mel0mpat mengejar War0k Wesi yang ketika itu gres saja menggebrak kudanya hendak melarikan diri. Murid Sint0 Gendeng ini masih sempat mencekal pergelangan kaki kiri War0k Wesi kemudian ditariknya kencang-kencang , Tubuh War0k Wesi terbet0t dari kuda tunggangannya. Binatang ini terus saja berlari. Akibatnya sang War0k jatuh terbanting ke tanah. Sebelum beliau sempat berdiri tendangann kaki kanan Wir0 bersarang di sisi kanannya.
Kraaakk !
War0k Wesi meraung keras. Empat tulang iganya berpatahan ! Dia berusaha bangkit. Namun gres setengah duduk sebilah g0l0k berkelebat membac0k lehernya. Sekali lagi terdengar bunyi raungan keluar dari tengg0r0kan War0k Wesi. Lalu tubuhnya r0b0h kembali. Sekali ini tak bergerak lagi. Mati dengna leher hampir putus.
Perlahan-lahan Angling Kamesw0w0 menjatuhkan g0l0k yang dipegangnya yang barusan dipakainya untuk membunuh kepala ramp0k hutan Randuabang yaitu War0k Wesi Randuabang. Lalu beliau men0leh ke atas p0h0n.
“Anak muda berjulukan Bujang Gila Tapak Sakti , turunlah. Kau telah berbuat jasa pada kerajaan. Menyelamatkan puteri patih. ”
“Ah siapa bilang saya men0l0ng. Tadi saya kan Cuma kencing saja ! ”
Pendekar 212 tersenyum sambil garuk-garuk kepala.
“Gendut!” seru Wir0. “Kau turun sajalah! 0rang mau bicara padamu ! ”
Mendengar ucapan murid Sint0 Gendeng itu Bujang Gila Tapak Sakti mel0mpat turun dari atas p0h0n. Tapi beliau tidak mel0mpat turun ke tempat di mana Wir0 dan Angling Kamesw0r0 berada melainkan ke jurusan lain. Begitu beliau
berkelebat si gendut inipun lenyap dari pemandangan.
“Astaga! Dia kabur!” seru Wir0. “Aku harus mengejarnya!”
“Tunggu!” kata Angling Kamesw0r0.
“Ada apa perwira?” tanya Wir0.
“S0bat muda berjuluk Pendekar 212 , kamu sudah kenal usang dengan anak gendut ajaib itu?”
“Belum lama. Tapi beliau telah beberapakali men0l0ngku.”
“Kau tahu dimana bisa mencarinya? Tahu tempat kediamannya mungkin?”
Wir0 gelengkan kepala.
“Ada perlu apa kamu hendak mengejarnya?” tanya Angling Kamesw0r0 lebih lanjut.
“Ada urusan besar yang harus diselesaikannya.”
“Menyangkut dua b0nang milik kerat0n itu bukan?”
Wir0 jadi garuk-garuk kepala.
“Pendekar 212. Ketahuilah , kamu juga ikut berjasa menyelamatkan puteri patih kerajaan. Jika kamu mau ikut saya ke k0taraja , pasti patih kerajaan akan memperlihatkan hadiah besar padamu……”
Wir0 tersenyum. “Perwira , saya harus segera mengejar si gendut itu.”
“Baiklah s0bat. Atas nama kerajaan saya berterima kasih padamu. Satu hal harap kamu ingat baik-baik. Jika dua buah b0nang pusaka itu kamu temui , harap kamu suka mengembalikannya ke kerat0n.”
Murid Eyang Sint0 Gendeng mengangguk kemudian tinggalkan tempat itu. Dia tak tahu harus mengejar si gendut ke mana.
Sambil berlari beliau menggerutu se0rang diri. “Kalau tidak diminta 0leh Dewa Ketawa , saya tak akan mau menangani urusan gila brengsek ini ! ”
ENAM
Biduk kecil itu meninggalkan Tanjung Lenggasana tepat dipertengahan malam Jum’at Wage ketika bulan purnama empat belsa hari tertutup 0leh ketebalan awan kelabu kehitaman. Laut ber0mbak tenang. Angin bertiup datar. Penumpang biduk , se0rang kakek berambut panjang riap-riapan hingga ke punggung duduk di cuilan belakang biduk. Tangan kirinya yang kurus tinggal kulit pembalut tulang hanya sesekali saja mengayuh kayu pendayung. Namun hebatnya biduk kecil itu sekali didayung bisa meluncur jauh.
Berlainan dengan tangan kirinya si kakek mempunyai tangna kanan yang tidak pantas disebut tangan. Karena sebatas siku ke bawah tangan itu berbentuk sebuah gergaji besi dengan gigi-giginya yang besar runcing berkilau mengerikan.
Kakek ini duduk memandang ke arah kejauhan dalam kegelapan malam. Dia rupanya tengah memusatkan pikirannya ke suatu titik yang ketika itu masih belum terlihat.
Makin jauh ke tengah maritim beliau mulai melihat apa yang dibayangkannya dalam pikiran dan c0ba dilihat dan ditembusnya dalam kegelapan malam.
“Perempuan itu pasti ada di sana. Firasatku menyampaikan demikian. ” membatin si kakek. Lalu dikayuhnya biduknya dua kali berturu-turut. Biduk kayu itu laksana terbang , meluncur di permukaan air maritim menembus kegalapan malam. Dia c0ba sekali lagi untuk memastikan kebenaran firasatnya. Segala pikiran dan titik pandang dipusatkan. Setelah beberapa usang apa yang dipusatkannya itu mendadak buyar. “Aneh ! Aku tidak bisa memusatkan pikiran sepenuhnya. Pasti ada yang tidak beres. ”
Si kakek memandang ke timur. Laut tampak gelap. Dia berpaling ke barat. Sunyi dan gelap. Perlahan-lahan beliau men0leh ke belakang. “Hemm….ini sebabnya…… ” katanya dalam hati. Jauh di belakangnya tampak sebuah perahu. Berlayar searah dengan tujuannya. “Ada yang mengikuti. Aku akan c0ba membuktikan betul tidaknya. ” Lalu kakek berambut panjang itu mengayuh tiga kali pada cuilan kanan biduk dan tiga kali pula pada samping kiri.
Terdengar bunyi bersiur ketika biduk melesat laksana anak panah lepas dari busurnya. Beberapa ketika kemudian si kakek kembali men0leh ke belakang. Perahu yang tadi berada di belakang sana lenyap tak kelihatan lagi. Si kaakek tersenyum. Hatinya lega. Kini tak ada lagi yang dirisaukannya. Tapi astaga ! Ketika beliau berpaling ke timur ternyata dilihatnya bahtera tadi kini berada sejajar di sebelah kanannya.
“Kurang didik ! Siapa 0rang dalam bahtera itu. Kalau beliau bisa bermain-main di atas maritim dengan perahunya berarti beliau bukan insan sembarangan. Dia c0ba mengikutiku. Bahkan sengaja berlayar mendampingi. Dia hendak mengejekku ! Awas ! Akan kuberi pelajaran padanya ! ”
Kakek itu kemudian memegang kayu pendayung erat-erat di tangan kiri. Kedua matanya dipejamkan. Mulutnya k0mat-kamit. Perutnya menggembung kemudian mengempis. Hawa sakti yang mengalir dari perut 0rang renta itu bergerak memasuki kayu pendayung melalaui tangan kirinya yang tampak bergetar keras. Sesaat kemudian perlahan-lahan dibukanya kedua matanya kemudian memandang lagi ke arah timur. Perahu tadi kelihatan di arah itu malah kini tampak lebih memepet mendekat. Si kakek berusaha memperhatikan siapa penumpang bahtera itu adanya. Namun kegelapan malam sulit ditembus.
“Sekarang kamu terima hadiah dariku , penguntit gelap ! ” si kakek berkata. Tangan kirinya yang memegang kayu pendayung diturunkan ke dalam air laut. Ujung kayu pendayung diarahkannya tepat-tepat ke jurusan bahtera di kejauhan. Lalu genggamannya dilepaskan. Pendayung itu meluncur satu jengkal di bawah permukaan air laut. Laksana seek0r ikan hantu pendayung melesat ke arah perahu. Tak usang kemudian kelihatan bahtera di jauhan sana hancur awut-awutan cuilan samping kirinya terkena hantaman pendayung !
Si kakek tertawa mengekeh. “Tamat riwayatmu penguntit t0l0l ! ”
Menjelang dinihari si kakek mulai sanggup melihat satu titik hitam di kajauhan. Makin sering beliau pergunakan tangan kiri mengayuh , makin cepat biduk itu meluncur makin tambah besar titik yang dilihatnya itu. Lama-lama titik itu telah bermetam0rf0sis sebuah n0ktah hitam dan akhirnya terlihat jelas. Ternyata ialah sebuah pulau.
Biduk kecil medarat di tepi pantai. Dia memandang berkeliling. Juga men0leh ke tengah lautan di belakangnya. Tak kelihatan apa-apa. Debur 0mbak yang memecah di pantai pulau menimbulkan bunyi menggidikkan. Merasa k0ndusif si kakek turun dari atas biduknya. Lalu dengan langkah bergegas beliau memasuki cuilan pulau yang ditumbuhi aneka macam macam pep0h0nan dan semak belukar. Melihat caranya berjalan yang begitu cepat tampaknya kakek ini sudah mengenal seluk beluk pulau itu. Dalam waktu singkat beliau sudah hingga di pertengahan pulau dimana terdapat sebuah gubuk berdinding kajang beratap rumbia. Anehnya gubuk ini sama sekali tidak ada jendela ataupun pintunya.
“Nyi bulan , kamu masih saja berlaku ajaib mirip dulu-dulu….” Kata si kakek dalam hati. Setelah memandang berkeliling dan menunggu sesaat maka 0rang renta ini kemudian berseru. “Nyi Bulan Seruni Pital0ka! Aku tahu kamu ada dalam gubuk. Begini caramu menyambut tamu yang tiba dari jauh?!”
Sunyi sejenak kemudian kesunyian itu dipecahkan 0leh bunyi 0rang tertawa. Suara tawa perempuan. Bagitu bunyi tawa lenyap terdengar sesuatu berkereketan. Bagian atap gubuk yang terbuat dari rumbia tampak menguak. Tiba-tiba dari celah atap dan dinding melesat keluar satu s0s0k tubuh. Di udara beliau berjungkir balik beberapa kali sebelum menjejakkan kedua kaki di tanah dan berdiri tegak hanya satu langkah di hadapan si kakek hingga 0rang renta itu sesaat jadi tergagau dan mundur. Betapa tidak. Yang berdiri di depannya ialah se0rang nenek berwajah buruk kalau tidak mau dikatakan menyeramkan. Hidungnya yang panjang bengk0k dicanteli sebuah anting bulat berwarna merah. Mulutnya yang berbibir tebal kelihatan penc0ng per0t. Yang menggidikkan ialah sepasang matanya. Mata si nenek berwarna hitam semua , tak ada putihnya! Lalu rambutnya panjang berkeriting ajaib dan menebar anyir busuk.
Melihat si kakek tergagau atas kemunculannya yang mendadak si nenek tertawa mengekeh sambil mengg0yang-g0yangkan kepalanya hingga rambutnya yang busuk menebar anyir tak sedap ke seanter0 tempat.
“Siapa kau?!” sentak si kakek.
Si nenek menjawab dengan tawa melengking.
“Kakek jelek. Kalau kamu punya peradatan sebagai pendatang kaulah yang
harus memperkenalkan diri lebih dulu. Tapi malam ini saya sedang senang. Aku bisa memaafkan keteled0ranmu. Biar saya yang menyebut siapa dirimu. Kakek buruk , bukankah kamu 0rangnya yang dikenal dengan gelar si Gergaji Setan?!”
Dalam hatinya si kakek merasa terkejut. “Aku belum pernah mengenal wanita celaka ini. Bagaimana beliau tahu namauku?” “Gergaji Setan , lekas bilang apa keperluanmu menginjakkan kaki di pulau Sempu ini!” “Aku ke sini untuk mencari wanita berjulukan Nyi Bulan Seruni Pital0ka!” jawab si kakek.
“Hemm….. Rupanya kamu satu dari sekian banyak lelaki hidung belang yang tergila-gila pada Nyi Bulan!”
“Jangan bicara ngac0! Aku tiba atas kiprah yang diberikan kerajaan!”
“Ah! Hebat betul! Kerajaan mempercayai satu kiprah padamu 0rang yang selama ini dikenal bukan sebagai t0k0h silat baik-baik….”
“Siapa saya tidak usah dipers0alkan! Tugasku lebih penting!”
“Kalau kamu memang menerima kiprah dari kerajaan , apakah kamu bisa memperlihatkan surat tugasmu?”
“Kau tidak layak memeriksa! Apalagi melihat surat kiprah kerajaan!”
“Hemmm….. Beigut? Kalau begitu lekas putar jidatmu , angkat kaki dan pantatmu dari sini. Tinggalkan pulau Sempu selagi kamu bisa bernafas!”
Dalam dunia persilatan si Gergaji Setan cukup dikenal dan merupakan satu t0k0h silat yang disegani walaupun beliau bukan termasuk g0l0ngan putih. Ucapan si nenek tadi terang dirasakannya sangat merendahkan dan menghina dirinya. Namun lantaran beliau belum mengenal dan mengetahui siapa adanya nenek ini maka beliau tidak mau bertindak cer0b0h.
“S0al pergi bukan s0al susah. Hanya saja saya ingin tahu siapa kamu bahwasanya dan saya tidak akan pergi sebelum ketemu dengan Nyi Bulan Seruni Pital0ka.”
“Kau ternyat renta bangka keras kepala. Tidak melihat tingginya gunung Mahameru di depan mata! Ketahuilah saya ialah pembantu Nyi Bulan Seruni. Semua urusan dengan Nyi Bulan harus disampaikan lewat diriku!”
Si kakek manggut-manggut. Tangan kirinya menusap-usap mata gergaji pada sambungan tangan sebelah kanan.
“Ternyata kamu cuma se0rang pembantu. Siapa sudi berurusan dengan se0rang kacung buruk sepertimu?!”
Paras buruk si nenek kelihatan berubah jadi tambah buruk. Matanya bersitkan sinar hitam. Lalut erdengar tawanya melengking panjang.
“Tamu tak tahu diri. Menyingkirlah sebelum saya menajdi marah!”
“Nenek buruk! Jangan t0l0l! Lebih baik lekas kamu panggilkan majikanmu! Aku kamu muntah bicara terlalu usang dengan wanita busuk anyir sepertimu!”
“Tua bangka keparat! Lihat rambutku!” teriak si nenek murka sekali.
Perempuan renta itu kemudian g0yangkan kepalanya. Rambutnya yang panjang keriting bergerak ajaib , tidak ubahnya mirip senjata yang membabat ke arah kepala si Gergaji Setan.
Si kakek yang mengenakan jubah biru tak tinggal diam. Dia kebutkan lengan jubahnya sebelah kiri. Terdengar bunyi berkesiuran. Serangan tangan k0s0ng si nenek buyar berantakan. Tubuhnya terjajar hingga tiga langkah. Di ketika itu si Gergaji Setan menekan. Dengan ganas tanagn kanannya yang berupa gergaji besi itu membabat ke dada si nenek. Perempuan renta ini terlambat mengelak. Gergaji Setan melanda dadanya. Tak sanggup tidak dada itu akan terbabat dalam hingga setengahnya. Tapi apa yang terjadi satu keanehan. Terdengar bunyi berkeresakan yang keras se0lah gergaji besi memapas benda keras.
Si Gergaji Setan terbelalak kaget dan mel0mpat mundur. Diperhatikannya mata gergajinya ternyata semua masih utuh. Lalu beliau memperhatikan ke depan. Pakaian si nenek r0bek besar di cuilan dada. Tapi beliau sama sekali tidak terluka. Mata si kakek memebelalak ketika melihat pada dada kiri kanan si nenek menempel dua buah benda bulat kuning yang ada t0nj0lannya di cuilan tengah.
“B0nang penerus slindr0 dan b0nang penerus pel0g!” seru si kakek ketika beliau mengenali benda paa yang ada di dada si nenek. Justru kemunculannya di pulau itu ialah dalan kiprah mencari dua buah bebunyian suplemen gemelan kerat0n itu!
“Kacung Nyi Bulan!” seru si Gergaji Setan. “Jika kamu mau menyerahkan dua buah b0nang itu secara baik-baik , saya berjanji mengampuni selembar nyawamu!”
“Ha….ha hebatnya! Bagaimana kalau saya punyai dua lembar nyawa?!” ujar si nenek pula mengejek kemudian tertawa gelak-gelak.
“Kalau begitu biar saya ambil dua-duanya!” kata si kakek dengan marah. Sekali berkelebat maka beliau sudah menyerang wanita renta itu dengan teramat ganas. Serangannya susul menyusul laksana deru 0mbak menghempas karang. Si nenek dibuat sibuk dan harus bertindak cepat kalau tidak mau kehilangan angg0ta badannya putus digilas tangan gergaji. Senjata yang menjadi satu cuilan dengan tangan yang buntung itu menggerus ke dada , membabat ke lengan , adakala menukik ke perut kemudian berbalik tidak terduga ke arah leher!
Dalam satu gebrakan hebat pada jurus kedua puluh sembilan kaki kiri nenek pembantu Nyi Bulan terpeleset. Tubuhnya tak ampun lagi jatuh terduduk di tanah. Sebelum beliau sempat berdiri lawan meny0r0ngkan gergaji mautnya ke leher si nenek.
“Berani kamu bergerak putus lehermu!” ancam si Gergaji Setan.
“Berani kamu membunuhnya kubuat leleh sekujur tubuhmu!” satu bunyi tibatiba terdengar membentak.
TUJUH
Si Gergaji Setan terkejut kemudian berpaling. Si nenek yang lehernya hampir dig0r0k juga berusaha memalingkan kepala ke arah datangnya bunyi membentak itu. Saat itu malam mulai menjelang pagi. Udara mulai terang-terang tanah. Si kakek dan si nenek melihat se0rang perjaka bertubuh kekar , berambut g0ndr0ng tegak sekitar sepuluh langkah kanan. Kedua kakinya terkembang sedagn tangan kanannya mulai dari siku hingga ke ujung jari kelihatan memancarkan sinar putih perak menyilaukan. Tak berapa jauh dari perjaka ini , sedikit agak ke belakang berdiri pula se0rang perjaka lain berbadan gemuk luar biasa , mengenakan baju kesempitan dan menggunakan peci hitam kupluk di atas kepalanya hampir menutupi alis.
Mata dan kulit kening si nenek tampak berkerenyit. Dia mengenali siapa perjaka gendut gembr0t itu tapi tidak mengetahui siapa adanya perjaka gagah berambut g0ndr0ng yang tengah mengancam si Gergaji Setan dengan satu pukulan sakti.
Sebaliknya si Gergaji Setan mengenali siapa adanya si perjaka g0ndr0ng dan tidak tahu siapa adanya si gendut.
“Pendekar Kapak Maut 212 Wir0 Sableng…. ” berkata Gergaji Setan. “Bagaimanadi abisa muncul di pulau ini ! Apa keperluannya ! Jangan-jangan…. Dia mengancamku dengan pukulan sinar matahari ! Gila betul!. Sekalipun saya bisa mengg0r0k leher wanita celaka ini tapi rasanya saya tak bakal bisa l0l0s dari hantaman pukulan sakti itu!” Gergaji Setan berpikir sesaat.
Si nenek yang mengaku pembantu Nyi Bulan Seruni Pital0ka capat membaca situasi. Kalaupun perjaka gagah itu bisa membunuh si Gergaji Setan dengan pukulan saktinya , lehernya sendiri tak mungkin l0l0s dari kematian dig0r0k gergaji lawan. Maka sebelum si kakek mengambil keputusan beliau cepat mengangkat tangan kirinya dan melambai memberi tanda pada semua 0rang.
“Pemuda rambut g0ndr0ng! Jangan teruskan seranganmu! Kau tak bakal bisa menyelamatkan nyawaku. Kakek setan keparat ini 0rangnya nekad! Biar saya serahkan dua buah barang milik Nyi Bulan yang dicari dan diinginkannya! Asal saja beliau tidak mengg0r0kku! Gergaji Setan , kamu mau bersumpah tidak akan membunuhku kalau dua buah b0nang yang ada di balik pakaianku saya serahkan padamu?!”
Gergaji Setan idak berpikir panjang. Jika 0rang sudah berkata begitu mengapa beliau harus memperpanjang urusan? Maka cepat beliau berkata.
“Aku bersumpah! Tapi awas kalau kamu berani menipu!”
Si nenek menyeringai. Kedua tangannya bergerak ke arah dada. Dari balik pakaiannya beliau mengeluarkan dua buah benda bulat berwarna kuning ang cuilan tengahnya men0nj0l ke atas.
Pendekar 212 dan Bujang Gila Tapak Sakti yang tegak tak jauh dari tempat itu sama-sama saling pandang.
“B0nang penerus slindr0 dan b0nang penerus pel0g…..?” bisik Bujang Gila Tapak Sakti. Wir0 mengangguk. “Heran. Bagaimana dua peralatan kerat0n yang hilang itu berada di tangan si nenek tak dikenal ini?’
“Nenek!” Bujang Gila Tapak Sakti berseru. “Kau harus menyerahkan dua buah b0nang milik Kerat0n itu padaku!”
“Gendut! Aku tidak berurusan denganmu! Tapi dengan kakek berjuluk Gergaji Setan ini! Dia utusan Kerajaan yang ditugasi mencari dua buah b0nang ini! Aku merasa tidak ada gunanya menahan alat bebunyian ini lebih lama…..” Lalu si nenek serahkan dua buah b0nang itu pada si Gergaji Setan yang segera diterima dan cepatcepat dimasukkan ke dalam jubah birunya. Perlahan-lahan tangan gergajinya dijauhkan dari leher si nenek.
“Nenek!” kini Wir0 yang berseru. “Bagaimana kamu tahu kalau beliau memang betul-betul utusan Kerajaan?!”
“Apa perdulimu!” menyahuti si nenek yang merasa nyawanya kembali setelah senjata maut yang tadi menempel di lehernya diangakt ke atas.
Gergaji Setan menyeringai. Dengan tangan kirinya dikeluarkan secarik kertas kemudian dilemparkannya ke arah Pendekar 212 Wir0 Sableng.
“Itu surat tugasku! Ada cap Kerajaan! Kau lihat dan baca sendiri kalau tidak percaya!” kata si Gergaji Setan. Lalu sekali beliau bergerak , tubuhnya sudah melesat lima langkah.
“Gergaji Setan! Kau membatalkan niatmu menemui majikanku Nyi Bulan Seruni Pital0ka?!” berseru si nenek.
Tanpa berpaling si Gergaji Setan menyahuti. “Perlu apa lagi saya menemui janda itu. Dua buah b0nang pusaka Kerat0n sudah ada padaku!”
Sementara itu begitu si Gergaji Setan berkelebat pergi Wir0 memberi isyarat pada Bujang Gila Tapak Sakti yang tegak di sampingnya biar si gendut ini segera mengambil kertas yang tadi dilemparkan si Gergaji Setan. Pemuda gendut ini cepat mengambil kertas itu. Dia kelihatan memutar-mutar dan keningnya berkerut-kerut.
“Sialan!” damprat Wir0. “Kalau tidak bisa baca bilang saja!” Wir0 kemudian menarik kertas itu dari tangan Bujang Gila Tapak Sakti yang hanya bisa menyeringai tersipu-sipu.
Cepta Wir0 meneliti dan membaca surat kiprah itu. Di cuilan bawah memang ada cap Kerajaan. Sebelumnya murid Eyang Sint0 Gendeng sudah sering melihat surat-surat penting yang dikeluarkan Kerajaan. Sekali melihat saja beliau segera mengetahui bahwa cap Kerajaan itu palsu. Berarti surat kiprah itupun palsu!
“Surat ini palsu!” teriak Pendekar 212 kemudian berpaling ke arah larinya si Gergaji Setan. Saat itu si kakek sudah bergerak sejauh dua puluh langkah. Wir0 dan Bujang Gila Tapak Sakti kemudian sama men0leh pada si nenek berhidung bengk0k.
Anehnya wanita renta berwajah buruk ini tampak menyeringai kemudian terdengar bunyi tawanya mula-mula perlahan kemudian mengeras tinggi.
“Pagi-pagi saya sudah tahu kalau surat itu palsu! Siapa yang tidak kenal dengan si Gergaji Setan? T0k0h silat berhati culas yang bisa jadi ular kepala lima!”
“Tapi dua buah b0nang itu sudah jatuh ke tangannya! Apa yang hendak kamu lakukan?!” ujar Wir0 sambil garuk-garuk kepala.
“Betul! Kalau kamu sudah tahu surat itu palsu , mengapa dua buah b0nang pusaka itu kamu serahkan padanya. Jangan-jangan kamu berk0mpl0t dengan dia. Karena melihat kedatangan kami! Hay0 lekas katakan apa yang akan kamu lakukan?!” menukas Bujang Gila Tapak Sakti.
“Lihat saja!” jawab si nenek tak acuh. Lalu beliau mel0mpat bangkit. Pandangannya diarahkan pada si Gergaji Setan yang ketika itu berada hampir dua puluh langkah di kejauhan dan siap lenyap di balik serumpunan semak belukar.
Dari tempatnya berdiri baik Pendekar 212 maupun Bujang Gila Tapak Sakti sanggup melihat bagaimana sepasang mata si nenek yang keseluruhannya berwarna hitam mengeluarkan kilatan menggidikkan. Lalu wanita ini tampak anggukkan kepalanya dua kali berturut-turut.
Wuss!
Wusss!
Dari kedua mata si nenek melesat keluar dua larik sinar hitam berbentuk dua garis lurus. Udara di tempat itu serta merta terasa panas. Dua larik sinar hitam berkiblat ke arah si Gergaji Setan. Kakek ini gres sadar kalau dirinya diancam ancaman ketika dua larik sinar sudah begitu dekat. Dia berpaling dan berseru keras kemudian cepat menyingkir. Namun terlambat. Dua larik sinar hitam keburu menghantam punggung dan pinggangnya.
Terdengar jeritan si Gergaji Setan sekali lagi. Tubuhnya terkapar di samping semak belukar. Bagian punggung berl0bang besar dan mengepulkan asap berbau sangitnya daging tubuh yang terbakar. Bagian pinggang laksana dipanggang dan hampir putus. Si Gergaji Setan menemui kematian secara sangat mengerikan.
Bujang Gila Tapak Sakti leletkan pengecap sementara Pendekar 212 Wir0 Sableng hanya bisa menyaksikan kejadian itu sambil garuk-garuk kepala.
“Panasnya udara ini! Aku tak tahan!” kata Bujang Gila Tapak Sakti kemudian keluarkan kipas kertasnya dan mulai berkipas-kipas. “Aku harus pergi dari sini tapi beliau buah b0nang itu harus kuselamatkan lebih dulu!” Lalu si gendut ini hendak melangkah ke arah mayit si Gergaji Setan. Namun langkahnya tertahan ketika beliau mendengar bunyi tertawa bergerak dari arah depan sementara Wir0 dan si nenek tampak tercekat.
Sesaat kemudian dari balik semak belukar di dekat mana mayit si Gergaji Setan terkapar muncul satu s0s0k tubuh gendut , berambut putih yang digulung ke atas , bermata sipit dan menunggangi seek0r keledai kurus pendek.
“Dewa Ketawa!” ujar Wir0.
0rang gendut yang barusan tiba menunggang keledai memang benar si kakek ajaib yang dikenal dengan panggilan Dewa Ketawa adanya. Dengan matanya yang sipit beliau memandang si neenk , Wir0 dan agak terkejut ketika melihat Bujang Gila Tapak Sakti juga ada di situ.
“Kerbau Bunting! Ada apa kamu tahu-tahu muncul di sini?!” Wir0 menegur.
Si kakek meledak tawanya.
“Aku senang kamu masih mau memanggil saya dengan sebutan Kerbau Bunting itu ! Ha…ha….ha… ! Pendekar 212 apakah kamu ada baik-baik saja ? Ketahuilah kita semua berada di sini dengan tujuan yang sama. Mencar dan menemukan kembali dua buah b0nang pusaka milik Kerat0n. Gusti Allah men0l0ngku dan memberi keberuntungan padaku hingga saya tidak terlambat !” Lalu si kakek gendut ini turun dari keledainya. Dengan cepat beliau menyidik dada pakaian si Gergaji Setan. Lalu tampak beliau mengeluarkan dua buah b0nang yang terbuat dari besi kuning itu dan memasukkannya ke dalam kant0ng perbekalan yang tergantung di leher keledai. Sambil tertawa-tawa si kakek lambaikan tangannya. “Selamat tinggal kalian bertiga. Aku merasa tak ada kepentingan lain lagi di pulau ini !”
“Tunggu ! Aku punya kepentingan !” teriak Bujang Gila Tapak Sakti.
Dewa Ketawa men0leh pada perjaka gendut itu. Sambil naik ke punggung keledainya beliau berkata. “Ah , kamu rupanya. Kucari ke puncak Mahamer. Kukira kamu sudah jadi batu. Mungkin juga sudah jadi santapan hewan buas. Nyatanya kamu masih hidup dan ada di sini ! Ha….ha…..ha…. ! C0ba kamu katakan apa kepentinganmu !”
“Pertama , kamu harus serahkan kedua b0nang itu padaku ! Kedua saya ingin menggebukmu. Tujuh tahun kamu memendamku dalam l0bang inti es !”
Dewa Ketawa tertawa gelak-gelak. “Apa yang kamu katakan itu bukan kepentingan ! Pertama , dua buah b0nang itu bukan milikmu. Kedua kamu kuhukum lantaran memang berbuat salah yaitu mencuri dua buah b0nang ini ! Ciluk baaaaa. Maluuuuu…… !”
Diejek begitu rupa Bujang Gila Tapak Sakti jadi naik darah. Sekali l0mpat saja beliau sudah hingga di depan Dewa Ketawa. Tapi si kakek gendut tidak kalah cepat. Dia menggebrak pinggul keledainya. Binatang dan penunggangnya melesat ke depan , lenyap di balik pep0h0nan.
“Paman jahat sialan ! Apa kamu kira bisa kabur seenaknya ?!” teriak Bujang Gila Tapak Sakti. Dia c0ba mengejar. Tapi dari arah depan ada satu gel0mbang angin menghantam dengan tiba-tiba. Demikian derasnya gel0mbang ini hingga perjaka gemuk itu walaupun mempunyai b0b0t hampir 150 kati tetap saja terpelanting dan jatuh tunggang langgang.
Bujang Gila Tapak Sakti membalas dengan mend0r0ngkan telapak tangan kanannya. Terdengar bunyi berkesiuran ketika ada angin puting-beliung menggebubu keluar dari telapak tangan si pemuda. Braak….! Braaaakkkkkk! Semak belukar rambas berpelantingan. P0h0n-p0h0n kecil bertumbangan. Namun selanjutnya serangan angin sakti yang dilepaskan Bujang Gila Tapak Sakti itu hanya melanda tampat k0s0ng.
“Keparat sialan! Paman celaka itu akan kukejar kemanapun beliau pergi!” serapah si perjaka kemudian mel0mpat dan berkelebat ke arah lenyapnya Dewa Ketawa. Mengejar hingga puluhan t0mbak Bujang gila Tapak Sakti masih belum menemukan si 0rang tua. Dia terus mengejar hingga akhirnya hingga di tepi pantai. Saat itu udara telah semakin terang. Langit di ufuk timur tampak benderang. Memandang ke tengah maritim Bujang Gila Tapak Sakti jadi melengak , tarik nafas dalam dan bantingkan kakinya ke pasir pantai.
Saat itu jauh di tengah maritim tampak sebuah bahtera meluncur dengan cepat memecah gel0mbang pagi. Di atas bahtera ada seek0r keledai dan di cuilan belakang tampak 0rang renta gendut berjuluk Dewa Ketawa itu!
“Setan! Setaaaannnnnn!” teriak Bujang Gila Tapak Sakti sambil meninjuninjukan tangan kanannya ke telapak tangan kiri. Dia mencebur masuk ke dalam air laut. Kedua tangannya dipukulkan ke atas air. Terjadilah suatu yang luar biasa. Dengan kesaktiannya air maritim yang dipukul itu bergulung besar membentuk gel0mbang tinggi kemudian menghantam ke tengah maritim tempat beradanya bahtera Dewa Ketawa. Perahu itu sempat berg0ncang keras 0leh hantaman gel0mbang yang memukulnya. Namun bahtera itu sudah berada terlalu jauh ke tengah. Hantaman pukulan sakti Bujang Gila yang menciptakan gel0mbang besar itu hanya bisa mengg0ncangkannya , sama sekali tidak bisa membuatnya terbalik!
Sadar beliau tidak bisa berbuat banyak lagi , sambil memaki panjang pendek Bujang Gila Tapak Sakti keluar dari laut. Dia menghampiri sebatang p0h0n kelapa besar.
Tangan kanannya bergerak.
Braaakk!
P0h0n kelapa itu berderak patah kemudian tumbang. Si perjaka g0s0k-g0s0kkan
kedua tangannya hingga ada hawa masb0d0h mengalir. Lalu dengan kesaktian luar biasa yang dimilikinya , hanya dengan mempergunakan tangan k0s0ng , batang kelapa besar itu dibentuknya menjadi sebuah bahtera ramping. Selesai menciptakan bahtera beliau mematahkan dua batang kayu untuk dijadikan pendayung.
Ketika Pendekar 212 Wir0 Sableng yang mengikuti Bujang Gila Tapak Sakti hingga pula di tepi pantai , dilihatnya perjaka gendut itu sudah berada di tengah lautan , duduk di atas batang kelapa berbentuk bahtera mirip menunggang kuda. Kedua tangannya kiri kanan bergerak cepat mendayung hingga sebentar saja bahtera itu semakin jauh ke tengah dan akhirnya lenyap dari pemandangan Pendekar 212 Wir0 Sableng.
Kini murid Eyang Sint0 Gendeng dari gunung Gede inilah yang memaki panjang pendek lantaran ditinggal begitu saja. Padahal sebelumnya mereka tiba ke pulau itu bersama-sama. Di tengah maritim bahtera mereka hancur awut-awutan 0leh pendayung yang dihantamkan si Gergaji Setan dan mati-matian keduanya terpaksa berenang untuk mencapai pulau Sempu yang menjadi tujuan mereka di mana diketahui beradanya Nyi Bulan Seruni Pital0ka yang menguasai dua buah b0nang perlengkapan gamelan Kerat0n.
Selagi Wir0 meng0mel se0rang diri mirip itu tiba-tiba satu bunyi menegurnya.
“Tak ada gunanya meng0mel anak muda berambut g0ndr0ng. Dewa Ketawa dan kep0nakannya sudah pergi jauh. Dua buah b0nang yang kamu cari juga tak ada lagi di sini.”
Tanpa berpaling Wir0 menjawab.”Kalau saja ada bahtera di tempat ini pasti sudah kukejar paman dan kep0nakan sialan itu. Gara-gara mereka saya jadi tersesat ke pulau ini!”
Di belakangnya terdengar bunyi 0rang tertawa.
“Dalam hidup ini memang banyak hal yang menciptakan kita kecewa. Tapi apa kamu tahu justru banyak insan yang sengaja mencari kekecewaan….?”
Ucapan ini menciptakan Pendekar 212 Wir0 Sableng jadi memutar tubuh. Kini beliau berhadap-hadapan dengan nenek berwajah buruk yang mengaku pembantu Nyi Bulan Seruni Pital0ka itu.
DELAPAN
Kau rupanya….. kataWir0 agak kaget. Kedua matanya menatap lekat-lekat pada wajah buruk wanita renta itu.
“Kau terkejut anak muda?” tanya si nenek.
“Ya , kukira siapa…..” jawab Wir0 kemudian mulutnya menyunggingkann senyum.
“Kau insan aneh. Barusan kamu memperlihatkan rasa kaget , kini malah tersenyum. Apa ada yang lucu? Atau kamu menertawaiku? Awas kau….”
“Sabar nek ,” kata Wir0 cepat seraya mundur satu langkah lantaran dilihatnya si nenek menggerakkan tangan kanan. “Dari jauh wajahmu kelihatan seram. Tapi setelah dekat begini rupa kurasa bahwasanya wajahmu bukan angker tapi malah lucu!”
“Kurang didik , apakah kamu hendak mempermainkan 0rang renta yang umurnya lima kali usiamu?!” hardik si nenek.
“Maafkan saya ,” kata Wir0 sambil garuk-garuk kepala. “Aku tersenyum lantaran belum pernah melihat 0rang pakai anting di cuping hidung sepertimu. Setahuku 0rang pakai anting di telinga. Hidungmu walau bengk0k kulihat bagus. Sayang hidung dil0bangi untuk dicanteli anting. Eh , apa kamu pernah punya kekasih nek?”
“Sialan! Apa maksud pertanyaanmu?!” sentak si nenek.
“Tidak ada maksud apa-apa. Cuma saya mau tahu saja kalau kekasihmu menciummu apa beliau tidak rep0t lantaran ada anting besar merah di hidungmu itu?!”
Si nenek kelihatan murka namun sesaat kemudian beliau tersenyum kemudian meledak tawanya tinggi dan panjang.
“Sekarang saya yang bertanya nek. Mengapa kamu tertawa begini rupa?”
Perempuan renta itu geleng-geleng kepala. “Aku mau tanya dulu , apa betul kamu 0rangnya yang berjuluk Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 mirip yang diucapkan si Gergaji Setan tadi?”
Wir0 kembali garuk-garuk kepala.
“Hai! Kulihat dari tadi kamu menggaruk kepala berulang kali. Pasti kamu sudah usang tidak mandi. Cuci mukapun mungkin juga tidak…..”
Si nenek kemudian tertawa mengekeh sementara Wir0 hanya tegak tersipu-sipu.
“Ah , seharusnya saya tidak layak bicara dan tertawa-tawa dengan 0rang yang pantas jadi cucuku…..”
“Aku yakin kamu bahwasanya se0rang ramah , nek.” Kata Wir0 memuji kemudian perjaka ini melihat ada kerlipan sinar ajaib pada kedua mata yang hitam dari si nenek.
“Kau belum menjawab pertanyaanku tadi. Apa benar kamu Pendekar 212 Wir0 Sableng?”
“Sebetulnya saya 0rang biasa saja. 0rang lain saja yang macam-macam menjuluki diriku yang bukan-bukan.”
“Kau tiba ke pulau Sempu ini ada keperluan apa?”
“Aku tiba bersama si gendut brengsek itu…..”
“Ya , saya tahu siapa dirinya. Namanya Santik0 , dipanggil 0rang dengan nama Bujang Gila Tapak Sakti. Kau dekat dengan dia….?”
“Bersahabat benar ya tidak. S0alnya beliau sering mengencingiku. Kalau sahabat kuliner tega mengencingi mitra sendiri!”
Si nenek tak sanggup menahan tawanya. Dia tertawa hingga kedua matanya yang hitam berair. Wir0 memperhatikan wajah dan sepasang mata wanita itu.
“Aku tahu! Seperti si gendut itu kamu kemari untuk mencari dua buah b0nang milik Kerajaan. Betul?!”
Wir0 mengangguk. “Dewa Ketawa , paman Bujang Gila Tapak Sakti yang meminta saya untuk mendapatkan dua buah peralatan gamelan itu , Kerat0n kini dilanda kebingungan besar dengan lenyapnya dua buah alat berbunyian itu. Kabarnya Nyi Bulan Seruni Pital0ka yang mencurinya….”
“Dari mana kamu tahu janda itu yang mencurinya?”
“Dia bukan mencuri , beliau hanya menyuruh sese0rang untuk mengambilnya. Yaitu si gendut Bujang Gila Tapak Sakti itu!”
Wir0 menyeringai. “Kalau begitu , si Bujang Gila ialah maling kecil lantaran beliau hanya disuruh saja. Dan Nyi Bulan berarti yang jadi maling besarnya lantaran beliau biang ker0knya!”
“Enak saja kamu menyampaikan majikanku biang ker0k. Kutampar pecah kepalamu!” si nenek mengancam.
Wir0 angkat tangannya. “Jangan saya ditampar nek. Aku hanya ingin bertanya satu kali lagi. Setelah itu akan pergi dari sini.”
“Apa yang hendak kamu tanyakan…..?” Dua mata si nenek meny0r0t ke arah Wir0.
“Apa betul kamu pembantunya Nyi Bulan Seruni Pital0ka itu?”
Si nenek mel0ng0 sesaat. Lalu “Eh , ada perlu apa kamu bertanya begitu?!”
“Kalau kamu tak mau menjawab sudahlah. Aku pergi. Tapi…..” Wir0 memandang berkeliling. “Laut begini luas. Tak punya bahtera tak mungkin berenang. Bagaimana saya bisa pergi dari sini….” Wir0 memandang pada si nenek. “Jika kamu berada di pulau ini berarti kamu punya bahtera untuk tiba ke sini. Apa saya b0leh meminjam perahumu nek?”
“Enak bicaramu! Kalau saya pinjami kemudian saya mau pakai apa nanti?”
“Bukankah di sini ada dua buah perahu?” ujar Wir0 pula.
“Dari mana kamu tahu?!”
“Bukankah kamu tinggal di sini bersama Nyi Bulan? Berarti paling tidak ada dua buah bahtera di tempat ini.”
“Nyi Bulan sedang tidak ada di pulau ini. Dia pergi dengan perahunya. Hanya ada satu bahtera di sini. Kalaupun ada dua saya tak akan memeberikannya padamu. Kau tiba mau-maumu sendiri. Silahkan pergi semaumu pula!”
“Ah , nasibku buruk amat kalau begitu!” ujar Wir0 seraya garuk-garuk kepala. “Nek , kamu pernah melihat kuda melahirkan?’
“Apa-apaan kamu bertanya mirip itu?”
“Jikalau kamu tertarik , saya punya seek0r kuda betina di teluk. Sedang hamil besar. Kurasa hari ini ialah hari beliau akan melahirkan. Paling tidak bes0k. Kalau kamu ingin melihat kita bisa pergi bersama-sama….”
“Itu hanya akalmu saja biar kamu bisa meninggalakan pulau ini , naik bahtera bersamaku. Kau cerdik tapi ket0l0lanmu bisa kubaca!”
Wir0 menghela nafas dalam kemudian berkata. “Aku mau pergi. Makara kamu tak bersedia men0l0ng?’
“Dari tadi kamu selalu bilang mau pergi. Mau pergi. Tapi tidak pergi-pergi. Sudah pergi sana !”
“Sebelum pergi saya ingin melihat tempat kediaman Nyi Bulan dulu. Mungkin beliau bisa men0l0ngku.”
“Kau tak layak melihat. Bukan sembarang 0rang b0leh masuk !”
“Hemmm begitu?” kata Wir0 seraya usap-usap dagunya. “Tadi kulihat kamu keluar dari dalam gubuk kajang beratap rumbia tak ada pintu tak ada jendela. Apa di gubuk ajaib itu kediamanmu bersama Nyi Bulan? Tadi saya rahasia c0ba mengintip ke dalam gubuk. Di dalam ternyata k0s0ng mel0mp0ng. Tak ada apa-apanya. Tapi di bawah lantai tanah saya merasa ada sesuatu tersembunyi. Mungkin kamu dan majikanmu itu tinggal di bawah tanah mirip undur-undur!”
Paras si nenek berubah. Wir0 menatapnya dengan tersenyum kemudian berkata “Aku suka melihat kedua matamu yang hitam semua tak ada putihnya itu. Apakah Nyi Bulanmu yang membuatkan mata itu untukmu? Jangan-jangan pendanganmu bisa tembus hingga kamu bisa melihat auratku sebelah dalam….!”
“Pemuda lancang! Mulutmu kurang ajar!” teriak si nenek. Dia maju selangkah hendak memukul. Wir0 hanya tegak diam. Perlahan-lahan si nenek tarik pula tangannya. Dia membalikkan tubuh dan terdengar berucap. “Lekas tinggalkan pulau Sempu ini sebelum saya berna-benar marah!”
“Aku tidak akan mau pergi sebelum tahu siapa kamu sebenarnya. Jangan-jangan kamu ialah Nyi Bulan janda yang ters0h0r hingga di K0taraja itu.”
Terdengar bunyi tercekat. Si nenek membalik dan kini kedua matanya yang hitam pekat tampak berkilat-kilat memandang pada Pendekar 212.
“Nek….” kata Wir0 perlahan seraya mengulurkan tangan memegang lengan wanita renta itu.
“Eh! Berani-beraninya kamu memegang diriku!” tangan si nenek kemudian menampik tangan si pemuda.
“Nek , kalau kamu tak mau menyampaikan siapa dirimu bahwasanya tak jadi apa. Terus terang saya sudah tahu keadaan dirimu sebenarnya. Nah , saya memang harus pergi. Aku terpaksa mencari batang p0h0n dulu untuk kujadikan perahu!”
Wir0 membalikkan diri kemudian melangkah ke arah sederet pep0h0nan.
“Tunggu dulu!” seru si nenek.
Wir0 hentikan langkah dan berpaling.
“Apa yang kamu ketahui perihal diriku?! Lekas jawab !”
Wir0 mel0ng0 sesaat. Kedua matanya menatap wajah dan sepasang mata hitam si nenek. Dipandang usang dan lekat seprti itu menciptakan si nenek mirip gelisah kemudian palingkan wajahnya ke jurusan lain.
“Aku tahu kamu bukan pembantu atau kacungnya Nyi Bulan Seruni Pital0ka !” kata Wir0.
Bahu si nenek tampak bergetar.
“Apa lagi yang kamu ketahui?”
“Sudahlah! Buat apa kita bertanya jawab panjang lebar. Akan mulai menciptakan bahtera sebisaku.” Lalu Wir0 keluarkan Kapak Maut Naga Geni 212 dari balik pakaiannya. Si nenek terkesiap melihat kapak sakti bermata dua yang memancarkan sinar menyilaukan itu. Dalam hati wanita renta ini berkata. “Mungkin senjata mustika itu bisa men0l0ngku memecahkan masalah. Tapi apakah perjaka ini bisa dipercaya…..? Kadang-kadang kulihat beliau mirip kurang waras. Kadang-kadang ucapannya kurang didik seenaknya….. Bagaimana ini? Tapi kalau tidak kuc0ba rasanya tidak puas hatiku.”
“Pendekar 212!” memanggil si nenek.
“Eh , ada apa lagi ini?”
“Aku ingin menciptakan perjanjian denganmu!”
“Perjanjian? Perjanjian apa?” tanya Wir0.
“Temui saya tengah malam dua hari dari kini di Candi Gajah di bukit Im0giri….”
Wir0 tersenyum kemudian tertawa panjang. “Jika kamu se0rang gadis manis jelita tanpa dimintapun saya malah berharap sanggup bertemu denganmu. Siapa sudi berjanji denganmu nek.”
“Jangan bergurau. Aku tidak main-main….”
“Aku juga tidak main-main ,” sahut Wir0.
Si nenek tampak murka sekali. Tiba-tiba tanagn kanannya bergerak ke arah wajahnya. Dia menciptakan gerakan mirip merenggutkan sesuatu. Di lain ketika Wir0 jadi melengak kaget. Si nenek ternyata telah menarik lepas sehelai t0peng kulit yang halus sekali dari kepalanya. Kini kelihatanlah satu wajah wanita muda luar biasa cantiknya. Bahkan kedua mata si nenek yang semula hitam pekat kini tampak putih hitam bening berkilat indah sekali.
“Siapa kamu sebenarnya….?” Tanya Wir0 masih setengah tercekat dan kagum.
“Apa kamu masih tak menciptakan kesepakatan bertemu denganku di bukit Im0giri?!”
“Ah…!” Wir0 menyeringai. “Katakan dulu siapa dirimu sebenarnya. Janganjangan kamu ialah setan pulau atau jin maritim yang memperlihatkan diri sebagai nenek kemudian bermetam0rf0sis wanita muda dan cantik…”
“Kau selidikilah sendiri!” kata si jelita. Lalu beliau menggerakkan kedua kakinya. Tubuhnya melesat ke atas atap gubuk. Bersamaan dengna itu atap gubuk terbuka dan tubuh wanita itupun lenyap masuk ke dalam gubuk. Wir0 mengejar , mel0mpat dan c0ba ikut menyusup tapi atap gubuk yang terbuat dari rumbia itu sudah menutup kembali.
“Sialan!” maki Wir0. Karena masih menggenggam Kapak Maut Naga Geni 212 di tangannya , semula murid Eyang Sint0 Gendeng ini hendak pergunakan senjata itu untuk menghancurkan atap. Tapi beliau berpikir. “Si nenek tampaknya tidak berniat jahat terhadapku. Ada satu rahasia yang disembunyikannya. Kalau saya merusak gubuk ini mungkin beliau akan murka besar dan saya bisa sanggup kesulitan.” Setelah berpikir lagi sesaat akhirnya Pendekar 212 turun dari atas atap. Dia meng0rek dinding gubuk sedikit kemudian mengintai ke dalam. Tak ada benda apapun di situ , kecuali hanya lantai tanah. “aneh , kesaktian apa yang dimiliki wanita itu hingga bisa lenyap begitu rupa? Apakah beliau amblas menembus tanah?”
Sambil geleng-geleng kepala Wir0 akhirnya tinggalkan tempat itu. Tiga langkah beliau berjalan dari arah gubuk terdengar bunyi 0rang berseru. Suara perempuan.
“Pendekar 2121! Berjalanlah dua ratus langkah ke arah timur! Kau akan menemukan tiga buah perahu. Kau b0leh mengambil salah satu untuk menyeberang ke daratan”!
Wir0 tertawa perlahan kemudian menjawab. “Terima kasih nek! Eh , siapa kau. Nenek atau gadis jelita adi. Ya sudah terima kasih nek gadis!” Wir0 tertawa gelakgelak kemudian melangkah cepat ke jurusan sesuai petunjuk bunyi tadi.
SEMBILAN
Keledai kurus dan pendek itu kelihatan mirip terbang memasuki pintu gerbang K0taraja di sebelah timur. Dewa Ketawa yang berada di atas punggung hewan ini tampak tersenyum-senyum.
“Kalau malam ini bisa kutemui sang Patih berarti selesailah urusan gila ini! Sialan betul! Lebih dari tujuh tahun saya dibuat tersiksa. Gara-gara kep0nakan kurang didik itu!”
Dalam waktu singkat Dewa Ketawa hingga di hadapan sebuah gedung bagus yang di cuilan depannya tampak menyala sebuah lampu minyak besar. Inilah gedung kediaman Patih Kerajaan. Dua 0rang pengawal yang tengah bertugas segera menghadang di pintu masuk.
“0rang renta penunggang keledai. Kami tidak kenal siapa dirimu. Apa keperluanmu malam-malam mendatangi tempat kediaman Patih Kerajaan?”
Dewa Ketawa menatap tampang pengawal yang barusan menegur kemudian tertawa perlahan. “Pengawal k0ny0l , kamu tidak perlu mengenal aku. Adapun keperluanku ialah hendak menemui Patih Kerajaan. Katakan padanya Dewa Ketawa tiba menghadap.”
“Apa? Siapa? Namamu Dewa Ketawa. Eh , betul….?” Pengawal satunya bertanya terheran-heran.
0rang renta gendut di atas keledai itu menjawab dengan bunyi gelak berderai. “Lekas beri tahu Patih Kerajaan. Aku tiba membawa urusan penting. Disamping itu saya juga ingin minta k0pi manis. Minum k0pi malam-malam begini tentu nikmat sekali!”
“0rang renta , maan mungkin kami akan memberi tahu Patih bahwa ada 0rang yang hendak menghadap malam-malam buta begini. Salah-salah kami bisa kena tendangan!”
“Kalau begitu biar saya yang memberitahu langsung!” Dewa Ketawa kemudian menggebrak keledainya. Dua 0rang pengawal cepat mencegah namun keduanya segera terpental jungkir balik di tanah. Ketika Dewa Ketawa mencapai tangga dan hendak bertindak turun tiba-tiba se0rang perjaka bertubuh tinggi tegap muncul dan menegur s0pan.
“0rang renta , keu tentu tiba dari jauh dan membawa urusan penting. Mari kusuruh 0rang menjaga keledaimu. Kau harap memberi tahu apa keperluanmu.”
“Kau betul. Aku membawa satu urusan maha penting. Aku ingin menghadap Patih Kerajaan ,” jawab Dewa Ketawa.
“Ah , kamu tentu 0rang penting yang tengah ditunggu-tunggu 0leh Patih. Namun patut saya beritahu semenjak s0re tadi Patih kurang sehat. Saat ini beliau gres saja pulas. Tentu kamu sependapat denganku bahwa terlalu tidak s0pan kalau beliau dibangunkan. Apakah kamu tidak keberatan menunggu hingga pagi datang. Lalu kita sama-sama menghadapnya. Di samping itu kamu tentu sangat letih , ingin istirahat. Paling tidak sebelum merebahkan diri di kasur yang empuk kamu juga ingin menikmati k0pi hangat barang seteguk dua teguk.”
Melihat 0rang menyapa dengan ramah dan s0pan serta tampang si perjaka yang gagah disertai p0t0ngan tubuh yang kekar , Dewa Ketawa tertawa bergelak dan angguk-anggukkan kepala.
“Tawaran bagus , siapa mau men0lak?!” katanya. Diambilnya buntalan yang tergantung di leher keledai.
“Kalau begitu ikuti saya ,” kata si perjaka pula. Dia memanggil se0rang pengawal dan memerintahkan biar mengurus keledai Dewa Ketawa. Lalu perjaka ini memberi tanda biar Dewa Ketawa mengikutinya.
“Anak muda , siapa namamu dan apa jabatanmu di gedung kepatihan ini?” bertanya si gendut bermata sipit Dewa Ketawa.
“Saya Angling Kamesw0r0 , hanya se0rang pembantu Patih Kerajaan….” jawab si pemuda.
“Ah sungguh luar biasa. Semuda ini kamu sudah menduduki jabatan yang begitu tinggi.Tak usang lagi kamu tentu akan diangkat menjadi Patih menggantikan Patih yang sekarang…..”
“Aku masih harus banyak belajar….” jawab Angling Kamesw0r0. Dia membawa 0rang renta itu ke dalam sebuah kamar yang cukup luas. Selain ada seperangkatan dingklik juga ada sebuah ranjang berkasur tebal dan empuk.
“0rang renta , kamu belum memperkenalkan dirimu. Harap kamu suka memberi tahu….”
“Panggil saya Dewa Ketawa….”
“Astaga! Sungguh mataku buta tidak melihat Mahameru di depan mata!” kata Angling Kamesw0r0 kemudian membungkuk dalam-dalam. “Dewa Ketawa , silahkan duduk. Kalaupun kamu hendak pribadi istirahat dan tidur silahkan naik ke atas ranjang itu….”
Dewa Ketawa tertawa dulu kemudian meletakkan buntalan yang dibawanya di atas meja. Dari dalam buntalan terdengar bunyi mirip dua benda keras saling beradu atau bergesekan.
“Dewa Ketawa , saya lihat kamu membawa dan meletakkan buntalan itu dengan sangat hati-hati. Isinya tentu benda sangat berharga….” kata Angling Kamesw0r0 yang semenjak tadi memeperhatikan buntalan buruk yang dibawa si renta gendut ini .
Dewa Ketawa mengekeh. “Pandangan matamu tajam , kamu terang 0rang cerdik. Tidak salah kalau kamu dipercayakan Sultan jabatan yang tinggi. Karena kamu 0rang baik dan setelah saya tahu kamu ternyata 0rang kepercayaan kerajaan maka saya tidak akan menyembunyikan rahasia lagi apa yang kubawa dalam buntalan itu. Tapi saya ingin kamu menerkanya lebih dulu Angling Kamesw0r0.”
Si perjaka tersenyum. “Kalau saja saya mempunyai kesaktian untuk sanggup melihat tembus , tentu saya bisa menduga isi buntalanmu itu Dewa Ketawa. Sayang saya tidak pnya kepandaian itu….”
Dewa Ketawa tertawa panjang. Dia merasa semakin suka pada perjaka ini. “Baiklahm akan kukatakan padamu. Buntalan butut ini berisi dua buah benda maha berharga bagi Kerajaan. Dua buah b0nang suplemen perangkat gamelan Krat0n yang hilang ada di dalamnya! Akan kuserahkan pada Sultan melalui Patih Kerajaan!”
“Gusti Allah Maha Kuasa!” kata Angling Kamesw0r0.
“Dua buah b0nang pusaka dan sangat keramat itu akhirnya ditemui juga. Dewa Ketawa , Sultan pasti akan memperlihatkan hadiah besar luar biasa padamu. Bukan tidak mungkin kamu akan diangkatnya menjadi Adipati di satu wilayah penting!”
Dewa Ketawa tertawa bergelak.
“Tua bangka yang sudah anyir tanah sepertiku ini sama sekali tidak mengharapkan hadiah besar , juga tidak menginginkan jabatan. Kalau dua benda pusaka itu sudah kembali patut kita semua bersyukur. Lenyapnya dua buah b0nang ini ada hikmahnya Angling. Yaitu biar kita semua lebih waspada biar jangan terjadi lagi hal mirip itu. 0m0ng-0m0ng , b0lehkah saya minta k0pi hangat berang secangkir? /aku memang letih tapi belum mengantuk benar.”
“Akan saya suruh 0rang menyiapkannya. Saya sendiri nanti yang akan membawanya ke mari.”
Si gendut kembali tertawa panjang sementara Angling Kamesw0r0 membuka pintu kamar dan segera keluar.
Tak usang kemudian perjaka ini muncul kembali membawa sebuah cangkir besar. Bau harumnya k0pi menebar dalam kamar itu. Dewa Ketawa tertawa lebar menyambuti cangkir yang diserahkan padanya.
“Silahkan menikmati k0pinya. Sehabis minum kamu bisa istirahat. Bes0k pagipagi sekali saya akan menghubungi Patih dan memberi tahu kedatanganmu….”
“Terima kasih anak muda ,” kata Dewa Ketawa. K0pi yang masih sangat panas itu pribadi saja diteguknya , menciptakan Angling Kamesw0r0 terkesiap lantaran ternyata panasnya minuman itu tidak menciptakan bibir , verbal ataupun pengecap si kakek gendut melepuh. Dari situ saja beliau sudah mengetahui begaimana saktinya 0rang ini.
“Saya minta diri dulu. Sampai bes0k pagi….” kata Angling Kamesw0r0 seraya membungkuk kemudian melangkah ke pintu.
“Sampai bes0k pagi !” menyahuti Dewa Ketawa. Sesaat beliau memperhatikan perjaka itu menutup pintu kamar kemudian kembali meneguk k0pinya hingga habis. 0rang renta ini meletakkan cangkir di atas meja kemudian menggeliat beberapa kali. Perlahan-lahan beliau berdiri dari kursi. Sekujur tubuhnya yang gemuk terasa letih ada perasaan ajaib di dada dan perutnya menjalar ke seluruh tubuh. 0rang renta bertubuh gemuk ini kelihatan mengernyit kemudian memegangi dada dan perutnya. Sesaat kemudia satu jeritan keras keluar dari mulutnya. Bersamaan dengan itu darah segar ikut menyembur.
“Kurang didik ! Aku diracun….” Hanya kata-kata itu yang sempat diucapkannya. Lalu tubuhnya yang hampir 200 kati itu r0b0h ke pinggiran ranjang. Sepasang matanya yang sipit mendelik.
Begitu Dewa Ketawa r0b0h ke ranjang , pintu kamar tampak terbuka. Angling Kamesw0r0 muncul bersama sepuluh 0rang perajurit. Dua diantara memebawa sebuah tandu.
“G0t0ng 0rang itu ke luar. Naikkan ke atas ger0bak bersama keledainya. Buang mayatnya dan keledai di jurang dalam dekat Candi Gajah ! Ingat baik-baik apa yang kalian lakukan ialah rahasia besar. Jika hingga b0c0r kepala kalian semua akan kupancung tanpa ampun !”
Sepuluh 0rang perajurit itu segera masuk ke dalam kamar. Tubuh gemuk Dewa Ketawa dibujurkan di atas tandu kemudian dig0t0ng keluar kamar. Angling Kamesw0r0 kemudian mengambil buntalan di atas meja. Ketika diperiksanya isinya ternyata memang dua buah b0nang milik Kerat0n yang lenyap dicuri 0rang lebih dari tujuh tahun silam. Pemuda ini menyeringai. Dua buah b0nanag itu dipegangnya satu di tangan kiri satu lagi di tangan kanan. Lalu perlahan-lahan dua buah t0nj0lan b0nang diadunya satu sama lain. Terdengar bunyi tidak seberapa keras tetapi diikuti gema yang panjang tanda dua buah peraltan itu memang dibuat dari l0gam yang bukan sembarangan.
Angling Kamesw0r0 memasukkan dua buah b0nang itu kembali ke dalam buntalan.Lalu cepat-cepat keluar dari kamar , kembali ke kamarnya sendiri. Ketika keluar perjaka ini seudah berganti pakaian. Tak usang kemudian dalam kegelapan tampak beliau memacu seek0r kuda menuju selatan yaitu berlawanan arah dari arah yang ditempuh r0mb0ngan yang membawa s0s0k tubuh Dewa Ketawa dan keledainya. Di luar K0taraja wakil patih kerajaan ini membel0k ke timur mengikuti sebuah sungai kecil. Di satu tempat dimana air sungai cukup dangkal beliau menyeberang kemudain memacu tunggangannya menuju daerah bebukitan yang jarang didatangi 0rang.
SEPULUH
Candi Gajah di bukit Im0giri kini tak lebih dari sebuah reruntuhan saja. Patung Gajah besar di halaman depan hanya tinggal cuilan tubuh dan empat kaki dalam keadaan rusak sedang kepalanya lenyap entah kemana.
Jauh sebelum tengah malam se0rang lelaki muda berkumis dan berjanggut lebat kelihatan berada di tempat. Dia sengaja naik ke atas sebatang p0h0n berdaun rimbun kemudian duduk di sebuah cabangnya yang gelap kelindungan. 0rang ini agaknya tengah menunggu sese0rang.
Tapi yang dinantikan tidak muncul-muncul. 0rang ini mulai kesal. Waktu berjalan se0lah merayap. Apalagi udara malam di bukit Im0giri itu cukup masb0d0h dan nyamuk hutan menyengat laksana menyerbu.
“Sialan , tak ada yang muncul. Jangan-jangan saya ditipu wanita berwajah nenek dan gadis itu ,” pikir si pemuda.
Dari atas p0h0n beliau memandang berkeliling ke bawah.
Gelap dan sepi. Tapi tidak. Kesepian itu dipecahkan 0leh bunyi derap kakikaki kuda.
0rang di atas p0h0n sekali lagi memandang ke bawah.
Dari kegelapan malam muncul se0rang penunggang kuda. 0rang ini mengenakan jubah putih , menggunakan tapi merah berbentuk tarbus. Sebuah kumis tipis menghias mulutnya sedang di dagunya ada secuil janggut berkeluk. Di leher dan hampir seluruh tubuh kuda bergelantungan aneka macam macam buntalan kain.
0rang ini berhenti di depan reruntuhan candi Gajah kemudian turun dari kudanya. Sesaat beliau memandangi keadaan candi itu termasuk patung gajah. “Sayang…..” terdengar beliau berkata sendirian. “Dulunya candi ini pasti megah dan bagus.”
“Sekarang rusak tak ada yang memelihara. Sebaiknya saya istirahat dulu di tempat ini.”
Dari dalam salah satu buntalan 0rang ini mengeluarkan sep0t0ng kuliner kemudian pergi duduk di tangga candi menyantap kuliner ini.
0rang di atas p0h0n untuk beberapa lamanya masih mendekam memperhatikan 0rang yang duduk di tangga candi.
“Siapa kiranya 0rang yang membawa begitu banyak buntalan di kudanya?”
Setelah menunggu sesaat lagi akhirnya 0rang di atas p0h0n mel0mpat turun. Langsung menghampiri 0rang berjubah putih yang sedang enak-enak istirahat sambil makan.
Munculnya 0rang tak dikenal apalagi mel0mpat turun dari atas p0h0n ditambah 0rangnya mempunyai kumis dan janggut tebal , tentu saja mengejutkan 0rang yang duduk di tangga. Dia mel0mpat dan bergerak cepat ke arah kudanya.
“Saudara , kamu siapa…..?” tanya si kumis tebal.
“Katakan dulu kamu siapa ,” jawab si kumis tipis.
“Aku gelandangan yang kebetulan tersesat di tempat ini.”
Si kumis tipis memperhatikan 0rang di hadapannya sesaat. Dia menaruh syak wasangka. “Sulit dipercaya ada gelandangan tersesat ke tempat sepi begini , malam buta pula !”
“Lalu kamu anggap siapa kamu ini ? 0rang jahat ? Ramp0k ?!”
“Mungkin sekali ! Kalau tidak mengapa tadi kamu sembunyi di atas p0h0n sana. Berarti kamu sengaja mencegat jalan 0rang. Jika kabu berani berbuat jahat padaku , kamu akan menyesal ! "
“Hem… begitu ? Kulihat kamu membawa banyak buntalan. Apa isinya?”
“Perlu apa kamu mau tahu? Kalau mau lihat harus ada uang !”
“Gila ! Mau lihat saja pakai uang !”
“Kalau kamu tak mau membeli buat apa melihat-melihat segala ?!”
“Nah , rupanya kamu se0rang pedagang keliling. Pantas begini banyak dan sarat buntalanmu.”
“Kalau sudah tahu , apakah kamu punya uang untuk membeli selembar baju ?”
“Aku tak punya uang ,” jawab sikumis tebal.
“Kau tak punya uang tak usah bicara denganku. Jangan ganggu , saya ingin istirahat barang sebentar.” 0rang berjubah putih dab bertarbus merah itu menghabiskan makanannya cepat-cepat. Lalu beliau berpaling pada lelaki berkumis tebal. “Kenapa kamu masih di sini ?”
“Memangnya ada yang melarang saya tak b0leh di sini ?!”
“Ada !”
“Siapa ?!”
“Aku !” jawab si jubah putih yang pedagang keliling.
Lelaki berkumis tebal tertawa gelak-gelak. “Bicaramu enak amat. Sepertinya tempat ini nenek m0yangmu yang punya!”
“Jangan bicara seenakmu!” hardik si pedagang keliling.
“Jangan mengatur 0rang seenaknya!”
“Sudah! Aku tak mau bicara denganmu!”
“Siapa bilang saya suka bicara dengan 0rang sepertimu!” balas si kumis lebat.
Kedua 0rang itu sama-sama membuang muka dan berdiam diri. Tapi tak sengaja keduanya sama-sama berpaling dan saling pandang. Lalu cepat-cepat keduanya memalingkan wajah lagi. Beberapa ketika berlalu. Lelaki berkumis lebat memutar kepalanya , memeperhatikan 0rang yang duduk di tangga. Tak tahan rupanya beliau duduk rahasia saja.
“Hai!” tegurnya. Si kumis tipis membisu saja. “Hai! Kalau mau dagang jangan ke tampat sunyi begini. Malam hari pula! Siapa yang mau beli?! Hantu?!”
“Kau tentu saja tidak bakal membeli lantaran tidak punya uang. Aku mau dagang saya pergi kemana sukaku. Rejeki sese0rang datangnya tidak pandang waktu dan tempat! Kau sendiri apa keperluanmu malam-mamal buta berada di sini?!”
“Itu bukan urusanmu…..”
“Agaknya kamu tengah menunggu sese0rang. Siapa yang kamu tunggu?”
“Si kumis tebal jadi kesal. “Apa urusanmu tanya-tanya?!”
“Di sini hanya kita berdua. Bicara dan saling tanya apa salahnya!” balas si pedagang.
“Tadi kamu sendiri yang bilang tidak suka bicara denganku. Kini malah mengajak 0m0ng!”
“Aku berubah pikiran!” jawab si kumis tipis kemudian tersenyum. Kedua matanya menatap tajam pada 0rang yang tegak di bawah p0h0n itu. Sebaliknya 0rang yang di bawah p0h0n juga memandang dengan cara yang sama.
“Dengar saya tahu siapa kamu adanya ,” kata si pedagang keliling.
“Aku juga tahu siapa kamu bahwasanya ,” balas si kumis lebat.
Keduanya sama-sama mel0ng0 sesaat. Lalu mereka sama-sama tertawa bergelak.
“Kau Pendekar 212 Wir0 Sableng! Pasti! Jangan mungkir! Tanggalkan kumis dan janggut palsumu!”
Lelaki di bawah p0h0n tampak menggaruk kepalanya.
Perlahan-lahan kedua tangannya digerakkan ke wajahnya. Srett….srett! Kumis tebal yang tadi menempel di bawah hidung tanggal kemudian dicampakkannya ke tanah. Begitu wajah 0rang ini licin klimis kecuali tambutnya yang kemudian dikeluarkannya dari balik epil0g kepala. Ternyata beliau berambut g0ndr0ng dan memang bukan lain ialah Wir0 Sableng Pendekar 212.
Sambil menyengir Wir0 berkata. “Sekarang giliranmu. Kau pasti si nenek yang mengaku pembantu Nyi Bulan Seruni Pital0ka. Nenek-nenek yang wajahnya bisa bisa berubah jadi se0rang gadis manis jelita!”
0rang yang duduk di tangga candi tertawa geli. Sekali tangannya bergerak maka lepaslah t0peng tipis yang menutupi mukanya. Kini kelihatan wajahnya yang 0risinil yaitu wajah se0rang wanita muda berparas manis jelita.
“Nah apa kataku! Kau memang nenek gadis itu!” kata Wir0.
“Aku bukan nenek , juga bukan gadis…..”
“Jadi….?” Wir0 berpikir sejenak. “Astaga! Sekali ini pasti tidak akan salah. Kau pastilah janda muda berjulukan Nyi Bulan Seruni Pital0ka itu!”
Perempuan manis yang duduk di tangga mengangguk. Lalu dibukanya tarbus merah di atas kepalanya. Sekali beliau menggerakkan kepalanya maka tergerailah rambutnya yang hitam berkilat hingga ke bahu.
Untuk kedua kalinya murid Eyang Sint0 Gendeng terpes0na 0leh kecantikan wanita muda itu. Pertama kali dulu ketika janda ini membuka samaran sebagai se0rang nenek. “Ah , wajahnya memang seindah rembulan empat belas hari. Malah lebih indah dari rembulan. Rembulan masih ada peny0k-peny0knya , yang ini justru mulus tanpa cacat!” membatin Wir0.
“Nyi Seruni kini saya ingin tahu mengapa kamu melaksanakan semua ini…..” bertanya Pendekar 212.
“Apa yang kamu maksud melaksanakan semua ini?” balik bertanya Nyi Bulan Seruni Pital0ka.
“Ringkasnya saja yaitu mengapa kamu menyuruh b0cah berjulukan Santik0 mencuri dua buah b0nang milik Krat0n hingga anak itu dipendam dalam l0bang inti es selama tujuh tahun. Lalu mengapa kamu meminta saya menemuimu di tempat ini? Kuminta kamu jangan menjebakku….”
Nyi Bulan Seruni tertawa kecil.
“Aku bukan 0rang jahat. Aku menyesal mendengar Santik0 yang kini jadi perjaka berjuluk Bujang Gila Tapak Sakti itu hingga pernah dieksekusi sandiri 0leh pamannya si Dewa Ketawa. Tujuh tahun kemudian memang saya pernah menyuruhnya mencuri dua buah b0nang perlengkapan gamelan Kerat0n. Itu saya lakukan demi undangan suamiku…..”
“Suamimu kini berada di mana?” bertanya Wir0.
“Kau ini bagaimana. Kalau saya disebut 0rang janda tentu saya sudah tak punyai suami lagi.”
Wir0 menyeringai. “Maksudku , apakah kamu janda ditinggal mati suami atau dicerai atau bagaimana….”
“Kau ini ada-ada saja. Suamiku tewas di tangan se0rang dikenal dengan julukan Sepasang Pedang Dewa. Kematiannya justru ada sangkut pautnya dengan dua buah b0nang itu. Dulu beliau ialah spesialis pembuat b0nang. Suatu hari seperangkatan b0nang milik Kerat0n minta dibersihkkan dan diperbaiki bagianbagiannya yang rusak atau peny0k. Ketika sedang melaksanakan pekerjaan itu Sepasang Pedang Dewa muncul. Mula-mula merela bicara baik-baik , kemudian terjadi pertengkaran yang diakhiri dengan perkelahian.
Suamiku kalah dan tewas di tangan lawan. Namun apa yang hendak dirampas 0leh Sepasang Pedang Dewa itu berhasil diselamatkan nya lantaran sebelum Sepasang Pedang Dewa muncul beliau telah menyembunyikannya di dalam dua buah b0nang yaitu b0nang penerus slindr0 dan b0nang penerus pel0g. Sebelum mati beliau berpesan biar dua buah b0nang itu diselamatkan dan apa yang disembunyikannya di dalam b0nang harus segera diambil. Namun saya terlupa. Ketika 0rang-0rang dari Kerat0n tiba mengambil seperangkat b0nang itu , saya menyerahkannya begitu saja. Ini di sebabkan lantaran saya sangat berduka atas kematian suamiku. Walau beliau tiga puluh tahun lebih renta dari ku , tapi beliau se0rang suami sekaligus ayah yang baik. Satu ahad kemudian saya gres ingat akan pesan mendiang suamiku. Itupun setelah saya menerima mimpi. Tidak gampang untuk masuk ke dalam Krat0n , apalagi harus mencuri dua buah b0nang itu. Aku menerima akal. Karena bentuknya yang gemuk bulat dan lucu Santik0 menjadi kesayangan 0rang-0rang dalam Krat0n. Dia gampang pergi dan masuk kemana saja. Maka saya menyuruhnya mencurinya.
Kasihan , bahwasanya beliau anak baik walaupun suak usil dan kurang ajar. Pamannya menangkapnya dan menghukumnya di puncak gunung Mahameru. Aku sendiri menyembunyikan diri dan berusaha memperdalam semua pelajaran ilmu kesaktian yang kudapat dari suamiku. Jika saja saya sanggup mengeluarkan apa yang disembunyikan suamiku dari dalam dua buah b0nang itu , mungkin kepandaianku sudah stinggi langit sedalam lautan. Itu sebabnya saya menyuruhmu tiba kemari untuk dimintai t0l0ng…..”
“Tunggu dulu ,” mem0t0ng Wir0. “Jika dua buah b0nang itu begitu berharganya bagimu , mengapa kamu serahkan pada si Gergaji Setan dan akhirnya dilarikan 0leh Dewa Ketawa?”
Nyi Bulan Seruni Pital0ka tersenyum yang menciptakan Pendekar 212 rahasia jadi blingsatan melihatnya. Janda yang ditinggal mati suaminya ketika berusia 13 tahun itu berdiri dari tangga candi kemudian melangkah mendekati kudanya.
Dari dalam salah satu buntalan barang yang bergantung di leher serta tubuh kuda itu dikeluarkannya dua buah benda berwarna kuning kemudian diperlihatakannya pada Wir0. Ketika Wir0 memperhatikan ternyata dua buah benda itu ialah dua buah b0nang.
Murid Eyang Sint0 Gendeng jadi terheran-heran. “Aku tak mengerti. Sebelumnya saya menyaksikan sendiri kamu menyerahkan dua buah benda mirip itu pada si Gergaji Setan. Kini mengapa kamu masih mempunyai dua buah lagi?”
“Pendekar 212 , selama saya mempunyai dua buah b0nang itu keselamatanku selalu terancam. Banyak 0rang-0rang pintar yang baik dan yang jahat mencariku. Bukan saja untuk mendapatkan tubuhku. Aku ingin dua buah b0nang dan rahasia yang tersembunyi di dalamnya tidak jatuh ke tangan 0rang sebisa-bisanya saya buat dua buah b0nang tiruan….”
“Aku mengerti sekarang. Dua buah b0nang yang kamu berikan pada si Gergaji Setan ialah b0nang-b0nang palsu sedang yang 0risinil tetap kamu sembunyikan di tempat aman!”
“Apa yang kamu katakan memang betul ,” jawab Nyi Bulan Seruni Pital0ka. “Kau benar-benar cerdik. Sekarang apa yang hendak kamu lakukan dengan dua buah b0nang itu?” bertanya Wir0.
“Aku akan mengembalikannya ke Kerat0n. Mungkin dengan minta t0l0ng lagi pada Bujang Gila Tapak Sakti. Namun sebelum kukembalikan saya ingin mengambil dulu apa yang tersembunyi di dalamnya , lalu…..”
“Nyi Bulan! Kau memang cerdik. Tapi kecerdikanmu hari ini berakhir sudah. Jika kamu sayang nyawa lekas serahkan dua buah b0nang dalam buntalan itu padaku !”
Satu bunyi bergema keras di tempat sunyi itu. Dua buah bayangan berkelebat. Tahutahu Nyi Bulan sudah diapit 0elh dua 0rang bertubuh tinggi kekar. Satu sudah berusia lanjut satunya lagi masih muda.
Nyi Bulan Seruni Pital0ka terkejut besar. Dia cepat berpaling dan segera mengenali 0rang yang ada di sebelah kanannya , yakni lelaki berusia lanjut berambut putih dan mengenakan jubah merah. Pada pinggang jubahnya kiri kanan tergantung masing-masing sebilah pedang. Lelaki yang lebih muda bukan lain ialah Angling Kamesw0r0 , wakil Patih Kerajaan. Yang satu ini memang segera pula dikenali 0elh Pendekar 212. Ada apa perjaka ini tiba-tiba berada di tempat ini , begitu Wir0 berpikir. Di samping itu beliau mencium adanya ancaman mengancam Nyi Bulan. “Nyi Bulan ada k0relasi apa antara kamu dengan 0rang-0rang ini?’
“Yang ini ialah Sepasang Pedang Dewa ,” jawab Nyi Bulan seraya menunjuk tepat-tepat ke arah lelaki berambut putih yang mengenakan jubah merah. “Pembunuh keparat ini berani muncul! Hari ini akan membalaskan dendam kesumat kematian suamiku!”
Sepasang Pedang Dewa ganda tertawa. “Tadi saya sudah bilang. Kalau sayang nyawa lekas serahkan dua buah b0nang itu !”
“Langkahi dulu mayatku gres kamu bisa mendapatkan benda-benda itu !” teriak Nyi Bulan. “Kalau begitu bersiaplah untuk mati !” hardik Sepasang Pedang Dewa. Sret ! Srett ! Dua pedang yang tergantung di pinggangnya melesat keluar.
SEBELAS
Kita kembali dulu pada beberapa insiden yang terjadi sebelum munculnya Sepasang Pedang Dewa dan Angling Kamesw0r0 di Candi Gajah.
Angling Kamesw0r0 melarikan kudanya mendaki puncak salah satu bukit luat K0taraja yang jarang didatangi manusia. Kuda tunggangannya rupanya sudah sering menempuh jalan itu hingga hewan ini bisa berlari dengan kencang dan dalam waktu singkat hingga di puncak bukit paling tinggi. Dalam kegelapan tampak sebuah bangunan kayu berbentuk panggung. Di k0l0ng bangunan enam ek0r anjing besar mel0mpat dan menggarang kemudian mulai menyalak begitu Angling Kamesw0r0 muncul bersama kudanya. Anjing-anjing itu menyalak terus sambil mengurung kuda bahkan terang siap hendak menyerang.
Tiba-tiba dari dalam rumah terdengar bunyi 0rang bertanya “Siapa yang tiba ?!”
“Saya guru! Angling Kamesw0r0!”
Lalu dari dalam rumah panggung terdengar bunyi suitan keras. Enam ek0r anjing menggerang pendek dan berbalik kemudian lari kembali mendekam di bawah k0l0ng rumah. Angling Kamesw0r0 tidak turun dari kudanya. Dari atas panggung hewan ini beliau pribadi mel0mpat ke serambi depan rumah.
Di tangan kirinya tergenggam buntalan berisi dua buah b0nang hasil meracuni 0rang renta itu hingga mati!
Begitu kakinya menginjak lantai srambi begitu pintu depan bangunan terbuka. Angling Kamesw0r0 segera masuk. Pintu tertutup kembali. Di dalam rumah , di bawah penerangan lampu minyak besar tampak duduk di dingklik g0yang se0rang lelaki berusia lebih dari setengah kala berambut putih. Sese0rang wanita berwajah ayu , berkulit hitam manis terbaring melintang di atas pahanya dan lengan-lengan dingklik g0yang.
Perempuan ini mengenakan pakaian yang sangat minim hingga Angling Kamesw0r0 sanggup melihat setiap lekuk dan sudut tubuhnya. Begitu si perjaka masuk , 0rang di atas dingklik g0yang mengelus paha si hitam manis itu seraya berkata. “Masuklah dulu ke kamar. Aku ada tamu yang membawa urusan penting!”
Si jelita hitam manis itu turun dari pangkuan 0rang berjubah merah. Ketika berdiri pakaian minim yang menutupi tubuhnya jatuh dan tercampak di lantai. Tapi beliau tidak berusaha memungutnya malah enak saja beliau melangkah menuju ke kamar , menciptakan Angling Kamesw0r0 sesaat jadi tertegun.
“Angling , kamu membawa kabar apa untukku?!” si jubah merah yang ialah Sepasang Pedang Dewa bertanya.
“Saya membawa kabar baik , guru. Saya telah mendapatkan dua buah b0nang itu.”
Sepasang Pedang Dewa mel0mpat dari duduknya. Langsung saja beliau menyambar buntalan yang dibawa muridnya dan mengeluarkan isinya.
“Kau hebat!” memuji Sepasang Pedang Dewa sambil tersenyum lebar dan menimang-nimang dua buah b0nang itu. Parasnya tiba-tiba berubah.
“Ada apa guru?”
“Ceritakan dulu bagaimana kamu mendapatkan dua buah benda ini.”
Angling Kamesw0r0 kemudian bercerita.
“Ceritamu meyakinkan. Tapi saya merasa was-was. C0ba kuperiksa dulu dua b0nang ini.” Lalu Sepasang Pedang Dewa malangkah ke dekat lampu. Nyala api lampu diperbesarnya. Dua buah b0nang ditelitinya berulang kali , dib0lak-baliknya tiada henti. Jari-jari tangannya berkali-kali mengusap cuilan bawah dua buah b0nang itu. Tiba-tiba b0nang-b0nang itu dibantingkannya ke lantai.
“Palsu! Dua buah b0nang itu palsu!” teriaknya. Lalu beliau berpaling dengan murka pada Angling Kamesw0r0. “Kau yang mempermainkan saya atau kamu yang t0l0l dipermainkan 0rang!”
Paras Angling Kamesw0r0 berubah pucat. “Mana saya berani mempermainkan guru. Saya menerima dua buah b0nang itu malah hingga membunuh Dewa Ketawa dengan racun yang dimasukkan dalam k0pinya…..”
“Aku tidak perduli bagaimana kamu mendapatkan b0nang-b0nang palsu itu. Lekas ikuti aku! Kita harus mendapatkan b0nang-b0nang yang asli!” teriak Sepasang Pedang Dewa kemudian did0r0ngnya tubuh muridnya ke arah pintu hingga Angling Kamesw0r0 hampir terjengkang.
Bujang Gila Tapak Sakti walaupun tertinggal jauh di belakang namun beliau
sudah bisa menduga kemana Dewa Ketawa akan membawa dua buah b0nang yang didapatnya dari pembantu Nyi Bulan Seruni Pital0ka itu. Maka beliau segera menuju K0taraja dengan tujuan terus mendatangi gedung Kepatihan.
Namun di luar k0ta perjaka gendut berpeci kupluk ini berpapasan dengan ser0mb0ngan perajurit yang memacu sebuah ger0bak. Di atas ger0bak itu dilihatnya seek0r hewan yang bukan lain ialah keledai milik pamannya. Terheran-heran Bujang Gila Tapak Sakti berhenti di tepi jalan dan memeperhatikan r0mb0ngan itu berlalu hingga akhirnya lenyap di kejauhan. Dia sama sekali tidak tahu kalau di lantai ger0bak tergeletak s0s0k tubuh pamannya si Dewa Ketawa.
Untuk beberapa lamanya Bujang Gila Tapak Sakti berdiri bimbang apakah beliau akan terus ke K0taraja atau mengikuti r0mb0ngan itu. Akhirnya beliau memutuskan untuk mengejar r0mb0ngan saja. Walau tubuhnya hampir 150 kati namun berkat kesaktiannya Bujang Gila Tapak Sakti bisa berlari secepat angin. Dalam waktu singkat beliau berhasil mengejar r0mb0ngan yang membawa keledai itu tak berapa jauh dari bukit Im0giri.
“R0mb0ngan harap berhenti!” teriak Bujang Gila Tapak Sakti.
Se0rang perajurit yang ditugaskan memimpin r0mb0ngan berpaling. Dia terkejut sekali ada se0rang perjaka luar biasa gemuk bisa berlari sekencang itu dan memerintahkan r0mb0ngannya berhenti. Karena curiga maka beliau memerintahkan kawan-kawannya untuk bergerak terus. Ketika Bujang Gila Tapak Sakti akhirnya berhasil menyusul dan menghadang di depan mau tak mau r0mb0ngan itu terpaksa berhenti.
“Babi gendut ada apa kamu menghadang perjalanan 0rang! Apa kamu tidak tahu kami ialah perajurit-perajurit Kepatihan?!”
Plaaakkkk!
Perajurit pemimpin r0mb0ngan yang barusan membentak terpelanting dari kudanya begitu disambar tamparan Bujang Gila Tapak Sakti. Mulutnya pecah , beliau mengerang sebelum pingsan. Melihat kejadian ini dua 0rang perajurit yang hendak bertindak jadi bimbang. Mereka maklum kalau tengah berhadapan bukan saja dengan se0rang berkepandaian tinggi tapi mungkin pula ber0tak miring.
“Kalian mau bawa kemana keledai itu?” bertanya Bujang Gila Tapak Sakti.
Tak ada yang menjawab.
Plaaakkk!
Untuk kedua kalinya tamparan Bujang Gila Tapak Sakti menyambar. Satu k0rban lagi menggelinding jatuh dari punggung kuda.
“Jika tidak ada yang mau menjawab , satu demi satu kalian akan kuhajar!” mengancam Bujang Gila Tapak Sakti.
Beberapa 0rang perajurit memang tampak takut. Tapi empat 0rang diantaranya memperlihatkan perilaku lain. Melihat dua kawannya terkapar di tanah mirip itu keempatnya segera mencabut senjata masing-masing kemudian menyerang Bujang Gila Tapak Sakti. Si gendut yang merasa menerima jalan untuk melampiaskan amarahnya segera saja menyambut ker0y0kan 0rang. Tangan kiri kanan berkelebat kian kemari.
Terdengar bunyi bak-buk-bak-buk disertai jerit kesakitan empat perajurit yang jatuh saling tindih di tanah.
Keempatnya menderita cidera berat. Ada yang hancur pipinya , remuk tulang dada atau berpatahan tulang–tulang iganya.
Justru pada ketika mengamuk itulah Bujang Gila Tapak Sakti mendekati ger0bak dan tiba-tiba melihat s0s0k tubuh Dewa Ketawa yang menggeletak di lantai ger0bak. Pemuda ini menjerit keras kemudian mel0mpat ke atas ger0bak. Dia melengak ketika melihat sekujur kulit tubuh pamannya itu hingga ke wajahnya yang gemuk berwarna hitam kebiruan.
“Kurang ajar! Siapa yang punya perkejaan ini?!” teriak Bujang Gila Tapak Sakti keras sekali hingga perajurit-perajurit yang masih ada di sana tergagau kaget dan kecut.
“Kami…..kami tidak tahu apa yang terjadi. Kami hanya disuruh membawa keledai dan mayit 0rang gemuk ini untuk dibuang ke dalam jurang dekat sini…..” se0rang perajurit menjawab dengan ketakutan.
“Kurang ajar! Siapa yang menyuruh kalian?!”
Mula-mula tak ada yang berani menjawab. Ketika Bujang Gila Tapak Sakti mulai menggerang tanda kemarahannya semakin mendidih akhirnya se0rang perajurit membuka mulut.
“Raden Angling Kamesw0r0 yang menyuruh kami….”
“Pembantu Patih Kerajaan itu?!”
“Betul ,” jawab si perajurit pula. Lalu beliau memberi isyarat pada temantemannya. Semua perajurit yang masih duduk di punggung kuda masing-masing segera saja menggebrak tunggangan mereka kemudian kabur dari tempat itu.
Di atas kereta Bujang Gila Tapak Sakti menggebuk pantat keledai kurus itu seraya memaki “Binatang keparat! Turun dulu kamu ke tanah! Jangan enak-enakan n0ngkr0ng di atas ger0bak ini!”
Dipukul pantatnya keledai itu mel0mpat turun dari ger0bak. Bujang Gila Tapak Sakti membungkuk kemudian meletakkan telinganya ke dada kiri Dewa Ketawa. Dia tidak pasti apakah beliau sanggup mendengar detakan jantung pamannya itu atau tidak.
Namun beliau tidak mau menunggu lebih lama. Dia tahu pamannya itu berada di bawah efek racun yang sangat jahat. Maka dengan ujung sebuah g0l0k dit0rehnya urat besar dekat pergelangan tangan kiri Dewa Ketawa. Lalu dengan mulutnya beliau mulai menyed0t darah yang ada dalam tubuh pamannya itu.
Setiap mulutnya penuh darah yang dised0tnya disemburkan keluar. Begitu berulang kali hingga bertahap warna hitam biru pada sekujur tubuh 0rang renta gemuk itu menjadi berkurang. Bujang Gila Tapak Sakti merasa lega sekali begitu beliau menangkap bunyi erangan halus keluar dari verbal Dewa Ketawa. 0rang renta gemuk ini kemudian ditelungkupkannya di atas lantai ger0bak. Bajunya disingkapkan di cuilan punggung. Kedua tangannya diusapkan satu sama lain hingga ada hawa sangat masb0d0h membersit keluar. Dengan hati-hati Bujang Gila Tapak Sakti meletakkan kedua telapak tangannya di punggung Dewa Ketawa kemudian beliau mulai mengerahkan tenaga.
Suara erangan 0rang renta itu semakin keras terdengar begitu hawa sakti yang mengalir dari telapak tangan Bujang Gila masuk merasuk ke dalam sekujur tubuh termasuk peredaran darahnya. Perlahan-lahan Dewa Ketawa membuka kedua matanya yang tadinya mendelik tapi sempat dipejamkannya. Begitu beliau melihat tampang Bujang Gila Tapak Sakti , Dewa Ketawa menyeringai kemudian umbar tawa panjang.
“Brengsek! Jangan ketawa dulu! Nyawamu masih berada di ujung tanduk!” kata Bujang Gila Tapak Sakti memberi ingat.
“Anak setan! Kau rupanya yang men0l0ngku!” kata Dewa Ketawa kemudian tertawa gelak-gelak. Tiba-tiba beliau mel0mpat dan berdiri di atas ger0bak.
“Awas! Kau masih belum sembuh!” sang kep0nakan mengingatkan lagi.
“Siapa bilang saya belum sembuh! Mari ikut saya ke tempat kediaman Angling Kamesw0r0. Pembantu patih sialan itu yang meracuniku !” Dewa Ketawa keluarkan bunyi tawa mengekeh. Tiba-tiba beliau ingat akan buntalannya. Dia memandang berkeliling. “Heh…dimana buntalan itu ?!” beliau bertanya se0lah pada diri sendiri sambil memijit-mijit keningnya.
“Buntalan apa paman ?!” tanya Bujang Gila Tapak Sakti.
“Buntalan berisi dua buah b0nang milik Kerat0n.”
“Kalau Angling Kamesw0r0 yang meracunimu , pasti beliau pula yang mengambil benda-benda itu!” kata Bujang Gila Tapak Sakti.
“Kalau begitu saya ingin segera membekuk batang lehernya. Kita ke gedung Kepatihan kini juga!” Dewa Ketawa mel0mpat turun dari ger0bak. Bujang Gila Tapak Sakti menyusul. Dia segera mencari kuda paling besar sedang pamannya sudah naik ke atas punggung keledai. Baru saja keduanya hendak bergerak pergi tiba-tiba di kejauhan terdengar bunyi kaki-kaki kuda mendatangi.
“Santik0 , lekas sembunyi. Kita tidak tahu apakah yang tiba sahabat atau lawan!” kata Dewa Ketawa.
Kedua 0rang itu kemudian mendekam di tempat gelap. Tak usang kemudian dua penunggang kuda muncul. Mereka berhenti di tempat itu. Yang pertama ialah 0rang renta berjubah merah yakni Sepasang Pedang Dewa sedang satunya terang Angling Kamesw0r0. Pembantu patih Kerajaan ini jadi melengak kaget ketika melihat beberapa 0rang perajurit berkaparan di tanah dalam keadaan cidera berat. Dia berpaling pada Sepasang Pedang Dewa.
“Ini ialah r0mb0ngan perajurit yang saya perintahkan untuk membuang mayit Dewa Ketawa bersama keledai tunggangannya! Tapi guru lihat sendiri. Keledai itu tak ada di sini. Mayat Dewa Ketawapun lenyap! Lalu siapa pula yang membunuh perajurit-perajuritku ini!”
“Sudah! Perlu apa mengurusi insan dan keledai keparat itu serta perajuritperajurit tengik ini!” tukas Sepasang Pedang Dewa. “Kita ada urusan yang lebih penting. Kuharap saja lap0ran dari 0rang kepercayaanku benar adanya.”
Ada pertemuan antara Pendekar 212 Wir0 Sableng dan Nyi Bulan Seruni Pital0ka di Candi Gajah tengah malam ini. Kita harus segera menuju ke sana , membekuk batang leher janda itu dan merampas dua buah b0nang pusaka dari tangannya!”
Di tempat gelap , bahwasanya Bujang Gila Tapak Sakti sudah gatal tangannya untuk menyerang dan menghajar habis-habisan Angling Kamesw0r0. Lebih lagi si gendut Dewa Ketawa. Namun 0rang renta ini masih bisa menahan hawa amarahnya ketika kep0nakannya berisik menyampaikan bahwa beliau hendak menghancur lumatkan Angling Kamesw0r0.
“Anak setan gendut sialan! Jangan bertindak cer0b0h. Membunuh pembantu Patih Kerajaan itu tidak ada sulitnya. Tapi dengar apa yang tadi mereka bicarakan? Nyi Bulan dan Pendekar 212 mengadakan pertemuan rahasia di Candi Gajah.”
Jangan-jangan perjaka sahabat kita itu sudah menjadi pengkhianat. Bekerja sama dengan Nyi Bulan Seruni yang jelas-jelas talh mencuri dua buah b0nang itu!”
Ucapan terakhir sang paman menciptakan Bujang Gila Tapak Sakti merasa tidak enak lantaran dirinya sendiri juga terlibat dalam pencurian itu. Malah beliau yang bertindak pribadi melaksanakan pencurian tujuh tahun lalu. Apakah sang paman menyindirnya ketika ini?
Ketika Angling Kamesw0r0 dan Sepasang Pedang Dewa meninggalkan tampat itu , Dewa Ketawa memberi isyarat pada Bujang Gila. Paman dan kep0nakan ini kemudian menggebrak tunggangan masing-masing ke arah yang sama yaitu jurusan bukit Im0giri.
DUA BELAS
0rang berjubah merah itu tidak percuma dijuluki Sepasang pedang Dewa. Begitu kedua tangannya bergerak memutar sepasang pedang maka bertaburlah dua cahaya putih dalam gelapnya malam.
Breet! Breett!
Nyi Bulan Seruni Pital0ka terpekik dan mel0mpat mundur. Jubah putihnya r0bek di cuilan dada dan perut hingga sebagian auratnya tersingkap lebar.
Sepasang Pedang Dewa menyeringai.
“Itu peringatan terakhir Nyi Bulan!” katanya sambil melintangkan sepasang pedang di depan dada. “Apa kamu masih belum mau menyerahkan dua buah b0nang itu?!”
“Ramp0k busuk! Keluarkan kepandaianmu kalau memang bisa mengambilnya dariku!” teriak Nyi Bulan.
Sepasang Pedang Dewa tertawa mengekeh. “Kau benar-benar wanita nekad. Tapi saya ada usul. Kecantikan sudah usang kuketahui. Ternyata tubuhmu juga sangat bagus. Bagaimana kalau kamu ikut saja ke tempatku secara baik-baik. Kita bisa hidup bersama. Dua buah b0nang itu milik kita berdua!”
“Tua bangka tak tahu diri! Jangankan aku! Kambingpun tak bakal suka padamu!” teriak Nyi Bulan.
Tampang Sepasang Pedang Dewa jadi gelap membesi.
Sambil membentak kembali beliau menyerang dengan dua pedangnya.
Kali ini Nyi Bulan tidak tinggal diam. Dia berlaku cerdik. Dia menyambut serangan lawan dengan mempergunakan dua buah b0nang untuk menangkis. Hal ini menciptakan Sepasang Pedang Dewa menjadi serba salah. Kalau beliau terus melanjutkan menyerang ada kemungkinan dua buah b0nang itu kena hantaman senjatanya. Kalau b0nang-b0nang tersebut hingga rusak , berarti akan merusak pula rahasia besar yang tersimpan di dalamnya!
“Aku harus merampas dua buah b0nang itu! Aku akan telanjangi beliau sekujur tubuhnya. Kalau sudah tak berpakaian lagi kuliner beliau tidak akan menjatuhkan apa yang dipegangnya guna menutupi aurat!” Begitu Sepasang Pedang Dewa berpikir dan kembali menyerbu. Dua pedangnya meluncur , membabat dan menusuk kian kemari , menciptakan Nyi Bulan jadi sibuk sekali. Dua senjata lawan menyayat dan mer0bek pakaiannya di beberapa tempat hingga auratnya semakin tersingkap. Apa yang ada di benak lawan akhirnya terbaca juga 0leh Nyi Bulan. Dia melirik pada Pendekar 212 kemudian berteriak “Wir0! Selamatkan dua buah b0nang ini!” Lalu secepat kilat dua buah b0nang dilemparkannya ke arah Pendekar 212. Namun ketika masih melayang di udara tiba-tiba ada tiga 0rang yang mel0mpat dan berusaha menangkap benda-benda itu.
Yang pertama ialah Angling Kamesw0r0 , wakil Patih Kerajaan. Yang kedua ialah dua insan gendut besar yang gres saja hingga di tempat itu dan bukan lain ialah Dewa Ketawa dan Bujang Gila Tapak Sakti.
Sesaat Pendekar 212 jadi terkesiap melihat apa yang terjadi. Lalu beliau bertindak cepat. Sebelum ada yang sempat menyentuh dua buah b0nang itu , Wir0 lepaskan pukulan “benteng t0pan melanda samudera” sekaligus dengan kedua tangannya. Dua gel0mbang angin menggebubu dahsyat. Debu dan pasir beterbangan. Daun-daun pep0h0nan di sekitar tempat itu luruh bermentalan. Dua buah b0nang yang melayang di udara mencelat tinggi ke atas. Tiga 0rang yang tadi mel0mpat saling mendahului hendak menangkap dua buah benda itu kini jadi saling bertabrakan kemudian sama-sama jatuh duduk di tanah. Yang paling menderita ialah Angling Kamesw0r0. Walau tubuhnya tinggi dan kekar namun dibanding dengan luar biasa besarnya tubuh-tubuh Dewa Ketawa serta si Bujang Gila maka tak ampun lagi beliau sempat tergencat di tengah-tengah sebelum jatuh terduduk di tanah. Pembantu Patih Kerajaan ini seprti dijepit dua buah watu sebesar rumah. Dua tulang iganya patah dan di keningnya tampak benjut besar!
Selagi tiga 0rang itu berkaparan di tanah Pendekar 212 Wir0 Sableng cepat mel0mpat dan tanpa banyak kesulitan berhasil menangkap dua buah b0nang itu kemudian memasukkannya di balik pakaiannya. Melihat dua buah b0nang kini dikuasai Wir0 , Angling Kamesw0r0 walau dalam keadaan cidera cepat berdiri. Tapi gerakannya jadi tertahan ketika menyadari adanya Dewa Ketawa di tempat itu. “Bagaimana mungkin 0rang yang sudah kuracuni hingga mati ini kini berada di sini dalam keadaan hidup?!” Hanya saja ketika itu Angling Kamesw0r0 tidak mau menghabiskan waktu memikirkan hal itu lebih lama. Dia harus mendapatkan dua buah b0nang. Maka beliau melangkah ke arah Pendekar 212.
“Wir0 , lekas kamu serahkan dua buah b0nang itu padaku!”
“Enak betul!” sahut Wir0.
“Kau dulu pernah menyelamatkan Sekar Mindi , puteri Patih Kerajaan. Kau ialah sahabat Kerajaan. Karena itu lekas serahkan padaku dua b0nang! Jasa besarmu akan kuberi tahu langusng pada Sultan!”
Wir0 menyeringai. “Dulu wajahmu memang kulihat wjah pelanduk. Tapi kini sudah berubah jadi harimau yang ada benjut di kepalanya! Dulu saya melihat wajahmu mirip seek0r d0mba. Tapi kini ini tampangmu sama dengan seek0r srigala! Siapa percaya dirimu!”
Terdengar bunyi tawa mengekeh. Satu s0s0k gendut mel0mpat ke hadapan Wir0. Ternyata Dewa Ketawa.
“Aku menerima kiprah dari Kerajaan untuk mengambil dua buah b0nang itu. Makara serahkan kini juga padaku!” kata Dewa Ketawa sambil terus tertawa dan ulurkan kedua tangannya.
“S0batku Kerbau Bunting Dewa Ketawa!” menyahuti Pendekar 212 , “Dua buah b0nang ini pasti akan kuserahkan padamu. Tapi nanti. Tidak sekarang…..”
“S0batku muda! Kali ini saya tak mau bergurau! Serahkan dua buah b0nang itu!” kata Dewa Ketawa pula ng0t0t walau beliau masih keluarkan bunyi tertawa.
Saat itu Bujang Gila Tapak Sakti sudah berdiri pula di samping Dewa Ketawa. Pemuda berk0piah kupluk dan mengenakan baju terbalik ini berkata “Paman mengapa kamu harus mengurusi dua buah b0nang itu! Selesaikan dulu hutang piutangmu dengan Angling Kamesw0r0. Bukankah beliau yang hendak membunuh meracunimu?!”
“Anak setan! Betul juga ucapanmu! Ha….ha…..ha….!” kata Dewa Ketawa. “Kalau begitu kamu uruslah dua buah b0nang itu. Aku akan mematahkan batang leher insan culas dan keji ini!”
Angling Kamesw0r0 tahu ancaman yang dihadapinya.
Karenanya begitu Dewa Ketawa mel0mpat menyergapnya , perjaka ini cepat melayangkan dua buah tinjunya bertubi-tubi ke perut dan dada si gendut. J0t0sanj0t0san Angling Kamesw0r0 tentu saja bukan pukulan biasa. Jangankan tubuh insan , temb0k atau watu saja pasti akan ambruk! Tapi luar biasanya si Dewa Ketawa yang dihantam bertubi-tubi mirip itu tidak bergeming sedikitpun malah masih bisa tertawa-tawa.
Penasaran Angling Kamesw0r0 alihkan hantamannya ke muka si gendut.
Sekali ini Dewa Ketawa tidak tinggal diam.
0rang renta ini m0ny0ngkan mulutnya kemudian meniup! Perlahan saja!
Serangkum angin halus keluar dari verbal Dewa Ketawa. Angling Kamesw0r0 mencicipi mirip ada temb0k tak terlihat menghalangi pukulan-pukulannya. Bagaimanapun beliau mengerahkan tenaga luar dan dalam tetap saja beliau tidak bisa menembus apalagi mendaratkan pukulan ke wajah lawan.
Dewa Ketawa meniup sekali lagi. Kali ini lebih keras.
Puuuhhh!
Angling Kamesw0r0 menjerit keras. Wajahnya mirip dihantam pentungan besi. Kepalanya mirip c0p0t dan tubuhnya terbanting menghantam patung gajah.
Braak!
Patung watu yang sudah renta itu ambruk. Reruntuhannya menimbun s0s0k Angling Kamesw0r0 yang tergeletak di bawahnya antara sadar dan pingsan. Dari verbal , hidung dan kedua matanya tampak mengucur darah. Dewa Ketawa tarik tangan perjaka ini hingga beliau terbet0t keluar dari dalam timbunan reruntuhan kemudian membantingkannya ke tanah. Begitu berulang kali dilakukannya hingga akhirnya pembantu Patih Kerajaan itu menggeletak tak berkutik lagi. Sekujur tubuhnya babak belur. Tulang-tulangnya banyak yang patah. Menggerampun beliau tak bisa lagi!
Ketika Dewa Ketawa mel0mpat ke hadapan Angling Kamesw0r0 tadi , Bujang Gila Tapak Sakti segera mendekati Pendekar 212.
“S0batku Wir0 , kamu harus berikan dua buah b0nang itu padaku. Ini untuk menebus d0saku pada Kerajaan. Dulu saya yang mencurinya….”
Murid Eyang Sint0 Gendeng berpikir. “Kalau saya bertindak keras menciptakan urusan dengan si gendut ini bisa jadi kapiran.” Maka Wir0pun menjawab. “S0batku gendut! Kau tak usah kawatir. Dua buah b0nang ini pasti akan kuberikan padamu. Tapi Nyi Bulan kekasihmu itu bilang beliau sendiri yang akan menyerahkannya padamu nanti. Nah mana saya berani menyalahi pesan kekasihmu itu!”
Bujang Gila Tapak Sakti sesaat jadi tertegun. Lalu beliau tersenyum. “Siapa Nyi Bulan kekasihku?”
“Ah , kamu lupa pada ceritamu sendiri temp0 hari. Waktu kamu mencuri dua buah b0nang ini dengan menyerahkannya padanya , kamu kan diciumnya beberapa kali. Nah kalau kamu bukan kekasihnya mana beliau mau menciummu! Kau lihat saja , nanti pasti kamu akan diciumnya lagi hingga kamu bisa semaput kenikmatan!”
Bujang Gila Tapak Sakti tertegun lagi dan tersenyum lagi. Dia mengusap-usap kedua pipinya yang gembr0t kemudian berkata. “Kau benar juga. Kalau begitu biar kutunggu hingga beliau selesai berkelahi dengan 0rang berjubah merah itu.”
“Nah kamu pergilah duduk di tangga candi sana!” kata Wir0 selanjutnya. “Apakah kamu membawa kipas saktimu?”
“Tentu saja. Memang kenapa?!” tanya Bujang Gila Tapak Sakti.
“Apakah kamu tidak merasa kepanasan? Kulihat muka dan ketekmu sudah berair 0leh keringat!”
“Astaga! Kau betul! Untung kamu mengingatkan!” kata Bujang Gila Tapak Sakti. Lalu beliau keluarkan kipas kertasnya. Sreett! Kipas dikembangkan. Dia pergi duduk di tangga candi dan berkipas-kipas memperhatikan perkelahian antara Dewa Ketawa dan Nyi Bulan Seruni Pital0ka melawan Sepasang Pedang Dewa.
Janda manis itu sendiri yang sedang menghadapi lawan tangguh dalam hati sempat memaki-maki mendengar kata-kata Wir0 tadi bahwa beliau ialah kekasih Bujang Gila Tapak Sakti dan nanti beliau akan menciumnya lagi. Namun lantaran harus memusatkan perhatian pada lawan sementara pakaiannya sudah penuh r0bek-r0bek di mana-mana mau tak mau harus melupakan kekesalan hatinya.
Saat itu beliau sudah berada dalam keadaan terdesak hebat. Dia sama sekali tidak mempunyai senjata dan dua pedang lawan dalam sejurus dua jurus lagi pasti tidak lagi mer0bek pakaiannya melainkan akan mer0bek daging dan memutus tulang-tulang tubuhnya.
“Saatnya saya harus mengeluarkan ilmu andalanku. Kalau tidak saya akan mati percuma di tangan bedebah ini!” membatin Nyi Bulan Seruni Pital0ka. Mulutnya dikatupkan rapat-rapat. Kedua matanya memandang lekat-lekat ke depan. Tiba-tiba wuss….wuss!
Dua larik sinar hitam melesat keluar dari kedua mata Nyi Bulan. Hawa panas menghampar menciptakan Bujang Gila Tapak Sakti mirip di panggang.
“Celaka! Dia benar-benar mempunyai ilmu kesaktian sinar sakti pemantek nyawa!” Sepasang Pedang Dewa berteriak dalam hati ketika melihat dua sinar hitam yang keluar dari dua mata Nyi Bulan. 0rang ini cepat mel0mpat mundur seraya membabatkan pedangnya untuk melindungi diri.
Dua sinar hitam menyambar dua bilah pedang.
Cess! Cesss!
Dua pedang yang ada dalam genggaman Sepasang Pedang Dewa menjadi leleh. Pemiliknya berteriak keras dan lepaskan dua senjatanya. Tapi terlambat. Hawa yang sangat panas keburu menyambar telapak tangannya. Kedua tangan itu kini leleh mengelupas dagingnnya bahkan tulang telapak tangan dan tulang-tulang jarinya ikut lumer!
Sepasang Pedang Dewa menjerit terus. Nyalinya ikut leleh menciptakan beliau dalam sakit yang bukan alang kepalang akhirnya melarikan diri dari tempat itu.
“Nyi Bulan! Kesaktianmu hebat sekali kekasihku!”
Nyi Bulan tersentak dan berpaling. Yang bicara ialah Bujang Gila Tapak Sakti.
“Sialan! Ini gara-gara Wir0. Si gendut ini benar-benar menganggap saya kekasihnya!” Nyi Bulan meng0mel dalam hati. Lalu dilihatnya Bujang Gila Tapak Sakti melangkah mendekatinya sambil terus berkipas-kipas dan cengar-cengir. Saat itu Dewa Ketawa gres saja membanting Angling Kamesw0r0 habis-habisan dan melangkah ke arah Pendekar 212.
“Nyi Bulan , s0batku Wir0 bilang kamu sendiri yang akan menyerahkan dua buah b0nang itu padaku. Lalu akan menciumku berulang-ulang. Ah….betapa bahagianya diriku!” Bujang Gila Tapak Sakti memasukkan kipas kertasnya kemudian berseru pada Pendekar 212. “Wir0 , mana dua buah b0nang itu. Berikan pada Nyi Bulan biar beliau nanti yang memperlihatkan padaku!”
“Tidak , dua buah b0nang itu harus kamu serahkan padaku!” Dewa Ketawa mempercepat langkahnya ke arah Wir0.
“Semua dengar!” tiba-tiba Nyi Bulan berteriak.
“Kekasihku , jangan berteriak keras-keras. Nanti suaramu yang merdu bisa rusak!” seru Bujang Gila Tapak Sakti.
Nyi Bulan katupkan mulutnya rapat-rapat , kedua matanya memandang mendelik pada Wir0. Sebaliknya murid Eyang Sint0 Gendeng cepat kedipkan mata memberi tanda. Sebelum Dewa Ketawa tiba lebih dekat Wir0 cepat berbisik. “Jangan b0d0h. Kita harus menipu manusia-manusia gendut ini. Kalau tidak bakal menghadapi urusan berat!”
Kemarahan Nyi Bulan mengendur sedikit. Dia berpaling pada Bujang Gila Tapak Sakti dan tersenyum manis. Senyuman ini menciptakan si perjaka gendut jadi blingsatan kemudian kedip-kedipkan matanya. Dia juga membersihkan kedua pipinya dengan ujung-ujung bajunya , setelah itu beliau melangkah mendekati Byi Bulan sambil mengangsurkan pipinya. “Kata s0batku itu kamu mau cium saya sambil menyerahkan dua buah b0nang.”
“Bagaimana kalau ciumannya dulu , b0nangnya b0leh nanti b0leh menyusul….”
“Setan betul ,” maki Nyi Bulan dalam hati. “Dulu waktu masih terbelakang memang semua 0rang senag padanya. Sekarang sudah jadi b0cah bagini bagaimana mungkin saya menciumnya!”
Lagi-lagi Nyi Bulan memandang pada Wir0 dengan mata dibesarkan.
Sebaliknya kembali Pendekar 212 mengedipkan mata dan berbisik. “Cium saja cepat. Sambil mencium kamu t0t0k tubuhnya!”
Mendengar ucapan murid Eyang Sint0 Gendeng itu Nyi Bulan gres mengerti. Maka beliau kembali berpaling dan melangkah mendekati Bujang gila Tapak Sakti seraya berkata. “Santik0 kekasihku! Tujuh tahun lebih kita tak bertemu. Betapa kangennya saya padamu. Saat ini ingin sekali saya memeluk dan menciummu!”
Mendengar kata-kata itu Bujang Gila Tapak Sakti berteriak girang. Dia kembangkan kedua tangannya kemudian memeluk Nyi Bulan dengan mesra. Ketika janda jelita ini menciumi pipinya di gendut yang mirip merasa di s0rga ini tersenyumsenyum sambil pejamkan mata. Pada ketika itu pula dua tangan Nyi Bulan bergerak men0t0k punggung dan dada si pemuda. Tak ampun lagi Bujang Gila Tapak Sakti menjadi kaku tak bisa bergerak tak bisa bersuara. Ketika Nyi Bulan melepaskan dirinya dari pelukan perjaka ini , si gendut ini masih tegak dengan perilaku kedua tangan merangkul , verbal tersenyum dan mata terpenjam!
Dewa Ketawa tak bisa ditipu. Dia tahu apa yang terjadi. Segera beliau pergunakan kesaktiannya yaitu meniup dari jauh untuk melepaskan t0t0kan di tubuh kep0nakannya. Wir0 yang maklum melaksanakan apa yang akan dilakukan 0leh Dewa Ketawa cepat bergerak menghalangi tubuh Bujang Gila dengan tubuhnya sambil gerakkan tangan kiri untuk menyingkirkan angin tiupan Dewa Ketawa. Ketika tangannya tersambar angin tiupan itu murid Eyang Sint0 Gendeng merasa mirip ada ratusan jarum mencucuk! Ketika diperhatikan terlihat darah keluar dari p0ri-p0ri di sekujur lengan kirinya hingga ke telapak. Sakitnya bukan kepalang.
“Lekas keluarkan dua buah b0nang itu. Atau kamu akan kubuat lumat mirip pembantu Patih Kerajaan itu!” mengancam Dewa Ketawa.
Saat itu Nyi Bulan sudah tegak di hadapan Dewa Ketawa.
“0rang renta bertubuh gendut. Apakah kamu juga minta kupeluk dan kucium?!”
“Eh……!” Dewa Ketawa sesaat jadi tertegun. Lalu sambil mengg0yangg0yangkan tangan dan melangkah mundur beliau berkata. “Tidak! Jangan….. saya tidak butuh peluk dan ciumanmu! Aku hanya inginkan dua buah b0nang itu. Aku harus mengembalikannya pada Sultan sebagai penebus kesalahan kep0nakanku!”
“Kalau begitu baik. Dua buah b0nang itu akan kuserahkan padamu setelah saya mengambil sesuatu yang jadi milikku dan tersembunyi di dalamnya.” Kata Nyi Bulan.
“Aku tidak mengerti….” Kata Dewa kEtawa sambil menutup mulutnya biar tidak tertawa dulu.
Nyi Bulan berpaling pada Pendekar 212 dan berkata. “Wir0 , keluarkan dua buah b0nang itu. Juga Kapak Naga Geni 212-mu….?”
Wir0 mengeluarkan dua buah b0nang dari balik pakaiannya kemudian menyerahkannya pada Nyi Bulan.
“Kapaknya?” ujar Nyi Bulan pula.
“Untuk apa….?” tanya Wir0.
“Ketahuilah , berdasarkan suamiku sebelum beliau menghembuskan nafas terakhir ketika dibunuh 0leh Sepasang Pedang Dewa , benda rahasia yang tersembunyi dalam dua buah b0nang ini hanya bisa dicukil keluar 0leh dua macam senjata mustika. Yang pertama dengan mempergunakan keris sakti keris N0g0 S0sr0. Yang kedua dengan senjata berbentuk kapak bermata dua. Keris N0g0 S0sr0 entah berada di mana , tak mungkin saya mencarinya. Lalu saya melihat kamu mengeluarkan Kapak Maut Naga Geni 212 waktu di pulau Sempu. Kurasa inilah senjata yang dimaksud suamiku. Nah apakah kamu tidak mau mengeluarkan senjata saktimu itu untuk men0l0ng?’
Pendekar 212 garuk-garuk kepala.
Dewa Ketawa maju selangkah. “Nyi Bulan , kalau kamu menipuku dan s0batku ini , jangan salahkan nanti saya hingga membunuhmu!”
Nyi Bulan tidak acuhkan uacapan si gendut itu. Dia cepat mengambil Kapak Maut Naga Geni 212 begitu dikeluarkan Wir0 dari balik pakaiannya. Dua buah b0nang diletakkannya saling berdekat di tangga candi. Lalu Kapak Naga Geni 212 diletakkannya di atas dua buah b0nang itu. Mata-mata kapak yang tajam berkilauan menyentuh ujung-ujung men0nj0l kedua b0nang. Nyi Bulan berpaling pada Wir0 dan Dewa Ketawa. “Kuharap tak ada yang mengeluarkan bunyi baarng sedikitpun. Kalau tidak sulit bagiku memusatkan pikiran dan tenaga dalam!”
Dewa Ketawa menekap multnya semakin kuat. Wir0 mengangguk sambil menggaruk kepala. Nyi Bulan pejamkan kedua matanya. Perlahan-lahan beliau mulai mengerahkan tenaga dalam murni dari perutnya. Ketika tenaga dalam itu mengalir melewati dadanya Pendekar 212 hampir berseru melihat bagaimana sepasang payudara Nyi Bulan jadi membesar luar biasa.
“Sialan! Baru sekali ini kamu melihat buah s0rga sebesar itu. Ingin sekali saya meremasnya!” kata Pendekar 212 dalam hati.
Aliran tenaga dalam meluncur melewati dua tangan Nyi Bulan yang memegang gagang Kapak Maut Naga Geni 212. Sesaat kemudian kelihatan cahaya putih pada mata kapak semakin terang dan perlahan-lahan ber0bah menjadi merah. Cahaya merah ini kemudian membungkus dua buah b0nang.
Dalam suasana yang sunyi mirip di pekuburuan itu tiba-tiba terdengar bunyi halus jatuhnya sesuatu ke watu tangga candi.
Nyi Bulan menarik nafas lega. Kedua matanya dibuka. Cahaya merah lenyap. Perlahan-lahan kapak yang dipegangnya diangkat dan diserahkan pada Wir0 seraya mengucapkan terima kasih.
Dengan sangat hati-hati janda manis ini mengangkat dua buah b0nang dari tangga candi. Di bekas tempat b0nang-b0nang itu diletakkan , di watu tangga kini terlihat dua buah benda aneh. Baik Wir0 maupun Dewa Ketawa tidak tahu benda apa itu adanya. Benda ini berbentuk gumpalan ajaib mirip diremas menjadi bulat. Dengan hati-hati , satu persatu Nyi Bulan membuka kedua bena itu. Ketika terbuka dan terkembang ternyata ialah sehelai p0t0ngan kain sutra yang sangat tipis. Pada p0t0ngan kain itu terdapat tulisan-tulisan kun0 yang tak bisa dibaca 0leh Wir0 dan Dewa Ketawa.
“Nyi Bulan….. Benda apa itu sebenarnya?” tanya Wir0 berbisik.
Nyi Bulan tersenyum. “Suamiku berlaku cerdik. Dia sengaja menuliskan dengan huruf-huruf kun0 secara terbalik. Jika g0resan pena ini dibaca di atas beling maka yang pertama isinya ialah ilmu kesaktian yang sangat langka di dunia ini , sedang yang kedua berisi ilmu peng0batan yang tak ada duanya.
Wir0 dan Dewa Ketawa jadi terkesiap mendengar keterangan Nyi Bulan itu.
“Dewa Ketawa , kini kalau kamu mau ketawa silahkan saja ,” kata Nyi Bulan. Lalu beliau berdiri dan menyerahkan dua buah b0nang pada 0rang renta bertubuh gendut itu. “Dua buah b0nang ini tidak cacat barang sedikitpun. Ambillah , bawa kembali ke tempatnya di Kerat0n. Kuharap kamu bisa buas kini lantaran bisa menebus kesalahan kep0nakanmu itu.”
Dewa Ketawa cepat mengambil dua buah b0nang itu , memeriksanya sebentar kemudian memasukkannya ke balik pakaiannya.
Nyi Bulan berpaling pada Pendekar 212.
“Wir0 , kamu banyak men0lngku. Aku berhutang budi besar padamu. Sebagai tanggapan apakah kamu mau ikut saya berjalan-jalan ke dasar bumi?’
“Heh! Apa maksudmu Nyi Bulan?”
Janda jelita itu tak menjawab. Dia memegang lengan Pendekar 212 kemudian mengajaknya berjalan bergandengan. Pada langkah kelima Nyi Bulan hentakkan kaki kanannya ke tanah.
Di tanah terlihat sebuah l0bang besar dan dalam. Nyi Bulan enak saja meluncur ke dalam l0bang itu. Wir0 terpaksa membungkukkan tubuh lantaran lengannya ikut tertarik.
“Kau mau ikut saya atau tidak Wir0?”
“Ah , bagaimana ini! Aku mau saja. Tapi kamu bukannya hendak menguburku hidup-hidup?”
“Kalau saya bermaksud jahat , berarti kita akan mati terkubur bersama-sama. Lagi pula c0ba kamu lihat ke bawah sana….”
Wir0 ulurkan kepalanya ke dalam l0bang. Astaga. Dia tidak percaya pada pemandangannya. Di bawah sana beliau bukannya melihat l0r0ng atau l0bang yang gelap , melainkan menyaksikan satu pemandangan yang indah dari sebuah daerah pesawahan lengkap dengan sungai dan gunung yang indah sekali.
“Kau mau ikut sekarang?” tanya Nyi Bulan sambil tersenyum.
Wir0 langusung saja masukkan kedua kakinya ke dalam l0bang. Begitu keduanya lenyap , tanah yang tadi berl0bang kini menutup kembali secara ajaib tanpa bekas sama sekali ! Mata sipit Dewa Ketawa sempat tak berkesip beberapa lamanya ketika menyaksikan bagaimana di tanah ini terlihat ada dua buah gundukan yang meluncur , bergerak makin jauh , maikn jauh dan akhirnya lenyap di dalam kegelapan.
“Ilmu berjalan di dalam tanah…. !” seru Dewa Ketawa sambil g0lengg0lengkan kepala. “Jadi ilmu itu benar-benar ada rupanya….” Setelah menarik nafas panjang dan mengumbat tawa sepuas-puasnya Dewa Ketawa memutar tubuh. Berjalan tiga langkah menuju tempat beliau meninggalkan keledainya , tiba-tiba beliau ingat pada Bujang Gila Tapak Sakti. 0rang renta ini men0leh ke belakang kemudian meniup. Hebat sekali ! T0t0kan yang menguasai tubuh kep0nakannya itu serta merta musnah. Bujang Gila Tapak Sakti kini sanggup bergerak dan bersuara lagi. Begitu dirinya bebas perjaka gemuk ini berteriak keras.
“Nyi Bulan kekasihku! Jangan tinggalkan diriku! Mengapa cacing tanah berambut g0ndr0ng itu yang kamu ajak pergi , bukan saya !” Lalu beliau jatuhkan diri di tanah di tempat tadi Nyi Bulan dan Pendekar 212 lenyap masuk ke dalam tanah dan menangis mirip anak kecil.
Dewa Ketawa lagi-lagi gelengkan kepala. “Anak setan !” makinya. “Kalau tidak lantaran kamu semua urusan gila ini tidak bakal terjadi !” 0rang renta ini akhirnya tinggalkan tempat itu. Di kejauhan tak usang kemudian terdengar bunyi langkah kakinya dan kaki-kaki keledainya. Lalu dalam kegelapan malam di bukit Im0giri itu kembali terdengar bunyi gelak tawanya berkepanjangan.
TAMAT
No comments for "Bujang Asing Tapak Sakti WIRO SABLENG Cerita Silat Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 Karya: Bastian Tito"
Post a Comment